38
12 BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR AL- QUR’AN A. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur'an melalui salah satu ayatnya memperkenalkan diri sebagai hudan (petunjuk) 1 bagi umat manusia, penjelasan-penjelasan terhadap petunjuk itu dan sebagai al-furqan (pembeda). 2 Oleh karena fungsinya yang sangat strategis itu maka al-Qur'an haruslah dipahami secara tepat dan benar. Upaya dalam memahami al-Qur'an dikenal dengan istilah tafsir. Sekalipun demikian, aktivitas menafsirkan al-Qur'an bukanlah pekerjaan gampang, mengingat kompleksitas persoalan yang dikandungnya serta kerumitan yang digunakannya. 3 Sejarah mencatat, penafsiran al-Qur'an telah tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini didukung oleh adanya fakta sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi pernah melakukannya. Pada saat sahabat beliau tidak memahami maksud dan kandungannya kepada Nabi. Dalam konteks ini Nabi berposisi sebagai mubayyin, penjelas terhadap segala persoalan umat. Penafsiran-penafsiran yang dilakukan Nabi memiliki sifat-sifat dan karakteristik tertentu, 1 Hudan adalah salah satu sifat al-Qur'an, dan sifat al-Qur'an yang lain adalah Nur (cahaya) Q.S. 4: 74, Syifa (obat), rahmah (rahmat), dan mau’izah (nasihat) Q.S. 10: 57, mubin (yang menerangkan) Q.S. 5: 15, mubarak (yang diberkati) Q.S. 6: 92, busyra (kabar gembira) Q.S. 2: 97, aziz (yang mulia) Q.S. 41: 41, majid (yang dihormati) Q.S. 85: 21, basyir (pembawa kabar gembira) dan nazir (pembawa peringatan) Q.S. 41: 3-4. 2 Furqan adalah salah satu nama al-Qur'an, lihat Q.S. 25: 1, dan nama-nama yang lainnya adalah qur’an (Q.S. 17: 9), kitab (Q.S. 21: 10), zikr (Q.S.15: 9), tanzil (Q.S. 26: 192) 3 Sebut saja syarat-syarat mufassir adalah; mempunyai akidah yang benar, bersih dari hawa nafsu, lebih dahulu menafsirkan dengan al-Qur'an, sunnah, pendapat sahabat, tabi’in, mempunyai pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya, mempunyai pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu berkaitan dengan al-Qur'an; seperti qira’at, mempunyai pemahaman yang cermat. Adapun adab seorang mufassir adalah; berniat baik dan bertujuan benar, berakhlak baik, taat dan beramal, jujur dan teliti dalam penukilan, tawadhu’, berjiwa mulia, vokal dalam menyampaikan kebenaran, berpenampilan baik, bersikap tenang dan mantap, mendahulukan orang lain, mempersiapkan langkah-langkah penafsiran yang baik. Lihat Mannaa Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an , terjemahan Drs. Mudzakkir AS, cet. 6, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2001, h. 462-466. Bandingkan Muhammad Ali Sh-Shabuny, Pengantar Study al-Qur'an, terj., H. M.Chudlori Umar dan M. Matsna H.S., Al-Ma’arif, Bandung, 1987, h. 218-225.

Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

12

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR AL- QUR’AN

A. Sejarah Perkembangan Tafsir

Al-Qur'an melalui salah satu ayatnya memperkenalkan diri sebagai

hudan (petunjuk)1 bagi umat manusia, penjelasan-penjelasan terhadap

petunjuk itu dan sebagai al-furqan (pembeda).2 Oleh karena fungsinya yang

sangat strategis itu maka al-Qur'an haruslah dipahami secara tepat dan benar.

Upaya dalam memahami al-Qur'an dikenal dengan istilah tafsir. Sekalipun

demikian, aktivitas menafsirkan al-Qur'an bukanlah pekerjaan gampang,

mengingat kompleksitas persoalan yang dikandungnya serta kerumitan yang

digunakannya.3

Sejarah mencatat, penafsiran al-Qur'an telah tumbuh dan berkembang

sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini

didukung oleh adanya fakta sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi pernah

melakukannya. Pada saat sahabat beliau tidak memahami maksud dan

kandungannya kepada Nabi. Dalam konteks ini Nabi berposisi sebagai

mubayyin, penjelas terhadap segala persoalan umat. Penafsiran-penafsiran

yang dilakukan Nabi memiliki sifat-sifat dan karakteristik tertentu,

1 Hudan adalah salah satu sifat al-Qur'an, dan sifat al-Qur'an yang lain adalah Nur

(cahaya) Q.S. 4: 74, Syifa (obat), rahmah (rahmat), dan mau’izah (nasihat) Q.S. 10: 57, mubin (yang menerangkan) Q.S. 5: 15, mubarak (yang diberkati) Q.S. 6: 92, busyra (kabar gembira) Q.S. 2: 97, aziz (yang mulia) Q.S. 41: 41, majid (yang dihormati) Q.S. 85: 21, basyir (pembawa kabar gembira) dan nazir (pembawa peringatan) Q.S. 41: 3-4.

2 Furqan adalah salah satu nama al-Qur'an, lihat Q.S. 25: 1, dan nama-nama yang lainnya adalah qur’an (Q.S. 17: 9), kitab (Q.S. 21: 10), zikr (Q.S.15: 9), tanzil (Q.S. 26: 192)

3 Sebut saja syarat-syarat mufassir adalah; mempunyai akidah yang benar, bersih dari hawa nafsu, lebih dahulu menafsirkan dengan al-Qur'an, sunnah, pendapat sahabat, tabi’in, mempunyai pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya, mempunyai pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu berkaitan dengan al-Qur'an; seperti qira’at, mempunyai pemahaman yang cermat.

Adapun adab seorang mufassir adalah; berniat baik dan bertujuan benar, berakhlak baik, taat dan beramal, jujur dan teliti dalam penukilan, tawadhu’, berjiwa mulia, vokal dalam menyampaikan kebenaran, berpenampilan baik, bersikap tenang dan mantap, mendahulukan orang lain, mempersiapkan langkah-langkah penafsiran yang baik.

Lihat Mannaa Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an , terjemahan Drs. Mudzakkir AS, cet. 6, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2001, h. 462-466. Bandingkan Muhammad Ali Sh-Shabuny, Pengantar Study al-Qur'an, terj., H. M.Chudlori Umar dan M. Matsna H.S., Al-Ma’arif, Bandung, 1987, h. 218-225.

Page 2: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

13

diantaranya penegasan makna (bayan al-tashrif); perincian makna (bayan al-

tafshil); perluasan dan penyempitan makna; kwalifikasi makna serta

pemberian contoh. Sedangkan dari segi motifnya, penafsiran Nabi Saw

terhadap ayat-ayat al-Qur'an mempunyai tujuan, pengarahan (bayan irsyad),

peragaan (thatbiq), pembentukan (bayan tash hih) atau koreksi.

Sepeninggal Nabi, kegiatan penafsiran al-Qur'an tidak berhenti malah

boleh jadi semakin meningkat. Munculnya persoalan-persoalan baru seiring

dengan dinamika masyarakat yang progresif mendorong umat Islam generasi

awal sampai sekarang mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab

problematika umat.4

1. Periode periwayatan tafsir

Sebagai sebuah produk pemikiran manusia, tafsir al-Qur'an telah

menapaki perjalanan sejarahnya yang cukup panjang. Perjalanan sejarah

perkembangan tafsir al-Qur'an bisa ditelusuri jejaknya hingga era awal

perkembangan Islam, yakni pada masa Rasulullah. Karena Rasulullah

dianggap sebagai mufassir pertama yang meretas jalan bagi tumbuh dan

berkembangnya tafsir al-Qur'an hingga dewasa ini.

Bahwa Rasulullah berfungsi ganda –sebagai perantara sampainya

wahyu Allah kepada umat manusia sekaligus mufassir bagi wahyu yang

dibawanya –adalah realitas yang tidak bisa diingkari. Sebagaimana

ditegaskan Allah dalam surat an-Nahl ayat 64.

)64: النحل(

Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. An-Nahl : 64)

4 M. Al-Fatih Suryadilaga, dkk., Metodoogi Ilmu Tafsir, cet. I, teras, yogyakarta, 2005, h.

218-225.

Page 3: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

14

Allah memberikan hak dan kewenangan pada Rasulullah untuk

menafsirkan al-Qur'an. Penafsiran Rasulullah biasanya bermula dari

kemusykilan yang dihadapi oleh para sahabat dalam memahami ayat-ayat

al-Qur'an. Bahkan para sahabat secara sengaja mendatangi Rasulullah

untuk sekedar mengetahui kandungan makna yang terdapat dalam ayat al-

Qur'an yang baru saja mereka pelajari.5 Selain menafsirkan al-Qur'an

dengan al-Qur'an Rasulullah juga menafsirkan al-Qur'an dengan sunnah.

Contoh penafsiran al-Qur'an dengan al-Qur'an diantaranya; kata dzulm (

) pada surat al-An’am ayat 82 ditafsirkan dengan syirk (ظلم شرك ) dalam

surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ( الطارك ) pada surat ath-Thariq ayat

1 ditafsirkan dengan al-Najmu al-tsaqib (النجم الثاقب ) dalam surat yang

sama ayat 3. Kata lailatin mubaarakatin ( ليلة مباركة ) pada surat al-Dukhan

ayat 31 diafsirkan dengan lailati al-qadar ( ليلة قدر ) pada surat al-qadarr

ayat 1, dan lailati al-qadar ditafsirkan dengan syahru ramadhan ( شهر

.pada surat al-Baqarah ayat 185 (رمضان

Adapun contoh penafsiran al-Qur'an dengan as-sunnah diantaranya

adalah; kata al-shalawat al-wustha ( الصلوة الوسط ) pada surat al-Baqarah

ayat 238 ditafsirkan dengan shalat ashar. Kata al-maghdlubi alaihim dan

al-dlollin ( الضا لني, املغضوب عليهم ) pada surat al-Fatihah ayat 7 ditafsirkan

dengan Yahudi dan Nasrani. Kata quwwah ( قوة ) pada surat al-Anfal ayat

60 ditafsirkan dan al-romyu ( الرمي ). Kata kiflain ( كفلني ) pada surat al-

5 Ahkmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur'an, Studi Atas Pemikiran

Tafsir Kontekstual Fazlur Rahman, Cet. I, Gunungjati, Semarang, 2000, h. 29-30.

Page 4: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

15

Hadid ayat 28 ditafsirkan dengan di’fani ( ضعفان ). Kata awwibi ( اويب ) pada

surat Saba ayat 10 ditafsirkan dengan sabbihi ( سبحي ).6

Rasulullah selalu memberikan penjelasan dan penafsiran tentang

kemusykilan-kemusykilan yang dihadapi para sahabat hingga beliau

wafatnya pada tahun 11 H, meskipun harus diakui bahwa tidak semua

penafsiran dan penjelasan Nabi dapat diketahui. Di samping itu, pada

periode tersebut penafsiran al-Qur'an belum terkodifikasi, karena kegiatan

tulis menulis pada masa itu masih jarang sekali dan periwayatan tafsir

masih terbatas pada penyampaian secara lisan saja.7

Semenjak Rasulullah wafat, para sahabat tampil ke muka untuk

mengelaborasikan ayat-ayat al-Qur'an. Kalau pada masa Rasulullah para

sahabat bisa langsung bertanya padanya tentang kesulitan-kesulitan yang

mereka hadapi, maka setelah wafatnya, mereka melakukan ijtihad sendiri

dalam menafsirkan al-Qur'an,8 dan tetap berpegang pada al-Qur'an dan

sunnah Nabi.

Dalam menafsirkan al-Qur'an, para sahabat berpegang pada;

pertama al-Qur'an itu sendiri. Dimana ayat al-Qur'an yang masih bersifat

global terdapat penjelasannya pada ayat lain, begitu pula ayat-ayat yang

masih bersifat mutlak atau umum, pada ayat lain terdapat qayid atau yang

mengkhususkannya. Kedua, dikembalikan kepada Nabi. Hal ini dilakukan

karena beliau merupakan penafsir pertama bagi al-Qur'an, dan diantara

kandungan al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang tidak dapat diketahui

ta’wilnya kecuali penjelasan Rasulullah. Misalnya rincian tentang perintah

dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang

difardukan-Nya. Ketiga, melalui pemahaman dan ijtihad. Apabila para

sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam al-Qur'an dan tidak pula

mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari

6 Mannaa Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 468 bandingkan Muhammad Ali Sh-Shabuny,

op.cit., h. 206-209. 7 Ahkmad Arif Junaidi, op.cit., h. 31. 8 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1994, h. 71.

Page 5: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

16

Rasulullah, mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap

kemampuan nalar. Hal ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli

yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan

mengetahui aspek-aspek ke-balaghah-an yang ada di dalamnya.9

Banyak sahabat yang ahli menafsirkan al-Qur'an, tetapi yang

terkenal diantara mereka ada 10 orang, yaitu khalifah empat, Ibn Mas'ud,

Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, dan

Abdullah bin Zubair.10 Diantara khalifah empat yang banyak diterima

tafsirnya dan disampaikan kepada masyarakat ialah Ali bin Abi Thalib.

Adapun khalifah yang lain sedikit sekali tafsirnya, karena beliau-beliau

lebih dahulu wafat.

Diantara nama-nama sahabat yang disebutkan di atas, yang paling

terkenal adalah Ibnu Abbas.11 Beliau mendapat julukan Tarjamul qur’an.12

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud: “Sebaik-baik terjemah oleh

Ibnu Abbas.” Mujahid juga mengatakan: “Ibnu Abbas dijuluki dengan Al-

bahru atau lautan, karena banyak ilmunya.13 Sedangkan Umar bin Khatab

memasukkan Ibnu Abbas ke dalam sekh-syekh Badar.14

Keistimewaan Ibnu Abbas dalam memahami gharibul-qur’an

(kesulitan-kesulitan al-Qur'an) karena mempunyai banyak pengetahuan

mengenai syair-syair Arab (raja-raja) dan pengetahuan bahasa Arab yang

mendalam. Sebagaimana do’a kepada Ibnu Abbas:

وعلمه التأويلنيدى ال فههق فمهللا

9 Mannaa Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 470-472. 10 Sumber lain menyebutkan Aisyah di dalamnya, dan tidak menyebutkan Abu Musa Al-

Asy’ari. Lihat Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, cet.I, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, h. 166-167.

11 Namanya adalah Abdullah bin Abbas anak dari Abbas paman Nabi. Ia lahir 3 tahun sebelum hijrah. Dalam kesehariannya Ibnu Abbas sudah biasa bergaul dengan Nabi. Hingga pada suatu saat Nabi mendekatkannya ke dada beliau dan mendo’akan: اللهم علمه احلكمة ( Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah. HR. Bukhari). Dalam riwayat lain, “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya al-Qur’an.” Muhammad bin Saleh al-‘Utsaimin, Ushulun fi al-Tafsir, terj. S. Agil Husain Al-Munawar, dan Ahmad Rifqi Mukhtar, Cet. I, Dina Utama, Semarang, 1989, h. 45.

12 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, h. 200.

13 Kahar Masyhur, op.cit., h. 167. 14 Ibid. h. 168.

Page 6: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

17

Artinya: “Ya Allah berilah ia kedalaman pemahaman mengenai agama dan ajari ia tafsir.”

Contoh keahlian Ibnu Abbas dalam menafsirkan al-Qur'an suatu

hari Umar bin Khathab menyertakan Ibnu Abbas dalam suatu pertemuan.

Umar berkata, “Apa pendapat kalian tentang firman Allah dalam surat:

اذاجا ء نصراهللا والفتح

hingga ayat terakhir.” Sebagian mereka menjawab: “(Dalam surat ini) kita

diperintahkan memuji dan beristighfar kepada Allah jika kita mendapatkan

kemenangan.” Sebagian yang lain berdiam diri. Lalu Umar bertanya

kepada Ibnu Abbas:”Seperti tadikah pendapat engkau?” Ibnu Abbas

menjawab: “Surat ini menandakan dekatnya ajal Rasulullah, Allah

memberitahukannya dengan datangnya pertolongan dan kemenangan

(fathu Makkah) seolah-olah Allah mengatakan: “Itu adalah tanda ajal

engkau, maka bertasbihlah dengan memuji dan bersitighfar kepada

Tuhanmu, maka sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.” Umar berkata:

“Sungguh saya tidak mengetahui seperti yang engkau ketahui.”15

Kehebatan Ibnu Abbas dalam menafsirkan al-Qur'an tidak

terbantahkan lagi, sehingga dikatakan ada tafsir yang berasal dari Ibnu

Abbas dan dicetak di Mesir yang dinamakan Tafsirul-Miqyas (standar

tafsir) dan dikumpulkan oleh Thahir Muhammad bin Yakub Fairuzi

Ayaadi Assyafi’i. Adapun metode yang terbaik dari Ibnu Abbas adalah

metode Mu’awiyah bin Saleh dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas.

Ini adalah metode yang paling mudah menjadi pegangan bagi Bukhari,

Muslim, Ahmad dan Ashhasbus-sunan. Tafsir-tafsir lain yang berasal dari

Ibnu Abbas kebanyakan beredar pada Muhammad bin Marwan Assad,

Asshagir, dan Muhammad bin Sa’ib Kilabi.

Selain metode Mu’awiyah, yaitu metode yang kedua dan sahih

menurut syarat Syaikhani (Bukhari dan Muslim) ialah metode Qais bin

15 Ibid.

Page 7: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

18

Muslim dari Kufah, berasal dari ‘Atkah bin Saa’ib, dari Sa’ad bin Zubair

dari Ibnu Abbas.16

Adapun karir Ibnu Abbas adalah khalifah Utsman memberikannya

kekuasaan pada musim haji tahun 35 H, sedang Ali Bin Abi Thalib

memberikannya kekuasaan atas Bashrah. Ketika Ustman terbunuh, Ibnu

Abbas berangkat ke Hijaz dan menetap di Makkah. Setelah itu pegi ke

Thaif hingga meninggal di kota tersebut tahun 68 H dalam usia 71 tahun.17

Ahli tafsir di kalangan sahabat yang terkenal selain Ibnu Abbas

adalah Ibnu Mas'ud.18 Beliau sempat mempelajari lebih dari 70 surat

dalam al-Qur'an, sebagaimana Nabi pernah bersabda: ”Barang siapa yang

hendak membaca al-Qur'an setepat diturunkan, hendaklah ia membacanya

menurut bacaan Ibnu Umi Abd (Ibnu Mas'ud).” Abdullah bin Mas’ud

termasuk orang yang berkhidmat pada Nabi. Beliau mempersiapkan

sandal, air wudlu , dan bantal Nabi, hingga Abu Musa Al-Asy’ari berkata:

“Suatu saat saya dan saudara saya datang dari Yaman, lalu kami berhenti

(singgah) sebentar, ketika itu pula kami melihat dari keluar masuknya

beliau dan ibunya ke rumah Nabi, bahwa beliau termasuk ahli bait

Nabi.”19

16 Kahar Masykur, op.cit., h. 168. Bandingkan Said Agil Husain Al-Munawar, Al-Qur’an

Membangun Kesalehan Hakiki, Cet. IV, Ciputat Press, Jakarta , 2005, h. 68. 17 Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin, op.cit., h. 46. 18 Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil al-Hadzli. Ibunya bernama

Ummu Abd dan terkadang dinisbatkan kepada ibunya. Beliau termasuk orang-orang yang pertama kali masuk Islam, turut serta berhijrah pada dua hijrah dan peperangan Badar serta peperangan lainnya. Ibid. h. 44.

19 Ahlul bait (kata bait dengan al atau tanpa al) disebut sebanyak tiga kali yaitu pada surat al-Qashash ayat 12, surat al-Ahzab ayat 33 surat Hud ayat 73.

Secara umum arti kata ahlul bait adalah anggota (ahli, penghuni) keluarga. Tetapi al-Qur’an dalam surat al-Ahzab ayat 33 secara khusus mengidentifikasinya sebagai keluarga dan keturunan Nabi Saw. Istilah ini identik dengan ahlal bait dan juga ‘Ali-Muhammad (keluarga Nabi Muhammad). Namun batasan siapa yang termasuk ahlul bait ini menjadi sumber kontroversi, khususnya di kalangan syi’ah, yang menganggap kepemimpinan umat berada pada ahlul bait. Memang, sepeninggal Nabi untuk periode yang cukup lama keluarganya tidak mendapatkan hak istimewa apapun dalam tatanan kepemimpinan umat.

Perbedaan interpretasi tentang ahli bait secara umum dibagi menjadi dua aliran. Syi’ah Imaniah membatasi ahlul bait hanya kepada keturunan Nabi saja, yang berarti keturunan Fatimah dengan Ali. Kelompok lain mendasarkan keanggotaan ahlul bait kepada keterkaitan anggota keluarga dalam urusan warisan baik zawul arham maupun ‘asabat, sehingga mencakup semua keturunan Hasyim atau bahkan Quraisy secara umum dan kadang-kadang menjangkau “para ahli

Page 8: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

19

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, beliau diutus ke Kufah

untuk mengajarkan kepada penduduknya ajaran-ajaran agama. Pada masa

pemerintahan Utsman, beliau diangkat sebagai Amir di Kufah, dan setelah

beberapa lama dipanggil kembali ke Madinah hingga wafat pada tahun 32

H. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi’ dalam usia 70 tahun lebih.20

Adapun ahli tafsir yang terkenal diantara khalifah empat adalah Ali

bin Abi Thalib.21 Sebagaimana Rasulullah pernah mengatakan kepada Ali:

“ Relakah engkau ditempatkan disampingku bagaikan Nabi Harun as. di

samping Nabi Musa as, hanya saja tidak ada Nabi setelahku?”

Beliau terkenal dengan keberaniannya dan kepintarannya dalam

bidang ilmu dan kesucian jiwa. Suatu riwayat mengatakan bahwa

tanyakanlah saya tentang kitabullah! Demi Allah, tidak satu ayat pun

dalam kitabullah, kecuali saya mengetahui diturunkannya siang atau

malam hari. Ibnu Abbas mengatakan: “Bila datang kepada kami riwayat

seorang yang jujur mengatakan dari Ali ra. Kami tidak akan menyimpang

darinya.” Riwayat lain mengatakan: “ Saya tidak akan mengambil riwayat

tafsir al-Qur'an melainkan dari Ali ra.”

Ali bin Abi Thalib termasuk anggota musyawarah yang ditunjuk

Umar bin Khatab untuk menentukan seorang khalifah. Abdurrahman bin

‘Auf menawarkan kepada beliau masalah kekhalifahan, namun belaiu

enggan kecuali dengan beberapa syarat yang tidak diterima oleh sebagian

anggota. Kemudian Abdurrahman bin ‘Auf membai’at Utsman untuk

menjadi khalifah, dan dilanjutkan oleh Ali dan lainnya. Beliau dibai’at

Ka’bah,” yaitu seluruh umat Islam. M. Ishom, El Saha, M.A. dan Saiful Hadi, S.Ag., Sketsa Al-Qur’an, cet. I, Listafariska Putra, Jakarta, 2005, h. 27-28.

20 Muhammad bin Saleh Al-‘Utsaimin, op.cit., h.44. 21 Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Nabi sekaligus menantunya, suami Fatimah Az-

Zahra, dan termasuk salah satu khulafa al-Rasyidin, dengan nama julukan yaitu Abu al-Hasan dan Abu Turab. Beliau dilahirkan sepuluh tahun sebelum kebangkitan Nabi Saw. dan tumbuh terdidik dalam pangkuan Rasulullah. Beliau turut dalam setiap peperangan, pemegang bendera Islam pada sebagian besar peperangan. Beliau tidak pernah tertinggal, kecuali perang Tabuk, karena sengaja ditinggalkan oleh Rasulullah agar dapat menjaga keluarganya. Lihat Ibid. h. 43.

Page 9: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

20

menjadi khalifah setelah Utsman, hingga terbunuh pada malam ke-17

bulan Ramadhan tahun 40 H di Kufah sebagai syahid.22

Ketika wilayah Islam semakin luas –sebagai hasil nyata dari

penaklukkan -penaklukkan tentara Islam ke wilayah-wilayah atau negara

sekitarnya –para sahabat pun banyak yang berpindah ke wilayah-wilayah

baru yang ditaklukkan, termasuk juga para sahabat ahli tafsir. Di wilayah

yang baru tersebut para sahabat ahli tafsir banyak yang mendirikan

madrasah-madrasah tafsir. Dari situlah tafsir berkembang pesat di

kalangan generasi setelah sahabat, yaitu generasi tabi’in. Madrasah-

madrasah tafsir yang didirikan para mufassir sahabat tersebut banyak

memunculkan ahli tafsir di kalangan tabi’in yang kemudian juga banyak

tersebar ke wilayah-wilayah lain.23

Di Makkah, misalnya, berdiri perguruan Ibnu Abbas. Diantara

muridnya yang terkenal adalah Sa’id bin Jubair (w. 94 H), Ikrimah Maula

Ibni Abbas, Tawus bin Kaisan al-Yamani (w. 106 H) dan Ata’ bin Abi

Rabah (w.115 H). Mereka ini semuanya dari golongan maula (sahaya yang

telah dibebaskan). Dalam hal periwayatan tafsir dari Ibnu Abbas, mereka

tidaklah setingkat; ada yang sedikit dan ada pula yang banyak,

sebagaimana para ulama pun berbeda pendapat mengenai kadar

“keterpercayaan” dan kredibilitas mereka. Dan yang mempunyai kelebihan

diantara mereka tetapi mendapat sorotan adalah Ikrimah. Para ulama

berbeda pandangan di sekitar penilaian terhadap kredibilitasnya meskipun

mereka mengakui keilmuan dan keutamaannya.

Di Madinah, Ubay bin Ka’ab lebih terkenal di bidang tafsir dari

pada orang lain. Pendapat-pendapatnya tentang tafsir banyak dinukilkan

generasi sesudahnya. Diantara murid-muridnya dari kalangan tabi’in, yang

belajar kepadanya secara langsung atau tidak, yang terkenal adalah Zaid

bin Aslam (w. 136 H), Abu ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazi

(keduanya hidup pada abad I H).

22 Ibid. 23 Ahkmad Arif Junaidi, op.cit., h. 33.

Page 10: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

21

Di Irak berdiri perguruan Ibnu Mas'ud yang dipandang oleh para

ulama sebagai cikal bakal mazhab ahli ra’y. dan banyak pula tabiin di Irak

yang terkenal dalam bidang tafsir. Yang masyhur diantaranya ialah

Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, Murrah al-Hamazan,

Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri (w. 110 H) dan Qatadah bin Di’amah as-

Sadusi (w. 117 H).

Para ulama berbeda pendapat tentang tafsir yang berasal dari tabiin

jika tafsir tersebut tidak diriwayatkan sedikitpun dari Rasulullah atau para

sahabat; apakah pendapat mereka itu dapat dipegangi atau tidak?

Segolongan ulama berpendapat, tafsir mereka tidak (harus)

dijadikan pegangan, sebab mereka tidak menyaksikan peristiwa-peristiwa

atau situasi dan kondisi yang berkenaan dengan turunnya ayat-ayat al-

Qur'an, sehingga mereka dapat saja berbuat salah dalam memahami apa

yang dimaksud. Sebaliknya, banyak mufasir berpendapat, tafsir mereka

dapat dipegangi, sebab pada umumnya mereka menerimanya dari para

sahabat.

Pendapat yang kuat ialah jika para tabiin sepakat atas sesuatu

pendapat, maka bagi kita wajib menerimanya, tidak boleh

meninggalkannya untuk mengambil yang lain.24

Pada masa ini, tafsir tetap konsisten dengan cara khas, penerimaan

dan periwayatan. Akan tetapi setelah banyak ahli kitab Islam, para tabi’in

banyak menukil dari mereka cerita-cerita israiliyat yang kemudian

dimasukkan ke dalam tafsir. Misalnya, yang didiriwayatkan dari Abdullah

bin Salam, Ka’bul Ahbar, Wahb bin Munabbih, dan Abdul Malik bin

Abdul Aziz bin Juraij. Di samping itu, pada masa ini, mulai timbul silang

pendapat mengenai status tafsir yang diriwayatkan dari mereka karena

banyak pendapat-pendapat mereka. Namun demikian pendapat-pendapat

tersebut sebenarnya berdekatan satu dengan yang lain atau hanya

merupakan sinonim semata. Dengan demikian perbedaan itu hanya dari

24 Mannaa Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 33, bandingkan Muhammad bin Saleh Al-

‘Utsaimin, op.cit., h. 46., dan Drs. Kahar Masyhur, op.cit., h. 169.

Page 11: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

22

segi redaksional, bukan perbedaan yang saling bertentangan dan

kontradiktif.25

2. Periode Pembukuan Tafsir

Pelacakan sejarah tafsir al-Qur'an tidak bisa dilepaskan dari sejarah

kodifikasi hadits Nabi. Karena sebagaimana diketahui, pada tahap awal

penyusunan tafsir masih bercampur- baur dengan kodifikasi hadits.

Sejarah kodifikasi tafsir bermula dari kekhawatiran Umar ibn

Abdul Aziz, khalifah Bani Umayah ke-8, akan timbulnya pemalsuan dan

punahnya hadits Nabi. Kekhawatiran tersebut berlanjut dengan pengiriman

surat perintah sang khalifah kepada seluruh pejabat dan ulama berbagai

wilayah pada akhir tahun 100 H. Isi surat perintah tersebut adalah agar

seluruh hadits Nabi yang ada di wilayah tersebut dihimpun. Surat perintah

tersebut menjadi dasar hukum bagi upaya kodifikasi hadits Nabi hampir

diseluruh wilayah Islam.

Kurangnya tingkat selektifitas dalam kegiatan kodifikasi hadits

Nabi agaknya memberi celah bagi munculnya embrio kodifikasi tafsir al-

Qur'an. Para ulama ahli hadits yang mengembara ke berbagai wilayah

untuk mencari, mengumpulkan, dan mengkodifikasikan hadits Nabi pada

akhirnya memasukkan produk-produk penafsiran al-Qur'an ke dalam kitab

hadits mereka. Produk-produk penafsiran al-Qur'an yang dinisbakan

kepada Rasulullah, sahabat dan tabiin tersebut biasanya masuk ke dalam

satu bab tersendiri dalam kitab hadits tersebut.26 Sehingga dikatakan pada

masa ini kegiatan membukukan tafsir belum mandiri, karena masih

numpang dalam kitab-kitab hadits.

Tokoh-tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Yazid bin Harun

as-Sulami (w. 117 H), Syu’bah bin al-Hajjaj (w.160 H), Waki’ bin Jarrah

(w. 197 H), Sufyan bin Uyainah (w. 198 H ), Rauh bin ‘Ubadah al-Bisri

(w. 205 H), Abdurrazaq bin Hummam (w. 211 H), Adam bin Abu Iyas (w.

220 H), dan ‘Abd bin Humaid (w. 249 H). Tafsir golongan ini sedikit pun

25 Mannaa Khalil Al-Qattan, Ibid. h. 476. 26 Ahkmad Arif Junaidi, op.cit., h. 35.

Page 12: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

23

tidak ada yang sampai kepada kita. Yang kita terima hanyalah nukilan-

nukilan yang dinisbatkan kepada mereka sebagaimana termuat dalam

kitab-kitab tafsir bil ma’tsur.

Sesudah golongan tersebut di atas datanglah generasi berikutnya

yang menulis tafsir secara khusus dan independen serta menjadikannya

ilmu yang yang berdiri sendiri dan terpisah dari hadits. Al-Qur'an mereka

tafsirkan secara sistematis sesuai dengan tertib mushaf. Di antara mereka

adalah Ibnu Majah (w. 273 H), Ibnu Jarir at-Thabari (w. 310 H), Abu

Bakar bin al-Mundzir an-Naisaburi (w. 318 H), Ibnu Abi Hakim (w. 327

H), Abusy-Syaikh bin Hibban (w. 369 H), Al-Hakim (w. 405 H), dan Abu

Bakar bin Mardawaih (w. 410 H).

Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan

kepada Rasulullah, sahabat, tabi’it tabi’in, dan terkadang disertai pen-

tarjih-an terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan dan penyimpulan

(istimbat) sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata (i’rab) jika

diperlukan, sebagaimana dilakukan Ibnu Jarir at-Thabari.

Pada perkembangan selanjutnya, di mana ilmu pengetahuan telah

berkembang dengan pesat, pembukuan tafsir telah mencapai

kesempurnaan, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan pendapat terus

meningkat, masalah-masalah “kalam” semakin berkobar, fanatisme

mazhab menjadi serius dan ilmu-ilmu filsafat bercorak rasional

bercampur-baur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya

mendukung mazhab masing-masing. Ini semua menyebabkan tafsir

ternoda, sehingga para mufasir dalam menafsirkan al-Qur'an berpegang

pada pemahaman pribadi dan mengarah ke berbagai kecenderungan. Ahli

ilmu rasional hanya memperhatikan dalam tafsirannya kata-kata pujangga

dan filosof, seperti Fakhruddin al-Razi (w. 606 H). Ahli fikih hanya

membahas soal-soal fikih, seperti Al-Jassas dan Al-Qurtubi. Sejarawan

hanya mementingkan kisah dan berita-berita, seperti Al-Salabi (w. 426 H)

dan Al-Khazin. Demikian pula golongan ahli bid’ah berupaya

menta’wilkan kalamullah menurut selera mazhabnya yang rusak itu,

Page 13: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

24

seperti Al-Rummani, Al-Juba’i, Al-Qadi Abdul Jabbar, dan Zamakhsyari

(w. 538 H) dari kaum Mu’tazilah, Mala Muhsin al-Kasyi dari golongan

Syi’ah Imamiah al-Isna ‘Asyriyah, dan golongan ahli tasawuf hanya

mengemukakan makna-makna isyari, seperti Ibnu ‘Arabi.27

3. Macam-macam Metode dan Corak Tafsir

Untuk menghasilkan suatu produk penafsiran yang dapat

dipertanggungjawabkan, seorang mufasir harus menggunakan metode28

yang memadai. Dalam sejarah perkembangan tafsir banyak berkembang

metode penafsiran yang dipergunakan oleh para mufasir untuk

menafsirkan al-Qur'an.

Berikut ini akan ditampilkan metode tafsir, sebagaimana

diungkapkan oleh al-Farmawy adalah metode tahlili, ijmali, muqarin, dan

maudlu’iy.29

Metode pertama yakni metode tahlily (analitis), dimana Baqir

Shadr30 menyebutkannya dengan metode tajzi’iy, yaitu suatu metode tafsir

dimana mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur'an

dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat dan surat-

surat al-Qur'an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf.31

27 Mannaa Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 477 bandingkan Allamah Sayyid Muhammad

Husain Thabathaba’I, Al-Quran Fi Al-Islam, Terj. A. Malik Madani dan Hamim Ilyas, cet. I, Mizan, Bandung, 1987, h. 66-67.

28 Kata Metode dalam bahasa Arab adalah manhaj dan thariqat yang berarti cara, dan dalam bahasa Indonesia berarti; cara yang teratur dan terpikit baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan. Berarti metode tafsir adalah suatu cara yang teratur untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhamad Saw.

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, edisi II, Pustaka Progressif, Yoyakarta, 1997, h. 489 dan Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, h. 580-581 Bandingkan Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. 9. Balai Pustaka, Jakarta, 1986, h. 649.

29 Abdul Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhui, Terj. Rosihan Anwar, M.Ag., Cet. Pustaka Setia, Bandung, 2002, h. 23.

30 Nama lengkapnya adalah Ayatullah Baqir Shadr. Lahir pada tanggal 25 Dzul-Qaidah 1353 H. Beliau adalah seorang ulama terkenal dari Irak, dan meninggal karena dibunuh pada malam 9 April 1980, karena dianggap membahayakan pemerintahan Ba’as di Irak.

31 Muhammad Baqir Shadr, Al-Tafsir al-Maudlu’i wa al-tafsir al-Takziiy fi al-Qur’an al Karim, Dar al-Taaruf li al-Mathbu’ah, Beirut, tt, h. 10. Lihat juga bukunya yang lain, Tren of

Page 14: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

25

Dalam menafsirkan al-Qur'an dengan menggunakan metode ini,

mufasir menguraikan hal-hal sebagai berikut; arti kosa kata, asbabun-

nuzul, munasabah, konotasi kalimatnya, pendapat-pendapat yang telah

diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang

disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabiin, maupun ahli tafsir lainnya.32

Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat

dan surat per surat. Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan

kebudayaan generasi Nabi sampai tabiin, terkadang pula diisi dengan

uraian-uraian kebahasaan dan materi-materi khusus lainnya yang

kesemuanya ditujukan untuk memahami al-Qur'an yang mulia.33

Perlu dicatat bahwa yang menjadi ciri dalam metode ini bukan

menafsirkan al-Qur'an dari awal mushaf sampai akhirnya, melainkan

terletak pada pola dari pembahasan dan analisisnya. Artinya, selama

pembahasan tidak mengikuti pola perbandingan, atau tipikal, atau juga

global, maka penafsiran tersebut dapat digolongkan ke dalam tafsir tahlili,

sekalipun uraiannya tidak mencakup keseluruhan mushaf mulai dari surat

al-Fatihah sampai surat an-Nas, seperti; tafsir al-Manar karya monumental

Rasyid Ridha. Walaupun kitab tafsir ini belum menafsirkan al-Qur'an

sampai akhir mushaf, kitab tersebut tetap dapat dikategorikan ke dalam

tafsir tahlili.34

Kelebihan dari metode ini, pertama, mempunyai ruang lingkup

yang luas, artinya dapat dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran

sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir. Kedua, memuat berbagai

ide, di mana mufasir diberi kesempatan yang luas untuk mencurahkan ide-

ide dan gagasannya dalam menafsirkan al-Qur'an. Itu artinya pola

penafsiran metode ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di

History in Qur’an, Terj. M.S. Nasrullah dengan judul Sejarah dalam Perspektif Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Jakarta, 1993, h.56. Bandingkan Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Heremeneutik, Paramadina, Jakarta, 1996, h. 190.

32 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, cet. II, Pustaka Pelajar, 2000, h. 31. Bandingkan Quraisy Syihab, op.cit., h. 86.

33 Abdul Hayy al-Farmawy, op.cit., h.24. 34 Nashruddin Baidan, op.cit., h. 52.

Page 15: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

26

dalam benak mufasir, bahkan ide-ide jahat dan ekstrim pun dapat

ditampungnya.

Kelemahan dari metode ini, pertama, menjadikan petunjuk al-

Qur'an parsial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan al-Qur'an

memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten, karena

penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang

diberikan pada ayat-ayat yang lain yang sama dengannya. Kedua,

melahirkan subjektif, di mana metode ini memberikan peluang yang luas

sekali kepada mufasir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya,

sehingga kadang-kadang ia tidak sadar bahwa dia telah menafsirkan al-

Qur'an secara subjektif, dan tidak mustahil pula di antara mereka yang

menafsirkan al-Qur'an sesuai dengan kemauan hawa nafsunya, tanpa

mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku. Ketiga, masuknya pemikiran

israiliyat.35

Seperti dikatakan Baqir Shadr, bahwa kelemahan dari metode ini

adalah mufasir menggunakan semua sarana yang ada hanya untuk

menemukan makna harfiah dari suatu ayat, atau hanya menghasilkan suatu

mengkoordinasikan informasi dari ayat-ayat al-Qur'an serta tidak mampu

menyuguhkan pandangan al-Qur'an berkenaan dengan berbagai persoalan

kehidupan.36 Di samping itu, dalam metode ini sering ditemukan adanya

upaya menemukan dalil atau dalih pembenaran pendapat dari para mufasir

dengan ayat-ayat al-Qur'an dan juga tidak mampu memberi jawaban tuntas

terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi sekaligus tidak banyak

memberi pagar-pagar metodologis yang dapat mengurangi subjektifitas

mufasirnya. Selain itu, sifat penafsiran sangat teoritis, tidak sepenuhnya

mengacu kepada penafsiran persoalan-persoalan khusus yang mereka

alami, sehingga uraian-uraian yang sangat teoritis dan umum tersebut

35 Ibid. 53-60. 36 Muhammad Baqir Shadr, op.cit., h. 57.

Page 16: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

27

mengesankan bahwa itulah pandangan al-Qur'an untuk setiap tempat dan

waktu.37

Metode yang kedua adalah metode ijmaly (global), yaitu metode

tafsir di mana mufasirnya berusaha menafsirkan al-Qur'an secara singkat

dan global. Dengan metode ini, mufasir mengemukakan penafsiran yang

tidak terlalu jauh dari bunyi teks ayat al-Qur'an. Mufasir memberikan

penafsiran dengan cara yang paling mudah dan tidak berbelit-belit.38

Artinya, mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an menggunakan

uraian yang ringkas tetapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah

dimengerti dan enak dibaca. Kitab tafsir yang termasuk kategori ini di

antaranya adalah Kitab Tafsir Al-Qur'an al-Karim karya Muhammad Farid

Wajdi, Al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma’ al-Buhits al-Islamiyyat, Tafsir

Jalalain karya Al-Mahally dan Al-Suyuthy, dan Taj al-Tafasir karya

Muhammad Utsman al-Mirghani.39

Kelebihan dari metode ini, pertama, mudah dipahami dan praktis,

tanpa berelit-belit pemahaman al-Qur'an segera dapat diserap oleh

pembacanya. Pola penafsiran seperti ini lebih cocok untuk para pemula

seperti mereka yang berada di jenjang pendidikan SLTA ke bawah, atau

mereka yang baru belajar tafsir al-Qur'an. Demikian pula bagi mereka

yang ingin memperoleh pemahaman ayat-ayat al-Qur'an dalam waktu yang

relatif singkat.

Kedua, bebas dari penafsiran israiliyat, karena penafsirannya lebih

murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran israiliyat. Dengan demikian,

pemahaman al-Qur'an akan dapat dijaga dari intervensi pemikiran-

pemikiran yang kadang-kadang tidak sejalan dengan martabat al-Qur'an

sebagai kalam Allah yang Maha Suci. Selain itu juga dapat membendung

pemikiran-pemikiran spekulatif yang dikembangkan oleh teolog, sufi, dan

lain-lain. Ketiga, akrab dengan bahasa al-Qur'an sehingga pembaca tidak

merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir.

37 Quraisy Syihab, op.cit., h. 86-87. 38 Komaruddin Hidayat, op.cit., h. 192. 39 Nashruddin Baidan, op.cit., h. 13.

Page 17: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

28

Kekurangan metode ini adalah pertama, menjadi petunjuk al-

Qur'an bersifat parsial. Kedua, tidak ada ruangan untuk mengemukakan

analisis yang memadai. Dalam hal ini mufasir harus menyadari bahwa

memang tidak ada ruangan bagi mereka untuk mengemukakan

pembahasan-pembahasan yang memadai sesuai dengan keahlian mereka

masing-masing.40 Dengan demikian, model penafsiran seperti ini tidak

cukup untuk mengantarkan pembaca dalam mendialogkan al-Qur'an

dengan persoalan sosial maupun problema keilmuan yang aktual dan

problematis.41

Metode yang ketiga adalah metode muqarin (perbandingan). Dari

berbagai literatur yang ada, dapat dirangkum bahwa yang dimaksud

dengan metode komparatif ialah: 1) membandingkan teks (nash) ayat-ayat

al-Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua

kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus

yang sama; 2) membandingkan ayat al-Qur'an dengan hadits yang pada

lahirnya terlihat bertentangan; 3) membandingkan berbagai pendapat

ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur'an. Dari definisi tersebut terlihat

jelas bahwa tafsir al-Qur'an dengan menggunakan metode ini ruang

lingkupnya sangat luas.42 Jika dilaksanakan secara konsisten, tentu saja

metode ini sangat bagus, bisa memperkaya wawasan pembacanya.

Penafsir dituntut menguasai sekian banyak kepustakaan mengenai tafsir al-

Qur'an, sejak dari salaf sampai kepustakaan kontemporer. Mengingat

luasnya cakupan yang bisa diperbandingkan, biasanya tafsir muqarin

hanya membatasi pada sejumlah ayat atau surat-surat tertentu.

Sebagaimana diketahui, berbeda-beda kepekaan dan perhatian

intelektualnya, sekalipun yang dihadapi sama-sama al-Qur'an. Ada di

antara mereka yang mengkhususkan kajiannya pada aspek hukum, filsafat,

40 Ibid., h.22-28. 41 Komaruddin Hidayat, op.cit., h. 192. 42 Abdul Hayy al-Farmawy, op.cit., h.39, bandingkan M. Quraisy Syihab, Tafsir dengan

Metode Maudhu’iy, di dalam beberapa aspek ilmiah tentang al-Qur’an, 1986, cet. h. 38., dan Zhahir ibn ‘Awwad al-Alma’i, Dirasat fi Tafsir al-Maudhu’ii, ttp., t. pn, 1405 H, h. 20-21.

Page 18: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

29

tasawuf, kesusastraan, keilmuan, ekonomi, dan aspek-aspek lain yang

memungkinkan, karena al-Qur'an terbuka untuk diajak dialog oleh setiap

pembacanya.43 Adapun kitab tafsir yang masuk dalam kategori ini adalah

Rawa’i al-Bayan Fi Tafsir Ayat al-Ahkam karya Ali Ash-Shabuny.

Kelebihan metode ini adalah pertama, memberikan wawasan

penafsiran yang relatif lebih luas kepada para pembaca bisa dibandingkan

metode-metode yang lain. Di mana semua pendapat atau penafsiran yang

diberikan itu dapat diterima selama proses penafsirannya melalui metode

dan kaidah yang benar. Kedua, membuka pintu untuk selalu bersikap

toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda

dari pendapat kita dan tidak mustahil ada yang kontradiktif. Dengan

demikian, dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu

madzhab atau aliran tertentu. Ketiga, metode ini sangat berguna bagi

mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tetapi suatu ayat. Oleh

karena itu, penafsiran semacam ini cocok untuk mereka yang ingin

mendalami dan memperluas penafsiran al-Qur'an. Keempat, mufasir

didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat-

pendapat para mufasir yang lain. Dengan demikian, pola ini akan

membuatnya lebih berhati-hati dalam proses penafsiran suatu ayat,

sehingga penafsiran yang diberikannya relatif lebih terjamin kebenarannya

dan lebih dapat dipercaya.

Kekurangan metode ini adalah pertama, metode ini tidak dapat

diberikan kepada para pemula, seperti mereka yang sedang belajar pada

tingkat sekolah menengah ke bawah, karena pembahasan yang

dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan kadang-kadang bisa ekstrim.

Kedua, metode ini kurang dapat diandalkan untuk menjawab

permasalahan sosial yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Hal itu

disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada

pemecahan masalah. Ketiga, metode ini terkesan lebih banyak menelusuri

penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada

43 Komaruddin Hidayat, op.cit., h. 193.

Page 19: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

30

mengemukakan penafsiran-penafsiran baru. Sebenarnya hal ini bisa saja

tidak terjadi apabila mufasir bisa mengaitkannya dengan kondisi yang

dihadapinya.44

Metode ke empat adalah metode maudlu’iy (tematik), yaitu

membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah

ditetapkan.45 Metode tafsir yang ide awalnya berasal dari Al-Syathiby dan

mengkristal dalam tulisan Mahmud Syalthuth ini dalam operasionalnya

mempunyai beberapa langkah. Pertama, menetapkan tema yang akan

dibahas. Kedua, menginventarisir ayat-ayat yang berkaitan dengan tema

tersebut. Ketiga, menyusun himpunan ayat yang tersebut sesuai dengan

kronologi turunnya ayat yang dibarengi dengan pemahaman akan asbabun-

nuzulnya. Keempat, memahami munasabah ayat tersebut dalam suratnya

masing-masing. Kelima, menyusun pembahasan dalam outline yang

sempurna. Keenam, melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang

relevan dan yang terahir mempelajari ayat-ayatnya tersebut mempunyai

pengertian yang sama atau mengkompromikan yang amm dan khash,

mutlaq dan muqayyad, atau yang secara zhahir bertentangan, sehingga

semuanya bertemu pada muara yang sama tanpa perbedaan atau

pemaksaan.46

Selain penafsiran maudlu’iy dalam bentuk ayat, sebagaimana

dikemukakan di atas, juga dikenal penafsiran maudlu’iy dalam bentuk

surat, di mana sebuah surat dikaji dengan kajian yang universal (tidak

parsial) yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya lalu misi utamanya,

serta kaitan antara satu bagian surat dan bagian yang lain, sehingga wajah

surat itu mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi.47

Di antara tafsir yang termasuk kategori tafsir maudlu’iy, misalnya;

Al-Insan Fi al-Qur'an dan Mar-at Fi al-Qur'an, keduanya karangan

Mahmud al-‘Aqqad; Al-Riba Fi al-Qur'an karangan Al-Maududi.

44 Nashruddin Baidan, op.cit., h. 142-144. 45 Ibid., h.151. 46 Akhmad Arif Junaidi, op.cit., 26. 47 Abdul Hayy al-Farmawy, op.cit., h.42.

Page 20: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

31

Kelebihan metode ini adalah pertama, menjawab tantangan zaman,

artinya metode ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan. Di mana

metode ini mengkaji semua ayat al-Qur'an yang berbicara tentang kasus

yang sedang dibahas secara tuntas dari berbagai aspeknya. Kedua, praktis

dan sistematis. Kondisi semacam ini sangat cocok dengan kehidupan umat

yang semakin modern dengan mobilitas yang tinggi sehingga mereka

seakan-akan tak punya waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang

besar, padahal untuk mendapatkan petunjuk al-Qur'an mereka harus

membacanya. Ketiga, dinamis, artinya sesuai dengan tuntutan zaman

sehingga menimbulkan image di dalam benak pembaca dan pendengarnya

bahwa al-Qur'an senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di

muka bumi ini pada semua lapisan dan strata sosial. Keempat, membuat

pemahaman menjadi utuh, karena tema-tema yang akan dibahas terlebih

dahulu ditetapkan, sehingga pemahaman ayat-ayat al-Qur'an dapat diserap

secara utuh.

Kekurangan dari metode ini adalah pertama, memenggal ayat al-

Qur'an, di mana cara ini kadang dipandang tidak sopan oleh kaum

tekstualis. Kedua, membatasi pemahaman ayat. Dengan ditetapkannya

tema atau judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas

pada permasalahan yang dibahas tersebut. Padahal tidak mustahil satu ayat

itu dapat ditinjau dari berbagai aspek.48

Sementara itu dalam menafsirkan al-Qur'an, para ulama ahli tafsir

mempergunakan pendekatan-pendekatan yang berbeda. Tercatat ada dua

pendekatan yang masyhur dan banyak digunakan oleh para ulama untuk

memahami dan menafsirakan ayat-ayat al-Qur'an. Pertama, pendekatan bil

ma’tsur, yaitu pendekatan yang berpegang teguh pada kesahihan manqul

secara berurutan, yaitu menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an, apabila

tidak ditemukan penjelasannya dalam ayat yang lain maka berpegang pada

sunnah Nabi, kemudian qaul sahabat, bila ternyata masih belum ditemukan

penjelasannya, maka berpegang pada pendapat pembesar tabiin (Kibarut

48 Nashruddin Baidan, op.cit., h. 165-168.

Page 21: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

32

tabiin).49 Kitab tafsir yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah

Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur'an karya monumental dari Ibnu Jarir al-

Thabary dan Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir.

Kelebihan dari tafsir dengan menggunakan pendekatan ini terletak

pada kekayaan informasi kesejarahannya yang luas berdasarkan riwayat

yang disampaikan, sehingga pembaca bisa mengenali peristiwa-peristiwa

yang terjadi di seputar turunnya al-Qur'an dan suasana sosial psikologis

Rasulullah dan para sahabat sewaktu al-Qur'an diturunkan. Sedangkan

kelemahannya terletak pada munculnya periwayatan-periwayatan yang

tanpa sanad meskipun hanya kecil prosentasenya. Di samping itu, mufasir

hanya disibukkan oleh pembahasan tentang berbagai pendapat yang ada,

sehingga pesan ayat menjadi terabaikan.

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan bil ra’yi, yaitu

pendekatan tafsir yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam dan

disandarkan pada makna-makna lafadz al-Qur'an, setelah memahami

madlul dan dalalah dari pernyataan-pernyataan al-Qur'an yang terangkai

oleh lafadz tersebut.50 Adapun tafsir yang termasuk kategori ini adalah

Mafatih al-Ghaib karya Al-Razi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil

karya Al-Baidzawy, Al-Kasysyaf karya Zamakhsyary.

Kelebihan yang dimiliki pendekatan tafsir ini terletak pada

upayanya untuk menangkap pesan-pesan dan pemahaman al-Qur'an tidak

secara tekstual serta tidak terkurungi oleh lingkup historis-sosiologis yang

bersifat lokal, melainkan menggali substansi pesan al-Qur'an yang bersifat

rasional dan universal yang hadir dalam “busana” lokal. Sedangkan

kelemahannya terletak pada kesulitan kita untuk mengontrol pengaruh

subyektif mufasir sehingga dikhawatirkan yang terjadi adalah penalaran

penafsir yang disandarkan pada al-Qur'an.51

Sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam

muncullah tafsir dengan berbagai kecenderungannya. Beberapa

49 Mannaa Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 482. 50 Akhmad Arif Junaidi, op.cit., 27-29. 51 Ibid.

Page 22: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

33

kecenderungan atau corak yang nampak adalah pertama, corak sufistik.

Terdapat dua aliran dalam corak sufistik, yaitu aliran tasawuf teoritis dan

aliran tasawuf praktis.

Penafsiran sebagaimana yang disalurkan oleh para ahli tasawuf

teoritis ditolak oleh ulama, karena mereka menakwilkan ayat-ayat al-

Qur'an tanpa mengikuti cara-cara yang benar. Dan penafsiran model ini

sangat sedikit jumlahnya yang dapat diterima. Menurut Adz-Dzahabi,

belum ada ulama tasawuf yang menyusun sebuah kitab tafsir khusus, yang

di dalamnya dijelaskan ayat per ayat, seperti tafsir isyari, yang ditemukan

hanyalah penafsiran-penafsiran al-Qur'an secara parsial yang dinisbatkan

kepada Ibn Arabi, yaitu pada Kitab Al-Futuh al-Makiyyah dan Kitab Al-

Fushush, keduanya ditulis oleh Ibn Arabi.

Adapun penafsiran yang dilakukan oleh aliran tasawuf praktis

adalah menakwilkan al-Qur'an dengan penjelasan yang berbeda dengan

kandungan tekstualnya, yakni berupa isyarat-isyarat yang hanya dapat

ditangkap oleh mereka yang sedang menjalankan suluk. Namun, tetap

memungkinkan untuk menggabungkan antara penafsiran tekstual dan

penafsiran isyarat itu. Dan ulama aliran ini menyebut karya tafsirnya

dengan tafsir isyarat. Rupanya penafsiran ini bukanlah hal yang baru,

sebagaimana sabda Nabi:

طلعم دلكل حو دف حرلكل حو طنبو ة ظهرلكل اي

Setiap ayat memiliki makna lahir dan batin. Setiap huruf memiliki batasan-batasan tertentu. Dan setiap batasan memiliki tempat untuk melihatnya.

Kitab tafsir yang termasuk kategori ini adalah Tafsir al-Qur'an al-Adzim

karya Imam At-Tutsuri (w. 283 H), Haqaiq at-Tafsir karya Al-Allamah as-

Sulami (w. 412 H), Arais al-Bayan Fi Haqaiq al-Qur'an karya Imam As-

Syirazi (w. 606 H).52

52 Abdul Hayy al-Farmawy, op.cit., h.27-30.

Page 23: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

34

Corak yang kedua adalah corak fiqih atau hukum. Bersamaan

dengan lahirnya tafsir bil ma’tsur, lahirlah tafsir yang bercorak fiqih. Di

mana keduanya dinukil tanpa dibeda-bedakan. Hal ini terjadi karena

tatkala menemukan kemuskilan dalam memahami al-Qur'an, para sahabat

– sebagaimana telah dijelaskan – langsung bertanya kepada Nabi dan

beliaupun menjawabnya. Jawaban-jawaban Nabi ini, di samping

dikategorikan sebagai tafsir bil ma’tsur, juga dikategorikan sebagai tafsir

fiqih. Setelah nabi wafat, para sahabat berijtihad menggali sendiri hukum-

hukum syara dari al-Qur'an ketika mereka menghadapi permasalahan-

permasalahan yang belum pernah terjadi pada masa Nabi. Ijtihad para

sahabat pun di samping dikategorikan sebagai tafsir bil ma’tsur, juga

dikategorikan sebagai tafsir fiqih. Demikian pula ijtihad para tabiin.

Tafsir bercorak fiqih seiring dengan majunya intensitas ijtihad.

Pada awalnya penafsiran-penafsiran fiqih lepas dari kontaminasi hawa

nafsu dan motivasi-motivasi negatif. Hal itu berjalan sampai periode

munculnya madzhab fiqih yang berbeda-beda. Pada periode munculnya

madzhab yang empat dan yang lainnya, kaum muslimin dihadapkan pada

kejadian-kejadian yang tidak pernah terjadi pada genarasi sebelumnya,

sehingga belum ada keputusan hukum mengenainya.

Oleh karena itu, setiap imam madzhab berijtihad di bawah naungan

al-Qur'an, sunnah dan sumber-sumber penetapan hukum syariat lainnya.

Mereka lalu memberi hukum dan hasil ijtihadnya yang telah dibangun

dengan berbagai dalil.

Setelah periode ini berlalu, muncullah para pengikut imam-imam

madzhab. Di antara mereka ada orang-orang yang fanatik terhadap

madzhab yang dianutnya. Ketika memahami al-Qur'an, mereka

menggiringnya agar sesuai dengan madzhab yang dianutnya. Namun ada

juga yang tidak fanatik dengan madzhab yang dianutnya, mereka

memahami al-Qur'an dengan pemikiran yang bersih dari kecenderungan

hawa nafsu. Bahkan, mereka memahami dan menafsirkannya atas dasar

makna-makna yang mereka yakini kebenarannya. Dan kitab tafsir yang

Page 24: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

35

termasuk kategori ini di antaranya adalah Ahkam al-Qur'an karya Al-

Jashshash (w. 370 H), Ahkam al-Qur'an karya Ibnu Al-Arabi (w. 543 H),

Al-Jami’ li Ahkam al-Qur'an karya Al-Qurthubi (w. 671 H).53

Corak yang ketiga adalah corak falsafi. Pada masa khalifah

Abbasiyah digalakkan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa

Arab. Di antaranya adalah buku-buku filsafat, yang pada gilirannya

dikonsumsi oleh umat Islam. Menyikapi hal ini, umat Islam terbagi

menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan yang menolak

filsafat, karena menganggapnya bertentangan dengan aqidah dan agama.

Di antara tokohnya adalah Imam Al-Ghazali dan Al-Fakhr ar-Razi.

Golongan kedua adalah golongan yang mengagumi filsafat. Mereka

menekuni dan menerimanya sepanjang tidak bertentangan dengan norma-

norma Islam. Mereka berusaha memadukan antara filsafat dan agama serta

menghilangkan pertentangan antara keduanya, tetapi gagal. Yang mereka

capai hanya menengah-nengahi antara keduanya. Sebab, tidak mungkin

nash al-Qur'an mengandung teori-teori filsafat.

Dari golongan pertama lahirlah kitab Mafatih al-Ghaib karya Al-

Fakhr ar-Razi (w. 606 H). Adapun golongan kedua. Dr. Adz-Dzahabi

berkata, “Kami tidak pernah mendengar ada seorang filsuf –yang

mengagung-agungkan filsafat – yang mengarang satu kitab tafsir al-Qur'an

yang lengkap. Yang kami temukan hanya sebagian pemahaman mereka

terhadap al-Qur'an yang berpencar-pencar dalam buku-buku filsafat

karangan mereka”.54

Corak yang keempat adalah corak sastra dan bahasa. Corak ini

timbul akibat banyaknya orang non arab yang memeluk agama islam dan

mereka tidak menguasai bahasa arab, juga kelemahan orang-orang arab

sendiri dibidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan

kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-

53 Ibid.30-32. 54 Ibid.

Page 25: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

36

Qur'an dari segi bahasa.55 Corak ini ditampilkan oleh az-Zamakhsyari dan

al-Nasafi.56

Corak yang kelima adalah corak ‘ilmi. Ajaran al-Qur'an adalah

ajaran ilmiah yang berdiri diatas prinsip pembebasan akal dari tahayul dan

kemerdekaan berfikir. Manakala para ulama menyadari hal-hal yang

demikian, maka sebagian dari mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat al-

Qur'an tersebut berdasarkan bidang ilmu serta hasil kajian mereka

terhadap gejolak atau fenomena alam yang terjadi pada saat mufasir

menulis kitab tafsir mereka. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam kategori

ini diantaranya adalah imam Fakhrurrazi dalam karyanya Tafsir al-Kabir,

al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin dan Jawahir al-Qur'an, al-

Suyuthi dalam karyanya al-Itqan.57

Corak yang keenam adalah corak adabi ijtima’i, dimana corak ini

berupaya menyingkapkan keindahan bahasa al-Qur'an dan mukjizat-

mukjizatnya, menjelaskan makna-makna dan maksudnya,

memeperlihatkan aturan-aturan al-Qur'an tentang kemasyarakatan, dan

mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi umat islam secara khusus,

dan permasalahan umat lainya secara umum. Corak tafsir inipun berupaya

mengkompromikan antara al-Qur'an dengan teori-teori pengetahuan yang

valid. Adapun tokoh yang menggunakan corak ini dalam tafsirnya,

diantaranya adalah Rasyidh ridha (w. 1354 H) dalam karyanya Tafsir al-

Manar.58

B. Sejarah Perkembangan Tafsir di Indonesia

Tradisi penulisan tafsir di Indonesia sebenarnya telah bergerak

cukup lama, dengan keragaman teknis penulisan, corak, dan bahasa yang

dipakai. Pada bagian ini akan diuraikan tentang perjalanan dan sejarah

penulisan tafsir di Indonesia, dimana penulis membagi dua periode;

55 Quraish Sihab, op. cit., h. 72 56 Abdul Hayy al-Farmawy, op. cit., h. 26 57 Ibid., h. 33-34 58 Ibid., h. 37

Page 26: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

37

pertama, periode sebelum abad ke-20, dan kedua, periode sesudah abad

ke-20.

1. Periode Pertama; sebelum abad ke-20

Seiring dengan masuknya agama islam ke Indonesia, yang

berdasarkan seminar di Medan tahun 1963, bahwa Islam telah masuk ke

Indonesia pada abad I/ II H atau abad VII/ VIII M dan berlangsung

sampai abad X H atau XV M. Usaha memahami pesan-pesan al-Qur'an

dalam bahasa setempat sejak itu dimulai. Namun penafsiran yang ada

belum tertulis dan belum mengacu dalam bentuk buku tafsir tersendiri,

tetapi masih integral dan bercampur dengan ajaran-ajaran islam yang lain

semisal tauhid, fiqih, tasawuf dan lain-lain, serta disajikan secara praktis

dalam bentuk amaliah sehari-hari.

Contoh populer yang dapat ditemukan adalah istilah “molimo”

yang dikemukakan oleh Sunan Ampel (w. 1478 M), yang berarti

menghindari lima hal, yaitu emoh main (judi), emoh ngombe (minuman

keras), emoh madat (menghisap candu), emoh maling (mencuri), emoh

madon (berzina) itu semua adalah penafsiran dari surat al-Maidah : 38-39

dan 90, serta surat al-Isra : 32.59

Kemudian kita bisa mencatat bahwa pada abad ke-16 di Nusantara

telah muncul proses penulisan tafsir yang lebih maju dibanding tahun

tahun sebelumnya. Setidaknya ini dapat dilihat dari naskah Tafsir Surat al-

Kahfi: 9. Teknis tafsir ini ditulis secara parsial berdasarkan surat tertentu,

yakni surat al-Kahfi dan tidak diketahui siapa penulisnya. Manuskripnya

dibawa dari Aceh ke Belanda oleh seorang ahli bahasa Arab dari Belanda,

Erpinus (w. 1624) pada awal abad ke-17. sekarang manuskrip itu menjadi

koleksi Cambridge University Library dengan katalog MS Ii, 6. 45. diduga

manuskrip ini dibuat pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda

(1607-1636 M) dimana mufti kesultanannya adalah Syams al-Din al-

Sumatrani, atau bahkan sebelumnya, Sultan ’Ala al-Din Ri’ayat Syah

59 Jurnal Esensia, Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin, vol. 3. No. 2, juli 2002, h. 191

Page 27: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

38

Sayyid al-Mukammil (1537-1604 M), dimana mufti kesultanannya adalah

Hamzah al-Fansyuri.

Dilihat dari corak atau nuansa tafsir, Tafsir Surat al-Kahfi ini

sangat kental dengan warna sufistik. Ini tentu mencerminkan bahwa

penulisnya adalah orang yang mempunyai pandangan spiritual yang tinggi,

atau bahkan pengikut tarikat yang mapan pada saat di Aceh, yaitu tarikat

Qadiriyah. Dari sisi referensi merujuk pada Tafsir al-Khazin dan Tafsir al-

Baydlawi. Hal ini juga menunjukkan bahwa penulisnya seorang yang

menguasai bahasa arab dengan baik dan mempunyai keilmuan yang

tinggi.60

Setelah Tafsir Surat al-Kahfi, selang waktu yang lama muncul

karya tafsir yaitu Tarjuman al-Mustafid yang ditulis oleh Abd al-Rauf al-

Sinkili (1615-1693)61 lengkap 30 juz. Tahun penulisan karya ini tidak bisa

diketahui dengan pasti. Menurut Peter Riddel setelah melihat informasi

60 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir indonesia, dari Hermeneutika hingga Ideologi, cet I,

Teraju, Bandung, 2003, h. 53-54 61 Diantara para ilmuan yang meneliti Abd al-Rauf al-Sinkili adalah D. A. Rinkes,

menulis disertasinya mengenai Abd al-Rauf al-Sinkili pada tahun 1909. dalam disertasinya ia hanya membahas segi tasawufnya saja pada karangan Abd Ar-rauf Rinkes tidak menerbitkan teks asli Abd al-Rauf, tetapi hanya memberikan terjemahan dan ringkasan. Memnag istilah khas dimasukkan, tetapi selain itu, semuanya digambarkan dalam bahasa dan sistematika Rinkes sendiri. Sebagai tulisan pokok diberikan ringkasan Umdatu al-Muhtadin, barang kali karya Abd al-Rauf ini yang paling penting di bidang tasawuf. Rauf adalah seorang yang membawa tarikat Syattariyah ke Indonesia, sehingga banyak informasi mengenai tarikat ini, juga di jawa (walaupun sangat mungkin tarikat syattariyah tidak dibawa ke Jawa oleh Rauf, tetapi oleh ulama lainya)

A.H. Johns dan Voorhoeve termasuk ilmuwan yang meneliti karya Rauf. Dalam penelitianya mereka berdua hanya menerbitkan satu atau dua buah naskah kecil karya Rauf dengan beberapa catatan tambahan mengenai riwayat Hidupnya dan karangan lainya. Mereka berdua juga memberikan tambahan pengetahuan mengenai tokoh ini, khususnya karyanya dibidang tasawuf, tetapi mereka tidak berusaha memberikan sebuah overall-study yang meliputi semua aspeknya.

Karya Rauf dalam bidang Fiqih, Mir’atu al-Tullab, belum pernah mendapat perhatian yang cukup serius dari sarjana barat, pada tahun 1844 telah diterbitkan suatu saduran karya ini oleh Meursinge, akan tetapi Meursinge hanya mengambil-dari karangan Rauf ini – apa yang dianggap cukup relevan untuk pengetahuan mengenai hukum islam secara praktis. Dan Dr. Peunuh Dali di IAIN Ciputat, Jakarta, dalam disertasinya ia memandang bahwa karangan Rauf dari segi fiqih umum saja. Dalam studi ini Peunuh Khusus membahas bab nikah dari karya Rauf (ada pendapat bahwa Rauf hendak mengisi kekosongan yang masih ada sesudah karangan al-Raniri dibidang fiqih ibadah, yang disusun dalam kitab Sirathal-Mustaqim, karena Rauf membahas Fiqih selain Fiqih Ibadah). Dalam Disertasinya yang belum diterbitkan itu, Peunuh berangkat dari asumsi dan catatan Rauf bahwa bukunya merupakan terjemahan dasri karangan Zakarya al-Anshari. Lihat. Karel A. Steenbrink, mencari tuhan dengan kaca mata barat, kajian kritis mengenai agama di Indonesia, Cet Islam, IAIN sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988, h. 183-185

Page 28: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

39

dari manuskrip tertua karya ini, mengambil kesimpulan tentatif, karya ini

ditulis sekitar tahun 1675 M.

Tarjuman al-Mustafid karya Abd al-Rauf al-Sinkili ini menurut

banyak pengamat merupakan terjemah dari Tafsir al-Baydlawi. Ilmuwan

yang berpendapat semacam ini adalah Snouck Hurgronje. Namun Peter

Ridel mempunyai pendapat lain, yaitui Tarjuman al-Mustafid ini justru

merupakan terjemah dari Tafsir al-Jalalayn, meskipun banyak merujuk

pula pada Tafsir al-Baydlawi, Tafsir Khazin dan beberapa tafsir yang lain.

Sebab Tafsir al-Baydlawi merupakan karya tafsir yang ekstensif dan rumit,

sedangkan Tarjuman al-Mustafid sebagaimana Tafsir al-Jalalain,

modelnya singkat, jelas, dan elementer.62

Adapun bahasa melayu yang digunakan oleh ‘Abdul Rauf tidak

menjadi masalah, karena bahasa ini adalah salah satu dari bahasa yang

berkembang di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah Sumatra dan

menjadi salah satu penyumbang terpenting dalam bangunan bahasa

Indonesia modern. Pada periode ini juga diinformasikan terdapat kitab

tafsir yang berjudul Tasdiq al-Ma’arif yang ditulis di Sampon Aceh, tetapi

tidak diketahui siapa pengarangnya. Dimana, tafsir ini merupakan tafsir

sufistik dan ditulis untuk membela prinsip-prinsip ajaran sufi.63

Pada abad ke-19 M, muncul sebuah karya tafsir yang

menggunakan bahasa Melayu-Jawi, yaitu kitab Faraidl al-Qur'an. Kitab

tafsir ini tidak diketahui siapa penulisnya. Ditulis dalam bentuk yang

sangat sederhana, dan tampak lebih sebagai artikel tafsir, sebab hanya

terdiri dari dua halaman dengan huruf kecil dan spasi rangkap. Naskahnya

masuk dalam sebuah buku koleksi beberapa tulisan ulama’ Aceh yang

diedit oleh Ismail bin Abd al-Mutalib al-‘Asyi, Jami’ al-Jawami’ al-

Mushannafat: Majmu’ Beberapa Kitab Karangan Beberapa Ulama Aceh.

Manuskrip buku ini disimpan di Perpustakaan Universitas Amsterdam

62 Ibid., h. 184 63 Jurnal Esensia, op. cit., h. 193

Page 29: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

40

dengan kode katalog: Amst. IT. 481/ 96(2). Karya ini kemudian

diterbitkan di Bulaq, Mesir.

Objek penafsiran naskah ini adalah surat al-Nisa’: 11-12 yang

berbicara tentang hukum waris. Keterangan yang diberikannya sederhana

tetapi lebih dari sekedar terjemah. Setelah memaparkan ayat tertentu,

uraian selanjutnya selalu diawali dengan kata “tafsirnya”. Namun, karena

tidak adanya data tentang penulisnya, kita kesulitan untuk menguraikanya

lebih dalam.

Pada abad ke-19 M terdapat tafsir utuh yang ditulis oleh ulama’

asal Indonesia, Imam Muhammad Nawawi al-Bantani(1813-1879M), yaitu

Marah Labid li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid atau Tafsir Munir li

Ma’alim Tanzil. Namun, tafsir yang menggunakan bahasa Arab sebagai

bahasa pengantar ini, ditulis diluar Nusantara, yaitu Makkah. Penulisannya

selesai pada hari Rabu, 5 Rabi’al- Akhir 1305 H. Sebelumnya, naskahnya

disodorkan kepada para ulama’ Makkah dan Madinah untuk diteliti, lalu

naskahnya dicetak di negeri itu. Atas kecemerlangannya dalam menulis

tafsir itu, oleh ulama Mesir, Imam Nawawi di beri gelar “Sayyid Ulama al-

Hijaz”, pemimpin ulama’ Hijaz.64

2. Periode kedua; sesudah abad ke-20

Secara kronologis dari dekade ke dekade, literatur tafsir al-Qur'an

di Indonesia mengalami dinamika yang menarik baik dari segi

penyampaian, tema-tema kajian serta sifat penafsir. Pada dekade 1920-an

muncul Alqoeranoel Hakim Beserta Toedjoean dan Maksoednja, karya H.

Iljas dan Abdul Jalil (Padang Panjang: 1925). meskipun hanya penafsiran

atas juz pertama saja, karya tafsir ini menunjukan bahwa pada saat itu

telah muncul-dari segi sifat penafsir-model penafsiran kolektif.65

Selain tafsir tersebut diatas, juga terdapat tafsir al-Qur'an yang

ditulis dan terbit dalam bahasa Indonesia adalah Tafsir Qur’an Karim yang

64 Islah Gusmian, op. cit., h. 54-55 65 Ibid., h. 56

Page 30: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

41

ditulis oleh Mahmud Yunus66, pada awal abad ke-20. Tafsir ini mulai

ditulis pada bulan November 1922 dan selesai pada tahun 1938.

Penulisannya terjadi menjadi empat tahap, tahap pertama, juz 1-3 ditulis

oleh Mahmud Yunus sendiri, tahap kedua penulisannya dilakukan oleh H.

Ilyas Muhammad Ali dibawah bimbingan Mahmud Yunus dan

merampungkan juz 4, tahap ketiga dimulai tahun 1935 hingga

menyelesaikan juz 18, dalam tahap ini dia dibantu oleh H. M. Kasim

Bakry, tahap keempat diselesaikannya sendiri pada tahun 1938.

Mahmud memulai karyanya dengan menggunakan Arab Melayu

bukan dengan huruf latin, barang kali sebagai jalan tengah yang

ditempuhnya agar tidak terlalu konfrontatif. Bagi Mahmud Yunus upaya

menafsirkan al-Qur'an ke dalam bahasa setempat merupakan sebuah upaya

teramat penting, sebab tanpa penafsiran kedalam bahasa setempat, banyak

orang Islam bangsa ini yang tidak mengetahui isi al-Qur'an, padahal al-

Qur'an diturunkan oleh Allah supaya isinya diperhatikan, sebagai petunjuk

dan pengajaran, bukan semata-mata untuk dilagukan. Selanjutnya ia

mengatakan bahwa al-Qur'an sudah diterjemahkan orang kedalam bahasa

Belanda, Inggris, Jerman, dan lain-lain, sehingga mereka mengerti al-

Qur'an tetapi banyak orang Islam Indonesia yang tidak mengetahuinya67.

Pada tahun 1998 terbitlah tafsir juz pertama karya A Hasan68 yang

66 Mahmud Yunus dilahirkan di Sungayang, Batu Sangkar, Sumatra Barat, pada hari

Sabtu, 30 Ramadhan 1316 H, bertepatan dengan 10 pebruari 1899 M. Ayahnya bernama Yunus bin Incek dan ibunya bernama Hafsah binti M. Tahir. Buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar di Sungayang, bernama M. Ali gelar Angku Kolok. Pada usia 7 tahun ia belajar di Surau Kakeknya M. Tahir tentang al-Qur'an dan bahas Arab. Yunus pernah memasuki sekolah Rakyat tapi hanya sampai kelas 3. kemudian ia pindah ke madrasah yang di asuh oleh Syaikh H. M. Thaib di Surau Tanjung Pauh. Berkat ketekunanya dalam waktu 4 tahun, Yunus telah sanggup mengajarkan kitab-kitab Mahalli, Alfiyah, Jamul Jawami’. Ketika Syiakh H. M Thaib Umar jatuh sakit dan berhenti mengajar, yang menggantikanya adalah Yunus. Pada tahun 1924, ia mendapat kesempatan belajar di Universitaaas al-Azahr, Mesir, dan dalam waktu satu tahun telah memperopleh Syahadah aliyyah, kemudian berusaha masuk Darul Ulum Mesir, dan tercata tsebagai mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. Pada tahun 1930, setelah mengambil Takhassus Tadris, akhirnya Yunus memperoleh Ijazah Tadris dari perguruan tinggi ini. Lih. M Yunan Yusuf, karakteristik al-Qur'an di Indonesia Abad ke-20, Jurnal Ulumul Qur’an, Jurnal ilmu dan Kebudayaan, No. 4/ vol III/ 1992, h.60

67 Jurnal Esensia, op. cit., h. 194 68 Hasan dilahirkan di Singapura pada tahun 1887. ayahnya bernama Ahmad atau dikenal

bernama Sinna Vappu Marica, seorang penulis dan ahli dalam Islam kesustraan Tamil. Hasan

Page 31: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

42

berjudul al-Furqan Tafsir Qur’an, tepatnya pada bulan Muharram 1347/

Juli 1924.69 sebagaimana penulisan tafsir karya Mahmud Yunus, penulisan

tafsir yang dilakukan oleh A. Hasan juga mengalami beberapa tahapan.

Tahap pertama sampai tahun 1941 dengan menyelesaikan hingga surat

Maryam dan yang kedua atas permintaan Salim bin Nabhan seorang

pengusaha percetakan dan penerbitan di Surabaya Hasan mengulang

kembali tafsirnya dari awal sampai akhir dengan menempuh cara lain,

yakni lebih mementingkan pemberian keterangan tiap-tiap ayat agar

pembaca bisa memahami maknanya dengan mudah.70 Penerbitan secara

lengkap tafsir ini dilakukan pada tahun 1956 sebagaimana tercantum pada

tahun pertama penerbitannya.

Al-furqan karya A. Hasan tidak lagi mengalami kondisi seperti

yang dialami Mahmud Yunus, dimana kegiatan menterjemahkan dan

menafsirkan al-Qur'an diluar bahasa arab belum dapat diterima. Pada

masanya, A. Hasan telah menulis tafsirnya dengan huruf latin, namun

suasana yang dihadapi A. Hasan adalah suasana riuh rendahnya

pertentangan antara kaum tradisionalis dan modernis dalam bentuk

berpegang teguh terhadap mazhab dengan taklid atau kembali kepada al-

Qur'an dan al-Sunnah dengan ijtihad. Perdebatan tentang sumber hukum

islam; ijtihad, ittiba’, taklid, bid’ah, dan faham kebangsaan yang

mewarnai pikiran-pikiran A. Hasan juga terpantul dalam tafsirnya.71

Pada tahun 1932 terbit tafsir yang berjudul Qoer’an Indonesia

yang diterbitkan oleh Sjarikat Kwekschool Moehammadijah Bahagian

sendiri tidak pernah menyelesaiakn sekolah dasarnya di Singapura. Ia masuk sekolah melayu sampai kelas 4 dan sekolah Inggris sampai kelas yang sama. Hasan mulai bekerja mencari nafkah pada usia 12 tahun. Ia mengambil pelajaran secara privat dan berusaha untuk menguasai bahasa Arab dengan Maksud agar dapat memperdalam pengetahuanya tentang silam atas usaha sendiri. Tahun 1921 Hasan pindah ke Surabya, negeri dimana tempat tinggal keluarga ibunya. Pada masa itu Surabaya telah merupakan pusat pertikaian antara kaum muda dan kaum tua. Kemudian Hasan pindah ke bandung. Dan tinggal dirumah Muhammad Yunus, seorang pendiri persatuan islam. Akhirnya hasan sendiri menjadi tokoh penting pula dalam PERSIS. Lihat. M.Yunan Yusuf, Karakteristik.........op. cit., h. 60

69 A. Hasan, al-Furqan Tafsir Qur’an, Tinta Masyarakat, Jakarta, 1962, h. vii 70 Ibid 71 M. Yunan Yusuf, Krakterustik.....op. cit., h. 53

Page 32: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

43

Karang Mengarang.72. Selang dua tahun yaitu tahun 1934 Iskandar Idris

menerbitkan tafsir berbahasa daerah Sunda dengan judul Tafsir

Hibarna.73. Selanjutnya tahun 1935 terbit berturut-turut dua tafsir yaitu

Tafsir al-Syamsiyah yang diterbitkan oleh bagian Penerbitan Terjemah dan

Tafsir “al-Ittihadul Islamiyah” pimpinan KH. Sanusi Sukabumi dan karya

Munawwar Khalil yang berjudul Tafsir Hidayatur Rahman.74

Kemudian menyusul Tafsir al-Qur'an al-Karim, karya tiga orang

ulama asal Sumatra Timur; al-Ustadz H. A. Halim Hasan75, H. Zaenal

Arifin Abbas76, dan Abdurrahim Haitami.77 Dimana penyusunannya

dimulai awal Ramadhan 1355 H di Binjai, Langkat. Sementara penerbitan

pertamanya baru dalam bentuk majalah sebanyak 20 halaman, dimulai

pada April 1937, terbit sebulan sekali. Pada akhir 1941, menjelang

72 Departemen Agama RI, Mukadimah al-Qur'an Tafsirnya, Yayasan Dana Bakti Waqaf,

UII, Yogyakarta,. 1991, h. 61 73 Ibid., Tafsir ini ternyata judulnya saja yang berbahasa Sunda, isi dan tafsirnya sendiri

berbahasa Indonesia. 74 Departemen Agama RI, pendahuluan untuk al-Qur'an dan terjemahnya, Thaha Putra,

Semarang, tt, h. 37 75 al-Ustad H. A. Halim Hasan Lahir pada tanggal 15 mei 1901 di Binjai Sumatra Utara.

Pada usia 7 tahun mulai belajar ilmu agama pada beberapa ulama di Binjai, antara lain: H. Abdullah Umar Kadhi dan Syaikh H. Muhammad Samah. Pada taun 1926 pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji dan belajar disana. Disamping belajar ilmu-ilmu agama juga belajar ilmu umum, seperti: Jurnalistik dan Politik pada Jamaluddin Adinegoro di Medan serta bahasa Inggris pada M. Ridwan, seorang pensiunan kepala jawatan penerbangan kabupaten Langkat. Keahlian beliau adalah dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah dan Fiqih. Beliau meninggal dunia sangat tiba-tiba, yaitu ketika beliau selesai sholat jum’at di Masjid Muhammadiyah, Beliau terjatuh dan kata Dokter mengalami pendarahan Otak. Keesokan harinya tanggal 15 Nopember 1969 beliau wafat di rumah sakit PNP II bangkatan Binjai. Lihat. M. Yunan Yusuf, Karakteristik.......op. cit., h. 60

76 H. Zaenal Arifin Abbas diduga lahir tahun 1920. Pendidikanya pada College Madrasatul Arabiyah dan Tsanawiyah tahun 1927-1935. Syaikh H. Abdul Halim Hasan adalah gurunya yang paling berpengaruh padanya. Kebiasaan menulis sudah di tekuni paada usia 16 tahun. Karyanya disamping tafsir Qur’an tersebut, terdapat pula perihidup sebanyak 6 jilid, Tasawuf Islam, perkembangan Pikiran terhadap agama dan berbagai buku pengetahuan agama untuk siswa sekolah lanjutan. Pada tahun 1945 menjadi ketua umum peratuan perjuangan dan tahun 1948-1949 bertugas sebagai kepala bagian keagamaan Divisi X TNI Sumatra dengan pangkat Mayor. Karirnya dibidang politik dimulai pada tahun 1955 sebgai ketua umum Masyumi sumatra utara, dan memegang jabatan pada pemerintahan sebagai kepala penerangan agama propinsi Sumatra Utara. Pada tahun 1970 beliau diangkat sebagai ketu umum Parmusi Sumatra Utara dan pada tahun 1973 sebagai ketua koordinator PPP Sumatra Utara. Wafat pada tahun 1979 ( informasi ini diperoleh dari Usulan penelitian Drs. Fachrurazy Dalimonte tentang pemikiran H Zaenal Arifin Abbas bagi pembaharu Islam, 1971, Naskah ini tidak diterbitkan). Ibid

77 Tidak diperoleh keterangan riwayat hidup Abdurrahim Haitamy. Informasi yang diperoleh hanyalah tentang wafatnya pada tahun 1948, dalam pengungsian di Lansa, Aceh Timur. ibid

Page 33: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

44

pendudukan Jepang dan sesudah pecahnya perang dunia II, karena kertas

tidak masuk lagi dari Eropa dan Amerika , penerbitan tafsir tersebut

dihentikan. Demikianlah sampai akhir tahun 1941 Tafsir al-Qur'an Karim

ini baru selesai juz 7, dan selama masa lima tahun, 1937-1941, juz I dan 2

pernah diterbitkan dalam bahasa Melayu dengan memakai huruf Arab.

Penerbitan dalam tulisan Arab Melayu itu dimaksudkan untuk konsumsi di

seluruh 9 kerajaan Malaysia. Adapun penulisannya hanya berhasil

dikerjakan sampai juz 7 saja78.

Satu tahun berikutnya yaitu tahun 1942 terbit Tafsir al-Qur’an

bahasa Indonesia karya Mahmud Aziz.79 Tahun-tahun berikutnya, 1942-

1952 adalah tahun-tahun suram bagi perkembangan tafsir di Indonesia.

Betapa tidak, selama sepuluh tahun, sejarah tidak mencatat adanya tafsir

yang terbit. Kebekuan ini diperkirakan karena adanya pengaruh penjajahan

Jepang dan persiapan hiruk pikuk kemerdekaan serta menghadapi perang

kemerdekaan.

Dalam kebekuan tersebut, mulai mencair dengan munculnya Tafsir

al-Qur'an al-Nur karya Hasbi ash-Shiddieqy pada tahun 1952.80 Karya ini

memperlihatkan corak yang lain, yaitu tinjauan tentang hukum islam yang

menampakan warna yang cukup jelas. Penafsiran ayat-ayat hukum lebih

panjang diungkapkan. Banyak orang menganggap Tafsir al-Nur ini

merupakan terjemah dari Tafsir al-Maraghi, kendatipun ia membantahnya

pada penerbitan ulang tafsirnya itu, demikian pula telah dibuktikan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Djalal dalam disertasi

doktornya pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Setelah itu, terbit Tafsir Qur’an karya Zainuddin Hamidy dan

Fachruddin Hs tahun 1959. Angkatan tafsir ini mulai dikerjakan sejak

1953. Kesimpulan ini diambil dari kata sambutan H. Agus Salim

bertanggal Januari 1953 dan Syaikh Sulaiman al-Rasuli serta Syaikh

78 ibid., h. 51-52 79 Departemen Agama RI, Mukaddimah......., h. 61 80 Departemen Agama RI, Pendahuluan........., h. 34

Page 34: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

45

Ibrahim Musa yang dimuat dalam pendahuluan tafsir tersebut bertanggal

Agustus 1956. 81

Tafsir al-Ibris karya Bisri Mustofa dari Rembang dengan

menggunakan huruf Arab berbahasa Jawa khas pesantren yaitu

menggunakan terjemahan yang menggantung dibawah ayat, terbit 1960.

Kemudian terbit Tafsir Sinar karya Malik Ahmad yang disusun

berdasarkan urutan turunnya surat al-Qur'an tidak disusun seperti Mushaf

Utsmani serta tafsir al-Qur'an Hakim karya Hakim Bakry Cs pada tahun

yang sama.82 Dua tahun berikutnya yaitu tahun 1962 majalah Gema Islam

memuat tafsir karya HAMKA yang tadinya adalah kuliah-kuliah tafsir

pada acara Kuliah Subuh di Masjid al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta.83

Pada 27 Januari 1964, HAMKA ditangkap penguasa rezim Orde

Lama dengan tuduhan berkhianat terhadap tanah air. Penahanan yang

dialami HAMKA selama lebih kurang dua setengah tahun memberikan

peluang baginya untuk menyelesaikan tafsirnya. Menurutnya beberapa

hari sebelum ia dipindahkan menjadi tahanan rumah, tafsirnya sudah dapat

diselesaikan 30 juz dan masa tahanan rumah selama dua bulan

dipergunakannya untuk menyempurnakan beberapa hal yang dirasa masih

kurang lengkap. 84 Ia memberi nama tafsirnya ini dengan Tafsir al-Azhar,

sebagai kenangan karena tafsir ini dimulai dari Masjid al-Azhar, sebuah

nama yang diberikan oleh Syaikh Jami’ah al-Azhar pada waktu itu

Mahmud Syaltout karena HAMKA memperoleh gelar Ustadziyyah

Fakriyyah dari Universitas tersebut. Tafsir ini terbit pertama secara

lengkap tahun 1967.85

Tafsir al-Azhar karya HAMKA merupakan karya monumental

penulisnya sendiri. Lewat tafsir ini HAMKA berhasil mendemonstrasikan

keluasan pengetahuannya hampir disemua disiplin yang tercakup oleh

81 Zaenuddin Hamidi dan Fachrudin Hs., Tafsir Quir’an, Wijaya, Jakarta, 1982, h. ix 82 Departemen Agama RI, Pendahuluan .........., h.37 83 HAMKA, tafsir al-Azhar, Pembina Masa Jakarta, 1967, h. 41 84 Ibid., h. 43-46 85 Ibid, h. 37-43

Page 35: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

46

bidang-bidang ilmu agama Islam. Suasana rumah tahanan memberikan

dorongan tersendiri bagi penulisan tafsirnya. Kehidupan politik yang tidak

menentu, bahaya komunis yang bertambah mencekam, secara panjang

lebar dikisahkannya dalam pendahuluan tafsirnya.

Dua tahun berikutnya yaitu 1969, terbit al-Qur'an Suci Basa Jawi

karya Muhammad Adnan. Tahun 1971 terbit dua tafsir yaitu al-Qur’an

dan Terjemahannya karya tim yang dibentuk oleh Departemen Agama

RI86 dan tafsir al-Qur'an al-Karim al-Bayan karya Hasbi asy-Syiddieqy.

Karya Hasbi ini tampaknya diterbitkan karena ketidakpuasannya terhadap

karya tafsirnya yang pertama, yaitu tafsir an-Nur.87

Tahun 1972 terbit Tafsir al-Huda berbahasa Jawa karya Bakri

Syahid.88 Tafsir yang muncul kemudian adalah al-Qur'an dan Tafsirnya

terbit tahun 1975. Tafsir ini sebagai lanjutan dari al-Qur'an dan

Terjemahannya karya tim yang dibentuk oleh Departemen Agama RI

sebagai salah satu proyek pemerintah dalam pembangunan lima tahun

dibidang agama. Proyek ini dimulai pada pertengahan pelita pertama dan

selesai pada pertengahan pelita ketiga.89 Al-Qur'an dan Terjemahannya

dan al-Qur'an dan Tafsirnya menampakan pula semangat alam

pembangunan Indonesia, sebuah pengantar panjang lebar yang dimuat

dalam kitab tersebut membicarakan tentang sejarah al-Qur'an, sejarah Nabi

Muhammad, al-Qur'an dan ilmu pengetahuan. Sayangnya pengantar ini

diisi dengan satu terjemahan harfiah The Holy Qur’an karya Abdullah

Yusuf Ali. Demikian pula halnya dengan al-Qur'an dan Tafsirnya yang

masih kentara sekali berbau tafsir al-Maraghi, terutama pada jilid-jilid

terakhir.

Tahun 1977 H. B. Yasin menerbitkan al-Qur'an Bacaan Mulia.

Pada tahun ini juga, adik dari penulis Tafsir al-Ibriz yang bernama

86 Departemen Agama RI, Pendahuluan ......, h. 34 -37 87 Hasbi asy-Syidieqy, Tafsir al-Qur'an Karim al-Bayan, al-Ma’arif, Bandung, 1971, h. 1-

2 88 Departemen agama RI, Pendahuluan........, h. 37 89 Departemen agama RI, Mukaddimah...., h. xi

Page 36: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

47

Mishbah Musthafa dari pesantren Bangilan Tuban, mulai menulis tafsir al-

Iklil fi Ma’ani al-Tanzil tahun 1977 dan selesai tahun 1985, sebanyak 30

jilid, dimana masing-masing satu jilid merupakan satu juz, dan semuanya

ditulis dalam bahasa arab jawa.90 Tahun 1978 Bakhtiar Surin menerbitkan

Terjemah dan Tafsir al-Qur'an: Huruf Arab dan Latin.91 Pada tahun 1983

Oemar Bakry menerbitkan tafsir yang berjudul Tafsir Rahmat.92 Tahun

1987 Mishbah Musthafa kembali menulis tafsir yang berjudul Taj al-

Muslimin Min Kalami Rabbi al-Alamin, sebagai koreksi terhadap tafsirnya

terdahulu, namun tafsir ini hanya sampai jilid empat – akhir surat Ali

Imran 93– karena beliau meninggal dunia pada tahun 1994.94

Pasca tahun 1980-an, proses kreatif penulisan tafsir tidak saja terus

terjadi, tetapi terus berkembang. Dalam periode 1990-an beragam karya

tafsir dari intelektual muslim Indonesia. Setidaknya ada 24 karya tafsir

yang keseluruhanya mencerminkan adanya keragaman teknis penulisan

tafsir serta metodologi yang digunakan. Ini merupakan fenomena yang

memperlihatkan adanya trend baru dalam sejarah penulisan tafsir pada

dasawarsa 1990-an. 24 tafsir tersebut adalah95:

a. Konsep Kufur dalam al-Qur'an, Suatu Kajian Teologis dengan

Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang 1991) karya

Harifuddin cawidu

b. Konsep Perbuatan Manusia Menurut al-Qur'an, Suatu Kajian Tafsir

Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1992) karya Jalaluddin Rahman

c. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur'an (Yogyakarta:

LESFI, 1992) karya Dr. Musa Asy’ari

90 Misbah Mustafa, al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil, al-Ihsan, Surabaya, 1986, h. 3 91 Departemen Agama RI, Mukaddimah....., h. 61 92 Howard M Federspield, Kajian al-Qur'an di Indonesia, terj. Tajul Arifin, Mizan,

Bandung, 1996, h. 102 93 Misbah al-Musthafa, Tafsir Taj al-Muslimin min Kalami Rabbi al-Alamin, cet II,

Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Tuban, 1990

94 Misbah al-Qur'an-Mustafa, Solat dan Tata Krama, cet I, al-Misbah, 2006, bandingkan dengan hasil wawancara dengan salah satu putranya yang akan diuraikan pada Bab III

95 Islah Gusmian, op. cit., h. 69-99

Page 37: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

48

d. Tafsir bil Ma’tsur, Pesan Moral al-Qur'an (Bandung: Rosda karya,

1993) karya Jalaluddin Rahmat

e. al-Qur'an Dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf

Universitas Islam Indonesia, 1995) karya Tim UII Yogyakarta

f. Ensiklopedi al-Qur'an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996) karya Prof. M. dawam Rahardjo

g. Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis Terhadap Konsepsi al-

Qur'an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) karya Dr. Machasin

h. Wawasan al-Qur'an, Tafsir Maudlui Pelbagai Persoalan Umat

(Bandung: Mizan, 1996) karya Dr. M. Quraish Shihab, M. A

i. Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 1997) karya M.

Quraish Shihab

j. Tafsir al-Qur'an al-Karim, Tafsir Atas Surat-surat Pendek Berdasarkan

Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997) karya

Dr,. M. Quraish Shihab

k. Memahami Surat Yaasin (Jakarta: Golden Terayon Press, 19998)

karya Radiks Purba

l. Ayat Suci Dalam Renungan 1-30 juz (Bandung: Pustaka, 1998) karya

M. E. Hasim

m. Ahl al-Kitab, Makna Dan Cakupanya (Jakarta: Paramadina, 1998)

karya Muhammad Ghalib Mattalo

n. Argumen Kesetaraan Gender, Perspektif al-Qur'an (Jakarta:

Paramadina, 1999) karya Dr. Nasaruddin Umar, M. A

o. Tafsir Bi al-Ra’yi, Upaya Penggalian Konsep Wanita Dalam al-Qur'an

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) karya Dr. Nashruddin Baidan

p. Tafsir Kebencian, Studi Bias Gender Dalam Tafsir (Yogyakarta: LKiS,

1999) karya Dr. H. Zaitunah Subhan

q. Tafsir Sufi Surat al-Fatihah (Bandung: Rosda Karya, 1999) karya

Jalaluddin Rahmat

r. Tafsir Hijri, Kajian Tafsir al-Qur'an surat an-Nisa’ (Jakarta: Logos,

2000) karya KH. Didin Hafidhuddin

Page 38: Bab II Tafsir Taj al-Muslimin - Perpustakaan UIN Walisongo …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/33/jtptiain-gdl-s1... · surat Luqman ayat 13. Kata at-Thaariq ﻙﺭﺎﻄﻟﺍ)

49

s. Tafsir Tematik al-Qur'an Tentang Hubungan Sosial Antar Umat

Beragama (Yogyakarta: Pustaka SM, 2000) karya Majlis Tarjih dan

Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah

t. Memasuki Makna Cinta (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) karya

Abdurrasyid Ridha, S. Ag

u. Dalam Cahaya al-Qur'an, Tafsir Sosial Politik al-Qur'an (Jakarta:

Gramedia, 2000) karya Syu’bah Asa

v. Jiwa dalam al-Qur'an, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern

(Jakarta: Paramadina, 2000) karya Dr. Achmad Mubarok

w. Tafsir Juz Amma Disertai Asbabun Nuzul (Jakarta: Pustaka Dwi Par,

2000) karya Rafiuddin S. Ag dan Drs. KH. Edham Syifa’i

x. Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (Jakarta:

Lentera Hati, 2000) karya Dr. M. Quraish Shihab