29
12 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Komitmen Menurut Sutrisno (2013:183) komitmen organisasi adalah upaya mencapai tujuan organisasi dengan kemauan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan untuk tetap menjadi bagian organisasi. Sementara itu Robbins dan Judge (2011:160) mendefinisikan bahwa komitmen organisasi berhubungan dengan perasaan dan kepercayaan terhadap organisasi secara keseluruhan. Komitmen organisasi adalah sikap kesediaan diri untuk memegang teguh visi, misi serta kemauan untuk mengerahkan seluruh usaha dalam melaksanakan tugas. Komitmen karyawan tidak akan tumbuh dengan sendirinya, ada hubungan signifikan antara budaya kerja dengan komitmen karyawan. Menurut Wibowo (2007:311) komitmen organisasi merupakan keyakinan yang menjadi pengikat seseorang dengan organisasi tempatnya bekerja, yang ditunjukkan dengan adanya perilaku karyawan atas kesetiaan atau loyalitas, keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Dalam kehidupan sehari-hari komitmen sering diartikan sebagai suatu kesepakatan. Menurut Sedarmayanti (2009:216) ada tiga hal yang dipandang dapat mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu rasa memiliki terhadap organisasi, rasa senang terhadap pekerjaan, dan kepercayaan pada organisasi. Karakteristik

BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian Komitmenrepository.uir.ac.id/395/2/bab2.pdfBAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Pengertian ... keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai

  • Upload
    lengoc

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

12

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Pengertian Komitmen

Menurut Sutrisno (2013:183) komitmen organisasi adalah upaya mencapai

tujuan organisasi dengan kemauan mengarahkan segala daya untuk kepentingan

organisasi dan ketertarikan untuk tetap menjadi bagian organisasi. Sementara itu

Robbins dan Judge (2011:160) mendefinisikan bahwa komitmen organisasi

berhubungan dengan perasaan dan kepercayaan terhadap organisasi secara

keseluruhan. Komitmen organisasi adalah sikap kesediaan diri untuk memegang

teguh visi, misi serta kemauan untuk mengerahkan seluruh usaha dalam

melaksanakan tugas. Komitmen karyawan tidak akan tumbuh dengan sendirinya,

ada hubungan signifikan antara budaya kerja dengan komitmen karyawan.

Menurut Wibowo (2007:311) komitmen organisasi merupakan keyakinan

yang menjadi pengikat seseorang dengan organisasi tempatnya bekerja, yang

ditunjukkan dengan adanya perilaku karyawan atas kesetiaan atau loyalitas,

keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan

organisasi. Dalam kehidupan sehari-hari komitmen sering diartikan sebagai suatu

kesepakatan.

Menurut Sedarmayanti (2009:216) ada tiga hal yang dipandang dapat

mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu rasa memiliki terhadap organisasi, rasa

senang terhadap pekerjaan, dan kepercayaan pada organisasi. Karakteristik

13

keluarga, faktor harapan pengembangan karir, lingkungan kerja, dan gaji/

tunjangan juga turut mempengaruhi komitmen terhadap organisasi.

Menurut Becker dalam Pangabean (2008:70) mengemukakan bahwa

komitmen adalah sebagai kecendrungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang

konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan lain. Komitmen

dapat menjadikan suatu penyebab ketidakefektifan dalam organisasi. Hal ini

berarti dalam setiap organisasi terikat dalam satu garis keterikatan dan saling

membantu dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Mathis dan Jackson seperti yang dikutip Sopiah (2008:218) memberikan

definisi, “Organizational Commitment is the degree to which employees believe

in and accept organizational goals and desire to remain with the organization”.

(Komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan

menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan

meninggalkan organisasi). Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan

keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi, dengan kata lain

komitmen organisasional merupakan keinginan anggota organisasi untuk tetap

mempertahankan anggotanya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi

pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa

komitmen organisasi didefinisikan sebagai keinginan dari karyawan tetap menjadi

bagian dari anggota organisasi.

Pendapat ini cenderung menggambarkan

bagaimana komitmen organisasi akan memberikan motivasi kepada karyawan

untuk mewujudkan tujuan dari organisasi yang telah ditentukan.

14

2.2. Tipe Komitmen

2.2.1. Komitmen afektif

2.2.1.1.Pengertian Komitmen afektif

Menurut Armanu dan Mandayanti, 2012:34) komitmen afektif yang

dimiliki seorang karyawan akan mencerminkan kekuatan individual yang akan

menimbulkan kecenderungan untuk tetap bekerja dalam organisasi atau

perusahaan, karena karyawan tersebut merasa sejalan dengan tujuan perusahaan

serta merasa senang bekerja di dalam perusahaan tersebut.

Sutrisno (2013:291) komitmen afektif adalah tingkat keterikatan secara

psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai

organisasi. Koimitmen dalam jenis ini muncul dan berkembang oleh dorongan

adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu

organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat lain atau organisasi lain. Semakin

nyaman dan tinggi manfaatnya dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen

seseorang pada organisasi yang dipilihnya.

Menurut Allen dan Mayer (dalam Luthans, 2006:83) merupakan hal yang

berkaitan dengan keterikatan emosional atau emotional attachment, identifikasi,

dan keterlibatan individu di dalam suatu organisasi. Individu yang memiliki

komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka

memang ingin (want to) melakukan hal tersebut.

Menurut Wibowo (2016:189) komitmen afektif adalah keinginan untuk

tetap menjadi anggota oraganisasi karena keterikatan emosional pada dan

keterlibatan dengan organisasi. Mereka tinggal karena mereka menginginkan.

15

Selanjutnya Newstrom (2011:223) mengartikan komitmen afektif sebagai tingkat

emosional positif dimana pekerja ingin mendesak usaha dan memilih untuk tetap

dengan organisasi.

Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi,

dan keterlibatan dalam organisasi. Anggota organisasi akan tetap menjadi anggota

dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (Robbins dan

Judge, 2008:127). Menurut Zumali (2010:40) komitmen afektif (affective

commitment) adalah perasaaan cinta pada organisasi yang memunculkan kemauan

untuk tetap tinggal dan membina hubungan sosial serta menghargai nilai

hubungan dengan organisasi dikarenakan telah menjadi anggota organisasi.

Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat cenderung secara terus-

menerus akan setia pada organisasi karena memang begitu keinginan mereka yang

sebenarnya ada dalam hati mereka. Menurut Kaswan (2012:293) komitmen afektif

menunjukkan kuatnya keinginan emosional karyawan untuk beradaptasi dengan

nilai-nilai yang ada agar tujuan dan keinginannya untuk tetap di organisasi dapat

terwujud. Komitmen afektif dapat timbul pada diri seorang karyawan dikarenakan

adanya karakteristik individu, karakteristik struktur organisasi, signfikansi tugas,

berbagai keahlian, umpan balik dari pemimpin, dan keterlibatan dalam

manajemen.” Umur dan lama masa kerja di organisasi sangat berhubungan positif

dengan komitmen afektif. Karyawan yang memiliki komitmen afektif akan

cenderung untuk tetap dalam satu organisasi karena mereka mempercayai

sepenuhnya misi yang dijalankan oleh organisasi.

16

Allen & Meyer (1990:199) mengungkapkan bahwa setiap komponen

memiliki dasar yang berbeda. Individu yang memiliki komitmen afektif tinggi

masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi

anggota. Hal ini diperkuat oleh Vandenberghe (2004), bahwa komitmen afektif

memberikan efek kuat secara langsung terhadap niat untuk keluar dari organisasi.

Apabila komitmen afektif tinggi, maka niat untuk keluar dari organisasi juga

rendah. Individu yang memiliki dedikasi dan loyalitas terhadap organisasi juga

ditentukan oleh adanya komitmen afektif atau keterikatan secara emosional

terhadap organisasi.

Dengan demikian bentuk komitmen afektif adalah kekuatan hasrat

karyawan untuk bekerja pada organisasi karena setuju dengan tujuan dan nilai-

nilai organisasi.

2.2.1.2.Proses Terbentuknya Komitmen Afektif

Menurut Parinding (2015:6) proses yang mempengaruhi perkembangan

komitmen afektif adalah:

1) Sistem desetralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara

menyampaikan kebijakan organisasi kepada karyawan.

2) Karakteristik individu yang mempengaruhi komitmen afektif yaitu

gender dan usia, meskipun bergantung pada beberapa kondisi karyawan

sendiri seperti status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk

berprestasi, etos kerja, dan presepsi karyawan mengenai kompe-

tensinya.

17

3) Pengalaman kerja. Yang mempengaruhi proses terbentuknya komitmen

afektif yaitu beberapa karakteristik yang menunjukan kepuasan dan

motivasi karyawan yang mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat

otonomi karyawan, dan variasi kemampuan yang digunakan karyawan.

2.2.1.3.Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Afektif

Menurut Allen & Meyer (1990:201) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi komitmen afektif yaitu:

1) Karakteristik pribadi

Gender, usia, masa jabatan dalam organisasi, status pernikahan,

tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan

persepsi individu mengenai kompetensinya.

2) Karakteristik pekerjaan

Karakteristik pekerjaan (job characteristics models) merupakan suatu

pendekatan terhadap pemerkayaan pekerjan (job enrichment).

Program pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) berusaha

merancang pekerjaan dengan cara membantu para pemangku jabatan

memuaskan kebutuhan mereka akan pertumbuhan, pengakuan, dan

tanggung jawab. Pemerkayaan pekerjaan menambahkan sumber

kepuasan kepada pekerjaan.

3) Pengalaman kerja

Penyebab terkuat dalam komitmen afektif adalah pengalaman kerja,

terutama pengalaman-pengalaman yang dapat memenuhi kebutuhan

18

psikologis karyawan untuk merasa nyaman dalam organisasi serta

kompeten dalam melakukan pekerjaan sesuai peranannya.

4) Karakteristik struktural

Meliputi besarnya organisasi, kehadiran serikat kerja, luasnya kontrol,

dan sentralisasi otoritas.

2.2.1.4.Indikator Komitmen Afektif

Adapun beberapa indikator komitmen afektif menurut Luthans (dalam

Wibowo, 2016:189) yaitu sebagai berikut:

a) Perasaan persahabatan

b) Iklim atau budaya perusahaan

c) Perasaan senang ketika menyelesaikan tugas

2.2.2. Komitmen Normatif

2.2.2.1.Pengertian Komitmen Normatif

Menurut Kaswan (2012:294) “Komitmen normatif menunjukkan tanggung

jawab moral karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasi.” Penyebab timbulnya

komitmen ini adalah tuntutan sosial yang merupakan hasil pengalaman seseorang

dalam berinteraksi dengan sesama atau munculnya kepatuhan yang permanen

terhadap seorang panutan atau pemilik organisasi dikarenakan balas jasa, respek

sosial, budaya atau agama. Anggota organisasi dengan normative commitment

yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya

harus berada dalam organisasi tersebut.

19

Menurut Allen dan Mayer (dalam Luthans, 2006:83) komitmen normatif

merupakan perasaan-perasaan individu tentang kewajiban yang harus ia berikan

kepada organisasi, karena tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus

dilakukan. Hal ini berarti individu dengan komitmen normatif yang tinggi akan

merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi dimana mereka

bergabung.

Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena keharusan

untuk tetap bertahan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen

normatif yang tinggi akan bertahan dalam organisasi karena mereka merasa

seharusnya melakukan hal tersebut (Robbins dan Judge, 2008:127).

Menurut Sutrisno (2013:291) komitmen normatif adalah keterikatan

anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk

memelihara hubungan dengan organisasi. Dalam kaitan ini sesuatu yang

mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada

keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun non materi adalah sebagai

kewajiban moral, yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah

jika tidak melakukan sesuatu.

Menurut Zumali (2010:40) komitmen normatif (normative commitment)

adalah perasaan yang mengharuskan untuk bertahan dalam organisasi dikarenakan

kewajiban dan tanggung jawab terhadap organisasi yang didasari atas

pertimbangan norma, nilai dan keyakinan karyawan.

Menurut Wibowo (2016:189) komitmen normatif adalah keinginan untuk

tetap menjadi organisasi karena merasa sebagai kewajiban. Karyawan tetap

20

tinggal karena memang seharusnya, dengan demikian merupakan suatu alasan

obligation-based untuk tetap dalam organisasi. Selanjutnya Newstrom (2011:223)

mengartikan komitmen normatif sebagai pilihan utnuk tetap terikat karena budaya

yang kuat atau etika familiar yang mendorong mereka melakukannya demikian.

Mereka yakin mereka harus berkomitmen karena sistem keyakinan orang lain dan

milik mereka internalisasi norma dan perasaan sebagai kewajiban.

Dengan demikian bentuk komitmen normatif adalah kekuatan hasrat

karyawan untuk terus bekerja pada organisasi karena merasa wajib untuk tetap

tinggal dalam organisasi, hal ini karena tekanan dari orang lain.

2.2.2.2.Proses terbentuknya Komitmen Normatif

Menurut Parinding (2015:6) proses yang mempengaruhi perkembangan

komitmen normatif dapat berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan

karyawan selama proses sosialisasi dan selama sosialisasi saat karyawan baru

masuk ke dalam organisasi. Selain itu, komitmen normatif juga berkembang

karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi karyawan yang

tidak dapat dibalas kembali. Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis

antara anggota dan organisasinya yaitu kepercayaan dari masing-masing pihak

bahwa masing-masing akan timbal naik memberi.

2.2.2.3.Faktor yang mempengaruhi Komitmen Normatif

Menurut Allen & Meyer (1990:203) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi komitmen normatif yaitu:

21

1) Proses sosialisasi orgnisasi kepada karyawan

Sosialisasi merupakan sarana seorang anggota baru untuk mempelajari

dan memasuki budaya yang ada di dalam organisasi. Sosialisasi dapat

dikatakan sebagai sarana seorang anggota baru untuk dapat memasuki

budaya organisasi yang baru sehingga orang baru tersebut dapat diterima

sebagai bagian dari organisasi dan budaya organisasi menjadi bagian

dirinya dalam setiap tindakannya selama berada di dalam organisasi

tersebut.

2) Proses sosialisasi karyawan dengan keluarganya

Adanya tuntutan untuk bekerja sama atas dasar ekonomi keluarga. Pada

tahap ini karyawan berinteraksi semakin rendah dan kehidupan

pribadinya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan

rekan sesama karyawan. Mengikuti seluruh peraturan-peraturan yang

berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami.

Bersamaan dengan itu, karyawan mulai menyadari bahwa ada norma

tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

2.2.2.4.Indikator Komitmen Normatif

Adapun beberapa indikator komitmen normatif menurut Luthans dkk

(dalam Wibowo, 2016:189) yaitu sebagai berikut:

1) Alasan untuk tetap berada dalam organisasi

2) Perasaan utang budi kepada atasan

3) Perasaan utang budi kepada kolega

22

2.3. Membangun Komitmen Organisasi

Menurut Heller (dalam Wibowo, 2016:190) determinan komitmen

organisasional berada di luar kontrol manajer, sehingga memberikan sedikit

peluang untuk meningkatkan perasaan. Komitmen cenderung menurun ketika

peluang kerja banyak. Berlimpahnya pekerjaan berakibat menurunkan

continuance commitment. Tetapi meskipun manajer tidak dapat mengontrol

ekonomi eksternal, mereka dapat melakukan beberapa hal membuat pekerja ingin

tetap bekerja untuk perusahaan, meningkatkan affective commitment. Pekerja yang

mempunyai komitmen adalah sangat berharga. Kita dapat memperoleh komitmen

dari bawahan dengan memenuhi kebutuhan pokok pekerja, memberi perhatian

pada orang di semua tingkat, mempercayai dan dipercayai, mentoleransi

individualitas, dan menciptakan bebas kesalahan “can-do culture”.

Heller menganjurkan untuk mendapatkan komitmen pekerja dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Nuturing trust, (memelihara kepercayaan). Kualitas dan gaya kepemim-

pinan merupakan faktor utama untuk mendapatkan kepercayaan dan

komitmen pekerja. Kita harus dapat membuat diri kita senyata mungkin

dan menunjukkan dapat dihubungi dan berkeinginan mendengarkan orang

lain. Patut diingat bahwa untuk mendapatkan kepercayaan, kita pertama

kali harus mempercayai mereka yang bekerja untuk kita.

2) Winning minds, spirits, and hearts, (memenangkan pikiran, semangat, dan

hati). Komitmen penuh dari bawahan tidak dapat direalisir sampai sampai

kita menunjukkan kebutuhan psikologis, intelektual dan emosional

23

pekerja. Dengan memberikan bobot yang seimbang dari ketiga faktor

tersebut, memungkinkan kita memenangkan pikiran, semangat, dan hati

pekerja. Untuk itu kepada pekerja perlu diberikan otonomi dalam

menciptakan lingkungan kerja, membuat mereka merasa dihargai dengan

secara terbuka memperkenalkan prestasi mereka, dan memberdayakan

mereka dengan menyerahkan kontrol sebanyak mungkin dalam bidang

tanggung jawabnya.

3) Keeping staff commited (menjaga staf mempunyai komitmen). Salah satu

cara paling efektif menjaga komitmen pekerja adalah memperkaya

pekerjaan dan meningkatkan motivasi mereka. Hal ini dapat dicapai

melalui peningkatan tingkat minat, memastikan bahwa setiap pekerja

mempunyai variasi pendorong tugas untuk dikerjaan, dan memberikan

sumber daya dan pelatihan melalui mana keterampilan baru dapat

dikembangkan.

4) Rewarding excellence, (menghargai keunggulan). Pengakuan atas

keunggulan merupakan masalah vital dalam memelihara komitmen dan

kepuasan kerja pekerja. Perlu dipertimbangkan menghargai kinerja luar

biasa, produktivitas tinggi dan menurunkan biaya secara substansial,

dengan insentif finansial. Kita dapat melakukan pemberian kenaikan gaji,

pemberian bonus, pengikutsertaan dalam pelatihan akhir pekan senior staf

atau sekedar mengucapkan terima kasih.

5) Staying positive, (bersikap positif). Untuk menciptakan lingkungan positif

dalam organisasi, adalah penting untuk menciptakan iklim “can-do”. Hal

24

ini harus dibangun mutual trust, saling mempercayai di mana orang

memastikan bahwa organisasi dapat mencapai apa yang diminta untuk

dilakukan. Untuk itu kita perlu menciptakan “herous”, pekerja yang

dihormati dan produktif serta dikagumi anggota lainnya. Pastikan bahwa

keberhasilan Herous dirayakan, untuk mendorong orang lain mempercayai

can-do-culture dan komit pada tujuan organisasi

2.4. Kecenderungan yang Mempengaruhi Komitmen

Terdapat kecenderungan yang dapat memengaruhi tempat pekerjaan, salah

satu di antaranya adalah apabila terjadi perubahan komposisi tenaga kerja.

Kecenderungan ini menempatkan tekanan pada beberapa tipe komitmen dan

mengubah macam penarikan diri yang terlihat di pekerjaan (Colquitt, LePine, dan

Wesson, 2011: 85).

Diversity of the workforce, atau keberagaman tenaga kerja. Keberagaman

dapat membuat lebih menantang untuk mempertahankan pekerja yang berharga.

Apabila kelompok kerja semakin beragam dalam bentuk ras, gender, umur, dan

asal daerah, terdapat bahaya bahwa minoritas atau pekerja yang lebih tua akan

berada di golongan pinggir dalam jaringan, yang secara potensial menurunkan

affective commitment. Meningkatkan keberagaman tenaga kerja dapat

menurunkan komitmen apabila pekerja merasa tingkat lebih rendah affective

commitment atau menjadi kurang ditanamkan dalam pekerjaan sekarang.

Menurut Wibowo (2016:195) the changing employee-employer

relationship, atau perubahan hubungan pekerja dengan pemberi kerja. Beberapa

generasi yang lalu, banyak pekerja bekerja untuk satu organisasi dalam seluruh

25

kariernya. Asumsinya adalah terdapat pertukaran loyalitas seumur hidup dan

pekerjaan baik untuk keamanan kerja seumur hidup. Persepsi ini berubah dengan

berkembangnya downsizing sebagai bagian dalam kehidupan kerja. The

Employee-employer relationship dapat menurunkan affective dan normative

commitment, membuat lebih menantang untuk mempertahankan pekerja berbakat.

2.5. Pedoman untuk Meningkatkan Komitmen

Menurut Dessler (Luthans, 2011: 148) memberikan beberapa pedoman

untuk meningkatkan komitmen organisasional:

1) Commit to people-first values. Organisasi mempunyai komitmen pada

nilai-nilai yang mengutamakan pada orangnya. Hal tersebut dilakukan

dengan menyatakan secara tertulis, memilih manajer yang tepat, dan

melakukan apa yang dikatakan.

2) Clarify and communicate your mission. Organisasi mengklarifikasi dan

mengomunikasikan misi dan ideologi; dilakukan secara kharismatik;

menggunakan praktik perekrutan berbasis nilai; penekanan pada orientasi

berbasis nilai dan pelatihan; serta membangun tradisi.

3) Guarantee organizational justice. Organisasi menjamin keadilan

oranisasional. Untuk itu, organisasi mempunyai prosedur keluhan yang

komprehensif; dan menyelenggarakan komunikasi dua arah secara

ekstensif.

4) Create a sense of community. Organisasi membangun perasaan sebagai

komunitas dengan membangun homogenitas berbasis nilai; saling berbagi;

saling memanfaatkan dan kerja sama; serta hidup bersama-sama.

26

5) Support employee development. Organisasi mendukung pengembangan

pekerja. Organisasi mempunyai komitmen untuk aktualisasi;

mengusahakan tantangan kerja tahun pertama; memperkaya dan

memberdayakan; melakukan promosi dari dalam; mengusahakan aktivitas

mengembangkan; mengusahakan keamanan pekerja tanpa jaminan.

2.6. Outcomes Komitmen Organisasi

Luthans (2011:148) mengungkapkan beberapa temuan penelitian yang

berkaitan dengan hubungan beberapa faktor dengan komitmen organisasional.

Dari satu sisi penelitian menunjukkan dukungan hubungan positif antara

komitmen organisasional dan hasil yang diharapkan seperti produktivitas tinggi,

rendahnya pergantian, dan rendahnya kemangkiran. Penelitian lain menunjukkan

kenyataan bahwa komitmen pekerja berhubungan dengan hasil yang diharapkan

lainnya, seperti perasaan hangat, dukungan iklim organisasional, dan keinginan

menjadi anggota tim yang baik yang bersedia membantu.

Sedangkan Wibowo (2016:196) mengemukakan bahwa terdapat hubungan

yang lebih kuat antara komitmen organisasional dan produktivitas bagi mereka

yang kebutuhan finansialnya rendah daripada mereka yang berkebutuhan tinggi.

Studi lain lagi menemukan bahwa lebih banyak kedudukan yang dimiliki pekerja

pada pekerjaan dengan organisasi yang mempekerjakan, komitmen dampaknya

lebih kecil pada produktivitas. Disamping itu, ditemukan pula bahwa komitmen

pada supervisor berhubungan lebih kuat pada produktivitas daripada komitmen

terhadap organisasi.

27

2.7. Produktivitas

2.7.1. Pengertian Produktivitas

Menurut Sutrisno (2013:207) mendefinisikan produktivitas sebagai rasio

output bruto rill dengan kombinasi tenaga kerja, modal dan produk-produk yang

dibeli dari luar perusahaan sebagai inputnya. Produktivitas faktor ialah rasio

antara produk rill yang diperoleh dalam perekonomian, industri, atau perusahaan,

dengan jumlah tenaga kerja dan modal sebagai inputnya.

Sedangkan menurut Muchdarsyah (dalam Sedarmayanti, 2011:198)

produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang)

atau jasa dengan masukan sebenarnya. Selanjutnya Sunyoto (2012:203)

mengartikan produktivitas kerja adalah ukuran yang menunjukkan pertimbangan

antara input dan output yang dikeluarkan perusahaan serta peran tenaga kerja yang

dimiliki persatuan waktu.

Menurut Hasibuan (2006:126) Produktivitas adalah perbandingan antara

output (hasil) dengan input (masukan). Jika Produktivitas naik ini hanya

dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan

sisitem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga

kerjanya.

Menurut Riyanto (2009:22) secara teknis produktivitas adalah suatu

perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dengan keseluruhan sumber daya

yang diperlukan (input). Produktivitas mengandung pengertian perbandingan

antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu.

Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi

28

barang-barang. Ukuran produktivitas yang paling terkenal berkaitan dengan

tenaga kerja yang dapat dihitung dengan membagi pengeluaran dengan jumlah

yang digunakan atau jumlah jam kerja karyawan.

2.7.2. Pentingnya Meningkatkan Produktivitas

Menurut Sutrisno (2013:208) produktivitas dapat berpengaruh terhadap

berbagai bidang, misalnya:

1) Meningkatkan laba perusahaan

2) Meningkatkan pendapatan karyawan

3) Meningkatkan pendapatan Negara (pajak)

4) Harga pokok menjadi lebih rendah

5) Harga jual dapat diturunkan

6) Hasil produksi menjadi lebih tersebar

7) Lebih banyak konsumen yang dapat menikmati

8) Perusahaan penghasil menjadi lebih kompetitif

9) Menimbulkan lebih banyak waktu senggang

10) Meningkatkan kemakmuran dan ketahanan

2.7.3. Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Faktor produktivitas manusia memilki peran besar dalam menentukan

sukses suatu usaha. Secara konseptual produktivitas manusia sering disebut sikap

mental yang selalu memiliki pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik

dari hari kemarin dan esok lebih baik hari ini. Maka produktivitas dapat

ditingkatkan dengan berbagai faktor yang dapat dipenuhi.

29

Menurut Simanjuntak (2003:64) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi produktivitas kerja yaitu:

1) Pelatihan

Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan

keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja.

Untuk itu latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap, akan

tetapi sekaligus memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan

latihan berarti para karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan

benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau meninggalkan

kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.

2) Mental dan kemampuan fisik karyawan

Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting

untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental

karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas

kerja karyawan.

3) Hubungan atasan dengan karyawan

Hubungan atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang

dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan,

sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang

saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan

dalam bekerja. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik,

maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses

produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.

30

Selanjutnya, menurut Siagian (2013:211) juga terdapat faktor lain yang

mempengaruhi produktivitas kerja yaitu:

1) Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, tempramen, keadaan fisik

individu, kelemahan dan motivasi.

2) Faktor yang ada di luar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara,

penerangan, waktu, istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi,

lingkungan sosial dan keluarga.

2.7.4. Ciri-Ciri Karyawan Yang Produktif

Menurut Ranft (dalam Timpe, 2002:110) adapun ciri – ciri umum dari

pekerja yang produktif, yaitu:

1) Bermotivasi tinggi, motivasi disebut sebagai faktor krisis dan pekerja yang

termotivasi dapat atau berada dijalan keproduktivitasan tinggi. Pengamatan

yang khas adalah:

a) Dapat memotivasi diri sendiri.

b) Tekun, bekerja secara produktif pada suatu tugas sampai selesai.

c) Mempunyai kemampuan keras untuk bekerja.

d) Selalu tepat waktu.

e) Bekerja efektif walau tanpa pengawasan.

f) Berorientasi pada sasaran atau tujuan.

2) Lebih memenuhi kualifikasi pekerjaan, disini dianggap bahwa

produktivitas tidak mungkin dicapai tanpa kualifikasi yang benar.

Pengamatan yang khas adalah:

31

a) Cerdas dan dapat belajar dengan cepat.

b) Kreatif dan inovatif artinya memahami pekerjaan.

c) Kompeten secara professional.

d) Memiliki catatan prestasi yang berhasil.

e) Selalu meningkatkan diri.

3) Mempunyai orientasi pekerjaan yang positif.

a) Mempunyai kebiasaan kerja yang baik.

b) Selalu terlibat dalam pekerjaannya.

c) Cermat, dapat dipercaya dan konsisten.

d) Menghormati manajemen dan tujuannya.

e) Luwes dan dapat menyesuaikan diri dengan tujuannya.

4) Dewasa, kedewasaan adalah atribut pribadi yang dinilai penting untuk

memperlihatkan produktivitas yang konsisten.

a) Berintegrasi tinggi dan mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat.

b) Dapat bekerja efektif, disiplin, percaya diri dan mandiri.

2.7.5. Indikator Pengukuran Produktivitas

Menurut Sutrisno (2013:211) untuk mengukur produktivitas kerja dapat

menggunakan indikator sebagai berikut:

1) Kemampuan

Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang

karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta

profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk

menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.

32

2) Meningkatkan hasil yang dicapai

Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah

satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang

menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan

produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu

pekerjaan.

3) Semangat kerja

Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat

dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian

dibandingkan dengan hari sebelumnya.

4) Pengembangan diri

Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.

Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan

dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat tantangannya,

pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi

lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan

karyawan untuk meningkatkan kemampuan.

5) Mutu

Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu.

Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja

seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan

hasil yang terbaik, yang pada gilirannya akan sangat beguna bagi

perusahaan dan dirinya sendiri.

33

6) Efisiensi

Perbandingan hasil yang akan dicapai dengan keseluruhan sumber daya

yang digunakan. Masukan dan keluaran merupan aspek produktivitas yang

memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.

2.7.6. Standar Operasional Prosedur (SOP) Produksi PT. Riau Crumb

Rubber Factory Pekanbaru

Adapun dalam SOP produksi crumb rubber di PT. Riau Crumb Rubber

Factory Pekanbaru dalam proses pengolahan bahan baku menjadi crumb rubber

siap ekspor melalui beberapa tahapan proses dengan urutan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Alur SOP Produksi PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru

PENERIMAAN GUDANG

BAHAN BAKU BAHAN BAKU

MANGEL / CREPPER

TURUN A,B,C SERTA

MANGEL 1 s.d 6

(MANGEL MASAK)

GUDANG

BAHAN JADI

PREBREAKER I,II,III

HAMMERMILL I,II,III

HAMMERMILL IV,V,VI

BAK PENCAMPUR

PENGERINGAN UDARA

PACKING EKSPOR

CUTTER (PEREMAHAN)

TROLLEY

DRYER

PENIMBANGAN

PENGEPRESAN I,II,III

BANDELA SIR

Sumber: PT. Riau Crumb Rubber Factory Pekanbaru, 2017

34

Proses pembuatan crumb rubber melalui beberapa tahapan proses produksi

yang diuraikan dengan urutan sebagai berikut:

1) Stasiun Kerja Penyortiran dan Penimbangan

Pada stasiun kerja penyortiran dan penimbangan bahan baku

diterima dari pemasok diperiksa dan disortir terlebih dahulu. Bahan baku

untuk pembuatan crumb rubber disebut dengan bokar (bahan olah karet)

kriteria bokar ditentukan berdasarkan Kadar Karet Kering (KKK) terdiri

dari 2 kelas yaitu kelas mutu A dengan K3 diatas 50% dan mutu B dengan

K3 40% - 49%. Kemudian bokar dipotong dengan coagulum cutter

kemudian dibawa ke laboratorium untuk memastikan kualitas bokar

tersebut. Hasil penyortiran kemudian ditimbang lalu ditumpuk pada

gudang penyimpanan bokar untuk menunggu proses selanjutnya.

2) Stasiun Kerja Pencincangan dan Pembersihan

Bahan Olah Karet (Bokar) yang berada di gudang penyimpanan

bokar kemudian diangkut dengan shovel loader ke dalam bak air yang

kemudian diangkut lagi ke mesin slab cutter I pada mesin slab cutter

tersebut, bokar dicincang menjadi potongan-potongan kecil sebesar

kepalan tangan. Hasil olahan dari mesin slab cutter I diangkat ke bak

pembersihan I dengan belt conveyor sambil disiram dengan air agar

kotorannya terpisah. Fungsi bak pembersihan ini adalah supaya pasir,

tanah, batu dan kayu yang masing bercampur dengan bahan olahan karet

ini tenggelam akibat berat jenisnya yang lebih besar. Setelah dicuci dengan

bak pembersihan I, bokar diangkut ke mesin slab cutter II dengan bucket

elevator, prinsip kerja slab cutter I sama dengan slab cutter II,

perbedaannya adalah hasil olahan mesin slab cutter II berukuran lebih

kecil.

Butiran-butiran karet dari slab cutter II dijatuhkan didalam vibrating

screen dengan corong gravitasi, vibrating screen berfungsi untuk

memisahkan kotoran dan butiran-butirah karet hasilnya ditampung oleh

belt conveyor untuk diangkut ke bak pembersihan II yang berfungsi untuk

memisahkan kotoran. Kemudian butiran-butiran karet diangkat dengan

bucket elevator ke mesin hummer mill, yang mencincang bokar menjadi

potongan-potongan kecil. Gerakan di dalam hummer mill juga

menyebabkan kotoran-kotoran yang ada di dalam gumpalan karet menjadi

terpisah. Hasil keluaran dari hummer mill dijatihkan ke vibrating screen

dengan corong gravitasi, diayak di vibrating screen dengan ukuran

diameter lubang 0.5 cm dan disirami air secara terus menerus. Butiran-

butiran karet yang lolos dari vibrating screen dialirkan ke bak pembersih

III dengan belt conveyor untuk memisahkan kotoran. Kemudian butiran-

butiran karet diangkut dengan bucket elevator ke rotary cutter. Hasil

olahan rotary cutter yang berupa potongan-potongan kecil bokar

dimasukkan ke dalam bak pembersihan IV dan terjadi pemisahan kotoran.

35

3) Stasiun kerja penggilingan dan pembentukan lembaran

Butiran-butiran karet diangkut ke stasiun kerja ini dengan

menggunakan bucket elevator. Proses awal dari tahap ini adalah

pembentukan lembaran oleh mesin creeper I. Lembaran karet hasil dari

creeper I ini masih berbentuk agak kasar dan kadang masih terputus-putus.

Lembaran kemudian diangkut ke creeper II dengan belt conveyor untuk

diproses menjadi menjadi lembaran yang lebih panjang. Hasil olahan

creeper II ini diangkut dengan belt conveyor ke mesin shredder untuk

dicincang kembali menjadi potongan-potongan kecil yang langsung

ditampung dalam bak pembersihan. Kemudian, butiran-butiran karet

diangkut dengan bucket elevator ke creeper III untuk dibentuk kembali

menjadi lembaran. Proses selanjutnya adalah melalui mesin creeper IV, V,

VI, VII dan VIII dengan pola proses yang sama. Lembaran karet yang

dihasilkan oleh creeper VIII mencapai panjang sekitar 7 meter kemudian

diangkut dengan hand truck ke stasiun penjemuran.

4) Stasiun Kerja Penjemuran

Lembaran karet dari stasiun kerja sebelumnya dijemur pada rak-rak

penjemuran yang dibuat bertingkat-tingkat selama 8 s/d 24 hari. Fungsi

penjemuran adalah untuk pengeringan dan peningkatan PRI (Plasticity

Retention Index) atau indeks ketahanan karet.

5) Stasiun Kerja Peremahan dan Pembutiran

Lembaran karet kering dari penjemuran dibawa ke mesin shredder

dengan hand truck. Pada mesin tersebut, lembaran dicincang menjadi

butiran-butiran kecil dan langsung ditampung pada bak pembersihan.

Butiran-butiran tersebut kemudian diangkut dengan bucket elevator ke

corong pengisi yang berfungsi untuk memudahkan pengisian butiran-

butiran bokar kedalam troli biscuit crumb. Troli tersebut terdiri atas kotak-

kotak besi yang berjumlah 24 buah. Setelah penuh, troli-troli tersebut

dimasukkan kedalam mesin drier.

6) Stasiun Kerja Pengeringan

Troli yang sudah terisi penuh dengan butiran-butiran bokar

dimasukkan ke dalam mesin drier. Pada tahap pertama bokar dipanaskan

dengan burner 1 dengan suhu 135˚ selama 50 menit didalam mesin drier.

Setelah itu dipanaskan lagi di bruner 2 dengan suhu 115˚ selama 50 menit

dalam mesin drier. Setelah dipanaskan bokar didinginkan dengan blower

dengan suhu 31˚ selama 210 menit.

7) Stasiun Kerja Penimbangan dan Pengepressan

Butiran-butiran yang keluar dari drier dikeluarkan dari dalam troli,

lalu ditimbang dengan berat 35kg. Kemudian crumb rubber tersebut

dipress menjadi berbentuk empat persegi dengan ukuran 28 inci x 14 inci x

6.5 inci. Lama pengepressan adalah kurang lebih 30 detik. Lalu dibawa ke

metal detector untuk mendeteksi kandungan logam pada crumb rubber.

36

8) Stasiun Kerja Pengepakan

Bongkahan crumb rubber yang telah dipress dibungkus dengan

plastik bermerk lalu disusun di dalam palet. Satu palet berisi 36 bale. Palet

dipres supaya rata, kemudian diangkut ke gudang produk jadi

2.8. Hubungan Komitmen Dengan Produktivitas

Rendahnya produktivitas kerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor baik itu sumberdaya manusia (SDM) maupun sarana dan prasarana yang

ada untuk mendukung kinerja karyawan.Rendahnya kualitas sumber daya manusia

berawal dari rendahnya kemampuan dan keterampilan SDM maupun sarana dan

prasarana yang ada dalam perusahaan, sehingga produktivitas kerja yang telah di

tetapkan tidak tercapai.

Menurut Bakri, Nuryanti dan Prama dewi (2014:3) produktivitas kerja

karyawan sangat dipengaruhi oleh komitmen karyawan dalam suatu organisasi,

dimana karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi memiliki potensi

untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Karyawan yang memiliki

komitmen yang tinggi akan memberikan usaha yang maksimal secara sukarela

untuk kemajuan organisasi. Mereka akan berusaha mencapai tujuan organisasi dan

menjaga nilai - nilai organisasi. Selain itu, mereka akan berpartisipasi dan terlibat

aktif untuk memajukan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi

akan bertanggung jawab dan bersedia memberikan seluruh kemampuan yang

dimilikinya karena merasa memiliki organisasi. Rasa memiliki yang kuat akan

membuat karyawan merasa berguna dan nyaman berada dalam suatu organisasi,

sehingga produktivitas kerja karyawan semakin baik dan optimal.

37

2.9. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama

Peneliti

Judul Variabel Indikator Metode Hasil penelitian

Nana

Iguana

(2014)

Pengaruh

Kepuasan Kerja

dan Komitmen

Karyawan

Terhadap

Produktivitas

Kerja

Karyawan

Independen:

- Komitmen

organisasi

(X)

Dependen:

- Produktivitas

kerja (Y)

Komitmen:

- Komitmen afektif

- Komitmen berkelanjutan

- Komitmen normatif

Produktivitas:

- Lebih dari sekedar

kualifikasi

- Bermotivasi tinggi

- Orientasi pekerjaan

- Dewasa

- Dapat bergaul dengan

efektif

Regresi

linier

sederhana

Variabel kepuasan

kerja dan

komitmen

berpengaruh

signifikan

terhadap

produktivitas

kerja karyawan.

Untung

Widodo

(2009)

Pengaruh

kepercayaan

pada atasan,

komitmen

organisasi dan

kepuasan kerja

terhadap

produktivitas

karyawan

(Studi Kasus

pada Tenaga

Penjualan PT.

Nyonya Meneer

Semarang)

Independen:

- Kepercayaan

pada atasan

(X1)

- Komitmen

organisasi

(X2)

- Kepuasan

kerja (X3)

Dependen:

- Produktivitas

(Y)

Kepercayaan pada atasan:

- Tanggungjawab

- Keandalan

- Kompetensi

Komitmen organisasi:

- Komitmen afektif

- Komitmen berkelanjutan

- Komitmen normatif

Kepuasan kerja:

- Kepuasan terhadap atasan

- Kepuasan sesama

karyawan

- Sikap kerja yang positif

Produktivitas:

- Absensi

- Jumlah perolehan hasil

- Kualitas yang dihasilkan

- Tingkat kesalahan

- Waktu yang dibutuhkan

Regresi

linier

berganda

Variabel

kepercayaan pada

atasan, komitmen

dan kepuasan

kerja berpengaruh

signifikan

terhadap

produktivitas

kerja karyawan

Fisca

Marvidiant

ika (2010)

Pengaruh

kepuasan kerja

dan komitmen

organisasi

terhadap

produktivitas

kerja karyawan

PT Wahana

Persada

Lampung

di Bandar

Lampung

Independen:

- Kepuasan

kerja (X1)

- Komitmen

organisasi

(X2)

Dependen:

- Produktivitas

kerja (Y)

Kepuasan kerja:

- Kepuasan psikologis

- Kepuasan sosial kerja

- Kepuasan finansial

Komitmen organisasi:

- Rasa kebanggaan

- Kesetiaan

- Kesediaan kerja tambahan

- Mengorbankan urusan

pribadi demi pekerjaan

Produktivitas:

- Kesesuaian standar

- Ketepatan waktu

- Kuantitas yang dihasilkan

- Efisiensi waktu

Regresi

linier

berganda

Diketahui

kepuasan kerja

dan komitmen

organisasi secara

bersama-sama

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap

produktivitas

kerja.

38

Nama

Peneliti

Judul Variabel Indikator Metode Hasil penelitian

M. Bakri,

Nuryanti

dan

Arwinence

Pramadewi

(2014)

Pengaruh

komitmen

karyawan dan

pelatihan

terhadap

produktivitas

kerja karyawan

departemen

Pelayanan PT.

PLN (Persero)

Cabang

Selatpanjang

Kabupaten

Kepulauan

Meranti

Independen:

- Komitmen

(X1)

- Pelatihan

(X2)

Dependen:

- Produktivitas

kerja (Y)

Komitmen:

- Affective commitment

- Continuance commitment

- Normative commitment

Pelatihan:

- Pelatih

- Peserta

- Materi

- Metode

- Tujuan

Produktivitas:

- Kemampuan

- Meningkatkan hasil yang

dicapai

- Semangat kerja

- Mutu

- Efisiensi

Regresi

linier

berganda

Diketahui bahwa

variabel pelatihan,

dan komitmen

yang terdiri dari

komitmen afektif,

komitmen

normatif dan

komitmen

berkelanjutan

berpengaruh

signifikan

terhadap

produktivitas

kerja karyawan.

Dudung

Abdullah

(2017)

Pengaruh

komitmen

organisasional

dan

lingkungan

psikologis

terhadap

produktivitas

kerja karyawan

bank BJB

Cabang

Majalengka

Independen:

- Komitmen

organisasiona

(X1)

- Lingkungan

psikologis

(X2)

Dependen:

- Produktivitas

kerja (Y)

Komitmen organisasional:

- Keterlibatan emosi kepada

perusahaan

- Pertimbangan rasional

- Tanggungjawab moral

Lingkungan psikologis:

- Suasana kerja

- Perhatian perusahaan

- Keterlibatan atas

keputusan

Produktivitas kerja:

- Tingkat kehadiran

- Tingkat penyelesaian

pekerjaan

- Efektivitas dan efisiensi

waktu

- Kedisiplinan

Regresi

linier

berganda

Komitmen

organisasional

dan lingkungan

psikologis baik

secara simultan

maupun parsial

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap

produktivitas

kerja

2.10. Kerangka Pemikiran

Penurunan produktivitas kerja masih sering terjadi diberbagai perusahaan.

Permasalahan tentang produktivitas kerja ini merupakan permasalahan umum

yang terjadi pada setiap perusahaan. Produktivitas kerja seorang karyawan

cenderung menurun bisa dilihat dari perbandingan antara hasil produksi yang

dicapai dengan keseluruhan sumber daya atau bahan baku yang digunakan.

39

Menurut Wibowo (2016:189) komitmen afektif yang dimiliki seorang

karyawan akan mencerminkan kekuatan individual yang akan menimbulkan

kecenderungan untuk tetap bekerja dalam organisasi atau perusahaan, karena

karyawan tersebut merasa sejalan dengan tujuan perusahaan serta merasa senang

bekerja di dalam perusahaan tersebut.

Selain itu, komitmen normatif juga berkembang karena organisasi

memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi karyawan yang tidak dapat dibalas

kembali. Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dan

organisasinya Karyawan yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja tidak

mempunyai keinginan untuk keluar dari perusahaan dan dalam hal ini merupakan

modal dasar untuk mendorong produktivitas yang tinggi. Komitmen afektif

merupakan sebuah kekuatan yang dimiliki karyawan untuk bekerja di dalam

sebuah organisasi, karena mereka bersedia dan memiliki keinginan untuk

melakukan pekerjaan tersebut (Untung Widodo, 2009:44).

Menurut Sutrisno (2013:211) pengukuran atau penilaian produktivitas

perusahaan merupakan pengukuran terhadap produktivitas atau prestasi kerja

karyawan, yaitu suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui

apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Pengukuran atau penilaian produktivitas karyawan mutlak harus dilakukan untuk

mengetahui prestasi yang dapat dicapai setiap karyawan, apakah baik, sedang,

atau kurang. Penilaian prestasi penting bagi setiap karyawan dan berguna bagi

perusahaan. Hal ini digunakan untuk menetapkan tindakan kebijakan selanjutnya.

Dengan pengukuran produktivitas atau prestasi kerja berarti para bawahan

40

mendapat perhatian atasan sehingga mendorong bawahan untuk lebih bergairah

dalam bekerja, asalkan proses pengukurannya atau penilaiannya jujur dan objektif

serta ada tindak lanjutnya.

Gambar 2.2 Kerangka pemikiran

2.11. Hipotesis

Peneliti merumuskan hipotesis dalam penelitian ini diseuaikan dengan

rumusan masalah dan tujuan penelitian kedalam hipotesis yaitu:

1) Terdapat pengaruh yang signifikan komitmen afektif dan komitmen normatif

secara parsial terhadap produktivitas karyawan PT. Riau Crumb Rubber

Factory Pekanbaru.

2) Terdapat pengaruh yang signifikan komitmen afektif dan komitmen normatif

secara simultan terhadap produktivitas karyawan PT. Riau Crumb Rubber

Factory Pekanbaru.

Produktivitas

(Variabel Y)

Komitmen afektif

(Variabel X1)

Komitmen normatif

(Variabel X2)