Upload
phungnguyet
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Perilaku Konsumen (Consumer Behavior)
Sunyoto (2012), mendefinisikan perilaku konsumen (consumer behavior)
sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan menggunakan produk termasuk proses pengambilan keputusan
pada persiapan dan penentuan kegiatan. Sangadji & Sopiah (2013:9),
menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan
konsumen guna mencapai dan memenuhi kebutuhan baik untuk menggunakan,
mengonsumsi ataupun menghabiskan produk, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusul. Untuk memahami perilaku konsumen, perlu
diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memutuskan
suatu pembelian.
1. Pentingnya mengetahui perilaku konsumen
Sangadji & Sopiah (2013:10), berpendapat mengenai pentingnya
mengetahui dan menganalisis perilaku konsumen sebagai berikut:
a. Memahami pengaruh kompleks ketika konsumen mengonsumsi produk
yang dibeli.
b. Mengimplementasikan konsep pemasaran sebagai rencana untuk
mempengaruhi calon konsumen.
12
c. Meningkatkan rasa percaya diri manajer pemasaran untuk memprediksi
respons konsumen setelah strategi pemasaran ditetapkan dan
dilaksanakan.
d. Menghindari kriteria self-reference criterion (rujuk-diri) yang berkaitan
dengan tingkat pemahaman setiap konsumen yang berbeda-beda tentang
produk yang dibeli.
2. Manfaat memahami perilaku konsumen
McKechnie (2012), berpendapat bahwa manfaat memahami perilaku
konsumen sebagai berikut:
a. Analisis konsumen membantu pengembangan kebijakan publik bagi
perusahaan.
b. Analisis konsumen menjadi dasar bagi manajer pemasaran untuk
merancang strategi pemasaran.
c. Analisis konsumen membentuk konsumen yang lebih efektif dalam
pembelian.
d. Analisis konsumen berkontribusi dalam pemasaran altruistic (bidang
studi yang bertugas meneliti penyebab kelalaian perilaku konsumen dan
mengembangkan metode pemeliharaan guna mengurangi tindakan
konsumen yang menyimpang).
B. Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Kotler (2002) mendefinisikan keputusan pembelian sebagai tindakan dari
konsumen untuk mau membeli atau tidak terhadap suatu produk. Setiadi (2010),
berpendapat bahwa keputusan pembelian adalah kegiatan individu yang secara
13
langsung terlibat dalam pertukaran uang dengan barang atau jasa serta dalam
proses pengambilan keputusan yang menentukan kegiatan tersebut. Schifman &
Kanuk (2007), berpendapat bahwa keputusan pembelian adalah seleksi terhadap
beberapa alternatif pilihan yang dilakukan secara sadar dengan menganalisa
setiap kemungkinan dari alternatif tersebut dan berakhir dengan opini serta
tindakan.
Kotler (2009), berpendapat bahwa keputusan pembelian dimulai sebelum
tindakan pembelian. Pemasar perlu memuaskan perhatian calon konsumen pada
proses pra-pembelian secara maksimal agar terjadi keputusan pembelian. Adapun
tahapan-tahapan yang dilalui calon konsumen untuk sampai pada keputusan
pembelian yaitu dimulai dari tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan membeli hingga pada tahap evaluasi pasca
pembelian.
1. Faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian
Kotler (2003) menyatakan bahwa keputusan pembelian oleh konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
a. Faktor Budaya
Budaya, sub budaya dan kelas sosial memiliki peran pentng terhadap
pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling
dasar. Setiap budaya menampakkan sub budaya yang menampakkan
identifikasi dan sosialisasi khusus bagi anggotanya. Dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat terdapat kelas sosial (strata) yang akan
membentuk pola perilaku.
14
b. Faktor Sosial
1) Kelompok acuan
Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen diartikan sebagai
kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak
langsung terhadap perilaku konsumen.
2) Keluarga
Dalam organisasi pembelian konsumen, keluarga diklasifikasikan
menjadi dua bagian. Pertama dikenal dengan istilah keluarga orientas
yang terdiri dari orang tua dan saudara. Kedua dikenal dengan istilah
keluarga prokreasi yang terdiri dari pasangandan anak.
3) Peran dan status
Peran dan status di masyarakat mempengaruhi perilaku pembelian oleh
konsumen. Semakin tinggi peran seseorang di dalam organisasi
semakin tinggi pula statusnya dan secara langsung akan berdampak
pada perilaku pembelian.
c. Pribadi
Keputusan pembelian oleh konsumen dapat dipengaruhi karakteristik
pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan
ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri pembeli.
d. Psikologi
1) Motivasi
Seseorang yang mengamati sebuah merek akan bereaksi tidak hanya
pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut melainkan
15
juga melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat,
bahan, warna dan nama merek yang memacu arah pemikiran dan
emosi tertentu.
2) Persepsi
Umumnya seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan tindakan
sesuai persepsinya terhadap situasi. Masing-masing konsumen
memiliki persepsi yang berbeda terhadap sebuah produk atau merek
yang sama.
2. Proses keputusan pembelian
Sebelum melakukan pembelian, konsumen terlebih dahulu melalui
suatu proses atau tahapan. Tahapan keputusan pembelian oleh konsumen
ditunjukkan pada gambar 2.1. di bawah ini:
Gambar 2.1. Proses Keputusan Pembelian
Gambar 2.1. di atas menunjukkan bahwa konsumen melalui kelima tahapan
untuk setiap pembelian. Namun, jika terjadi rutinitas pembelian, konsumen
dapat melompati atau membalik beberapa tahapan tersebut.
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasialternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca
Pembelian
Sumber: Kotler & Armstrong (2008)
16
Uraian mengenai tahapan keputusan pembelian yang ditunjukkan pada
gambar 2.1 di atas dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai ketika konsumen menyadari timbulnya
suatu kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal ataupun eksternal.
Penting bagi pemasar untuk mengidentifikasi keadaan yang memicu
timbulnya kebutuhan pada konsumen, untuk mengembangkan strategi
yang dapat memotivasi dalam melakukan keputusan pembelian.
b. Tahap pencarian informasi
Sebelum melakukan pembelian, konsumen akan melakukan
pencarian informasi pada produk yang dibutuhkan. Sumber informasi
konsumen dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu pribadi
(keluarga, teman, tetangga, rekan), komersial (iklan, situs web,
wiraniaga, penyalur, kemasan), publik (media massa, organisasi
pemeringkat konsumen), eksperimental (penanganan, pemeriksaan,
penggunaan produk). Jumlah dan pengaruh dari sumber informasi ini
bervariasi tergantung kategori produk dan karakteristik pembeli.
Konsumen yang telah merasa puas terhadap informasi yang diperoleh
cenderung untuk melakukan keputusan pembelian.
c. Tahap evaluasi alternatif
Pada tahap ini konsumen dihadapkan pada beberapa alternatif
pilihan yang akan dievaluasi dan dipertimbangkan mana yang paling
banyak memberikan manfaat.
17
d. Tahap keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi
antarmerek dalam kumpulan pilihan. Sebagian konsumen juga
membentuk maksud untuk membeli produk dengan merek yang paling
disukai. Dalam melaksanakan pembelian, konsumen dapat membentuk
lima sub keputusan berdasarkan merek, penyalur, kuantitas, waktu dan
metode pembayaran.
e. Tahap perilaku pasca pembelian
Setelah melakukan pembelian, konsumen memasuki suatu fase
kepuasan positif atau negatif. Konsumen akan merasa puas atau justru
merasa tidak puas terhadap keputusan pembelian yang dilakukan.
Konsumen yang merasa puas terhadap suatu merek cenderung
melakukan pembelian ulang sedangkan konsumen yang tidak puas
terhadap suatu merek cenderung beralih pada merek lain.
3. Indikator Keputusan Pembelian
Kotler (2002), berpendapat bahwa keputusan pembelian memiliki
indikator sebagai berikut:
a. Yakin dalam membuat keputusan pembelian.
b. Mantap dalam membuat keputusan pembelian.
c. Cepat dalam melakukan keputusan pembelian.
18
C. Merek (Brand)
American Marketing Association (AMA), mendefinisikan merek (brand)
sebagai nama, istilah, simbol, desain atau kombinasinya untuk mengidentifikasi
produk dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan
dari para pesaing. Merek memiliki nilai dan kekuatan yang sangat beragam di
pasar. Merek bagi konsumen merupakan representasi persepsi dan perasaan atas
sebuah produk, sedangkan bagi pemasar penetapan merek menempatkan
keputusan yang menantang (Kotler & Armstrong, 2008).
1. Manfaat merek bagi pemasar
Tjiptono (2005), menyatakan bahwa merek memiliki berbagai manfaat
sebagai berikut:
a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan dan sebagai bentuk proteksi hukum terhadap fitur
yang unik.
b. Sinyal tingkat kualitas bagi para konsumen yang puas.
c. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesaing.
d. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas konsumen dan image unik yang terbentuk di dalam benak
konsumen.
e. Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa
mendatang.
19
D. Perluasan Merek (Brand Extension)
Perluasan merek (brand extension) merupakan penggunaan nama merek
yang telah mapan untuk memperkenalkan produk baru, baik berupa produk
sejenis (line extension) ataupun produk berbeda jenis (category extension)
(Tjiptono dan Candra, 2012). Brand extension merupakan penggunaan brand
yang telah berhasil meluncurkan produk baru atau modifikasi ke dalam kategori
baru (Kotler, 2009:282). Brand extension dapat pula didefinisikan sebagai
penggunaan brand yang sudah ada dalam produk kategori baru dengan tujuan
agar produk kategori tersebut mudah diterima konsumen (Rangkuti, 2009).
Perusahaan yang menggunakan nama merek yang telah mapan untuk
memperkenalkan produk baru berarti sedang melakukan brand extension.
Perusahaan yang melakukan brand extention tentu sudah memiliki brand image
yang kuat dan positif (Keller, 2013).
1. Faktor-faktor Pembentuk Brand Extension
Aaker (1996) menyatakan bahwa keberhasilan perluasan merek (brand
extension) dipengaruhi oleh:
a. Sikap pada merek asal.
b. Kesesuaian antara merek asal dengan produk perluasan.
c. Penerimaan terhadap perluasan merek yang dilakukan oleh perusahaan.
20
2. Kategori Brand Extension
Kategori brand extension (perluasan merek) adalah sebagai berikut (Keller,
2013):
a. Line extension
Suatu kondisi ketika perusahaan melakukan brand extension pada
kategori produk atau bidang usaha yang sama dengan merek asal (parent
brand). Perusahaan akan menentukan segmen pasar untuk merek
barunya dan memberikan karakteristik/spesifikasi produk antara parent
brand dengan merek baru. Kotler & Armstrong (2008) mendefinisikan
line extension atau perluasan lini sebagai upaya memperluas nama merek
yang sudah ada menjadi bentuk, warna, ukuran, bahan atau rasa dari
kategori produk yang sudah ada.
b. Category extension
Suatu kondisi ketika perusahaan melakukan perluasan merek pada
kategori produk yang berbeda atau bidang usaha yang berbeda dengan
parent brand. Perusahaan melakukan brand extension untuk memasuki
segmen baru dibidang usaha yang berbeda dengan merek induk (parent
brand).
21
3. Dampak Brand Extension
Kotler & Keller (2009: 282) mengemukakan dampak positif dan
dampak negatif perluasan merek (brand extension) bagi perusahaan sebagai
berikut:
a. Dampak positif Brand Extension
Penerapan brand extension secara benar dapat meningkatkan
peluang keberhasilan produk baru dan memberikan umpan balik positif
pada merek induk (parent brand) dan perusahaan. Pada umumnya merek
baru lebih cepat dikenal dan lebih dihargai disebabkan parent brand
sudah dikenal dan memiliki brand image positif sehingga kehadirannya
lebih berpeluang diterima pasar.
b. Dampak negatif Brand Extension
Penerapan brand extension dapat menyebabkan nama merek
menjadi bias yang nantinya berakibat pada terjadinya dilusi merek. Jika
perusahaan meluncurkan perluasan yang dianggap tidak tepat, konsumen
akan bingung dan mempertanyakan integritas merek. Kemungkinan
terburuk, suatu perusahaan tidak hanya gagal tetapi juga melukai citra
merek parent brand dalam prosesnya.
22
4. Indikator-indikator Brand Extension
Hem et al. (2003), berpendapat bahwa brand extension memiliki
indikator-indikator sebagai berikut:
a. Kesamaan (Similarity)
Tingkatan dimana konsumen menganggap bahwa produk hasil
perluasan merek memiliki persamaan dengan merek asalnya (parent
brand). Beberapa penelitian membuktikan bahwa semakin besar
persamaan antara produk yang mengalami perluasan merek dengan
merek asalnya, semakin besar pula pengaruh yang diterima oleh
konsumen baik positif ataupun negatif dari produk hasil perluasan.
Penelitian lain membuktikan bahwa konsumen akan membangun sikap
positif terhadap produk hasil perluasan jika konsumen menganggap
produk tersebut memiliki kesamaan dengan merek asalnya.
b. Reputasi (Reputation)
Merek yang memiliki reputasi yang kuat akan memberikan
pengaruh yang besar pada produk hasil perluasannya (Aaker & Keller,
1992; Smith & Park 1992). Merek yang dipersepsi memiliki kualitas
yang tinggi memiliki peluang lebih besar untuk melakukan perluasan
merek daripada merek yang memiliki kualitas rendah. Reputasi disini
adalah sejumlah hasil yang diperoleh dari kualitas suatu produk.
c. Ketidakpastian hasil yang diperoleh (Perceived Risk)
Konstruk multi dimensional yang mengimplikasikan pengetahuan
konsumen secara tidak pasti tentang suatu produk sebelum dilakukan
23
pembelian didasarkan pada tipe dan tingkatan kerugian dari produk
tersebut setelah dilakukan pembelian. Perceived Risk biasanya
dikonseptualisasi dengan kontruk dua dimensi yaitu ketidakpastian
tentang hasil yang diperoleh.
d. Inovasi (Inovativeness)
Aspek kepribadian yang berhubungan dengan penerimaan
konsumen untuk mencoba produk atau merek baru. Konsumen yang
memiliki sifat inovativeness cenderung melakukan banyak evaluasi pada
perluasan merek.
E. Citra Merek (Brand Image)
Setiadi (2003), mendefinisikan brand image sebagai representasi dari
keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan
pengalaman masa lalu terhadap merek tersebut. Konsumen yang memiliki
persepsi positif terhadap suatu merek, lebih berpeluang untuk melakukan
pembelian. Sementara Tjiptono (2005), mendefinisikan brand image sebagai
deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu.
1. Faktor-faktor pembentuk Brand Image
Schiffman & Kanuk (2007:135) menyebutkan faktor-faktor pembentuk
citra merek (brand image) sebagai berikut:
a. Kualitas atau Mutu, berkaitan dengan kualitas produk yang
ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
24
b. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau
kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang produk yang
dikonsumsi.
c. Kegunaan atau manfaat, berkaitan dengan fungsi produk yang dapat
dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Pelayanan, berkaitan dengan pelayanan yang diberikan produsen pada
konsumen.
e. Resiko, berkaitan dengan besarnya untung atau rugi yang mungkin
dialami oleh konsumen.
f. Harga, berkaitan dengan nominal yang harus dikeluarkan oleh
konsumen untuk mempengaruhi suatu produk atau mempengaruhi
citra jangka panjang.
g. Citra yang dimiliki oleh merek tersebut berupa pandangan, kesepakata
dan informasi mengenai suatu merek dari produk tertentu.
2. Indikator Brand Image
Ismani (2008), menyatakan bahwa tanpa brand image yang kuat
dan positif, sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik konsumen baru
dan mempertahankan yang sudah ada.
Berdasarkan pendapat Kotler & Armstrong (2008), dalam mengukur
brand image dapat menggunakan tiga indikator pengukuran meliputi:
a. Keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association)
Keunggulan asosiasi merek dapat meyakinkan konsumen
bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh suatu merek dapat
25
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga
menciptakan sikap yang positif terhadap merek tersebut.
b. Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association)
Kekuatan asosiasi merek bergantung pada bagaimana
informasi masuk dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi
tersebut dikelola oleh data sensoris di otak sebagai bagian dari brand
image. Ketika konsumen secara aktif memikirkan dan menguraikan
arti informasi pada suatu produk, akan tercipta asosiasi yang semakin
kuat pada ingatan konsumen.
c. Keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association)
Merek harus unik dan menarik sehingga produk memiliki
karakteristik yang sulit ditiru para pesaing. Keunikan produk akan
memberikan kesan pada ingatan konsumen, yang akan menimbulkan
keinginan untuk mengetahui lebih jauh dimensi merek yang
terkandung di dalamnya.
Hoeffler dan Keller dikutip Punjabi (2010) menyatakan bahwa indikator
brand Image meliputi:
a. Kesan Moderen
Produk memiliki kesan moderen atau memiliki teknologi yang
mengikuti perkembangan jaman.
b. Profesional
Produk memiliki kesan profesional atau memiliki keahlian
dibidangnya.
26
c. Perhatian pada konsumen
Produk peduli terhadap kebutuhan atau keinginan konsumen.
d. Melayani semua segmen
Produk mampu melayani semua segmen yang ada, tidak hanya
melayani segmen secara khusus.
F. Kerangka Pikir dan Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, maka kerangka
pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini seperti disajikan dalam
gambar 2.2. berikut:
Keterangan:
variabel brand extension (X) berpengaruh terhadap keputusan
pembelian (Y).
variabel brand image (Z) memediasi pengaruh brand
extension (X) terhadap terhadap keputusan pembelian (Y).
Hubungan antara variabel independen, variabel dependen dan variabel
intervening secara detail diuraikan sebagai berikut:
1. Pengaruh Brand Extension terhadap Keputusan Pembelian
Brand extension memiliki pengaruh positif terhadap keputusan
pembelian. Putri et al. (2013) membuktikan bahwa brand extension memiliki
pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian shampoo Dove di
Gambar 2.2. Kerangka Pikir
Brand
Extension (X)
Brand
Image (Z)
Keputusan
Pembelian (Y)
H1
H2
H3
27
Semarang sebesar 17,5%. Tunjungsari dan Iriani (2015) juga mengemukakan
bahwa brand extension berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian. Penelitian Efendi et al. (2013) menunjukkan bahwa brand
extension sabun mandi Lifebuoy ke shampoo Lifebuoy berpengaruh positif
dan signifikan. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka peneliti mengajukan
hipotesis pertama sebagai berikut:
H1: Brand extension berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
2. Pengaruh Brand Image terhadap Keputusan Pembelian
Brand image berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian. Sitompul et al. (2015) membuktikan bahwa brand image
berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian kosmetik Maybelline.
Penelitian Nuriyani (2014) membuktikan bahwa brand image berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian shampoo Sunsilk di
Semarang. Penelitian Mahmudah & Tiarawati (2013) membuktikan bahwa
brand image berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian
kosmetik Pond’s Flawless White. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka
peneliti mengajukan hipotesis kedua sebagai berikut:
H2: Brand image berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
3. Brand Image Memediasi Pengaruh Brand Extension terhadap Keputusan
Pembelian
Pambangun dan Adjarwati (2016) membuktikan bahwa variabel
brand image memediasi secara penuh (fully mediation) brand extension
terhadap keputusan pembelian. Pendapat didasarkan pada kondisi variabel
28
brand extension yang tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian, namun pengaruhnya menjadi signifikan setelah dimediasi oleh
brand image.
Brand extension juga memiliki pengaruh positif terhadap brand
image. Gunawan (2013) membuktikan bahwa brand extension memiliki
pengaruh positif terhadap brand image pasta gigi Pepsodent di Yogyakarta.
Penelitian Rahmawati & Arianti (2012) membuktikan bahwa brand extension
berpengaruh positif terhadap brand image sabun mandi padat Citra.
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka peneliti mengajukan hipotesis ketiga
sebagai berikut:
H3: Brand Image Memediasi Pengaruh Brand Extension terhadap Keputusan
Pembelian.