23
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam (Gambar 2.1). Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan (Sherwood L, 2014). (Sherwood L, 2014) Gambar 2.1 Anatomi Telinga 2.1.1 Telinga luar Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius eksternus/external auditory canal (saluran telinga) dan membran timpani (tympanic membrane).

BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58699/2/BAB II.pdfsuara, rangkaian osikulus tersebut akan ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga manusia terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam

(Gambar 2.1). Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara

dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara

dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang

mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf

sehingga kita dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi

sensasi keseimbangan (Sherwood L, 2014).

(Sherwood L, 2014)

Gambar 2.1

Anatomi Telinga

2.1.1 Telinga luar

Telinga luar terdiri atas daun telinga, meatus auditorius eksternus/external

auditory canal (saluran telinga) dan membran timpani (tympanic membrane).

6

Daun telinga (pinna) adalah lipatan tulang rawan elastis berbentuk seperti

ujung terompet dan dilapisi oleh kulit. Bagian tepi pinggiran daun telinga

adalah heliks; bagian inferior adalah lobulus. Ligamen dan otot menempelkan

daun telinga ke kepala. Meatus auditorius eksternus (Gambar 2.2) merupakan

tabung melengkung dengan panjang sekitar 2,5cm (1inch) terletak di tulang

temporal dan mengarah ke membran timpani (Tortora J & Nielsen T, 2012).

Membran timpani terletak di ujung medial meatus auditorius eksternus

dan membentuk sebagian besar dinding lateral rongga timpani. Membran ini

berbentuk oval dan membentuk sudut sekitar 55° dengan lantai meatus

auditorius eksternus. Meatus auditorius eksternus memanjang dari aurikula

ke membran timpani dan panjangnya sekitar 2,4cm. Tulang penyusun dinding

meatus auditorius eksternus merupakan tulang rawan di 1/3 bagian lateral dan

tulang keras di 2/3 bagian medial (Valentine P & Wright T, 2018).

2.1.2 Telinga tengah

Telinga tengah adalah rongga kecil berisi udara di bagian petrosa dari

tulang temporal yang dilapisi oleh epitel. Telinga tengah dipisahkan dari

telinga luar oleh membran timpani dan dari telinga dalam oleh partisi

bertulang tipis yang berisi dua lubang kecil yang ditutupi membran yaitu

jendela oval dan jendela bundar (Gambar 2.2). Struktur selanjutnya adalah

tiga tulang pendegaran yang terletak di dalam telinga tengah disebut osikulus,

yang dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang pendengaran tersebut dinamai

sesuai bentuknya, yaitu malleus, incus, dan stapes yang biasa disebut martil,

landasan, dan sanggurdi (Tortora J & Nielsen T, 2012).

7

(Tortora J & Nielsen T, 2012)

Gambar 2.2

Anatomi Telinga 2

Membran timpani akan bergetar sebagai respons terhadap gelombang

suara, rangkaian osikulus tersebut akan ikut bergerak dengan frekuensi yang

sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela

oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap

getaran akan menimbulkan gerakan mirip-gelombang di cairan telinga dalam

dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara asal (Sherwood L,

2014).

Osikulus (tulang – tulang pendengaran) juga disokong oleh ligamen dan

otot yang menempel pada struktur tersebut. Otot tensor timpani, yang disuplai

oleh cabang mandibular dari saraf trigeminalis (V), membatasi gerakan dan

meningkatkan ketegangan pada gendang telinga untuk mencegah kerusakan

pada telinga dalam dari suara keras. Otot stapedius, yang disuplai oleh saraf

8

fasialis (VII), adalah otot rangka terkecil di tubuh manusia. Otot tensor

timpani dan stapedius memerlukan waktu sepersekian detik untuk

berkontraksi, mereka dapat melindungi telinga bagian dalam dari suara keras

yang berkepanjangan, tetapi tidak dengan suara keras yang singkat seperti

suara tembakan (Tortora J & Nielsen T, 2012).

Dinding anterior telinga tengah berisi lubang yang mengarah langsung ke

tuba auditorik (pharyngotympanic), umumnya dikenal sebagai tuba

eustachius. Tuba eustachius adalah saluran dinamis yang menghubungkan

telinga tengah dengan nasofaring. Ukuran saluran ini pada orang dewasa

sekitar 36 mm yang biasanya dicapai pada usia 7 tahun. (Valentine P &

Wright T, 2018). Tuba eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi

dapat membuka oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan.

Pembukaan ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai

tekanan atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara

(Sherwood L, 2014).

2.1.3 Telinga dalam

Telinga bagian dalam terdiri dari dua divisi utama: labirin bertulang di

bagian luar yang membungkus labirin membranosa di bagian dalam. Labirin

bertulang dilapisi dengan periosteum dan mengandung perilimfe. Cairan

perilimfe yang secara kimia mirip dengan cairan serebrospinal mengelilingi

labirin membranosa. Labirin membranosa mengandung cairan endolimfe di

dalamnya. Tingkat ion kalium dalam endolimfe sangat tinggi untuk cairan

ekstraseluler, dan ion kalium berperan dalam pembentukan sinyal

9

pendengaran. Neuron sensorik membawa informasi sensorik dari reseptor,

dan neuron motorik membawa sinyal umpan balik ke reseptor. Badan sel

neuron sensorik terletak di ganglia vestibular (Tortora J & Nielsen T, 2012).

(Tortora J & Nielsen T, 2012)

Gambar 2.3

Anatomi Telinga 3

Koklea merupakan sebuah kanal spiral bertulang (Gambar 2.3) yang

menyerupai cangkang siput. Koklea dibagi menjadi tiga saluran: ductus

cochlearis, scala vestibuli, dan scala tympani. Ductus cochlearis (scala

media) merupakan kelanjutan dari labirin membranosa ke koklea yang berisi

endolimfe. Saluran yang berada di atas ductus cochlearis adalah scala

vestibuli yang berakhir di jendela oval, sedangkan yang berada di bawahnya

adalah scala tympani, yang berakhir di jendela bundar. Scala vestibuli dan

scala tympani adalah bagian dari labirin bertulang koklea, oleh karena itu

10

kamar-kamar ini dipenuhi dengan cairan perilimfe (Tortora J & Nielsen T,

2012).

Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh

panjangnya, mengandung sel rambut auditorik sebanyak 15.000 di dalam

koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran

basilaris, satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Setiap sel

rambut memiliki 100 stereocillia di bagian ujung apikal. Sel rambut bagian

dalam bersinergi dengan 90-95% dari neuron sensorik di saraf koklearis yang

menyampaikan informasi pendengaran ke otak, sedangkan sel rambut luar

secara aktif dan cepat berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan

potensial membran, suatu perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel

rambut luar memendek pada depolarisasi dan memanjang pada

hiperpolarisasi. Perubahan panjang ini memperkuat atau menegaskan gerakan

membran basilaris (Sherwood L, 2014).

2.2 Fisiologi Pendengaran

Gelombang suara berganti-ganti daerah bertekanan tinggi dan rendah

bergerak dalam arah yang sama melalui beberapa media (seperti udara).

Gelombang suara berasal dari objek yang bergetar. Frekuensi getaran suara

adalah nada. Frekuensi getaran yang semakin tinggi akan menimbulkan bunyi

yang semakin tinggi juga. Intensitas suara yang semakin besar akan

menghasilkan suara yang semakin keras juga. Intensitas suara diukur dalam

satuan yang disebut desibel (dB). Peningkatan satu desibel mewakili

peningkatan sepuluh kali lipat dalam intensitas suara. Sebuah bunyi

11

memerlukan beberapa proses untuk dapat diubah dan dimengerti oleh manusia

yang mendengarnya. Peristiwa berikut ini terlibat dalam pendengaran:

a. Auricula mengarahkan gelombang suara ke meatus auditorius

eksternus.

b. Saat gelombang suara menghantam membran timpani, tekanan udara

tinggi dan rendah secara bergantian menyebabkan membran timpani

bergetar bolak-balik. Gendang telinga bergetar perlahan sebagai

respons terhadap suara frekuensi rendah (nada rendah) dan dengan

cepat sebagai respons terhadap suara frekuensi tinggi (nada tinggi).

c. Area tengah gendang telinga terhubung ke malleus, yang juga mulai

bergetar. Getaran ditransmisikan dari malleus ke incus dan kemudian

ke stapes.

d. Saat stapes bergerak maju dan mundur, itu mendorong membran

jendela oval masuk dan keluar. Jendela oval bergetar sekitar 20 kali

lebih keras daripada gendang telinga karena osikulus mentransmisikan

getaran kecil yang tersebar di area permukaan yang besar (gendang

telinga) menjadi getaran yang lebih besar dari permukaan yang lebih

kecil (jendela oval).

e. Pergerakan jendela oval mengatur gelombang tekanan fluida di cairan

perilimfe koklea. Ketika jendela oval menonjol ke dalam, itu

mendorong perilimfe dari scala vestibuli.

12

f. Gelombang tekanan ditransmisikan dari scala vestibuli ke scala

tympani dan akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya membesar

ke luar ke arah telinga tengah.

g. Gelombang tekanan juga mendorong membran vestibularis bolak-

balik, menciptakan gelombang tekanan di endolimfe di dalam saluran

koklea (Gambar 2.4).

(Tortora J & Nielsen T, 2012)

Gambar 2.4

Fisiologi Pendengaran

h. Gelombang tekanan dalam endolimfe menyebabkan membran basilaris

bergetar, yang menggerakkan sel-sel rambut organ spiral melawan

membran tektorial. Hal ini menyebabkan pembengkokan stereocilia sel

rambut yang menghasilkan potensial aksi reseptor hingga pada

akhirnya mengarah pada pembentukan impuls saraf. (Tortora J &

Nielsen T, 2012).

13

Stereosilia setiap sel rambut tersusun dalam barisan dengan tinggi yang

berjenjang berkisar dari rendah ke tinggi yang dihubungkan oleh tip links.

Stereosilia akan menekuk ke arah membran tertingginya ketika membran

basilaris bergerak ke atas dan meregangkan tip links, sehingga membuka kanal

kation yang dilekatinya. Kanal kation yang terbuka akan menyebabkan lebih

banyak K+ yang masuk ke sel rambut. Proses masuknya K+ tambahan ini

mendepolarisasi sel rambut. Depolarisasi membuka kanal Ca2+ di dasar sel

rambut yang memicu eksositosis vesikula sinaptik yang mengandung

neurotransmitter, yang mungkin glutamate (Sherwood L, 2014).

Pelepasan glutamate menghasilkan impuls saraf di neuron sensorik yang

menginervasi sel rambut dalam. Badan sel neuron sensorik terletak di ganglia

spiral. Impuls saraf mengalir bersama rangsangan akson neuron ini, yang

membentuk cabang koklearis dari saraf vestibulocochlear (VIII). Serabut saraf

dari ganglion spiral Corti masuk ke nuklei dorsal dan ventral yang terletak di

bagian atas medulla. Semua serat bersinaps di bagian medulla ini, dan impuls

akan melewati terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak untuk

berakhir di nucleus olivari superior dan beberapa impuls juga berpindah ke

nucleus olivari superior di sisi yang sama (Hall E, 2016).

Perbedaan waktu pada impuls saraf yang datang dari dua telinga di nucleus

olivari superior memungkinkan kita untuk menemukan sumber suara. Akson

dari nuclues olivari superior juga naik di traktus meniskus lateral dan berakhir

di colliculus inferior. Impuls saraf kemudian akan disampaikan ke nucleus

geniculate medial di thalamus dan akhirnya ke area pendengaran primer

14

korteks serebral di lobus temporal otak besar (area 41 dan 42) (Tortora J &

Nielsen T, 2012).

2.3 Kebisingan

2.3.1 Pengertian kebisingan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-

48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan pada Pasal 1

menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari

usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

2.3.2 Nilai ambang batas kebisingan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia di Tempat Kerja menyatakan bahwa, nilai ambang batas (NAB)

kebisingan merupakan kadar/intensitas kebisingan rata – rata terhadap waktu

yang dapat diterima pekerja tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan dalam

pekerjaan sehari – harinya yaitu selama 8 jam sehari.

NAB kebisingan telah ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011

yaitu sebesar 85 decibel A (dBA). Kebisingan yang melewati nilai ambang

batas tersebut selanjutnya tercantum pada tabel NAB yang tercantum pada

peraturan tersebut, yaitu sebagai berikut:

2.3.3 Pengukuran, perhitungan dan evaluasi kebisingan

2.3.3.1 Metoda pengukuran

15

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP

48/MENLH/11/1996 menyebutkan bahwa terdapat dua cara untuk

mengukur tingkat kebisingan suatu tempat yaitu:

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat (Permennakertrans No. PER.13/MEN/X/2011)

a. Cara sederhana

Pengukuran dilakukan dengan sebuah sound level meter biasa diukur

tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap

pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.

b. Cara langsung

Pengukuran dilakukan dengan sebuah integrating sound level meter

yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5

, yaitu Leq

dengan waktu

Waktu pemaparan per hari Intensitas Kebisingan (dBA)

8 Jam 85

4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

28,12 Detik 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

16

ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh)

menit.

Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM

) dengan

cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS)

pada selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktifitas malam hari selama 8 jam

(LM

) pada selang 22.00 – 06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili

selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu

pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu

pengukuran, sebagai contoh:

a. L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00

b. L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00

c. L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00

d. L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00

e. L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00

f. L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00

g. L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00

Keterangan

Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat

Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tingkat kebisingan dari

kebisingan yang berubah – ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu,

yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan ajeg (steady)

pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A).

LTM5 : Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik

17

LS : Leq selama siang hari

LM : Leq selama malam hari

LSM : Leq selama siang dan malam hari

2.3.3.2 Metoda perhitungan

LS

dihitung sebagai berikut:

LS

= 10 log 1/16 {T1.100.1.L1

+ … + T4.100.1.L4

} dB (A)

LM

dihitung sebagai berikut:

LM

= 10 log 1/8 {T5.100.1.L5

+ … + T7.100.1.L7

} dB (A)

Untuk mengetahui apakah kebisingan sudah melampaui tingkat

kebisingan maka perlu dicari nilai LSM

dari pengukuran lapangan. LSM

dihitung dengan rumus :

LSM

= 10 log 1/24 {16.100.1.L

S + … + 8.10

0.1(L

M

+5)

} dB (A)

2.3.3.3 Metoda evaluasi

Nilai LSM

yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat

kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 dB (A)

2.4 Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga tipe dasar: konduktif,

sensorineural, dan campuran.

2.4.1 Tuli konduktif

Tuli konduktif terjadi saat bunyi gagal dikirim melalui saluran telinga luar

ke gendang telinga dan tulang-tulang kecil (ossicles) dari telinga tengah. Tuli

konduktif membuat bunyi menjadi lebih lembut dan kurang mudah didengar.

18

Jenis gangguan pendengaran ini seringkali dapat diperbaiki secara medis atau

pembedahan. Penyebab gangguan pendengaran konduktif antara lain:

a. Cairan di telinga tengah karena pilek atau alergi

b. Infeksi telinga (otitis media)

c. Fungsi tuba eustachius buruk

d. Lubang di gendang telinga

e. Terlalu banyak kotoran telinga (serumen)

f. Telinga perenang (otitis eksternal)

g. Benda asing di saluran telinga

h. Malformasi telinga luar, saluran telinga, atau telinga tengah (ASHA,

2015).

2.4.2 Tuli sensorineural

Tuli sensorineural terjadi ketika ada kerusakan pada telinga bagian dalam

(koklea) atau ke jalur saraf dari telinga bagian dalam ke otak. Sebagian besar

tuli jenis ini tidak mampu dikoreksi dengan intervensi tindakan bedah. Tuli

ini merupakan jenis gangguan pendengaran permanen yang paling umum.

Tuli sensorineural mengurangi kemampuan untuk mendengar suara yang

samar, bahkan ketika ucapan cukup keras untuk didengar, mungkin masih

belum jelas atau suaranya meredam. Penyebab tuli sensorineural antara lain:

a. Obat-obatan yang beracun bagi pendengaran

b. Gangguan pendengaran yang terjadi dalam keluarga (genetik atau

turun temurun)

c. Penuaan

19

d. Trauma kepala

e. Malformasi telinga bagian dalam

i. Paparan terhadap suara keras (ASHA, 2015).

2.4.3 Tuli campuran

Gangguan pendengaran yang mencakup gangguan pendengaran konduktif

dan sensorineural (CDC, 2019).

2.5 Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan

2.5.1 Definisi

Istilah gangguan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan (Noise-

Induced Hearing Loss) mengacu pada pengurangan ketajaman pendengaran

yang terkait dengan paparan kebisingan. Situasi ini mungkin bersifat

sementara dan digambarkan sebagai pergeseran ambang batas sementara

(TTS) meskipun definisi ketat mengenai durasi tidak tersedia dan mungkin

dari jam ke hari. Gangguan pendengaran mungkin permanen dan ini

digambarkan sebagai pergeseran ambang batas permanen (PTS). PTS dapat

terjadi setelah TTS berulang, atau mengikuti satu episode paparan kebisingan

(Baguley M & McCombe A, 2018).

2.5.2 Patofisiologi

Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan radikal bebas dapat

menjadi agen penyebab, atau setidaknya kontributor utama, hingga

kehilangan pendengaran dan keseimbangan. ROS, termasuk radikal

superoksida dan hidroksil, dapat mengoksidasi target seluler seperti lipid,

protein dan DNA. Tindakan fisiologis dari radikal ini dan potensi

20

kerusakannya diimbangi oleh sistem antioksidan endogen yang membatasi

tingkat seluler ROS (Kennedy V & Rangan S, 2018).

(Sherwood L, 2014)

Gambar 2.5

Pemindaian Mikrograf

Jenis kerusakan pada strutur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung

pada intensitas, lama paparan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan

intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan

waktu paparan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan sel

rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah

dan serat aferen (Soepardi et al., 2017). Kematian sel rambut luar (outer hair

cell) digambarkan melalui pemindaian mikrograf elektron (Gambar 2.5) dari

telinga dalam babi percobaan setelah pajanan 24 jam terhadap kebisingan

120 desibel (Sherwood L, 2014).

Paparan kebisingan akan menyebabkan perubahan tingkat selular, yaitu

peningkatan respirasi aerobik dari mitokondria dan penggunaan oksigen

dalam jumlah lebih sehingga menghasilkan produk berupa superoksida dan

21

ROS lainnya (Ralli M, Greco A & Falasca V, 2017). Peningkatan respirasi

aerobik ini distimulasi oleh jumlah berlebihan ion kalsium yang masuk ke

dalam sitosol akibat impuls suara yang terus menerus menggerakkan sel

rambut dengan stereosilianya (Fujimoto C & Yamasoba T, 2019). Paparan ini

juga menyebabkan penurunan aliran darah koklea yang menyebabkan

keadaan hipoksia sel yang berujung pada kondisi iskemia sehingga terjadi

produksi ROS pada sel yang mengalami kondisi tersebut (Shin et al., 2019).

Akibat lain yang ditimbulkan adalah stimulasi reseptor post-sinaps yang

berlebihan oleh glutamate yang menyebabkan pembengkakan pada cell

bodies dan dendrit sel saraf (Le et al., 2017) bahkan terjadi peningkatan

produksi oksida nitrit yang merupakan salah satu jenis ROS (Zhang et al.,

2015).

(Ralli M, Greco A & Falasca V, 2017)

Gambar 2.6

Mekanisme Kematian Sel Rambut

Situasi buruk akan terjadi yaitu saat radikal bebas yang diproduksi

berlebihan, kemudian antioksidan endogen tidak cukup untuk melakukan

detoksifikasi hingga akhirnya sampai pada kondisi kadar ROS yang sangat

tinggi dalam tubuh atau “stres oksidatif” yang dapat menyebabkan jejas pada

22

sel melalui mekanisme peroksidasi lemak membran dan merusak rantai DNA.

Mekanisme ini akan mengaktifkan jalur apoptosis dan nekrosis sel, terutama

pada kasus ini adalah sel rambut pada koklea (Kumar V, Abbas K & Aster C,

2013). Mekanisme ini dijelaskan pada Gambar 2.6.

2.5.3 Faktor predisposisi

Faktor genetik dapat menyebabkan kerentanan terhadap gangguan

pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan, dan bukti eksperimental yang

diperoleh dari penelitian dengan tikus telah melibatkan gen Ahl. Interaksi

klinis antara gangguan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan dan

gangguan pendengaran terkait usia telah dilaporkan dan didukung oleh data

lebih lanjut. Faktor-faktor lain yang ditunjukkan memiliki hubungan dengan

kerentanan terhadap gangguan pendengaran yang disebabkan kebisingan

pada manusia termasuk obat-obatan yang bersifat ototoksik, merokok dan

kondisi penyakit tertentu seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular

(Baguley M & McCombe A, 2018).

2.5.4 Gejala klinis

Gejala yang akan dialami pasien yaitu kurang pendengaran disertai

tinnitus (berdenging di telinga). Penderita sangat terganggu oleh kebisingan

latar belakang (background noise), sehingga bila penderita sedang

berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan

mengerti pembicaraan atau disebut juga cocktail party deafness. Paparan

bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi,

peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift) dan

23

peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift) (Soepardi

et al., 2017).

2.5.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,

pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk

pendengaran seperti audiometri. Pemeriksaan audiologi yang dapat dilakukan

yaitu tes penala dengan didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke

telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek.

Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada

frekuensi antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat

takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan

audiologi khusus seperti SISI, ABLB, MLB, audiometri Bekesy, audiometri

tutur, hasilnya menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang

patognomonik untuk tuli sensorineural koklea (Soepardi et al., 2017).

Pemeriksaan timpanometri juga dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi

fungsi telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif bukan karena

paparan kebisingan dan bahkan dapat memberikan beberapa perlindungan

terhadap koklea dengan cara peredaman suara akibat gangguan dari proses

konduksi gelombang suara yang diderita (Baguley M & McCombe A, 2018).

2.5.6 Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara mengatur tingkat kebisingan

lingkungan kerja yaitu harus diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Pencegahan

lain yang dapat dilakukan yaitu mewajibkan karyawan yang terpapar

24

kebisingan menggunakan alat pelindung seperti sumbat telinga (earplugs),

tutup telinga (earmuffs) dan pelindung kepala (helmet) dan juga menerapkan

Program Konservasi Pendengaran (PKP), yaitu melakukan identifikasi

sumber bising melalui survey kebisingan di tempat kerja, melakukan analisis

kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan sound level meter,

melakukan kontrol kebisingan dengan berbagai cara peredaman bising,

melakukan tes audiometri berkala pada pekerja, menerapkan sistem KIE

(komunikasi, informasi, dan edukasi), serta menerapkan penggunaan alat

pelindung diri secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data

(Soepardi et al., 2017).

2.5.7 Penatalaksanaan

Penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan yang tingkat

kebisingannya tinggi, dan bila tidak mungkin dapat diberikan proteksi APD

berlapis seperti kombinasi earplugs dan earmuffs. Alat bantu dengar dapat

dijadikan sebagai pilihan dalam menghadapi kesulitan berkomunikasi dengan

intensitas suara yang biasa (60 dB). Latihan pendengaran (auditory training)

dilakukan agar dapat menggunakan sisa kemampuan pendengaran dengan

alat bantu dengar secara efisien dibantu dengan membaca ucapa bibir (lip

reading) (Soepardi et al., 2017).

Tinnitus harus dikelola sebagai bagian dari paket perawatan keseluruhan.

Metode neurofisiologis modern seperti tinnitus retraining therapy

memanfaatkan kombinasi kognitif, konseling dan terapi suara (termasuk alat

bantu dengar) dan dilaporkan tingkat keberhasilan yaitu sebesar 60-70 persen.

25

Hiperakusis juga merespons dengan baik terhadap metode pengobatan serupa

(Baguley M & McCombe A, 2018).

2.6 Profil PT. MB

PT. MB sebuah perusahaan kosmetika serta herbal yang berada di DKI

Jakarta dan Kab. Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki peraturan

mengenai jam kerja yaitu 7,5 jam/hari. Pekerja di bagian produksi perusahaan

ini dibekali dengan alat pelindung telinga dari kebisingan yaitu berupa

earplugs (Gambar 2.7) dengan kemampuan maksimal meredam suara dengan

intensitas 85 dB.

(PT. MB).

Gambar 2.7

Earplugs

Perusaahaan ini bekerja sama dengan sebuah rumah sakit untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan pekerjanya di setiap tahunnya. Pemeriksaan yang

dilakukan termasuk di dalamnya terdapat pemeriksaan kesehatan telinga yaitu

pemeriksaan audiometri yang dapat dipakai sebagai rujukan data untuk sebuah

penelitian.

2.6.1 Proses pembuatan produk

26

PT. MB memiliki alur dalam melakukan proses produksi barang yang akan

dipasarkan. Salah satu contohnya yaitu proses pembuatan produk pada bidang

herbalnya. Berikut langkah – langkah dalam proses pembuatan produk:

(PT. MB).

Gambar 2.8

Tahapan Produksi

a. Bahan baku dan bahan kemas yang masuk ke perusahaan dari

supplier akan diperiksa oleh bagian QC (Quality Control)

perusahaan

b. Setelah dinyatakan lolos pemeriksaan oleh bagian QC, bahan baku

akan ditimbang

c. Bahan baku yang telah ditimbang kemudian akan diproses

menggunakan mesin yang sesuai dengan tahapan proses yang sudah

dibakukan. Hasil pemrosesan bahan baku ini nanti akan disebut bulk

d. Setelah pemrosesan bahan baku selesai dan menghasilkan bulk, akan

dilakukan pemeriksaan kembali oleh bagian QC perusahaan tentang

bulk yang sudah dihasilkan sesuai standar yang telah ditentukan

27

e. Kemudian setelah dinyatakan lolos dalam pemeriksaan ini, akan

dilakukan pengemasan (filling & packing) dengan mesin

f. Setelah pengemasan selesai akan dilakukan rekonsiliasi jam kerja,

jam mesin, output dan rendemen

g. Terakhir, akan dilakukan pemeriksaan oleh bagian QA (Quality

Assurance) terhadap hasil akhir produk (finished good)

h. Finished good (FG) kemudian akan dikirim ke gudang distributor