27
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab tinjauan pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah, penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian tinjauan pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini meliputi Konsep Jasa, Konsep Kualitas, Kualitas Jasa (SERVQUAL), Kepuasan Konsumen, Konsep Lean, Konsep Six sigma, Konsep Lean Six sigma, dan Critical Review. 2.1 Konsep Jasa Jasa (service) adalah tindakan atau kerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut (Lovelock and Wright, 1999: 5). Menurut Kotler (2000) dalam Tjiptono (2005), jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner (1996,5) dalam Yazid, 2001), jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan yang secara prinsip bersifat intangible. Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (Tjiptono, 2006 : 6). Jadi, jasa adalah setiap tindakan atau aktivitas dan bukan benda, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik), konsumen terlibat secara aktif dalam proses produksi dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu (Jasfar, 2005 : 17)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab tinjauan pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal

ilmiah, penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian

tinjauan pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang

akan digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini

meliputi Konsep Jasa, Konsep Kualitas, Kualitas Jasa (SERVQUAL), Kepuasan

Konsumen, Konsep Lean, Konsep Six sigma, Konsep Lean Six sigma, dan Critical

Review.

2.1 Konsep Jasa

Jasa (service) adalah tindakan atau kerja yang menciptakan manfaat bagi

pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan mewujudkan

perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut

(Lovelock and Wright, 1999: 5). Menurut Kotler (2000) dalam Tjiptono (2005), jasa

adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada

pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak

menghasilkan kepemilikan sesuatu. Sedangkan menurut Zeithaml dan Bitner (1996,5)

dalam Yazid, 2001), jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang keluarannya

bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya

dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk

kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan yang secara prinsip bersifat

intangible. Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk

dijual (Tjiptono, 2006 : 6). Jadi, jasa adalah setiap tindakan atau aktivitas dan bukan

benda, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik), konsumen

terlibat secara aktif dalam proses produksi dan tidak menghasilkan kepemilikan

sesuatu (Jasfar, 2005 : 17)

10

2.1.1 Karakteristik Jasa

Jasa memiliki empat karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan

berdampak pada strategi mengelola dan memasarkannya (Tjiptono, 2005 : 22).

Keempat karakteristik tersebut adalah :

1. Intangibility

Jasa yang bersifat intangibility, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,

didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.

2. Variability

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output,

artinya banyak variabel bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,

kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

3. Inseparability

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan

jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan

dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dengan

pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Kedua pihak

mempengaruhi outcome (hasil) dari jasa tersebut. Dengan demikian kunci

keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan,

dan pengembangan karyawanannya.

4. Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Bila

permintaan berfluktuasi. Berbagai masalah akan mucul berkaitan dengan

kapasitas menganggur (saat permintaan sepi) dan pelanggan tidak terlayani

dengan resiko mereka kecewa ataupun beralih ke penyedia jasa lainnya (saat

permintaan puncak).

11

2.2 Kualitas

Menurut Gasper (2003 : 4) , kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda

dan bervariasi. Secara konvensional dari kualitas menggambarkan karakteristik

langsung dari suatu produk, sedangkan secara strategik bahwa kualitas adalah segala

sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan.

Menurut Crosby (1979 : 58) dalam Nasution (2004), menyatakan bahwa

kualitas adalah confomance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau

distandardkan. Menurut Juran (dalam Kolarik, 1995:5) menyatakan bahwa kualitas

sesuai dengan kegunaan. Deming (1982 : 176) dalam Nasution (2004), menyatakan

bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Menurut Feigenbaum

(dalam Kolarik, 2005:5) Kualitas adalah gabungan total dari suatu produk dan jasa,

dengan karakteristik dari pemasaran, teknik, produksi, dan perawatan yang mana

produk dan jasa dalam penggunaannya akan menghasilkan harapan

konsumen.Sedangkan Garvin dan Davis (1994) dalam Nasution (2004), kualitas

adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga

kerja, proses dan tugas, serta lingkungann yang memenuhi atau melebihi harapan

pelanggan atau konsumen.

2.3 Kualitas Jasa (Kualitas Layanan)

Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan

keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan

pelanggan (Nasution, 2004:47). Menurut Lewis dan Booms (1983) (dalam Tjiptono ,

2005), kualitas jasa (service quality) sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan

yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Kualitas layanan adalah

ketidaksesuaian antara harapan konsumen dan persepsi konsumen ( Berry, Zeithaml,

Parasuraman,1990 : 19)

Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan

yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa

yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan

12

sebagai kualitas ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang

diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya

kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan

pelanggan secara konsisten (dikutip dalam : Tjiptono, 1996 : 60)

2.3.1. Dimensi Kualitas Layanan (Servqual )

Terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan

relatifnya sebagai berikut : (Parasuraman, Berry, Zeithaml, 1990 : 26), yaitu :

1. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan

apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan

para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan

mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian

memberikan jasa secara cepat.

3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan

kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa

menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa

karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan

yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.

4. Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya

dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian

personal kepada pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

5. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas, perlengkapan,

dan materialyan digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

13

2.3.2 Model Service Quality (SERVQUAL)

Model kualitas jasa yang paling popular hingga kini banyak dijadikan acuan

dalam riset manajemen dan pemasaran adalah model SERVQUAL (service quality).

Model ini dikembangkan dengan maksud untuk membantu para manajer dalam

menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki

kualitas (Tjiptono,2005: 145). Model yang dikembangkan oleh Zeithaml et al (1990 :

45-46) yaitu model service quality (Servqual) dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut

ini :

Komunikasi Gethok Tular 

PEMASAR 

Persepsi manajemen atas harapan pelanggan

Jasa yang dipersepsikan

Jasa yang diharapkan 

Pengalaman masa lalu 

Kebutuhan pribadi

Spesifikasi Kualitas Jasa

Komunikasi eksternal kepada pelanggan

Penyampaian jasa

GAP 1 

PELANGGAN 

GAP 2

GAP 3

GAP 5

GAP 4

Gambar 2.1 : Model Konseptual SERVQUAL ; sumber dari Zeithaml,et al. (1990)

14

Keterangan :

Garis putus-putus horizontal memisahkan dua fenomena utama, pada bagian

atas berkaitan dengan pelanggan dan bagian bawah berkaitan dengan perusahaan atau

penyedia jasa.

Dalam penelitiannya, Parasuraman, et al., (1994) (dalam Nasution, 2004 : 63)

mengidentifikasikan lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan

penyampaian jasa. Lima gap utama tersebut adalah:

1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap)

Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan

terhadap kualitas jasa secara tidak akurat.Akibatnya manajemen tidak mengetahui

bagaimana suatu jasa seharusnya di desain, dan jasa-jasa pendukung sekunder apa

saja yang diinginkan konsumen.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi

kualitas jasa (standards gap).

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepi

manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Kadangkala manajemen mampu

memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak

menyusun suatu standard kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dikarenakan tiga

faktor, yaitu : tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa,

kekurangan sumberdaya, adanya kelebihan permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap)

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam

proses produksi dan penyampaian jasa.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksernal (communications gap)

Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas

komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para

15

pelanggan.Kecenderungan untuk melakukan ”over promise” dan ”under

deliver”.

5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap)

Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa

yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi

perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru

mengintepretasikan kualitas jasa yang bersangkutan.

2.3.3 Pengukuran service quality (servqual)

Pengukuran kualitas jasa dalam model servqual didasarkan pada skala multi item

yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi konsumen, serta gap di antara

keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa (servqual). Evaluasi kualitas jasa

menggunakan model servqual mencakup perhitungan perbedaan di antara nilai yang

diberikan para konsumen untuk setiap pasang pernyataan yang berkaitan dengan

harapan dan persepsi. Skor servqual untuk setiap pasang pernyataan, baik masing-

masing konsumen dapat dihitung berdasarkan berikut (Zeithaml,et al., 1990 : 176),

yaitu :

SERVQUAL Scores = Perception Scores – Expectation Scores x Bobot

2.4 Kepuasan Konsumen

Pada hakikatnya tujuan bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan

kepuasan konsumen. Oleh karena itu hanya dengan memahami proses dan pelangan,

maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Kepuasan

pelanggan adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima

dengan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut (Jafar, 2005 : 49). Adanya

kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya

(Tjiptono,1994,p.9) :

16

1.Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis.

2.Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.

3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.

4.Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang

menguntungkan bagi perusahaan.

5.Reputasi perusahaan menjadi lebih baik dimata pelanggan.

6. Laba yang diperoleh dapat meningkat.

Menurut Day (dalam Tse dan Wilton, 1988, p.204) dalam Nasution (2004),

menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi

ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja

lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Menurut

Engel et al. (1990) dalam Nasution (2004), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan

merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang–kurangnya

sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila

hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Sedangkan Kotler (1994) dalam Nasution

(2004) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang

setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan

harapannya. Kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen/pelanggan

dalam mengunakan produk dan jasa (Irawan, 2002 :3).

2.4.1 Pengukuran Kepuasan Konsumen

Beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan adalah sebagai

berikut (Kotler, 1994, pp.41-43) dalam Tjiptno (2005) :

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berpusat pada pelanggan (customer-centered) memberikan

kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan

keluhannya. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar,

customer hot lines, dan lain-lain.

17

2.Ghost shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan

adalah dengan memperkerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap

sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai

kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman

mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper

dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan.

3.Lost customer analysis

Menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah

pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.

4. Survai kepuasan pelanggan

Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan

penelitian survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung

(McNeal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992: p. 61) dalam Tjiptono

(2005).

Tujuh alat yang akan digunakan sebagai alat perbaikan kualitas jasa, yaitu

(Tjiptono, 1997, pp. 163 - 168) :

1.Diagram sebab akibat

Diagram ini sering disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram).

Diagram ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses

atau situasi dan menemukan kemungkinan penyebab persoalan / masalah tertentu

yang terjadi. Manfaat diagram ini adalah kemampuannya memisahkan penyebab

dari gejala, memfokuskan perhatian pada hal – hal yang relevan, serta diterapkan

pada setiap masalah.

2. Check sheet

Merupakan alat pengumpul dan analisis data. Tujuannya adalah untuk

mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu dan

menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif, sehingga dapat dikonversi

menjadi informasi.

18

3. Diagram pareto.

Digunakan untuk mengklasifikasikan masalah menurut sebab dan gejalanya.

Masalah di diagramkan menurut prioritas atau tingkat kepentingannya, dengan

menggunakan format grafik batang, dimana 100 % menunjukkan kerugian total.

Prisip yang mendasari diagram ini adalah aturan ’80 – 20 ’ yang menyatakan ’80

% of the trouble comes from 20% of the problems’.

4. Run chart dan Control chart

Run chart digunakan untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) yang

terjadi dengan jalan menggambarkan atau memetakan data selama periode waktu

tertentu. Kecenderungan (trend) tersebut sangat berguna dalam memisahkan

sebab dari gejala. Control chart digunakan untuk menganalisa proses dengan

tujuan memperbaikinya secara terus-menerus.

5. Histogram

Suatu diagram yang dapat menggambarkan penyebaran atau standar deviasi

sebuah proses. Data frekuensi yang diperoleh dari pengukuran menunjukkan

suatu puncak pada nilai tertentu. Variasi ciri khas kualitas yang dihasilkan disebut

distribusi. Angka yang menggambarkan frekuensi dalam bentuk batang disebut

histogram. Alat ini berguna untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk

dispersi, nilai rata-rata, dan sifat dispersi.

6.Stratifikasi

Merupakan teknik pengelompokkan data ke dalam kategori-kategori tertentu,

agar dapat menggambarkan permasalahan secara jelas sehingga kesimpulan-

kesimpulan dapat lebih mudah diambil.

7. Scatter diagram

Dua buah variabel yang sesuai dipetakan dalam sebuah diagram sebar

(scatter). Hubungan antara titik-titik yang dipetakan menggambarkan hubungan

antara kedua variabel tersebut. Alat ini berguna dalam mempelajari dan mencari

faktor-faktor yang berpengaruh.

19

2.4.2 Manfaat Kepuasan Konsumen

Kepuasan pelanggan mempunyai banyak manfaat bagi perusahaan. Manfaat

kepuasan konsumen dan kualitas jasa terlihat pada gambar 2.2, yaitu :

2.5 Konsep Lean

Konsep lean adalah sekumpulan peralatan dan metode yang dirancang untuk

mengeliminasi waste, mengurangi waktu tunggu, memperbaiki performance, dan

mengurangi biaya ( william, 2006). Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk

menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added)

produk (barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer

value) Gaspersz, 2007). Tujuan dari lean adalah untuk mengeliminasi waste semua

proses dan memaksimalkan efisiensi proses (Yang, 2005). Lean berfokus pada

Gambar 2.2 Manfaat Kepuasan Konsumen (Sumber : C.H. Lovelock,P.G. Petterson, dan R.H. Waller, Service Marketing:Australia and New Zealand

20

peningkatan terus-menerus customer value melalui identifikasi dan eliminasi

aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah yang merupakan pemborosan (waste).

Dimana waste adalah segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah

dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream.

2.5.1 Lean Thinking

Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep

ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa. Konsep lean thinking

diprakarsai oleh sistem produksi Toyota di Jepang. Lean dirintis oleh Taicho Ohno

dan Sensei Shigeo Shingo dimana implementasi dari konsep ini didasarkan pada 5

prinsip utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :

1. Specify value

Menentukan apa yang dapat memberikan nilai dari suatu produk atau layanan

dilihat dari sudut pandang konsumen bukan sari sudut pandang perusahaan.

2. Identify whole value stream

Mengidentifikasikan tahapan-tahapan yang diperlukan , mulai dari proses

desain, pemesanan, dan pembuatan produk berdasarkan keseluruhan value

stream untuk menemukan pemborosan yang tidak memiliki nilai tambah (non

value adding waste)

3. Flow

Melakukan aktivitas yang dapat menciptakan suatu nilai tanpa adanya

gangguan, proses rework, aliran balik, aktivitas menunggu (waiting) ataupun

sisa produksi.

4. Pulled

Mengetahui aktivitas-aktivitas penting yang digunakan untuk membuat apa

yang diinginkan oleh konsumen.

5. Perfection

Berusaha mencapai kesempurnaan dengan menghilangkan waste

(pemborosan) secara bertahap dan berkelanjutan.

21

Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha meniadakan waste

(pemborosan) baik dalam tubuh perusahaan atau antar perusahaan. Dasar pemikiran

ini merupakan hal mendasar untuk mewujudkan sebuah value stream yang ramping

atau lean. Untuk dapat mengaplikasikan konsep lean dalam perusahaan diperlukan

pemahaman akan kebutuhan konsumen dan apa yang dipentingkan oleh konsumen.

Dari penggambaran value stream dari perusahaan akan diketahui aktivitas-aktivitas

yang tidak berguna bisa dieliminasi, sehingga nantinya konsumen tidak perlu

membayar suatu aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses

produksi.

2.5.2 Metodologi Lean Thinking

Langkah – langkah yang dilakukan dalam proses lean thinking adalah sebagai

berikut (Hines dan Taylor,2000) :

1. Understanding waste

Pada langkah ini, pemborosan harus diketahui. Prinsip yang digunakan adalah

pemilahan aktivitas-aktivitas menjadi tiga jenis, yaitu value adding, non value

adding, serta necessary but non-value adding.

2. Setting the direction

Pada tahap ini, ditentukan arah dan tujuan dari perbaikan. Arah berupa alat

ukur keberhasilan, target keberhasilan untuk setiap alat ukur, pendefinisian

proses-proses inti, serta proses yang membutuhkan pemetaan secara detail.

3. Understanding the big picture

Pada tahap ini keinginan konsumen, aliran fisik serta aliran informasi dari

proses pemenuhan konsumen harus diketahui.

4. Detailed mapping

Pada tahap ini dilakukan pemetaan secara detail.

5.Getting suppliers and customers involved

Implementasi lean thinking harus melibatkan supplier dan pelanggan dalam

inisiatif perbaikan.

6.Checking the plan fits the direction and ensuring buy-in.

22

Pada tahap ini, dilakukan pengecekan kesesuaian antara arah yang dituju

dengan rencana awal.

Konsep lean tidak hanya diterapkan di sektor manufaktur, tetapi juga dapat

diterapkan pada sektor non-manufaktur. Beberapa penerapan prinsip Lean

Manufacturing dan Lean Service akan ditujukan pada tabel 2.1 seperti berikut :

Tabel 2.1 Prinsip-prinsip Lean Manufacturing dan Lean Service

No Manufacturing

(Barang)

Non-Manufacturing

(Produk : jasa, administrasi, kantor)

1. Spesifikasi secara tepat nilai

produk yang diinginkan konsumen

Spesifikasi secara tepat nilai produk yang

diinginkan konsumen

2. Identifikasi value stream untuk

setiap produk

Identifikasi value stream untuk setiap

proses jasa.

3. Eliminasi semua pemborosan

setiap produk yang terdapat dalam

aliran proses agar membuat nilai

mengalir tanpa hambatan.

Eliminasi semua pemborosan yang

terdapat dalam aliran proses jasa (moment

of truth) agar membuat nilai mengalir

tanpa hambatan.

4. Menetapkan sistem tarik (pull

system) menggunakan kanban

yang memungkinkan pelanggan

menarik niali dari prosedur.

Menetapkan sistem anti-kesalahan

(mistake-proof system) setiap proses jasa

(moment of truth) untuk menghindari

pemborosan dan penundaan.

5. Mengejar keunggulan untuk

mencapai kesempurnaan (zero

waste) melalui peningkatan terus

menerus secara radikal.

Mengejar keunggulan untuk mencapai

kesempurnaan (zero waste) melalui

peningkatan terus menerus

Sumber : Continuous Cost Reduction Through Lean-Sigma Approach, PT.

Gramedia Pustaka Utama.2006

23

2.5.3 Value Stream Mapping Tools

Value stream mapping adalah metode yang menggunakan gambar dari proses

dan mengidentifikasikan dan mengukur waste dalam proses. Value stream adalah

semua aktivitas (value added dan non value added) yang diminta untuk memberikan

produk dengan main flow (Yang, 2005). Value stream map adalah suatu cara yang

efektif untuk menemukan waste atau muda dan menunjukkan perbaikan proses

(Yang, 2005). Value stream mapping tools berfungsi untuk mereduksi waste. Tujuh

waste menurut Shigeo Shingo (Hines and Taylor, 2000) yaitu:

1. Defect adalah cacat atau kegagalan pada suatu proses produksi.

2. Transportation, pergerakan dari orang, informasi atau barang yang berlebihan

menyebabkan pemborosan waktu, biaya dan usaha.

3. Overproduction,melakukan produksi terlalu banyak daripada yang dibutuhkan.

4. Waiting, periode yang lama terhadap ketidak aktifan orang, informasi atau barang

sehingga menghasilkan idle time.

5. Processing, penambahan aktivitas tetapi tidak memberikan nilai tambah pada

produk yang dihasilkan.

6. Motion, pengaturan peralatan dan tempat kerja yang tidak ergonomis.

7. Inventory, persediaan yang melampaui batas pada suatu aliran proses produksi.

Monroe (2006),bahwa value stream attribute mapping (VSAM) adalah

dibangun dalam lima bagian, yaitu suppliers, input, process, output, customer.

Dengan menggunakan VSAM, diharapkan untuk melengkapi aktivitas pemetaan,

sekarang ataupun masa depan, dalam waktu yang singkat dapat menghilangkan waste

dan lebih efisien.

Womack (2006), memberikan langkah-langkah melakukan value stream

mapping, yaitu langkah pertama, mengidentifikasi product family, langkah kedua,

sering menggunakan analisis untuk menentukan masalah dengan organisasi. Tujuan

dengan menggambarkan pemetaan ini untuk mengidentifikasikan setiap aktifitas yang

tepat untuk menciptakan suatu nilai.

24

2. 6 Konsep Six sigma

Six sigma adalah suatu besaran (metric) yang dapat kita terjemahkan sebagai

suatu proses pengukuran dengan menggunakan tools-tools statistic dan teknik untuk

mengurangi cacat hingga tidak lebih dari 3,4 DPMO (Defect per Million

Opportunities) atau 99,99966 persen difokuskan untuk mencapai kepuasan

pelanggan. Six sigma adalah pendekatan disiplin yang berdasarkan pada lima tahap,

yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (Hargrove and Burge,2002).

Menurut Woodard (2005), Six sigma adalah sebuah program yang menggunakan

analisis data untuk mencapai proses bebas defect dan untuk mengurangi variasi.

William (2006), Six sigma adalah metodologi dengan penyelesaian permasalahan

yang disebut DMAIC, dimana DMAIC adalah sekumpulan alat yang digunakan

untuk mengidentifikasi, analisis, dan mengeliminasi sumber variasi dalam sebuah

proses. Six sigma melakukan perbaikan terhadap masalah yang terjadi dengan fokus

pada faktor penyebab masalah. Six sigma adalah strategi bisnis yang didalamnya

disediakan peralatan untuk memperbaiki kemampuan dari bisnis prosesnya (Yang,

2005).

Nilakantasrinivasan dan Nair (2005), ”DMAIC Failure modes” , six sigma

mempunyai penetrasi yang luas, termasuk organisasi kecil, menengah, besar dalam

manufaktur dan industri jasa berdasar pada pendekatan Define, Measure, Analyze,

Improve, Control (DMAIC). Ho dan Chuang (2006), dalam penelitiannya

menyatakan : dengan margin profit yang kecil, suatu perusahaan dengan cerdas

mencari cara untuk membedakannya dari kompetitor, rute persaingan, memperluas

market share, menciptakan kualitas yang berbeda dan untuk mencapai kualitas zero

defect. Six sigma secara efektif menyelesaikan permasalahan inti dalam kualitas

produksi. Pada studi kasus ini yaitu pemerintahan Taiwan menyatakan pentingnya

sistem manajemen kualitas six sigma dan mengimplementasikannya untuk

meningkatkan kualitas dari layanan yang diberikan.

25

Lazarus dan Neely (2003 ) ”Six sigma Raising The Bar”, Six sigma fokus

pada pengurangan defect manajemen dan proses secara klinis, hal ini digunakan

analisa statistik untuk mendapatkan bagian yang paling defect dari proses dan

mengendalikan prosedur untuk perbaikan. Level six sigma mengidentifikasikan

kemungkinan sebuah proses dengan mengukur jumlah dan standard deviasi antara

performansi rata-rata dari proses dan mempertimbangkan batas penerimaan

performansi, yaitu hanya 0.00034 % defect dari proses. Hasilnya adalah bahwa six

sigma didefinisikan sebagai sebuah sistematik dan berdasarkan pada proses secara

statistik untuk menyatakan defect dalam kinerjanya dan diinginkan sesuai dengan

spesifikasi konsumen. Metodologi six sigma bertujuan untuk mengurangi variasi

dalam proses bisnis yang mana memberikan perputaran waktu yang panjang, biaya

yang tinggi dan hasil yang jelek. Benitez et al (2007), ”Hospital Reduces Medication

Error Using DMAIC and QFD”, mencoba memperbaiki kualitas dengan

mengeliminasi langkah proses mungkin terlihat berlawanan. Tim dengan

multidisiplin dibentuk saat pihak rumah sakit mendapatkan cara untuk mengurangi

kesalahan. Awalnya, tim mengikuti metodologi define, measure, analyze, improve,

control. Tim fokus pada tujuan perancangan standard pengobatan proses lain untuk

semua unit di rumah sakit kecuali unit gawat darurat. Untuk mencapai tujuan ini, tim

merancang metodologi six sigma dan quality function deployment, untuk

menghubungkan kebutuhan konsumen dengan perancangan dan pengembangan

proses.

2.6.1 Metodologi Six sigma

Menggunakan six sigma yaitu menggunakan siklus define, measure, analysis,

improve, control (DMAIC).

Siklus DMAIC (George, 2002), yaitu :

1.Define, mengkonfirmasikan kesempatan dan mendefinisikan batasan dan tujuan

dari suatu proyek. Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan.

2.Measure, mengumpulkan data untuk membangun suatu “current state” apa yang

terjadi secara aktual ditempat kerja dengan proses yang terjadi dilapangan. Pada

26

tahap ini dilakukan untuk memvalidasi, mengukur, menganalisis permasalahan

berdasarkan data yang ada.

3.Analyze, penggunaan data dan tool untuk memahami penyebab yang dapat

mempengaruhi hubungan proses, yaitu mengintepretasikan data untuk

membangun sebab akibat.

4.Improve, mengembangkan modifikasi dengan perbaikan yang valid terhadap proses

dari sistem.

5.Control, mengimplementasikan prosedur-prosedur untuk meyakinkan bahwa

perbaikan-perbaikan dapat berlangsung lama.

2.7 Konsep Lean Six sigma

Prinsip lean six sigma adalah segala aktivitas yang menyebabkan critical-

critical-to-quality pada konsumen dan hal-hal yang mnyebabkan waste delay yang

lama pada setiap proses merupakan peluang/ kesempatan yang sangat baik untuk

melakukan perbaikan dan peningkatan dalam hal biaya, kualitas, modal, dan lead

time (george, 2002). Lean six sigma merupakan kombinasi antara lean dan six sigma

didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik untuk

mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas

yang tidak bernilai tambah (non value added activities) melalui peningkatan terus-

menerus secara radikal untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma, dengan cara

mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan

sistem tarik dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan

kesempurnaan berupa hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta

kesempatan atau operasi (Gaspersz, 2007). Integrasi antara lean dan Six sigma akan

meningkatkan kinerja bisnis dan industri melalui peningkatan kecepatan (shorter

cycle time) dan akurasi (zero defect). Pendekatan lean akan menyingkapkan non-

value added dan value added serta membuat value added sepanjang proses value

stream, sedangkan Six sigma akan mereduksi variasi value added (Gaspersz, 2007).

27

Menurut George (2002), bahwa lean six sigma diterapkan dengan mengikuti

tiga aliran aktivitas, yaitu :

1. Initiation, pada tahap ini didapatkan komitmen dari top management.

2. Resource and project selection, pada tahap ini dilakukan pemilihan orang yang

mempunyai kemampuan leadership yang potensial untuk mendukung pelaksanaan

proyek dan berhubungan langsung dengan konsumen pada permasalahan kritis

yang mengenai kualitas dan menciptakan nilai para pemegang saham.

3.Implementation, sustainable, evolution, langkah ini berfokus pada pelaksanaan

operasional secara efektif.

Tabel 2.2 Contoh pemborosan dalam industri manufaktur dan jasa The Seven Waste

Manufacturing Service

1. Defect

2. Transportation

3. Overproduction

4. Waiting

5. Processing

6. Movement

7. Inventory

1. Errors in documents

2.Transport of document

3.Doing work not requested

4.Waiting do for the next step

5.Process step and approvals

6.Unnecessary motion

7.Backlog of work

Sumber : Continuous Cost Reduction Through Lean-Sigma Approach, PT.

Gramedia Pustaka Utama.2006

Arnheiter dan Mateyeff (2005), ”Integration of lean management and six

sigma, six sigma digunakan untuk produk yang bebas defect. Dengan six sigma output

dari suatu organisasi bernilai tidak hanya pada kualitas saja, tetapi juga ketersediaan,

keandalan, kinerja dari penyampaian dan purna jual. Kinerja dalam setiap komponen

harus superior. Lean mengeliminasi waste, jadi semua aktivitas selama dalam value

stream menciptakan nilai atau disebut dengan kesempurnaan. Usahanya fokus pada

pengurangan waste dan perbaikan secara terus-menerus dan radikal. Suatu organisasi

28

yang mengimplementasikan lean six sigma akan memaksimalkan value added dan

meminimalkan variasi.

2.8 Failure mode Effect and Analyze

Failure mode Effect and Analyze (FMEA) adalah prosedur untuk

menganalisis potensial failure mode dalam sebuah sistem (http://en.wikipedia.org).

FMEA merupakan suatu metode evaluasi secara sistematis failure mode, dampak dari

setiap kerusakan fungsi, personel dan keselamatan, performa sistem, maintabilities,

dan kebutuhan perawatan. FMEA dikembangkan oleh militer United Stated pada

tahun 1949 untuk mengelompokkan failures yang mempengaruhi keberhasilan misi

mereka dan personel serta keselamatan peralatan. FMEA digunakan sejak tahun 1960-

an pada saat misi keluar angkasa Apollo. Pada tahun 1980-an digunakan oleh Ford

Motor Company untuk mengurangi resiko setelah satu model mobil selesai

Kekurangan dari FMEA adalah FMEA hanya alat untuk mengidentifikasi

major failure modes dalam sebuah sistem. Sedangkan keuntungan dari FMEA adalah

meningkatkan keandalan dan kualitas dari produk atau proses, meningkatkan

kepuasan konsumen, lebih awal mengidentifikasi dan mengeliminasi potensial failure

modes dari produk atau proses.

2.8.1 Menentukan Severity, Occurrence,Detection dan RPN

Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA

harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta

hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.

1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa risiko yaitu suatu

penilaian tingkat keparahan dari keseriusan effect yang ditimbulkan dari mode-

mode kegagalan (failure mode), menghitung seberapa besar dampak/intensitas

kejadian mempengaruhi output proses, maupun proses-proses selanjutnya.

Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan

dampak terburuk.

29

2. Occurrence

Occurrence adalah suatu penilaian mengenai peluang (probabilitas) frekuensi

penyebab mekanisme kegagalan yang akan terjadi, sehingga dapat menghasilkan

bentuk/mode kegagalan yang memberikan akibat tertentu selama masa

penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala

1 sampai 10. Karena peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala.

3.Detection

Nilai detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah

pengukuran terhadap kemampuan dari alat/proses kontrol dalam

mengendalikan/mengontrol kegagalan yang dapat terjadi, mendeteksi kesalahan

maupun mode-mode kegagalan (failure mode) yang menyebabkan terjadinya

kegagalan.

4. Risk Priority Number (Angka Prioritas Risiko)

RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity),

kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan

dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum

terjadi pada pelanggan (Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan

sebagai berikut :

RPN = S x O x D

Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan risiko yang serius, sebagai

petunjuk ke arah tindakan perbaikan.

2.9 Root Cause Analyze

Root cause analysis merupakan struktur logik yang mendefinisikan kejadian apa

yang menyebabkan terjadinya suatu kejadian yang tidak diinginkan/diharapkan.

Struktur dari Root Cause akan menjelaskan bagaimana kejadian yang tidak

diinginkan disebabkan oleh kegagalan pada Level bawah baik secara individu

maupun bersamaan. Root cause analysis adalah sebuah metode yang dapat membantu

menjelaskan :

30

1. Apa yang terjadi ?

2. Bagaimana bisa terjadi ?

3. Mengapa itu terjadi ?

2.10 Perbandingan Metode Servqual, Lean, dan Six sigma

Untuk lebih memudahkan pengertian dan perbandingan masing-masing

metode adalah sebagai berikut :

31

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Servqual, Lean dan Six sigma

Servqual Lean Six sigma Teori Mengukur kepuasan konsumen dengan

mencari nilai gap berasal dari nilai harapan dan persepsi konsumen

Mengeliminasi waste dan menyikap value added

Mereduksi variasi dan zero defect.

Petunjuk aplikasi

Mengidentifikasi atribut kepuasan konsumen Menyebar kuisioner Menghitung nilai tingkat kepentingan, harapan, persepsi dari konsumen. Menghitung nilai gap Identifikasi nilai gap negatif tertinggi sebagai acuan perbaikan,

Identifikasi value stream. Identifikasi Big Picture Mapping. Perbaikan aliran Identifikasi non value added activities dan value added activities. Perbaikan berkesinambungan

Define Measure Analyze Improve Control

Fokus Kepuasan konsumen Value Stream Variasi dan zero defect Asumsi  

 

 

Konsumen puas bila apa yang dirasakan lebih besar dari apa yang diharapkan dari layanan yang diterimanya Konsumen membandingkan layanan pada atribut-atribut yang relevan dengan standard ideal untuk masing-masing atribut jasa

Eliminasi waste akan meningkatkan kinerja perusahaan Perbaikan kecil lebih baik daripada analisa sistem

Masalah terjadi Output sistem akan meningkat jika variasi di setiap proses dikurangi.  

 

 

Efek utama Mengetahui tingkat kepuasan konsumen atas layanan yang diberikan

Mengurangi waktu Output proses seragam

Efek sekunder Mengetahui atribut-atribut terpenting bagi kepuasan konsumen Mengetahui dimensi kualitas terpenting bagi kepuasan konsumen. Mengetahui nilai gap negatif tertinggi yang digunkan sebagai acuan perbaikan

Waste berkurang Proses lebih cepat Peningkatan kualitas

Variasi berkurang Output seragam Peningkatan kualitas.

Kelebihan Data kepuasan konsumen langsung dari Mengeliminasi waste Mengurangi variasi

32

konsumen dengan cara penyebaran kuisioner. Dapat langsung mengetahui atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Mudah dalam pengukurannya .

Mengetahui value added activities Mempercepat proses

Kualitas produk (barang dan atau/ jasa) zero defect. Proses improve menggunakan statistic tools

Kelemahan Jumlah pertanyaan yang banyak mempunyai potensi bias. Penilaian yang subyektif dari konsumen Pengukuran gap kurang dikomunikasikan, Lebih berfokus pada proses penyampaian jasa/layanan bukan pada hasil.

Proses dibawah pengendalian secara statistik Tidak dapat memperbaiki kecepatan proses. Peningkatan proses secara independen Interaksi sistem tidak diperhatikan

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Sevqual, Lean dan Six sigma (Lanjutan)

33

2.9 Positioning Penelitian

Posisi penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya adalah penelitian ini mencoba mengintegrasikan tiga metode servqual,

lean dan six sigma, yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu

literature yang berupa jurnal atau penelitian sebelumnya masih bersifat independent.

Disini akan dilakukan pengintegrasian, dengan tujuan apakah dengan

mengintegrasikan metode servqual, lean dan six sigma akan berdampak pada

kepuasan konsumen dan kinerja kualitas layanan. Berikut table 2.4 tabel tabulasi yang

berisi tentang penelitian-penelitian sebelumnya dan nantinya akan dilakukan

positioning penelitian ini.

 

 

 

 

 

 

34

Penulis

Judul

Metode

Hasil

Servqual

Lean Six

sigma Lean Six

sigma

Karna (2004)

Analyzing customer satisfaction and

quality in construction-the case of public and private

customer

-

-

-

- Fokus pada kepuasan konsumen dan kualitas pada kualitas dalam industri konstruksi.

- Tujuan dari kepuasan konsumen untuk mencapai customer loyalty.

- Menggunakan pengukuran Servqual dengan skala 5 poin dari poin 1 sangat tidak puas, sampai poin 5 sangat puas, sebanyak 22 item pertanyaan mencakup lima dimensi.

Parasuraman et al (1985)

Quality count in service, Too

-

-

-

- Persepsi konsumen pada kualitas layanan adalah hasil dari perbandingan harapan untuk menerima layanan dengan layanan yang diterimanya.

- Evaluasi kualitas didukung dari proses layanan dan hasil layanan

- Ada dua tipe kualitas layanan, yang pertama tingkat kualitas yang biasanya disampaikan, dan yang kedua kualitas layanan ketika ada keluhan dan masalah.

- Ketika masalah timbul, rendahnya kontak layanan perusahaan menjadi tingginya kontak perusahaan.

Monroe (2006)

Analysing Value Stream

-

-

-

- Membuat value stream mapping atribut dengan dibangun lima bagian, yaitu supplier, input, process, output, customer.

- Dengan VSAM, diharapkan dengan waktu

Tabel 2.4 Positioning penelitian

35

yang singkat dapat menghilangkan waste dan lebih efisien.

Lazarus et al (2003)

Six sigma Raising

Bar

-

-

-

Six sigma fokus pada pengurangan defect. Menggunakan analisis statistic Metodologi six sigma bertujuan untuk mengurangi variasi.

Brett dan

Queen (2005)

Streamlining enterprise record management with

lean six sigma -

-

-

Six sigma bertujuan untuk mengurangi variasi dan mengeliminasi defect pada proses. Lean berpusat pada meminimalkan sumber daya dan menyampaikan dengan tepat waktu. Integrasi Lean Six sigma untuk meningkatkan kecepatan dan mengurangi waste serta memperbaiki kualitas yang berfokus pada voice of customer.

Penelitian ini

Integrasi metode Servqual, Lean dan

Six sigma

Bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan kinerja kualitas layanan.

Tabel 2.4 Positioning Penelitian (Lanjutan)