Upload
others
View
30
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan cetak yang terdapat dalam kedokteran gigi terdiri dari dua jenis
yaitu bahan cetak elastis dan non elastis. Bahan yang bersifat non-elastis adalah
impression compound, impression wax, plaster of paris dan zinc oxide eugenol
impression material. Bahan cetak elastis pula terdiri dari hidrokoloid material dan
elastomer impression material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon,
polieter dan polisulfida. Elastomer diperkenalkan selepas Perang Dunia II hasil
meningkatnya teknologi polimer dari sintetik rubber material (Anusaviace, 2003).
2.1 Bahan Cetak Elastomer
Elastomer adalah bahan cetak bersifat elastis yang apabila digunakan
dan dikeluarkan dari rongga mulut, akan tetap bersifat elastis dan fleksibel.
Bahan ini diklasifikasikan sebagai nonaqueous elastomeric impression material
oleh ANSI/ADA Spesification No.19. Biasanya digunakan untuk mencetak
pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan immediat dan mahkota serta
gigi tiruan cekat yang mana diperlukan cetakan yang akurat pada detail gigi dan
daerah vestibulum (Keyf, 1994).
Suatu bahan elastomer terdiri atas molekul atau polimer besar yang diikat
oleh sejumlah kecil ikatan. Ikatan silang tersebut mengikat rantai polimer yang
melingkar pada titik tertentu untuk membentuk jalinan 3 dimensi yang sering
disebut sebagai gel (Anusavice, 2003).
Anusavice (2003) membagi elastomer menjadi 4 kelas kekentalan yaitu
Light body, Medium atau regular body, Heavy body, dan Putty. McCabe (2008)
6
menggolongkan elastomer menjadi 4 tipe yang digunakan secara umum, yaitu
Polisulfida, Silikon polimerisasi kondensasi (silikon kondensasi), Silikon
polimerisasi tambahan (polyvynilsiloxane), dan Polieter.
2.2 Penggunaan Bahan Cetak Elastomer dalam Bidang Kedokteran Gigi
Penggunaan elastomer sebagai bahan cetak sangat luas yaitu dalam
pencetakan pada pembuatan berbagai jenis gigi tiruan seperti gigi tiruan penuh,
gigi tiruan sebagian lepasan, dan gigi tiruan cekat (crown dan bridge), dan
tumpatan inlay. Pemakaian bahan cetak ini digunakan untuk pengambilan
cetakan jaringan keras dan lunak dimana elastisitas sangat diperlukan untuk
mendapatkan suatu cetakan yang akurat (Siregar, 2006).
2.2.1 Pembuatan Gigi Tiruan Penuh
Pada pembuatan gigi tiruan penuh, bahan cetak elastomer digunakan
pada pengambilan cetakan fisiologis untuk mendapatkan model kerja yang
akurat, sehingga didapatkan retensi dan stabilitas yang baik. Penggunaan bahan
cetak elastomer adalah didasarkan bahwa bahan cetak ini dapat menyebar luas
dan merata pada setiap bagian yang harus dicetak tanpa adanya tekanan pada
jaringan mukosa (Siregar, 2006).
2.2.2 Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
Bahan ini terutama digunakan pada keadaan dimana terdapat undercut
yang besar sehingga sangat diperlukan bahan cetak yang elastis untuk
mencegah koyak atau rusaknya cetakan sewaktu dilepaskan dari mulut. Selain
itu, juga pada pembuatan metal frame, dimana model kerja dari metal frame
harus menunjukkan adaptasi yang akurat dan tepat dari metal frame terhadap
enamel gigi yang masih ada dan hal ini tidak boleh berkurang, harus benar-benar
7
beradaptasi dengan tepat sehingga nantinya akan diperoleh stabilisasi yang baik
(Siregar, 2006).
2.2.3 Pembuatan Tumpatan Inlay
Pada pembuatan tambalan inlay pencetakan dengan bahan cetak
elastomer dilakukan dengan menggunakan injeksi dengan bahan yang cair
dimana dengan cara injeksi maka bahan cetak dapat mengalir ke setiap celah
dari kavitas yang telah dipreparasi dapat tercetak dengan baik. Bahan cetak
diinjeksikan dengan syringe pertama kali dilakukan pada bagian terdalam dari
kavitas yang perlu untuk dicetak. Jika hal tersebut dilakukan dengan tepat maka
tidak akan terdapat gelembung udara pada permukaan cetakan dari die sehingga
dapat dihasilkan die yang baik (Siregar, 2006).
2.3 Bahan Cetak Silikon Kondensasi
2.3.1 Susunan Kimia
Polimer mengandung α-ω-hydroxy-terminated polydimethyl siloxane.
Polimerisasi kondensasi dari bahan ini melibatkan reaksi dengan trifungsi dan
tetrafungsi alkil silikat, biasanya tetraetil orthosilikat, dengan adanya rantai oktoat
mengandung timah. Reaksi ini dapat terjadi pada temperatur rata-rata; jadi bahan
ini sering disebut silikon vulkanisasi temperatur ruangan (RTV). Pembetukan
elastomer terjadi melalui ikatan silang antara kelompok terminal dari polimer
silikon dan alkil silikat untuk membentuk jalinan kerja 3 dimensi (Anusavice,
2003).
8
Gambar 2.1 Rantai Ikatan Kimia Silikon Kondensasi Keterangan: A. Rumus struktur molekul α-ω-hydroxy-terminated polydimethyl siloxane. B. Reaksi antara ujung OH gugus α-ω-hydroxy-terminated polydimethyl siloxane dengan tetraetil orthosilikat pada keadaan ada oktoat yang mengandung timah. Reaksi menghasilkan pelepasan 2 molekul etanol (Anusavice, 2003 : 127).
2.3.2 Komposisi Pasta basis biasanya berisi dimethylsiloxane dengan gugus hidroksi
terminal (-OH), sebuah gugus orthoalkylsilicate untuk cross-linking, dan bahan
pengisi anorganik. Sebuah pasta akan mengandung 30% sampai 40% filler,
sedangkan putty akan berisi sebanyak 75%. Pasta katalis atau cairan biasanya
berisi ester logam organik, seperti timah oktoat atau dibutil timah dilaurate, dan
pengencer berminyak. Zat bahan pengental digunakan ketika membuat pasta
katalis. Kadang-kadang katalis akan berisi kedua orthoalkylsilicate dan metal
organic ester (Joseph, 2002).
9
2.3.3 Manipulasi
Manipulasi silikon kondensasi sama seperti polysulfida yaitu bahan ini di
aduk dengan perbandingan panjang pasta basis dan katalis yang sama pada
mixing pad menggunakan spatula, kecuali bahwa bahan silikon mungkin
diberikan sebagai pasta dasar ditambah katalis cair. Ketika disuplai dalam bentuk
ini, takaran yang biasa dianjurkan adalah satu tetes per inci pasta basis. Setting
time (6 sampai 8 menit) lebih lama dibandingkan dengan polysulfida. Karena
penyusutan polimerisasi tinggi, cast atau die harus dituangkan sesegera
mungkin. Suhu yang lebih tinggi dan kelembaban mempersingkat setting time
(Joseph, 2002).
Perbandingan waktu kerja dan pengerasan dapat dilihat dalam tabel.
Mengubah perbandingan basis dan katalis adalah metode yang efektif dan
praktis dalam mengubah kecepatan pengerasan bahan cetak ini (Anusavice,
2003).
Tabel 2.2 Waktu Kerja dan Pengerasan untuk Silikon Kondensasi dan Gips
Material Waktu Pengadukan
(detik)
Waktu Kerja (menit)
Setting time (menit)
Total Waktu (menit)
Silikon Kondensasi
30 - 60 2 - 4 3 - 8 7 - 14
Gips (Stone tipe III)
60 3 30 - 60 35 - 65
Keterangan: silikon kondensasi membutuhkan waktu pengadukan 30-60 detik, waktu kerja 2-4 menit, dan setting time 3-8 menit, sehingga total waktu yang dibutuhkan 7-14 menit. Material gips (stone tipe III) membutuhkan waktu pengadukan 1 menit, waktu kerja 3 menit, dan setting time 30-60 menit,sehingga total waktu yang dibutuhkan 35-65 menit.
2.3.4 Elastisitas
Sifat elastis bahan cetak silikon kondensasi lebih ideal dibandingkan
polisulfida. Bahan cetak ini menunjukkan deformasi permanen minimal dan dapat
kembali ke bentuk semula dengan cepat bila direnggangkan. Bahan ini tidak
10
terlalu kaku sehingga tidak sulit mengeluarkannya dari undercut tanpa
menyebabkan distorsi (Anusavice, 2003).
2.3.5 Rheologi
Rheologi merupakan ilmu yang menjelaskan cairan atau karakteristik
aliran suatu materi seperti viskoelastisitas, viskositas, dan pseudoplastis.
Karakteristik viskoelastik pada elastomer jenis silikon kondensasi menunjukkan
bahwa bahan tersebut dapat memberikan respons elastik. Kebanyakan
konsistensi bahan ini adalah putty dan bahan wash. Bahan putty merupakan
bahan dengan kekentalan amat tinggi. Bahan wash adalah setara dengan light
body (Anusavice, 2003).
2.3.6 Energi Robek
Ketahanan robek untuk bahan ini rendah. Memberi gaya secara cepat
menjamin ketahanan robek yang tinggi, jadi penting untuk mengeluarkan cetakan
dengan cepat begitu segel udara dibuka (Anusavice, 2003).
2.3.7 Biokompatibilitas
Silikon merupakan bahan yang paling dapat diterima secara biologis oleh
tubuh manusia. Oleh karena itu, amat tidak mungkin bahan cetak elastomer
dengan jenis silikon kondensasi menyebabkan masalah biokompatibilitas. Salah
satu bahaya adalah kemungkinan tertinggalnya bahan cetak yang robek pada
sulkus gingiva karena bahan silikon tidak radiopak jadi sulit untuk mendeteksi
adanya robekan bahan cetak yang tertinggal dalam sulkus gingiva. Pemeriksaan
visual secara hati-hati pada cetakan untuk melihat adanya sobekan diperlukan
untuk menjamin bahwa detail yang diperlukan telah tercetak dengan baik. Bila
adanya robekan yang terdeteksi saat pemeriksaan ini, operator harus langsung
memeriksa jaringan mulut dan mengeluarkan sisa cetakan untuk mencegah
11
inflamasi pada sulkus gingiva karena adanya benda asing yang tertinggal
(Anusavice, 2003).
2.3.8 Stabilitas Dimensi
Terdapat lima sumber utama perubahan dimensi dari bahan cetak
elastomer, yaitu pengerutan pada saat polimerisasi (polymerisation shrinkage),
kehilangan hasil samping (by-product) berupa air atau alkohol selama proses
polimerisasi, kontraksi oleh perubahan panas (thermal constraction) dari
temperatur mulut ke ruangan, imbibisi bila terkena air, desifektan atau
kelembaban lingkungan yang tinggi lebih dari satu periode waktu tertentu dan
kembali ke bentuk semula (recovery) yang tidak sempurna dari deformasi karena
karakteristik viskoelastik. Efek perendaman hasil cetakan dalam desinfektan
pada stabilitas dimensi masih terus diteliti. Perubahan dimensi perlu
dipertimbangkan dalam kedokteran gigi karena perubahan dimensi apapun yang
terjadi menyebabkan hasil cetakan tidak akurat (Anusavice, 2003).
Sedangkan Joseph (2002) menyebutkan bahwa ada 3 hal yang
mempengaruhi akurasi cetakan, yaitu reologi, perubahan dimensi saat setting,
dan elastisitas. Tiga hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi akurasi
material cetak selama periode insersi di dalam rongga mulut, saat setting, dan
pelepasan cetakan dari rongga mulut. Secara reologi, agar dapat mencetak
rincian halus jaringan keras dan lunak rongga mulut, material cetak harus
berbentuk cair ketika dimasukkan ke dalam mulut pasien. Hal ini memerlukan
viskositas yang rendah atau derajat pseudoplastisitas. Saat pencetakan, material
cetak dapat berinteraksi dengan saliva. Hal ini dapat mempengaruhi reproduksi
rincian halus. Ada material cetak yang bersifat hydrophobic (tidak suka air)
sehingga dapat menimbulkan lubang-lubang kecil pada hasil cetakan. Beberapa
12
material cetak bersifat hydrophilic sehingga Iebih kompatibel dengan kelembaban
dan saliva namun sifat hydrophilic ini dapat menyebabkan ekspansi pada bahan
cetak tersebut karena kecenderungannya menyerap air. Material cetak yang
mengalami kontraksi selama setting akan menghasilkan ekspansi/pembesaran
rongga cetakan, sedangkan material cetak yang mengembang selama setting
akan menghasilkan model yang ukurannya lebih kecil. Material cetak akan
mengalami perubahan temperatur sekitar 10o saat dikeluarkan dan mulut pasien.
Hal tersebut dapa menimbulkan kontraksi termal. Material cetak harus memiliki
elastisitas dan tear resistance yang cukup baik agar dapat mencetak undercut.
Material cetak yang elastis akan mampu mencetak undercut secara akurat.
Material cetak yang plastis akan mengalami distorsi selama pelepasan cetakan
dan tidak dapat mencetak undercut. Material cetak viskoelastis menghasilkan
bentuk yang berubah dari semula. Saat dilepas dari rongga mulut, material cetak
akan mengalami tegangan tank yang besar di daerah undercut. Material cetak
harus mampu menahan tegangan tersebut tanpa robek. Dengan demikian,
diperlukan material cetak dengan tear resistance (ketahanan terhadap
perobekan) yang tinggi (Joseph, 2002).
Setelah cetakan dilepas dan rongga mulut, dilakukan pengisian cetakan
untuk mendapatkan reproduksi positif. Tahap ini seringkali ditunda karena
beberapa alasan, misal dokter tidak mengisi cetakan sendiri dan mengirimnya ke
laboratorium. Pengisian dapat tertunda karena pekerjaan laboran banyak atau
letak laboratorium yang jauh. Stabilitas dimensi merupakan tingkat akurasi
cetakan selama periode setelah pelepasan hingga pengisian cetakan (selama
penyimpanan atau transportasi). Beberapa faktor dapat memberi kontribusi
terhadap perubahan dimensi selama periode tersebut adalah berlanjutnya reaksi
13
setting (setelah waktu setting nyata), hal ini dapat menyebabkan perubahan
dimensi selama jangka waktu tertentu; pemulihan elastik yang lambat pada
material viskoelastik mungkin berlanjut beberapa saat setelah cetakan dilepas,
hal ini dapat menyebabkan perubahan dimensi; terjadinya tegangan internal saat
pendinginan dari suhu mulut ke suhu kamar yaitu saat penyimpanan dapat terjadi
distorsi karena bahan mencoba memulihkan tegangan internal, hal ini terutama
terjadi pada material cetak termoplastik; dan yang terakhir adalah penguapan
komponen material cetak selama penyimpanan, hal ini menimbulkan pengerutan
material cetak dan menyebabkan perubahan dimensi (McCabe, 2008).
Pengerutan polimerisasi yang berlebihan dari silikon kondensasi
memerlukan suatu modifikasi teknik pembuatan cetakan supaya menghasilkan
cetakan yang akurat. Teknik putty-wash digunakan untuk silikon kondensasi
(Anusavice, 2003).
2.4 Kontrol Infeksi
2.4.1 Infeksi Silang
Semua pekerja kesehatan termasuk dokter gigi, penyuluh kesehatan,
perawat, dan pekerja laboratorium amat rentan terhadap bakteri-bakteri patogen.
Di ruang praktik dokter gigi maupun di laboratorium, banyak tempat-tempat yang
berpotensi menjadi sumber infeksi. Pada dasarnya, danger zone in dental
practice berawal dari tiga hal penting dalam transmisi, yaitu droplet infection atau
aerosol infection, smear infection atau indirect infection, dan yang terakhir adalah
direct contact transmission dari satu orang ke orang lain (Khairunnisa, 2012).
Infeksi adalah berkembangbiaknya mikroorganisme asing pada hospes
disertai dengan respons imunologik dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik
14
(Joseph, 2002). Infeksi silang adalah transmisi bakteri patogen dari seorang
pasien ke pasien lain (Baum et al, 1994).
Menurut Goeno yang dikutip oleh Khairunnisa, penyakit hepatitis dan
human immunodeficiency virus (HIV) disebut bicod borne disease, yaitu penyakit
yang dapat ditularkan melalui darah atau cairan tubuh. Tingkat potensialisme
penularan penyakit hepatitis ternyata lebih tinggi dibandingkan HIV karena daya
hidup virus hepatitis yang lebih tinggi di luar tubuh. Akan tetapi baik dokter gigi
maupun pasien biasanya lebih takut pada HIV, padahal hepatitis lebih banyak
menyebabkan kematian bagi orang yang tertular akibat risiko pekerjaan. Jenis
hepatitis yang cukup berkembang di Indonesia dan cukup mematikan adalah
hepatitis B. Peningkatan insiden infeksi HIV dan virus hepatitis B (HBV)
menyebabkan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin meningkat (Wibowo
et al, 2009).
2.4.2 Desinfeksi Cetakan
Desinfeksi adalah penghancuran bakteri-bakteri patogenik dengan cara
pemberian langsung bahan-bahan kimia atau fisik, sedangkan disinfektan adalah
bahan-bahan kimia yang dapat membunuh organisme patogen bila diaplikasikan
pada obyek mati (Baum et al, 1994). Dalam praktek kedokteran gigi, kontrol
infeksi merupakan tindakan yang sangat penting. Hasil cetakan merupakan
media utama pembawa virus dan bakteri karena terkontaminasi dengan air liur
dan sering kali ada bercak darah. Proses desinfeksi ini memutus rantai infeksi
antara praktisi dental, pekerja laboratorium dan teknisi gigi. Hasil cetakan harus
sesegera mungkin didesinfeksi setelah dikeluarkan dari mulut pasien, semakin
menunda proses desinfeksi ini maka semakin meningkat juga jumlah
mikroorganisme yang ada di hasil cetakan tersebut. Dalam kebanyakan kasus,
15
proses desinfeksi cetakan dengan menggunakan metode spray tidak dapat
menjangkau seluruh permukaan cetakan, oleh karena itu proses desinfeksi
dengan metode perendaman dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan
metode spray (Wostmann, 2008)
2.4.2.1 Bahan Desinfeksi Cetakan
Bahan desinfeksi yang beredar di pasaran ada beberapa macam yaitu
sodium hipoklorida, iodophor (biocide), phenol, glutaraldehide (sporicidin),
glyoxal glutaraldehid (impresept), dan khlorheksidin (Khairunnisa, 2012). Untuk
disinfeksi bahan cetak alginat, Joseph (2002), menyarankan untuk melakukan
perendaman di dalam larutan sodium hipoklorit atau iodophor. Namun jenis
disinfektan ini nampaknya hanya berpengaruh kecil terhadap perubahan dimensi
yang diukur pada model gips.
2.4.2.2 Teknik Desinfeksi Cetakan
Pemakaian desinfektan pada bahan cetak dapat dengan cara
perendaman ataupun penyemprotan dengan menggunakan sprayer.
Berdasarkan aplikasi, disinfeksi dengan teknik perendaman dianggap sebagai
metode yang paling sesuai dan aplikatif untuk dokter gigi (Khairunnisa, 2012).
2.5 Daun Sirih (Piper betle L.)
2.5.1 Klasifikasi ilmiah
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari daun sirih adalah sebagai berikut
(Atni, 2010):
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
16
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Species : P. Betle
2.5.2 Gambaran umum
Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pohon di
sekelilingnya dengan daun yang berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh
bersilang-seling, bertangkai, tekstur agak kasar dan mengeluarkan bau jika
diremas. Batang berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat dan berkerut. Sirih
hidup subur dengan ditanam di daerah tropis dengan ketinggian 300-1000 m di
atas permukaan laut terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik
dan air (Rini et al, 2003). Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar
manfaatnya (Atni, 2010).
Penggunaan ekstrak daun sirih untuk berkumur dianjurkan jika mukosa
mulut mengalami pembengkakan, membersihkan nafas yang berbau (halitosis)
akibat gigi gangren serta untuk menghentikan darah dan membersihkan luka
pencabutan gigi (Atni, 2010).
2.5.3 Kandungan Farmakologi Daun Sirih
Daun sirih memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas dan tajam. Rasa
dan aroma yang khas tersebut disebabkan oleh kavikol dan bethelphenol yang
terkandung dalam minyak atsiri. Selain itu itu, faktor lain yang menentukan aroma
dan rasa daun sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur sirih, jumlah sinar matahari
yang sampai ke bagian daun dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan (Atni,
2010).
Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri
atas fenol dan senyawa turunannya seperti kavikol, kavibetol, karvacol, eugenol,
17
dan allilpyrocatechol (Adeltrudes et al, 2010). Selain minyak atsiri, daun sirih juga
mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula,
pati dan asam amino (Atni, 2010). Kandungan eugenol dalam daun sirih
mempunyai sifat antifungal (Adeltrudes et al, 2010). Daun sirih yang sudah
dikenal sejak tahun 600 SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat
membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan antijamur
(Atni, 2010). Hal ini disebabkan oleh turunan fenol yaitu kavikol dalam sifat
antiseptiknya lima kali lebih efektif dibandingkan fenol biasa. Dengan sifat
antiseptiknya, sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka dan
mengobati pendarahan hidung atau mimisan. Daun sirih juga memiliki efek
antibakteri terhadap Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis,
Streptococcus viridans, Actinomyces viscosus, dan Staphylococcus aureusI
(Nalina et al, 2007).
2.5.4 Efek Farmakologis Daun Sirih
Daun sirih mengandung senyawa fenol dan turunannya yang dapat
mengubah sifat protein sel bakteri. Senyawa fenol tersebut antara lain katekin
dan tannin. Dalam mencegah pembentukan plak gigi, katekin bekerja dengan
cara mendenaturasi protein dari bakteri. Protein yang mengalami denaturasi
akan kehilangan aktivitas fisiologis sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan
permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel
menjadi rusak (Hidayaningtias, 2008).