Upload
dinhphuc
View
307
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Reseptor
2.1.1 Definisi Reseptor
Reseptor merupakan molekul protein yang secara normal diaktivasi oleh
transmitor atau hormon. Saat ini banyak reseptor yang telah di klon dan diketahui
urutan asam aminonya. Terdapat empat jenis reseptor utama yaitu: (Neal, 2006)
1. Agonist (ligand) gated channel terdiri dari subunit protein yang membentuk
pori sentral (misal : reseptor nikotin, reseptor GABA).
2. G- protein coupled receptor yaitu reseptor protein yang mengikat protein G
membentuk suatu kelompok reseptor dengan tujuh heliks yang membentuk
membrane. Reseptor ini berkaitan dengan respon fisiologis oleh second
messenger.
3. Reseptor inti untuk membentuk hormone steroid dan hormone tiroid
terdapat dalam inti sel yang mengatur transkripsi dan selanjutnya sintesis
protein.
4. Kinase-linked receptor adalah reseptor permukaan yang mempunyai
(biasanya) aktivitas tirosin kinase intrinsik (misal : reseptor insulin, sitokin
dan faktor pertumbuhan).
2.1.2 Asam Amino Penyusun Reseptor
Sebagai building block atau unit penyusun dari protein yang memiliki fungsi
sebagai protein transport, protein struktural, enzim, antibodi, neurotransmiter, dan
reseptor sel. Secara umum asam amino dibagi menjadi dua yakni asam amino
endogen yang dapat dibentuk oleh tubuh manusia atau non esensial dan asam amino
eksogen yang diperoleh dari makanan. Pada struktur asam amino terdapat satu
atom C sentral yang mengikat secara kovalen gugus amino, gugus karboksil, satu
atom H dan rantai samping atau gugus R Gugus R menunjukkan sifat kimiawi setiap
asam amino sebagaimana ikatan protein dan fungsi biologis. Gugus R yang
berbeda-beda pada tiap jenis asam amino menentukan struktur, ukuran, muatan
5
Gugus
karboksil
Gugus R
Gugus
amino
elektrik, dan dan sifat kelarutan didalam air. Dua asam amino berikatan melalui
suatu ikatan peptida dan membentuk rantai polipeptida yang tidak bercabang dan
akhirnya membentuk suatu protein (Harti, 2014).
Pengelompokkan asam amino berdasarkan :
1. Sifat kelarutan di dalam air
Tabel II. 1 Pengelompokan Asam Amino Berdasarkan Sifat Kelarutan
Asam Amino Hidrofobik Asam Amino Hidrofilik
Ala (Alanin) Arg (Arginin)
Ile (Isoleuisin) Asn (Asparaginin)
Leu (Leusin) Asp (Asam aspartat)
Met (Methionin) Cys (Sistein)
Phe (Phenilalanin) Glu (Asam glutamat)
Pro (Prolin) Gln (Glutamin)
Trip (Triptophan) Gly (Glysin)
Val (Valin) His (Histidin)
Lys (Lisin)
Ser (Serin)
Thr (Threonin)
2. Muatan dan struktur gugus R-nya
Tabel II. 2 Pengelompokan Asam Amino Berdasakan Gugus R
Gugus R Asam Amino Lambang
Brmuatan - Asam aspartat Asp atau D
Asam glutamat Glu atau E
Gambar 2. 1 Struktur Asam Amino
(Harti, 2014)
6
Gugus R Asam Amino Lambang
Bermuatan + Histidin His atau H
Lisin Lys atau K
Arginin Arg atau R
Tidak Bermuatan Serin Ser atau S
Treonin Thr atau T
Asparagin Asn atau N
Glutamin Gln atau Q
Sistein Cys atau C
Alifatik, non polar Glisin Gly atau G
Alanin Ala atau A
Valin Val atau v
Leusin Leu atau L
Isoleusin Ile atau I
Metionin Met atau M
Prolin Pro atau P
Aromatik Fenilalanin Phe atau F
Triosin Tyr atau Y
Triptofan Trp atau W
Gambar 2. 2 Macam Asam Amino Yang Terdapat Pada Protein (Fowler and
Roush, 2013)
7
2.2 Farmakodinamik Obat
2.2.1 Mekanisme Kerja Obat
Mekanisme kerja obat yang paling umum adalah terikat pada tempat
reseptor. Suatu obat akan memberikan respons biologis apabila terjadi
pembentukan kompleks obat-reseptor. Obat dan reseptor dianalogikan saling
berkaitan seperti gembok dan kuncinya untuk menimbul efek teraupetiknya.
Reseptor obat adalah suatu makromolekul dapat berupa lipoprotein, asam nukleat
yang jelas dan spesifik terdapat dalam jaringan sel hidup, mengandung gugus-gugus
fungsional atau atom-atom terorganisasi (Cartika, 2016). Suatu senyawa yang dapat
mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis, sedangkan senyawa
yang dapat membentuk kompleks dengan reseptor tetapi tidak dapat menimbulkan
respon dinamakan antagonis. Interaksi antara obat dengan sisi ikatan pada
reseptornya tergantung kesesuaian dari dua molekul tersebut. Molekul yang paling
sesuai dengan reseptor dan mempunyai jumlah ikatan yang banyak dan terkuat akan
mengalahkan senyawa lain dalam berinteraksi dengan sisi aktif reseptornya. Oleh
karenanya, senyawa tersebut mempunyai afinitas terbesar terhadap reseptornya
(Cartika, 2016).
Jenis-jenis kerja obat adalah sebagai berikut :
1. Obat berstruktur non-spesifik
Obat berstruktur non-spesifik adalah obat yang bekerja secara lansung tidak
tergantung struktur kimia, mempunyai striktur kimia bervariasi, tidak berinteraksi
dengan struktur kimia spesifik. Aktifitas biologis dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia
fisika seperti : absorbsi, kelarutan. Aktifitas termodinamika, tegangan permukaan,
potensi oksidasi reduksi, mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi membran,
koagulasi protein, dan pembentukan kompleks kompleks (Siswandono dan
Soekardjo, 2000)
Ciri-ciri obat berstruktur non-spesifik adalah :
a. Obat tidak bereaksi dengan reseptor spesifik
b. Kerja biologisnya berlangsung degan aktifitas termodinamika
c. Bekerja dengan dosis yang relatif besar
d. Menimbulkan efek yang mirip walaupun strukturnya berbeda
8
e. Kerjanya hampir tidak berubah pada modifikasi struktur
2. Obat berstruktur spesifik
Yaitu obat-obat yang memberikan aktifitas biologis akibat adanya ikatan
obat dengan reseptor atau akseptor spesifik. Aktivitas biologisnya dihasilkan dari
struktur kimia yang beradaptasi ke dalam struktur respetor dalam bentuk tiga
dimensi dalam organisme dan membentuk kompleks (Fajarina,
Karakteristik obat berstruktur spesifik :
a. Efektif pada kadar rendah
b. Modifikasi sedikit dalam struktur kimianya akan menghasilkan perubahan
dalam aktifitas biologisnya
c. Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal
d. Pada keadaan kesetimbangan, aktivitas biologisnya maksimal
e. Melibatkan ikatan-ikatan yang lebih kuat dibandingkan pada senyawa yang
berstruktur non-spesifik
f. Bekerja terhadap enzim antagonis dengan cara prngaktifan, penghambatan,
atau pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh
g. Penularan fungsi gen yang bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah
membran sel dan mempengaruhi sistem tranport membran
2.2.2 Jenis Ikatan Obat dan Reseptor
1. Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan sepasang
elektron secara bersama-sama. Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang paling
kuat dengan rata-rata kekuatan ikatan 100 kkal/mol. Interaksi obat reseptor melalui
ikatan kovalen menghasilkan kompleks yang cukup stabil, dan sifat ini dapat
digunakan untuk tujuan pengobatan etertentu seperti obat antikanker. (Siswandono
dan Soekardjo, 2000).
2. Ikatan Ion
Ikatan ion adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik
elektrostatik antara ion ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik menarik
akan semakin berkurang bila jarak antar ion makin jauh, dan pengurangan tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya. Makromolekul dalam sistem biologis yang
9
berfungsi sebagai komponen reseptor mengandung gugus protein dan asam nukleat
yang bervariasi, mempunyai gugus kation dan anion potensial tetapi hanya
beberapa saja yang dapat terionisasi pada pH fisiologis. Gugus kation protein
berupa gugus amino yang terdapat pada asam-asam amino seperti lisin, glutamin,
asparain, arginin, glisin, dan histidin. Gugus-gugus anion protein berupa gugus-
gugus karboksilat, misal pada asam aspartat dan glutamat, gugus sulfihidril, misal
pada metionin dan gugus fosforil, misal pada asam nukleat.
Obat yang mengandung gugus kation potensial, seperti R3NH+, R4N+, dan
R2C=NH2+, maupun anion potensial, seperti RCOO-, RSO3-, dan RCOS- dapat
membentuk ikatan ion dengan gugus reseptor atau protein yang bermuatan
berlawanan. (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
3. Interaksi Ion-Dipol dan Dipol-Dipol
Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom yang lain,
seperti O dan N, akan membentuk distribusi elektron tidak simetris atau dipol yang
mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipole lain, baik yang mempunyai
daerah kerapatan elektron tinggi maupun rendah (Siswandono dan Soekardjo,
2000).
4. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan suatu ikatan antara atom H yang mempunyai
muatan positif parsial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan
mempunyai sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap seperti O,N,F. Ikatan
hidrogen terjadi pada senyawa yang memiliki gugus-gugus seperti OH-O, NH-O,
NH-H, OH-N, NH-F, OH-F. Ada dua ikatan hidrogen yakni ikatan hidrogen
intramolekul (terjadi dalam suatu molekul) dan ikatan hidrogen intermolekul
(terjadi antar molekul-molekul). Kekuatan ikatan intermolekul lebih lemah
dibandingkan dengan intramolekul (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
5. Ikatan Van Der Waals
Ikatan van der waals merupakan kekuatan tarik menarik antara molekul atau
atom yang tidak bermuatan, dan letaknya berdekatan atau jaraknya + 4-6 Å. Ikatan
ini terjadi karena sifat kepolarisasian molekul atau atom. Meskipun secara individu
lemah tetapi hasil penjumlahan ikatan van der waal‟s merupakan faktor pengikat
10
yang cukup bermakna, terutama untuk senyawa-senyawa yan mempunyai berat
molekul tinggi. Ikatan van der waals terlibat pada interaksi cincin benzen dengan
daerah bidang datar reseptor dan pada interaksi rantai hidrokarbon dengan
makromolekul atau reseptor. (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
6. Ikatan Hidrofob
Ikatan hidrofob merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah non polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor
biologis. Daerah non polar molekul obat yang tidak larut dalam air dan molekul-
molekul air disekelilingnya akan bergabung melalui ikatan hidrogen membentuk
struktur quasi-crystalline (icebergs). Bila dua daerah non polar, seperti gugus
hidrokarbon molekul obat dan daerah non polar reseptor, bersama-sama berada
dalam lingkungan air, maka akan mengalami suatu penekanan sehingga jumlah
molekul air yang kontak dengan daerah-daerah non polar tersebut menjadi
berkurang. Akibatnya struktur quasi-crystalline akan pecah menghasilkan
peningkatan entropi yang digunakan untuk isolasi struktur non polar. Peningkatan
energi bebas ini dapat menstabilkan molekul air sehingga tidak kontak dengan
daerah non polar. Penggabungan demikian disebut ikatan hidrofob (Siswandono
dan Soekardjo, 2000).
7. Transfer Muatan
Kompleks yang terbentuk antara dua molekul melalui ikatan hidrogen
merupakan kasus khusus dari fenomena umum kompleks donor- aseptor, yang
distabilkan melalui daya tarik menarik elektrostatik antara molekul donor elektron
dan molekul aseptor elektron. Baker mengelompokkan kompleks transfer muatan
menjadi dua senyawa yaitu yang berfunsi sebagai donor elektron dan sebagai
aseptor elektron.
A. Sebagai donor elektron adalah :
1) Senyawa yang kaya π-elektron, seperti alkena, alkuna, dan senyawa
aromatik yang tersubtitusi dengan gugus elektron donor
2) Senyawa yang mempunyai pasangan elektron sunyi seperti R-O:-H, R-O:-
R, R-S:-R, R-I:, R3 N:, dan R-S:-S-R yang juga dapat berfungsi sebagai
aseptor proton dalam ikatan hidrogen.
11
B. Sebagai aseptor elektron adalah :
1) Senyawa yang kekurangan π-elektron seperti 1,3,5- trinitrobenzena dan
senyawa-senyawa lain yang mempunyai gugus pendorong elektron sangat
kuat
2) Molekul mengandung hidrogen yang bersifat asam lemah,seperti Br3C-H
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Tabel II. 3 Tipe Ikatan Kimia Beserta Contoh Dan Kekuatannya
Tipe Ikatan Kekuatan Ikatan
(kkal/mol) Contoh
Kovalen 40-140 CH3........OH
Ion-ion saling memperkuat 10
Ion 5 R4N+........I-
Hidrogen 1-7 R-OH......O=C
Ion-dipol 1-7 R4N+.......N(R)3
Dipol-dipol 1-7 O=C........N(R)3
Transfer muatan 1-7 \ /
R-OH...... I
/ \
Van der waals 0,5-1 CH4..............CH4
3. Ikatan Sigma
σ bond σ bond
Gambar 2. 3 Ikatan Sigma (Michael, 2013)
12
Ikatan yang terbentuk melalui tumpang tindih linear antara dua orbital atom
yang menghasilkan daeran dengan densitas electron yang tinggi dan berpenampang
lingkar melintang yang terkonsentrasi diantara 2 inti bermuatan positif,
mengalahkan tolakan elektrostatik keduanya (Harwood dkk., 2008).
4. Ikatan π
Ikatan yang terbentuk melalui tumpang tindih sisi-dengan-sisi dari dua atom
orbital π. Daerah dengan densitas electron yang tinggi ditemukan berbentuk seperti
pisang di atas dan di bawah sebuah bidang yang mengandung kedua atom tetapi
tanpa densitas electron pada bidang tersebut (Harwood dkk, 2008).
Tipe-tipe interaksi ikatan π
a. Interaksi logam- π : interaksi antara logam dan permukaan sistem pi, logam
dapat berupa kation (dikenal sebagai interaksi kation) atau netral (Miessler
dan Tarr, 2010).
b. Interaksi polar-π: melibatkan interaksi dari molekul polar dan quadrupole
pada sistem π (Battaglia M.R., dkk, 1980).
c. Interaksi aromatik-aromatik (π-stacked): melibatkan interaksi molekul
aromatik satu sama lain (Hunter, dkk ,1990).
Gambar 2. 4 Ikatan π (Clark, 2010)
Gambar 2. 5 Interaksi anion-π (Lucas, 2015)
13
d. Interaksi anion- π: interaksi anion dengan π sistem (Schottel, 2008)
e. Interaksi kation- π: interaksi kation dengan sistem π (Dougherty dan Ma,
1997)
f. Interaksi CH-π: interaksi sistem C-H dengan pi, interaksi ini dapat dipelajari
dengan teknik eksperimental maupun teknik komputasi (Sundararajan dkk,
2002).
Ikatan ini mengacu pada interaksi nonkovalen yang tarik menarik dengan
benzene, karena mengandung ikatan pi. Interaksi ini terdapat pada penumpukan
nukleobase dalam molekul DNA dan RNA, ikatan protein, sintesis molecular dan
sintesa langsung.
2.2.3 Teori Interaksi Obat-Reseptor
1. Teori Klasik
Teori Klasik menyebutkan bahwa respon biologis timbul bila ada interaksi
antara tempat atau struktur dalam tubuh yang karakteristik atau sisi reseptor, dengan
molekul asing yang sesuai atau obat, dan satu sama lain merupakan struktur yang
saling mengisi. Ehrlich (1907) memperkenalkan istilah reseptor dan membuat
konsep sederhana tentang interaksi obat-reseptor yaitu corpora non agunt nisi fixata
atau obat tidak dapat menimbulkan efek tanpa mengikat resptor (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
2. Teori Pendudukan
Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati
satu sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang lebih agar tetap
efektif selama proses pembentukkan kompleks. Obat (O) akan berinteraksi dengan
Gambar 2. 6 Interaksi kation π: (kiri). Interaksi dasar yang
menunjukkan kation generik
14
reseptor (R) membentuk kompleks obat-reseptor (OR). Proses interaksi ini
dijelaskan sebagai berikut :
k1
(O) + (R) ==== (OR) E
k2
k1 : kecepatan pengambungan
k2 : kecepatan disosiasi
E : efek biologis yang dihasilkan
Lalu proses interaksi obat –reseptor menurut Ariens-Stephenson dijelaskan
dengan bagan sebagai berikut:
Afinitas Efikasi
O + R ======== Komplek O-R Respon biologis
O + R ======== O-R Respon (+) : senyawa agonis
Afinitas besar dan aktivitas intristik = 1
O + R ======== O-R Respon (-) : senyawa antagonis
Afinitas besar dan aktivitas intristik = 0
3. Teori Gangguan Makromolekul
Belleau (1964) memperkenalkan teori model kerja obat yang disebut teori
gangguan molekul. Interaksi mikromolekul obat dengan makromolekul protein/
reseptor dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk konformasi reseptor
sebagai berikut :
1) Gangguan konformasi spesifik ( Specific Conformational Pertubation =
SCP )
2) Gangguan konformasi tidak spesifik (Non Specific Conformational
Pertubation = NSCP)
Obat agonis adalah obat yang mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat
mengubah struktur reseptor menjadi bentuk SCP sehingga menimbulkan respon
biologis. Obat antagonis adalah obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik dan
dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan
efek pemblokan. Pada teori ini ikatan hidrofob merupakan faktor penunjang yang
penting dalam proses pengikatan obat-reseptor (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
15
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih
keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika
dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-
organ vital seperti jantung dan ginjal. (Kemenkes, 2013). Hipertensi terjadi akibat
peningkatan tonus otot polos vaskular perifer, yang mengakibatkan peningkatan
resistensi arteriol dan penurunan kapasitansi sistem vena. (Frinkel R. et al, 2009).
Tabel II. 4 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau tau 80 – 89
Huipertensi
Derajat 1
Derajat 2
140-159
≥ 160
atau
atau
atau 90 – 99
atau ≥ 100
Tabel II. 5 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut ESH/ESC (2013)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 dan dan < 80
Normal 120 – 129 dan 80 – 84
Prehipertensi 130 – 139 atau 85 – 89
Hipertensi tahap 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi tahap 2 160 – 179 atau 100 – 109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan ≥ 110
2.3.2 Etiologi
Hipertensi dapat terjadi akibat proses penyakit lain, seperti penyakit
diabetes melitus, gagal ginjal dan lain sebagainya, tetapi lebih dari 90% pasien
16
menderita hipertensi esensial, suatu penyakit yang mana meningkatnya tekanan
darah tanpa diketahui penyebabnya. Riwayat hipertensi dalam keluarga
meningkatkan kemungkinan seseorang menderita penyakit hipertensi. Hipertensi
esensial terjadi empat kali lebih banyak dibandingkan hipertensi sekunder
(hipertensi yang disebabkan adanya penyakit lain). Faktor-faktor lingkungan
seperti cara hidup dengan stress, diet tinggi natrium, kegemukan dan merokok
(Mycek, 2001).
2.3.3 Epidemiologi
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya
tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk
menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya
normal adalah 90% (Chobaniam A.V. et al, 2003). Kebanyakan pasien mempunyai
tekanan darah prehipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan
kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan
dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita
hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak
perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia
(umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 % (Hajjar I. dan
Kotchen TA, 2000). Menurut American Heart Association (AHA), penduduk
Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka
hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui
penyebabnya (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data dari Riskesdas Litbang
Depkes (2013), hipertensi di Indonesia merupakan masalah kesehatan dengan
prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung
(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa
Barat (29,4%), dan Gorontalo (29,4%) ( Kemenkes RI, 2014 ).
2.3.4 Patofisiologi
Mekanisme hipertensi merupakan penyimpangan regulasi fisiologis normal
tekanan darah. Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang
ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer.
17
Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat
bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan
di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus
vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi
humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk
kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan
autoregulasi; peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi
hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf
(sistem adrenergik α dan β), mungkin penting. (Siyad, 2011)
Ginjal memainkan peran penting dalam regulasi tekanan darah, sebagai berikut:
1. Melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistansi perifer
dan sodium homeostasis Renin yang diuraikan oleh sel glomerulus juxta
ginjal mengubah angiotensinogen plasma ke Angiotensin I, yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE).
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan
resistensi perifer (aksi langsung pada pembuluh darah SMC) dan volume
darah (stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorpsi tubulus distal
pada sodium).
2. Ginjal juga menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi
(termasuk prostaglandin dan oksida nitrat) yang diduga mengimbangi efek
vasopressor angiotensin.
3. Ketika volume darah berkurang, laju filtrasi glomerulus turun,
menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium dan air oleh tubulus
proksimal dan dengan demikian menghemat natrium dan meningkatkan
volume darah.
4. Faktor filtrasi glomerular - faktor natriureten independen termasuk peptida
natriuretik atrium, yang disekresikan oleh atrium jantung sebagai respons
terhadap ekspansi volume, menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
distal dan penyebabnya vasodilatasi
18
Gambar 2. 7 Komponen dari system Renin-Angiotensin-Aldosteron (diambil dari
: buku elektronik Medical Physiology 2nd edition, William F. Ganong)
5. Bila fungsi ekskretoris ginjal terganggu, tekanan atrium meningkat
merupakan mekanisme kompensasi membantu mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. (Siyad, 2011)
2.4 Obat Antihipertensi
Tabel II. 6 Obat-Obat Antihipertensi
Obat Antihipertensi Pustaka
Golongan obat (JNC VIII, 2014) Senyawa obat
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
(ACEIs)
Captopril (1)(2)
Lisinopril (1)(2)
19
Obat Antihipertensi Pustaka
Golongan obat (JNC VIII, 2014) Senyawa obat
Enalapril (1)(2)
Benazepril (2)
Fosinopril (2)
Moexipril (2)
Perindopril (2)
Ramipril (2)
Cilazapril (2)
Trandolapril (2)
Quinapril (2)
Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)
Eprosartan (1)
Candesartan (1), (2)
Losartan (1)
Valsartan (1)(2)
Irbesartan (1)(2)
Aliskiren (2)
Olmesartan (2)
Telmisartan (2)
Beta Blockers (BBs)
Atenolol (1)(2)
Metoprolol (1)(2)
Acebutolol (2)
Bisoprolol (2)
Nadolol (2)
Pindolol (2)
Propanolol (2)
Betaksolol (2)
Karvedilol (2)
Labetolol
Hidroklorida
(2)
Nebivolol (2)
Oksprenolol
hidroklorida
(2)
Sotalol hidroklorida (2)
Calcium Channel Blockers (CCBs Amlodipine (1)(2)
Nicardipine (2)
Diltiazem (1)(2)
Nitrendipine (1)
Felodipine (2)
Nifedipine (2)
Nimodipine (2)
20
Obat Antihipertensi Pustaka
Golongan obat (JNC VIII, 2014) Senyawa obat
Lercanidipine (2)
Isradipin (2)
Lasidipin (2)
Diuretik golongan tiazid
Indapamide (1), (2)
Bendroflumethiazide (1), (2)
Chlorthalidone (1), (2)
Hydrochlorthiazide (1), (2)
Metolazon (2)
Keterangan pustaka :
(1) : JNC VIII, 2014
(2) : BPOM RI, 2015
2.4.1 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)
1. Definisi
ACEI dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan
pasien dengan hipertensi. Pada studi dengan lansia, ACEI sama efektifnya dengan
diuretik dan penyekat beta, dan pada studi yang lain ACEI malah lebih efektif. Lagi
pula, ACEI mempunyai peranan lain pada pasien dengan hipertensi dan kondisi
lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila ACEI bukan merupakan terapi lini pertama
pada kebanyakan pasien hipertensi, tetapi sangat mendekati diuretik. ACEI
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin
II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron (lihat
Gambar 2.2)
ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat
yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI,
tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering
dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI secara efektif mencegah dan meregresi
hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi perangsangan langsung oleh
angiotensin II pada sel miokardial (Carter et al, 2003). ACE merupakan enzim
peptidyl-dipeptidase yang mengkatalisis perubahan substrat angiotensin I menjadi
angiotensin II. Telah dilaporkan bahwa ACE berisi tiga kantong aktif, S1, S2 dan
21
S1′. Residu asam amino yang termasuk S1 adalah Ala 354, Glu 384 dan Tyr 523,
dan residu asam amino yang termasuk S2 adalah Gln281, His 353, Lys 511, His
513 dan Tyr 520, sedangkan residu asam amino yang termasuk S1′ adalah Glu 162.
Sebagai enzim-metalo, ACE memiliki ion seng (Zn2 +) dimana sisi aktifnya
berikatan dengan His 383, His 387 dan Glu 411 (Pina dan Roque, 2009)
2. Golongan obat Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)
Salah satu contoh dari obat golongan Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitors (ACEIs) adalah Captopril. Captopril merupakan ACE Inhibitor yang
pertama ditemukan dan banyak digunakan di klinik pengobatan hipertensi dan
gagal jantung. (Pahlawan, 2013)
Gambar 2. 8 Sistem Renin-Angiotensin Dan System Kallikrein-Kinin
Gambar 2. 9 Struktur Kimia Captopril (Drugbank, 2017)
22
Captopril adalah penghambat yang kuat dan kompetitif dari enzim
pengubah angiotensin (ACE), enzim yang bertanggung jawab untuk konversi
angiotensin I (ATI) menjadi angiotensin II (ATII). ATII mengatur tekanan darah
dan merupakan komponen kunci dari sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS).
Captopril dapat digunakan dalam pengobatan hipertensi (Drug Bank, 2017).
2.4.2 Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)
1. Definisi
Obat golongan ARBs ini bekerja secara antagonis dengan menduduki
reseptor angiotensin II, sehingga efek-efek seperti peningatan tekanan darah dan
ekskresi kalium, retensi natrium dan air dapat diblokir (Tjay dan Rahardja, 2010).
Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS (Renin
Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan alternatif yang
menggunakan enzim lain seperti chymase. ACEI hanya menghambat efek
angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat
angiotensinogen II dari semua jalan. Oleh karena perbedaam ini, ACEI hanya
menghambat sebagian dari efek angiotensinogen II. ARB menghambat secara
langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek
angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia: vasokonstriksi, pelepasan
aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi
arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe
2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi,
perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan
penggunaan ARB. (Depkes RI, 2006). Telah ditemukan bahwa tiga residu Arg 167,
Trp 84, dan Tyr 35 merupakan asam amino yang sangat penting untuk pengikatan
sebagian besar obat golongan ARBs dengan membentuk jaringan interaksi yang
luas dengan ligan (Zhang et al, 2015).
Ada delapan ARB yang saat ini beredar di pasaran untuk hipertensi dan
dalam berbagai indikasi kardiovaskular, yaitu losartan, valsartan, candesartan,
eprosartan, irbesartan telmisartan, olmesartan, dan azilsartan. Semua ARB disetujui
untuk pengobatan hipertensi (Al-Sabbah Z.,Mansoor A., dan Kaul U., 2013).
23
2. Golongan obat Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)
Salah satu contoh golongan obat Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)
adalah Olmesartan. Olmesartan adalah ARB yang secara selektif menghambat
pengikatan angiotensin II ke AT1, yang ditemukan di banyak jaringan seperti otot
polos pembuluh darah dan kelenjar adrenal. Ini secara efektif menghambat efek
mediasi vasokonstriksi dan aldosteron AT1 yang disekresikan dari angiotensin II
dan menyebabkan penurunan resistensi vaskular dan tekanan darah. Olmesartan
selektif untuk AT1 dan memiliki afinitas 12,500 kali lebih besar untuk AT1
daripada reseptor AT2. Juga tidak seperti loseton ARB yang terkenal, olmesartan
tidak memiliki metabolit aktif atau memiliki efek uricosuric. Label FDA mencakup
peringatan dini tentang luka dan kematian pada janin, sehingga wanita usia subur
perlu diberi peringatan dan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan.
Olmesartan juga dikontraindikasikan pada penderita diabetes mellitus yang
menggunakan aliskiren (Drugbank, 2017)
Gambar 2. 10 Struktur Kimia Olmesartan (Drugbank, 2017)
2.2.3 Beta Blockers (BBs)
1. Definisi
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Beta bloker bekerja dengan
24
menghambat adrenoreseptor beta di jantung, pembuluh darah perifer, bronkus,
pankreas dan hati (BPOM RI, 2015). Bekerja pada jantung untuk meringankan stres
sehingga jantung memerlukan lebih sedikit darah dan oksigen sehingga
menurunkan tekanan darah. Contoh obat yang termasuk beta bloker adalah
kardioselektif (atenolol, bisoprolol), nonselektif (propanolol, timolol) (Depkes RI,
2006).
2. Obat golongan Beta Blockers (BBs)
Timolol merupakan salah satu contoh dari obat golongan Beta Blockers.
Timolol merupakan antagonis beta-adrenergik serupa dalam tindakan terhadap
propranolol. Isomer levo lebih aktif. Timolol telah diusulkan sebagai agen
antihipertensi, antiaritmia, antiangina, dan antiglaucoma. Obat ini juga digunakan
dalam pengobatan gangguan migrain dan tremor. Seperti propranolol dan nadolol,
timolol bersaing dengan neurotransmiter adrenergik seperti katekolamin untuk
mengikat reseptor beta (1) reseptor adrenergik di jantung dan otot polos pembuluh
darah dan beta (2) reseptor pada otot polos bronki dan vaskular. Beta (1) blokade
reseptor menghasilkan penurunan denyut jantung istirahat dan latihan dan curah
jantung, penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik, dan, mungkin,
pengurangan hipotensi ortostatik refleks. Beta (2) -berblok menyebabkan
peningkatan resistensi vaskular perifer. Telah dilaporkan bahwa timolol mengikat
reseptor β-adrenergik pada residu Asp 113, Asn 312, Tyr 316 dan terjadi interaksi
yang sangat kuat antara cincin thiadiazol dengan residu Thr 118 (Hanson M.A et
al., 2008). Tindakan yang paling mungkin dilakukan adalah dengan mengurangi
sekresi humor berair (Drugbank, 2017).
Gambar 2. 11 Struktur Kimia Timolol (Drugbank, 2017)
25
2.4.4 Calcium Channel Blockers (CCBs)
1. Definisi
Mekanisme kerja dari antagonis kalsium adalah dengan menghambat arus
masuk ion kalsium melalui saluran lambat membran sel yang aktif. Golongan ini
mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel otot polos pembuluh darah, sehingga
mengurangi kemampuan kontraksi miokard, pembentukan dan propagasi impuls
elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler sistemik atau koroner. Pemilihan obat-
obat golongan antagonis kalsium berbeda-beda berdasarkan perbedaan lokasi kerja,
sehingga efek terapetiknya tidak sama, dengan variasi yang lebih luas daripada
golongan beta bloker. Terdapat beberapa perbedaan penting di antara obat-obat
golongan antagonis kalsium verapamil, diltiazem, dan dihidropiridin (amlodipin,
felodipin, isradipin, lasidipin, lerkanidipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, dan
nisoldipin). Verapamil dan diltiazem biasanya harus dihindari pada gagal jantung
karena dapat menekan fungsi jantung sehingga mengakibatkan perburukan klinis
(BPOM RI, 2015).
2. Obat golongan Calcium Channel Blockers (CCBs)
Amlodipin adalah penghambat saluran kalsium 1,4-dihidropiridin yang
bekerja lama. Ini bekerja terutama pada sel otot polos vaskular dengan
menstabilkan saluran kalsium tipe-L yang terisi tegangan dalam konformasi tidak
aktifnya. Dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos,
amlodipin mencegah kontraksi myocyte yang bergantung pada kalsium dan
vasokonstriksi.
Gambar 2. 12 Struktur Kimia Amlodipine (Drugbank, 2017)
26
Mekanisme yang diusulkan kedua untuk efek vasodilatasi obat melibatkan
penghambatan tergantung pH dari masuknya kalsium melalui penghambatan otot
polos karbonat anhidrase. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa amlodipin
juga memberi efek penghambatan pada saluran kalsium tipe-N yang terisi tegangan.
Saluran kalsium tipe-N yang terletak di sistem saraf pusat mungkin terlibat dalam
sinyal nociceptive dan sensasi rasa sakit. Amlodipin digunakan untuk mengobati
hipertensi dan angina stabil kronis (Drug Bank, 2017)
2.4.5 Diuretik Golongan Tiazid
1. Definisi
Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk
kebanyakan pasien dengan hipertensi (Chobaniam AV et al, 2003). Obat golongan
tiazid tidak hanya memiliki efek antihipertensi tapi juga dapat meningkatkan aksi
obat antihipertensi lainnya dan mencegah berkembangnya resistensi pada obat
adrenergik blocking dan vasodilator (Shah S. et al, 1978). Tiazid dan senyawa-
senyawa terkait merupakan diuretika dengan potensi sedang, yang bekerja dengan
cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja
diuretika golongan ini setelah pemberian per oral antara 1-2 jam, sedangkan masa
kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuresis tidak
mengganggu tidur pasien (BPOM RI, 2015)
2. Obat Golongan Diuretik Tiazid
Chlorthalidon merupakan obat golongan diuretik tiazid yakni
benzenasulfonamida-phthalimidin yang tautomer ke bentuk benzofenon.
Chlorthalidone menghambat pengangkutan ion natrium melintasi epitel tubulus
ginjal di segmen pengenceran kortikal dari anggota badan naik dari lingkaran
Gambar 2. 13 Struktur Kimia Chlorthalidon (Drugbank, 2017)
27
Henle. Dengan meningkatkan penyampaian natrium ke tubulus ginjal distal,
Chlorthalidone secara tidak langsung meningkatkan ekskresi kalium melalui
mekanisme pertukaran sodium-potassium (Drug Bank, 2017).
2.5 Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional Hipertensi
2.5.1 Tanaman Seledri
1. Klasifikasi dan Monografi Seledri
Seledri (Apium graviolens L.) berasal dari Eropa Selatan. Tanaman ini
sudah ditemukan dalam sisi kubur Tutankhamun, raja Mesir. Pertama kali
dijelaskan oleh Corolus Linnaeus (spesies Plantanum, 1753) (Agoes, 2010), di
Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama saladri (Agoes, 2010). Buah pare
memiliki nama lain sesuai dengan sebutan bahasa dalam masing-masing daerah
yang digunakan di Indonesia. Contohnya Saladri (Sunda), selederi, seleri, daun sop,
daun soh, sadri, sederi (Jawa) (BPOM RI, 2010).
Tumbuhan ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi pada
ketinggian 1000-1200 m dpl. Perkebunan seledri di Indonesia terdapat di Sumatera
Utara (Brastagi) dan Jawa Barat. Terdapat juga di Eropa (Inggris-Rusia Selatan),
Asia Barat, Afrika Utara dan Selatan, Amerika Selatan dan dikultivasi di Amerika
Utara dan Argentina (BPOM RI, 2010).
Gambar 2. 14 Tanaman Seledri
28
Berdasarkan hasil determasi dapat diketahui bahwa klasifikasi dari tanaman
seledri adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L.
Tumbuhan seledri berhabitus terna 1-2 tahun, tinggi dapat mencapai 0,8 m,
tanaman berbau khas jika diremas. Akar tebal, berumbi kecil. Batang bersegi nyata,
berlubang, tidak berambut. Daun majemuk menyirip sederhana atau beranak daun
3, anak daun melebar, pangkal berbentuk segitiga terbalik (pasak), hijau mengkilat,
ujung daun bergerigi, setiap gerigi berambut pendek, pangkal tangkai daun
umumnya melebar. Perbungaan berupa bunga majemuk payung, tanpa atau dengan
tangkai tetapi panjangnya tidak lebih dari 2 cm, anak payung 6-15 cabang, ukuran
1-3 cm, 6-25 bunga, tangkai bunga 2-3 mm, daun mahkota putih-kehijauan atau
putih-kekuningan, panjang mahkota bunga 0,5-0,75 mm. Panjang buah rata-rata 1
mm (BPOM RI, 2010).
2. Pemanfaatan
Herba seledri merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki khasiat
yang penting bagi manusia. Benih seledri dikonsumsi sebagai diuretik; Ini juga
digunakan untuk mengobati gejala penyakit ginjal, rheumatoid, dan arthritis.
Dipercaya bahwa teh biji seledri memberi relaksasi dan memperbaiki tidur. Karena
tingginya persentase esensi di dalamnya, biji seledri bersifat anti-spasmodik. Selain
itu, Seledri juga dapat mencegah penyakit kardiovaskular, menurunkan glukosa
darah pada tikus diabetes, menurunkan tekanan darah dan menguatkan jantung,
sebagai antijamur, dan efek antiinflamasi (Kooti W., 2014)
3. Kandungan Kimia
Minyak atsiri Limonen, p-simol, α-terpineol, α -santalol, α -pinen, α -
kariofilen; Flavonoid: Apiin, apigenin, isokuersitrin; Kumarin: Asparagin,
bergapten, isopimpinelin, apiumetin, santotoksin; saponin; tanin 1%; sedanolida;
29
asam sedanoat; manitol; kalsium; fosfor; besi; protein; glisidol; vitamin A, B1, B2,
C dan K (BPOM RI, 2010).
4. Uji Yang Pernah Dilakukan
Pada uji In vivo dilakukan pengujian efek ekstrak biji seledri (Apium
graveolens) yang berbeda pada tekanan darah (BP) pada tikus hipertensi
normotensif dan deoksikortikosteron. Hexnic, methanolic, dan aqueous-ethanolic
ekstrak diberikan secara intraperitoneal dan pengaruhnya terhadap BP dan detak
jantung (HR) dievaluasi dibandingkan dengan spirnolactone sebagai kontrol
diuretik dan positif. jumlah n-butylphthalide (NBP), sebagai penyusun
antihipertensi, serta pada masing-masing ekstrak ditentukan oleh HPLC. Hasilnya
menunjukkan bahwa semua ekstrak menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
SDM pada tikus hipertensi, namun tidak berpengaruh pada tikus normotensif. Data
menunjukkan bahwa pemberian 300 mg / kg heksana, metanol, dan berair-etanol
(20/80, v / v) dari biji seledri menyebabkan pengurangan 38, 24, dan 23 mmHg
pada tekanan darah dan 60, 25, dan 27 denyut per menit di HR. Juga, data analisis
HPLC menunjukkan bahwa isi dari NBP dalam ekstrak heksan adalah 3,7 dan 4
kali lebih besar dari pada ekstrak metanol dan etanol. Bisa disimpulkan ekstrak biji
seledri memiliki sifat antihipertensi, yang tampaknya disebabkan oleh tindakan
aktifnya hidrofobik merupakan NBP dan dapat dianggap sebagai agen
antihipertensi dalam pengobatan kronis pada peningkatan tekanan darah
(Moghadam et al, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tsi dan Tan (1997), Efek 3-n-
butylphthalide dalam seledri dapat mengurangi hipertensi dan juga sebagai
vasorelaksan secara spontan hipertensi pada tikus. Disuntikkan secara
intraperitoneal selama 13 hari infus butil phthalide pada dosis 2,0 dan 4,0 mg / hari
menghasilkan efek hipotensi sesaat. Efek vasorelaksan dari butil phthalide telah
dikaitkan oleh penulis sebagai blokade kalsium masuk ke reseptor kanal kalsium
reseptor dalam mengurangi tekanan darah sistolik tikus (Sowbhagya, 2011)
30
2.5.2 Tanaman Kumis Kucing
1. Morfologi
Klasifikasi tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1980) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Tubiflorae
Suku : Labiatae
Marga : Orthosiphon stamineus Benth
Sinonim : Orthosiphon spicatus B.B.S.; O.
grandiflorus; O. aristatus (Bl.) Miq.
Merupakan herba bertahunan, tinggi 25-200 cml, batang segiempat, sedikit
cabang, batang membesar. Daun berhadapan menyilang, membundar telur atau
belah ketupat, 2-9(-12) cm x 1,5 – 5 cm, pangkal daun membaji, duduk, gundul atau
berbulu sangat halus, kelenjar-berburikan; panjang tangkai 0,5-2(-4,5) cm; tak ada
penumpu. (Yayasan Peduli Konservasi Alam Indonesia, 2008)
2. Pemanfaatan
Orthosiphon stamineus sangat populer di kalangan masyarakat Asia
Tenggara obat-obatan, dimana digunakan secara luas untuk mengobati rheumatoid
penyakit, diabetes, hipertensi, tonsilitis, epilepsi, menstruasi gangguan, gonore,
Gambar 2. 15 Tanaman Kumis Kucing
31
sifilis, kalkulus ginjal, batu empedu, lithiasis, edema, demam erupsi, influenza,
hepatitis, dan ikterus. Daunnya diperkenalkan ke Eropa dan Jepang sebagai teh
kesehatan. O. stamineus sangat terkenal dengan keberadaannya Efek diuretik, yang
lebih kuat dari kebanyakan alam lainnya diuretik (Ameer O. Z., 2012). Sebagai
diuretikum dipergunakan pada beberapa penyakit ginjal, piral ginjal berbatu
fosfaturi, dll dan sebagai obat podagra (obat dalam) sesuadah ditambah kulit pepaya
gantung (carica) (Sastramidjojo, 2001)
3. Kandungan Kimia
Menurut Stahl, 1981 daun kumis kucing mengandung 0,5 % minyak atsiri
yang komkonennya belum diketahui secara pasti, namun diduga terdiri atas
senyawa fenol. Simplisia ini juga mengandung saponin (misalnya sapofonin dan
ortosifononid), asam-asam organik, dan 0,2 % flavon lipofil [seperti 3`,4`,5,6,7-
pentametoksiflavon sinensetin, skutelarein tetrametileter (4`,5,6,7-
tetrametoksiflavon), 3-hidroksi 4`,5,6,7-tetrametoksiflavon, dan eupatorin (3`,5-
dihidroksi-4`,6,7-trimetoksiflavon)]. Eupatorin digunakan sebagai zat identitas,
selain sinensetin dan skutelarein tetrametileter (Wiryowidagdo, 2008).
4. Uji Yang Pernah Dilakukan
1) in Vitro
Pada penelitian ini dirancang untuk mengetahui aktivitas vasorelaksan dan
mekanisme aksi pecahan Orthosiphon stamineus. Aktivitas vasorelaksan dan
mekanisme yang mendasari fraksi kloroform dari ekstrak metanol 50% O.
stamineus (CF) dievaluasi pada cincin aorta toraks yang diisolasi dari tikus Sprague
Dawley. CF menyebabkan relaksasi cincin aorta yang dikontraksi dengan
phenylephrine di hadapan dan tidak adanya endotelium, dan dikontraksikan dengan
kalium klorida dalam endotelium-utuh cincin aorta. Dengan adanya endothelium,
baik indometasin (suatu siklooksigenase nonselektif inhibitor) dan 1H- [1,2,4]
Oxadiazolo [4,3-a] quinoxalin-1-satu (ODQ), selektif larut guanylate cyclase
inhibitor) memiliki efek kecil pada respon vasorelaksinasi. Di sisi lain, dengan
adanya metil ester Nω-nitro-L-arginine (L-NAME), oksida nitrat synthase
inhibitor), metilen biru (agen turunan guanosin monofosfat siklik),
tetraethylammonium (TEA+, calcium calciumatorator kator saluran kalsium
32
nonselektif), 4-aminopiridin (4-AP, penghambat saluran K-voltase bergantung),
barium klorida (BaCl2, K+ channel blocker), glibenklamid (spesifik ATP-sensitif
K+ blocker saluran), atropin (bloker reseptor muskarinik) dan propranolol (reseptor
β-adrenergik blocker), efek vasorelaksant secara signifikan mengurangi relaksasi
yang dirangsang oleh CF. CF juga ditemukan aktif dalam mengurangi pelepasan
Ca2+ dari retikulum sarkoplasma dan memblokir saluran kalsium (Yam, 2016).
2) in Vivo
Dilakukan percobaan kontrol acak mengetahui pengaruh Orthosiphon
staminus secara oral pada tekanan darah sistolik tikus hipertensi spontan (SHR).
Tikus itu dibagi secara acak menjadi lima kelompok yang berbeda dari tiga tikus
masing-masing; kelompok 1 menerima obat irbesartan (IR) (20 mg / kg) berfungsi
sebagai kelompok kontrol positif, kelompok 2 menerima air suling (kelompok
kontrol) dan kelompok 3, 4 dan 5 diobati dengan 250, 500 dan 1000 mg / kg ekstrak
Orthosiphon stamineus. Tekanan darah sistolik (SBP) diukur sebelum dan 2
minggu setelah intervensi. Ada penurunan berarti yang berarti tekanan darah di
antara kelompok intervensi. Khasiat Orthosiphon stamineus sebagai antihipertensi
sebanding dengan irbesartan 20 mg / kg (Azizan et al., 2012)
Selain itu, pada penelitian Orthosiphon stamineus oleh Matsubara T et al
(1999), di mana Methylripariochromene A (MRC) diisolasi dari daun Orthosiphon
stamineus (Lamiaceae) dan dikenai pemeriksaan beberapa tindakan farmakologis
yang berkaitan dengan aktivitas antihipertensi. Berikut empat temuan yang
terungkap dari penelitian ini: 1) MRC menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik secara terus menerus dan penurunan denyut jantung setelah pemberian
subkutan pada SHRSP laki-laki yang sadar, 2) MRC menunjukkan penekanan yang
bergantung pada konsentrasi kontraksi yang disebabkan oleh tingginya K +, l-
phenylephrine atau prostaglandin F2alpha pada aorta toraks tikus endothelium, 3)
MRC menunjukkan penekanan gaya kontraktil yang ditandai tanpa penurunan yang
signifikan pada tingkat pemukulan pada atrium marmut bilateral, dan 4) MRC
meningkatkan volume urin dan ekskresi Na +, K + dan Cl- selama 3 jam setelah
pemberian oral dengan muatan garam pada tikus berpuasa. Temuan ini
menunjukkan bahwa MRC memiliki beberapa tindakan yang berkaitan dengan
penurunan tekanan darah, yaitu tindakan vasodilatasi, penurunan curah jantung dan
33
tindakan diuretik. Selanjutnya, diduga bahwa penggunaan tradisional tanaman ini
dalam terapi hipertensi sebagian dapat didukung oleh tindakan ini dengan MRC
(Ameer et al, 2012)
3) Uji Produk Fitofarmaka
Tensigard® merupakan produk fitofarmaka produksi Agromed (PT.
Phapros) yang diformulasikan sebagai antihipertensi, dengan komposisi ekstrak
seledri (Apium graveolens) 75% dan ekstrak kumis kucing (Orthosiphon stamineus)
25%. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah Tensigard® memiliki
daya penurun tekanan darah hewan uji baik kondisi normotensi maupun hipertensi,
sehingga dapat digunakan sebagai dasar secara ilmiah. Uji dilakukan dengan
menggunakan hewan uji kucing teranastesi yang dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu kelompok hewan normotensi dan hipertensi (karena pemberian adrenalin
sehingga tekanan darah naik menjadi 1,5 kali tekanan darah normal) masing-masing
terdiri dari 35 ekor. Selanjutnya dua kelompok tersebut dibagi lagi menjadi 7 sub
kelompok masing-masing 5 ekor, 1 sub kelompok dari masing-masing kelompok
digunakan sebagai kontrol, sedangkan 6 sub kelompok sisanya digunakan sebagai
sub kelompok yang mendapatkan perlakuan dosis Tensigard® (6 peringkat dosis).
Data perubahan tekanan darah selama masa percobaan digunakan untuk melihat
apakah efek hipotensif Tensigard® juga terjadi pada kelompok normotensi
disamping juga beberapa parameter turunannya yang digunakan untuk membuat
hubungan dosis vs respon guna menghitung nilai D50 dari Tensigard dalam
kapasitasnya menurunkan tekanan darah pada subyek uji yang hipertensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Tensigard® memiliki efek hipotensif baik pada
kucing normotensi maupun hipertensi. Nilai D50 efek hipotensif kucing hipertensi
adalah 16,37 ± 1,08 mg/kg BB dan ekstrapolasi nilai dosis tersebut pada manusia-
50 kg adalah lebih kurang sebesar 249,05 mg (Djatmiko, Suhardjono, dan Nugroho,
2001).
2.6 Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman
Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang dihasilkan tumbuhan
yang tidak memiliki fungsi langsung pada fotosintesis, pertumbuhan atau respirasi,
transport solut, translokasi, sintesis protein, asimilasi nutrien, diferensiasi,
34
pembentukan karbohidrat, protein dan lipid. Metabolit sekunder yang seringkali
hanya dijumpai pada satu spesies atau sekelompok spesies berbeda dari metabolit
primer (asam amino, nukelotida, gula, lipid) yang dijumpai hampir di semua
kingdom tumbuhan. Metabolit sekunder yang merupakan hasil samping atau
intermediet metabolisme primer (Mastuti, 2016). Metabolit sekunder digolongkan
menjadi beberapa kelompok yakni :
1. Golongan asetat (C2): poliketida dan asam lemak.
2. Golongan mevalonat dan deoksisilulosa (C5): terpenoid
3. Golongan sikimat: fenil matanoid (C7) dan fenil propanoid (C9)
4. Golongan alkaloid
5. Golongan campuran: kombinasi antar metabolit sekunder atau metabolit
sekunder dengan metabolit primer (Saifudin, 2014)
2.7 Tinjauan Tentang Metode in Silico
2.7.1 Definisi Metode in Silico
Uji in silico adalah suatu istilah untuk percobaan atau uji yang dilakukan
dengan metode simulasi komputer. Uji in silico telah menjadi metode yang
digunakan untuk mengawali penemuan senyawa obt baru dan untuk meningkatkan
efisisensi dalam optimasi aktivitas senyawa induk. Kegunaan uji in silico adalah
memprediksi, memberi hipotesis, memberi penemuan baru atau kemajuan dalam
pengobatan dan terapi (Hardjono, 2013). Metode in silico merupakan metode yang
sekarang sering digunakan sebagai penemuan dan pengembangan suatu obat,
metode ini dapat memberikan konstribusi penghematan rata-rata 140 juta dolar dan
0,9 tahun per obat (Markus et al., 2003). Informasi kimia pada metode insilico
tampaknya sangat bermanfaat baik dari segi biaya maupun waktu (Manly et al.,
2001). Salah satu uji in silico yang digunakan adalah docking molekul kandidat
senyawa obat dengan reseptor yang dipilih. (Hardjono , 2013, Jensen, 2007).
Perangkat lunak yang digunakan dalam pemodelan molekul untuk studi in
silico pada umumnya berbasis linux, seperti : Gold, Dragon, Gromacs, Dock, Flexx,
Fred, Cdocker, Sdocker, Gemdock, Surflex, dll., tetapi sekarang sudah banyak
program yang berbasis windows, seperti : Autodock, ArgusLab, LeadIt, Molegro
Virtual Docker, ChemOffice Ultra, Hypercem, Accelrys Discovery Studio,
35
Molecular Operating Environment (MOE), Mestro Schordinger, SYBYL, dll.
(O’Donoghue et al., 2005)
2.7.2 Perangkat Lunak Dalam Uji in Silico
1. Autodock Vina
AutoDock Vina adalah generasi baru perangkat lunak docking dari
Molecular Graphics Lab. Vina mencapai peningkatan yang signifikan dalam
akurasi rata-rata prediksi mode pengikatan, sementara juga naik dua lipat lebih
cepat dari Autodock 4.1.
Karena fungsi penilaian yang digunakan oleh AutoDock 4 dan AutoDock
Vina berbeda dan tidak tepat, pada masalah tertentu, salah satu program dapat
memberikan hasil yang lebih baik (Morris, 2013). Autodock Vina merupakan
sebuah program baru untuk pendeteksian molekuler dan penyaringan virtual. Vina
menggunakan metode optimasi gradien yang canggih dalam pengoptimalan
prosedur lokal. Perhitungan gradien secara efektif memberikan algoritma optimasi
“sense of direction” dari sebuah evaluasi tunggal. Dengan menggunakan
multithreading, Vina dapat jauh lebih cepat dengan memanfaatkan CPU atau core
CPU (Trott dan Olson, 2010).
Docking molekul menggunakan Vina biasanya dilakukan menggunakan
ukuran kotak default, yang dihitung berdasarkan koordinat ligan asli berinteraksi
dengan protein yang menarik dalam struktur eksperimen. Namun, koordinat ligan
terikat tidak selalu tersedia, berbeda dengan struktur kimianya itu diketahui. Juga,
ukuran molekul bisa efektif dijelaskan oleh Radius of Gyration (Rg) yang secara
luas indikator yang digunakan untuk dimensi dan distribusi massa dari sebuah
molekul. Misalnya, analisis statistik menunjukkan hubungan langsung antara Rg
dan kekompakan struktur protein (Jacques dan Trewhella, 2010 ; Lobanov et al.,
2008).
2. Discovery Studio
Discovery Studio adalah rangkaian perangkat lunak untuk mensimulasikan
molekul kecil dan sistem makromolekul. Ini dikembangkan dan didistribusikan
oleh Accelrys. Yang berfungsi menghasilkan model struktur 3D menggunakan
MODELER Menentukan struktur tiga dimensi dan sifat makromolekul, seperti
36
enzim, antibodi, DNA atau RNA adalah komponen fundamental untuk berbagai
aktivitas penelitian. Discovery Studio memberikan portofolio komprehensif alat
ilmiah terdepan dan tervalidasi di pasar, yang dapat membantu dalam setiap aspek
penelitian berbasis makromolekul (Accelrys., 2017).
3. Avogadro
Avogadro dirancang untuk digunakan dalam kimia komputasi, molekuler
pemodelan, bioinformatika, ilmu material, dan lain sebagainya. Menggambar
struktur kimia dengan perangkat lunak Avogadro sangat mudah dilakukan. Hanya
dengan memilih Draw Tool lalu mulai untuk membuat rancangan molekul dari
atom dan fragmen. Setelah struktur molekul selesai dibuat kemudian dapat dengan
mudah dengan memilih ikon optimalkan geometri untuk merapikan gambar (Rayan
B., and Rayan A., 2017).
4. SPSS
SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah sebuah program
komputer yang digunakan untuk membuat analisis statistika yang dipublikasikan
oleh SPSS Inc. SPSS dapat membaca berbagai jenis data atau memasukkan data
secara langsung kedalam SPSS Data Editor. Bagaimanapun struktur dari file data
mentahnya, maka data dalam data editor SPSS harus dibentuk dalam bentuk baris
(cases) dan kolom (variables). Case berisi informasi untuk satu unit analisis,
sedangkan variabel adalah informasi yang dikumpulkan dari masing-masing kasus.
Kemudian hasil analisis muncul dalam SPSS Output Navigator (Kemendikbud RI,
2014)
2.7.3 Jenis Metode in Silico
1. Metode Untuk Visualisasi Gambar Senyawa
Visualisasi molekuler adalah aspek kunci dari analisis dan komunikasi dari
studi docking molekular. Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengamati
perubahan posisi, konformasi, maupun interaksi intra atau antar molekul.
Visualisasi yang baik akan memberikan manfaat yang signifikan pada berbagai
studi seperti perancangan obat, interaksi molekul bahkan dinamika molekul.
Visualisasi molekul dapat dilakukan pada perangkat lunak. Visualisasi dapat
menunjukkan struktur molekul sehingga selain sebagai grafis juga dapat sebagai
37
media komunikasi dan kolaborasi antara para ahli kimia komputasi serta publikasi
(Accelrys, 2018).
Untuk visualisasi diperlukan format kode file sehingga dapat diterjemahkan
komputer sebagai suatu gambaran struktur. Molekul harus dijabarkan dalam bentuk
identifikasi jenis atom meliputi lambang atom, spesifikasi jenis atom, muatan dan
keterangan lain bila diperlukan. Selanjutnya berdasarkan identifikasi jenis atom dan
koordinat tersebut akan diterjemahkan menjadi susunan atom – atom dan oleh
komputer untuk panjang ikatan yang sesuai akan diterjemahkan menjadi ikatan
atom. Gambaran umum ini berlaku untuk seluruh program visualisasi komputer,
yang membedakan hanya aturan penulisan dan format detail yang lebih spesifik.
(Leach, 1996).
2. Metode Untuk Uji Interaksi Obat-Reseptor
Uji interaksi obat dan reseptor dikenal juga dengan studi docking yaitu
teknik komputasional untuk eksplorasi prediksi pengikatan dari substrat atau
senyawa dengan reseptor, enzim atau binding site lainnya (Van de Waterbeemd,
1997).
Interaksi obat-reseptor sangat tergantung pada sifat geometri, konformasi,
dan elektronik dari molekul obat dan reseptor. Perkembangan teori kimia kimia dan
metode komputasional modern dipadukan dengan teknologi komputer canggih,
mampu mesimulasikan proses ineraksi obat reseptor. Prinsip dasarnya adalah
mengekspresikan sifat-sifat geometri, konformasi dan elektronik dari molekul obat
dan reseptor menjadi fungsi energi, dan dengan meminimalkan fungsi energi akan
didapatkan bentuk geometri yang optimal dan paling stabil yang mencerminkan
kekuatan ikatan obat-reseptor. Kekuatan ikatan obat reseptor inilah yang dapat
mempresentasikan aktivitas biologis obat, yang dinyatakan dengan docking score
(Siswandono, 2011). Sehingga jika nilai energi ikatan yang dihasilkan lebih rendah
maka dapat meningkatkan potensi untuk melakukan pengikatan dengan protein
(reseptor) target dan diprediksi aktivitas biologisnya lebih tinggi (Pujiastuti, 2017).
Metode docking adalah prosedur komputasi yang mencoba untuk
memprediksi non-kovalent pengikatan makromolekul atau, lebih sering, dari
makromolekul (reseptor) dan kecil molekul (ligan) secara efisien, dimulai dengan
struktur tak terikat, struktur yang diperoleh dari simulasi metode docking , atau
38
pemodelan homologi, dll. Tujuannya adalah untuk memprediksi konformasi yang
terikat dan afinitas pengikatan. Prediksi pengikatan molekul kecil ke protein sangat
penting secara praktis karena digunakan untuk memilah perpustakaan virtual
molekul mirip obat untuk mendapatkan petunjuk untuk pengembangan obat lebih
lanjut. Docking juga bisa digunakan untuk mencoba memprediksi yang terikat
konformasi pengikat yang diketahui, bila struktur holo eksperimental tidak tersedia
(Trott dan Olson, 2010).
2.7.4 Database Pendukung Perangkat Lunak Uji in Silico
1. PubChem
PubChem adalah database kimia terbuka di National Instutues of Health
(NIH). PubChem dapat digunakan untuk memasukkan data terkait dalam PubChem
kemudian publik dapat menggunakannya. PubChem mengumpulkan informasi
struktur kimia, sifat fisika kimia, aktivitas biologis, kesehatan, keamanan, data
toksisitas dan lain-lain. Sejak diluncurkan pada tahun 2004, PubChem menjadi
sumber informasi kimia untuk peneliti, pelajar dan publik.
PubChem berisi informasi kimia terbuka terbesar yang memiliki kurang
lebih 94 juta senyawa yang didapatkan dari penelitian, usaha pengembangan, serta
jurnal. Molekul yang tersedia di PubChem sebagian besar adalah molekul kecil dan
juga molekul besar yaitu senyawa kimia obat, nukleotida, karbohidrat, lipid, peptida
dan makromolekul modifikasi.(PubChem, 2018).
PubChem dirancang untuk memberikan informasi tentang aktivitas biologis
molekul ukuran kecil, umumnya mereka yang memiliki ukuran molekul kurang dari
500 dalton. Penggabungan PubChem dengan Entrez sistem pencarian NCBI
menyediakan sub atau struktur, struktur dengan kemiripan data bioaktivitas serta
link ke informasi bersifat biologis dalam PubMed dan Sumber Protein Struktur 3D
NCBI. Pada penelitian ini PubChem digunakan untuk mendukung AutoDock Vina.
2. PDB (Protein Data Bank)
Protein Data Bank merupakan satu satunya penyedia dan penyimpan
informasi berupa struktur 3D protein, asam nukleat dan struktur kompleks RSCB
PDB daat diakses di http://sg.pdb.org. Pada penelitian inii digunakan untuk
mendukung metode docking dengan perangkat lunak AutoDock Vina dalam
menyediakan ID reseptor senyawa obat yang akan di teliti.
39
Dalam protein data bank terdapat molekul kehidupan yang ditemukan di
semua organisme termasuk bakteri, yeast, tanaman, hewan dan manusia. Database
dalam protein data bank tersedia tanpa biaya kepada pengguna dan diperbarui setiap
minggu (Protein Data Bank, 2018).
3. DrugBank
DrugBank adalah sebuah database online informasi obat dan reseptor obat
yang komprehensif dan dapat diakses dengan gratis. Sebagai sumber
bioinformatika dan keminformatika, DrugBank mengkombinasikan data obat
seperti kimia, farmakologi dan farmasetik dengan informasi target obat seperti
bentuk, struktur dan jalur yang komprehensif. Database DrugBank berisikan obat
– obat yang tercantum di Wikipedia. DrugBank telah digunakan secara luas oleh
industri obat, kimia medisinal, farmasis, dokter, pelajar dan masyarakat publik.
Versi terakhir DrugBank mengandung 11.002 data obat yang dapat diakses
dimanapun dengan gratis (DrugBank, 2018).