24
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung. Dimana panjang dari organ ini kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan organ ini berpangkal di sekum. Dibagian proksimal dari lumennya sempit, sedangkan dibagian distal melebar. Namun pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada bagian pangkal dan mengecil pada arah ujungnya. Pada 65% kasus, apendiks terletak di intraperitoneal dan pada kasus selebihnya apendiks terletak di retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. maka dari itu, apabila pasien yang menderita apendisitis, nyeri yang dirasakan pasien bermula di sekitar umbilikus. Untuk peredaran darah apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). 2.1.2 Fisiologi Apendiks dapat menghasilkan lendir sekitar 1-2 ml per hari. Lendir tersebut normalnya di hantarkan ke dalam lumen dan selanjutnya akan mengalir ke dalam sekum. IgA (Imunoglobulin A)yang sangat efektif dalam perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks

2.1.1 Anatomi

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung. Dimana panjang dari

organ ini kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan organ ini berpangkal di sekum.

Dibagian proksimal dari lumennya sempit, sedangkan dibagian distal melebar.

Namun pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada bagian pangkal dan

mengecil pada arah ujungnya. Pada 65% kasus, apendiks terletak di

intraperitoneal dan pada kasus selebihnya apendiks terletak di retroperitoneal,

yaitu dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon

asendens (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus

yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan

persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. maka dari itu, apabila pasien

yang menderita apendisitis, nyeri yang dirasakan pasien bermula di sekitar

umbilikus. Untuk peredaran darah apendiks berasal dari arteri apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

2.1.2 Fisiologi

Apendiks dapat menghasilkan lendir sekitar 1-2 ml per hari. Lendir

tersebut normalnya di hantarkan ke dalam lumen dan selanjutnya akan mengalir

ke dalam sekum. IgA (Imunoglobulin A)yang sangat efektif dalam perlindungan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

11

terhadap infeksi ditemukan juga di apendiks. Namun, seandainya pengangkatan

apendiks dilakukan, sistem imun tubuh tidak terpengaruh, hal ini dikarenakan

jumlah jaringan limfe di organ ini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

2.2 Apendisitis

2.2.1 Pengertian

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang mengenai seluruh

organ tersebut (Price & Wilson, 2006). Apendisitis juga penyebab paling umum

inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan penyebab

paling umum untuk badah abdomen darurat (Smeltzer & Bare 2002). Apendisitis

juga merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun dapat

terjadi di setiap usia, namun insiden yang paling sering terjadi adalah pada usia

remaja dan dewasa muda (Price & Wilson, 2006).

2.2.2 Etiologi

Menurut Mansjoer (2000) apendisitis biasanya disebabkan oleh:

1. Hyperplasia folikel limfoid

2. Fekalit

3. Benda Asing

4. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya

5. Keganasan (Neoplasma)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

12

Faktor-faktor diatas biasanya yang menyebabkan penyumbatan lumen

apendiks. Penyumbatan ini yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan,

infeksi dan ulserasi (Price & Wilson, 2006).

2.2.3 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.

Penyumbatan tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks memiliki keterbatasan sehingga terjadi peningkatan tekanan intralumen.

Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema,

diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut

fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat akan

menyebabkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif

akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding

apendiks yang rapuh tersebut pecah maka akan terjadi apendisitis perforasi.

2.2.4 Klasifikasi

Apendisitis menurut Sjamsuhidajat & Jong, 2005 di klasifikasikan menjadi

dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

13

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah

nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium

disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.

Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah

ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga merupakan nyeri somatik setempat

2. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya:

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks

secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik

adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel

inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5 persen.

3. Apendisitis Perforata

Apendisitis ini terjadi disebabkan adanya fekalit didalam lumen.

Keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi apendiks. Insiden yang sering terjadinya perforasi ini adalah pada anak

kecil dan lansia. Faktor yang mempengaruhi seringnya terjadi pada lansia

disebabkan karena gejalanya yang samar, keterlambatan pengobatan, adanya

perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosclerosis.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

14

Sedangkan pada anak disebabkan karena dinding apendiks yang masih tipis,

komunikasi anak yang belum baik sehingga memperpanjang waktu diagnosis.

4. Apendisitis Rekurens

Kasus ini baru dapat dipikirkan jika ada riwayat nyeri pada perut kanan

bawah secara berulang, yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini

terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. Risiko

untuk terjadinya serangan secara berulang lagi sekitar 50%. Insiden apendisitis

rekurens adalah 10% dari spesimen apendiktomi yang diperiksa secara patologik.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Gejala awal yang biasanya terjadi pada pasien yang menderita apendisitis

berupa nyeri yang dirasakan pada daerah umbilikus atau periumbilikus. Dalam 2-

12 jam nyeri dapat berpindah ke kuadran kanan bawah, menetap dan diperberat

bila berjalan dan batuk. Selain itu apendisitis juga dapat menimbulkan keluhan

seperti anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi (Mansjoer, 2000).

Hal yang paling khas pada apendisitis adalah berupa nyeri tekan pada

daerah McBurney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas.

Apabila sudah terjadi rupture apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri tekan

dan spasme. Penyakit ini sering disertai hilangnya nyeri secara dramatis untuk

sementara (Price & Wilson, 2006).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

15

2.2.6 Komplikasi

Menurut Mansjoer, 2000 komplikasi apendisitis yaitu:

a) Perforasi

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding

perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang

terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas.

b) Peritonitis

Peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah dengan menutup

asal perforasi. Tindakan lain yang menunjang dengan tirah baring, pemasangan

NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian antibiotik berspektrum luas.

c) Abses Apendiks

Abses akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung

menggelembung kea rah rectum atau vagina.

d) Pileflebitis (tromboplebitis septik vena portal)

Komplikasi ini dapat menyebabkan demam yang tinggi, panas dingin

menggigil dan ikterus.

2.2.7 Penatalaksanaan

Apabila diagnosis apendisitis sudah ditegakkan maka tindakan yang paling

tepat adalah pengangkatan apendiks melalui proses pembedahan (Smeltzer & Bare

2002). Apabila tindakan pembedahan (Apendiktomi) dilakukan sebelum terjadi

ruptur dan terdapat tanda-tanda peritonitis maka biasanya perawatan pascabedah

tanpa disertai penyulit. Pemberian antibiotik biasanya diindikasikan. Untuk waktu

pemulangan dari pasien yang menderita apendisitis ini tergantung pada seberapa

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

16

dini penegakan diagnosis, derajat inflamasi dan penggunaan metode pembedahan

yang lakukan yaitu bedah terbuka atau laparoskopi (Price & Wilson, 2006).

Pengobatan pasien apendisitis menurut Mansjoer, 2000

a. Persiapan sebelum operasi

1) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis

seringkali masih belum jelas. Observasi ketat perlu dilakukan, pasien

diminta untuk melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidah boleh

diberikan apabila dicurigai adanya apendisitis atauoun bentuk peritonitis

lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah diulang

secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari

kemungkinan adanya penyulit lain.

2) Intubasi bila perlu

3) Antibiotik

b. Operasi apendiktomi

c. Perawatan sesudah operasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat

sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung

dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan

baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien

dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya dengan peritonitis,

pasien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

17

Untuk nutrisi pasien dapat diberikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5

jam, lalu dinaikan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring

dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari berikutnya pasien

dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua

pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Dan pada hari ketujuh jahitan dapat

diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2.3 Apendiktomi

Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat

apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.

Apendiktomi dapat di lakukan dengan anestesi umum atau pun dengan anestesi

spinal dan dilakukan insisi pada abdomen bawah. Selain itu, dapat juga dilakukan

dengan metode baru yang sangat efektif yaitu dengan laparoskopi (Smeltzer &

Bare 2002).

2.3.1 Anestesi pada Apendiktomi

Anestesi secara umum diartikan sebagai suatu tindakan menghilangkan

rasa sakit ketika pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan

rasa sakit pada tubuh (Majid, 2011).

a. Anestesi Umum

Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri

secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali. Trias anestesi

yang ideal memiliki komponen seperti hipnotik, analgesi dan relaksasi otot. Cara

pemberian anestesi umum :

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

18

1. Parenteral (intramuskulas/intravena). Pemberian ini dilakukan untuk

tindakan singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun

pada kasus tertentu dapat digunakan ketamine, diazepam, dll. Untuk tindakan

yang lama anestesi dengan cara ini dapat di kombinasikan dengan cara lain.

Menurut (Majid, 2011). Ada beberapa jenis obat yang digunakan untuk

anestesi intravena yaitu

a) Propofol (2,6-diisopropylphenol)

Propofol bekerja pada sistem saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular dapat

menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat

turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, sedangkan pada sisitem

pernafasan dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal dan beberapa

kasus dapat menyebabkan henti nafas. Efek samping yang dapat ditimbulkan

berupa nyeri, mual dan muntah.

b) Tiopental

Pada sistem saraf pusat, jenis obat ini dapat menyebabkan hilang

kesadaran, tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan

penurunan metabolism serebral dan aliran darah. Pada sistem kardiovaskuler,

dapat menurunkan cardiac output, tekanan daran dan juga dapat meningkatkan

frekuensi jantung, sedangkan penurunan tekanan darah tergantung dari kosentrasi

obat dalam plasma. Untuk efek samping sendiri yang dapat ditimbulkan seperti

alergi.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

19

c) Ketamin

Efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat yaitu pasien akan

mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata

berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu dijumpai gerakan

yang tidak disadari, seperti mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Efek pada

sistem kardiovaskuler berupa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Dan pada

sistem respirasi dapat menimbulkan dilatasi bronkus. Efek samping yang

ditimbulkan berupa peningkatan sekresi air liur, agitasi, perasaan lelah, halusinasi

dan mimpi buruk pasca operasi.

d) Opioid

Efek opioid pada sistem kardiovaskular tidak mengalami perubahan baik

kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Pada sistem

pernafasan dapat menyebabkan penekanan pada saraf pusat nafas, ditandai dengan

penurunan frekuensi pernafasan, penurunan volume tidal dan PaCO2 meningkat.

Dan pada sistem gastrointestinal obat opioid dapat menyebabkan penurunan

peristaltik usus sehingga pengosongan lambung juga terhambat.

2. Perektal. Cara ini dilakukan untuk induksi atau tindakan singkat pada

anak.

3. Anestesi Inhalasi. Cara ini dilakukan dengan cara menggunakan gas atau

cairna anestesi yag mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui

udara pernafasan. Zat anestetik tersebut digunakan dengan mencampurkan dengan

gas O2 dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dengan tekanan parsialnya

(Mansjoer, 2000).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

20

b. Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat

anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal atau subaraknoid

disebut juga sebagai analgesia atau blok spinal intradural atau blok intratekal

(Mansjoer, 2000).

Anestesi spinal diindikasikan pada tindakan pembedahan ekstrimitas

bawah, bedah panggul, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen

atas, bedah abdomen atas dan tindakan disekitar rectum-perineum (Latief, 2007).

Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dapat dilakukan, namun sebelumnya

dapat ditidurkan dengan anestesi umum (Mansjoer, 2000).

2.3.2 Jenis Insisi Apendiktomi

Menurut (Mansjoer, 2000) Apendiktomi dapat dilakukan dengan tiga jenis

insisi yang berbeda dan masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian.

1. Insisi menurut McBurney (grid incision atau muscle splitting incision).

Teknik ini paling sering dikerjakan dikarenakan tidak terjadi benjolan dan tidak

mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh dan masa

penyembuhan lebih cepat. Namun insisi McBurney juga memiliki kerugian yaitu

lapangan operasi terbatas, sulit diperluas dan waktu yang dibutuhkan untuk

operasi lebih lama. Namun operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara

tajam.

Untuk pelaksanaanya, dilakukan sayatan pada garis yang tegak lurus pada

garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan

umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik McBurney). Sayatan ini mengenai

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

21

kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot dinding abdomen disayat secara tumpul

menurut arah serabut ototnya.

2. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Sayatan ini dilakukan pada

lokasi dan arah yang sama dengan insisi McBurney hanya saja insisi menurut

Roux ini dilakukan sayatan yang langsung menembus dinding abdomen tanpa

mempedulikan arah serabut otot sampai tampak peritoneum. Adapun

keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, lebih mudah diperluas,

sederhana dan mudah. Dan kerugiannya adalah lebih banyak memotong saraf dan

pembuluh darah, sehingga perdarahan pada teknik ini lebih banyak, masa

pemulihan pasca bedah lebih lama, nyeri pasca operasi lebih sering terjadi dan

kadang-kadang terdapat hematoma yang terinfeksi.

3. Insisi pararektal. Sayatan ini dilakukan pada garis lateral muskulus rektus

abdominis dekstra secara vertical dari kranial ke kuadral sepanjang 10 cm.

keuntungannya, dapat dipakai pada insiden apendiks yang belum pasti dan sayatan

dapat dengan mudah diperpanjang. Namun untuk kerugiannya, sayatan ini tidak

secara tepat langsung mengarah ke apendiks atau sekum, dapat memotong saraf

dan pembuluh darah yang besar dan untuk menutup luka dibutuhkan jahitan

penunjang.

2.4 Motilitas Usus

Motilitas usus diatur secara cermat untuk memaksimalkan fungsi dari

sistem pencernaan. Terdapat empat faktor yang berperan dalam pengaturan fungsi

dari sistem pencernaan yaitu: fungsi otonom otot polos, pleksus saraf intrinsik,

saraf ekstrinsik dan hormon saluran pencernaan (Almaycano, 2008)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

22

1) Fungsi Otonom Otot Polos

Otot polos traktus gastrointestinal dijalani oleh aktivitas listrik yang

lambat. Aktivitas ini cenderung memiliki dua tipe dasar gelombang listrik, yang

pertama gelombang lambat dan yang kedua gelombang paku. Dimana aktivitas

listrik spontan yang menonjol pada otot polos pencernaan adalah potensial

gelombang lambat yang disebut juga irama listrik dasar (Basic Electrical Rhytm,

BER). BER ini berperan dalam mengkoordinasikan peristaltik dan aktivitas

motoric lainnya, kontraksi timbul hanya selama bagian depolarisasi gelombang.

Setelah vagotomi atau transeksi dinding lambung, misalnya peristaltik di lambung

menjadi tidak teratur.

2) Pleksus Saraf Intrinsik

Pleksus saraf merupakan jaringan sel-sel saraf yang saling berhubungan.

Terdapat dua jaringan saraf yang membentuk pleksus di saluran pencernaan yaitu

pleksus mienterikus yang terletak diantara lapisan otot polos longitudinal dan

sirkuler dan pleksus sub mukosa (Meissner) yang terletak di submukosa. Pleksus-

pleksus intrinsik mempengaruhi semua fase aktivitas saluran pencernaan. Melalui

persarafan sel-sel otot polos serta sel-sel eksokrin dan endokrin saluran

pencernaan. Bila pleksus ini dirangsang, efeknya yang utama adalah terjadi

peningkatan kontraksi tonus dinding usus, peningkatan intensitas kontraksi ritmis,

sedikit peningkatan kecepatan irama kontraksi dan peningkatan kecepatan

konduksi gelombang eksitatorik disepanjang dinding usus, yang menyebabkan

pergerakan gelombang peristaltik yang lebih cepat.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

23

3) Saraf Ekstrinsik

Saraf ini berasal dari luar saluran pencernaan dan mempersarafi berbagai

organ pencernaan yaitu serat-serat saraf dari kedua cabang sistem saraf otonom.

Saraf otonom mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran pencernaan melalui

modifikasi aktivitas yang sedang berjalan di pleksus intrinsik, sehingga mengubah

tingkat sekresi hormon saluran pencernaan, atau pada beberapa keadaan melalui

efek langsung pada otot polos dan kelenjar. Saraf simpatis pada saluran cerna

dominan untuk situasi fight or flight, cenderung menghambat atau memperlambat

kontraksi dan sekresi. Sistem saraf parasimpatis yang mempersarafi saluran

pencernaan melalui saraf vagus, cenderung meningkatkan motilitas otot polos dan

mendorong sekresi enzim dan hormon pencernaan.

4) Hormon pencernaan

Berbagai hormon pencernaan diangkut oleh darah kebagian saluran

pencernaan. Hormon-hormon pencernaan dikeluarkan terutama sebagai respon

terhadap perubahan lokal spesifik di isi lumen, yang bekerja secara langsung pada

sel-sel kelenjar endokrin atau tidak langsung melalui pleksus intrinsik atau saraf

otonom ekstrinsik (Almaycano, 2008).

Untuk pembuluh darah pada sistem pencernaan yang disebut sirkulasi

splanknik meliputi aliran darah yang melalui usus sendiri ditambah aliran darah

melalui limpa, pancreas dan hati (Almaycano, 2008).

2.4.1 Motilitas Usus Postoperative

Motilitas usus pada dasarnya dapat dikaji dengan mendengarkan bising

usus dengan cara mengauskultasi pada empat kuadran pada abdomen. Pada pasien

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

24

post operasi motilitas usus akan mengalami penurunan sampai hilangnya motilitas

pada usus. Hal ini disebabkan karena adanya manipulasi pada saluran

gastrointestinal atau juga pasien diberikan anestesi. bising usus akan hilang atau

pun berkurang dalam beberapa hari setelah operasi (Potter & Perry, 2006).

Pengaruh agens anestesi dapat menghambat impuls saraf parasimpatis ke

otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang

motilitas yang dapat berakibat terjadinya ileus paralitik (Stefanus, 2013).

Terhambatnya impuls saraf parasimpatis akan menyebabkan pelepasan asetilkolin

juga tehambat. Secara normal, asetilkolin dilepaskan oleh saraf parasimpatik

nervus vagus, dimana asetilkolin yang dilepaskan tersebut diterima oleh reseptor

muskarinik pada pleksus mienterikus intestinal (Guyton, 2007). Fungsi dari

pleksus mienterikus ini adalah mengatur aktivitas motorik disepanjang usus dan

apabila asetilkolin dihambat pelepasannya yang dikarenakan efek dari anestesi

tersebut maka akan terjadi penurunan kecepatan konduksi gelombang eksitatorik

disepanjang dinding usus halus sehingga dapat menurunkan motilitas usus

(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Manipulasi atau pembedahan yang dilakukan di daerah usus dapat

menyebabkan penurunan motilitas usus yang disebabkan oleh beberapa

mekanisme yang berbeda-beda. Penyebab tersebut bisa didapat dari faktor

neurogenik, inflamasi dan respon hormonal terhadap stress. Refleks saraf dari

sistem saraf parasimpatik menyebabkan terhambatnya rangsangan pada motilitas

usus. Penelitian pada hewan percobaan ditemukan bahwa terjadi hambatan

konduksi saraf pada saraf splanik (Saraf thorakal 5-12 yang mempersarafi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

25

abdomen) meningkatkan motilitas intestinal. Riset juga mengindikasikan

penurunan angka ileus dalam penggunaan epidural kateter dalam anestesi (Leier,

2007). Faktor inflamasi lokal terindentifikasi dapat secara langsung menghambat

motilitas usus. Pada studi ditemukan pembedahan pada abdomen akan memicu

suatu peristiwa peradangan lokal yang mengarah akan teraktifasinya makrofag,

pelepasan sitokin proinflamasi dan peningkatan molekul adhesi. Agen-agen

inflamasi ini yang menyebabkan terjadinya peradangan pada otot polos usus dan

menyebabkan penurunan motilitas usus (Chamberlain, 2007). Terakhir, respon

hormonal termasuk cortikotropin relasing faktor bersama dengan calcitonin

genereted peptide, prostaniods subtansi P, vasoaktif intestinal peptid dan asam

nitrat secara teori sebagai unsur utama yang menyebabkan ileus pasca operasi.

Interaksi dari mekanisme saraf dan hormonal ini tidak dimengerti secara jelas

tetapi dapat memperpanjang ileus pasca operasi (Leier, 2007).

Menurut Deborah 2006, ada beberapa faktor yang dapat mengubah

motilitas usus yaitu:

a. Efek puasa dan stress

Efek puasa yang lama pada pasien, manipulasi abdomen pada saat

pembedahan dan nyeri bedah dapat mengurangi motilitas usus pada pasien pasca

operasi.

b. Efek alpha - 2 agonis

Efek ini diteliti pada kuda yang mendapatkan anestesi hasil yang

didapatkan adalah alpha - 2 agonis dapat mengganggu motilitas usus, karena

penurunan aktivitas motorik phasik dan tonik dari usus. Penundaan pengosongan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

26

lambung, motilitas duodenum berkurang, penurunan motilitas dari jejunum dan

lentur panggul, penurunan motilitas dari usus kecil, sekum dan kolon ventral kiri

semuanya telah dilaporkan.

c. Efek opioid

Opioid mengubah aktivitas sfingter gastroesophageal, sehingga sfingter

relaksasi. Fentanyl dan meperidin mengurangi motilitas antroduodenal dan

menunda pemulihan motilitas usus pasca operasi.

d. Efek lidocaine

Penggunaan perioperatif lidocaine mengurangi durasi pasca operasi ileus

(POI) pada manusia. Intraperitoneal bupivacaine telah terbukti mengurangi

hipomotilitas usus pasca bedah pada orang. Temuan ini menyebabkan klasifikasi

lidocaine sebagai prokinetik, sebuah klaim yang telah terbukti tidak benar. Dalam

satu studi administrasi lidocaine dengan kuda menjalani operasi perut,

intraoperatif dosis 0,025 mg / kg / menit dan infus pasca operasi dari 0,05 mg / kg

/ menit dianggap memiliki efek menguntungkan pada motilitas usus. Sehingga

dapat diartikan bahwa lidocaine berpengaruh pada motilitas usus, namun

penggunaannya lebih menguntungkan.

2.4.2 Motilitas Usus Pasien Apendiktomi

Motilitas usus pasien apendiktomi tidak banyak dijelaskan, namun disini

peneliti ingin menyimpulakan dari subbab sebelumnya mengenai motilitas usus

postoperative. Motilitas usus pada pasien apendiktomi juga akan mengalami

penurunan, karena pada dasarnya penatalaksanaan apendiktomi juga dilakuakan

pembedahan pada abdomen dan dilaksanakan dengan ansestesi sebelumnya

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

27

(Potter & Perry, 2006). Sesuai dengan teori yang disebutkan pembedahan pada

abdomen akan menurunkan motilitas usus yang didapat melalui faktor neurologis,

inflamasi dan respon hormon terhadap stress (Leier, 2007). Sedangkan untuk

anestesi sendiri, pengaruh agens anestesi dapat menghambat impuls saraf

parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau

menghentikan gelombang motilitas yang dapat berakibat terjadinya ileus paralitik

(Stefanus, 2013).

Pertama, melalui faktor neurologis terjadi penghambatan refleks saraf

parasimpatis yang diaktifkan melalui stimulasi serat somatic dan visceral selama

proses pembedahan. Terhambatnya refleks saraf parasimpatik akan menyebabkan

pelepasan asetilkolin akan terhambat juga. Dimana asetilkolin merupakan

neurotransmiter yang mendorong kontraksi otot polos pada saluran cerna,

sehingga dapat diartikan bahwa terhmbatnya pelepasan asetilkolin akan

menyebabkan terhambatnya pula kontraksi pada otot polos yang mengatur

pergerakan dari motilitas usus. Yang kedua, dari faktor inflamasi disini akan

teraktifasinya makrofag, pelepasan sitokin proinflamasi dan peningkatan molekul

adhesi. Agen-agen inflamasi ini yang menyebabkan terjadinya peradangan pada

otot polos usus dan menyebabkan penurunan motilitas usus. Dan yang terakhir

dari faktor hormon, untuk faktor ini belum diketahui secara pasti namun

keterlibatan cortikotropin relasing faktor bersama dengan calcitonin genereted

peptide, prostaniods subtansi P, vasoaktif intestinal peptid dan asam nitrat secara

teori sebagai unsur utama yang menyebabkan ileus pasca operasi (Leier, 2007).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

28

Agens anestesi juga dapat menurunkan motilitas usus, hal ini disebabkan

karena anestesi menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot polos yang

mengatur pergerakan motilitas usus (Stefanus, 2013). Penelitian lain juga

mengatakan bahwa agen anestesi akan menghambat pelepasan asetilkolin

(Lubawski, 2008).

2.5 KOMPRES HANGAT

2.5.1 Pengertian

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu

dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian

tubuh yang memerlukan (Siti, 2013).

2.5.2 Tujuan

Adapun tujuan dari kompres hangat yaitu:

a. Memperlancar sirkulasi darah

b. Mengurangi rasa sakit

c. Memperlancar pengeluaran cairan (eksudat)

d. Memberi rasa nyaman dan tenang pada pasien

e. Merangsang peristaltik usus (Siti, 2013).

Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot,

perut kembung dan kedinginan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

29

2.5.3 Efek Terapeutik Pemberian Panas

Pada umumnya panas memiliki efek terapeutik, meningkatkan aliran darah

ke bagian tubuh yang mengalami cedera. Suhu kompres hangat yang tepat

diberikan pada bagian tubuh adalah 43o – 46

oC, suhu itu diberikan karena untuk

mencegah terjadinya luka bakar yang tidak disengaja (Potter & Perry 2006).

Sedangkan menurut Sasmito (2011) suhu yang efektif digunakan untuk

mengoptimalkan fungsi saraf, memperbaiki sirkulasi darah dan metabolisme

tubuh serta merangsang peningkatan sel darah putih adalah pada suhu sekitar 37o

– 40oC. Menurut Masanori (2003) suhu yang efektif adalah pada suhu 42

oC

selama 20 menit, dimana kompres hangat tersebut akan memberikan efek berupa

meningkatkan fungsi gastrointestinal, menurunkan tingkat kecemasan, depresi

serta tingkat amarah pada pasien. Apabila panas digunakan selama 1 jam atau

lebih maka aliran darah akan menurun akibat refleks vasokonstriksi karena tubuh

berusaha mengkontrol kehilangan panas dari area tersebut. Pengangkatan dan

pemberian panas kembali secara periodik akan mengembalikan efek vasodilatasi.

Panas yang mengenai jaringan secara terus menerus akan merusak sel-sel epitel,

menyebabkan kemerahan, rasa perih, bahkan kulit menjadi melepuh.

1. Vasodilatasi : pemberian panas akan meningkatkan aliran darah ke bagian

tubuh yang mengalami cedera, meningkatkan pengiriman nutrisi dan

pembuangan zat sisa, mengurangi kongesti vena di dalam jaringan yang

mengalami cedera.

2. Viskositas darah menurun : meningkatkan pengiriman leukosit dan

antibiotic ke daerah luka

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

30

3. Ketegangan otot menurun : meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi

nyeri akibat spasme atau kekakuan

4. Metabolisme jaringan meningkat : meningkatkan aliran darah, memberi

rasa hangat lokal

5. Permeabilitas kapiler meningkat : meningkatkan pergerakan zat sisa dan

nutrisi

Adapun contoh kondisi yang dapat diobati dari pemberian panas adalah

pada bagian tubuh yang mengalami inflamasi atau edema, luka operasi yang baru,

luka terinfeksi, artritis, penyakit sendi degeneratif, nyeri sendi lokal, ketegangan

otot, nyeri punggung bawah, kram akibat menstruasi, hemoroid, inflamasi perianal

dan vaginal, serta abses lokal (Potter & Perry, 2006).

2.5.4 Bentuk Terapi Panas

Terapi panas dapat diberikan dalam bentuk kering ataupun lembab. Jenis

luka atau cedera, lokasi bagian tubuh, adanya drainase atau inflamasi merupakan

faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi kering ataupun

lembab.

Adapun keuntungan dan kerugian dari terapi kering dan lembab :

A. Terapi Kering

Keuntungan : panas kering memiliki resiko yang rendah yang

menyebabkan luka bakar dibandingkan pemberian terapi panas lembab, terapi

kering tidak menyebabkan maserasi kulit, panas kering dapat menahan suhu lebih

lama karena tidak di pengaruhi oleh evaporasi.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

31

Kerugian : panas kering dapat meningkatkan kehilangan cairan tubuh

melalui keringat, terapi kering tidak dapat masuk jauh ke dalam jaringan, panas

kering menyebabkan peningkatan kekeringan kulit.

B. Terapi Lembab

Keuntungan : terapi lembab dapat mengurangi kekeringan kulit dan

melunakkan eksudat luka, kompres lembab sangat sesuai dengan area yang akan

diberikan terapi, panas lembab dapat masuk jauh ke dalam lapisan jaringan, panas

lembab yang hangat tidak meningkatkan keringat dan kehilangan cairan yang

tidak dapat dirasakan

Kerugian : terpapar dalam waktu yang lama dapat menyebabkan meserasi

kulit, panas lembab lebih cepat dingin karena adanya evaporasi, panas lembab

menyebabkan risiko luka bakar kulit yang lebih besar karena lembab

menghantarkan panas (Potter & Perry, 2006).

2.6 Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Motilitas Usus Pada Pasien

Apendiktomi

Pemakaian kompres hangat biasanya hanya dilakukan setempat saja pada

bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh darah

melebar sehingga akan memperlancar peredaran darah didalam jaringan tersebut.

Panas cukup berguna untuk pengobatan, meningkatkan aliran darah ke bagian

yang cedera. Apabila panas digunakan selama 1 jam atau lebih maka aliran darah

akan menurun akibat refleks vasokontriksi karena tubuh berusaha mengontrol

kehilangan panas dari area tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali panas

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

32

lokal secara periodik akan mengembalikan efek vasodilatasi (Potter dan Perry,

2005).

Pemberian kompres hangat menurut Sasmito (2011), akan memberikan

impuls hangat yang diterima reseptor suhu di bawah kulit abdomen dihantarkan ke

sistem saraf pusat oleh serabut saraf tipe C. Hipotalamus mengatur kerja sistem

saraf autonom. Saraf parasimpatis pada neuron postganglion yang terangsang

akan melepaskan asetilkolin. Asetilkolin yang dilepaskan akan diterima oleh

reseptor muskarinik pada pleksus mienterikus intestinal, sehingga pleksus ini akan

terangsang. Salah satu efek dari rangsangan pleksus mienterikus yaitu terjadi

peningkatan kecepatan konduksi gelombang eksitatorik disepanjang dinding usus,

menyebabkan pergerakan motilitas usus lebih capat (Sasmito, 2011).

Selain itu, Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan

memberikan sinyal ke hypothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika

reseptor yang peka terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem efektor

mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla

oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior

sehingga terjadi vasodilatasi (Sasmito, 2011). Akibat dari vasodilatasi pembuluh

darah akan meningkatkan aliran darah splanknik (Pembuluh darah sistem

gastrointestinal). Peningkatan aliran darah tersebut sesuai teori yang di

kemukakan Sherwood (2011) akan membawa hormon-hormon yang telah

dikeluarkan sel-sel kelenjar endokrin seperti gastrin dan motilin dalam darah

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendiks 2.1.1 Anatomi II o3.pdf · Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara sepontan. ... umbilikus pada batas sepertiga

33

kemudian diedarkan. Hormon-hormon ini akan menimbulkan efekeksitatorik

disepanjang dinding usus dan otot polos, maka akan terjadi motilitas usus.

Pengaruh kompres hangat untuk meningkatkan motilitas usus telah

dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Sasmito (2011) yang berjudul

Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Motilitas Usus Pasien Pasca Pembedahan

Fraktur Eksremitas Bawah Dengan Anestesi Blok Subaraknoid Di Ruang Sadar

Pulih RSUD Sidoarjo yang menyebutkan bahwa dari 9 responden yang diberikan

kompres hangat dengan suhu 37oC – 40

oC selama 30 menit didapatkan hasil

perhitungan motilitas usus selama 1 menit semua responden mengalami

peningkatan motilitas usus.

Penelitian yang berjudul Effect Lumbar Skin Warming on Gastric Motility

and Blood Pressure in Humans menyatakan efek kompres hangat yang diberikan

pada suhu 42oC selama 20 menit menurut Masanori (2003), dapat meningkatkan

motilitas usus melalui rangsangan saraf parasimpatis dan vasodilatasi pembuluh

darah.