Upload
buikhanh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit Internal
Pada dasarnya pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan
pengendalian sudah sesuai dengan yang diharapkan.dalam pengertian pemeriksaan
terdapat dua unsur yang selalu kita temui yaitu kondisi dan kriteria.kondisi adalah
kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya yang melekat pada objek yang
diperiksa. Kriteria merupakan bahan pembanding sehingga dapat menetapkan
apakah suatu kondisi tersebut menyimpang atau tidak.faktor utama diperlukannya
audit internal adalah meluasnya rentang kendali yang dihadapi pimpinan
perusahaan yang memperkerjakan ribuan karyawan dan mengelola kegiatan di
berbagai tempat yang terpencar.berbagai penyimpangan dan ketidak wajaran dalam
menyelenggarakan buku perusahaan merupakan masalah nyata yang harus
dihadapi.
Untuk mendeteksi dan mencegah berbagai masalah yang ada didalam
menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut, audit internal
yang memadai adalah audit internal yang memenuhi standar profesi audit (SPAI).
Menurut Hiro Tugiman (2003), Standar Profesi Audit Internal meliputi :
10
a. Independensi atau kemandirian unit audit internal yang membuatnya
terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para
pemeriksa internal.
b. Keahlian dan penggunaan kemahiran professional secara cermat dan
seksama para auditor internal
c. Lingkup pekerjaan audit internal
d. Pelaksanaan tugas audit internal
e. Manajemen unit audit internal
2.1.1 Pengertian Audit Internal
Audit Internal telah berkembang dari yang hanya sekedar profesi yang
memfokuskan diri pada masalah-masalah teknis akuntansi menjadi profesi yang
memiliki orientasi memberikan jasa bernilai tambah bagi manajemen.
Audit internal merupakan elemen pengawasan dari struktur pengendalian
intern dalam suatu perusahaan, yang dibuat untuk memantau efektivitas dari
elemen-elemen struktur dari pengendalian intern lainnya.
Menurut Mulyadi (2002:202) pengertian audit internal yaitu adalah sebagai berikut
“Audit Internal merupakan kegiatan penilaian bebas yang terdapat dalam organisasi
yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain
untuk memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggungjawab
mereka dengan cara menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-
komentar penting terhadap kegiatan manajemen”.
Sedanngkan menurut Hiro Tugiman (2001:11) pengertian audit internal yaitu
sebagai berikut :
11
“Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang
independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan
organisasi yang dilaksanakan.”
Dari berbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulakn bahwa audit
internal adalah suatu aktivitas penilaian yang bersifat independensi ini diharapkan
auditor internal dapat memberi laporan yang objektif kepada manajemen atas hasil
temuan serta kesimpulan selama pemeriksaan dan dapat melakukan evaluasi
terhadap operasional resiko, proses pengaturan yang efektif, dengan pendekatan
yang sistematis, dan apakah telah menerapkan Good Corporate Governance
(GCG).
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian audit
internal mencakup :
a. Audit Internal merupakan suatu aktivitas penilaian independent dalam suatu
organisasi.ini berarti bahwa seseorang yang melakukan penilaian tersebut
adalah pegawai perusahaan.
b. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal, independensi dan
objektivitas harus dipegang.
c. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal bertanggung jawab
langsung pada pimpinan.
d. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik
financial maupun non financial
e. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur telah ditetapkan dijalankan
sesuai dengan target dalam mencapai tujuan organisasi.
12
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa audit
internal adalah :
1. Suatu aktivitas independen dan objektif
Definisi terdahulu menggambarkan audit internal sebagai fungsi penilaian
independen yang dibentuk dalam organisasi, sedangkan definisi terbaru
mengakui profesi yang lebih fleksibel dan meninggalkan konsep
independensi yang didefinisikan secara sempit.
2. Aktivitas pemberian jaminan dan konsultasi
Fungsi penilaian tidak lagi menjadi jasa yang diberikan oleh audit internal
dan tidak mengantisipasi peran auditor yang meningkat dan pengaruhnya
yang semakin berkembang dalam organisasi. Konsep aktivitas pemberian
pinjaman dan konsultasi memfokuskan pada para pengguna jasa, bila
profesi auditor internal tidak dapat memenuhi kebutuhan para pengguna,
mereka akan memperolehnya dari pihak luar perusahaan.
3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambahan serta meningkatkan
kegiatan operasi organisasi
Konsep ini menempatkan audit internal ke inti organisasi. Perubahan
filosofi ini sepenuhnya dapat diterima oleh semua auditor. Sebagaian
auditor merasa bahwa istilah “memberi nilai tambah” akan menjadi using
dan sebagian orang merasa bahwa auditor internal auditor hanya bertangg
ung jawab pada komite audit.
13
4. Membantu organisasi dalam usaha pencapaian tujuan
Definisi baru berusaha meningkatkan audit internal dengan faktor penting
dan proses inti dengan menempatkan aktivitas audit internal sebagai suatu
usaha untuk organisasi dalam mencapai tujuannya.
5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi
dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses
pengelolaan organisasi
2.1.2 Tujuan Audit Internal
Tujuan audit internal menurut The Chief of Internal Auditors (Sawyer,
2005:28) yaitu:
“The objective of internal audit to provide guidance and related matters to
the organization so as to assist management in the dischange of its
responsibilities for installing and maintaining controls that to ensure
organizatiomal objective are achieved. To this end it furnishes them with
analysis, appraisals, recommendation and information concerning the
activities reviewed”.
Menurut pernyataan CIA, tujuan audit internal adalah untuk menyediakan
suatu pedoman bagi organisasi yang dapat membantu manajemen dalam
melaksanakan tanggungjawabnya untuk membentuk dan memelihara pengendalian
yang dapat memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk
itu fungsi audit internal akan memberikan analisis, penilaian, rekomendasi,
konsultasi, dan membentuk informasi mengenai aktivasi yang diperiksa.
14
Menurut The Institute of Internal Auditors (1995:29) tujuan audit internal adalah
sebagai berikut:
“The scope of internal auditing should encompass the examination and
evaluation of the adequacy and effectiviness of the organization’s system
of internal control and the quality of perfomance in carrying out assigned
responsibilities.”
Menurut IIA, ruang lingkup audit internal harus mencakup pemeriksaan dan
evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal dan
kualita kinerja dalam melaksanakan tanggungjawab yang diberikan.
2.1.3 Fungsi Dan Tanggung Jawab Auditor Internal
Fungsi audit internal membutuhkan pemeriksaan yang berkualitas tinggi.Fungsi
audit internal ini tidak akan berhasil dan berjalan tanpa adanya orang-orang yang
mempunyai pengetahuan yang cukup, mempunyai daya imajinasi yang kuat, serta
berinisiatif dan mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain.
Fungsi audit internal juga ditentukan oleh dukungan dan bantuan yang penuh dan
nyata yang diberikan oleh pimpinan tertinggi perusahaan.
Fungsi audit internal menurut Hiro Tugiman (2006;11) adalah sebagai berikut :
“Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi
penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.tujuannya adalah
membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung
jawabnya secara efektif.”
15
Sedangkan menurut SPAP yang dikeluarkan IAI (2012:319.28), fungsi
pemeriksaan internal dinyatakan sebagai berikut :
“Fungsi audit internal ditetapkan dalam satuan usaha untuk memeriksa dan
mengevaluasi kecukupan dan efektivitas kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian internal lain, penetapan suatu fungsi audit internal yang
efektif mencakup pertimbangan wewenang dan hubungan pelaporannya,
kualifikasi staf dan sumber dayanya.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi pemeriksaan internal meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. Penilaian terhadap prosedur dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan itu, seperti penilaian efesiensi prosedur yang telah ditetapkan dan
pengembangan serta penyempurnaan prosedur tersebut
b. Penilaian terhadap data yang dihasilkan oleh system akuntansi dan
membuat analisis lebih lanjut untuk mendukung kesimpulan tertentu
c. Penilaian kegiatan yang menyangkut ketaatan terhadap kebijakan,
peraturan pemerintah dan kewajiban-kewajiban dengan pihak luar.
Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas
penyediaan informasi untuk menilai keefektifan sistem pengendalian internal dan
mutu pekerjaan orang dalam perusahaan. Oleh karena itu, kepala bagian audit
internal harus menyiapkan uraian tugas yang lengkap mengenai tujuan,
kewenangan, dan tanggung jawab bagian audit internal.
16
Hal ini sesuai dengan SPAI yang dikutip oleh Konsorsium Organisasi Profesi
Audit Internal (2004;8) tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit
internal :
“Tujuan kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus
dinyatakan secara formal dalam eharter audit internal, konsisten dengan
SPAI, dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas
organisasi.”
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan, wewenang, dan
tanggung jawab audit internal di dalam suatu perusahaan harus dijelaskan secara
rinci dan jelas dalam dokumen tertulis yang formal dan disetujui oleh dewan
komisaris. Dokumen tersebut harus menjelaskan tujuan dari bagian audit khususnya
mengenai ruang lingkup audit. Namun demikian, bagian audit internal tidak
memilik tanggung jawab atau kewenangan terhadap aktivitas yang diauditnya.
2.1.4 Keriteria Auditor Internal
2.1.4.1 Independensi
Menurut Mulyadi (2002), independensi adalah :
“sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain, dapat diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif
tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya.”
Independensi bukan hanya penting secara formal tetapi juga dalam
bertindak dan pola berfikir.banyak ahli di bidang akuntansi dan auditing, telah
menciptakan landasan yang kuat pada konsep independensi.
17
Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan, Independensi memungkinkan
auditor internal untuk melakukan pekerjaan audit secara bebas dan objektif. Hal ini
berarti dalam memberikan penilaian auditor internal tidak melihat kepada siapapun,
serta dapat membuat pertimbangan penting secara netral dan tidak menyimpang.
Hal ini dapat tercapai apabila audit internal di berikan status dan kedudukan yang
jelas, seperti yang dikemukakan Hiro Tugiman (2006;20), sebagai berikut :
“para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya
secara bebas dan objektif.kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan
penilaian yang tidak memihak dan tanpa perangsangka, hal mana sangat diperlukan
atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh
melalui status organisasi dan obejktif pada auditor internal,”
Independensi mengakut dua aspek, yaitu :
a. Status organisasi
Merupakan kedudukan formal di dalam suatu perusahaan secara
keseluruhan, status organisasi auditor internal harus memberikan kebebasan
untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang di
berikan. Dukungan dari manajemen senior dan dewan direksi sangat
diperlukan oleh auditor internal agar dapat bekerja sama dengan pihak yang
akan diperiksa dan dapat menyelesaikan tugasnya secara bebas dan tidak
ada campur tangan pihak lain.
b. Objektivitas Auditor
Yaitu auditor tidak boleh terlibat dalam pengembalian keputusan
operasional persuhaan, termasuk dalam desain system manajemen operasi.
18
Audit internal harus selalu bersikap obejktif dalam melakukan audit.
Objektifitas merupakan kebebasan sikap mental yang harus dipertahankan
oleh auditor internal dalam melakukan audit, dan auditor internal tidak
boleh membiarkan pertimbangan auditnya dipengaruhi oleh orang lain
Objektivitas auditor internal menurut Standar Profesi Audit Internal (2004) adalah
sebagai berikut :
“auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif , tidak memihak
dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan
(conflict of interest).”
2.1.4.2 Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit
Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas
penyedian informasi untuk menilai efektivitas system pengendalian intern (SPI)
dan mutu pengelolaan organisasi perusahaan. Oleh karena itu satuan kerja audit
internal menyiapkan uraian tugas yang lengkap mengenai tujuan , kewenangan, dan
tanggung jawab satuan kerja audit internal.
Hal itu sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal (2004) tentang
tanggung jawab dan kewenangan audit internal :
“Tujuan, Kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan
secara formal dalam character audit internal, konsisten dengan standar profesi audit
internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas
organisasi.”
Dari kutipan diatas diketahui bahwa tujuan,kewenangan dan tanggung
jawab audit internal didalam organisasi harus dinyatakan secara sah dalam
19
dokumen kewenangan dan tanggung jawab audit internal, selain itu setaip orang
dalam organisasi harus memiliki tugas dan tanggung jawab atas pengendalian
internal nya, misalnya :
a. Manajemen, terdiri dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang
pada pokoknya bertanggung jawab dan mengasumsikan “kepemilikan”
system pengendalian intern tersebut, lebih dari individu yang lain, dan
sebagai role mode menetapkan “ tone of the top” yang mempengaruhi
integritas, etika, budaya kerja, dan factor-faktor lain untuk lingkungan
pengendalian yang positif.
b. Dewan komisaris, bertanggung jawab melakukan pengawasan dan
memastikan bahwa kebijakan, pengaturan, dan pedoman yang telah
disediakan telah dilaksanakan secara efektif.
c. Dewan direktur, bertanggung jawab untuk menyediakan kebijakan,
pengaturan, dan pedoman untuk dilaksanakan, sedangkan setiap
anggota dewan harus bekerja secara efektif, yakni harus bersifat
obyektif, cakap, dan cermat dalam mengelola operasionalitas
perusahaan.
d. Auditor internal, memainkan peranan penting dalam mengevaluasi
efektifitas system pengendalian, dan sebagai “member of the
authority”,Fungsi audit internal harus memainkan peran audit dan
monitoring secara signifikan.
20
2.1.4.3 Kemampuan Profesional
Menurut Hiro Tugiman (2006;27) kemampuan professional adalah sebagai berikut
“merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor
internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah
menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan bebagai displin ilmu yang diperlukan untuk
melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.”
Kemampuan Profesional Mencakup :
1. bagian audit internal, harus :
a. memberikan jaminan atau kepastian teknis dan latar belakang
pendidikan para pemeriksa internal telah sesuai dengan
pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
b. memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan.
c. memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal
akan diawasi sebagaimana mestinya.
2. Audit Internal harus :
a. Mengetahui standar profesional dalam melakukan pemeriksaan.
b. Memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang
penting dalam pelaksanaan pemeriksaan.
c. Memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan
berkomunikasi secara efektif.
21
d. Meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang
berkelanjutan.
e. Melaksanakan ketelitian professional yang sepantasnya dalam
melakukan pemeriksaan.
2.1.4.4 Tujuan dan ruang lingkup audit internal
Menurut Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal SPAI (2004;81) menyatakan
bahwa :
“Tujuan, Kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan
secara formal dan character audit internal, konsisten dengan SPAI dan mendapat
persetujuan dari pimpinan dan tanggung jawab dewan pengawas organisasi”
Tujuan audit internal menurut Hiro Tugiman (2006;99) adalah sebagai berikut :
“Tujuan pelaksanaan audit adalah membantu para anggota organisasi agar dapat
melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Tujuan internal mencakup pula
usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya wajar”.
Ruang lingkup pekerjaan audit internal meliputi pengujian dan evaluasi
terhadap kecukupan dan keefektifan system pengendalian internal yang dimiliki
oleh perusahaan dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab
(HiroTugiman,2006:41).
22
2.1.4.5 Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dapat dinyatakan oleh Hiro Tugiman (2006:53)
sebagai berikut :
“Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan
pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti (follow up).”
Pelakasanaan kegiatan pemeriksaan, meliputi :
1.Perencanaan Pemeriksaan
Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasi dan harus meliputi :
a. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan.
b. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan
yang akan di audit.
c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan.
d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
e. Melaksanakan survey secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang
diperlukan, risiko-risiko, dan pengawasan-pengawasan, serta untuk
memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang akan di periksa.
f. Penulisan program pemeriksaan
g. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan
akan disampaikan.
h. Memperoleh persetujuan bagi rencan kerja pemeriksaan.
23
2. pengujian dan pengevaluasian informasi
Internal auditor haruslah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi,
dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan.
Proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut:
a. Semua informasi yang berhubungan dengan tujuan audit dan ruang lingkup
kerja harus dikumpulkan.
b. Informasi haruslah mencukupi,kompeten, relevan dan berguna untuk
membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi.
c. Prosedur pemeriksaan, teknik pengujian dan penarikan contoh yang
dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila memungkinkan dan
diperluas atau diubah bila keadaan menghendaki demikian.
d. Prosedur pengumpulan, analisis penafsiran, dan pembuktian kebenaran
informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap
objektif auditor terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dicapai.
e. Kertaskerja audit adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh
auditor dan tinjauan atau ditelaah oleh manajemen bagian audit internal.
Kertas kerja ini harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh
dan dianalisis serta dibuat harus mendukung dasar temuan pemeriksaan dan
rekomendasi yang akan dilaporkan.
24
3. Pencapaian Hasil Pemeriksaan
Internal auditor harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
a. Laporan tertulis yang ditandatangani haruslah dikeluarkan setelah
pengujian terhadap pemeriksaan (audit examination) selesai dilakukan.
Laporan sementara dapat dibuat secara tertulis atau lisan dan diserahkan
secara formal atau informal.
b. Internal auditor harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan
dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum
mengeluarkan laporan akhir.
c. Suatu laporan haruslah objektif,jelas,singkat, konstruktif dan tepat waktu.
d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup, dan hasil
pelaksanaan audit, dan bila di pandang perlu, laporan harus pula berisikan
pernyataan tentang pendapat auditor.
e. Laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi bagi berbagai
perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan yang
dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif.
f. Pandangan dari pihak auditee tentang berbagai kesimpulan atau
rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan audit.
g. Pimpinan audit internal atau staf yang ditunjukan harus mereview dan
menyetujui laporan pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut
dikeluarkan, dan menentukan kepada siapa laporan tersebut akan
disampaikan.
25
4. Tindak Lanjut Hasil Audit
Pemeriksa internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak
lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang
dilaporkan telah dilakukan tindakan korektif yang diusulkan telah dilakukan dan
memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau
dewan telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas
temuan yang dilaporkan .
Prosedur pemantauan hasil audit menurut Tampubolon (2005:153) dari:
a. Evaluasi terhadap anggapan yang diberikan oleh manajemen.
b. Evaluasi terhadap jangka waktu yang dibutuhkan oleh manejemen untuk
menanggapi hasil observasi dan rekomendasi yang termuat dalam laporan
hasil audit, dengan pertimbangan bahwa semakin segera sebuah isu
diselesaikan akan semakin baik
c. Pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut
Pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut harus dilakukan, agar dapat:
1. Diketahui perkembangannya.
2. Diingatkan apabila belum dapat melaksanakan komitmen perbaikan
menjelang atau sampai batas waktu yang dijanjikan.
d. Analisis dan verikasi kecukupan tindak lanjut
Dari hasil pemantauan tindaklanjut, dilaksankan analisis dan verifikasi
kecukupan atas realisasi perbaikan. Apabila terdapat kesulitan atau hambatan
26
yang menyebabkan tindak lanjut tersebut tidak dapat dilakukan sebagaimana
mestinya, perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap hal tersebut.
e. Adanya sebuah prosedur komunkiasi yang memungkinakan SKAI
mendorong manajemen untuk meningkatkan tanggapannya yang dinilai
kurang memuaskan atau tidak sesuai yang diharapkan dan disepakati
sebelumnya.
f. Pelaporan tindak lanjut.
SKAI memberikan laporan tertulis kepada direktur utama dan dewan
komisaris/komite audit untuk tindakan administratif lebih lanjut.
2.2 Kecurangan (Fraud)
Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan
ketidakberesan (irregularities). Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai
akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan manajemen atau karyawan
perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindahbukuan,
dan lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang sengaja
dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan
kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan
(fraud).
Dalam istilah sehari-hari fraud dapat diartikan dengan istilah pencurian,
pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian, dan
lain-lain. Namun demikian, semua istilah ini merupakan tindakan kriminal atau
kejahatan (crime). Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui pengertian fraud, faktor-
27
faktor yang mendorong terjadinya fraud, tanda-tanda fraud, unsur-unsur fraud,
jenis dan bentuk fraud serta pencegahan yang dilakukan untuk mengantisipasi
terjadinya fraud.
2.2 Pengertian Kecurangan (Fraud)
Kecurangan (fraud) dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan atau
perbuatan untuk menyembunyikan, menutupi atau tindakan tidak jujur lainnya,
melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang salah
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan keuangan lainnya atau meniadakan
suatu kewajiban.
Menurut Hiro Tugiman ( 2006:63) kecurangan didefinisikan sebagai berikut :
“Fraud mencakup perbuatan melanggar hokum dan pelanggaran terhadap peraturan
dan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat
curang.perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau
kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh orang diluar organisasi
tersebut”.
Sedangkan pengertian fraud menurut Ali(2004) adalah sebagai berikut :
“fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan untuk
menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan
memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan”.
Dapat disimpulakan bahwa fraud merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan kebenaran dan dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh
sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya sehingga dapat mengakibatkan
kerugian pada perusahaan.
28
Fraud dapat melibatkan beberapa pihak, seperti :
1. Pihak internal, yaitu seperti pegawai ataupun manajemen.
2. Pihak eksternal, yaitu seperti costumer atau pihak ketiga.
3. Kerjasama, yaitu seperti fraud yang dilakukan secara kerjasama antara
pihak eksternal dan pihak internal.
2.2.1 Klasifikasi Kecurangan
Untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya kecurangan, maka harus
mengetahui jenis-jenis kecurangan dalam buku Fraud auditing yang diterbitkan
Yayasan Pendidikan Audit internal (2008:11) yaitu:
1. Employee embezzlement atau occupational fraud
Kecurangan yang dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam
organisasi.
2. Management fraud
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, biasanya dengan melakukan
penyajian laporan keuangan yang tidak benar untuk keuntungan organisasi
atau perusahaan.
3. Investment scam,
Kecurangan yang dilakukan dengan membujuk investor untuk menanamkan
uangnya pada suatu bentuk investor untuk menanamkan uangnya pada suatu
bentuk investasi dengan janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat
dalam waktu cepat. Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi
29
investor diberikan hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu kemudian
macet.
4. Vendor fraud
Kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau organisasi yang menjual
barang/jasa dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan
kwalitasnya atau barang/jasanya tidak direalisasikan walaupun pembeli telah
membayar, korbannya adalah pembeli.
5. Customer fraud
Kecurangan yang dilakukan pembeli/pelanggan. Pembeli tidak/kurang
membayar harga barang/jasa yang diterima, korbannya adalah penjual.
6. Computer fraud
Kecurangan yang dilakukan dengan cara merusak program komputer, file,
data, sistem operasi, alat atau media yang digunakan yang mengakibatkan
kerugian bagi organisasi yang sistem komputernya dimanipulasi.
30
2.2.2 Jenis-jenis Kecurangan (Fraud)
Dalam artikel yang berjudul Komputer vs Fraud Audit disebutkan bahwa
klasifikasi terjadinya fraud tergantung pada kreativitas pelaku fraud. Jenis fraud
menurut Schulze dan Daviel L. Black yang dikutip oleh Nanik Wahyuni
(2000:17-18) adalah sebagai berikut
1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud)
2. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud)
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa fraud dapat dilakukan oleh
manajemen dan karyawan perusahaan.
Berikut ini akan dijelaskan Kecurangan Manajemen (Management Fraud)
dan Kecurangan Karyawan (Employee Fraud).
1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud)
Manajemen mungkin akan terlibat dengan setiap macam fraud. Management
fraud adalah suatu tindakan sengaja membuat laporan keuangan dengan
memasukkan jumlah angka yang palsu atau mengubah catatan akuntansi yang
merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Misalnya manipulasi,
mengubah catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan
sumber penyajian laporan keuangan.
Sama halnya dengan W. Steve Albrecht (2003:9) menyatakan bahwa:
"In its most common from, management fraud involves top management's
deceptive manipulation of financial statements".
Albrecht menyatakan bahwa kecurangan manajemen (management fraud)
yang biasa dilakukan adalah memanipulasi laporan keuangan.
31
2. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud)
Employee Fraud yang paling umum adalah pemalsuan daftar gaji (false
payroll), penjual palsu (false vendor) dan transfer cek palsu (check kitting).
Dalam hal ini, pemalsuan daftar gaji dilakukan dengan menciptakan karyawan
palsu dan kemudian menguangkan gaji karyawan palsu tersebut. Pemalsuan
penjual dilakukan dengan membentuk penjual palsu, faktur palsu yang
digunakan untuk menerima pembayaran. Sedangkan cek palsu melibatkan
pemindahan dana dari bank yang satu ke bank yan lain dan mencatat secara
tidak benar transfer tersebut.
Sehubungan dengan employee fraud, Alison (2004:2) menyatakan bahwa:
"Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang
menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya
peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta
pembenaran terhadap tindakan tersebut".
Dari pernyataan terdahulu, dapat disimpulkan bahwa fraud yang dilakukan
oleh karyawan perusahaan adalah melakukan kesalahan dengan sengaja, yaitu
penyalahgunaan aktiva disebabkan karena adanya kesempatan dan lemahnya
pengendalian internal pada perusahaan.
Fraud dapat terjadi pada perusahaan yang menggunakan sistem
komputerisasi. Pada dasarnya computer fraud dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya dengan menyalahgunakan waktu komputer atau mencuri sumber daya
komputer dan memanipulasi data atau memasukkan data yang tidak benar.
32
Computer fraud dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang disajikan oleh Dr. Russell Smith yang dikutip
oleh Arif (2000:42) bahwa:
"Kejahatan fraud melalui komputer cenderung meningkat. Dari hasil
survei yang dilakukan oleh KPMG, antara 1997 dan 1999 telah terjadi
peningkatan sebesar 71% dari sebelumnya 12%. Hasil survei KPMG tahun
1999 juga menunjukkan total kerugian akibat kejahatan komputer lebih dari
$16 juta".
Dengan demikian, jelaslah bahwa kejahatan fraud selalu mengalami
peningkatan. Hal ini terlihat dari tahun 1997 sampai dengan tahun 1999 telah
terjadi kenaikan sebesar 59% dan akibat tindakan ini perusahaan mengalami
kerugian dalam jumlah yang sangat besar.
Adapun bentuk-bentuk fraud menurut Amin Widjaja Tunggal (1992:30),
fraud dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu:
1. Fraud yang merugikan perusahaan
2. Fraud yang menguntungkan perusahaan
Dengan demikian, jelaslah bahwa fraud tergantung pada siapa pelakunya.
Untuk lebih jelasnya, akan dirincikan mengenai fraud yang merugikan perusahaan
dan fraud yang menguntungkan perusahaan.
1. Fraud yang merugikan perusahaan
Perusahaan merupakan korban fraud yang biasanya dilakukan oleh karyawan
jenjang menengah ke bawah. Bentuk fraud dalam kategori ini misalnya
pencurian harta kekayaan perusahaan.
33
2. Fraud yang menguntungkan perusahaan
Fraud ini biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang atas atau manajemen puncak.
Bentuk fraud dalam kategori ini misalnya pencatatan laba dan aktiva yang lebih
besar, mencatat biaya-biaya lebih kecil, tidak mencatat retur penjualan, dan lain-
lain.
Sedangkan menurut Association of Certified Examination (ACFE, 2000) di USA
mengkatagorikan kecurangan dalam 3 kelompok :
1. Kecurangan laporan keuangan
Didefinisikan sebagai kecurangan yangdilakukan oleh manajemen dalam bentuk
salah saji material laporan keuangan, yang merugikan investor dan kreditor.
Kecurangan ini dapat bersifat finansial dan nonfinansial.
2. Penyalah gunaan aset
Digolongkan kedalam "kecurangan kas" dan "kecurangan atas persediaan dan asset
lainnya" serta "pengeluaran biaya secara curang".
3. Korupsi
Dalam konteks ini adalah menurut ACFE, yaitu pertentangan kepentingan, suap
dan pemerasan.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Fraud
Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya
pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
34
Sehubungan dengan itu, Amin Widjaja Tunggal (2001:10) menyatakan
bahwa fraud paling sering terjadi bila:
1. Pengendalian intern tidak ada, lemah atau dilakukan dengan longgar
2. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka
3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau
ditempatkan dengan tekanan yang besar
4. Model manajemen sendiri korupsi, tidak efisien atau tidak cakap 5.
Pegawai memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan
6. Perusahaan memiliki tradisi korupsi
7. Perusahaan jatuh pada saat yang tidak tepat
Suatu hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi kecurangan sebagai
akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungannya yang
memungkinkan untuk bertindak Soedjono Karni (2000;38) menyatakan pendapat
tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut :
1. Lemahnya pengendalian intern
a. Manajemen tidak menekankan perlunya peranan pengendalian intern
b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan
c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict interest
d. Auditor internal tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki para
eksekutif terutama menyangkur pengeluaran yang besar
35
2. Tekanan keuangan terhadap seseorang
a. Banyaknya utang
b. Pendapatan rendah
c. Gaya hidup mewah
3. Tekanan non finansial
a. Tuntutan pimpinan di luar kemampuan bawahan
b. Direktur Utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa
dikonsultasikan dengan bawahan
c. Penurunan penjualan
4. Indikasi lain
a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawaikan
b. meremeh integritas pribadi
c. kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal
Ciri-ciri atau kondisi adanya kecurangan menurut Soejono Karni
(2000:43) adalah :
1. Terdapat angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun
sebelumnya
2. Adanya perbedaan antara buku besar dan buku pembantu
3. Perbedaan yang dikemukakan melalui konfirmasi
36
4. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang
umum maupun yang khusus
5. Terdapat perbedaan kepentingan pada tugas pekerjaan karyawan
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa fraud terjadi karena lemahnya
pengendalian internal di dalam perusahaan. Salah satu penyebabnya adalah karena
manajemen tidak menekankan pentingnya pengendalian internal sehingga pegawai
bekerja tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka terhadap perusahaan.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan, manajemen akan mengatur
pegawainya dengan tindakan yang tidak benar. Hal ini disebabkan karena manejemen
yang selalu melakukan tindakan korupsi, tidak efisien dan tidak cakap dalam me-
manage perusahaan. Apabila pendapatan rendah atau banyak hutang pegawai akan
melakukan fraud karena merupakan masalah pribadi yang tidak dapat terpecahkan.
Karena banyaknya fraud yang terjadi, perusahaan akan mengalami kerugian yang
sangat besar sehingga perusahaan dapat jatuh pada saat yang tidak tepat, misalnya
kehilangan uang atau saham.
37
Teori mengenai kecurangan dan faktor penyebab terjadinya kecurangan
lainnya adalah Triangle fraud. Seperti yang dikutip oleh Theodorus. M,
Tuanakotta (2006:106).
Gambar 2.1
Triangle Fraud
1. Perceived Opportunity yaitu kondisi yang bisa mendukung seseorang
untuk menutupi kecurangan yang dilakukannya.
2. Pressure atau tekanan merupakan motivasi yang berasal dari seseorang
umuk melakukan kecurangan. Termasuk didalamnya motivasi
ekonomi.
3. Rationalization atau mencari kebenaran sebelum melakukan kejahatan,
bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya merupakan
bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan.
38
2.2.4 Syarat Penemuan Fraud
Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang
disengaja atau tidak disengaja. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:71-73)
bahwa syarat penemuan fraud terdiri dari:
1. Penemuan Fraud
2. Bukti yang Cukup dan Kompeten
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dalam syarat penemuan
fraud, audit internal harus dapat menemukan fraud dan didukung oleh bukti yang
cukup dan kompeten. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penemuan fraud serta
bukti yang cukup dan kompeten.
1. Penemuan Fraud
Audit internal diharapkan dapat menemukan kelemahan atau fraud yang
terjadi di dalam perusahaan,sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan
prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan diatasi. Sehubungan
dengan itu, temuan-temuan hasil audit harus didasarkan pada:
(1) Kriteria: yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan dalam melakukan
evaluasi.
(2) Kondisi: yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh audit internal.
(3) Sebab: yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara
kondisi yang diharapkan dan kondisi sesungguhnya.
39
(4) Akibat: yaitu berbagai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari
pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang
tidak sesuai dengan ktiteria (dampak dari perbedaan).
(5) Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai
rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diaudit, dan informasi
lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain.
Penemuan fraud, dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan
(misalnya melalui audit internal), kebetulan (by accident), dan laporan dari pihak
lain. Amin Widjaja Tunggal (2012:72) menyatakan bahwa:
"Suatu studi yang dilakukan di Inggris, mengungkapkan bahwa
diperkirakan hanya 19% fraud ditemukan oleh auditor, 51% ditemukan
karena kebetulan, 10% ditemukan melalui pengendalian manajemen, dan
lebih dari 20% merupakan "tips" atau laporan dari pihak luar".
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa fraud dapat ditemukan dari hasil
audit yang dilakukan, secara kebetulan dan melalui pengendalian menajemen serta
informasi dari pihak lain.
2. Bukti yang Cukup dan Kompeten
Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan,
sehingga orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan
auditor. Sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya dan cara
terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mempergunakan teknik audit yang tepat.
40
2.2.5 Penggolongan Pelaku Fraud
Menurut Josua Tarigan (2013:64-65) penggolongan pelaku fraud:
1. Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crime): didefinisikan sebagai kejahatan yang
tidak menggunakan kekerasan untuk mendapatkan keuntungan yang dilakukan dengan
komitmen menggunakan penipuan oleh orang yang mempunyai status pekerjaan
sebagai manajeman puncak, wirausaha, professional, atau semi professional
menggunakan keahlian khusus dan kesempatan yang mereka miliki. Contoh kejahatan
yang dilakukannya adalah korupsi.
2. Kejahatan Kerah Biru (Blue Collar Crime): didefinisikan sebagai kejahatan yang
biasanya dilakukan oleh pegawai yang memiliki status rendah dalam struktur
organisasi ataupun oleh buruh. Biasanya pelaku kejahatan kerah biru lebih banyak
melakukan aksinya berdasarkan tindak kekerasan dan mudah dibuktikan secara fisik,
misalnya pencurian barang persediaan.Adapun menurut Karyono (2013:100-101)
pelaku white collar crime dan blue collar crime: Pelaku kecurangan ditingkat manjeman
puncak:
1. Manajeman cenderung untuk meraih keuntungan pribadi sebanyak-
banyaknya.
2. Cenderung memperlakukan orang sebagai objek, bukan pribadi, bahkan
seringkali sebagai objek ekploitasi.
3. Seringkali melakukan cara-cara eksentrik untuk memamerkan kekayaannya.
4. Sangat egois dan lebih banyak membual tentang presentasi dan keunggulan
yang mereka raih secara licik daripada kegagalan mereka.
41
5. Tampak sebagai pekerja keras tetapi sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk mereka-reka atau merancang jalan pintas agar bisa
mendahului atau mengalahkan pesaingnya. Pelaku kecurangan ditingkat yang
lebih rendah :
a. Bonus-bonus bergantung pada tingkat kinerja jangka pendek, dan tidak
mempertimbangkan kenyataan keadaan ekonomi walaupun persaingan
yang terjadi.
b. Pengendalian intern tidak ada atau tidak dilaksanakan sehingga
membuka peluang bagi karyawan untuk melakukan fraud.
c. Pengendalian manajeman terutama berupa penekanan pada kinerja
"penuhi targetmu atau kami akan mencari orang lain."
d. Kepentingan ekonomi lebih diutamakan daripada etika bisnis sehingga
karyawan merasa tidak dihargai.
e. Banyak sekali ketidak jelasan mengenai tugas dan tanggungjawab
diantara bawahan.
2.2.6 Ruang Lingkup Fraud Auditing
Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu dalam
melakukan audit. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:77-80) ruang lingkup fraud
auditing meliputi:
1. Tingkat materialitas
42
2. Biaya
3. Informasi yang sensitif
4. Pengembangan integritas
Berikut adalah penjelasan mengenai segala sesuatu yang terdapat dalam ruang lingkup
fraud auditing menurut Amin Widjaja Tunggal (2013:7780):
1. Tingkat Materialitas
Dimana suatu fraud tetap dianggap material secara kualitatif dan tidak menjadi
masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari definisi ini adalah:
a. Eksistensi fraud sendiri menunjukan adanya suatu kelemahan dalam
pengendalian.
b. Fraud menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah. Fraud secara
tidak langsung menyatakan masalah integritas mempunyai konsekuensi yang
jauh dari jangkauan. Misalnya, manajemen melakukan pembayaran yang
illegal, perusahaan dan ekslusif yang terlibat akan.
2. Biaya
Untuk biaya manajeman harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atas
manfaat dari perluasan audit dan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk
mencegah fraud pada masa yang akan datang. Karena pada dasarnya untuk menguji
setiap transaksi dibutuhkan biaya yang sangat besar. Seperti yang dikemukakan oleh
Arens et al., (2012:322) adalah sebagai berikut :
"Because fraud is difficult to detect due to collusion and false documentation, a
focus on fraud prevention, and deterrence is often effective and less costly."
43
Dari pernyataan tersebut, tergambarkan bahwa untuk menemukan dan
mmengungkapkan fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak
maksimal.
3. Informasi yang sensitif
Apabila telah terdeteksi adanya fraud, auditor segera membuat kebijakan untuk
menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari aktivitas fraud atau
dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu petunjuk formal dalam
pelaporan dan praktek penyelidikannya
4. Pengembangan integritas
Auditor internal sering kali diminta untuk melakukan program peningkatan
integritas, dan ditinjau bersama seluruh karyawan. Adapun menurut Akmal
(2008:18) ruang lingkup pemeriksaan dalam fraud auditing meliputi:
"a. Me-review keandalan dan integritas informasi
b.Me-reviewkesesuaian/ketaatanterhadap kebijakan,rencana, prosedur
peraturan dan perundang-undangan.
c. Me-review alat untuk melindungi aktiva dan memverifikasi keberadaan
aktiva.”
d. Menilai penggunaan sumber daya apakah sudah ekonomis dan efisien
Dari pernyataan Akmal (2008:18) di atas, dapat diartikan sebagai berikut:
a. Memeriksa kembali apakah keandalan informasi sudah sesuai dengan fakta
atau belum.
b. Memeriksa kembali bahwa apa yang dilaporkan sudah sesuai dengan
standar,kebijakan, rencana, prosedur dan perundang-undangan.
c. Memeriksa kembali untuk melindungi harta perusahaan dan keberadaan
harta tersebut.
44
d. Menilai apakah penggunaan sumber daya digunakan dengan semestinya
dan efisien.
Dengan melihat pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa dengan
peningkatan integritas dalam organisasi, fraud dengan mudah dapat diungkapkan
karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan.
2.3 Pendekatan Audit
Dalam hal pendekatan audit dilakukan agar audit internal dengan mudah
melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh. Menurut Amin
Widjaja Tunggal (2013:81-84) bahwa pendekatan auditing terdiri dari:
1. Analisis ancaman
Dalam pendekatan fraud auditing, analisis ancaman seperti analisis dari
pengungkapan fraud harus dilakukan. Analisis ancaman dapat mengarahkan rencana
audit, misalnya melakukan pengawasan pada aktiva untuk mengetahui terjadinya
fraud.
2. Survey pendahuluan
Audit internal dalam perusahaan melakukan survey pendahuluan dasar untuk
memformulasikan audit program.
3. Audit program
Audit internal diharuskan menyusun dan mendokumentasikan program kerja
dalam rangka mencapai sasaran penugasan.
4. Pemilihan tim auditor
45
Tugas dari tim audit ini yaitu harus mengumpulkan informasi mengenai catatan-
catatan yang tidak lengkap, ketidakcukupan bukti-bukti, kesalahan penyajian,
ataumengubah bukti secara sengaja dalam melaksanakan kecurangan audit.Adapun
menurut Hadi Setia (2013:57) pendekatan adalah sebagai berikut:
1. Prosedur yang sistematis
Prosedur yang dirancang secara sistematis dan dapat dimengerti oleh auditor
internal.
2. Penugasan
Adanya seleksi dan penugasan personil yang qualified dan berpengaruh.
3. Tanggung jawab auditor
Adanya alokasi tugas dan tanggung jawab yang jelas kepada yang diberi
penugasan audit.
Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya
penugasan yang sesuai dengan kemampuan auditor dan adanya survey pendahuluan
sebagai awal prosedur dalam pemilihan tim auditor yang akan melaksanakan tugas
audit.
46
2 . 4 Peranan Audit Internal dalam Pencegahan Fraud Audit internal sangat erat kaitannya dengan masalah pencegahan fraud di dalam
perusahaan. Namun demikian, audit internal tidak dapat dianggap bertanggung
jawab atas terjadinya fraud, meskipun audit internal merupakan pihak yang
memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan fraud. W. Steve
Albrecht (2003:96) menyatakan bahwa:
"Fraud is reduced and often prevented
(1) by creating a culture of honesty, openness, and assistance and
(2) by eliminating opportunities to commit fraud".
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa aktivitas untuk melakukan fraud
dapat dikurangi bahkan dicegah dengan menciptakan iklim budaya jujur,
keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu, pencegahan fraud
dapat dilakukan dengan menghapuskan peluang untuk melakukan fraud, misalnya
dengan menanamkan kesan bahwa setiap tindakan fraud akan mendapatkan sanksi
yang setimpal.
Audit internal harus bisa memastikan apakah fraud itu memang ada atau
tidak. Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap
sistem pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan
perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu
rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus
mempunyai alat pengendalian yang efektif sehingga setiap fraud dapat dicegah
47
sedini mungkin.
Dengan demikian, jelas bahwa audit internal membantu manajemen dalam
memberikan saran dan nasehatnya sehubungan dengan sistem pengendalian yang
dibuat oleh manajemen. Bukan menindaknya tapi sekedar menilai dan
mengevaluasinya, karena tindakan lebih lanjut sepenuhnya ada ditangan
manajemen.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukannya, Arif dan Satyo (2000:42)
menyatakan bahwa:
"Pengendalian intern yang baik dan keberanian serta keinginan seluruh
anggota organisasi/perusahaan untuk melaporkan fraud kepada pihak
berwenang merupakan kiat jitu mengatasi fraud".
Dari pernyataan terdahulu, dapat diketahui bahwa dengan pengendalian
internal yang baik dan adanya suatu tindakan dari perusahan melaporkan kasus
terjadinya fraud kepada aparat hukum merupakan salah satu kegiatan untuk
mencegah terjadinya fraud di dalam perusahaan.
Untuk itu, pihak perusahaan perlu mengambil tindakan untuk tidak
melakukan segala fraud dalam bentuk dan cara apapun karena dapat
mengakibatkan kebangkrutan bagi perusahaan.
48
2.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Pemeriksaan atau yang sering dikenal dengan audit internal pada dasarnya
adalah suatu fungsi penilaian independen yang ada dalam suatu perusahaan
dengan tujuan untuk mengevaluasi keefektifan pengandalian internal dalam
pelaksanaan aktivitas operasi perusahaan. Tanpa adanya pengujian dan evaluasi,
pihak manajemen tidak akan mengetahui apakah audit internal yang diterapkan
atas aktivitas operasi perusahaan telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau
tidak.
Mulyadi (2002:9) menjelaskan bahwa definisi pemeriksaan adalah suatu
proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan
tujuan menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataantersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan. Agar dapat melakukan pemeriksaan, seseorang
terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana keadaan yang seharusnya
terjadi(kriteria), bagaimana keadaan yang sebenarnya (kondisi). Hasil dari proses
perbandingan antar kriteria dan keadaan ini dinamakan temuan.
Kontribusi audit internal menjadi semakin penting seiring dengan makin
berkembang dan kompleksnya masalah usaha yang menyebabkan banyaknya
masalah diluar batas kemampuan manajemen, salah satu fungsi manajemen dalam
melakukan kegiatannya adalah dalam bentuk pengawasan (controlling). Seiring
dengan perkembangan perusahaan yang semakin meningkat dan permasalahan
yang semakin kompleks, maka fungsi manajemen dalam hal pengendalian ini
49
menjadi tugas seorang auditor internal.
Berdasarkan Standar Profesional Audit Internal, kegiatan pemeriksaan
harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian
informasi, pemberitahuan hasil-hasil dan menindak lanjuti (follow up). Salah satu
kegiatan perencanaan pemeriksaan ini merupakan kegiatan yang penting, karena
dengan dilakukannya perencanaan pemeriksaan ini, maka akan diperoleh bukti yang
kompeten.Perencanaan pemeriksaan ini dapat membantu meminimalisasikan biaya
audit serta dapat menghindari salah pengertian dengan pihak yang sedang di audit.
Adapun kegiatan perencanaan pemeriksaaan ini meliputi penetapan
berbagai tenaga yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan, pemberitahuan
kepada pihak yang berkepentingan, melaksanakan survei yang tepat untuk lebih
mengetahui kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dan pengawasan, serta
penulisan program pemeriksaan, menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa
hasil-hasil pemeriksaan ini akan disampaikan.
Manajemen membutuhkan adanya fungsi audit internal dalam upaya
meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan
penilaian terhadap aktivitas unit-unit dalam suatu perusahaan biasanya dilakukan
oleh seorang auditor internal.
Internal auditor adalah orang atau badan yang melaksanakan aktivitas
internal auditing. Oleh karena itu internal auditor selalu berusaha untuk dapat
menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas
setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia usaha yang
semakin kompleks. Dengan demikian internal auditor muncul sebagai suatu
50
kegiatan khusus dari bidang akuntansi yang luas dan dapat memanfaatkan metode
dan teknik dasar dari suatu penilaian.
Dengan demikian pemeriksaan intern (internal auditor) harus memahami
sifat dan luasnya pelaksanaan kegiatan pada setiap perusahaan, dan juga diarahkan
Auditor internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen, sehingga
mereka dapat bekerja sama dengan pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan
pekerjaan secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. Seorang auditor
harus independen dan objektif dalam pelakanaan kegiatannya, hal ini berarti
auditor internal dalam memberikan penilaian tidak memihak kepada siapapun.
Menurut SPAI (2004) auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif,
tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan,
sedangkan menurut Mulyadi (2002) definisi auditor internal adalah:
"Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang
tugas pokoknya adalah menentukan kebijakan dan prosedur yang dltetapkan oleh
manajemen puncak telah dipenuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan
terhadap kekayaan organisasi, serta menentukan keandalan informasi.''
Auditor internal bertanggung jawab membantu manajemen dalam
pencegahan,pendeteksian dan penginvestigasian fraud yang terjadi di suatu
organisasi. Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka auditor internal
harus bekerja secara profesional. Namun masih banyak yang belum mengetahui apa
sebenarnya profesionalisme itu dan bagaimana mencapai profesionalisme.
Profesionalisme auditor digunakan sebagai suatu cara untuk mencegah
kecurangan dalam perusahaan yang kegiatannya meliputi menguji dan
menilaiefektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal yang ada dalam
perusahaan.
51
Agar fungsi pencegahan kecurangan dapat berjalan dengan baik, maka
auditor internal harus waspada dengan berbagai kesempatan serta kelemahan-
kelemahan pengendalian internal yang dapat memungkinkan terjadinya
kecurangan.Kemampuan profesional auditor internal tidak hanya memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang cukup tetapi harus didukung dengan
kesesuaian sikap yang positif dengan standar yang ditetapkan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Tugiman (2006) menyebutkan standar atau kriteria kemampuan
auditor internal antara lain:
1. Independensi
2. Kemampuan profesional
3. Ruang lingkup pekerjaan
4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
5. Manajemen bagian audit internal
Apabila kelima syarat tersebut dapat dipenuhi, maka kemampuan
profesional akan semakin terpercaya dalam melakukan fungsi pengawasan,
karena profesionalisme merupakan kriteria untuk mengukur keberhasilan auditor
internal dalam melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. Sikap profesionalisme
yang ditujukan oleh auditor internal harus didukung oleh pihak manajemen
perusahaan, sehingga mereka dapat bekerjasama dengan pihak yang akan
diperiksa dan dapat menyelesaikan secara independen tanpa adanya campur tangan
dari pihak lain.
52
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan untuk mengungkap kecurangan
tersebut dilakukan oleh auditor internal yang meliputi perencanaan pemeriksaan,
pengujian, dan pengevaluasian informasi, serta pelaporan hasil-hasil pemeriksaan
dan menindak lanjuti temuan hasil pemeriksaan tersebut. Hasil pemeriksaan dapat
berupa temuan, kesimpulan, atau pendapat, rekomendasi dan saran yang
dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), temuan-temuan pemeriksaan
adalah hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta.
Seperti yang diungkapkan oleh Hiro Tugiman dalam buku Standar
Profesional Internal Audit (1997: 72) menyatakan bahwa temuan- temuan
pemeriksaan harus didasarkan pada berbagai hal, yaitu :
1. Kriteria, yaitu sebagai standar, ukuram, atau harapa yang digunakan dalam
melakukan evaluasi dan verifikasi.
2. Kondisi, yaitu berbagai bukti nyata yang dikemukakan oleh pemeriksa
dalam pelaksanaan pemeriksaan.
3. Sebab, yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara
kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sesungguhnya.
4. Akibat, yaitu risiko atau kerugian yang dihadapi oleh unit organisasi atau
pihak yang diperlukan karena erdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan
kriteria.
5. Dalam laporan tentang temuan dapat dicantumkan berbagai
rekomendasi,serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diperiksa
Menurut Hall (2001), fraud menunjuk pada penyajian fakta yang bersifat
material secara salah yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan
53
untuk membohongi dan mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta
tersebut, fakta yang akan merugikan dan berdasarkan hukum yang berlaku.
Menurut Soejono Karni (2000:35) Fraud diklasifikasikan menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Kecurangan manajemen
2. Kecurangan karyawan
3. Kecurangan komputer
Menurut Tuanakotta (2007:159) ada ungkapan yang secara mudah ingin
menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah:
fraud by need, by greed and by opportunity. Maksud dari ungkapan tersebut adalah
jika kita ingin mencegah fraud, hilangkan atau tekan sekecil mungkin penyebabnya
Karakteristik sebelumnya dari fraud manajemen menunjukkan bahwa pihak
manajemen sering kali melakukan hal yang melanggar peraturan dengan
mengesampingkan sistem pengendalian internal yang efektif. Ketika pihak
manajemen menggunakan laporan keuangan tersebut untuk menciptakan ilusi, data
yang diinput biasanya dimanipulasi dengan memasukkan transaksi yang salah atau
dapat dipertanyaan atau penilaian yang dapat dipertanyakan berkaitan dengan
alokasi biaya atau pengakuan pendapatan.
Menurut Admin Wijaya Tunggal (2013), menyatakan bahwa pencegahan
kecurangan meliputi :
1. Standar Pemeriksaan dalam audit kecurangan
2. Ruang Lingkup Fraud Auditing
3. Pendekatan Audit
54
Jadi, seorang auditor internal harus bekerja secara profesional dalam melakukan
tugasnya sehingga keterjadian kecurangan dapat dicegah dengan memenuhi kriteria
audit internal dan mengikuti metode pencegahan kecurangan untuk diterapkan di
perusahaan seperti dijelaskan sebelumnya.
Berdasarkan logika diatas maka audit internal memiliki peranan dalam
pencegahan kecurangan, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Audit Internal Pencegahan Kecurangan
Dimensi:
1. Independen
2. Tanggung jawab
dan kewenangan
audit
3. Kemampuan
professional
4. Ruang Lingkup
Audit
5. Pelaksanaan
Kegiatan Audit
Dimensi:
1. Standar Pemeriksaan
dalam Audit Kecurangan
2. Ruang Lingkup Audit
Kecurangan
3. Pendekatan Audit
Hipotesis Penelitian:
Audit Internal berperan positif dan signifikan dalam pencegahan kecurangan
55
Tujuan utama pencegahan fraud adalah untuk menghilangkan sebab- sebab
munculnya fraud. Menurut Amrizal (2004:3) fraud sering terjadi apabila:
1. Pengendalian internal tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan
longgar atau tidak efektif.
2. Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas
mereka.
3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan
atau di-tempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai
sasaran dan tujuan keuangan.
4. Model manajemen melakukan fraud, tidak efisien danatau tidak
efektif serta tidak taat pada hukum dan peraturan yang berlaku.
5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang harus
dipecahkan, masalah keuangan, masalah kesehatan keluarga, gaya
hidup yang berlebihan.
6. Industri di mana perusahaan menjadi bagiannya memiliki sejarah
atau tradisi terjadinya fraud.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menarik hipotesis sebagai berikut :
"Audit internal berperan dalam pencegahan fraud (kecurangan)"
56
2.6 Persamaan dan Perbedaan dengan penelitian sebelumnya
Penelitian yang dilakukan penulis memilik beberapa persamaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu :
Nama Peneliti Judul penelitian Persamaan Penelitian Perbedaan Penelitian
Sheila Fathia
(2015)
Peran auditor dalam
mencegah terjadinya
kecurangan
Variabel independen :
auditor internal
Variabel dependen :
Pencegahan
kecurangan
Perbedaan Penelitian
terdapat pada studi
kasus yang dilakukan
oleh peneliti yaitu
PT.PINDAD
Indra
Wiratama
(2012)
Pengaruh kompetensi
auditor internal
terhadap pencegahan
fraud
Variabel independen :
auditor internal
Variabel dependen :
Pencegahan
kecurangan
Perbedaan penelitian
terdapat penambahan
variable independen
yaitu kompetensi
auditor internal
penelitian ini dilakukan
di Bank Danamon
Meta Wardhini
(2010)
Peran auditor dalam
Pencegahan
kecurangan
Variabel independen :
auditor internal
Variabel dependen :
Pencegahan
kecurangan
Perbedaan Penelitian
terdapat pada studi
kasus yang dilakukan
oleh peneliti yaitu
PT.PLN (PERSERO)
Jasmine
Azizah Puteri
(2015)
Peranan Audit internal
Dalam Pencegahan
Kecurangan
Variabel independen :
auditor internal
Variabel dependen :
Pencegahan
kecurangan
Perbedaan Penelitian
terdapat pada studi
kasus yang dilakukan
oleh peneliti yaitu
PT.Bank Permata,Tbk
Bandung
57