Upload
vanduong
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Ilmu Pertanian
Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi)
tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi
kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, beternak, dan melaut. Pertanian juga
sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau usahatani
(pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan (beternak) dan
perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah orang yang
melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di
dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani, peternakan,
perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Surahman et. al,
1999).
Sektor pertanian terdiri atas subsektor (Rahim dan Hastuti, 2007), yaitu:
1. Tanaman pangan
2. Hortikultura
3. Perkebunan.
4. Perikanan.
5. Peternakan, dan
6. kehutanan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian kali ini, penulis akan menitip beratkan pada subsektor.
2.1.1. Sub Sektor Tanaman Pangan
Subsektor tanaman pangan (food) dikenal juga sebagai makanan pokok. Suatu
komoditas termasuk sebagai makanan pokok jika dikonsumsi (dimakan) secara
teratur oleh kelompok penduduk dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh
tanaman pangan adalah padi dan palawija (kedelai, kacang hijau, jagung dan
gandum). Pangan menurut Suharja et. Al (1985) merupakan bahan- bahan yang
dimakan sehari- hari untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan, kerja,
dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.
2.1.2 Sub Sektor Hortikultura
Subsektor tanaman holtikultura (horticulture) merupakan cabang ilmu
pertanian yang membicarakan masalah budi daya tanaman yang menghasilkan buah,
sayuran, tanaman hias, serta rempah- rempah dan bahan baku obat tradisional
(Soenoeadji: 2001). Contoh tanaman buah- buahan antara lain apel (pyrusmalus),
anggur (vitis sp), alpukat (porsea americana), belimbing manis (averrloa
carambola), dan jeruk (citrus sp). Contoh tanaman sayur adalah kubis/ kol (brassica
oleracea), cabai (capsicum sp), kapri (pisum sativun), bayam (amaratum sp), labu
putih (legenaria leucantha), wortel (daucus carota), dan tomat (solanum lypersicum).
Tanaman hias seperti anggrek (orchidaceace), bakung (crinum asiaticum), mawar
(rosaceae), dan melati (rubiaceae). Sementara itu, contoh tanaman penghasil rempah-
rempah dan bahan baku tanaman obat tradisional antara lain jahe dan temulawak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Subsektor Tanaman Perkebunan
Subsektor tanaman perkebunan (plantation) sebagaimana ditetapkan oleh
pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu tanaman tahunan atau keras (perennial crop) dan tanaman semusim (annual
crop). Tanaman yang termasuk perennial crop adalah kakao, karet, kopi, teh, kelapa,
kelapa sawi, kina, kayu manis, cengkeh, kapuk, lada, pala, jambu mete dan
sebagainya. Sementara annual crop antara lain tebu, tembakau, kapas, rosella, dan
rami.
2.1.4. Subsektor Peternakan
Subsektor peternakan (cattle raising) terdiri dari komoditas unggas (ayam dan
itik yang menghasilkan telur dan daging), sapi potong dan kambing yang
menghasilkan daging, serta sapi perah menghasilkan susu.
2.1.5. Subsektor Perikanan
Subsektor perikanan (fishery) terdiri dari perikanan laut (penangkapan di laut
misalnya ikan tuna dan tenggiri serta budi daya di laut, muara dan sungai misalnya
tiram dan mutiara) dan perikanan darat (penangkapan di perairan umum, yaitu di
sungai, waduk dan rawa; serta budi daya di darat, yaitu tambak, kolam, keramba, dan
sawah).
2.1.6. Subsektor Kehutanan
Subsektor kehutanan (forestry) terdiri atas hutan lindung yang berfungsi
mencegah erosi dan banjir; hutan produksi untuk keperluan manusia, industri, dan
Universitas Sumatera Utara
ekspor, misalnya hutan jati, hutan wisata untuk keperluan wisata; serta hutan suaka
alam seperti flora fauna dan marga satwa (binatang liar) yang mempunyai nilai khas.
2.2 Agribisnis
Menurut soekartawi (1990) dalam bukunya agribisnis teori dan aplilkasinya
mengatakan bahwa semakin bergemanya kata “Agribisnis” ternyata belum diikuti
dengan pamahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering
ditemukan bahwa agribisnis diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil
pertanian. Padahal, pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep semula yang
dimaksud.
Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari
proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan
pertanian. Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah:
“Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan
dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha
yang menunjang kegiatan pertanian baik kegiatan usaha yang ditunjang oleh
kegiatan pertanian”.
Terlihat di Gambar 2.1, bahwa cakupan kegiatan agribisnis cukup luas dan
karena itu penanganan agribisnis sering kali sangat kompleks.
Universitas Sumatera Utara
AGRIBISNIS
Gambar 2.1. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad dkk, 1985).
Sumber: Agribisnis Teori dan Aplikasi ( Soekartawi, 1990)
Bagi Indonesia, agribisnis berkembang dan berprospek cerah karena kondisi
daerah yang menguntungkan, antara lain:
1. Lokasinya digaris khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari
yang cukup bagi perkembangan sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dan
karena agroklimat yang relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur.
2. Lokasi Indonesia berada diluar zona angin taifun seperti banyak yang
manimpa Filipina, Taiwan dan Jepang.
Kegiatan usaha yang
menghasilkan, menyedi
kan prasarana/ sarana/
input bagi kegiatan
pertanian (industri
pupuk, alat-alat
pertanian, pestisida dan
sebagainya).
Kegiatan usaha yang
mengguanakan hasil
pertanian sebagai input
(industri pengolahan
hasil pertanian,
perdagangan dan
sebagainya).
Kegiatan Pertanian
Universitas Sumatera Utara
3. Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah aliran sungai, tersedianya
bendungan irigasi, jalan dipedesaan yang relatif baik, mendukung
berkembangnya agribisnis.
4. Adanya kemauan politik pemerintah yang masih menempatkan sektor
pertanian menjadi sektor yang mendapatkan prioritas.
Walaupun sektor pertanian telah mengalami kemajuan yang cukup nyata
selama empat pelita yang lalu, namun disana-sini masih terdapat hambatan- hambatan
yang masih perlu dibenahi. Menurut Perhepi (1989), hambatan dalam pengembangan
agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek antara lain:
1. Pola produksi pada beberapa komoditi pertanian tertentu terletak di lokasi
yang terpencar- pencar, sehingga penyulitkan pembinaan dan menyulitkan
terciptanya efisiensi pada skala usaha tertentu.
2. Sarana dan prasarana, khususnya yang ada diluar jawa terasa belum memadai,
sehingga menyulitkan untuk mencapai efisiensi usaha pertanian.
3. Akibat dari kurang memadainya sarana dan prasarana tersebut, maka biaya
trasportasi menjadi lebih tinggi. Hal ini terjadi bukan saja dalam satu pulau
tetapi juga antar pulau. Hal ini memang merupakan konsekuensi logis dari
suatu Negara yang terdiri dari banyak pulau.
Universitas Sumatera Utara
4. Sering dijumpai adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kota- kota
besar, sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk
mencapai lokasi agrobisnis tersebut.
5. Sistem kelembagaan, terutama di pedesaan terasa masih lemah sehingga
kondisi seperti ini kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis.
Akibat dari lemahnya kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya
produksi dan harga komoditi pertanian.
Masalahnya bukan saja terletak pada aspek produksi, pegolahan hasil dan
pemasaran saja, tetapi juga pengaruh yang lain. Dengan adanya persaingan yang ketat
tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia (world market), menuntut peranan
kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi sangat penting.
Kemampuan mengantisipasi pasar (market intelligent), juga menjadi amat penting
dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang
lebih besar agar mampu bersaing dipasaran internasional. Untuk menjaga
kelangsungan kemampuan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku
pertanian perlu dijamin; bukan saja pada jumlah bahan baku yang diperlukan tetapi
juga kualitas dan kontinuitasnya.
2.3. Pengembangan Agribisnis
Petani atau golongan masyarakat pedesaan dapat dikategorikan pada
kelompok masyarakat yang selalu memaksimalkan keuntungan pada setiap usaha
yang dilakukannya. Mereka selalu mengandalkan asas profit maximization. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
ada pula golongan petani yang dikenal dengan istilah petani subsistem yang dicirikan
oleh kemauan mereka untuk tujuan memaksimumkan kepuasan (utility maximization)
dari pada memaksimumkan keuntungan.
Dari pengamatan para ahli proses pengambilan keputusan (decision making
behaviour) yang dilakukan oleh petani dan golongan masyarakat terhadap teknologi
baru dapat beraneka ragam tergantung dari situasi dan kondisi setempat; namun
paling tidak ada enam kategori, yaitu:
1. Yang berkaitan dengan pentingnya aspek sosial-ekonomi.
2. Yang berkaitan dengan faktor resiko dan ketidakpastian.
3. Yang berkaitan dengan keterbatasan penguasaan sumber daya.
4. Yang berkaitan dengan potensi desa atau kelompok masyarakat desa.
5. Yang berkaitan dengan model pembangunan petani kecil.
6. Yang berkaitan dengan aspek ekonomi yang lain.
Mengetahui ciri- ciri petani tersebut adalah penting kalau dikaitkan dengan
pengembangan agribisnis yang kini sedang digalakkan. Sebab agaknya sulit untuk
mengajak petani komersial untuk mengusahakan tanaman pertanian yang mempunyai
elastisitas permintaan yang rendah dan sebaliknya agak sulit ubtuk mengajak petani
subsistem untuk mengusahakan tanaman pertanian yang mempunyai elastisitas
permintaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena cakupan agribisnis adalah luas dan
Universitas Sumatera Utara
kompleks, yaitu meliputi kaitan mulai dari proses produksi, pengolahan sampai pada
pemasaran hasil pertanian termasuk didalamnya kegiatan lain yang menunjang
kegiatan proses produksi pertanian.
Pengembangan agribisnis Indonesia mempunyai posisi yang strategis antara
lain karena pertimbangan sebagai berikut:
1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia (world market)
yang kini bergerak ke Asia- Pasifik.
2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik dibidang pertanian maupun
non migas lainnya, cukup mendukung sebagai akibat kebijaksanaan
deregulasi dan debirokratisasi.
3. Masih banyaknya sumber alam khususnya untuk kegiatan disektor
pertanian yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin.
4. Semakin baiknya nilai tambah dan kualitas produk pertanian yang mampu
menerobos pasar dunia.
5. Masih besarnya (sekitar 54%) tenaga kerja disektor pertanian.
Pola dan hubungan seluruh mata rantai agribisnis didalam negeri pada
umumnya belum optimal, karena beberapa faktor antara lain:
1. Pola produksi pertanian sebagian besar tidak mengelompok dalam satu areal
yang kompak sehingga asas efisiensi berdasarkan skala usaha tertentu belum
atau sulit mencapai tingkat yang efisien.
Universitas Sumatera Utara
2. Sarana dan prasarana ekonomi (di daerah tertentu misalnya di luar Jawa dan
Bali) khususnya di daerah sentral produksi belum memadai.
3. Pola agroindustri yang cenderung terpusat di daerah perkotaan dan bukan di
daerah pedesaan atau daerah sentral produksi.
4. Kondisi georafis Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan juga karena
kondisi trasportasi khususnya di luar Jawa dan Bali yang belum memadai,
sehingga biaya trasportasi menjadi relatif mahal.
5. Sistem klembagaan di pedesaan, baik kelembagaan keuangan, pasar atau
informasi pasar yang belum memadai.
Empat aspek seperti yang dikemukakan Mosher perlu diubah dan diarahkan
untuk memperhatikan aspek tersebut yaitu:
1. Pemanfaatan sumber daya dengan tanpa merusak lingkungannya (resource
endowment).
2. Pemanfaatan teknologi yang senantiasa berubah (technological endowment).
3. Pemanfaatan institusi (kelembagaan) yang menguntungkan (institutional
endowment).
4. Pemanfaatan budaya (cultural endowment) untuk keberhasilan pembangunan
pertanian.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
2.4.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB akan sama dengan total nilai nominal
dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih (salah satu
indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam satu
periode tertentu adalah PDRB). (BPS,1992)
Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah
tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang
tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang-
barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang
tahan lama (durable goods) adalah barang- barang yang memiliki usia panjang,
seperti mobil dan televise. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk
konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke
dokter.
Investasi (investment terdiri dari barang- barang yang dibeli untuk
penggunaan dimasa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi
tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis
adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi
adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan rumah. Sedangkan
investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika
investasi gagal, maka investasi persediaan negatif).
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa
yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini
meliputi paralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah.
Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada indifidu, seperti jaminan sosial dan
kesejahtraan, karena merelokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan
dalam barang dan jasa. (BPS,1992)
Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke
negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang di impor dari Negara alin. Ekspor
bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita,
yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.
Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga
berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur
inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993,
atau 2002. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa
meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik
atau harga turun (BPS,1992)
Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui,
maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator
Universitas Sumatera Utara
harga implisit untuk PDRB, yang didefinisikan sebagai rasio PDRB atas harga
berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.
Deflator PDRB=
Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat
harga dalam perekonomian.
2.4.2. Metode Perhitungan PDRB
Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menghitung PDRB adalah sama
dengan konsep untuk menghitung Produk Nasional (Gross National Product) dan
Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Bruto).
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB, yaitu:
a. Metode Langsung.
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh unit produksi disuatu wilayah dalam suatu periode
tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NPB adalah nilai produksi bruto dari barang
dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses
produksi.
Y= P1Q1 + P2Q2+…+PnQn
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
P1,P2,…Pn = Harga satuan produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi.
Q1,Q2,…,Qn = Jumlah produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi yang
dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari
adanya perhitungan ganda.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor- faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai tambah
bruto adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan;
semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung
neto.
Y = Yw + Yr+ Yi+ Yp
Dimana:
Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Yw = Pendapatan upah/ gaji
Yr = Pendapatan sewa
Yi =Pendapatan bunga
Yp = Pendapatan laba
Universitas Sumatera Utara
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah seluruh pengeluaran yang
dilakukan untuk pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah
tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan nilai tambah bruto
bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
Y = C+ I + G+ ( X- M)
Dimana:
Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
C = Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi
I = Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi
G = Pengeluaran rumah tangga pemerintah
(X– M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri.
Yang dihitung hanya nilai transaksi- transaksi barang jadi saja, untuk
menghindari adanya perhitungan ganda.
b. Metode Tidak Langsung (Alokasi).
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan nilai tambah ke
dalam masing- masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai
alokatornya digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya
dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut melalui RDRB menurut harga
berlaku maupun harga konstan.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan regional suatu daerah dapat diukur untuk menghitung kenaikan
tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan ini dapat disebabkan karena dua faktor
yaitu:
1. Kenaikan pendapatan yang benar- benar bisa manaikkan daya beli penduduk
(kenaikan riil)
2. Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, sedangkan
kenaikan pendapatan yang disebabkan karena kenaikan harga pasar tidak
menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan
pendapatan yang tidak riil. Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor
inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga
berlaku, sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi
diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas dasar harga konstan.
2.4.3 Teori- Teori PDRB
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
faktor- faktor apa saja yang menentukan kenaikan out put perkapita dalam jangka
panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor- faktor tersebut berintekraksi
satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Teori- teori
pertumbuhan dapat digunakan sebagai teori PDRB karena pertumbuhan ekonomi
dapat diukur dari PDRB suatu daerah.
Universitas Sumatera Utara
a. Teori Pertumbuhan Klasik
Tokoh klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, dan Maltus
yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat
faktor, yaitu: luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal, dan
teknologi yang digunakan. Para tokoh ini lebih mengfokuskan perhatiannya
pada pengaruh pertambahan pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta
teknologi tidak mengalami perubahan. Ahli ekonomi klasik yakin dengan
adanya perekonomian persaingan yang sempurna maka seluruh sumber
ekonomi dapat dimanfaatkan dengan maksimal atau full employment. Para
ahli ekonomiklasik menyatakan bahwa full employment itu hanya bisa dapat
dicapai apabila perekonomian bebas dari campur tangan pemerintah dan
sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.
b. Teori Pertumbuhan Kuznet
Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian- penyesuaian
teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai
tuntutan keadaan yang ada. Masing- masing dari ketiga komponen pokok dari
defenisi itu sangat penting, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau
perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi,
sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri
merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu
Negara bersangkutan.
2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi
berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan,
tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor- faktor lain.
3. Guna mewujutkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam
teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuain kelembagaan
karena, Sikap dan teknologi (Todaro, 2000)
2.5. Luas Lahan
Dalam ilmu ekonomi dapat kita ketahui ada empat macam faktor produksi,
yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, dan skill. Keempatnya memiliki peran yang sangat
penting dan terkait satu sama lainnya serta saling mendukung untuk kelancaran
proses produksi. Dibagian ini penulis akan lebih menitip beratkan penelitiannya pada
salah satu faktor produksi tersebut, yaitu faktor produksi tanah atau lahan.
Faktor produksi yang pertama ini sering pula disebut dengan natural
resources disamping juga sering disebut land. Dengan demikian, istilah tanah atau
Universitas Sumatera Utara
land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan
berasal dari atau disediakan oleh alam, yang antara lain meliputi:
1. Tenaga penumbuh dari pada tanah, baik untuk pertanian, perikanan maupun
pertambangan.
2. Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran. Termasuk
juga disini adalah misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh
perusahaan air minum.
3. Ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala,
dan sebagainya) maupun ikan dan mineral darat.
4. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan.
5. Living stock, seperti ternak dan bintang- binatang lain yang bukan ternak.
6. Iklim, cuaca, curah hujan, arus angin, dan sebagainya.
7. Dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu- kayuan.
Kesimpulannya, yang dimaksud dengan istilah tanah (land) maupun sumber
daya alam (natural resources) disini adalah segala sumber asli yang tidak berasal dari
kegiatan manusia.
Berbeda dengan proses produksi pada sektor industri yang tidak memerlukan
waktu dan proses yang cukup panjang, pada sub sektor atau usaha pertanian, produksi
diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko juga.
Panjangnya waktu yang dibutuhkan sama, tergantung pada jenis komoditi yang
diusahakan.
Universitas Sumatera Utara
Bukan hanya waktu, kecukupan faktor- faktor produksi lainnya pun
merupakan suatu keharusan. Dari segi waktu sudah jelas disadari bahwa usaha
pertanian umumnya memerlukan waktu yang panjang. Untuk menjalankan sektor
produksi, sub sektor pertanian memerlukan beberapa syarat utama yang tidak dapat
ditawar lagi keberadaannya, yakni harus ada faktor- faktor produksi.
Temperatur, sinar matahari, kelembaban dan lainnya. Semuanya secara
bersama- sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau setidaknya
jenis tanaman tertentu. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi
menghendaki jenis tanah tertentu, temperatur udara sekian, kelembaban sekian
persen, peyinaran sekian persen dan lain sebagainya. Luas lahan pertanian akan
mempengaruhi skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi inefisien atau
tidaknya suatu usaha pertanian.
Dalam subsektor pertanian, faktor produksi tanah atau lahan mempunyai
kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang
diterima tanah dibandingkan faktor- faktor produksi lainnya. Tanah merupakan salah
satu faktor produksi seperti halnya modal, tenaga kerja dan skill yang kedudukannya
dapat dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa tanah atau rent) yang sesuai
dengan permintaan dan penawaran tanah itu dalam masyarakat dan daerah tertentu.
2.5.1. Teori Tentang Lahan
David Ricardo, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dikenal sebagai
salah satu penulis terkemuka soal sewa tanah dengan teorinya mengenai sewa tanah
differensial, dimana dikatakan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah maka makin tinggi pula sewa
tanahnya. Adapun mengapa sewa tanah itu dapat tinggi atau rendah mempunyai
hubungan langsung dengan harga komoditi yang diproduksi dari tanah (Rahim
dkk,2007). Faktor yang mula- mula merupakan alasan mengapa tanah merupakan
faktor produksi yang sangat penting adalah karena tanah itu persediaannya terbatas.
Tanah digunakan untuk kepentingan yang berbeda- beda. Inilah yang mengakibatkan
kompleksnya persoalan sewa tanah itu. Seiring dengan perkembangan zaman, sewa
tanah tidak lagi ditentukan oleh faktor kelangkaan dan perbedaan kesuburan saja,
tetapi kini juga disebabkan oleh harga berbagai jenis komoditi yang diproduksikan
dan pembayaran- pembayaran keperluan lain. Dengan berkembangnya penduduk nilai
tanah akan terus meningkat dan munkin turun.
Menurut Moehar Danial (1996) dikatakan bahwa luas penguasaan lahan
pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan usaha
pertanian. Luas pemilikan lahan sangat berhubungan dengan efisiensi lahan. Pada
kegiatan usaha pertanian, yang memiliki lahan yang cukup luas, akan sering terjadi
ketidak efisienan dalam penggunaan teknologi.
Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pertanian adalah
faktor kesuburan tanah atau lahan. Lahan yang subur akan menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi dari pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah.
Kesuburan lahan pertanian biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah.
struktur dan tekstur tanah ini pada akhirnya akan menentukan jenis tanaman yang
dapat dan sesuai untuk tumbuh dilahan tersebut. Misalnya cengkeh hidup dengan baik
Universitas Sumatera Utara
di tanah yang mengandung liat, apalagi jika tanah yang mengandung liat tersebut
tertutup denga tanah humus serta mudah dilalui air, maka tanaman cengkeh akan
hidup dan tumbuh dengan subur.
Tanah adalah salah satu faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya
tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk
niali tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peryataan demikian
sebenarnya kurang tepat karena bagaimana pun juga tanah yang dikerjakan terus
menerus akan berkurang kesuburannya. Untuk itu haruslah diadakan rotasi tanaman
dan usaha- usaha konservasi tanah.
Dalam tahun belakangan ini kita tidak menyadari sepenuhnya bahwa telah
terjadi penurunan atau degradasi dalam hal ketersediaan lahan baik untuk pertanian
maupun perkebunan. Banyak hal yang menyebabkan penurunan tersebut, diantaranya
adalah bencana alam dan erosi. Perkembangan kehidupan, jumlah penduduk terus
bertambah, tuntutan peningkatan kualitas kehidupan serta tekanan kebutuhan sektor
lain terhadap lahan telah menyebabkan alih fungsi lahan sulit dihindari. Selain itu
dampak dari otonomi daerah menyebabkan terbentuknya kabupaten atau kota yang
baru setelah UU otonomi daerah diberlakukan. Akhirnya konversi lahanpun tidak
dapat dihindari.
Sedangkan teori tentang penggunaan lahan semula dikembangkan oleh von
Thunen pada pertengahan abad 18, seorang Jerman. Ia mencatat hasil-hasil dari
berbagai jenis tanaman dan melengkapinya dengan upaya-upaya yang terlibat dalam
pengangkutan produks ini, oleh kuda dan kereta, ke pasar. Dengan mengasumsikan
Universitas Sumatera Utara
sebuah kota yang terisolir, yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya sama, von
Thunen berargumentasi bahwa pola-pola konsentris penggunaan lahan akan terjadi.
Lahan di dekat kota akan digunakan untuk memproduksi tanaman yang hasilnya
banyak dan voluminous, seperti kayu dan kentang, sedangkan lahan yang jauh dari
pasar akan digunakan untuk memproduksi tanaman ekonomis-tinggi, volumenya
kecil,seperti hasil-hasil peternakan(www.teorilahanpertanian.indonesia.blogspot.com)
2.6. Tenaga Kerja
2.6.1 Pengertian Tenaga Kerja
Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk
dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja
dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih,
seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan
menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar
kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain
bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi kedalam dua kelompok, yaitu penduduk
yang bekerja dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2: Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)
Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang
bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan
merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering
digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga
kerja.
TPAK =
Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefinisikan sebagai penduduk yang
berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu
Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga
mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Sedangkan
PENDUDUK
BUKAN ANGKATAN
TENAGA KERJA
BUKAN TENAGA
TIDAK BEKERJA/ MENCARI PEKERJAAN
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
Universitas Sumatera Utara
D
E
WE
O
S W
N NE
Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu
tertentu.
Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan- ketentuan pokok
ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Tenaga Kerja adalah setiap orang laki- laki atau
perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik didalam maupun diluar hubungan
kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat’.
2.6.2. Teori Tentang Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah
ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran
tenaga kerja (supply of labor) pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho, 2006).
Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan
terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan
dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for supply).
Gambar 2.3
Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
Excess Supply
N N O O
W W SL
DL
W1
N2 N1 N1 N2
W1 DL
SL
Excess Demand
Gambar 2.4 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Keterangan gambar:
SL = Penawaran tenaga kerja (Supply of labor).
DL = Permintaan tenaga kerja (Demand of labor).
W = Upah (Wage)
L = Jumlah tenaga kerja (labor).
Penjelasan gambar :
1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan
jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing- masing sebesar Le pada
tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, titik keseimbangan adalah
titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We semua orang yang bekerja telah
dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan
ini disebut full employment pada tingkat upah We.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah
We, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari pada permintaan tenaga
kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah
sebanyak N2, sedangkan hanya diminta hanya N1. dengan demikian, ada orang
yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.
3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand of labor. Pada tingkat
upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dari pada penawaran
tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada
tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah
sebanyak N2.
Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya:
a. Adam Smith (1729- 1970)
Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang
menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya
kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Smith
melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah
ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar
ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat
perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
b. Lewis (1959)
Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu
masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan
memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja disektor lain.
Ada dua struktur didalam perekonomian, yaitu subsistem terbelakang dan kapitalis
moderen. Pada sektor subsistem terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian,
tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di
sektor subsistem terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsistem
terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih
rendah dari pada sektor kapitalis moderen. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan
akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari
pedesaan dalam pengembangan industri moderen perkotaan. Selama berlangsungnya
proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsistem terbelakang
akan diserap.
Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja disektor industri moderen,
maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya
peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara
perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan
penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi.
Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi
pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsistem
Universitas Sumatera Utara
terbelakang ke sektor kapitalis moderen berjalan lancar dan perpindahan tersebut
tidak akan pernah menjadi terlalu banyak.
c. Fei- Ranis (1961)
Teori Fei- Ranis berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai ciri-
ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar
penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut Fei- Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi
kelebihan buruh, yaitu:
1. Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian)
dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.
2. Tahap dimana pekerja pertanian manambah produksi, tetapi memproduksi
lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke
sektor industri.
3. Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh
petani menghasilkan produksi lebih besar dari pada perolehan upah
institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa
dan industri yang terus menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan
perluasan usahanya.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja
a. Tingkat Upah
Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi
perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi,
yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila
harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul
adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut.
Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan,
yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek
skala produksi (scale effect).
Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang- barang modal yang lain
tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja
dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan
mesin disebut efek subsitusi (substitution).
b. Teknologi
Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi sejumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan
penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi, kecanggihan teknologi akan
menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam
menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih
berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin
untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada
Universitas Sumatera Utara
kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan
mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.
c. Produktifitas Tenaga Kerja
Arsyad Anwar (Kaswani, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga
kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu; perkembangan barang modal per pekerja,
perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, kesehatan pekerja, meningkatkan skala
usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap
sektor atau subsektor serta perubahan teknik produksi. Dilain pihak, Basri
(Kasnawi,1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja
juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas
tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.
d. Kualitas Tenaga Kerja.
Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan
mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan
menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari
tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam
bekerja.
e. Fasilitas Modal
Dalam prakteknya faktor- faktor produksi, baik SDM maupun bukan SDM,
seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang dan jasa. Pada suatu
industri, dengan asumsi faktor- faktor produksi yang lain konstan, maka semakin
Universitas Sumatera Utara
besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya,
dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor- faktor lain konstan, maka apabila
perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga
bertambah.
2.7. Ivestasi
2.7.1. Pengertian Investasi
Investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap
stok kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi
adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan atau penanaman
modal (capital formation).
Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau
pembelanjaan, penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang- barang
modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah kemampuan
memproduksi barang dan jasa yang tersedia dala perekonomian.
Para pelaku investasi adalah pemerintah, swasta dan kerja sama antara
pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah umumnya dilakukan tidak maksud
dengan mendapatkan keuntungan, tetapi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit, dan sebagainya. Bagi swasta
lebih tertarik pada jenis investasi yang di tujukan untuk memperoleh laba yang
biasanya didorong karena adanya pertambahan pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
Ciri- ciri dari barang- barang investasi adalah:
1. Memiliki manfaat yang umurnya lebih dari satu tahun. Misalnya, tanah,
mesin, gedung dan kendaraan.
2. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan.
3. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu
yang panjang.
2.7.2. Teori Investasi
Di dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money
(1936), John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas
konsep efisien marjinal kapital (Marginal Efficiency of Kapital/ MEC). Sebagai suatu
defenisi kerja, Marginal Efficiency of Kapital/ MEC adalah tingkat diskonto (discount
rate) yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang
dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.
Teori Neo Klasik tentang investasi (Neoclasical Theory of Investment) ini
merupakan teori akumulasi kapital optimal. Menurut teori ini, stok kapital yang
diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga
output.
Harga jasa kapital pada gilirannya bergantung pada harga barang- barang
modal, tingkat harga dan perlakuan pajak atas pendapatan perusahan. Jadi, menurut
teori ini perubahan didalam output akan mengubah atau mempengaruhi stok kapital
Universitas Sumatera Utara
yang diinginkan dan juga investasi. Teori Neo Klasik mengatakan bahwa tingkat
bunga merupakan faktor penentu dari investasi yang diinginkan.
2.7.3. Pembagian Investasi
Berdasarkan kekhususan tertentu dari kegiatannya, investasi dibagi dalam
kelompok:
1. Investasi Baru
Yaitu investasi bagi pembuatan sistem produksi baru, baik sebagai bagian dari
usaha baru untuk produksi baru ataupun perluasan produksi, tetapi harus
menggunakan sisitem produksi baru.
2. Investasi Peremajaan
Investasi jenis ini umumnya hanya digunakan untuk mengganti barang-
barang kapital lama dengan yang baru, tetapi masih dengan kapasitas produksi dan
ongkos produksi yang sama dengan alat yang digantikannya.
3. Investasi Rasionalisasi
Pada kelompok investasi ini peralatan lama diganti oleh yang baru tetapi
dengan ongkos produksi yang lebih murah, walaupun kapasitas sama dengan yang
digantikannya.
4. Investasi Perluasan
Dalam perluasan kelompok investasi ini peralatannya baru sebagai pengganti
yang lama, kapasitasnya lebih besar sedangkan ongkos produksi masih sama.
Universitas Sumatera Utara
5. Investasi Moderenisasi
Investasi jenis ini digunakan untuk memproduksi barang baru yang memang
proses barunya, atau memproduksi barang lama dengan proses yang baru.
6. Investasi Diversifikasi
Investasi ini untuk memperluas program produksi perusahaan tertentu, sesuai
dengan program diversifikasi usaha korporasi yang bersangkutan.
Di Indonesia, Investasi dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, antara lain:
1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia
termasuk hak- hak dan benda- benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun
swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia. Pihak swasta
yang memiliki modal dalam negeri tersebut, dapat secara perseorangan dan
atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan
kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan
usaha menurut ketentuan Undang- Undang penanaman modal.
2. Penanaman Modal Asing (PMA).
Yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (PMA) hanyalah meliputi
Penanaman Modal Asing secara langsung berdasarkan Undang- Undang No.1
Tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam
Universitas Sumatera Utara
arti pemilik modal secara langsung menaggung resiko dari penanaman modal
tersebut. Pengertian modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang
tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan
persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di
Indonesia.
Kesimpulannya, pemasukan modal asing diperlukan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, dalam
membanguan dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Modal asing tidak
hanya membawa uang dan mesin, tetapi juga teknik.
2.7.4. Fungsi Investasi
Kurva yang menunjukkan perkaitan diantara tingkat investasi dan tingkat
pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk investasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Garis sejajar dengan sumbu datar.
2. Bentuk garisnya naik dari sisi bawah keatas sebelah kanan (yang berarti
makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investaasi).
Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan
investasi autonomi (autonomous investment), dan fungsi investasi yang semakin
tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh
(induced investment). Kedua fungsi investasi tersebut seperti digambarkan didalam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5, yaitu sejajar dengan sumbu datar, dan satu lagi bentuknya naik dari kiri
bawah ke sebelah kanan atas.
Apabila faktor- faktor lainnya yang tidak ada kaitannya dengan pendapatan
nasional tidak mengalami perubahan, maka tingkat investasi akan tetap sama
besarnya pada berbagai tingkat pendapatan nasional. investasi yang demikian seperti
digambarkan pada Gambar 2.5 (A) , dinamakan investasi autonomi (autonomous
investment).
Didalam perekonomian dimana ciri- ciri perkataan diantara investasi dan
pendapatan nasional adalah seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 (B) , yang
menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan nasional, maka makin tinggi pula
tingkat investasi. Investasi yang bercorak demikian dinamakan investasi terpengaruh
(induced investment).
A. Investasi Autonomi B. Investasi Terpengaruh
Gambar 2.5 Fungsi Investasi Autonomi dan Fungsi Investasi Terpengaruh
Sumber: Teori Pertumbuhan Ekonomi (Boediono, 2002)
Pendapatan Nasional Pendapatan Nasional
Investasi Investasi
Universitas Sumatera Utara