33
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur yang dibatasi oleh Bukit Barisan di sebelah barat dan Paparan Sunda di sebelah timur. Cekungan Sumatera Selatan terbentuk pada periode tektonik ektensional Pra-Tersier sampai Tersier Awal yang berarah relatif barat timur. Gambar 2.1 Cekungan Sumatera Selatan (Anonim, 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur yang dibatasi

oleh Bukit Barisan di sebelah barat dan Paparan Sunda di sebelah timur. Cekungan

Sumatera Selatan terbentuk pada periode tektonik ektensional Pra-Tersier sampai

Tersier Awal yang berarah relatif barat – timur.

Gambar 2.1 Cekungan Sumatera Selatan (Anonim, 2006)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

6

2.2. Tektonik Regional Cekungan Sumatera Selatan

Struktur Cekungan Sumatera Selatan yang ada saat ini merupakan hasil dari 3

periode, yaitu :

Periode 1, terbentuknya horst graben berarah timurlaut – baratdaya dan utara –

selatan selama periode ekstensional Kapur Akhir – Oligosen Awal. Sedimen

pengisinya merupakan sedimen klastik kasar dan vulkanuklastik, serta

lingkungannya pengendapannya darat atau lakustrin.

Periode 2, graben yang terbentuk mengalami subsidence sampai periode dimana

tektonik tidak aktif (Oligosen Akhir – Miosen Awal), kemudian cekungan berada

pada lingkungan laut. Pada Miosen Awal – MiosenTengah mulai terjadi aktivitas

tektonik yang menghasilkan lipatan kompresional dikarenakan adanya subduksi

oblique dari lempeng samudera yang berada di sebelah tenggara pulau Sumatera.

Periode 3, pada Pliosen – Plistosen terjadi tektonik kompresional yang sangat

kuat disertai uplifting busur vulkanik ke arah barat sehingga mengaktifkan

kembali fitur-fitur struktur sebelumnya, yaitu sesar normal menjadi sesar naik.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

7

Gambar 2.2 Kerangka Tektonik Cekungan Sumatera Selatan (Anonim, 2006)

2.3. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dikelompokan menjadi 2, yaitu Kelompok

Telisa yang merupakan formasi-formasi yang terbentuk pada fase transgresi dan

Kelompok Palembang yang terbentuk pada fase regresi.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

8

Gambar 2.3 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan (Anonim, 2006)

2.3.1. Kelompok Telisa

2.3.1.1. Formasi Lahat

Formasi Lahat merupakan suatu rangkaian breksi vulkanik tebal, tuf, endapan

lahar dan aliran lava, serta dicirikan dengan kehadiran sisipan lapisan batupasir

kuarsa. Anggota Formasi Lahat dari tua ke muda adalah Kikim Bawah, anggota

batupasir kuarsa, Kikim Atas.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

9

Formasi Lahat diendapan pada lingkungan darat, serta berumur Eosen – Oligosen

Awal.

2.3.1.2. Formasi Talang Akar

Setelah pengendapan Formasi Lahat, terjadi proses erosi secara regional. Bukti

erosi ini diperlihatkan oleh Formasi Talang Akar yang terendapkan tidak selaras

diatas Formasi Lahat. Setelah masa hiatus umur Oligosen Tengah, kemudian

diendapkan sedimen pada topografi yang rendah pada Oligosen Akhir. Variasi

lingkungan pengendapannya berkisar dari lingkungan sungai teranyam dan sungai

bermeander yang berangsur berubah menjadi lingkungan delta front dan lingkungan

prodelta.

Formasi Talang Akar berakhir pada masa transgresi maksimum dengan

munculnya endapan laut pada cekungan selama Miosen Awal.

2.3.1.3. Klastik Pra-Baturaja

Formasi ini merupakan sedimen klastik dengan variasi yang kompleks yang

ditemukan di antara Formasi Lahat dan Formasi Baturaja lingkungan laut, berumur

Miosen awal. Bagian dasarnya yang berupa sedimen vulkaniklastik dan lempung

lakustrin disebut Formasi Lemat.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

10

Formasi Lemat merupakan fasies distal dari Formasi Lahat, atau dapat dikatakan

juga sebagai unit yang lebih muda dan kaya akan material jatuhan dari Formasi

Lahat.

2.3.1.4. Formasi Baturaja

Formasi Baturaja dicirikan denga kehadiran batugamping yang berada di sekitar

bagian dasar Formasi Telisa. Formasi Baturaja ini masuk ke dalam rentang umur

yang ekuivalen dengan foraminifera planktonik dengan kisaran umur N5 – N6 atau

Miosen Awal.

2.3.1.5. Formasi Telisa / Formasi Gumai

Puncak transgresi pada Cekungan Sumatera Selatan dicapai pada waktu

pengendapan Formasi Gumai, sehingga formasi ini mempunyai penyebaran yang

sangat luas pada Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan selaras diatas

Formasi Baturaja dan anggota Transisi Talang Akar.

Dicirikan dengan adanya serangkaian batulempung tebal berwarna abu-abu gelap.

Terdapat foraminifera planktonik yang membentuk lapisan tipis berwarna putih, tuf

berwarna keputihan serta lapisan turbidit berwarna coklat yang tersusun atas material

andesit tufaan. Pada bagian atas formasi banyak ditemukan lapisan berwarna coklat

dengan nodul lensa karbonatan berdiameter sampai 2 nmeter.

Umur dari formasi ini sangat beragam. Ketika batugamping Baturaja tidak

berkembang, pada bagian dasarnya lapisan Formasi Telisa memiliki zona N4

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

11

foraminifera planktonik (Miosen Awal), sedangkan saat dimana Baturaja berkembang

dengan tebal, lapisan tertua Formasi Telisa memiliki zona fauna N6 atau

N7 (Miosen Awal). Bagian atasnya juga bervariasi dari zona N8 (Miosen Awal)

hingga N10 (Miosen Tengah), bergantung pada posisi cekungan dan dimana letak

penentuan batas formasi.

2.3.2. Kelompok Palembang

2.3.2.1. Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atar Formasi Gumai, dan

merupakan awal fase regresi. Didominasi oleh shale sisipan batulanau, batupasir dan

batugamping. Ketebalannya antara 100 – 1000 meter. Berumur Miosen Tengah

sampai Miosen Akhir, dan diendapkan di lingkungan laut dangkal.

2.3.2.2. Formasi Muara Enim

Bagian atas dan bawah formasi ini dicirikan oleh keterdapatan lapisan batubara

yang menerus lateral. Ketebalan formasi sekitar 500 – 700 meter, 15% nya berupa

batubara. Bagian formasi yang menipis, lapisan batubaranya pun tipis atau bahkan

tidak ada. Hal ini menunjukan bahwa tingkat subsidence berperan penting dalam

pengendapan batubara. Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal,

dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut

dangkal, paludal, dataran delta dan non-marine.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

12

2.3.2.3. Formasi Kasai

Litologi Formasi Kasai berupa pumice tuff, batupasir tufaan dan batulempung

tufaan. Fasies pengendapannya fluvial dan alluvial fan dengan sedikit ashfall (jatuhan

erupsi vulkanik, non-andestik). Pada Formasi Kasai hanya ditemukan sedikit fosil,

beupa moluska air tawar dan fragmen-fragmen tumbuhan. Umur Formasi Kasai

adalah Pliosen Akhir – Plistosen.

2.4. Geologi Daerah Penelitian

Lapangan Izzati berada pada Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan

Sumatera Selatan, daerah penelitian difokuskan pada Formasi Gumai. Kondisi

geologi Lapangan Izzati sama dengan kondisi geologi Blok Jabung yang proses

pembentukannya dibagi menjadi dua periode, yaitu prose pembentukan batuan Pra-

Tersier dan Batuan Tersier. Batuan Pra-Tersier memiliki beragam litologi, tetapi pada

umumnya adalah granit dengan sedikit didominasi oleh batuan sedimen teralterasi

serta batugamping.

Batuan Tersier tersusun oleh sikuen yang sangat mirip dengan yang ditemukan

pada Cekungan Sumatera Selatan. Dimulai dari Syn-Rift Megasequence (40 – 29 Ma)

yang merupakan hasil dari gaya ekstensional pada Eosen – Oligosen Awal,

membentuk half-graben yang besar serta merupakan awal sedimentasi, yaitu Formasi

Lahat, Formasi Lemat dan Formasi Talang Akar Bawah.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

13

Post-Rift Megasequence (29 – 5 Ma) yang terbentuk pada saat proses rifting

berhenti. Adanya pembebanan termal mengakibatkan cekungan mengalami

subsidence yang kemudian diisi oleh Formasi Talang Akar Atas dan Formasi

Baturaja. Dilanjutkan dengan pengendapan sedimen laut hingga laut dalam, yaitu

Formasi Telisa/Gumai sebagai pengaruh dari tingkat subsidence yang tinggi dan

muka air laut relatifnya tinggi. Hal ini disebabkan oleh lamanya fase transgresi. Pada

saat proses subsidence mulai melambat dan/atau supply sedimen meningkat (16 – 5

Ma), Formasi Air Benakat dan Muara Enim mulai terendapkan.

Yang terakhir adalah fase Syn-Orogenic / Inversion Megasquence (5 Ma –

present), yaitu proses terjadinya kompresi tektonik yang mengakibatkan terbentuknya

Bukin Barisan. Terbentuk pula perpanjangan lipatan-lipatan berarah baratlaut –

tenggara di sepanjang cekungan. Cekungan mengalami subsidence terus-menerus

sebagaimana supply sedimen yang kian meningkat karena terjadi erosi Bukit Barisan.

Arah erosi ke selatan dan barat, menghasilkan endapan Formasi Kasai dan endapan

aluvium seperti yang nampak saat ini.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

14

Gambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan

Sumatera Selatan (Petrochina, 1998 dalam Saifuddin dkk., 2001)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

15

2.5. Fasies

Fasies adalah suatu kenampakan lapisan atau kumpulan lapisan batuan yang

memperlihatkan karakteristik, geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda

dengan sekitarnya (Boggs, 1987). Perbedaan karakteristik yang menjadi dasar bagi

pengamatan fasies bisa ditinjau dari berbagai hal seperti karakter fisik dari lithologi

(lithofacies), kandungan biogenic (biofacies), atau berdasarkan pada metoda tertentu

yang dipakai sebagai cara pengamatan fasies contohnya fasies seismik atau fasies log.

Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang

dikarekteristikan oleh kombinasi dari lithologi, struktur fisik dan biologi yang

merupakan aspek pembeda dari tubuh batuan di atas, di bawah, ataupun

disampingnya. Sedangkan menurut Yarmanto dkk. (1997), fasies merupakan

kenampakan menyeluruh suatu tubuh batuan sedimen, berdasarkan pada gambaran

khususnya (tipe batuan, kandungan mineral, struktur sedimen, perlapisan, fosil,

kandungan organik) yang dapat membedakannya dengan tubuh batuan yang lainnya.

Suatu fasies akan mencerminkan suatu mekanisma pengendapan tertentu atau

berbagai mekanisma yang bekerja serentak pada saat yang bersamaan. Fasies ini

dapat dikombinasikan menjadi asosiasi fasies (facies associations) yang merupakan

merupakan suatu kombinasi dari dua atau lebih fasies yang membentuk tubuh batuan

dalam berbagai skala dan kombinasi yang secara genetik saling berhubungan pada

suatu lingkungan pengendapan. Asosiasi fasies mencerminkan lingkungan

pengendapan atau proses dimana fasies itu terbentuk.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

16

Sedangkan yang dimaksud dengan suksesi fasies (facies succession) adalah suatu

bagian vertikal dari fasies dikarakteristikan oleh perubahan yang meningkat pada satu

atau beberapa parameter seperti ukuran butir maupun struktur sedimen. Dikenal juga

architectural elements yang merupakan suatu morfologi dari sistem pengendapan

tertentu yang dikarakteristikan oleh pengelompokan fasies, geometri fasies, dan

proses pengendapan.

2.6. Konsep Dasar dan Jenis Well Log

Log adalah suatu grafik kedalaman, dari satu set data yang menunjukkan

parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur ( Adi

Harsono, 1997). Log sangat membantu dalam menentukan karakter fisik dari batuan

seperti litologi, porositas, dan permeabilitas.

Data hasil logging ini digunakan untuk mengidentifikasi zona-zona produktif,

kedalaman, ketebalan, dan membedakan fluida baik itu minyak, gas, dan air, sehingga

dapat menghitung cadangan hidrokarbon di dalam suatu reservoir.

2.6.1. Log Radioaktif

2.6.1.1. Log Gamma Ray

Log Gamma Ray adalah suatu pengukuran terhadap kandungan radioaktivitas

alam dari suatu formasi, yang radioaktifnya berasal dari tiga unsur radioaktif yang ada

di dalam bumi yaitu Uranium-U, Thorium-Th, dan Potasium-K. Sinar gamma sangat

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

17

efektif untuk membedakan lapisan permeabel dan yang tidak permeabel karena

radioaktif cenderung berpusat dalam serpih yang tidak permeabel (kurva log GR

defleksi ke kanan), sedangkan untuk lapisan permeabel unsur radioaktif jumlahnya

sedikit (kurva log GR defleksi ke kiri). Log GR diskala dalam satuan API (American

Petroleum Institute).

Log Gamma Ray digunakan juga dalam korelasi pada sumur yang berselubung,

korelasi dari sumur ke sumur sangat baik karena sejumlah tanda-tanda perubahan

litologi hanya akan terlihat dengan jelas pada jenis log ini. Gabungan perekaman CCL

(Casing Collar Locator) memungkinkan alat perforasi diposisikan dengan tepat di

depan formasi yang akan dibuka. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa kegunaan

dari log GR adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi lapisan yang berpotensi banyak radioaktif sehingga disimpulkan sebagai

lapisan shale

2. Korelasi log antar sumur

3. Penentuan lapisan permiabel dan tidak permeabel dengan pencocokan dengan

karakteristik log-log lainnya.

4. Evaluasi kandungan serpih

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

18

2.6.1.2. Log Neutron

Log Neutron memberikan suatu perekaman reaksi formasi terhadap penambahan

neutron ditentukan dalam neutron porosity unit. Log ini mencerminkan banyaknya

atom hidrogen (hydrogen index) dalam formasi. Suatu formasi menunjukkan nilai

neutron yang tinggi saat formasi tersebut mengandung hidrogen, dalam konteks

geologi berarti formasi tersebut ter-supply oleh air. Log ini prinsipnya mengukur

kandungan air dalam formasi, maupun ikatan air, air yang terkristalisasi atau free pore

water. Kandungan hidrogen ini seperti yang telah disebutkan sebelumnya disebut

Hydrogen Index (HI). Namun pada aplikasi di dunia migas, ketertarikan pada indeks

ini hanya karena untuk penentuan pori yang biasanya diisi oleh air atau jenis fluida

lainnya. Jadi berdasarkan indikasi adanya porositas tersebut dapat ditentukan neutron

porosity unitnya. Nilai porositas ini bernilai maksimal pada clean limestones, dan

bernilai berbeda pada litologi lainnya.

Biasanya semakin banyak fluida dalam formasi akan memberikan pembacaan

porositas yang tinggi sebab fluida menunjukkan pori-pori batuannya besar hingga

harga porositas neutronnya tinggi.

Secara kuantitatif log neutron digunakan untuk mengukur porositas dan juga

pembeda yang sangat baik antara minyak dan gas. Secara pendekatan geologi dapat

digunakan untuk menentukan litologi, evaporasi, dan kenampakan pada batuan

vulkanik. Jika dikombinasikan dengan log density pada skala tertentu, merupakan

indikator litologi yang terbaik.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

19

2.6.1.3. Log Densitas

Prinsip kerja log densitas ini adalah sumber radioaktif yang ada pada alat akan

memancarkan gamma rays ke dalam formasi dengan energi sebesar (0.2 – 2.0 Mev)

dan memperhitungkan pengurangan radioaktivitas antara sumber dan detektor.

Analoginya, seperti halnya hubungan fisika pada pengurangan elektron pada hukum

penyebaran Compton, proses ini merupakan fungsi dari jumlah elektron yang

dikandung pada suatu formasi. Pada formasi yang densitasnya tinggi pengurangan

elektron sangat signifikan dan hanya sedikit sinar gamma yang mampu mencapai

detektor menunjukkan kehilangan energi yang besar, sedangkan pada formasi yang

densitasnya rendah, energi yang dapat atau sinar gamma yang mencapai detektor

tinggi.

Sumber radioaktif yang digunakan adalah Cs137

. Pada prinsipnya Log Densitas

mengukur densitas elektron pada formasi yang dinyatakan dalam satuan gram/cc.

Hasil perekaman log densitas biasanya dalam skala bulk density (b).

Secara kuantitatif log densitas digunakan untuk menghitung porositas dan secara

tidak langsung untuk menentukan densitas hidrokarbon. Log dapat pula membantu

perhitungan acoustic impedance dalam kalibrasi pada seismik. Secara kualitatif log

ini berguna sebagai indikator penentuan litologi, yang dapat digunakan untuk

mengindentifikasi densitas mineral-mineral, lebih jauh lagi dapat memperkirakan

kandungan organik dari source rock dan dapat mengidentifikasi overpressure dan

fracture porosity.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

20

2.6.2. Log Elektrik

Digunakan untuk mengukur sifat kelistrikan batuan, yaitu resistivity atau tahanan

jenis dan potensial diri batuan.

2.6.2.1. Spontaneous Potential Log (SP Log)

Merupakan pengukuran perbedaan potensi alam berupa selisih antara sebuah

elektroda yang ditempatkan di permukaan tanah dengan yang diturunkan ke dalam

lubang bor, dengan satuan milivolt.

Prinsip penggunaan dari log SP adalah dengan mengukur resistivitas formasi air,

untuk menentukan permiabilitas, memperkirakan volume shale, menentukan fasies

dan korelasi.

Tiga faktor yang diperlukan dalam menentukan arus SP : fluida yang konduktif

dalam lubang bor, lapisan yang berpori dan permeabel dikelilingi oleh formasi yang

impermiabel dan perbedaan salinitas (atau tekanan) antara fluida di lubang bor dan di

dalam formasi.

Log ini bekerja berdasarkan perbedaan konsentrasi keseragaman antara air

lumpur dengan air formasi hingga kurva log SP mengalami defleksi baik positif

ataupun negatif.

Defleksi negatif terjadi apabila salinitas formasi lebih besar dari salinitas lumpur,

dan defleksi positif akan terjadi apabila salinitas formasi lebih kecil dari salinitas

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

21

lumpur, sedangkan bila salinitas keduanya sama, maka kurva log SP akan merupakan

suatu garis lurus (Shale base line) atau potensi shale muncul.

Log SP memiliki beberapa kegunaan, yaitu :

Mencari zona-zona yang permiabel.

Parameter untuk menghitung harga resistivitas air formasi (Rw).

Menghitung banyaknya lempung dalam suatu reservoir.

Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi sumur berdasarkan batas

tersebut.

2.6.2.2. Log Resistivitas

Resistivitas adalah kemampuan batuan untuk menghambat jalannya arus listrik

yang bergantung kepada sifat atau karakter fisik batuan diantaranya porositas,

salinitas dan jenis batuan. Jadi log resistivitas merupakan pengukuran dari sifat

resistivitas formasi. Beberapa hal yang dapat dianalisis dalam log resistivitas adalah

sebagai berikut: :

Lapisan permiabel yang mengandung air tawar, harga resistivitas akan tinggi,

karena air tawar bersifat isolator.

Lapisan permiabel yang mengandung air asin, harga resistivitas akan rendah,

karena salinitas air asin lebih tinggi serta bersifat konduktif.

Lapisan yang mengandung hidrokarbon harga resistivitas akan tinggi karena

hidrokarbon bersifat resistif.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

22

Matriks batuannya yang berada dalam keadaan kering bersifat isolator sehingga

resistivitas akan tinggi.

Pada lapisan dengan sisipan shale, harga resistivitas akan tergantung kepada

presentase sisipan, ketebalan tiap lapisan dalam sistem berselang – seling tersebut,

dan resolusi vertikal dari lognya.

Log resistivitas yang tersaji dalam bentuk kurva log resistivitas ini merupakan

hasil dari pengukuran tahanan jenis formasi. Cara yang dilakukan untuk dapat

menghasilkan kurva ini adalah dengan mengalirkan arus listrik ke dalam formasi

kemudian mengukur kemampuan formasi tersebut untuk menghantarkan arus listrik.

Selain itu juga, kurva log ini dapat diperoleh dengan menginduksikan arus listrik ke

dalam formasi dan mengukur besarnya induksi tersebut.

Resistivitas formasi sebenarnya tergantung dari jenis kandungan fluidanya, arus

listrik dapat mengalir dalam formasi akibat dari adanya air sedangkan minyak dan gas

tidak mengalirkan arus sehingga parameter terbatas pada air yang dikandung oleh

formasi dan diukur dengan peralatan yang khusus pula. Resistivitas formasi

tergantung dari:

resistivitas air formasi yang dikandungnya

jumlah air formasi yang ada

struktur geometri pori-pori

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

23

2.6.2.3. Log Akustik / Sonic Log

Berfungsi untuk mendapatkan harga porositas dari batuan dengan memancarkan

gelombang suara dari transmitter dan akan diterima oleh receiver. Harga porositas

akan berbanding terbalik terhadap waktu rambat gelombang suara tersebut.

Prinsip kerja dari log akustik adalah dengan menggunakan gelombang suara yang

dikirimkan oleh pemancar (transmitter) kemudian dihitung selang waktu rambatan

(t) yang sampai pada alat penerima (receiver). Interval Transit Time (t) adalah

waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara kompresional untuk melewati atau

menembus kedalaman 1 kaki dari formasi yang ditembusnya, berbanding terbalik

dengan kecepatannya, dan tergantung pada porositas dan karakteristik litologi suatu

formasi.

Yang termasuk ke dalam jenis log ini adalah Log Sonik (misalnya : Borehole

Compensated Sonic Log), sedangkan besaran yang dipakai oleh log ini umumnya

adalah microsecond per feet (s/ft).

Perangkat kerja yang terpenting dari log sonik terdiri dari satu pemancar dan dua

penerima, kecuali pada Borehole Compensated (BHC). Susunannya terdiri dari dua

pasang pemancar dan penerima yang menempel berlawanan arah. Pemancar pertama

sebagai pemancar bagian bawah, yang dimaksudkan untuk mengimbangi efek dari

lubang bor.

Secara kuantitatif log sonik ini digunakan untuk :

menentukan porositas

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

24

menentukan selang kecepatan (Interval Velocity)

melakukan kalibrasi seismic

Sedangkan secara kualitatif digunakan untuk :

menentukan litologi

korelasi antar sumur pemboran

evaluasi batuan sumber hidrokarbon

Tabel 2.1 Konsep dasar wireline beserta fungsi dan tujuannya (Adi Harsono, 1997)

Jenis Log Fungsi Kualitatif Fungsi Kuantitatif

Spontaneous

Potensial (SP)

- Identifikasi lapisan permeabel

- Identifikasi fasies

- Korelasi antar sumur

- Untuk mengetahui harga

Resistivitas air formasi

(Rw)

- Untuk menghitung volume

shale

Gamma Ray

(GR)

- Menentukan shale

- Membedakan litologi

- Identifikasi fasies

- Identifikasi sequence

- Korelasi antar sumur

- Untuk mengetahui harga

Resistivitas air formasi

(Rw)

- Menghitung volume shale

Resistivitas

- Identifikasi litologi

- Identifikasi fasies

- Identifikasi fluida formasi

- Menghitung volume shale

(Vsh)

- Menghitung formasi

RHOB - Identifikasi litologi

- Identifikasi kandungan fluida - Menghitung saturasi

NPHI

-Identifikasi fluid dalam pori

bersama dengan log densitas

- Identifikasi litologi

- Porositas

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

25

2.7. Konsep Motif Log

Konsep motif log adalah suatu metode yang mengkorelasikan bentuk pola log

yang sama. Menurut Walker dan James (1992), pola-pola log menunjukkan energi

pengendapan yang berubah, yakni berkisar dari energi tingkat tinggi sampai rendah.

Dalam interpretasi geologi, suatu lompatan (looping) dilakukan dari energi

pengendapan sampai lingkungan pengendapan, pola-pola log selalu diamati pada

kurva gamma ray atau spontaneous potential, tetapi kesimpulan yang sama juga

dapat didukung dari log Neutron-Density.

Log sumur memiliki beberapa bentuk dasar yang bisa mencirikan karakteristik

suatu lingkungan pengendapan. Bentuk-bentuk dasar tersebut dapat berupa

cylindrical, irregular, bell, funnel, symmmetrical, dan asymmetrical (Walker &

James, 1992).

2.7.1. Cylindrical

Bentuk ini cenderung diminati oleh para ahli geologi karena dianggap sebagai

bentuk dasar yang merepresentasikan homogenitas. Bentuk cylindrical diasosiasikan

dengan endapan sedimen braided channel, estuarine, atau sub-marine channel fill,

anastomosed channel, eolian dune, dan tidal sands.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

26

2.7.2. Irregular

Meskipun bentuk irregular merupakan bentuk yang kurang disukai, namun di lain

pihak, bentuk ini cenderung terlalu mudah untuk dianggap sebagai interpretasi awal

yang menyesatkan (misleading). Bentuk irregular diasosiasikan dengan endapan

sedimen alluvial plain, flood plain, tidal sands, shelf, atau back barriers. Umumnya

mengindikasikan lapisan tipis silang siur (thin interbedded). Unsur endapan tipis

mungkin berupa crevasse splay, over bank deposits dalam laguna, turbidit dalam

lingkungan air dalam, atau lapisan-lapisan yang teracak.

Dengan diintegrasikannya analisis berskala mikro dan pemahaman mengenai

kualitas reservoar, terbukti bahwa lapisan-lapisan yang semula dianggap tidak

prospek dan tidak produktif berubah statusnya menjadi lapisan yang prospek dan

produktif.

2.7.3. Bell shaped

Bentuk bell ini selalu diasosiasikan sebagai fining upward. Pengamatan

membuktikan bahwa range besar butir pada setiap level cenderung sama, namun

jumlahnya memperlihatkan gradasi (fraksi butir halus dalam artian lempung yang

bersifat radioaktif makin banyak ke arah atas, dan bukan menghalus ke atas).

Interpretasi fining-upward merepresentasikan keheterogenitasan batuan

reservoar. Bentuk bell merupakan rekaman dari endapan point bars, tidal deposits,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

27

transgressive shelf sand (tide and storm dominated), submarine channel dan endapan

turbidit.

2.7.4. Funnel shaped

Bentuk funnel merupakan kebalikan dari bentuk bell dengan dampak

ketidaksesuaian batas geologi dan tata waktu/runtunannya, dan selalu diasosiasikan

sebagai coarsening-upward. Pengamatan juga membuktikan bahwa range besar butir

pada setiap level cenderung sama, namun jumlahnya memperlihatkan gradasi (fraksi

butir kasar makin banyak ke arah atas dan bukan mengkasar ke atas). Bentuk funnel

merupakan hasil dari delta front (distributary mouth bar), crevasse splay, beach and

barrier beach (barrier island), strandplain, shoreface, prograding (shallow marine)

shelf sands, submarine fan lobes.

2.7.5. Symmetrical shaped

Bentuk symmetrical merupakan keserasian kombinasi bentuk bell-funnel.

Kombinasi coarsening-fining upward ini dapat dihasilkan oleh proses bioturbasi,

selain setting secara geologi yang merupakan ciri dari shelf sand bodies, submarine

fans dan sandy offshore bars. Bentuk asymmetrical merupakan ketidakselarasan

secara proporsional dari kombinasi bell-funnel pada lingkungan pengendapan yang

sama.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

28

Gambar 2.5 Klasifikasi elektrofasies berdasarkan respon log (Walker&James,

1992)

Gambar 2.6 Gambaran umum respon kurva log gamma ray terhadap variasi ukuran

butir (Walker & James, 1992)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

29

2.8. Konsep Dasar Metode Seismik

Metode seismik adalah metode pemetaan struktur geologi yang menggunakan

gelombang akustik yang ditembakan kedalam bumi dan menganalisa gelombang hasil

pantulanya. Prinsip dasar metode seismik adalah perambatan energi gelombang

seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran dari permukaan bumi ke dalam bumi

atau formasi batuan, kemudian dipantulkan ke permukaan oleh bidang pantul yang

merupakan bidang batas lapisan yang memiliki akustik impedansi yang berbeda.

Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah impedansi akustik yang

merupakan hasil perkalian antara densitas Batuan dan kecepatan, dimana didapatkan

persamaan :

IA : Impedansi akustik

ρ : Densitas batuan (gr/cc)

V : Kecepatan (m/s)

Impedansi akustik secara umun dianggap sebagai ukuran dari acoustic hardness

(kekuatan batuan untuk berubah). Dengan melihat hal tersebut dan berdasarkan fakta

bahwa kekuatan batuan untuk berubah juga bergantung pada ukuran elastis,

selanjutnya kita dapat mengatakan bahwa impedansi akustik adalah bagian daripada

accoustic hardness.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

30

Impedansi akustik merupakan sifat batuan yang dipengaruhi oleh sifat fisik

batuan (litologi, porositas). Semakin keras suatu batuan maka Impedansi Akustiknya

akan semakin besar pula, sebagai contoh : batugamping yang sangat kompak

memiliki nilai Impedansi Akustik yang lebih besar dibandingkan dengan

batulempung.

Dalam menentukan nilai Impedansi Akustik kecepatan mempunyai peranan lebih

penting daripada densitas, dikarenakan porositas batuan yang terisi oleh fluida (gas,

minyak, air). Fluida akan mempengaruhi nilai kecepatan daripada nilai densitas

batuan.

Kecepatan merambat gelombang atau suara akan meningkat seiring bertambahnya

kedalaman. Semakin dalam maka batuan akan semakin kompak karena efek dari

tekanan dan diagenesis batuan. Maka dari itu kecepatan merambat gelombang atau

suara akan meningkat seiring dengan semakin kompaknya batuan.

2.8.1. Metoda Kriging

Metoda kriging adalah metoda statistik yang digunakan untuk memperkirakan

peta struktur waktu. Kriging adalah proses yang menggunakan model matematika

dari nilai korelasi antar sumur guna memperkirakan nilai-nilai antar sumur dan di luar

sumur.

Metoda interpolasi kriging dianggap metoda yang terbaik dalam memperkirakan

peta struktur waktu pada daerah yang kekurangan data sumur, dikarenakan kita dapat

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

31

memperoleh hasil peta struktur waktu yang meyakinkan antara peta struktur yang

diperoleh dari sumur.

2.8.2. Atribut Seismik

Atribut seismik merupakan pengukuran kuantitatif dari karakteristik seismik,

seperti amplitudo, dip, frekuensi, fase, dan polarity yang berguna untuk membantu

interpretasi struktur geologi, stratigrafi, serta kandungan fluida pada batuan. Secara

garis besar, atribut seismik dibagi menjadi dua, yaitu atribut seismik geometri yang

berhubungan dengan karakteristik geometri dari data seismik (dip, azimuth,

kontinuitas), dan atribut seismik fisik yang menunjukan parameter fisik bawah

permukaan serta yang berhubungan dengan litologi (amplitudo, fase, dan frekuensi).

Atribut seismik yang digunakan dalam penelitian ini adalah instantaneous phase

yang membantu memperjelas bidang kontinuitas/diskontinuitas dari refleksi seismik.

Instantaneous phase dapat memperjelas event seismik yang kuat, serta efektif dalam

pembacaan patahan, kontak sudut dan tampilan lapisan batuan. Batas-batas sikuen

seismik, pola-pola layer sedimen serta pola-pola onlap/offlap dapat terlihat sangat

jelas pada atribut seismik ini.

2.9. Seismik Stratigrafi

Seismik stratigrafi merupakan studi stratigrafi dan pengendapan fasies sebagai

interpretasi dari data seismik. Pola rekaman seismik ini menunjukkan pola tertentu.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

32

Pola-pola ini mencirikan/mencerminkan fasies tertentu, yang pada akhirnya bersama

dengan log, biostrat, cutting dll, membantu dalam interpretasi lingkungan

pengendapan yang lebih terperinci dan valid.

Gambar 2.7 Pola Pengisian Sedimen dalam Tampilan Seismik (Mitchum, 1977)

Suatu sekuen seismik diinterpretasikan sebagai sekuen pengendapan yang terdiri

dari suatu paket yang secara genetik berhubungan dan dibatasi oleh unconformity

atau correlative conformity pada bagian atas dan bawahnya.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

33

Gambar 2.8 Pola Pantulan Seismik (Mitchum, 1977)

Gambar 2.9 Modifikasi Pola Pantulan Seismik (Mitchum, 1977)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

34

Analisa fasies seismik menginterpretasikan lingkungan pengendapan dan

lithofasies dari data seismik. Secara umum pola pantulan seismik dibagi menjadi

parallel, subparallel, divergent, prograding, chaotic dan pola bebas (tidak teratur).

Pola prograding sendiri dibagi menjadi sigmoid, oblique, complex sigmoid-oblique,

shingled dan hummocky clinoform. Pola ini dimulai dari pola yang sederhana hingga

pola yang kompleks, maupun modifikasi dan gabungan beberapa pola.

Parallel dan subparallel

Pola ini menunjukkan suatu perlapisan yang relatif sejajar. Modifikasi pola ini adalah

even dan wavy. Pola subparallel mirip dengan parallel, perbedaannya berupa

perlapisan yang tidak semuanya sejajar. Di suatu tempat mengecil dan di tempat lain

membesar, namun masih saling berhubungan.

Divergen

Pola ini dicirikan adanya perlapisan miring pada bagian bawah dan memusat ke suatu

arah. Semakin ke atas berubah menjadi lapisan horisontal. Pola ini dibentuk oleh

suatu variasi rata-rata pengendapan secara lateral atau naiknya permukaan

pengendapan.

Prograding

Prograding merupakan pola refleksi kompleks. Modifikasi pola ini berupa sigmoid,

oblique, shingled dan hummocky.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

35

1. Sigmoid

Sigmoid adalah pola prograding clinoform yang berbentuk sigmoid (bentuk S) yang

terbentuk oleh perlapisan tipis yang menyudut pada bagian atas dan bawah serta

menebal pada bagian tengah perlapisan. Pada bagian atas perlapisan hampir

horisontal (sudut dip kecil) dan concordant dengan permukaan atas unit fasies ini.

Pola ini diinterpretasikan sebagai suatu tingkat up building yang berlanjut

(agradational) yang berkolaborasi dengan prograding pada bagian tengah. Bentukan

ini terjadi pada lingkungan dengan suplai sedimen yang kecil, penurunan dasar

cekungan yang cepat atau naiknya muka air laut dengan cepat.

2. Oblique

Pola prograding clinoform yang merupakan bentukan ideal pengendapan. Pola ini

terbagi menjadi tangential oblique dan parallel oblique.

Tangential oblique : suatu pola bentukan progradational patern yang menunjukkan

penurunan besaran dip secara gradual dan berubah. Pola ini memiliki dip tinggi di

bagian atas dan berupa pola top lap yang semakin ke bawah berangsur berubah

menjadi horizontal.

Parallel obligue : Suatu bentukan perlapisan miring yang dibatasi sudut tinggi down

lap pada bagian bawah. Pola ini diinterpretasikan sebagai suatu hasil pengisian

channel kecil. Bentukan ini terbentuk dari kombinasi sediment supply yang besar,

tidak ada atau sedikit penurunan dasar cekungan dan permukaan air laut yang tetap

dan diikuti pengisian cekungan secara cepat dan bypass.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

36

Complex sigmoid-oblique : suatu bentukan kombinasi dari sigmoid dan oblique

progradational. Berupa pola perlapisan yang horisontal berubah menjadi down dip

dengan sudut besar dan berakhir pada bagian bawah dengan suatu down lap. Pola ini

dibentuk oleh suatu up building dan depositional bypass pada bagian atas dengan

energi pengendapan yang tinggi.

3. Shingled

Berupa konfigurasi refleksi progradational tipis yang dibatasi perlapisan parallel

bagian atas dan bawah yang diantaranya terdapat perlapisan yang menumpang tidak

terhubung. Pola ini diinterpretasikan sebagai unit pengendapan prograding pada

suatu lingkungan shallow water.

4. Hummocky clinoform

Berupa konfigurasi pantulan yang menunjukkan pola subparallel yang tidak teratur

dan tidak menerus. Pola ini secara umum diinterpretasikan sebagai perlapisan tipis

yang menjari di dalam suatu lingkungan shallow water pada lingkungan prodelta atau

interdeltaic.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2008/140710080041_2_7253.pdfGambar 2.4 Stratigrafi Umum Blok Jabung, Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

37

Gambar 2.10 Pola Pantulan Seismik Sebagai Hasil Proses Prograding (Mitchum,

1977)

Chaotic

Pola chaotic merupakan pola tidak teratur yang terbentuk oleh suatu high energy,

terjadi deformasi, penecontemporaneous, slump, cut and fill channel complex, highly

faulted, folded atau contorted zone.

Reflection free

Berupa bentukan dengan litologi seragam, tidak berlapis, highly contorted. Pola ini

biasanya berupa masa batuan beku yang besar, kubah garam dll.