17
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jumantik 2.1.1 Pengertian Jumantik Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) mendefinisikan jumantik merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Menurut Ditjen PP&PL RI (2005) kader jumantik merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). 2.1.2 Peranan Jumantik Dinkes Kota Denpasar (2013) menyebutkan peranan jumantik dalam penanggulangan demam berdarah adalah mengajak masyarakat di sekitar tempat tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) dan selalu melakukan gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah, mengadakan pemeriksaan jentik berkala di lingkungan dan melakukan pencatatan pada form pemantauan serta Kartu Rumah yang tergantung di depan masing-masing rumah warga, memberikan pertolongan pertama dan menasehati keluarga untuk membawa ke puskesmas atau rumah sakit bila muncul gejala lanjut saat menemukan warga dengan gejala DBD, dan jumantik ikut melaksankan penyelidikan bila menemukan warga yang positif menderita DBD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jumantik - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18866/3/1220025074-3-Cokis_Bab II.pdfmenggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jumantik

2.1.1 Pengertian Jumantik

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) mendefinisikan jumantik

merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk

melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta

menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD.

Menurut Ditjen PP&PL RI (2005) kader jumantik merupakan kelompok kerja yang

dibentuk untuk pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah Lembaga

Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

2.1.2 Peranan Jumantik

Dinkes Kota Denpasar (2013) menyebutkan peranan jumantik dalam

penanggulangan demam berdarah adalah mengajak masyarakat di sekitar tempat

tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) dan selalu melakukan

gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah, mengadakan

pemeriksaan jentik berkala di lingkungan dan melakukan pencatatan pada form

pemantauan serta Kartu Rumah yang tergantung di depan masing-masing rumah

warga, memberikan pertolongan pertama dan menasehati keluarga untuk membawa ke

puskesmas atau rumah sakit bila muncul gejala lanjut saat menemukan warga dengan

gejala DBD, dan jumantik ikut melaksankan penyelidikan bila menemukan warga

yang positif menderita DBD.

7

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) menurut Prawirosentono dalam Sugianto (2011)

merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang maupun kelompok dalam sebuah

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya

mencapai tujuan organisasi tersebut secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai

dengan moral maupun etika. Teori yang dikemukakan Robbins dalam Rai (2008)

mendefinisikan kinerja sebagai hasil evaluasi terhadap perkerjaan yang telah

dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Muljadi (2006) menjelaskan bahwa kinerja dapat diukur dengan cara sebagai

berikut.

1. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang telah direncanakan.

2. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.

3. Membandingkan kinerja nyata dengan standar kinerja.

Menurut Mangkunegara (2009), pengukuran kinerja individu dilakukan melalui

beberapa dimensi kinerja antara lain.

1. Kuantitas diartikan sebagai seberapa lama seorang bekerja dalam satu hari.

Kuantitas dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap orang dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

2. Kualitas didefinisikan sebagai seberapa baik seseorang dalam mengerjakan

pekerjaanya. Kualitas dapat dilihat dari ketepatan atau kesesuaian dengan

prosedur atau aturan kerja.

8

3. Pelaksanaan tugas diartikan sebagai seberapa jauh seseorang mampu

melaksanakan pekerjaannya dengan akurat atau tidak terdapat kesalahan.

4. Tanggung jawab terhadap pekerjaan didefinisikan sebagai kesadaran atas

kewajiban pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan.

2.2.3 Pengukuran Kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik)

Kinerja jumantik dalam penanggulangan DBD dapat diukur dari nilai ABJ yang

diharapkan memenuhi target nasional yaitu lebih dari 95% (Ditjen PP&PL RI,2005).

Target tersebut diperoleh dari rumus sebagai berikut.

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik

ABJ = x 100 %

Jumlah rumah diperiksa

Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh jumantik untuk

dapat memenuhi standar tersebut menurut Dinkes Kota Denpasar tahun 2013 yaitu.

1. Melaksanakan kunjungan rumah dan tempat-tempat umum yang ada di wilayah

kerja sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh koordinator jumantik.

2. Memberikan penyuluhan perorangan dan melaksanakan pemantauan jentik di

rumah atau bangunan 30 rumah/hari/orang.

3. Penggerak dan pengawas masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN).

4. Membuat catatan atau laporan pemeriksaan jentik setiap hari kerja.

5. Memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat potensial

perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam PSN- DBD.

9

2.2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Notoatmodjo (2007) yang

mengemukakan bahwa, kinerja dipengaruhi oleh tiga variabel. Variabel yang pertama

adalah variabel individu yang meliputi kompetensi, latar belakang, dan demografis.

Dalam teori tersebut juga menyatakan bahwa kinerja dapat dipengaruhi oleh variabel

psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel

ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasi yang meliputi sumber

daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

VARIABEL

INDIVIDU

Kompetensi

Latar Belakang

Pengalaman

Demografi

PERILAKU

INDIVIDU

(apa yang

dikerjakan)

Kinerja

VARIABEL

PSIKOLOGI

Persepsi

Sikap

Kepribadian

Belajar

Motivasi

VARIABEL

ORGANISASI

Sumber Daya

Kepemimpinan

Imbalan

Struktur

Desain

Pekerjaan

Gambar 2.1 Bagan Skematis Teori Perilaku dan Kinerja

Gibson (1987) dalam Notoatmodjo (2007)

10

2.3 Kompetensi

2.3.1 Pengertian Kompetensi

Menurut teori yang dikemukakan oleh Miller, dkk dalam Hutapea (2008)

mendefinisikan kompetensi sebagai gambaran mengenai suatu hal yang harus

diketahui atau dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan

baik. Sedangkan menurut Emmyah (2009) menyatakan kompetensi merupakan suatu

kemampuan dalam melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang

dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang

dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga diartikan sebagai keterampilan dan

kemampuan dalam hubungannya dengan kinerja (Rahmawati, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012), kompetensi

merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja. Dalam penelitian yang

dilakukan (Safwan, dkk, 2014; Emmyah, 2009; Haskas, 2013) menyatakan bahwa

kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) terdapat korelasi yang signifikan antara

kompetensi dengan motivasi kerja.

2.3.2 Pengukuran Kompetensi

Menurut Purnadi dalam Naya (2009), kompetensi memiliki 5 karakteristik dasar

yang berpengaruh terhadap kinerja antara lain.

1. Motif merupakan niat dasar yang konstan dalam bertindak.

2. Pembawaan merupakan karakteristik fisik yang secara konsisten merespon

situasi atau informasi.

3. Konsep diri merupakan tingkah laku, nilai, dan citra diri.

11

4. Pengetahuan merupakan informasi yang dimliki oleh seseorang sesuai dengan

kemampuannya.

5. Keterampilan merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya

baik secara fisik atau mental.

Menurut Moeheriono (2009) menyebutkan terdapat 5 dimensi kompetensi yang

harus dimiliki oleh semua individu yaitu.

1. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills) merupakan

kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang berbeda dalam melaksanakan

suatu pekerjaan.

2. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills) merupakan

kemampuan dalam mengambil suatu tindakan dengan cepat dan tepat saat

muncul sebuah permasalahan dalam pekerjaan.

3. Keterampilan menjalankan tugas (Task-skills) merupakan kemampuan untuk

mengerjakan tugas-tugas rutin dan melaksanakan tugas sesuai dengan standar

di tempat kerja.

4. Keterampilan beradaptasi (Transfer skills) merupakan kemampuan beradaptasi

dengan lingkungan kerja yang baru.

5. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills) merupakan

kemampuan untuk bekerjasama dan memelihara kenyamanan dalam lingkungan

kerja.

12

2.4 Motivasi

2.4.1 Pengertian Motivasi

Motivasi menurut teori yang dikemukakan oleh Robin dalam Brahmasari (2008)

merupakan sebuah keinginan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi yang

dikondisikan dengan kemampuan individu. Menurut teori yang di kemukakan oleh

Maslow dalam Notoatmodjo (2010), motivasi didasarkan pada kebutuhan manusia.

Kebutuhan tersebut dipaparkan dalam bentuk bertingkat-tingkat atau hierarki yang

sering disebut Hierarki Kebutuhan Malow.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) menunjukkan bahwa

motivasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Safwan, dkk, 2014; Sugianto, 2011; Wicaksono,

2014) juga menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.4.2 Pengukuran Motivasi

Dalam teori yang dikemukakan oleh Maslow dalam Notoatmodjo (2010),

menyebutkan bahwa motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor kebutuhan

diantaranya.

1. Kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan paling dasar bagi seseorang.

2. Kebutuhan akan adanya rasa aman yang tidak hanya keamanan fisik saja, tetapi

juga keamanan secara fsiologi misalnya bebas dari tekanan atau intimidasi dari

pihak lain.

3. Kebutuhan sosialisasi atau afiliasi dengan orang lain karena pada dasarnya

manusia merupakan makhluk sosial yang selalu ingin berkelompok dan

bersosialisasi dengan orang lain.

13

4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) seperti yang misalnya penghargaan

dalam sebuah organisasi terhadap anggota atau karyawan atas prestasi kerja yang

dimiliki.

5. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang muncul setelah keempat

kebutuhan diatas terpenuhi dan merupakan kebutuhan terakhir dalam teori

hierarki Maslow. Aktualisasi diri didefinisikan sebagai bagian dari pertumbuhan

individu, yang akan terus menerus berlangsung sejalan dengan meningkatnya

jenjang karier seorang individu.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Notoatmodjo

(2010) mengembangkan teori motivasi “Dua Faktor” (Herzberg’s Two Factors

Motivation Theory). Dalam teori ini Herzberg mengemukakan bahwa terdapat dua

faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya yaitu

1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional merupakan

faktor yang menyangkut psikologis seseorang. Apabila kepuasan dicapai dalam

pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat motivasi bagi seseorang untuk

bekerja dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor

motivasional (kepuasan) mencakup antara lain.

a. Prestasi (achievement) diartikan sebagai keberhasilan yang diraih oleh

seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.

b. Penghargaan (recognation) merupukan apresiasi yang diberikan oleh

seorang pemimpin atas keberhasilan yang diraih oleh bawahannya.

c. Tanggung jawab (responsibility) diartikan sebagai kepercayaan yang

diberikan seorang pemimpin agar tanggung jawab tersebut benar menjadi

14

faktor motivasi bagi seseorang. Motivasi tersebut dapat menumbuhkan rasa

tanggung jawab terhadap pekerjaan.

d. Kesempatan untuk maju (posibility of growth) diartikan sebagai

pengembangan yang diberikan oleh seorang pemimpin agar bahawan

merasa termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan.

e. Pekerjaan itu sendiri (work) merupakan usaha yang dilakukan oleh seorang

pemimpin meyakinkan bawahannya akan pentingnya pekerjaan yang

dilakukan oleh bawahan tersebut.

2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene yang

menyangkut faktor pemeliharaan atau maintenance. Hilangnya faktor ini akan

menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Faktor-faktor higienes yang

menyebabkan ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaan antara lain.

a. Kondisi kerja fisik (physical environment), apabila kondisi lingkungan yang

baik tercipta, maka prestasi yang lebih tinggi dapat tercipta.

b. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship), merupakan hubungan

yang tidak harmonis dapat mengganggu dalam pelaksanaan pekerjaan.

c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and administration

policy), merupakan kebijaksanaan yang dibuat dalam sebuah organisasi.

d. Pengawasan (supervision) merupakan pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan terhadap bawahan.

e. Gaji (salary) diartikan sebagai kompensasi yang diterima oleh seseorang

sesuai dengan jabatan.

f. Keamanan dan keselamatan kerja (job security) merupakan hal yang harus

diperhatikan untuk menigkatkan kualitas pekerjaan.

15

2.5 Kepemimpinan

2.5.1 Pengertian Kepemimpinan

Menurut teori yang dikemukakan oleh Fiedler dalam Muninjaya (2012)

menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan interpersonal yang

memberikan kekuasaan dan pengaruh lebih besar kepada salah satu pihak

dibandingkan dengan pihak lain. Besar kecilnya kekuasaan dan pengaruh yang

dimiliki seorang pemimpin dipengaruhi oleh kondisi diri dari pemimpinnya. Dalam

teori Yulk dalam Usman (2006) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership

merupakan suatu proses dalam mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai

tujuan organisasi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari (2008) menunjukkan bahwa

kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian yang dilakukan (Sari, 2013; Sugianto, 2011; Wicaksono, 2014) juga

menunjukkan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang

dilakukan Pengaribuan (2008) menunjukkan terdapat pengaruh antar kepemimpinan

terhadap motivasi kerja pegawai. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Rizqiah,dkk

(2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial gaya kepemimpinan

terhadap motivasi kerja karyawan.

2.5.2 Pengukuran Kepemimpinan

Menurut teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Paramita (2011), gaya

kepemimpinan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.

16

1. Charisma

Adanya karisma dalam diri seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi

bawahannya untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan keinginan pemimpin

tersebut.

2. Ideal influence (pengaruh ideal)

Pemimpin yang baik harus dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap

bawahannya.

3. Inspiration

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi

bagi bawahannya, agar bawahan tersebut memiliki inisiatif untuk dapat

berkembang.

4. Intellectual simulation

Kemampuan intelektual seorang pemimpin dapat menuntun bawahannya untuk

lebih maju dan berkembang.

5. Individualized consideration (perhatian individu)

Perhatian yang diberikan oleh seorang pemimpin akan mempengaruhi

bawahannya dalam mermberikan loyalita tinggi terhadap pimpinan tersebut.

Adapun indikator dalam menilai kepemimpinan menurut Warrick dalam

Setyawati (2014) yaitu.

1. Memperhatikan kebutuhan bawahan, dikaitkan dengan kebutuhan bawahan

dalam melakukan pekerjaan.

2. Menciptakan suasana saling percaya, merupakan hal yang harus diperhatikan

oleh seorang pemimpin yaitu memberikan kepercayan terhadap bawahan.

17

3. Simpati terhadap bawahan dan menumbuhkan peran serta bawahan dalam

pembuatan keputusan.

2.6 Metode Model Persamaan Struktural

2.6.1 Pengertian Model Persamaan Struktural

Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modeling (SEM) adalah

metode analisis multivariat generasi ke II, yang merupakan penggabungan dari dua

metode analisis yaitu antara analisis faktor dan model persamaan stimulan. Dalam

penelitian bidang kesehatan, model persamaan struktural banyak digunakan dalam uji

validitas dan reabilitas konstruk, analisis jalur, dan analisis model persamaan

struktural (Widarsa, 2015). Menurut Santoso (2007) mendeskripsikan SEM sebagai

suatu teknik statistik multivariat yang merupakan penggabungan antara analisis faktor

dan analisis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar

variabel yang ada pada sebuah model, baik antar indikator dengan konstraknya

maupun hubungan antar konstrak.

2.6.2 Konsep Model Persamaan Struktural

Menurut Widarsa (2015), variabel dalam konsep analisis SEM dibedakan

menjadi variabel laten (konstrak), variabel observed (indikator atau manifest), variable

endogen, dan variabel eksogen. Berikut adalah penjelasan dari variabel-variabel

tersebut.

1. Variabel Konstruk dan Variabel Indikator

Variabel konstruk atau variabel latent merupakan variabel yang ingin dilihat

hubungannya. Namun, variabel tersebut tidak dapat diukur secara langsung

18

sehingga diperlukan indikator- indikator. Variabel konstrak atau variabel laten

dalam persamaan struktural digambarkan dengan sebuah elip.

2. Variabel indikator yang disebut juga obeserved variable atau variabel manifest

merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan diguankan untuk

mengukur suatu konstrak. Dalam persamaan struktural, variabel indikator

digambarkan dengan kotak segi empat.

3. Variabel Endogen dan Variabel Eksogen

Dalam analisis SEM, variabel laten dibedakan menjadi variabel endogen dan

eksogen. Variabel endogen diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh

variabel lain. Variabel laten juga disebut variabel tergantung atau variabel

antara. Variabel eksogen atau disebut juga variabel bebas merupakan variabel

yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain.

4. Kesalahan Pengukuran

Kesalahan pengukuran atau measurement error hampir dapat dipastikan akan

terjadi pada setiap pengukuran. Oleh karena itu, pada model SEM, semua

variabel indikator diasumsikan memiliki kesalahan pengukuran. Kesalahan

pengukuran dalam analisis SEM dilambangkan dengan delta (δ).

5. Kesalahan Struktural

Kesalahan struktural atau structural error didefinisikan sebagai kesalahan yang

disebabkan oleh karena variasi dari variabel endogen tidak seluruhnya dapat

dijelaskan oleh variabel eksogen. Semua variabel endogen diasumsikan

mempunyai keslahan struktural. Kesalahan struktural dilambangkan dengan

epsilon (ε).

19

2.6.3 Langkah Membuat Model Struktural Equation Modelling (SEM)

Adapun langkah-langkah dalam membuat model SEM yaitu sebagai berikut :

Langkah 1 : Tahap Konseptualisasi Model

Dalam konseptualisasi model harus didasarkan atau mengacu kepada teori yang terkini

dan relevan. Konseptualisasi model ini harus menjelaskan hubungan antara variabel

laten dan juga merefleksikan pengukuran variabel latent melalui beberapa variabel

indikator yang dapat diukur secara langsung. Variabel latent merupakan variabel yang

tidak dapat diukur secara langsung, sehingga diperlukan indikator dalam

pengukurannya.

Langkah 2 : Penyusunan Diagram Jalur dan Spesifikasi Model

Setelah konseptualisasi model, dari konsep tersebut dibuat diagram jalur hubungan

antar variabel penelitian. Selanjutnya memberikan nama yang unik kepada semua

variabel laten, indikator, dan error. Kemudian menentukan jumlah dan sifat parameter

yang diestimasi seperti error, loading factor, pengaruh variabel eksogen terhadap

variabel endogen, dan pengaruh variabel endogen terhadap variabel eksogen lainnya.

2.6.4 Menentukan Derajat Bebas (Identify Model)

Identifikasi model ditujukan untuk menentukan apakah model yang akan dibuat

teridentifikasi atau tidak. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat degress

of freedom (derajat kebebasan). Degress of freedom pada analisis SEM dapat

ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

(p + q ) (p+ q + 1)

db =

2

20

Keterangan :

db = derajat kebebasan

p = jumlah variabel indkator dari variabel endogen

q = jumlah variabel indikator dari variabel eksogen

Terdapat tiga kemungkinan hasil identifikasi, yaitu sebagai berikut.

1. Model under identified, dimana db < 0. Bila model tidak teridentifikasi, maka

model tersebut tidak dapat mengestimasi parameter model.

2. Model just identified, bila db = 0 dan disebuat saturated model. Bila model yang

dibuat merupakan model saturated, maka penilaian dan pengujian dari model

tidak perlu dilakukan.

3. Model over identified, bila db > 0. Bila model over identified, maka penilaian

dan pengujian model dapat dilakukan.

2.6.5 Dasar Penilaian dan Estimasi Model

2.6.5.1 Penilaian Model

Penilaian model ditujukan untuk menentukan apakah model tersebut fit dengan

data. Penilaian model dilakukan dengan Uji Goodness of Fit (Goodness of Fit Test) .

Terdapat beberapa jenis Uji Goodness of Fit yang umum dipakai pada analisis SEM

yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics

No. Statistiks Kriterian ‘Fit’

1. Chi-square P > 0,05

2. RMSEA (Root Mean Square Error Approximation) < 0,08

3. GFI (Goodness of Fit Index) > 0,90

4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) > 0,90

5. PGFI (Parsimonimus > 0,90

6. NFI (Normed Fit Index) > 0,90

21

7. PNFI (parsimonimus Adjusted Normed Goodness of

Fit Index)

> 0,90

8. CFI (Comparative Fit Index) > 0,90

9. IFI (Incremental Fit Index) > 0,90

10. RFI (Relative Fit Index) > 0,90

2.6.5.2 Estimasi Model Pengukuran

Kualitas instrumen dapat diukur dengan validitas dan reliabilitas data. Validitas

dari masing-masing item pada konstrak ditentukan dengan melihat nilai loading factor

pada Standardized Regression Weight. Bila nilai loading factor dari masing-masing

item ≥ 0,5 maka dinyatakan vaild. Reliabilitas dari model pengukuran ditentukan

dengan melihat nilai covarrian error. Bila covarrian error dari masing-masing item <

0,5 maka item atau indikator pada model pengukuran sudah reliabel.

2.6.6 Uji Asumsi dan Persyaratan

Adapun uji asumsi dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam model SEM yaitu

sebagai berikut.

1. Ukuran Sampel

Rumus sampel untuk analsis yang menggunakan model SEM belum ada. Ukuran

besar sampel minimal yang disarankan untuk analisis SEM adalah 5 sampai 10

sampel untuk setiap parameter yang akan diestimasi.

2. Normalitas Data

Semua item data yang akan dianalisis SEM harus berdistribusi normal.

Normalitas dapat dilihat dari nilai p pada kemencengan (skewness) dan

keruncingan atau kurtosis distribusi. Apabila nilai p > 0,05 maka data tersebut

disebut berdistribusi normal.

22

3. Outlier

Outlier ditentukan berdasarkan metode Mahalobis. Adanya data outlier dapat

menyebabkan distribusi data menjadi tidak normal. Apabila terdapat data yang

outlier, maka data tersebut dihilangkan dan tidak diikutkan dalam analasis.

Apabila setelah data outlier dihilangkan, model belum juga fit, maka dilakukan

modifikasi model dengan menghubungkan variabel yang memiliki nilai covarian

antar variabel yang tinggi sehingga model menjadi fit.

4. Multikolinieritas

Tidak boleh terdapat multikolinieritas antar variabel eksogen. Dua variabel

eksogen dinyatakan memiliki hubungan kuat (multikolinier) bila kedua variabel

tersebut memiliki korelasi yang kuat (r ≥ 0,7). Bila hal ini terjadi, sebaiknya

salah satu variabel tersebut dikeluarkan dari model atau variabel-variabel yang

membentuk multikolinieritas tersebut digabungkan menjadi satu ‘composit

variable’.