32
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik Penggalian wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Kajian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah dipublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian terdahulu yang dipergunakan antara lain: Kalam Jihad (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan dan disiplin kerja terhadap kinerja staf perawat di RSUD Buntok Kalimantan Tengah. Latar belakang penelitian ini menguraikan tentang pemimpin yang harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja perawat. Tujuan penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu pertama untuk mengetahui gaya kepemimpinan kepala ruangan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan Tengah. Kedua mengetahui motivasi kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan Tengah. Ketiga mengetahui gaya kepemimpinan kepala ruangan dan displin kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan Tengah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu menggali data berdasarkan perhitungan statistik. Setting penelitian dilakukan di RSUD Buntok Kalimantan Tengah terhadap staf perawat yang bekerja di rumah sakit tersebut. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Emperik

Penggalian wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya

memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus membedakan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Kajian yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah dipublikasikannya pada

beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian terdahulu yang

dipergunakan antara lain:

Kalam Jihad (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan disiplin kerja terhadap kinerja staf perawat di

RSUD Buntok Kalimantan Tengah”. Latar belakang penelitian ini menguraikan

tentang pemimpin yang harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa

seseorang memiliki motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya

kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu

membangkitkan motivasi perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja

perawat. Tujuan penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu pertama untuk mengetahui gaya

kepemimpinan kepala ruangan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf

RSUD Buntok Kalimantan Tengah. Kedua mengetahui motivasi kerja

berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan

Tengah. Ketiga mengetahui gaya kepemimpinan kepala ruangan dan displin

kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja staf RSUD Buntok Kalimantan

Tengah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu menggali data

berdasarkan perhitungan statistik. Setting penelitian dilakukan di RSUD Buntok

Kalimantan Tengah terhadap staf perawat yang bekerja di rumah sakit tersebut.

11

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

12

Jumlah perawat yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang

dengan teknik pengambilan data sampel menggunakan instrumen kuesioner

yang diberikan kepada perawat yang menjadi responden penelitian.Teknik

analisis data yang digunakan untuk menjawab hasil dari penelitian ini adalah

analisis deskriptif, statistik dan regresi ganda. Hasil penelitian didapatkan ada

pengaruh secara parsial antara gaya kepemimpinan dan disiplin kerja dengan

kinerja staf perawat yang bekerja di RSUD Buntok Kalimantan Tengah.

Fahmi (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis pengaruh

gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai SPBU

Pandanaran Semarang”. Latar belakang menguraikan tentang kurang adanya

peranan kepemimpinan dalam menciptakan komunikasi yang harmonis serta

memberikan pembinaan pegawai, akan menyebabkan tingkat kinerja pegawai

rendah. Demikian halnya dengan kurangnya motivasi pegawai seperti tidak

disiplin masuk kerja, malas-malasan dalam bekerja akan menyebabkan kinerja

pegawai rendah. Hal ini terlihat pada SPBU 44.502.05 atau yang lebih dikenal

dengan nama SPBU Pandanaran yang terletak di kota Semarang bahwa tingkat

kinerja belum optimal dikarenakan dalam praktek dilapangan pihak SPBU kurang

memberikan komunikasi yang harmonis di antara pimpinan dengan bawahan,

serta kurangnya motivasi yang diberikan yang menyebabkan semangat pegawai

rendah dan berakibat menurunkan kinerja pegawai. Tujuan penelitian ada 3 (tiga)

yaitu Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

gaya kepemimpinan yang diberikan terhadap kinerja pegawai, untuk mengetahui

apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja yang

diberikan terhadap kinerja pegawai dan untuk mengetahui berapa besarnya

pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai.

Penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu mendata keseluruhan populasi

yang ada dengan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 52 orang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

13

pegawai. Pengumpulan data responden penelitian menggunakan teknik

observasi dan wawancara langsung. Teknik analisis data dan pengujian hipotesis

menggunakan Uji Hipotesis dengan Analisis Regresi dan Korelasi yaitu untuk

melihat seberapa besar pengaruh dan hubungan kedua variabel bebas terhadap

variabel terikat, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama. Hasil penelitian

didapatkan (1) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan rendah antara

variabel Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja (ry1=0,434). Pengaruh Gaya

Kepemimpinan terhadap Kinerja rendah. Hanya 18,83% dari Kinerja ditentukan

oleh Gaya Kepemimpinan, sedangkan sisanya sebesar 81,17% ditentukan oleh

faktor lain. (2) Terdapat hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara

variabel Motivasi Kerja dengan Kinerja (ry2=0.617). Pengaruh Motivasi Kerja

terhadap Kinerja kuat. Hanya 38,06% dari Kinerja ditentukan oleh Motivasi Kerja,

sedangkan sisanya sebesar 61,94% ditentukan oleh faktor lain. (3) Terdapat

hubungan positif dengan tingkat kekuatan kuat antara variabel Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama dengan Kinerja

(R=0,664). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-

sama terhadap Kinerja kuat. Hanya 44,08% dari Kinerja ditentukan oleh Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi Kerja secara bersama-sama, sedangkan sisanya

sebesar 55,92% ditentukan oleh faktor lain.

Penelitian Maryanto (2013) melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat di

rumah sakit swasta di Demak”. Latar belakang menguraikan kepuasan kerja

adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.

Kepuasan kerja perawat merupakan sasaran penting dalam manajemen sumber

daya manusia. Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi sikap pimpinan

dalam kepemimpinannya. Hasil survey awal tahun 2010 terdapat 6 tenaga

keperawatan keluar dari Rumah Sakit Swasta di Demak dan BOR turun 25 %

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

14

dari tahun sebelumnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan

gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat di rumah sakit

swasta di Demak. Metode penelitian adalah jenis penelitian ini adalah analitik

korelasional dengan desain cross sectional, teknik sampling yang digunakan

pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 43

responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Uji statistik yang

digunakan adalah chi square dengan taraf signifikan 5%. Hasil penelitian adalah

menunjukkan ada hubungan yang signifikan gaya kepemimpinan kepala ruang

dengan kepuasan kerja perawat dengan p – value 0,005. Kesimpulan adalah

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala ruang dalam

menampilkan gaya kepemimpinannya sehingga terwujud kepuasan kerja para

anggotanya.

Penelitian Diantari (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

gaya kepemimpinan, dan motivasi terhadap disiplin kerja karyawan pada PT

Bank Tabungan Negara (persero), Tbk Cabang Denpasar”. Dari latar belakang

masalah menguraikan tentang disiplin merupakan faktor yang diperlukan untuk

meningkatkan kinerja karyawan di suatu perusahaan. Untuk meningkatkan

disiplin haruslah diteliti terlebih dahulu faktor-faktor apa yang mempengaruhi

disiplin. Tujuan dari penelitian ini ialah mencari pengaruh gaya kepemimpinan

serta motivasi terhadap disiplin kerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di Bank

BTN kantor Cabang Denpasar dengan mengambil sampel dengan metode

sampel jenuh yaitu berjumlah 75 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan

pemberian kuisioner, melakukan wawancara, serta observasi. Penelitian ini

menggunakan teknis analisis regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan

bahwa ada pengaruh positif secara simultan antara gaya kepemimpinan dan

motivasi terhadap disiplin kerja karyawan. Secara parsial hasil analisis

menunjukan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap disiplin dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

15

motivasi berpengaruh positif terhadap disiplin. Dalam meningkatkan disiplin

karyawan maka penting bagi perusahaan untuk memperhatikan faktor gaya

kepemimpinan dari pimpinan perusahaan itu sendiri. Selain itu pemenuhan

kebutuhan karyawan dalam rangka memotivasi karyawan juga sebaiknya

diperhatikan agar disiplin kerja karyawan juga meningkat.

Keterkaitan atau relevansinya dengan penelitian yang akan dilakukan

penulis adalah adanya kesamaan menganalisis gaya kepemimpinan, motivasi

kerja, disiplin kerja dan kinerja dalam rangka mencapai tujuan yang optimal untuk

mencapai suatu tujuan organisasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

terdahulu yang sudah diuraikan di atas adalah pada waktu dan tempat

dilakukakannya penelitian serta jumlah responden yang menjadi sampel dalam

penelitian ini.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Gaya Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena

adanya keterbatasan keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah

timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan

didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi

orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan persepsi mengenai

pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan

seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh

bawahannya. Kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten

dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku

seseorang. Kepemimpinan yang menunjukkan secara langsung maupun

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

16

tidak langsung tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap

kemampuan bawahannya (Veithzal, 2006).

Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan

organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai

tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi

perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya

kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi

sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang

sering diterapkan seorang.pemimpin karena ia mencoba mempengaruhi

kinerja bawahannya (Tampubolon (2007).

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh

seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini

dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam

memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan

merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin

pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan.

Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan

mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi

menjadi amat penting kedudukannya (Thoha, 2010).

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan

oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam

organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja

yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga

diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Prasetyo (2008),

gaya kepemimpinan merupakan bentuk perilaku yang dapat dibuat

mengintegrasikan tujuan dengan tujuan individu, maka gaya

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

17

kepemimpinan merupakan norma perilaku seseorang yang dipergunakan

untuk mempengaruhi orang lain sesuai dengan keinginannya.

Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah

mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah

yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari

banyaknya literatur yang mengkaji tentang leadership dengan berbagai

sudut pandang atau perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak

saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana

dan dapat melatih calon-calon pemimpin.

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari

ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat

mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002).

Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut

pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya

beberapa kesamaan. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono,

2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi

orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan

orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-

tujuan yang diinginkan kelompok.

Menurut (Young dalam Kartono, 2003), Pengertian

Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan

pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat

sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki

keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Moejiono (2002)

memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat

pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas

tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

18

sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang

leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak

langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan

keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,

bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku

bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus

dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan

organisasi atau kelompok.

2. Macam-macam gaya kepemimpinan

Menurut Umam (2010), ada lima jenis gaya kepemimpinan:

a. Gaya kepemimpinan autoratis, seorang pemimpin memiliki wewenang

(authority) dari suatu sumber, pengetahuan, kekuatan atau kekuasaan

untuk memberikan penghargaan ataupun menghukum. Ia

menggunakan authority ini sebagai pegangan atau hanya sebagai alat

atau metode agar sesuatunya dapat dijalankan serta diselesaikan.

b. Gaya kepemimpinan birokratik, kepemimpinan ini dijalankan dengan

menginformasikan kepada para anggota dan bawahannya dapat

bagaimana sesuatu itu harus dilaksanakan. Akan tetapi dasar-dasar

dari gaya kepemimpinan ini hampir sepenuhnya menyangkut

kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan peraturan-peraturan yang

terkandung dalam organisasi.

c. Gaya kepemimpinan diplomatis, pada gaya ini dapat dikatakan bahwa

seorang pemimpin yang diplomat adalah juga seorang seniman, yang

melalui seninya berusaha melakukan persuasi secara pribadi. Jadi,

sekalipun ia memiliki wewenang atau kekuasaan yang jelas, ia kurang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

19

suka mempergunakan kekuasaannya itu. Ia lebih cenderung memilih

cara menjual sesuatu (motivasi) kepada bawahannya dan mereka

menjalankan tugas pekerjaannya dengan baik.

d. Gaya kepemimpinan partisipatif yaitu pemimpin yang selalu mengajak

secara terbuka kepada anggota atau bawahannya untuk berpartisipasi

atau mengambil bagian secara aktif, baik secara luas atau dalam

batas-batas tertentu dalam pengambilan keputusan.

e. Gaya kepemimpinan free leinleader . Dalam gaya kepemimpinan ini,

pemimpin seakan-akan menunggang kuda yang melepaskan kedua

kendali kudanya. Walaupun demikian, pemimpin dalam gaya ini

bukanlah seorang pemimpin yang benar-benar memberikan

kebebasan kepada anggota ataupun bawahannya untuk bekerja tanpa

pengawasan sama sekali. Hal yang dilakukan pemimpin tersebut

adalah menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh anggota atau

bawahannya untuk bebas bekerja dan bertindak tanpa pengarahan

atau kontrol lebih lanjut apabila mereka memintanya. Pendapat lain

dikemukakan dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang

dikembangkan oleh Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki,

2005) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih

tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang

mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga

bisa dicapai dengan usaha yang serius.

Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan

tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang

berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal

dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana

persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

20

gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku

pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan

jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan

dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan

penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan.

Griffin dan Albert (1995) mengemukakan 3 gaya kepemimpinan yaitu:

a. Gaya Kepemimpinan Otoriter/Authoritarian

Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan

kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala

pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin

yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan

tugas yang telah diberikan.

b. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Democratic

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang

memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada

permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim

yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin

memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab

para bawahannya.

c. Gaya Kepemimpinan Bebas/Laissez Faire

Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana

para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan

penyelesaian masalah yang dihadapi.

3. Empat Dasar Kepemimpinan Efektif

a. Penentuan Tujuan

Seorang pemimpin harus memastikan dari awal bahwa semua

anggota teamnya memahami maksud dan tujuan organisasi. Apa visi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

21

dan misi organisasi harus sudah terinternalisasi di diri masing-masing

anggota. Inilah salah satu alasan kenapa banyak di dinding-dinding

kantor perusahaan kita jumpai figura bertuliskan Visi, Misi, dan

Kebijakan Mutu perusahaan tersebut. Karena top management

menginginkan semua yang terlibat di organisasinya tahu arah dan

tujuan organisasinya. Team tidak akan kehilangan arah dalam

memacu roda organisasi dengan adanya fase penentuan tujuan ini di

awal. Inilah fase mendasar dalam organisasi, dan pemimpin efektif

terbiasa melaksanakannya.

b. Komunikasi

Semua kebijakan, keputusan, informasi atau berita apapun

yang dibuat oleh top management terkait kebaikan perusahaan harus

dikomunikasikan dengan baik kepada semua anggota team. Banyak

media yang bisa digunakan untuk menyampaikannya. Pemimpin biasa

dalam mengomunikasikan sesuatu kepada teamnya tentu sudah

terbiasa menggunakan media email, notes, memo dinas, chat-group,

atau internal communication tools lainnya. Dan bagi pemimpin efektif,

media-media itu saja tidak cukup. Ada banyak alasan dari pemimpin

efektif, kenapa media itu saja tidak cukup. Salah satunya adalah, tidak

semua karyawan dalam teamnya mau membaca. Membaca pun,

belum tentu semua mendapat pemahaman yang sama. Karena itu

pemimpin efektif akan membuat cara komunikasi yang lebih „intim‟.

Man-to-man communication. Dia akan temui langsung teamnya, dan

memastikan setiap anggota teamnya memahami apa yang

dikomunikasikannya tersebut.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

22

c. Kepercayaan

Komunikasi yang efektif didasari dengan adanya saling percaya

antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut, dalam hal

ini antara leader dengan bawahannya. Penentuan arah tujuan

organisasi sudah dibuat, kemudian dikomunikasikan dan

komunikasinya dibangun di atas kepercayaan. Bagaimana mungkin

bawahan bisa menerima dan mengikuti instruksi atasan bila

bawahannya tidak „percaya‟ kepada leadernya. Prinsip ini sangat

dipahami oleh pemimpin efektif.

d. Akuntabilitas (Pertanggung Jawaban)

Dasar keempat adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas.

Banyak pemimpin yang akhirnya gagal menjalankan beberapa proyek

karena melalaikan dasar ini. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mencari

siapa yang bersalah atas kegagalan organisasi, tapi ditujukan untuk

menuntut pertanggungjawaban dari semua orang yang terlibat dalam

organisasi tersebut. Prinsip ini memunculkan kaidah check-list;

monitoring.

2.2.2 Motivasi kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Istilah motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti

dorongan atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana

cara mengarahkan daya dan potensi agar bekerja mencapai tujuan

yang ditentukan (Hasibuan, 2006). Pada dasarnya seorang bekerja

karena keinginan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan keinginan

pada diri seseorang dengan orang yang lain berbeda sehingga

perilaku manusia cenderung beragam di dalam bekerja.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

23

Menurut Vroom dalam Ngalim Purwanto (2006), motivasi

mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu

terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki.

Kemudian John P. Campbell, dkk mengemukakan bahwa motivasi

mencakup didalamnya arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan

respons, dan kegigihan tingkah laku. Di samping itu, istilah tersebut

mencakup sejumlah konsep dorongan (drive), kebutuhan (need),

rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan (reinforcement),

ketetapan tujuan (goalsetting), harapan (expectancy), dan sebagainya.

Menurut Hamzah (2008), kerja adalah sebagai (1) aktivitas

dasar dan dijadikan bagian esensial dari kehidupan manusia, (2) kerja

itu memberikan status, dan mengikat seseorang kepada individu lain

dan masyarakat, (3) pada umumnya wanita atau pria menyukai

pekerjaan, (4) moral pekerja dan pegawai itu banyak tidak mempunyai

kaitan langsung dengan kondisi fisik maupun materiil dari pekerjaan,

(5) insentif kerja itu banyak bentuknya, diantaranya adalah uang.

Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi

dan lingkungan kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau

lembaga. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan memang sering

dikaitkan dengan motivasi kerja. Pada dasarnya manusia selalu

menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong atau

penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari

harapan yang akan diperoleh mendatang jika harapan itu menjadi

kenyataan maka seseorang akan cenderung meningkatkan motivasi

kerjanya.

Berdasarkan beberapa definisi dan komponen pokok diatas

dapat dirumuskan motivasi merupakan daya dorong atau daya gerak

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

24

yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada suatu

perbuatan atau pekerjaan.

2. Jenis-jenis Motivasi

Jenis-jenis motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis

menurut Hasibuan (2006), yaitu:

a. Motivasi positif (insentif positif), manajer memotivasi bawahan

dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi

baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan

meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima

yang baik-baik saja.

b. Motivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahan

dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjanya

kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini

semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat,

karena takut dihukum.

3. Tujuan Motivasi

Tingkah laku bawahan dalam suatu organisasi seperti sekolah

pada dasarnya berorientasi pada tugas. Maksudnya, bahwa tingkah

laku bawahan biasanya didorong oleh keinginan untuk mencapai

tujuan harus selalu diamati, diawasi, dan diarahkan dalam kerangka

pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan. Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakan

atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya

untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau

mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2006).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

25

Sedangkan tujuan motivasi dalam Hasibuan (2006)

mengungkapkan bahwa:

a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

d. Meningkatkan kedisiplinan absensi karyawan.

e. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

2.2.3 Disiplin kerja

Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik

tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan. Disiplin kerja

pada dasarnya selalu diharapkan menjadi ciri setiap sumber daya

manusia dalam organisasi, karena dengan kedisplinan organisasi

akan berjalan dengan baik dan bisa mencapai tujuannya dengan

baik pula (Setiyawan dan Waridin, 2006).

Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer

untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk

mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua

peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku (Veithzal Rivai

dan Ella Jauvani, 2009).

Siagian (2004) mengemukakan bahwa disiplin karyawan dalam

manajemen sumber daya manusia berangkat dari pandangan bahwa

tidak ada manusia yang sempurna, lepas dari kesalahan dan

kekhilafan. Jadi disiplin karyawan adalah suatu bentuk pelatihan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

26

karyawan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan

,sikap dan perilaku karyawan sehingga perilaku karyawan tersebut

secara sukarela berusaha bekerja secara koperatif dengan para

karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerja.

Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa disiplin kerja

merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai

dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila

melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya.

Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin

kerjamenurut Siagian (2004) yaitu Disiplin retributive (retributive

discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.

Disiplin korektif (corrective discipline) yaitu berusaha membantu

karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat. Perspektif hak-

hak individu (individual rightperspective) yaitu berusaha melindungi

hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner. Perspektif

utilitarian (utilitarian perspective) yaitu berfokus kepada penggunaan

disiplin hanya pada saat konsekuensi tindakan disiplin melebihi

dampak-dampak negatifnya.

Disiplin kerja dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu besar

kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan

dalam perusahaan, ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam

perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan,

keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, ada tidaknya

pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada karyawan,

diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

(Singodemedjo dalam sutrisno, 2009). Ada beberapa tingkat dan jenis

sanksi pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

27

organisasi yaitu sanksi pelanggaran ringan, sedang dan berat. Sanksi

pelanggaran ringan meliputi teguran lisan, teguran tertulis dan

pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi pelanggaran sedang

meliputi penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, dan penundaan

kenaikan jabatan. Sanksi pelanggaran berat meliputi penurunan

pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dan pemecatan

(Rivai dan Ella, 2009).

Indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang

dalam suatu organisasi, diantaranya tujan dan kemampuan adalah

tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan yang harus

sesuai dengan pegawai yang bersangkutan. Kemudian, teladan

pemimpin yaitu pimpinan yang dijadikan teladan dan panutan oleh

bawahannya. Balas jasa adalah pemberian balas jasa yang dibayarkan

oleh pegawai berdasarkan pekerjaan yang telah diselesaikan.

Selanjutnya adalah keadilan yaitu tidak membedakan pegawai yang

satu dengan yang lain karena instansi melakukan keadilan terhadap

semua pegawai. Sanksi hukuman hendaknya bersifat mendidik dan

menjadi alat motivasi untuk memeilhara kedisiplinan dalam

perusahaan. Kemudian ketegasan adalah pimpinan menegur dan

menghukum setiap karyawan setiap karyawan dapat mewujudkan

kedisiplinan yang baik dalam perusahaan. Hubungan kemanusiaan

adalah hubungan yang harmonis diantara sesama karyawan, ikut

menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan

(Hasibuan, 2006).

Disiplin perlu untuk mengatur tindakan kelompok, dimana setiap

anggotanya harus mengendalikan dorongan hatinya dan bekerja sama

demi kebaikan bersama. Dengan kata lain, mereka harus secara sadar

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

28

tunduk pada aturan perilaku yang diadakan oleh kepemimpinan

organisasional, yang ditujukan pada tujuan yang hendak dicapai.

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang

terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong

gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan..

Guna mewujudkan tujuan perusahaan, yang pertama harus segera

dibangun dan ditegakkan diperusahaan adalah kedisiplinan karyawan.

Jadi, kedisiplinan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan

dalam mencapai tujuan.

2.2.4 Kinerja perawat

1. Pengertian kinerja

Istilah prestasi kerja atau kinerja merupakan pengalih

bahasaan dari kata performance. Menurut Bernardi dan Russel

(dalam Ramli, 2008: 212) definisi performance adalah catatan

tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan

tertentu. Prestasi menekankan pengertian sebagai hasil atau apa

yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi

mereka pada organisasi.

Kinerja sebagai hasil–hasil fungsi pekerjaan/kegiatan

seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi

oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam

periode waktu tertentu (Pabundu, 2006). Sedangkan Mangkunegara

(2009) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Prawirosentono, kinerja atau performance adalah usaha

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

29

yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing–masing dalam rangka

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika

(Usman,2011).

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit

memegang peranan penting dalam upaya mencapai tujuan

pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan kesehatan

bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan yang berkualitas bagi pasien (Potter & Perry, 2005).

Hal ini terkait dengan keberadaan perawat yang bertugas selama

24 jam melayani pasien, serta jumlah perawat yang mendominasi

tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar 40–60%. Oleh

karena itu, rumah sakit haruslah memiliki perawat yang berkinerja

baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat

tercapai kepuasan pelanggan atau pasien (Swansburg, 2000 dalam

Suroso, 2011). Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam

mengimplementasikan sebaik–baiknya suatu wewenang, tugas dan

tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok

profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Kinerja

perawat sebenarnya sama dengan prestasi kerja diperusahaan.

Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar obyektif yang

terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan

dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu

untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Faizin dan

Winarsih, 2008).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

30

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Pabundu (2006) terdapat dua faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan, yaitu:

a. Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan

kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, sifat–sifat

seseorang, meliputi sikap, sifat–sifat kepribadian, sifat fisik,

keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel

personal lainnya.

b. Faktor eksternal yaitu faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja

karyawan yang berasal dari lingkungan, meliputi peraturan

ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, kondisi

ekonomi, kebijakan organisasi, kepemimpinan, tindakan–

tindakan rekan kerja jenis latihan dan pengawasan, sistem upah

dan lingkungan sosial.

Karakteristik individu yang berhubungan dengan kinerja

perawat adalah pendidikan, pelatihan, promosi, jenjang karir, lama

bekerja, sistem penghargaan, gaji, tunjangan, insentif dan bonus.

Hasil penelitian Daryanto, (2008) menunjukkan bahwa sistem

penghargaan yang paling dominan berhubungan dengan kinerja

adalah gaji dan pengakuan. Isesreni, (2009) tingkat pendidikan

perawat mempengaruhi kinerja perawat, dan tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status

perkawinan, serta lama bekerja perawat dengan kinerja perawat.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

31

Baik buruknya kinerja seorang perawat dapat dipengaruhi

oleh faktor, seperti kepuasaan kerja, motivasi, lingkungan kerja dan

budaya organisasional (Edy, 2008). Dalam sebuah organisasi

elemen yang paling penting adalah kepemimpinan. Kepemimpinan

merupakan kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk

bekerja sama sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu

tujuan umum (Suarlidan Bahtiar, 2009). Di tambah lagi supervisi

dan kapasitas pekerjaan atau beban kerja juga dapat

mempengaruhi kinerja karyawan.

Supervisi merupakan segala bantuan dari pimpinan/

penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk

perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai

tujuan asuhan keperawatan. Selain itu, perawat pelaksana akan

mendapat dorongan positif sehingga mau belajar dan meningkatkan

kemampuan profesionalnya. Dengan kemauan belajar, secara tidak

langsung akan meningkatkan kinerja perawat. sedangkan kapasitas

pekerjaaan adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing

pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Suyanto, 2009).

Peningkatan pelayanan keperawatan dapat diupayakan

dengan meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan peningkatan

pengetahuan melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan

peningkatan keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan.

Penataan lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar

perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Menciptakan

suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan

yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin. Pemimpin tersebut

harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

32

memiliki motivasi yang berbeda–beda (Sugijati, dkk; 2008). Mulia

Nasution (1994 dalam Riyadi, 2011) mengemukakan bahwa

seorang pemimpin harus mengembangkan suatu sikap dalam

memimpin bawahannya. Suatu sikap kepemimpinan dapat

dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dibentuk untuk

diselaraskan dengan kepentingan–kepentingan organisasi dan

karyawan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance

appraisal, performance evaluation, development review,

performance review anddevelopment. Penilaian kinerja merupakan

kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, penilaian

kinerja harus berpedoman pada ukuran–ukuran yang telah

disepakati bersama dalam standar kerja (Usman, 2011). Penilaian

kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai

dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku.

Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin

tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja

merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat

dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas.

Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif

dalam mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan

jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat

manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk

mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing

perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

33

yang berkompeten (Nursalam, 2008). Proses penilaian kinerja

dengan langkah–langkah sebagai berikut: mereview standar kerja,

melakukan analisis jabatan, mengembangkan instrument penilaian,

memilih penilai, melatih penilai, mengukur kinerja, membandingkan

kinerja aktual dengan standar, mengkaji hasil penilaian,

memberikan hasil penilaian, mengaitkan imbalan dengan kinerja,

membuat rencana–rencana pengembangan dengan menyepakati

sasaran–sasaran dan standar–standar kinerja masa depan (Usman,

2011).

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui tingkat

efektivitas dan efisiensi atau tingkat keberhasilan atau kegagalan

seorang pekerja/karyawan atau tim kerja dalam melaksanakan

tugas/jabatan yang menjadi tanggung jawabnya. (Nawawi, 2006).

Sedangkan menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja

yaitu:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok

dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi

kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan

pelayanan di rumah sakit.

b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan

pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber

daya manusia secara keseluruhannya.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan

meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan

umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program

pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

34

sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan

tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa

depan.

e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi

kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang

baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk

mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain

yangada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga

dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

4. Model dan Metode Penilaian Kinerja

Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja yaitu:

a. Penilaian sendiri

Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum

digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu.

Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian

sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh

atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari individu itu

sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang

sumber daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian

kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku

kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri dilakukan bila

personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil

karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas

organisasi. Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah

faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio

demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

35

tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi

hal yang patut diperhatikan.

b. Penilaian atasan

Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal

biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi,

penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau

atasan langsung.

c. Penilaian mitra

Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang

mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang

pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan

oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja.

Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok

dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh

komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya

lebih ditujukan untuk pengembangan personal dibandingkan

untuk evaluasi.

d. Penilaian bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan

dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal.

Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi,

menetapkan gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini

kurang mendapat dukungan, program penilaian bawahan

terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian

kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk

dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas

kemampuan manajemen mereka.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

36

Menurut Lumban raja dan Nizma, (2010), metode penilaian

prestasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Metode yang berorientasi pada masa lalu

a. Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala

prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah baku.

b. Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi

pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan.

c. Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan

catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu

tertentuyang dinyatakan dalam perilaku positif dan negatif.

d. Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan

langsung meninjau lapangan.

e. Performance Test and Observation: Penilaian prestasi

kerjadapat dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.

f. Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan

dengan membandingkan prestasi kerja seorang karyawan

dengan karyawan lain.

2. Metode yang berorientasi pada masa depan

a. Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi

diri adalah untuk melanjutkan pengembangan diri.

b. Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh

seorang psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi

karyawan.

c. Management By Objectives: Pengukuran berdasarkan pada

tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama antara

karyawan dan atasannya.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

37

d. Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi,

tergantung pada tipe berbagai penilai.

5. Standar Kinerja

Standar pekerjaan adalah sejumlah kriteria yang menjadi

ukuran dalam penilaian kinerja, yang dipergunakan sebagai

pembanding cara dan hasil pelaksanaan tugas–tugas dari suatu

pekerjaan/jabatan (Nawawi, 2011).Timpe (1988, dalam Usman

2011) menyatakan bahwa standar kinerja dapat dibuat untuk setiap

individu dengan berpedoman pada uraian jabatan. Proses penulisan

standar dimulai ketika pengawas dan pegawai mendiskusikan

pekerjaan. Langkah pertama meliputi penulisan semua tugas dan

tanggung jawab karyawan. Pegawai juga mempertimbangkan

pemahamannya tentang harapan-harapan utama yang mungkin

dimiliki pengawas. Setelah menyelesaikan proses penulisan,

penyuntingan dan integrasi, standar kinerja yang disepakati untuk

dituliskan dan dapat dikuantifikasikan atau diukur dan dicapai.

6. Standar Penilaian Kinerja Perawat

Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah

pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan

untuk menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada

pasien. Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas

asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan

melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan

melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam

menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan

standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

38

praktek keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (Persatuan

Perawat Nasional Indonesi) (2000) yang mengacu dalam tahapan

proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa

keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan

data tentang status kesehatan klien secara sistematis,

menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria

pengkajian keperawatan, meliputi:

1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, obser

vasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.

2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait,

tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :

a).Status kesehatan klien masa lalu b).Status kesehatan

klien saat ini c).Status biologis-psikologis-sosial-spiritual

d).Respon terhadap terapi e).Harapan terhadap tingkat

kesehatan yang optimal f). Resiko-resiko tinggi masalah

b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan Perawat menganalisa data

pengkajian untuk merumuskan dignosa keperawatan. Adapun

kriteria proses:

1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data,

identikasi masalah klien,dan perumusan diagnose

keperawatan.

2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab

(E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari Masalah dan

Penyebab ( PE).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

39

3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain

untuk memvalidasi diagnosa keperawatan.

4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa

berdasarkan data terbaru.

c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan Perawat membuat

rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan

meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya,meliputi:

1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah,

tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana

tindakan

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi

kesehatan klien.

4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai

konsep keterampilan asuhan diri serta membantu klien

memodifikasi lingkungan yang digunakan.

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan

keperawatan berdasarkan respon klien.

d. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan Perawat mengevaluasi

kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam

pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Adapun kriteria prosesnya:

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara

komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur

perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

40

3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman

sejawat.

4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi

rencana asuhan keperawatan.

5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi

perencanaan.

2.3 Hubungan antara variable yang diteliti

2.3.1 Hubungan antara Kepemimpinan dan Kinerja

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian

Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau

bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk

membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan

kelompok. Dalam suatu organisasi, factor kepemimpinan memegang

peranan penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan

mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan

tugas yang tidak mudah.

Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat diciptakan

oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

skill, wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya

mencapai tujuan atau harapan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Kalam Jihat (2012) dalam penelitiannya memasukkan gaya

kepemimpinan dan kinerja karyawan sebagai variable. Hasil analisis

menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara gaya

kepemimpinan dengan kinerja karyawan.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

41

2.3.2 Hubungan antara Motivasi dan Kinerja

Menurut Vroom dalam Ngalim Purwanto (2006), motivasi mengacu

kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap

bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Kemudian John P.

Campbell, dkk mengemukakan bahwa motivasi mencakup didalamnya arah

atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons, dan kegigihan tingkah laku. Di

samping itu, istilah tersebut mencakup sejumlah konsep dorongan (drive),

kebutuhan (need), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan

(reinforcement), ketetapan tujuan (goalsetting), harapan (expectancy), dan

sebagainya.

Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja,

sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat

kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang jika

harapan itu menjadi kenyataan maka seseorang akan cenderung

meningkatkan motivasi kerjanya.

Penelitian Fahmi (2009) menganalisa bahwa kurangnya motivasi

pegawai seperti tidak disiplin masuk kerja, malas-malasan dalam bekerja

akan menyebabkan kinerja pegawai rendah.

2.3.3 Hubungan antara Disiplin Kerja dan Kinerja

Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk

berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah

suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran

dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan

norma-norma yang berlaku (Veithzal Rivai dan Ella Jauvani, 2009). Disiplin

karyawan adalah suatu bentuk pelatihan karyawan yang berusaha

memperbaiki dan membentuk pengetahuan ,sikap dan perilaku karyawan

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Emperik

42

sehingga perilaku karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja

secara koperatif dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi

kerja. Kedisiplinan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam

mencapai tujuan.