Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ergonomi
Menurut Nurmianto (1996) ergonomi adalah sebagai studi tentang aspek-
aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan perancangan, sehingga sistem tersebut
dapat bekerja dengan baik. Berdasarkan dari pengertian di atas maka dapat mulai
dibayangkan, mengapa ergonomi sangat penting. Ergonomi tidak terbatas hanya
pada rancangan kursi yang baik atau meja yang ergonomis saja, melainkan jauh
lebih luas, yakni merancang metode, alat dan sistem kerja sesuai dengan
manusianya (pekerja) atau dikenal dengan istilah Human Centered Design. Hal
yang paling unik dari ergonomi itu sendiri adalah perhatian yang sangat besar
yang diberikan untuk manusia.
Ergonomi juga disebut suatu cabang ilmu yang sistematis dan
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja
pada sistem itu dengan baik yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui
pekerjaan dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 1979).
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ilmu ergonomi.
Tujuan-tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:
1 Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2 Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan
sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.
3 Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta
kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
5
Menurut Nurmianto (2008) masalah-masalah ergonomi dapat dikategorikan
ke dalam bermacam-macam grup yang berbeda, bergantung kepada wilayah
spesifik dari efek tubuh seperti :
1. Anthtropometric
Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang
geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan
pengukuran dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume.
Jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lainnya. Masalah-masalah
antropometri merupakan manifestasi dari kekurang cocokannya antara
dimensi ini dan desain dari ruang kerja. Pemecahannya adalah memodifikasi
desain dan menyesuaikan kenyamanan.
2. Cognitive
Masalah kognitif muncul ketika informasi beban kerja yang
berlebihan dan infomasi beban kerja di bawah kebutuhan proses. Keduanya
dalam jangka waktu yang panjang maupun dalam jangka waktu pendek
dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain, fungsi ini tidak sepenuhnya
berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahannya adalah untuk
melengkapkan fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk meningkatkan
performansi sebaik pengembangan pekerjaan.
3. Musculoskeletal
Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini.
Hal tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif.
Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja
atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai
dengan batas kemampuan manusia.
4. Cardiovaskular
Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem sirkulasi, termasuk
jantung. Akibatnya adalah jantung memompakan lebih banyak darah ke otot
untuk memenuhi tingginya permintaan oksigen. Pemecahannya yaitu
mendesain kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan
rotasi pekerjaan.
6
5. Psychomotor
Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem psychomotor yang
menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan
manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.
Sedangkan pendekatan dalam ergonomi adalah dengan aplikasi secara
sistematiss dari informasi-informasi tentang kemampuan manusia, keterbatasan-
keterbatasan, karakteristik, tingkah laku dan motivasi pada desain peralatan dan
prosedur kerja yang digunakan serta lingkungan dimana mereka berfungsi.
Karena manusia sebagai salah satu komponen dari sistem kerja dengan
segala aspek dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang kompleks maka
untuk mengembangkan ergonomic diperlukan dukungan dari berbagai disiplin
ilmu seperti (Nurmianto, 1966):
1. Anatomi dan fisiologi : mempelajari struktur serta fungsi atau tat kerja
dari tubuh dalam keadaan normal.
2. Psikologi trepan : mempelajari tentang pengaruh kondisi kerja terhadap
tingkah laku manusia.
Akhirnya dapat disimpulkan beberapa pokok persoalan dari disiplin ilmu
ergonomi :
1. Mempelajari performance, seperti menambah kecepatan kerja,
keselamatan kerja dan mengurangi kelelahan.
2. Mengurangi waktu dan biaya pelatihan.
3. Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia dengan mengurangi
tingkat ketrampilan yang diperlukan.
4. Mengurangi kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia.
5. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam bekerja.
Berkaitan dengan bidang penyelidikan yang dilakukan, ergonomi memiliki
peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan sutu sistem kerja.
Ergonomi dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan, yaitu (Sutalaksana,
1979):
7
1. Penyelidikan tentang Display. Display adalah suatu perangkat antara
(interface) yang menyajikan informasi tentang keadaan lingkungan dan
mengkomunikasikannya kepada manusia dalam bentuk angka-angka, tanda-
tanda, lambang dan sebagainya. Informasi ini dapat disajikan dalam bentuk
statis, misalnya peta suatu kota dan dapat pula dalam bentuk dinamis yang
menggambarkan perubahan variabel menurut waktu, misalnya speedometer.
2. Penyelidikan tentang Kekuatan Fisik Manusia. Dalam hal ini penyelidikan
dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas manusia pada saat bekerja dan
kemudian dipelajari cara mengukur aktivitas-aktivitas tersebut. Penyelidikan
ini juga mempelajari perancangan obyek serta peralatan yang disesuaikan
dengan kemampuan fisik manusia pada saat melakukan aktivitasnya.
3. Penyelidikan tentang Ukuran Tempat Kerja. Penyelidikan ini bertujuan
untuk mendapatkan rancangan tempat kerja yang sesuai dengan dimensi
tubuh manusia agar diperoleh tempat kerja yang baik sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia.
4. Penyelidikan tentang Lingkungan Kerja. Penyelidikan ini meliputi kondisi
lingkungan fisik tempat kerja dan fasilitas, seperti pengaturan cahaya,
kebisingan suara, temperatur, getaran dan lain-lain yang dianggap
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Berkenaan dengan bidang-bidang penyelidikan itu, maka terlibat sejumlah
disilplin dalam ergonomi, yaitu :
1. Anatomi dan fisiologi, struktur dan fungsi pada manusia.
2. Antropometri, ukuran-ukuran tubuh manusia.
3. Fisiologi psikologi, sistem syaraf dan otak.
4. Psikologi eksperimen, prilaku manusia.
Ergonomi bisa diklasifikasikan ke dalam disiplin-disiplin ilmu yang lebih
spesifik. Permasalahannya, pengklasifikasian ergonomi berbeda-beda antara satu
sumber dengan sumber lainnya sehingga sering membingungkan. Ada yang
mengklasifikasikannya berdasarkan objek kajian yang dipelajari (ergonomi fisik,
ergonomi kognitif), ada yang berdasarkan tempat pengaplikasiannya (ergonomi
8
industri, ergonomi perkantoran), ada yang berdasarkan luas lingkupnya (ergonomi
makro, ergonomi mikro), ada yang berdasarkan latar belakang pendidikan
(keselamatan dan kesehatan kerja, antropometri). Menurut Nurmianto (2008)
pengelompokkan bidang kajian ergonomi dibagi menjadi lima yaitu :
1. Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi manusia yang
dikeluarkan dalam suatu pekerjaan. Tujuan dan bidang kajian ini adalah
untuk perancangan sistem kerja yang dapat meminimasi konsumsi energi
yang dikeluarkan saat bekerja.
2. Antropometri, yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia untuk digunakan dalam perancangan
peralatan dan fasilitas sehingga sesuai dengan pemakainya.
3. Biomekanika yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan
mekanisme tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan, misalnya keterlibatan
otot manusia dalam bekerja dan sebagainya
4. Penginderaan, yaitu bidang kajian ergonomi yang erat kaitannya dengan
masalah penginderaan manusia, baik indera penglihatan, penciuman, perasa
dan sebagainya.
5. Psikologi kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek
psikologis dan suatu pekerjaan terhadap pekerjanya, misalnya terjadinya
stres dan lain sebagainya.
9
2.2 Prosedur Perancangan
Menurut Kromer (1994) tahap pokok yang dilalui dalam melakukan
engineering design adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan, adanya kebutuhan yaang dinyatakan secara jelas yang
didasarkan atas permasalahan pokok merupakan tahap awal prosedur
perancangan.
2. Ide/alternatif, dari kebutuhan yang dinyatakan dengan jelas, dapat
dikembangkan sejumlah ide maupun alternatif pemecahan masalah.
Sebagaimana telah dikemukakan, tentunya alternatif maupun ide-ide
haruslah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan tersebut.
3. Keputusan, setelah semua dikembangkan maka melalui proses analisis
yang cermat haruslah dipilih satu alternatif pemecahan masalah yang lebih
baik.
4. Tindakan, alternatif pemecahan masalah yang telah diputuskan
sebelumnya kemudian diubah menjadi kenyataan melalui suatu proses
produksi tertentu. Dalam hal ini, tindakan merupakan tahapan akhir dari
prosedur perancangan. Urutan prosedur perancangan yang telah
dikembangkan adalah sebagai berikut :
1. Pernyataan kebutuhan
2. Mendefinisikan kebutuhan.
3. Analisi tujuan.
4. Konsep pemecahan masalah.
5. Evaluasi pemecahan masalah.
6. Modifikasi pemecahan masalah.
7. Pemanggilan masalah.
8. Spesifikasi bagi pembuat.
9. Organisasi masalah.
Bagi produk-produk yang ditunjukkan pada konsumen, maka diharapkan
produk-produk tersebut mampu memberi kepuasan atas kebutuhan. Disamping itu
produk harus memiliki efisien yang cukup besar. Untuk itu setiap perancangan
10
produk yag memiliki tingkat kepuasan kebutuhan setingi-tingginya, konsisten
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan serta dengan biaya yang serendah-
rendahnya.
2.3 Alat bantu kerja di ergonomi
Dengan adanya alat bantu yang bisa membuat nyaman bagi pekerja untuk
bisa melakukan pekerjaannya secara efisien dan efektif sangat perlu diperhatikan
bagaimana alat bantu itu dirancang. Sehingga dengan adanya sebuah alat bantu
kerja yang sudah memenuhi aspek ergonomi yang ditimbulkan dari alat tersebut,
maka secara langsung akan membuat pekerja itu tidak merasa terbebani akibat
dari pekerjaan itu, yang dulunya pekerja merasa banyak keluhan yang diderita
ketika pekerja menggunakan alat yang kurang memenuhi aspek ergonomi,
kemudian dengan diterapkannya ilmu ergonomi itu segala kendala yang dirasakan
pekerja akan menjadi hilang.
Kerugian yang dialami oleh perusahaan salah satunya diakibatkan jika
terjadi kecelakaan pada pekerja yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas
kerjanya. Oleh karena itu dengan menerapkan disiplin ilmu ergonomi tersebut
maka cidera yang dialami pekerja akan diminimasi dengan adanya sebuah
perancangan alat yang sesuai dengan standard ergonomi.
2.4 Kerja dengan tidak menggunakan prinsip ergonomi
Beberapa keluhan yang terjadi di tempat kerja dan biasa dialami oleh
pekerja adalah dikarenakan kelelahan fisik, yang biasa diakibatkan kerja yang
berlebihan dimana masih dapat dikompensasi dan diperbaiki performansnya
seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat
dan tidur yang cukup.
Karena intensitas kerja yang dilakukan dengan tidak dikungnya faktor
ergonomi baik dari alat kerja atau dari pengetahuan akan ergonomi, sehingga
dengan posisi yang salah maka akan menimbulkan kecelakaan kerja yang dialami
oleh pekerja.
Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan
pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-
11
lain. Sikap kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang
ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan
kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Sikap kerja yang
salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah resiko cidera pada bagian
sistem muskuloskeletal (Bridger, 1995).
1. Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering
dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan
ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran
beban berat tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan
oleh faktor gaya gravitasi bumi.
Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki.
Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga
tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian
atas dengan anggota bagian bawah.
Sikap kerja berdiri memiliki beberapa permasalahan sitem muskuloskeletal.
Nyeri punggung bagian bawah (low back pain) menjadi salah satu
permasalahan posisi sikap kerja berdiri dengan sikap punggung condong ke
depan. Posisi berdiri yang terlalu lama akan menyebabkan penggumpalan
pembuluh darah vena, karena aliran darah berlawanan dengan gaya gravitasi.
Kejadian ini bila terjadi padapergelangan kaki dapat menyebabkan
pembengkakkan.
2. Sikap Kerja Duduk
Penelitian yang dilakukan Brigger (1995) pada Eastman Kodak Company
di New York menunjukkan bahwa 35% dari beberapa pekerja yang
mengunjungi klinik mengeluhkan rasa sakit pada punggung bagian bawah.
Ketika sikap kerja duduk dilakukan, otot bagian paha semakin tertarik dan
bertentangan dengan bagian pinggul. Akibatnya tulang pelvis akan miring ke
belakang dan tulang belakang bagian lumbar L3/L4 akan mengendor.
Mengendornya bagian lumbar menjadikan sisi depan invertebratal disk tertekan
dan sekililingnya melebar atau merenggang. Kondisi ini akan membuat rasa
12
nyeri pada bagian punggung bagian bawah dan menyebar pada kaki.
Gambar 2.1. Kondisi invertebratal disk bagian lumbar pada saat duduk
Ketegangan saat melakukan sikap kerja duduk seharusnya dapat
dihindari dengan melakukan perancangan tempat duduk. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa posisi duduk tanpa memakai sandaran menaikan tekanan
pada invertebratal disk sebanyak 1/3 hingga ½ lebih banyak daripada posisi
berdiri (Kroemer Dkk 2000:409). Sikap kerja duduk pada kursi memerlukan
sandaran punggung untuk menopang punggung. Sandaran yang baik adalah
sandaran punggung yang bergerak maju-mundur untuk melindungi bagian
lumbar. Sandaran tersebut juga memiliki tonjolan ke depan untuk menjaga ruang
lumbar yang sedikit menekuk. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan
pada bagian invertebratal disk.
3. Sikap Kereja Membungkuk
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam
pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika
bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah
(low back pain) bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama.
13
Gambar 2.2. Mekanisme rasa nyeri pada posisi membungkuk
(Sumber : Introduction to Ergonomics, 1995)
Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh.
Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar
mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk
justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa
nyeri pada punggung bagian bawah.
Sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan “slipped disks”, bila
dibarengi dengan pengangkatan beban berlebih. Prosesnya sama dengan sikap
kerja membungkuk, tetapi akibat tekanan yang berlebih menyebabkan ligamen
pada sisi belakang Lumbar rusak dan penekanan pembuluh syaraf . Kerusakan ini
disebabkan oleh keluarnya material pada invertebratal discs akibat desakan tulang
belakang bagian lumbar.
4. Pengangkatan Beban
Kegiatan ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja
pada bagian punggung. Pengangkatan beban yang melebihi kadar dari kekuatan
manusia menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besar pula atau over
exertion. Dari penelitian Kansal (1998) menunjukkan bahwa over exertion
menjadi penyebab cidera bagian punggung paling dominan. Persentasenya
bekisar antara 64% - 74%
14
Gambar 2.3. Pengaruh Sikap Kerja yang Salah
Adapun pengangkatan beban akan berpengaruh pada tulang belakang
bagian lumbar. Pada wilayah ini terjadi penekanan pada bagian L5/SI (lempeng
antara lumbar ke-5 dan sacral ke –1). Penekanan pada daerah ini mempunyai
batas tertentu untuk menahan tekanan. Invertebratal disc pada bagian L5/S1 lebih
banyak menahan tekanan daripada tulang belakang. Bila pengangkatan yang
dilakukan melebihi kemampuan tubuh manusia, maka akan terjadi disc herniation
akibat lapisan pembungkus pada invertebratal disc pada bagian L5/S1 pecah
5. Membawa Beban
Terdapat perbedaan dalam menentukan beban normal yang dibawa oleh
manusia. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dari pekerjaan yang dilakukan. Faktor
yang paling berpengaruh dari kegiatan membawa beban adalah jarak. Jarak yang
ditempuh semakin jauh akan menurunkan batasan beban yang dibawa.
6. Kegiatan Mendorong Beban
Hal yang penting menyangkut kegiatan mendorong beban adalah tinggi
tangan pendorong. Tinggi pegangan antara siku dan bahu selama mendorong
beban dianjurkan dalam kegiatan ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan
tenaga maksimal untuk mendorong beban berat dan menghindari kecelakaan kerja
bagian tangan dan bahu.
15
7. Menarik Beban
Kegiatan ini biasanya tidak dianjurkan sebagai metode pemindahan
beban, karena beban sulit untuk dikendalikan dengan anggota tubuh. Beban
dengan mudah akan tergelincir keluar dan melukai pekerjanya. Kesulitan yang
lain adalah pengawasan beban yang dipindahkan serta perbedaan jalur yang
dilintasi. Menarik beban hanya dilakukan pada jarak yang pendek dan bila jarak
yang ditempuh lebih jauh biasanya beban didorong ke depan.
2.5 Resiko Kecelakaan Kerja Pada Manual Material Handling
Kegiatan MMH yang meliputi pengangkatan, penurunan, mendorong,
menarik memiliki potensi untuk menimbulkan kecelakaan kerja. Kegiatan tersebut
melibatkan koordinasi sistem kendali tubuh seperti tangan, kaki, otak, otot, dan
tulang belakang. Bila koordinasi tubuh tidak terjalin dengan baik akan
menimbulkan resiko kecelakaan kerja pada bidang MMH. Membagi faktor
yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja MMH menjadi dua faktor :
1. Faktor Fisik (Physical Faktor)
Faktor ini bila dijabarkan terdiri dari suhu; kebisingan; bahan kimia;
radiasi; gangguan penglihatan; postur kerja; gangguan sendi (gerakan
dan perpindahan berulang); getaran mesin dan alat; alat angkut; permukaan
lantai.
2. Faktor Psikososial (Psychosocial Faktor)
Faktor ini terdiri dari karakteristik waktu kerja seperti shift kerja; peraturan
kerja; gaji yang tidak adil; rangkap kerja; stress kerja; konsekuensi
kesalahan kerja; istirahat yang pendek; dan terganggu saat kerja.
Kedua faktor diatas berpengaruh pada kecelakaan kerja pada bagian
muskuloskeletal. Untuk faktor Fisik (Physical Faktor) yang menjadi faktor
beresiko terhadap gangguan muskuloskeletal adalah postur/sikap kerja dan
gangguan sendi akibat pekerjaan yang berulang. Sedangkan diantara faktor
Psikososial yang menjadi penyebab utama adalah rendahnya pengawasan dalam
aktivitas produksi dan terbatasnya keleluasan para pekerja. Hal seperti dalam
proses produksi, pengoperasian mesin, dan peraturan perusahaan masih longgar
16
untuk dilanggar para pekerja, terutama menyangkut keselamatan kerja. Hak
pekerja dalam memperoleh istirahat sebentar untuk mengendorkan saraf dan otot
masih kurang.
2.6 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling
Usaha terbaik dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama pada
bagian muskuloskeletal adalah mengurangi dan menghilangkan pekerjaan yang
beresiko terhadap keselamatan kerja. Ini adalah prisip dasar dalam usaha
peningkatan keselamatan dan keamanan kerja. Dibawah ini beberapa hal tindakan
untuk mengurangi resiko gangguan muskuloskeletal pada pekerjaan MMH :
1. Perancangan ulang pekerjaan
Mekanisasi. Penggunaan sistem mekanis untuk menghilangkan
pekerjaan yang berulang. Jadi dengan penggunaan peralatan mekanis
mampu menampung pekerjaan yang banyak menjadi sedikit pekerjaan.
Rotasi pekerjaan. Pekerja tidak hanya melakukan satu pekerjaan, namun
beberapa pekerjaan dapat dilakukan oleh pekerja tersebut. Tujuan dari
langkah ini adalah pemulihan ketegangan otot melalui beban kerja yang
berbeda-beda.
Perbanyakan dan pengayaan kerja. Sebuah pekerjaan sebisa mungkin
tidak dilakukan dengan monoton, melainkan dilakukan dengan
beberapa variasi. Tujuan dari langkah ini adalah menghindari beban
berlebih pada satu bagian otot dan tulang pada anggota tubuh.
Kelompok kerja. Pekerjaan yang dilakukan beberapa orang mampu
membagi beban kerja pada otot secara merata. Hal ini disebabkan
anggota kelompok bebas melakukan pekerjaan yang dilakukan.
2. Perancangan tempat kerja
Prinsip yang dilaksanakan adalah perancangan kerja
memperhatikan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Tempat kerja
menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran pekerja agar aktivitas MMH
dilakukan dengan leluasa. Kondisi lingkukangan seperti cahaya, suara, lantai,
dan lain-lain juga perlu perhatian untuk menciptakan kondisi kerja yang nyaman.
17
3. Perancangan peralatan dan perlengkapan
Perancangan peralatan dan perlengkapan yang layak mampu
mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan
pekerjan. Menyediakan pekerja dengan alat bantu dapat mengurangi sikap
kerja yang salah, sehingga menurunkan ketegangan otot.
4. Pelatihan Kerja
Program ini perlu dilakukan terhadap pekerjaan, karena pekerja
melakukan pekerjaan sebagai kebiasaan. Pekerja harus mengetahui mengenai
pekerjaan yang berbahaya dan perlu mengetahui bagaimana melakukan
pekerjaan yang aman. Untuk melakukan kegiatan manual material handling
(MMH) dengan aman, maka dalam melaksanakan pelatihan kerja MMH
perlu memahami pedomannya. Alexander (1986) mengungkapkan empat (4)
prinsip yang dipegang selama melakukan MMH, yaitu:
Berusaha untuk menjaga beban pengangkatan selalu dekat dengan
tubuh (mencegah momen pada tulang belakang).
Berusaha untuk menjaga posisi pinggul dan bahu selalu dalam posisi
segaris (mencegah gerakan berputar pada tulang belakang).
Menjaga keseimbangan tubuh agar tidak mudah jatuh.
Berpikir dan merencanakan metode dalam aktivitas MMH yang sulit
dan berbahaya.
2.7 Nordic Body Map
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang
dikenal dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak)
adalah sistem organ yang memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk
bergerak menggunakan sistem otot dan rangka. Sistem muskuloskeletal
menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh.
Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner
checklist ergonomi. Bentuk lain dari checklist ergonomi adalah checlist
International Labour Organizatin (ILO).
Namun kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering
18
digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan
kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan
tersusun rapi (Kroemer, 1994).
Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui
bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan
pekerjaan pada stasiun kerja.
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9
bagian utama, yaitu :
a) Leher
b) Bahu
c) Punggung bagian atas
d) Siku
e) Punggung bagian bawah
f) Pergelangan tangan/tangan
g) Pinggang/pantat
h) Lutut
i) Tumit/kaki
Kuisioner ini juga mampu menggambarkan persepsi pekerja apakah keluhan yang
dirasakan berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. Pada pengisian kuisioner ini
sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan umum melingkupi usia, jenis kelamin,
tinggi tubuh bobot badan, tangan yang dominan, lama menangani pekerjaan dan
lama jam kerja perminggu. Kelengkapan pertanyaan tersebut akan bermanfaat
mengetahi kelompok kelompok keluhan yang dirasakan oleh pertanyaan tersebut.
Berikut gambar dan keluhan untuk kuisioner nordic body map:
19
Gambar 2.4 Gambar keluhan untuk Kuisioner nordic body map
Pejelasannya adalah sebagai berikut:
0. Sakit Kaku pada bagian Leher atas
1. Sakit Kaku pada bagian Leher bawah
2. Sakit dibahu kiri
3. Sakit dibahu kanan
4. Sakit lengan atas kiri
5. Sakit dipunggung
6. Sakit lengan atas kanan
7. Sakit pada pinggang
8. Sakit pada bokong
9. Sakit pada pantat
10. Sakit siku kiri
11. Sakit siku kanan
12. Sakit lengan bawah kiri
13. Sakit lengan bawah kanan
20
14. Sakit pada pergelangan tangan kiri
15. Sakit pada pergelangan tangan kanan
16. Sakit pada tangan kiri
17. Sakit pada tangan kanan
18. Sakit pada paha kiri
19. Sakit pada paha kanan
20. Sakit pada lutut kiri
21. Sakit pada lutut kanan
22. Sakit pada betis kiri
23. Sakit pada betis kanan
24. Sakit pada pergelangan kaki kiri
25. Sakit pada pergelangan kaki kanan
26. Sakit pada kaki kiri
27. Sakit pada kaki kanan
2.8 Ovako Work Posture Analysis System (OWAS)
OWAS merupakan metode analisis sikap kerja yang mendefinisikan
pergerakan bagian tubuh punggung, lengan, kaki, dan beban berat yang diangkat.
Masing-masing anggota tubuh tersebut diklasifikasikan menjadi sikap kerja.
Menurut Karhu (1981) berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh
yang diamati untuk dianalisa dan dievaluasi :
A. Sikap punggung
1. Lurus
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring kesamping
4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping.
21
Gambar 2.5. Klasifikasi sikap kerja bagian punggung.
B. Sikap lengan
1. Kedua lengan berada di bawah bahu.
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu.
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu.
Gambar 2.6 Klasifikasi sikap kerja bagian lengan
C. Sikap kaki
1. Duduk
2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk.
6. Berlutut pada satu atau kedua lutut
7. Berjalan.
22
Gambar 2.7. Klasifikasi sikap kerja bagian kaki.
D. Berat beban
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W 10 Kg )
2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg W 20 Kg )
3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W 20 Kg )
Tabel 2.1 Penilaian analisa postur kerja menggunakan metode OWAS
BACK ARMS
1 2 3 4 5 6 7 LEGS
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
USE
OF
FORCE
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
4
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
23
Sikap kerja yang diamati dikelompokkan dalam empat kategori sebagai
berikut:
KATEGORI 1 : Pada sikap ini tidak masalah pada musculoskeletal, tidak
perlu perbaikan
KATEGORI 2 : Pada sikap ini berbahaya pada system musculoskeletal
(sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang
signifikan), perlu perbaikan dimasa yang akan dating.
KATEGORI 3 : Pada sikap ini berbahaya bagi system muskuloskletal (sikap
kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat
signifikan), perlu perbaikan segera mungkin.
KATEGORI 4 : Pada sikap ini berbahaya bagi system muskuloskletal (sikap
kerja mengakibatkan resiko yang jelas), perlu perbaikan secara
langsung atau saat ini.
2.9 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah suatu metode
yang dikembangkan dalam bidang ergonomi yang menginvestigasi dan
menilai postur kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas. Metode
penilaian postur kerja ini tidak memerlukan alat-alat khusus dalam
melakukan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas
(McAtamney, 1993).
Teknologi ergonomi ini mengevaluasi postur, kekuatan, dan
aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang
(repetitive strain injuries). RULA memberikan hasil evaluasi yang
berupa skor risiko antara satu sampai tujuh. Skor tertinggi menandakan
level yang mengakibatkan risiko yang besar atau berbahaya untuk
dilakukan dalam bekerja. Sedangkan skor terendah juga tidak berarti
menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic Hazards
(Lueder, 1996).
RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai berikut :
24
a. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara
cepat, terutama pemeriksaan paparan terhadap risiko gangguan
bagian tubuh atas yang disebabkan karena bekerja.
b. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan
postur kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan
repetitive yang mengakibatkan kelelahan otot.
c. Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau
pengukuran ergonomi yang mencakup faktor-faktor fisik,
epidemiologis, mental, lingkungan dan faktor organisional dan
khususnya mencegah terjadinya
gangguan pada tubuh bagian atas akibat kerja
RULA membagi bagian tubuh menjadi dua bagian untuk
menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, yaitu grup A dan
B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan
tangan. Sementara grup B meliputi leher, badan dan kaki. Hal ini
memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki,
badan dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur
tubuh bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan. Kisaran gerakan
untuk setiap bagian tubuh dibagi menjadi bagian-bagian menurut
kriteria yang berasal dari interpretasi literatur yang relevan. Bagian-
bagian ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada kisaran gerakan
atau postur bekerja dimana risiko faktor merupakan terkecil atau
minimal. Sementara angka-angka yang lebih tinggi diberikan pada
bagian-bagian kisaran gerakan dengan postur yang lebih ekstrim yang
menunjukkan adanya faktor risiko yang meningkat yang menghasilkan
beban pada struktur bagian tubuh. Pemeriksaan atau pengukuran
dimulai dengan mengamati operator selama beberapa siklus kerja
untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan mungkin
25
dilakukan pada postur dengan siklus kerja terlama dimana beban
terbesar terjadi.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh
bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia
kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel A dan B,
yaitu sebagai berikut :
Skor A+ skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok
A = Skor C Skor B + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban)
untuk kelompok B = Skor C
Metode RULA merupakan suatu metode yang memaparkan
analisis postur kerja bagian tubuh atas pekerja. Metode ini digunakan
untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara mangambil sampel
postur dari satu siklus kerja yang dianggap mempunyai risiko
berbahaya bagi kesehatan si pekerja, lalu diadakan penilaian/scoring.
Setelah didapat hasil dari penilaian tersebut, kita dapat mengetahui
postur pekerja tersebut telah sesuai dengan prinsip ergonomi atau
belum, jika belum maka perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan.
Metode ini menggunakan diagram body postures dan tiga tabel
penilaian (tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi
postur kerja yang berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui
metode ini akan didapatkan nilai batasan maksimum dan berbagai
postur pekerja, nilai batasan tersebut berkisar antara nilai 1 – 7.
Setelah diperoleh grand skor, yang bernilai 1 hingga 7
menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut :
Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini bisa diterima jika
tidak dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.
26
Action level 2
Skor 3 atau 4 yang menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan
lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan.
Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu
segera dilakukan
Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan
dan perubahan diperlukan dengan sangat segera (saat itu juga).
Tujuan dari metode RULA adalah:
a. Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan.
b. Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan
dengan postur tubuh saat kerja.
c. Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian
ergonomi yang luas.
d. Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan :
e. Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah
dan pergelangan tangan) dan B (leher, tulang belakang, dan kaki).
f. Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor.
g. Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.
Langkah-langkah dalam melaksanakan analisa postur kerja
menggunakan metode RULA:
a. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan
video atau foto
b. Observasi dan pilih postur yang akan dianalisis
27
c. Scoring and recording the posture
d. Action level
f. Analisa postur
g. Saran perbaikan
Sistem penilaian untuk postur dari bagian tubuh yang dianalisis
atau ThRula Scoring Sheet dapat dilihat pada gambar 2.1
(Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993)
Gambar 2.8 RULA Employe Assesment