21
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katuk Tanaman katuk (Sauropus androgynus L.) dikenal sebagai tanaman obat yang berasal dari keluarga Euphorbiaceae. Di sebagian besar Indonesia katuk banyak dikenal sebagai sayuran. Di pulau Jawa katuk sudah dibudidayakan secara komersial. Selain itu di daerah lain juga ditanam sebagai tanaman sela dan tanaman pagar. Sebagai sayuran yang kaya akan zat gizi dan zat metabolic sekunder, katuk dimanfaatkan sebagai sayur juga obat herbal (Selvi, 2012). Klasifikasi Daun katuk menurut Rukmana (2003) sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Geramales Suku : Euphorbiaceae Genus : Sauropus Spesies : Sauropus androgynous Tanaman katuk memiliki beragam nama daerah , yaitu Inggris: star gooseberry atau sweet leaf; China: mani cai; Vietnam: rau ngot; Malaysia: cekur manis atau sayur manis. Di Minangkabau disebut sinami dan di Jawa katuk, katukan, atau babing. Orang Madura menyebutnya kerakur dan di Bali lebih dikenal dengan nama kayumanis (Agoes, 2010). Katuk merupakan sosok tanaman berupa perdu yang tumbuh menahun, berkesan ramping, sering ditanam beberapa batang sekaligus sebagai tanaman pagar. Daun katuk merupakan daun majemuk yang berjumlah genap. Tanaman Katuk dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Tanaman katuk (Sauropus androgynus L) (Rukmana, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tanaman Katuk

Tanaman katuk (Sauropus androgynus L.) dikenal sebagai tanaman obat

yang berasal dari keluarga Euphorbiaceae. Di sebagian besar Indonesia katuk

banyak dikenal sebagai sayuran. Di pulau Jawa katuk sudah dibudidayakan secara

komersial. Selain itu di daerah lain juga ditanam sebagai tanaman sela dan

tanaman pagar. Sebagai sayuran yang kaya akan zat gizi dan zat metabolic

sekunder, katuk dimanfaatkan sebagai sayur juga obat herbal (Selvi, 2012).

Klasifikasi Daun katuk menurut Rukmana (2003) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Geramales

Suku : Euphorbiaceae

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus androgynous

Tanaman katuk memiliki beragam nama daerah , yaitu Inggris: star

gooseberry atau sweet leaf; China: mani cai; Vietnam: rau ngot; Malaysia: cekur

manis atau sayur manis. Di Minangkabau disebut sinami dan di Jawa katuk,

katukan, atau babing. Orang Madura menyebutnya kerakur dan di Bali lebih

dikenal dengan nama kayumanis (Agoes, 2010). Katuk merupakan sosok tanaman

berupa perdu yang tumbuh menahun, berkesan ramping, sering ditanam beberapa

batang sekaligus sebagai tanaman pagar. Daun katuk merupakan daun majemuk

yang berjumlah genap. Tanaman Katuk dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman katuk (Sauropus androgynus L) (Rukmana, 2003)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

5

2.1.1 Kandungan Zat Aktif

Tanaman katuk mempunyai banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari

karena berbagai macam kandungan senyawa yang terdapat dalam daun katuk juga

kandungan gizi dari daun katuk setara dengan sayuran lainnya sehingga disebut

tanaman multi khasiat (Rukama, 2013). Berdasarkan analisis fitokimia, daun

katuk mengandung senyawa tanin, saponin, alkaloid, flavonoid, glikosida dan

fenol. Daun katuk juga memiliki kandungan provitamin A karoten yang tinggi,

begitu juga dengan vitamin B, C, protein dan mineral (Selvi dan Bhaskar, 2012).

Penelitian Subekti (2007) melakukan pengujian dengan GCSM untuk

memperoleh kandungan senyawa aktif dari ekstraksi tepung daun katuk kering

dalam etanol 70%. Dari hasil penelitian hampir seluruh senyawa-senyawa tersebut

dapat diidentifikasikan dan diklasifikasikan sebagai asam lemak, vitamin, klorofil,

dan fitosterol yang disajikan pada tabel II.1.

Tabel II.1 Senyawa dalam ekstrak daun katuk dengan etanol 70% (Subekti, 2007)

Golongan Nama Senyawa Komposisi (%)

Asam lemak 9,12,15-asam oktadekatrienoat etil ester 9,36

Asam lemak Asam palmitat 5,30

Klorofil Phytol 4,92

Asam lemak 11,14,17-asam eikosatrienoat metil ester 3,70

Vitamin Tokoferol (vitamin E) 1,20

Stigmasterol Stigmasta-5,22-dien-3β-ol 1,10

Asam lemak Asam tetradekanoat etil ester 0,69

Sitosterol Stigmasta-5-en-3β-ol 0,69

Fukosterol Stigmasta-5,24-dien-3β-ol 0,64

Asam lemak Asam oktadekanoat 0,39

Senyawa aktif dalam daun katuk yang berperan dalam pembentukan ASI

yaitu alkaloid dan sterol (Rahmanisa, 2016). Daun katuk juga mengandung tujuh

senyawa aktif yaitu lima kelompok senyawa polyunsaturated fatty acid yaitu

lainoctadecanoic acid; 9-eicosine; 5, 8, 11 heptadecatrienoic acid; juga 9, 12, 15

octadecatrienoic acid; dan juga 11, 14, 17 eicosatrienoic acid yang mana

berperan sebagai prekursor dan terlibat dalam biosintesis senyawa eikosanoid

(prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, lipoksin dan leukotrin). Disamping itu,

terdapat juga senyawa dari biosintesis steroid hormon yaitu Andostran-17-one dan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

6

3-ethyl-3hydroxy-5alpha secara langsung merupakan precursor atau senyawa

intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol,

testosteron dan glukokorticoid) (Suprayogi, 2000).

Komponen sterol yaitu Stigmasta-5,24-dien-3β-ol (gambar 2.2) yang

terdapat pada tanaman katuk bekerja, sama seperti kolesterol yang memiliki

fungsi pada proses steroidogenesis (Miharti, 2019). Kolesterol bebas ini diubah ke

pregnenolon. Pregnenolon merupakan prekursor untuk semua hormon steroid.

Melalui serangkaian reaksi akhirnya terbentuklah estradiol serta hormon steroid

lainnya. Proses pembentukan hormon steroid utama terdiri atas tiga bagian, yaitu

sintesis kolesterol dari asetat, konversi kolesterol menjadi progesteron, dan

pembentukan androgen, estrogen, dan kortikoid dari progesteron (Subekti, 2007).

Hormon steroid yaitu khususnya hormon estrogen merupakan hormone yang

berfungsi dalam memacu pada sintesis dan pelepasan prolaktin oleh hipofisa.

Kandungan tersebut dalam dosis yang tinggi menimbulkan rangsangan reseptor

prolaktin pada sel laktotrof untuk memacu neuro hormon yang akan merangsang

pengeluran Prolactin Releasing Faktor (PRF). Sehingga terjadinya peningkatan

ASI pada saat menyusui (Miharti, 2019).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Monomer Stigmasta-5,24-dien-3β-ol (Anonim, 2019)

2.1.2 Khasiat Daun Katuk

Daun katuk merupakan obat alternatif untuk pengobatan dan untuk nutrisi

kesehatan karena mengandung banyak vitamin dan senyawa kimia meliputi

karbohidrat, protein, glikosida, saponin, tanin, flavonoid, steroid, alkaloid

(Rukamana, 2013). Beberapa contoh manfaat dari daun katuk antara lain

memperbanyak ASI, mengobati demam, borok, bisul, mengatasi sembelit,

menurunkan berat badan, antihipertensi, antihiperlipidemia, konstipasi, dan dapat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

7

mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sehingga berpotensi digunakan

sebagai pengobatan alami (Wiradimadja, 2006).

Dari pengalaman empiric, daun katuk memiliki khasiat memperlancar

produksi susu, baik pada manusia maupun hewan. Pada ibu-ibu yang mengalami

gangguan pengeluaran air susu, maka biasanya mereka mengkonsumsi daun

katuk. Selain itu terdapat β-carotene yang diduga akan meningkatkan kadar

vitamin A dalam susu dan dapat memperkaya kadar vitamin terutama vitamin C

dan mineral terutama zat besi (Santoso, 2013).

Saroni et al. (2004) menemukan bahwa pemberian ekstrak daun katuk pada

kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dengan dosis 3 x 300 mg/hari

selama 15 hari terus-menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan

dapat meningkatkan produksi ASI 50,7% lebih banyak dibandingkan dengan

kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun

katuk. Pemberian ekstrak daun katuk tersebut dapat mengurangi jumlah subyek

kurang ASI sebesar 12,5%. Pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan

kualitas ASI, karena pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kadar

protein dan kadar lemak ASI.

Yustendi (2017) juga menemukan bahwa penambahan tepung daun katuk

dalam ransum sebesar 30% sebagai pakan ternak meningkatkan produksi susu

kambing betina peranakan ettawa sebesar. Tingginya volume produksi susu juga

dipengaruhi oleh pelepasan susu yang dipengaruhi hormone oxytocin. Akbar M.

(2013) juga meneliti tingkat produksi air susu kelinci dengan penambahan tepung

daun katuk. Hasil penelitian menunjukkan pemberian daun katuk dalam ransum

dapat meningkatkan produksi air susu induk kelinci secara nyata (P < 0,05).

Produksi air susu tertinggi terdapat pada pemberian tepung daun katuk 3%

(134,75 g/hari), pada pemberian 1% produksi susu induk tidak berbeda nyata

dengan pemberian 0% hal ini diduga karena pemberian tepung daun katuk 1%

belum mampu merangsang produksi air susu yang lebih banyak. Peningkatan

produksi susu induk kelinci ini disebabkan oleh tingginya kandungan sterol pada

daun katuk.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

8

2.2 Penggolongan Obat Tradisional

Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu kala menggunakan produk

bahan alam sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan

perawatan kesehatan. Seperti ramuan obat tradisional Indonesia yang berasal dari

tumbuhan, hewan, dan mineral, namun umumnya yang digunakan berasal dari

tumbuhan. (DepKes, 2008). Dalam Permenkes RI tahun 2016 tentang

Formularium Obat Herbal Asli Indonesia, produk bahan alam dikelompokkan

menjadi 3 macam (gambar 2.3), yaitu:

2.2.1 Jamu

Jamu adalah sediaan obat bahan alam berupa obat tradisional yang telah

digunakan secara turun temurun berdasarkan pengalaman yang mana status

keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara empiris.

2.2.2 Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar adalah hasil pengembangan Jamu atau hasil

penelitian sediaan baru yang telah distandarisasi bahan baku yang digunakan,

harus memenuhi persyaratan aman dan mutu sesuai dengan persyaratan yang

berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik.

2.2.3 Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah hasil pengembangan jamu dan OHT atau hasil

penelitian sediaan baru yang telah distandarisasi, status keamanan dan khasiatnya

telah dibuktikan secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan uji klinik

pada manusia. melalui uji klinik. Fitofarmaka dapat dikatakn obat modern

karena memenuhi kriteria aman, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan,

khasiat dibuktikan oleh uji klinis, dan bahan baku terstandarisasi.

Gambar 2.3 Logo dan Penandaan A Jamu; B Obat Herbal Terstandar; C

Fitorfarmaka

A A C

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

9

2.3 Tinjauan Simplisia

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simpisia tidak lebih dari 60° (DepKes RI,

2008). DepKes RI (2000) menyatakan simplisia terdiri dari 3 macam, yaitu

simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral.

Simplisia Nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian

tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara

spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya

atau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya.

bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran derajat kehalusan tertentu.

Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, agak

kasar, halus dan sangat halus. Serbuk simplisia nabati tidak boleh mengandung

fragmen jaringan dan benda asing yang bukan merupakan komponen asli dari

simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian dari serangga dan

hama serta sisa tanah (DepKes RI, 2008).

Simplisia hewani adalah simplisia yang merupakan hewan utuh, sebagian

hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat

kimia murni. Simplisia hewani harus bebas dari fragmen hewan asing dan kotoran

hewan, tidak boleh menyimpan bau dan warnanya, tidak boleh mengandung

cendawan atau tanda-tanda pengotoran lainnya, tidak boleh mengandung bahan

lain yang beracun atau berbahaya (DepKes RI, 2000).

Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan mineral yang belum

diolah dengan cara yang sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia

mineral harus bebas dari pengotoran oleh tanah, batu, hewan, fragmen hewan dan

bahan asing lainnya (DepKes RI, 2000).

2.4 Tinjauan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

10

perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan

pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas.

Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai

pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak

dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung

bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung

membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening

dituangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan Farmakope. Ekstrak

cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai (DepKes RI, 2014).

Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat dipandang

sebagai bahan awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Ekstrak sebagai bahan

awal dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi

fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai produk jadi berarti

ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan oleh penderita.

Terpenuhinya standar mutu produk/bahan ekstrak tidak terlepas dari pengendalian

proses, artinya bahwa proses yang terstandar dapat menjamin produk terstandar.

Pengujian atau pemeriksaan persyaratan parameter standar umum ekstrak mutlak

harus dilakukan dengan berpegang pada manejemen pengendalian mutu eksternal

oleh badan formal atau/dan badan independen (DepKes RI, 2000).

2.4.1 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair yang tepat dan sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai jenis

simpilisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida,

flavonoid, dll. Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat tergantung pada

jenis senyawa aktif terkandung dalam simplisia (DepKes RI, 2000).

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan ialah maserasi dan

perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol atau air. Metode ekstraksi dipilih

berdasarkan sifat dari simplisia dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode

ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Anief,

2000). Mekanisme ekstraksi ini dimulai dengan penyerapan pelarut oleh

permukaan sampel, diikuti oleh pelarut ke dalam sampel dan pelarutan analit oleh

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

11

pelarut (interaksi analit dengan pelarut). Selanjutnya terjadi difusi analit-pelarut

ke permukaan sampel dan desorpsi analit-pelarut dari permukaan sampel kedalam

pelarut. Perpindahan analit-pelarut ke permukaan sampel berlangsung sangat

cepat ketika terjadi kontak antara sampel dengan pelarut (Leba, 2017).

Kecepatan difusi analit-pelarut ke permukaan sampel merupakan tahapan

yang mengontrol keseluruhan proses ekstraksi ini. Kecepatan difusi bergantung

pada beberapa factor yaitu (a) Temperatur; (b) Luas permukaan partikel (sampel);

(c) Jenis pelarut; (d) Perbandingan analit dengan pelarut; (e) Kecepatan dan lama

pengadukan. Sedangkan beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai

kondisi optimum, yaitu: (a) kemampuan atau daya larut analit dalam pelarut harus

tinggi; (b) Pelarut yang digunakan harus selektif; (c) Konsentrasi analit dalam

sampel harus cukup tinggi; (d) Tersedia metode untuk memisahkan kembali analit

dari pelarut pengekstraksi (Leba, 2017).

2.4.1.1 Maserasi

Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat cair yang paling

sederhana. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara merendam sampel pada suhu

kamar menggunakan pelarut yang sesuai sehingga dapat dapat melarutkan analit

dalam sampel. Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari sambil diaduk sesekali

untuk mempercepat proses pelarutan analit. Ekstraksi dilakukan berulang kali

sehingga analit terekstraksi secara sempurna. Kelebihan ekstraksi adalah alat dan

cara yang digunakan sangat sederhana, dapat digunakan untuk analit yang tahan

terhadap pemanasan atau yang tidak tahan terhadap pemanasan. Kelemahannya

adalah menggunakan banyak pelarut (Leba, 2017). Maserasi kinetik ialah

ekstraksi dengan dilakukan pengadukan yang berlanjut (terus-menerus), juga

dilakukan remaserasi yaitu pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (DepKes, 2000).

2.4.1.2 Perlokasi

Perkolasi adalah salah satu jenis ekstraksi padat cair yang dilakukan dengan

jalan mengalirkan pelarut secara perlahan pada sampel dalam suatu pelokator.

Pada ekstraksi jenis ini, pelarut ditambahakan terus menerus, sehingga proses

ekstraksi selalu dilakukan dengan pelarut yang baru. Pola penambahan pelarut

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

12

yang dilakukan adalah menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana terpisah

disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar atau dilakukan dengan

penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala.

Proses ekstraksi dilakukan hingga analit dalam sampel terekstraksi

sempurna. Indikasi bahwa semua analit telah terekstraksi secara sempurna adalah

pelarut yang tidak berwarna. Untuk memastikan bahwa semua analit telah

terekstraksi dengan sempurna dilakukan uji dengan kromatografi lapis tipis (KLT)

atau spektrofotometri UV. Pada saat menggunakan KLT, indikasi bahwa semua

analit telah terekstrak ditandai dengan tidak ada noda / spot pada pelat KLT.

Sedangkan dengan spektrofotometri UV ditandai dengan tidak adanya puncak /

peak pada kromatogram (Leba, 2017).

2.5 Tinjauan Granul

Granul dari bahasa latin ”granulation” yang berarti butir. Granul adalah

bentuk sediaan yang terdiri dari partikel-partikel sebuk yang teragregasi

membentuk partikel serbuk yang lebih besar dengan rentang ukuran 0,1-2,0 mm

(Aisyah, 2015). Granulasi adalah pembentukan partikel-partikel besar dengan

mekanisme pengikatan tertentu. Granul dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk

sediaan granul terbagi, kapsul, maupun tablet. Berbagai proses granulasi telah

dikembangkan, dari metode konvensional seperti slugging dan granulasi dengan

bahan pengikat musilago amili hingga pembentukan granul dengan peralatan

terkini seperti spray dry dan freeze dry (Parikh, 2005).

2.5.1 Metode Granulasi Basah

Granulasi basah dalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau

campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang

akan menghasilkan granul (Siregar, 2010). Dalam proses granulasi basah zat

berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan

larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan

dikeringkan dalam lemari pengering, butuh waktu 15 menit sampai 1 jam,

tergantung pada sifat pembasahan serbuk dari campuran serbuk dan campuran

granulasi. Proses pengeringan diperlukan dalam granulasi basah untuk

menghilangkan pelarut yang dipakai pada dan untuk mengurangi kelembaban

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

13

sampai pada tingkat yang optimum. Untuk menentukan titik akhir dapat dilakukan

dengan menekan massa pada telapak tangan, bila remuk dengan tekanan sedang,

maka campuran itu sudah sampai pada tingkat optimum (Lachman, 1994). Setelah

kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan

ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 2000).

Granulasi basah memilki beberapa keuntungan menurut Aisyah (2015),

yaitu : (1) Kohesifitas dan keterkempaan serbuk ditingkatkan karena penambahan

pengikat yang menyalut partikel menyebabkan partikel berikatan satu dengan

yang lain sehingga membentuk aglemerat yang dinamakan granul. (2) Granul

basah mencegah terjadinya segregasi (pemisahan) komponen dari suatu campuran

serbuk homogen selama proses pemindahan bahan dan penanganan sehingga

komposisi dari setiap granul menjadi tetap dan masih tetap sama pada saat

penambahan larutan pengikat. (3) Kecepatan disolusi bahan aktif hidrofobik dapat

ditingkatkan dengan pemilihan pelarut dan pengikat yang tepat. (4) Obat dengan

dosis besar memilki sifat aliran dan kohesi yang sesuai untuk menghasilkan tablet

secara kempa langsung. (5) Distribusi yang baik dengan keseragaman bahan aktif

dalam sediaan obat dengan bantuan pewarna dapat dicapai dengan cara pelarutan

zat warna dalam larutan pengikat untuk granulasi basah.

2.5.2 Mutu Fisik Granul

Mutu fisik adalah pengukuran sifat mutu dengan alat fisik dari respon

objektif. Uji fisik biasanya untuk menunjang uji organoleptic (Rihastuti, 2014).

Mutu fisik granul merupakan suatu pengujian yang diujikan pada granul untuk

melihat mutu dari granul yang telah dibuat sehingga diperoleh granul yang

memenuhi persyaratan. Beberapa mutu fisik granul seperti uji kecepatan alir, uji

sudut diam (istirahat), uji kandungan lengas, uji kadar fines, uji kompaktibilitas,

dan uji kompresiilitas (Aisyah, 2015).

2.5.2.1 Kecepatan Alir dan Sudut Diam

Sifat aliran serbuk sangat penting untuk pembuatan tablet yang efisien.

Aliran serbuk atau granul yang baik untuk dikempa sangat penting untuk

memastikan pencampuran yang efisien dan keseragaman bobot untuk tablet

kempa (Siregar, 2010). Formulasi harus memiliki kemampuan mengalir yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

14

cukup untuk memastikan bahwa jumlah aliran serbuk untuk pengisian mesin cetak

tablet dapat mengisi dengan konsisten. Obat dengan dosis rendah, dimungkinkan

untuk mempengaruhi sifat aliran dengan menggabungkan zat obat dengan

eksipien yang memiliki sifat aliran yang baik. Obat dengan dosis tinggi, jumlah

eksipien yang diperlukan untuk mencapai aliran yang sesuai (Gibson, 2009).

Pengukuran aliran granul yang lebih langsung menggunakan teknik

pengaliran melalui lubang. Hopper diisi dengan butiran dan laju aliran ialah

selama pelepasan diukur. Variasi dari tes ini dicapai dengan menentukan

hubungan antara laju aliran dan diameter lubang yang dilaluinya (Parikh, 2005).

Kecepatan alir granul yang baik yaitu jika kecepatan alir lebih besar dari 10

g/detik, dengan sudut diam antara 20⁰-40o (Aulton, 2002).

Sudut diam ialah teknik yang relative sederhana untuk memperkirakan sifat

alir serbuk. Sifat alir serbuk dapat ditentukan dengan mengalirkan serbuk melalui

corong dan jatuh bebas pada permukaan. Tinggi dan diameter kerucut yang

dihasilkan diukur dan sudut diam dihitung. Serbuk yang memiliki sudut diam

rendah dapat mengalir bebas, sedangkan serbuk dengan sudut diam yang tinggi

memiliki sifat alir yang buruk. Sejumlah faktor, termasuk bentuk dan ukuran,

menentukan sifat alir serbuk (Ansel, 2011). Namun, nilai pasti untuk sudut

istirahat tidak tergantung pada metode pengukuran. Nilai sudut diam ≤ 20o

umumnya menunjukkan granul bebas mengalir, dan sudut diam ≥ 40o

menunjukkan granul memiliki aliran yang buruk (Aulton, 2002). Hubungan antara

sudut diam dengan sifat aliran granul dapat dilihat pada tabel II.2.

Tabel II.2 Hubungan Sudut Diam dan Daya Alir (Aulton, 2002)

Sudut Diam Daya Alir

<20 Sangat Baik

20-30 Baik

30-34 Cukup Baik

>40 Sangat Buruk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

15

2.5.2.2 Kandungan Lengas

Uji kandungan lengas atau pengendalian kadar air dalam granul sangat

penting dilakukan pada proses granulasi karena akan berpengaruh pada produk

akhir. Kelembaban dapat mempengaruhi aliran granul, kompresi tablet, waktu

hancur tablet, habit kristal dan stabilitas kimia. Kandungan lengas diukur

menggunakan alat moisture balance (Parikh, 2005). Capping yaitu permukaan

tablet pecah atau retak atau timbul garis, dapat terjadi jika kandungan lengas

terlalu rendah. Sedangkan, picking yaitu terjadi penempelan massa cetak pada

dinding die punch, dapat terjadi jika kandungan lengas terlalu tinggi. Persyaratan

granul yang baik memiliki kandungan lengas 1-2% (Aulton, 2002).

2.5.2.3 Kadar Fines

Metode yang digunakan dalam menentukan kadar fines ini adalah

pengayakan dengan menggunakan alat shieve shaker. Metode ini dilakukan

dengan menggetarkan partikel secara mekanik melewati suatu deret pengayak

yang telah diketahui ukurannya semakin kecil dan proporsi serbuk yang lewat atau

tertinggal pada masing-masing pengayak. Uji kadar fines dilakukan untuk

mengetahui jumlah fines yang terdapat dalam granul. Fines adalah partikel yang

memiliki ukuran kurang dari mesh 100. Untuk serbuk sangat kasar jumlah fines

tidak boleh terlalu banyak (<20%) yang melewati mesh 60 agar tidak terjadi

masalah saat mencetak tablet (Ansel, 2011). Uji kadar fines dapat dilakukan

dengan menimbang 25 - 100 g granul dan dimasukkan ke dalam ayakan yang

disusun bertingkat mulai dari ayakan nomor terkecil hingga terbesar. Pengayakan

dilakukan selama 20 menit (DepKes RI, 2014).

2.5.2.4 Kompresibilitas

Kompresibilitas adalah ukuran dari kecenderungan serbuk yang akan

dikompres, hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara kerapatan serbuk ruahan

dan kerapatan serbuk mampat. Kerapatan granul dihitung dari perbandingan

massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap volume. Pengukuran

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

16

menggunakan gelas ukur sehingga kerapatan granul dinyatakan dalam gram per

ml (g/ml). Indeks kompresibilitas dihitung dengan rumus :

arr indeks ( f o

f) 100

Volume sebelum dimampatkan (V0) diukur dengan menimbang 100g granul

di masukkan dalam gelas ukur 100 ml (untuk volume antar 50 ml–100 ml).

Ratakan permukaan serbuk dengan hati-hati tanpa dimampatkan jika perlu, dan

bacalah volume yang terlihat (V0) ke skala terdekat. Dihitung kerapatan ruahan

dalam g/ml dengan rumus M/V0.

Volume setelah pengetukkan (VF) diukur dengan cara dilakukan pengetukan

pada gelas ukur sebanyak 10, 500, dan 1250. Baca volume yang terlihat V10, V500,

dan V1250 ke skala terdekat. Apabila tidak ada penambahan volume yang lebih

besar dari 2 ml atau didapat volume yang konstan, maka volume langsung dibaca.

Dihitung kerapatan ruahan dalam g/ml dengan rumus M/VF. VF adalah volume

setelah pengetukan akhir (DepKes RI, 2014).Hubungan indeks kompresibilitas

dan kemampuan alir seperti dapat dilihat pada tabel II.3.

Tabel II.3 Hubungan Indeks Kompresibilitas dan Kemampuan Alir (Aulton,2002)

% Kompresibilitas Kemampuan Alir

5-10

12-16

18-21

23-28

28-35

35-38

>40

Sangat baik

Baik

Cukup baik

Cukup

Jelek

Sangat jelek

Sangat jelek sekali

2.5.2.5 Kompaktibilitas

Uji kompaktibilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan bahan

serbuk yang dikempa untuk membentuk masa yang kompak setelah diberikan

tekanan tertentu. Beberapa petunjuk karakteristik kompaktibilitas suatu zat aktif

tunggal dan dalam kombinasi dengan beberapa eksipien yang umum dapat

diperoleh sebagai bagian dari evaluasi praformulasi. Penggunaan tekanan hidrolik

memberikan salah satu cara yang sederhana untuk memperoleh data tersebut.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

17

Kompaktibilitas merupakan parameter untuk mengetahui kekerasan dan

kerapuhan suatu tablet. Serbuk yang dapat membentuk tablet yang keras di bawah

tekanan yang diberikan tanpa menunjukkan kecenderungan "capping” dapat

dianggap kompaktibel dengan mudah (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.6 Tinjauan Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa

bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet

cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat

dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan

baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan

permukaan tergantung pada desain cetakan. (DepKes RI, 2014).

Tablet memilki beragam jenis, yaitu : (a) Kaplet, tablet berbentuk kapsul.

(b) Bolus, tablet besar yang digunakan untuk obat hewan. (c) Tablet cetak atau

kempa. Kepadatan tabletnya tergantung kepada ikatan kristal yang dibentuk pada

proses pengeringan dan tidak bergantung kepada kekuatan massa tekanan yang

didapatkan. (d) Tablet triturate, tablet cetak atau kempa berbentuk kecil. (e) Tablet

hipodermik, tablet cetak yang dibuat dengan bahan mudah larut atau sempurna

larut dalam air. (f) Tablet bukal, penggunaan diletakkan di antara pipi dan gusi.

(g) Tablet sublingual, penggunaan diletakkan di bawah lidah, sebab zat aktif akan

diserap secara langsung melalui mukosa mulut. (h) Tablet efervesen, tidak untung

langsung ditelan. Mengandung campuran asam dan natrium bikarbonat. (i) Tablet

kunyah, dimasudkan untuk dikunyah, memberikan rasa enak dalam rongga mulut,

mudah ditelan dan tidak menmberikan rasa pahit. (j) Tablet lepas-lambat, zat aktif

dalam tablet akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. (k)

Tablet hisap (Lozenges), dibuat cara kempa tablet menggunakan bahan dasar gula

dan akan melarut dalam mulut (DepKes RI, 2014).

2.6.1 Bahan Pembawa Tablet

Dalam pembuatan tablet diperlukan bahan obat yaitu zat aktif dan juga

diperlukan zat tambahan atau zat pembantu seperti bahan pengisi, bahan pengikat,

bahan penghancur, dan bahan pelicin. Selain itu dapat ditambah dengan ajuvans

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

18

seperti bahan pewarna dan bahan pengharum (Aisyah, 2015). Bahan Tambahan

adalah komponen Obat Tradisional yang dimaksudkan sebagai zat, pelarut,

pelapis, pembantu, dan zat yang ditujukan untuk meningkatkan kegunaan,

kemantapan, keawetan, atau sebagai zat warna dan tidak mempunyai efek

farmakologis (BPOM RI, 2014).

2.6.1.1 Bahan Pengisi

Pengisi bertujuan untuk penyesuaian bobot agar ukuran tablet sesuai yang

dipersyarakan, untuk memudahkandalam pembuatan tablet, dan meningkatkan

mutu sediaan tablet. Penyesuaian bobot dilakukan untuk menambah bobot sediaan

tablet jika dosis zat aktif tidak cukup untuk memenuhi ruah tablet. Tablet didesain

agar ukuran tablet terkecil dapat dikempa dan dibentuk dengan baik. Jika dosis

tablet dalam jumlah yang kecil, diperlukan pengisi dalam jumlah besar. Jika

jumlah dosis tablet besar, diperlukan sedikit atau tidak perlu pengisi. Contoh dari

bahan pengisi adalah laktosa, sukrosa, dekstrosa, manitol, kalsium sulfat, kalsium

fosfat, kalsium karbonat,dan amilum (Siregar, 2010).

2.6.1.2 Bahan Pengikat

Pengikat ditambahkan dalam formulasi tablet untu menambahkan daya

kohesi serbuk sehingga memberikan ikatan yang penting untuk membentuk granul

sehingga saat pengempaan akan membentuk suatu massa yang kompak. Pada

metode granulasi basah, penggunaan larutan pengikat memerlukan bahan pengikat

jauh lebih sedikit untuk mencapai kekerasan yang sama dari pada metode kering.

Kriteria utama dalam pemilihan suatu pengikat adalah kompatibilitasnya dengan

komponen tablet lainnya. Kedua, pengikat harus memberi kohesi yang cukup pada

serbuk untuk mungkin melakukan pemrosesan normal (perekatan, lubrikasi,

pengempaan, pengemasan), tetapi tablet masih mungkin terdisintergrasi dan

sediaan terlarut setelah dicerna, dan melepaskan zat aktif untuk absorpsi. Pengikat

yang berbeda sangat mempengaruhi kecepatan pengeringan, waktu pengeringan

massa granulasi yang dipersyaratkan, dan tingkat keseimbangan lembap granul.

Contoh bahan pengikat adalah Selulosa, Mikrokristalin selulosa (Avicel), Polimer

(CMC Na, HPC, dan HPMC), PVP, gelatin, gom alam, tragakan, guar, pektin,

amilum, PEG, Na alginat, magnesium dan aluminum silikat (Siregar, 2010).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

19

2.6.1.3 Bahan Penghancur

Disintegran adalah istilah yang diterapkan pada berbagai zat yang

ditambahkan pada granulasi tablet yang bertujuan menyebabkan tablet yang

dikempa pecah (terdisentegrasi) jika ditempatkan dalam lingkungan berair. Pada

dasarnya, fungsi utama disintegran adalah menentang efisiensi pengikat tablet dan

gaya fisik yang bertindak dibawah pengempaan untuk membentuk tablet. Makin

kuat pengikat, makin efektif zat disintegran agar tablet melepaskan zat aktifnya.

Disintegran idealnya menyebabkan tablet hancur, tidak saja menjadi granul yag

dikempa, tetapi juga menjadi serbuk yang berasal dari granul. Contoh dari bahan

penghancur adalah amilum, Avicel (Mikrokristalin selulosa), solka floc, asam

alginat, Explotab (sodium starch glicolate), gom guar, Policlar AT (Crosslinked

PVP), Amberlite IPR 88, Metilselulosa, CMC, HPMC (Siregar, 2010).

2.6.1.4 Bahan Lubrikan

Bahan pelicin merupakan bahan atau campuran yang berfungsi untuk

memperbaiki kecepatan alir (flow rate) granul. Selain itu dapat mencegah tablet

melekat pada punch, mengurangi gesekan antara permukaan tablet dan dinding die

selama proses pengempaan dan penarikan tablet, dan mencegah gesekan antara

punch dan die (Aisyah, 2015). Bahan pelicin dalam formulasi sediaan tablet

mempunyai 3 fungsi yaitu lubricants, glidans, dan antiadherents (Siregar, 2010).

Lubricants adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara

permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi.

Lubricants ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing, sebelum proses

pengempaan. Keberadaan salut lubricants dapat menyebabkan peningkatan waktu

disintegrasi dan berkurangnya laju disolusi (Siregar, 2010).

2.6.2 Mutu Fisik Tablet

Mutu fisik adalah pengukuran sifat mutu dengan alat fisik dari respon

objektif. Uji fisik biasanya untuk menunjang uji organoleptic (Rihastuti, 2014).

Persyaratan mutu produk jadi meliputi parameter uji organoleptik, kadar air,

cemaran mikroba, aflatoksin total, cemaran logam berat, keseragaman bobot,

waktu hancur, volume terpindahkan, pH, dan bahan tambahan, sesuai dengan

bentuk sediaan dan penggunaannya. (BPOM RI, 2014). Beberapa mutu fisik tablet

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

20

yaitu keseragaman bobot, kekerasan tablet, waktu hancur tablet, uji disolusi, dan

kerapuhan tablet (Aisyah, 2015).

2.6.2.1 Kekerasan Tablet

Uji kekerasan bertujuan untuk menjamin tablet tidak patah selama proses

distribusi dan cukup lunak sehingga dapat hancur tepat setelah ditelan. Kekerasan

tablet dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan selama proses pencetakan.

Semakin besar tekanan yang diberikan, maka tablet yang dihasilkan pun semakin

keras. Dalam mengukur kekerasan tablet digunakan alat yaitu hardness tester.

Persyaratan minimal untuk tablet yang baik adalah sekitar 4-8 kg (Ansel, 2011).

2.6.2.2 Kerapuhan Tablet

Kerapuhan tablet bertujuan untuk menentukan ketahanan tablet dari

goncangan selama proses distribusi. Alat uji yang digunakan untuk menguji

kerapuhan tablet ialah Friability Tester. Untuk bobot yang kurang dari atau sama

dengan 650 mg diambil keseluruhan tablet yang sesuai dan memiliki bobot 6,5 g.

Sedangkan untuk tablet dengan bobot lebih dari 650 mg diambil 10 tablet. Tablet

dibiarkan berguling jatuh di dalam drum. Tablet ditimbang sebelum dan sesudah

diputar dalam alat. Prosedur ditimbang 10 tablet yang sudah diuji kerapuhannya,

selanjutnya seluruh tablet dimasukkan ke dalam alat uji kerapuhan, nyalakan alat

dengan kecepatan 25 rpm dengan 100 kali putaran (USP, 2012). Dihitung

persentase kerapuhan tablet. Kehilangan berat kurang dari 1 % masih dapat

diterima (Ansel, 2011).

Keterangan: W1 = bobot mula-mula dari 10 tablet

W2 = bobot setelah pengujian

2.6.2.3 Waktu Hancur Tablet

Waktu hancur adalah persyaratan yang penting untuk tablet yang diberikan

melalui mulut, kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa

jenis tablet lepas-lambat (DepKes RI, 2014). Zat aktif obat dalam tablet harus

dapat sepenuhnya terserap, sehingga tablet harus hancur terlebih dahulu dan

melepaskan obat. Disintegrasi tablet juga penting untuk tablet yang mengandung

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

21

agen obat yang tidak dimaksudkan untuk diserap tetapi untuk bentindak secara

lokal untuk saluran pencernaan, seperti antasida dan antidiare (Ansel, 2011).

Uji waktu hancur dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu

hancur. Tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.

Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa

alat uji berupa massa lunak yang tidak memiliki inti yang jelas. Kecuali bagian

penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut (DepKes RI, 2014). Persyaratan

batas waktu hancur sekitar 15 menit untuk tablet tidak bersalut (USP, 2012).

2.7 Tinjauan Bahan Penelitian

2.7.1 Laktosa

Laktosa (C12H22O12.H2O) merupakan eksipien yang baik sekali digunakan

dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah

melakukan pencampuran yang homogen. Selain itu harga laktosa juga relatif

murah dari pada kebanyakan pengisi tablet yang lain (Siregar, 2010). Pemerian

dari laktosa yaitu serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa agak manis.

Kelarutan mudah larut air dan air mendidih, dan tidak larut pada etanol (95%)

(DepKes RI, 2014). Rumus kimia monomer laktosa dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Monomer Laktosa (Rowe et al., 2009)

2.7.2 Metil Selulosa

Metil selulosa sebagai pengikat memiliki keuntungan yaitu menghasilkan

granul yang mudah dikempa dan tablet yang dihasilkan pada umumnya tidak

mengeras seiring dengan bertambahnya waktu, hal ini menguntungkan untuk

pembuatan tablet kunyah. Selain itu merupakan pengikat yang baik untuk pengisi

yang larut, seperti laktosa, manitol, dan gula lainnya. Zat ini dapat digunakan

sebagai larutan kental atau ditambahkan kering dan diaktivasi dengan air.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

22

Penambahan pengikat kering menghasilkan granul yang kurang efektif secara

komersial (Siregar, 2010).

Metil selulosa merupakan rantai panjang selulosa yang memiliki gugus

hidroksil sekitar 27-32%. Tingkat substitusi metil selulosa mempengaruhi sifat

fisik dan kelarutannya karena substitusi metil selulosa merupakan kemampuan

untuk melekat pada setiap anhidroglukosa sepanjang unit rantai. Metil selulosa

merupakan bahan matriks yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan obat

dalam cairan saluran cerna. Metil selulosa bekerja dengan membentuk lapisan

hidrogel dengan viskositas yang tinggi pada daerah sekitar sediaan setelah kontak

langsung dengan cairan saluran cerna, keadaan ini merupakan kerja metil selulosa

yang menghalangi lepasnya obat dari matriks secara cepat (Rowe et al., 2009).

Struktur kimia polimer metil selulosa dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Struktur Kimia Polimer Metil Selulosa (Rowe et al .,2009)

Nama lain dari metil selulosa adalah Benecel; Culminal MC; E461;

Methocel; Metolose dan nama kimia cellulosa methyl ether. Metil selulosa

berbentuk serbuk putih, tidak berbau dan tidak berasa. Praktis tidak larut dalam

aseton, metanol, kloroform, etanol, eter, larutan garam jenuh, toluene, dan air

panas. Larut dalam asam asetat glacial dan dalam campuran etanol dan kloroform

dengan volume yang sama. Dalam air dingin, metil selulosa mengembang dan

menyebar secara perlahan menjadi kental. Stabil dalam penyimpanan pada wadah

kedap udara di tempat sejuk dan kering, meskipun sedikit higroskopis. Sebagai

bahan pengikat digunakan pada konsentrasi antara 1-5% dari bobot tablet yang

dibuat dalam formulasi (Rowe et al., 2009).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

23

2.7.3 Selulosa Mikrokristalin 101

Selulosa mikrokristalin 101 (Avicel pH 101) terbuat dari hidrolisis

terkontrol -selulosa dengan larutan asam mineral encer. Selulosa mikrokristalin

101 digunakan sebagai bahan pengisi tablet yang dibuat secara granulasi maupun

cetak langsung (Rowe et al, 2009). Avicel sering digunakan sebagai eksipien

dalam pembuatan tablet. Sifat kompresibilitas yang baik mampu menghasilkan

tablet yang keras dengan sedikit tekanan. Sifat alir yang kurang baik dan harga

yang relatif mahal membuat avicel jarang digunakan sebagai bahan pengisi

tunggal (Sa’adah dan Fudholi, 2011). Struktur Kimia polimer selulosa

mikrokristalin 101 dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Kimia Polimer Selulosa Mikrokristalin 101 (Rowe et al .,2009)

2.7.4 Primogel

Primogel atau sodium starch glycolate atau sodium carboxymethyl starch

berbentuk serbuk higroskopis yang berwarna putih atau hampir putih, mempunyai

sifat alir yang baik. Secara Miskrokopis, primogel berupa granul tidak teratur

dengan ukuran 30-100 mm. Granul primogel menunjukkan pengembangan

(swelling) yang besar ketika kontak dengan air. Primogel biasanya digunakan

sebagai disintegran pada tablet atau kapsul. Primogel biasanya diformulasi untuk

tablet yang dicetak langsung atau dengan granulasi basah. Konsentrasi primogel

yang umum digunakan yaitu antara 2%-8%, dimana konsentrasi optimum adalah

4% (Rowe et al, 2009). Keuntungan penggunaan primogel adalah dapat dengan

cepat terjadi penyerapan air, sehingga tablet lebih cepat mengembang sampai 200-

300%. Waktu hancur cepat yaitu sekitar 2 menit, efektif dalam hal ketersediaan

serta murah dan ekonomis (Priyanka dan Vandana, 2013). struktur kimia polimer

primogel dapat dilihat pada gambar 2.7.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Katukeprints.umm.ac.id/58353/3/BAB II.pdf · intermediate dalam biosintesis hormone steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid)

24

Gambar 2.7 Struktur Kimia Polimer Primogel (Rowe et al., 2009)

2.7.5 Magnesium Stearat

Magnesium stearat merupakan lubrikan yang sangat efektif dan luas

digunakan. Material yang berasal dari sumber hewani, campuran dari stearat dan

palmilat. Magnesium stearat bersifat hidrofobik, oleh sebab itu dalam formulasi

diaplikasikan pada konsentrasi terendah. Magnesium stearat pada campuran

serbuk dapat mempengaruhi sifat aliran campuran. Berbentuk serbuk halus dan

bebas dari butiran. Berwarna putih dan voluminous, bau lemah khas dan tidak

berasa. Kelarutan dari magnesium stearat ini praktis tidak larut dalam air, etanol,

dan dalam eter. Agak larut dalam larutan hangat benzene dan etanol 95%.

Konsentrasi yang digunakan sebagai lubrikan pada tablet adalah 0,25% dan 5,0%

b/b (Rowe et al., 2009). Magnesium stearat (C36H70MgO4) memiliki bobot

molekul 591,24. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak

lebih dari 8,3% MgO (DepKes RI, 2014). Struktur kimia polimer magnesium

stearat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur Kimia Polimer Magnesium Stearat (Rowe et al.,

2009)