29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit, nutrisi dan obat melalui pembuluh darah (Potter & Perry, 2006). Sedangkan menurut Dougherty (2008) mengatakan bahwa terapi intravena adalah penyediaan akses yang bertujuan untuk pemberian hidrasi intravena atau makanan dan administrasi pengobatan. Kanula biasanya dimasukkan untuk terapi jangka pendek maupun untuk injeksi bolus atau infus singkat dalam perawatan di rumah ataupun di unit rawat jalan. 2.1.3 Anatomi Banyak vena dapat digunakan untuk terapi intravena (IV), tapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda diantara tempat-tempat ini. Vena di ekstremitas dipilih sebagai lokasi perifer dan pada mulanya merupakan tempat satu-satunya yang digunakan oleh perawat. Karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki, vena-vena di ekstremitas atas paling sering digunakan. Vena lengan dan tangan diperlihatkan pada gambar 1. Vena-vena kaki sangat jarang, kalaupun pernah, digunakan karena resiko tinggi terjadi tromboemboli, vena ini merupakan cara terakhir dan dapat dilakukan hanya sesuai dengan program medik dokter. Tempat - tempat tambahan untuk dihindari termasuk vena di bawah infiltrasi vena 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Terapi Intravena

2.1.2 Definisi

Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,

nutrisi dan obat melalui pembuluh darah (Potter & Perry, 2006). Sedangkan

menurut Dougherty (2008) mengatakan bahwa terapi intravena adalah penyediaan

akses yang bertujuan untuk pemberian hidrasi intravena atau makanan dan

administrasi pengobatan. Kanula biasanya dimasukkan untuk terapi jangka

pendek maupun untuk injeksi bolus atau infus singkat dalam perawatan di rumah

ataupun di unit rawat jalan.

2.1.3 Anatomi

Banyak vena dapat digunakan untuk terapi intravena (IV), tapi kemudahan akses

dan potensi bahaya berbeda diantara tempat-tempat ini. Vena di ekstremitas

dipilih sebagai lokasi perifer dan pada mulanya merupakan tempat satu-satunya

yang digunakan oleh perawat. Karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki,

vena-vena di ekstremitas atas paling sering digunakan. Vena lengan dan tangan

diperlihatkan pada gambar 1. Vena-vena kaki sangat jarang, kalaupun pernah,

digunakan karena resiko tinggi terjadi tromboemboli, vena ini merupakan cara

terakhir dan dapat dilakukan hanya sesuai dengan program medik dokter. Tempat -

tempat tambahan untuk dihindari termasuk vena di bawah infiltrasi vena

10

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

11

sebelumnya atau di bawah area yang plebitis, vena yang sklerotik atau

bertrombus, lengan dengan pirai arteriovena atau fistula, atau lengan yang

mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit. Selain itu, lengan

pada sisi yang mengalami mastektomi dihindari karena aliran vena balik yang

terganggu.

Gambar 1 Lokasi Pemasangan Infus Sumber Dougherty, dkk (2010)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

12

Vena sentral yang sering digunakan oleh dokter termasuk vena subklavia dan

vena jugularis interna, adalah memungkinkan untuk mengakses (mengkanulasi)

pembuluh darah yang lebih besar ini bahkan ketika vena perifer sudah kolaps, dan

vena ini memungkinkan pemberian larutan dengan osmolar tinggi. Meskipun

demikian bahayanya jauh lebih besar dan mungkin termasuk penusukan yang

kurang hati-hati masuk ke dalam arteri atau rongga pleura.

Idealnya, kedua lengan dan tangan harus di inspeksi dengan cermat sebelum

tempat pungsi vena spesifik dipilih. Lokasi harus dipilih yang tidak mengganggu

mobilisasi. Untuk alasan ini, fosa antekubital dihindari, kecuali sebagai upaya

terakhir. Tempat yang paling distal dari lengan atau tangan umumnya digunakan

pertama kali sehingga IV yang berikutnya dapat dilakukan ke arah yang atas. Hal-

hal berikut menjadi pertimbangan ketika memilih tempat penusukan vena:

a. Kondisi vena

b. Jenis cairan atau obat yang akan diinfuskan

c. Lamanya terapi

d. Usia dan ukuran pasien

e. Riwayat kesehatan dan status pasien sekarang

f. Ketrampilan tenaga kesehatan

Vena harus dikaji dengan palpasi dan inspeksi. Vena harus teraba kuat, elastis,

besar dan bulat, tidak keras, datar, atau bergelombang. Karena arteri terletak dekat

vena dalam fosa antekubital, pembuluh darah harus dipalpasi terhadap pulsasi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

13

arteri (bahkan dengan terpasangnya turniket) dan dihindari pemasangan kanul

pada pembuluh darah yang berpulsasi (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.4 Tujuan

Pilihan untuk memberikan larutan intravena tergantung pada tujuan spesifik untuk

apa hal itu dilakukan. Umumnya, cairan intravena diberikan untuk mencapai satu

atau lebih tujuan berikut ini:

a. Untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari

b. Untuk menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit

c. Untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena

(Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.5 Prosedur

Prosedur Pemasangan Infus (Perry & Potter, 2006).

a. Persiapan

1) Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit.

2) Pelajari kembali program penggantian terapi yang ditetapkan dokter

3) Siapkan peralatan yang dibutuhkan untuk memulai pemasangan selang

intravena (larutan yang benar, jarum yang sesuai, set infus yang sesuai, selang

intravena, alkohol dan swab pembersih yodium-povidon, turniket, papan

penyangga lengan, kassa atau balutan transparan dan larutan atau salep

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

14

yodium-povidon, plester, handuk untuk diletakkan dibawah lengan, tiang IV,

sarung tangan sekali pakai, gown IV).

4) Identifikasi klien dan jelaskan prosedur.

5) Atur peralatan di atas meja yang terpasang disamping tempat tidur atau meja

yang disediakan.

6) Identifikasi vena yang dapat diakses untuk tempat pemasangan jarum IV atau

kateter.

b. Pelaksanaan

1) Cuci tangan

2) Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik steril

3) Periksa larutan dengan menggunakan lima benar pemberian obat.

4) Buka set infus, pertahankan sterilitas di kedua ujungnya

5) Tempatkan klem yang dapat digeser tepat di bawah bilik tetesan dan gerakkan

klem penggeser ke posisi penghentian aliran infus.

6) Masukkan set infus ke dalam kantung cairan

7) Isi selang infus

8) Pilih vena distal untuk digunakan

9) Apabila di tempat insersi jarum terdapat banyak bulu badan, gunting bulu-

bulu tersebut.

10) Apabila memungkinkan, letakkan ekstremitas pada posisi dependen (dalam

keadaan ditopang sesuatu).

11) Pasang turnikuet 10 sampai 12 cm di atas tempat insersi.

12) Pilih vena yang berdilatasi dengan baik

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

15

13) Kenakan sarung tangan sekali pakai

14) Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi dan dengan gerakan

sirkular dari tempat insersi ke daerah luar dengan menggunakan larutan

yodium-povidon. Biarkan sampai kering. Apabila klien alergi gunakan

alkohol 70% selama 30 detik.

15) Lakukan pungsi vena. Fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari di atas vena

dan dengan meregangkan kulit berlawanan dengan arah insersi 5-7 cm, dari

arah distal ke tempat pungsi vena.

16) Lihat aliran balik melalui selang jarum kupu-kupu atau bilik aliran balik

darah di ONC, yang mengindikasikan bahwa jarum telah memasuki vena.

Rendahkan jarum sampai hampir menyentuh kulit. Masukkan lagi kateter

sekitar seperempat inci ke dalam vena dan kemudian longgarkan stylet

(bagian pangkal jarum yang dimasukkan ke vena). Lanjutkan memasukkan

kateter yang fleksibel atau jarum kupu-kupu sampai hub berada di tempat

pungsi vena.

17) Stabilkan kateter dengan salah satu tangan, lepaskan turniket dan lepaskan

stylet dari ONC.

18) Hubungkan adapter jarum infus ke hub ONC atau jarum. Jangan sentuh titik

masuk adapter jarum atau bagian dalam hub ONC.

19) Lepaskan klem penggeser untuk memulai aliran infus dengan kecepatan

tertentu untuk mempertahankan kepatenan selang intravena.

20) Fiksasi kateter IV atau jarum dengan menempelkan plester kecil di bawah

hub kateter dengan sisi perekat ke arah atas dan silangkan plester di atas hub.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

16

Berikan sedikit larutan atau salep yodium-povidon pada tempat pungsi vena.

Biarkan larutan mengering sesuai dengan kebijakan. Tempelkan plester kecil

kedua, langsung silangkan ke hub kateter. Letakkan balutan transparan di atas

tempat pungsi vena, dengan mengikuti petunjuk pabriknya. Fiksasi selang

infus ke kateter dengan sepotong plester berukuran 2,5 cm.

21) Tulis tanggal, waktu pemasangan selang IV, ukuran jarum, dan tanda tangan

serta inisial perawat pada balutan IV.

22) Atur kecepatan aliran untuk mengoreksi tetesan per menit.

23) Buang sarung tangan dan persediaan yang digunakan dan cuci tangan

24) Observasi klien setiap jam untuk menentukan responsnya terhadap terapi

cairan

25) Tulis di catatan perawat tentang tipe cairan, tempat insersi, kecepatan aliran,

ukuran dan tipe kateter IV atau jarum, dan waktu infus dimulai. Catat rens

terhadap cairan IV, jumlah yang diinfuskan, dan integritas serta kepatenan

sistem IV.

2.1.6 Komplikasi

Terapi intravena menimbulkan kecenderungan berbagai bahaya, termasuk

komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi

seringkali lebih serius dibandingkan komplikasi lokal dan termasuk kelebihan

sirkulasi, emboli udara, reaksi demam, dan infeksi.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

17

a. Komplikasi sistemik

1) Kelebihan beban cairan

Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dispnea berat

dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang

membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk infus larutan IV yang cepat atau

penyakit hati, jantung, atau ginjal. Hal ini terutama mungkin terjadi pada pasien

dengan gangguan jantung dan disebut dengan kelebihan beban sirkulasi.

2) Emboli udara

Bahaya emboli udara selalu ada meskipun tidak sering terjadi. Emboli udara

paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral. Adanya embolisme

udara dimanifestasikan dengan dispnea dan sianosis, hipotensi, nadi yang lemah,

cepat, hilangnya kesadaran, dan nyeri dada, bahu, dan punggung bawah.

Pengobatan komplikasi ini adalah dengan segera mengklem kateter,

membaringkan pasien miring ke kiri dalam posisi Trendelenburg, mengkaji tanda-

tanda vital dan bunyi napas, dan memberikan oksigen. Emboli udara dapat

dicegah dengan menggunakan adapter Luer-lok pada semua jalur IV. Komplikasi

embolisme udara termasuk syok dan kematian. Jumlah udara yang dibutuhkan

untuk menyebabkan kematian pada manusia tidak diketahui; meskipun demikian,

kecepatan masuknya udara mungkin sama pentingnya dengan volume aktual

udara yang masuk.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

18

3) Septikemia

Adanya substansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat

mencetuskan terjadinya reaksi demam dan septikemia. Dengan reaksi semacam

ini, perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh mendadak segera setelah infus

dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan,

mual dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum, dan jika parah,

kolaps vaskular. Penyebab septikemia termasuk kontaminasi pada produk IV dan

kelalaian pada teknik asepsis, terutama pada pasien yang mengalami penurunan

sistem imun. Pengobatan bersifat simptomatik dan termasuk melakukan kultur

kateter IV, selang, atau larutan jika dicurigai dan melakukan tempat penusukan IV

yang baru untuk pengobatan dan atau pemberian cairan.

4) Infeksi

Infeksi beragam dalam keparahannya mulai dari keterlibatan lokal dan tempat

penusukan sampai penyebaran sistemik organisme melalui aliran darah, seperti

pada septikemia. Tindakan untuk mencegah infeksi merupakan hal yang penting

pada saat melakukan pemasangan IV dan sepanjang periode pemberian infus.

b. Komplikasi lokal

1) Infiltrasi

Pergeseran jarum dan infiltrasi lokal dari larutan ke dalam jaringan subkutan

bukanlah hal yang jarang terjadi. Infiltrasi ditunjukkan dengan edema disekitar

tempat penusukan, ketidaknyamanan dan rasa dingin di area infiltrasi, dan

penurunan kecepatan aliran yang nyata. Jika larutan yang dipergunakan bersifat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

19

mengiritasi, kerusakan jaringan dapat terjadi. Pemantauan ketat terhadap tempat

penusukan menunjukkan hal penting untuk mendeteksi infiltrasi sebelum hal ini

menjadi parah.

Infiltrasi mudah dikenali jika penusukan lebih besar dari tempat yang sama di

ekstremitas yang berlawanan. Meskipun demikian, infiltrasi tidak selalu senyata

itu. Suatu konsep yang salah adalah bahwa aliran balik darah ke selang

membuktikan bahwa kanul berada di dalam pembuluh darah. Meskipun demikian,

jika ujung kateter menembus dinding pembuluh darah, cairan intavena akan

merembes ke jaringan dan juga mengalir ke dalam vena. Suatu cara yang lebih

dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang turniket di atas

atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan

turniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus terus

menetes meskipun ada obstruksi vena, terjadi infiltrasi.

2) Plebitis

Plebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi

kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah yang

memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau

rasa lunak di daerah penusukan atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insidens

plebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi

cairan atau obat yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan

tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya

mikroorganisme pada saat penusukan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

20

Perawatan termasuk menghentikan IV dan memulai di daerah lain, dan

memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena. Plebitis dapat

dicegah dengan menggunakan teknik asepsis selama pemasangan, menggunakan

ukuran kateter dan ukuran jarum yang sesuai untuk vena, mempertimbangkan

komposisi cairan dan medikasi ketika memilih daerah penusukan, mengobservasi

tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap jam, dan menempatkan

kateter atau jarum dengan baik.

3) Tromboplebitis

Tromboplebitis mengacu pada adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena.

Hal ini dikarakteristik dengan adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa

hangat,dan pembengkakan disekitar tempat penusukan atau sepanjang vena,

imobilisasi ekstremitas karena rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan

aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. Perawatan termasuk

menghentikan IV, memberikan kompres hangat, meninggikan ekstremitas dan

memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan. Dengan adanya tanda dan

gejala tromboplebitis, seseorang tidak seharusnya tidak mencoba melakukan

irigasi jalur IV. Tromboplebitis dapat dicegah dengan menghindarkan trauma

pada vena pada saat IV dimasukkan, mengobservasi tempat penusukan setiap jam,

dan mencek tambahan pengobatan untuk kompabilitas.

4) Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat dari kebocoran darah ke jaringan di sekitar

tempat penusukan. Hal ini dapat disebabkan karena pecahnya dinding vena yang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

21

berlawanan selama penusukan vena, jarum bergeser ke luar vena, dan tekanan

yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter

dilepaskan. Tanda dan gejala dari hematoma termasuk ekimosis, pembengkakan

segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

Perawatan termasuk melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan

dengan kassa steril, memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan

dan kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi darah,

mengkaji tempat penusukan, dan memulai kembali jalur di ekstremitas yang lain

jika diindikasikan. Hematoma dapat dicegah dengan memasukkan jarum secara

hati-hati dan menggunakan perawatan yang baik jika pasien mempunyai kelainan

perdarahan, jika pasien menerima antikoagulan, atau mempunyai penyakit hati

yang sudah parah.

5) Bekuan (clotting)

Bekuan pada jarum merupakan komplikasi lokal yang lain. Hal ini disebabkan

karena selang IV yang tertekuk, kecepatan aliran yang terlalu lambat, kantong IV

yang kosong, atau tidak memberikan aliran setelah pemberian obat atau larutan

intermiten. Tanda dan gejalanya adalah penurunan kecepatan aliran dan aliran

darah kembali ke selang IV. Jika terjadi bekuan, jalur IV harus dihentikan.

Perawatan terdiri dari tidak mengirigasi atau melakukan pemijatan pada selang,

tidak mengembalikan aliran dengan meningkatkan kecepatan atau menggantung

larutan lebih tinggi, dan tidak melakukan aspirasi bekuan dari kanul. Bekuan pada

jarum mungkin dicegah dengan tidak membiarkan katong IV menjadi kosong,

penempatan selang untuk mencegah tertekuknya selang, mempertahankan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

22

kecepatan aliran yang adekuat dan memberikan aliran pada selang setelah

pemberian medikasi atau larutan intermiten. Pada beberapa kasus, urokinase

(Abbokinase) disuntikkan ke dalam kateter untuk membersihkan bekuan yang

diakibatkan oleh fibrin atau bekuan darah.

2.1.7 Prinsip Pengendalian Infeksi

Terapi infus merupakan tindakan invasif yang dapat menimbulkan infeksi jika

perawatan tidak dilakukan secara adekuat. Menurut Hart (1999, dalam Hindey,

2004), mengatakan bahwa untuk meminimalkan resiko infeksi, perawat harus

menyadari bahwa pasien adalah orang yang rentan terjadi infeksi dan faktor yang

berhubungan dengan infeksi, seperti usia yang ekstrim, adanya infeksi, penurunan

daya tahan tubuh, kehilangan integritas kulit, prosedur invasif multipel, terapi

antibiotik dan nutrisi yang kurang. Untuk mencegah terjadinya infeksi maka

teknik pemasangan kanula intravena, persiapan kulit, pengelolaan balutan atau

dresing, pengelolaan set infus, dan penggantian kanula intravena harus dilakukan

sesuai standar (Alexander, et al., 2010; Hindley, 2004; Gabriel, 2008).

Hand Hygiene (HH) merupakan tehnik pengendalian infeksi yang paling penting.

HH harus dilakukan sebelum dan segera setelah pelaksanaan prosedur klinik, atau

sebelum memakai atau melepas sarung tangan (RCN, 2005). Tujuan HH adalah

untuk melindungi baik pasien maupun tenaga kesehatan terhadap kontaminasi

sumber-sumber infeksi (CDC, 2011). HH harus dilakukan perawat pada waktu-

waktu berikut:

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

23

a. Sebelum dan setelah kontak dengan pasien

b. Sebelum kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien lain

c. Setelah melepas sarung tangan pelindung

d. Setelah menggunakan toilet

e. Sebelum keluar area perawatan pada saat waktu istirahat

f. Sebelum dan sesudah melakukan prosedur invasif

g. Sebelum makan

h. Diantara tindakan bersih dan kotor pada pasien yang sama.

Pada saat pemasangan kanula intravena, hal-hal yang harus diperhatikan adalah

mencuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan desinfektan atau

melakukan hands scrub menggunakan alkohol atau cairan desinfektan,

menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, dan memakai celemek

plastik disibel (jika perlu), terutama saat menangani pasien yang mempunyai

penyakit menular seperti penyakit HIV/AIDS, setiap rambut yang berlebihan

harus digunting atau dicukur dengan alat cukur. Selain itu juga harus diperhatikan

lokasi tempat penusukan harus didesinfektan dengan larutan antibakteri, dan

biarkan kering terlebih dahulu, tidak menyentuh kulit area yang sudah

didesinfektan, diusahakan tidak menggunakan lagi kanul atau kateter yang sudah

digunakan (akibat kegagalan menembus vena).

Penggunaan balutan harus dilakukan dengan teknik steril, terutama pada area

insersi kanula. Balutan yang menggunakan kassa dan plester harus diganti setiap

48 jam, sedangkan jika menggunakan transparant harus diganti maksimal sampai

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

24

7 hari, dan pertahankan supaya tetap kering. Set infus harus diganti setiap 72-96

jam sekali, begitu juga lokasi tempat insersi harus dipindah setiap 72-96 jam

sekali dengan menggunakan alat yang baru (INS 2006a, dalam Alexander, et al.,

2010).

2.2 Plebitis

2.2.1 Definisi

Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik

(Smeltzer & Bare, 2002). Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah,

nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Insiden plebitis

meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan

atau obat yang diinfuskan (terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula

dimasukkan. Pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme

pada saat penusukan (Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) plebitis adalah peradangan pada tunika

intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian

terapi infus. Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada

endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada area tersebut. Plebitis

merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh

pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis

yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam (Darmadi, 2008).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

25

Plebitis adalah peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi kimiawi

zat aditif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena. Tanda dan gejalanya

meliputi nyeri, peningkatan temperatur kulit di atas vena, dan pada beberapa

kasus timbul kemerahan di tempat insersi atau sepanjang jalur vena (Potter &

Perry, 2006).

2.2.2 Klasifikasi plebitis

Pengklasifikasian plebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat

kategori penyebab terjadinya plebitis yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post

infus (INS, 2006).

a. Chemical Plebitis (Plebitis kimia)

Kejadian plebitis ini dihubungkan dengan bentuk ren yang terjadi pada tunika

intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi

peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan

material kateter yang digunakan.

PH darah normal terletak antara 7,35 – 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang

diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang berarti adalah netral. Ada

kalanya suatu larutan diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah

terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan

yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam

nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

26

Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan atau jumlah partikel

yang larut dalam suatu larutan. Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia

adalah 285 ±10 mOsm/kg H20 (Sylvia, 1991). Larutan sering dikategorikan

sebagai larutan isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total

larutan tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah

larutan yang memiliki osmolalitas total sebesar 280-310 mOsm/L, larutan yang

memiliki osmolalitas kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi

disebut larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya berpengaruh

terhadap status fisik klien akan tetapi juga berpengaruh terhadap tunika intima

pembuluh darah. Dinding tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian

larutan hiperosmoler yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L.

Terlebih lagi pada saat pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang

kecil. Cairan isotonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan

obat, elektrolit maupun nutrisi (INS, 2006). Vena perifer dapat menerima

osmolalitas larutan sampai dengan 900 mOsm/L. Semakin tinggi osmolalitas

(makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan pada dinding vena perifer

seperti plebitis, tromboplebitis, dan tromboemboli. Pada pemberian jangka lama

harus diberikan melalui vena sentral, karena larutan yang bersifat hipertonis

dengan osmolalitas >900 mOsm/L, melalui vena sentral aliran darah menjadi

cepat sehingga tidak merusak dinding.

Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama

kejadian plebitis. Pada pemberian dengan kecepatan rendah mengurangi iritasi

pada dinding pembuluh darah. Penggunaan material kateter juga berperan pada

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

27

kejadian plebitis. Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin

(teflon) mempunyai resiko terjadi plebitis lebih besar dibanding bahan yang

terbuat dari silikon atau poliuretan (INS,2006).

Partikel materi yang terbentuk dari cairan atau campuran obat yang tidak

sempurna diduga juga bisa menyebabkan resiko terjadinya plebitis. Penggunaan

filter dengan ukuran satu sampai dengan lima mikron pada infus set, akan

menurunkan atau meminimalkan resiko plebitis akibat partikel materi yang

terbentuk tersebut (INS, 2006).

b. Mechanical Plebitis (plebitis mekanik)

Plebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan

kateter intravena. Penempatan kateter pada area fleksi lebih sering menimbulkan

kejadian plebitis, oleh karena pada saat ekstremitas digerakkan kateter yang

terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan

ukuran kateter yang besar pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding

vena (The Centers for Disease Control and Prevention, 2002).

c. Backterial Plebitis (Plebitis Bakteri)

Plebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya

kolonisasi bakteri. Berdasarkan laporan dari The Centers for Disease Control and

Prevention (CDC) tahun 2002 dalam artikel intravaskuler catheter- related

infection in adult and pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan

kateter infus adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi dengan

epidemic HIV/AIDS infeksi oleh karena jamur dilaporkan meningkat. Adanya

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

28

bakterial plebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai predisisi komplikasi

sistemik yaitu septikemia. Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian plebitis

bakteri antara lain:

1) Teknik cuci tangan yang tidak baik.

2) Teknik asepsis yang kurang pada saat penusukan.

3) Teknik pemasangan kateter yang buruk.

4) Pemasangan yang terlalu lama (INS, 2002)

Cuci tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah kontaminasi dari

petugas kesehatan dalam tindakan pemasangan infus. Dalam pesan kewaspadaan

universal petugas kesehatan yang melakukan tindakan invasif harus memakai

sarung tangan. Meskipun telah memakai sarung tangan, teknik cuci tangan yang

baik harus tetap dilakukan dikarenakan adanya kemungkinan sarung tangan robek,

dan bakteri mudah berkembang biak di lingkungan sarung tangan yang basah dan

hangat, terutama sarung tangan yang robek (CDC, 1989). Tujuan dari cuci tangan

sendiri adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan

kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan

menggunakan sabun biasa dan air, sama efektifnya dengan cuci tangan

menggunakan sabun anti mikroba (Pereira, Lee dan Wade, 1990).

Selama prosedur pemasangan atau penusukan harus menggunakan teknik aseptic.

Area yang akan dilakukan penusukan harus dibersihkan dahulu untuk

meminimalkan mikroorganisme yang ada, bila kulit kelihatan kotor harus

dibersihkan dahulu dengan sabun dan air sebelum diberikan larutan antiseptic.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

29

Lama pemasangan kateter infus sering dikaitkan dengan insidensi kejadian

plebitis. May, dkk (2005) melaporkan hasil, di mana mengganti tempat (rotasi)

kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas

plebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh

Webster disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari

72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and

Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi

potensi infeksi (Darmawan, 2008).

d. Post Infus Plebitis

Plebitis post infus juga sering dilaporkan kejadiannya sebagai akibat pemasangan

infus. Plebitis post infus adalah peradangan pada vena yang didapatkan 48-96

jam setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian plebitis post

infus, antara lain:

1) Teknik pemasangan kateter yang tidak baik.

2) Pada pasien dengan retardasi mental.

3) Kondisi vena yang tidak baik.

4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.

5) Ukuran kateter terlalu besar pada vena yang kecil.

2.2.3 Diagnosa dan Pengenalan tanda Plebitis

Plebitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya. Skala plebitis yang

direkomendasikan oleh Infusion Nursing Standard of Pactice (2006a), terdiri dari

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

30

5 dengan skala 0 sampai dengan 4, dimana skala 0 menunjukkan tidak terjadinya

plebitis dan skala 4 menunjukkan plebitis berat. Berikut adalah tabel yang

menunjukkan skala plebitis berdasarkan Infusion Nursing Standard of Practice:

Tabel 2.1 Skala Plebitis

Skala Kriteria Klinis

0 Tidak ditemukan gejala klinis

1 Eritema pada daerah insersi dengan atau tanpa nyeri

2 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema dan/atau edema

3 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema, pembentukan lapisan,

dan/atau pengerasan sepanjang vena.

4 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema, pembentukan lapisan,

pengerasan sepanjang vena sepanjang > 1 inci, dan/atau keluaran purulen

Sumber: Infusion Nurse Society: Standard of Practice, (2006a) dalam Alexander, et.al (2010)

Skala plebitis berdasarkan skor visual telah dikembangkan oleh Andrew Jackson

(1998) dan RCN (2005) dalam Dougherty (2008) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Skor Visual Plebitis

SKOR KEADAAN AREA PENUSUKAN PENILAIAN

0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda plebitis

1 Salah satu dari berikut jelas a. Nyeri area penusukan

b. Adanya eritema di area penusukan

Mungkin tanda dini plebitis

2 Dua dari berikut jelas; a. Nyeri area penusukan

b. Eritema

Stadium dini plebitis

c. Pembengkakan

3 Semua dari berikut jelas;

a. Nyeri sepanjang kanul

b. Eritema

c. Indurasi

4 Semua dari berikut jelas;

a. Nyeri sepanjang kanul

b. Eritema

c. Indurasi d. Venous chord teraba

5 Semua dari berikut jelas;

a. Nyeri sepanjang kanul

b. Eritema

c. Indurasi

d. Venous chord teraba

e. Demam

Stadium Moderat Plebitis

Stadium lanjut atau awal

thromboplebitis.

Stadium lanjut

thromboplebitis

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

31

Daugherty (2008) mengatakan bahwa untuk mendeteksi adanya plebitis, maka

semua pasien yang terpasang infus harus diobservasi terhadap tanda plebitis

sedikitnya 1x24 jam. Observasi juga dilakukan ketika memberikan obat intravena,

mengganti cairan infus dan terhadap perubahan kecepatan tetesan infus.

2.3 Kepatuhan

2.3.1 Definisi Kepatuhan

Patuh adalah sikap positif individu yang ditunjukkan dengan adanya perubahan

secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (Nurbaiti,2004). Kepatuhan

adalah istilah yang menggambarkan pelaksanaan suatu prosedur atau suatu

tindakan sesuai dengan petunjuk atau kesepakatan yang telah ditetapkan bersama

(Yayasan Spritia, 2006). Kepatuhan adalah ketaatan dalam pelaksanaan

pemasangan infus yang telah dibuat. Latenier dan Levine (2002, dalam Hastuti,

2011) mendefinisikan ketaatan merupakan suatu kekuatan yang selalu

berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi

keputusan dan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan.

Kepatuhan merupakan modal dasar bagi seseorang dalam berperilaku. Pada

awalnya individu mematuhi instruksi atau anjuran tanpa kerelaan untuk

melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari sangsi atau

hukuman jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan

apabila dia mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan

(compliance). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini hanya bersifat

sementara, artinya bahwa tindakan itu akan dilakukan selama masih ada

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

32

pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu hilang atau mengendur, maka perilaku

itupun akan ditinggalkan.

Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang

pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda

jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang

menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu

baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses

internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri

individu itu sendiri (Hidayat, dkk, 2011).

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Lomba (dalam Hasan, 2002), ketaatan kerja dipengaruhi oleh faktor-

faktor yaitu:

a. Faktor individu misalnya kebutuhan tumbuh, kebutuhan sosial, latar belakang

kebudayaan, ketepatan tujuan.

b. Faktor Organisasi misalnya struktur organisasi, teknologi yang diterapkan

dalam organisasi.

c. Faktor kesehatan pekerjaan misalnya pekerjaan yang bervariasi, kejelasan

tugas, otonomi, adanya umpan balik.

Menurut Saputra yang dikutip dari Niven (2008) disebutkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat kepatuhan, yaitu :

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

33

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa

pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang

dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman,

kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan

terhadap program pengobatan. Lingkungan yang harmonis dan positif akan

membawa dampak yang positif.

d. Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin sehingga klien

terlihat aktif dalam pembuatan program pengobatan (terapi).

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah suatu hal

penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

34

infomasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan

bagaimana pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.

f. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula tingkat kepatuhan

klien terhadap program pengobatan.

g. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Semakin dewasa

seseorang, maka cara berfikir semakin matang.

h. Dukungan sosial keluarga

Dukungan sosial keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat

dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa tentram dan senang

apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan

dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi

atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik serta penderita mau menuruti

saran-saran yang diberikan keluarga untuk menunjang pengelolaan

penyakitnya.

Ketaatan kerja dan perilaku individu dipengaruhi sedikitnya tiga variabel yaitu:

variabel individu, variabel psikologis dan variabel organisasi (Gibson dalam

Hasan, 2002).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

35

a. Variabel individu yang terdiri atas kemampuan, ketaatan, serta latar belakang

demografis.

b. Variabel psikologis yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan

motivasi.

c. Variabel organisasi yang terdiri dari imbalan jasa, kondisi kerja, dan

kebijakan.

2.3.3 Kriteria Kepatuhan

Depkes RI (2004) dalam Murdani (2010) juga menyebutkan tentang kriteria

kepatuhan yaitu :

a. Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah ataupun aturan

dan semua aturan maupun perintah tersebut dilakukan dan semuanya benar, >

50%.

b. Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak melaksanakan

perintah dan aturan sama sekali, < 50%.

Susanti (2008) menyebutkan bahwa kriteria kepatuhan dibagi menjadi dua yaitu :

a. Patuh adalah tingkat ketaatan dan kedisiplinan klien terhadap program

pengobatan yang diberikan.

b. Tidak patuh adalah ketidaktaatan dan ketidaksiplinan klien terhadap program

pengobatan yang diberikan.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

36

2.3.4 Hubungan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Prinsip Pemberian

Terapi Cairan Intravena dengan Kejadian Plebitis

Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik

(Smeltzer & Bare, 2002). Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya plebitis

seperti faktor kimia, mekanik, bakteri dan faktor yang berpengaruh setelah dilakukan

pemasangan infus. Menurut Hart (1999, dalam Hindey, 2004), mengatakan bahwa

untuk meminimalkan resiko infeksi, perawat harus menyadari bahwa pasien

adalah orang yang rentan terjadi infeksi dan faktor yang berhubungan dengan

infeksi, seperti usia yang ekstrim, adanya infeksi, penurunan daya tahan tubuh,

kehilangan integritas kulit, prosedur invasif multipel, terapi antibiotik dan nutrisi

yang kurang. Untuk mencegah terjadinya infeksi maka teknik pemasangan kanula

intravena, persiapan kulit, pengelolaan balutan atau dresing, pengelolaan set infus,

dan penggantian kanula intravena harus dilakukan sesuai standar (Alexander, et

al., 2010; Hindley, 2004; Gabriel, 2008).

Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan pelaksanaan suatu prosedur atau

suatu tindakan sesuai dengan petunjuk atau kesepakatan yang telah ditetapkan

bersama (Yayasan Spritia, 2006). Kepatuhan perawat dalam melaksanakan prinsip

asepsis pemasangan infus memberikan dampak yang besar terhadap angka

kejadian plebitis pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit. Penelitian yang

dilakukan oleh Nuryati Eti dengan judul hubungan kepatuhan perawat melakukan

cuci tangan dengan kejadian infeksi nosokomial di RS Awal Bros Tangerang.

Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan cuci tangan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

37

dengan infeksi nosokomial dengan variabel kepatuhan cuci tangan pada kategori

tidak patuh 40% dan kejadian infeksi sebesar 20%.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 … II.pdf · Usia dan ukuran pasien e. ... 2.1.5 Prosedur ... mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap

38