30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bermain Bermain tidak dapat dipisahkan dari dia anak atau dengan kata lain dunia anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan haunl yang amat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain anak akan belajar tentang dunia sekitarnya dan belajar berkomunikasi dengan obyek, waktu, lingkungan yang berhubungan dengan orang lain. Juga dengan bermain anak akan belajar menghadapi berbagai macam stres. Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, meskipun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu misalnya keuntungan financial ( uang ). Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira, atau perasaan lainnya, sehingga dengan memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak. 1. Pengertian Bermain Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik ( Miller B F, 1983 ). 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bermain - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-sarwipujia... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bermain Bermain tidak dapat

  • Upload
    lydien

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bermain

Bermain tidak dapat dipisahkan dari dia anak atau dengan kata lain dunia

anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan haunl yang amat penting

bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain anak akan

belajar tentang dunia sekitarnya dan belajar berkomunikasi dengan obyek,

waktu, lingkungan yang berhubungan dengan orang lain. Juga dengan

bermain anak akan belajar menghadapi berbagai macam stres.

Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi

anak, meskipun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu

misalnya keuntungan financial ( uang ). Anak bebas mengekspresikan

perasaan takut, cemas, gembira, atau perasaan lainnya, sehingga dengan

memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak.

1. Pengertian Bermain

Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk

mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya

anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik ( Miller B

F, 1983 ).

6

7

Pengertian lain mengenai bermain disampaikan oleh Foster dan

Pearden yang didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh

seorang anak secara sungguh-sungguh sesuai dengan keinginannya

sendiri / tanpa paksaan dari orang tua maupaun lingkungan dimana

dimaksudkan semata hanya untuk memperoleh kesenangan dan

kepuasan.

2. Teori-teori Tentang Bermain

Bermain merupakan sebuah kesatuan yang komplek yang merupakan

aktifitas spontan, unik, tidak direncanakan, dan aktif baik kemampuan

motorik maupun kognitif. Ada enam macam teori bermain ( Suherman,

1999, hal 56 ) yaitu :

a. Teori Rekreasi.

Teori ini dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus

pada tahun 1884 yang menyebutkan bahwa “Permainan adalah

suatu kesibukan untuk menenangkan pikiran dan atau untuk

beristirahat”. Misalnya pada orang sibuk bekerja maka ia perlu

bermain untuk mengembalikan energinya yang hilang dan

kesegaran badannya

b. Teori Kelebihan tenaga / Teori Pelepasan

Teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer dari Inggris tahun

1968, bahwa “ Kegiatan bermain pada anak karena ada kelebihan

8

tenaga”.Dengan adanya tenaga yang berlebihan pada diri anak

dapat dilepaskan melalui kegiatan bermain sehingga dalam diri

anak tetap terjaga.

c. Teori Atavistis

Seorang psikolog dari Amerika yang bernama Stanley Hall pada

tahun 1970 menyebutkan bahwa “Didalam permainan akan timbul

bentuk-bentuk perlaku seperti bentuk kehidupan yang pernah

dialami oleh nenek moyang”.Contohnya bermain kelereng yang

telah dilakukan sejak jaman Yunani kuno, tatap dilakukan sampai

sekarang

d. Teori Biolagis

Tokoh teori ini Karl Gross dari Jerman pada tahun 1905 yang

kemudian dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori pada

tahun1907 dari Italia, teori ini mengatakan bahwa “Permainan

mempunyai tugas-tugas biologis untuk melatih bermacam-macam

fungsi jasmani dan rohani.

e. Teori Psikologi Dalam

Orang yang merupakan tokoh dalam teori ini adalah Sigmund

Freud tahun1961 dan Adler pada tahun1967. Menurut

Freud”Permainan merupakan bentuk pemuasan nafsu seksual di

daerah bawah sadar”. Sedangkan menurut Adler”Permainan

9

merupakan nafsu di daerah bawah sadar yang bersumber dari

adanya dorongan nafsu untuk berkuasa”

f. Teori Fenomenologi

Teori ini dikemukakan oleh Prof. Kohnstamm dari Belanda pada

tahun 1985, bahwa ”Permainan merupakan suatu fenomena atau

gejala nyata, yang mengandung unsur suasana permainan, jadi

tujuan bermain adalah permainan itu sendiri”.

3. Pinsip-prinsip dalam aktifitas bermain

Pada dasarnya aktivitas bermain pada anak tidak hanya dengan

menggunakan alat permainan saja. Perhatian dan kasih sayang yang

diberikan oleh orang tua terhadap anaknya, seperti sentuhan,bercanda,

belaian, dan lainnya, merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi

anak, terutama pada tahun pertama kehidupannya.( Soetjiningsih,

1995) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

agar aktivitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagaimana

berikut ini :

a. Perlu ekstra energi

Bermain memerlukan energi yang cukup, sehingga anak

memerlukan nutrisi yang memadai. Asupan ( intake ) yang kurang

dapat menurunkan gairah anak. Anak yang sehat memerlukan

10

aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun

bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenuh.

Pada anak yang sakit, keinginan untuk bermain umumnya menurun

karena energi yang ada digunakan untuk mengatasi penyakitnya.

Aktivitas bermain anak sakit yang bisa dilakukan adalah bermain

pasif, misalmya, dengan nonton TV, mendengar musik, dan

menggambar.

b. Waktu yang cukup

Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga

stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan

mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat

permainannya.

c. Alat Permainan

Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan

tahap perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan

hal ini, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi

dengan benar. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa alat

permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsur edukatif

bagi anak.

d. Ruang untuk bermain

Aktivitas bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, di

halaman, bahkan di ruang tidur. Diperlukan suatu ruangan atau

11

tempat khusus untuk bermain bila memungkinkan, di mana

ruangan tersebut sekaligus juga dapat menjadi tempat untuk

menyimpan mainannya.

e. Pengetahuan cara bermain

Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-

temannya, atau diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang terakhir

adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan lebih

berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan

tersebut. Orang tua yang tidak pernah mengetahui cara bernain dari

alat permainan yang diberikan umumnya membuat hubungannya

dengan anak cenderung menjadi kurang hangat.

f. Teman bermain

Dalam bermain, anak memerlukan teman, bisa teman sebaya,

saudara, atau oang tuanya. Ada saat-saat tertentu di mana anak

bermain sendiri agar dapat menemukan kebutuhannya sendiri.

Bermain yang dilakukan bersama dengan orang tuanya akan

mengakrabkan hubungan dan sekaligus memberikan kesempatan

kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan yang dialami

oleh anaknya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi

anak dan membantu anak dalam memahami perbedaan.

4. Jenis Permainan

12

Dalam melaksanakan aktivitas bermain pada anak, usia dan tingkat

perkembangan anak selalu harus dipertimbangkan, mengingat bahwa

alat permainan yang digunakan merupakan salah satu alat untuk

menstimulasi perkembanganya. Pada bagian ini, selain menjelaskan

mengenai alat permainan akan dijelaskan pula mengenai klasifikasi

bermain berdasarkan isi dan karakteristik sosial ( Wong, 1998 ). Isi

bermain ditekankan atau diutamakan pada aspek fisik. Meskipun

demikian hubungan sosial tidak dapat diabaikan. Bermain diawali dari

yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Berdasarkan isinya,

bermain dapat dibedakan menjadi permainan yang berhubungan

dengan orang lain ( social effective play ), permainan yang

berhubungan dengan kesenangan ( sense pleasure play ), permainan

yang hanya memperhatikan saja ( unocupied behavior ), dan

permainan ketrampilan ( skill play ).

Berdasarkan karakteristik sosial, bermain merupakan interaksi antara

anak dan orang dewasa yang dipengaruhi oleh usia anak. Pada tahun-

tahun pertama, anak lebih suka bermain sendiri. Tipe bermain

berdasarkan karakteristik sosial diantaranya adalah permainan dengan

mengamati teman-temannya bermain ( onlooker play ), permainan

yang dimainkan sendiri ( solitary play ), permainan bersama teman

tanpa interaksi ( parallel play ), permainan dengan bermain bersama

tanpa tujuan kelompok ( associative play ), dan permainan dengan

13

bermain bersama yang diorganisir ( couperative play ). Pada bagian ini

akan diberikan contoh mengenai alat-alat permainan sesuai usia,

terutama untuk anak yang berusia 0-5 tahun berdasarkan isi dan

karakter sosialnya.

a. Masa Bayi ( 0-1 Tahun )

Stimulus yang diberikan pada anak seharusnya sudah dimulai sejak

dalam kandungan, misalnya dengan bisikan, sentuhan pada perut

ibu, gizi ibu yang mencukupi, dan menghindari pemicu stres yang

mempengaruhi psikologis ibu.

Setelah lahir, stimulus langsung dilakukan pada bayi. Pada tahun

pertama kehidupan, stimulus diberikan untuk perkembangan

sensori motor, meskipun pada tahun-tahun berikutnya stimulasi ini

tetap harus diberikan. Stimulasi yang diberikan melalui aktivitas

bermain bertujuan untuk :

1) Melatih dan mengevaluasi reflek- reflek fisiologis

2) Melatih koordinasi antara mata dan tangan serta mata dan

telinga

3) Melatih untuk mencari obyek yang tidak kelihatan

4) Melatih sumber asal suara

5) Melatih kepekaan perabaan

14

Contoh alat permaianan yang dianjurkan adalah benda yang aman

untuk dimasukan kemulut, boneta orang / binatang yang lunak,

mainan yang bersuara, bola dan lain-lain.

Karakteristik permainan pada masa bayi berdasarkan isi adalah

permainan yang memungkinkan anak berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya dan permainan yang memberikan kesenangan

pada anak.

b. Masa Balita ( 2-3 Tahun )

Pada masa ini, anak cenderung untuk melekat pada satu macam

mainan yang dapat diperlakukan sesuda anak tersebut.

Tujuan bermain pada masa balita hádala :

1) Mengembangkan ketrampilan bahasa

2) Melatih motorik halus dan kasar

3) Mengembangkan kecerdasan ( mengenal warna, berhitung )

4) Melatih daya imajinasi

5) Menyalurkan perasaan anak

Alat permainan yang dianjurkan bagi anak pada masa ini, misalnya

lilin yang dapat dibentuk, alat untuk menggambar, puzzle

sederhana, manik-manik, dan alat- alat rumah tangga. Pada masa

ini, keakuan anak sangat menonjol ( egosentris ) dan anak belum

memahami makna dari memiliki, sehingga anak sering berebut

15

mainan karena masing-masing menganggap bahwa mainan itu

adalah miliknya.

Berdasarkan isi bermain, permainan anak pada masa ini tergolong

dalam permainan untuk suatu ketrampilan ( skill play ) karena

anak mulai berkembang fase otonomi ( kemandirian ) dan

independennya ( kebebasan ). Berdasarkan karakteristik bermain,

permainan pada masa ini termasuk permainan dengan bermain

bersama teman tanpa interaksi ( parallel play ). Pada masa ini,

anak kelihatan ingin berteman tetapi kemampuan sosialnya belum

memadai. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa anak bermain

secara spontan dan bebas serta dapat berhenti sesukanya.

Koordinasi motorik masih kurang sehingga sering merusak

mainannya.

c. Masa Prasekolah Akhir ( 4-5 Tahun )

Pada masa ini, anak mulai berkembang dan anak ingin mengetahui

lebih banyak lagi mengenai hal-hal disekitarnya. Anak mulai

berfantasi dan mempelajari model keluarga atau bermain peran,

seperti peran guru, ibu, dan lain-lain. Dengan demikian, isi

bermain anak lebih banyak menggunakan simbol-simbol dalam

permainan atau yang sering disebut dengan permainan peran

(dramatic role play). Permainan yang meningkatkan ketrampilan

(skill play ) juga masih berkembang pada masa ini.

16

Berdasarkan karakteristik sosial, anak mulai bermain bersama

teman-temannya, tetapi tidak ada tujuan kelompok ( associative

play ). Dalam hal ini anak berinteraksi dengan saling meminjam

alat permainan. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai

bermain bersama dengan tujuan yang ditetapkan, misalnya tujuan

kompetisi. Karakteristik permainan seperti ini disebut dengan

permainan dengan kerja sama (cooperative play ).

Alat permainan yang dianjurkan, misalnya, buku, majalah, alat

tulis, / krayon, balok, dan aktivitas berenang. Dalam bermain, anak

hendaknya memiliki teman. Dan pada masa ini, bermain

mempunyai tujuan sebagai berikut :

1) Mengembangkan kemampuan berbahasa, berhitung, serta

menyamakan dan membedakan

2) Merangsang daya imajinasi

3) Menumbuhkan sportivitas, kreativitas, dan kepercayaan diri

4) Memperkenalkan ilmu pengetahuan, suasana gotong royong,

dan kompetisi.

5) Mengembangkan koordinasi motorik, sosialisasi, dan

kemampuan untuk mengendalikan emosi.

d. Anak usia Sekolah ( 6-12 Tahun )

17

Pada anak usia 6-12 tahun ( sekolah ), anak mulai bermain dengan

dimensi baru dimana anak tidak hanya senang dengan permainan

fisik saja tetapi juga ketrampilan intelektual, fantasi serta mulai

terlibat dengan kelompok. Karakteristik permainannya menjadi

cooperative play. Jenis-jenis permainan pada usia 6-8 tahun yaitu

puzzle, kartu, buku, alat untuk mencat / melukis, dan bersepeda,

sedangkan pada anak yang berusia 8-12 tahun permainan yang

dapat dilakukan adalah olah raga, membaca buku, mengumpulkan

perangko, dan bermain kartu ( Suherman, 1999 )

5. Persyaratan Alat Permainan

Tidak semua alat permainan dapat digunakan untuk anak-anak sebagai

alat untuk bermain, tetapi semua alat permainan harus memenuhi

syarat-syarat tertentu diantaranya:

a. Aman

Alat permainan anak dibawah usia dua tahun tidak boleh terlalu

kecil, warna catnya harus terang dan tidak boleh mengandung

racun, tidak ada bagian-bagian yang tajam,serta tidak ada bagian-

bagian yang mudah pecah. Karena pada umur ini anak mengenal

benda disekitarnya dengan cara memegang, mencengkeram dan

memasukan kedalam mulutnya.

b. Ukuran dan berat alat permainan harus sesuai dengan usia anak

18

Jika ukuranya terlalu besar akan sukar dijangkau oleh anak,

sebaliknya jika terlalu kecil akan berbahaya karena dapat dengan

mudah tertelan oleh anak. Sedangkan kalau alat permainan terlalu

berat, anak akan sulit memindahkannya serta akan membahayakan

apabila alat permainan itu jatuh dan mengenai anak.

c. Disainnya harus jelas

Alat permainan harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan dan

warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.

d. Kegunaan / fungsi alat permainan

Alat permainan harus mempunyai fungsi yang jelas untuk

menstimuli perkembangan anak.

e. Bervariasi

Alat permainan dapat dimainkan secara bervariasi ( dapat

dibongkar pasang ), namun tidak terlalu sulit agar anak tidak

frustasi, dan tidak terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.

f. Universal

Alat permainan sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua

budaya dan bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, alat permainan

mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.

g. Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh

masyarakat luas.Karena alat permainan berfungsi sebagai stimulus

untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan masyarakat, baik

19

yang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi maupun rendah,

hendaknya dapat menyediakannya. Alat permainan bisa didesain

sendiri asal memenuhi persyaratan.

6. Fungsi Bermain Pada Anak

Telah disinggung diawal bahwa dunia anak tidak bisa dipisahkan

dengan dunia bermain. Keduanya bersifat universal disemua bangsa

dan budaya. Diharapkan bahwa dengan bermain, anak akan

mendapatkan stimulus yang mencukupi agar dapat berkembang secara

optimal. Berkaitan dengan hal tersebut, Wong ( 1995 ) menjelaskan

bahwa bermain pada anak hendaknya mempunyai fungsi-fungsi

berikut ini :

a. Perkembangan sensori motor

Aktivitas sensori motor merupakan bagian yang berkembang

paling dominan pada masa bayi. Perkembangan sensori motor ini

didukung oleh stimulasi visual, stimulasi pendengaran, stimulasi

taktil ( sentuhan ), dan stimulasi kinetik. Stimulus sensorik yang

diberikan oleh lingkungan anak akan direspons dengan

memperlihatkan aktivitas-aktivitas motoriknya.

Stimulasi visual merupakan stimulasi awal yang penting pada

tahap permulaan perkembangan anak. Anak akan meningkatkan

20

perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui penglihatannya. Oleh

karena itu, orang tua disarankan untuk memberikan mainan

berwarna warni pada usia tiga bulan pertama. Stimulasi

pendengaran ( stimulasi auditif ) adalah sangat penting untuk

perkembangan bahasanya ( verbal ), terutama pada tahun

kehidupannya. Memberikan sentuhan ( stimulus taktil ) yang

mencukupi pada anak berarti memberikan perhatian dan kasih

sayang yang diperlukan pada anak. Stimulus semacam ini akan

menimbulkan rasa aman dan percaya diri pada anak seingga anak

akan lebih responsif dan berkembang. Stimulasi kinetik akan

membantu anak untuk mengenal lingkungan yang berbeda.

b. Perkembangan Kognitif ( intelektual )

Anak belajar mengenal warna, bentuk / ukuran, tekstur dari

berbagai macam obyek, angka, dan benda. Anak belajar untuk

merangkai kata, berpikir abstrak, dan memahami hubungan ruang

seperti naik, turun, di bawah, dan terbuka. Aktivitas bermain juga

dapat membantu perkembangan ketrampilan dan mengenal dunia

nyata atau fantasi.

c. Sosialisasi

Sejak awal masa anak-anak, bayi telah menunjukan ketertarikan

dan kesenangan terhadap orang lain, terutama terhadap ibu.

Dengan bermain, anak akan mengembangkan dan memperluas

21

sosialisasi, belajar untuk mengatasi persoalan yang timbul,

mengenal nilai-nilai moral dan etika, belajar mengenai apa yang

salah dan benar, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu yang

diperbuatnya. Pada tahun pertama, anak hanya mengamati obyek

disekitarnya. Pada usia 2-3 tahun, biasanya anak suka bermain

peran sebagai ayah, ibu dan lain-lain. Pada usia prasekolah, anak

lebih banyak bergabung dengan kelompok sebayanya dan

mempunyai teman fafori.

d. Kreativitas

Tidak ada situasi yang lebih menguntungkan / menyenangkanuntuk

berkreasi daripada bermain. Anak-anak dapat bereksperimen dan

mencoba ide-idenya. Sekali anak merasa puas untuk mencoba

sesuatu yang baru dan berbeda, ia akan memindahkan kreasinya

kesituasi yang lain.Namun demikian, orang tua yang bercerai,

orang tua yang sibuk bkerja, atau orang tua tunggal dapat

mempengaruhi kemampuan anak untuk bermain secara spontan

dan perkembangan imajinasinya. Oleh karena itu, untuk

mengembangkan kreasi anak diperlukan lingkungan yang

mendukung.

e. Kesadaran Diri

Dengan aktivitas bermain, anak akan menyadari bahwa dirinya

berbeda dengan yang lain dan memahami dirinya sendiri. Anak

22

belajar untuk memahami kelemahan dan kemampuannya

dibandingkan dengan anak yang lain. Anak juga mulai melepaskan

diri dari orang tuanya.

f. Nilai- nilai Moral

Anak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah dari

lingkungan rumah maupun sekolah. Interaksi dengan kelompoknya

memberikan makna pada latihan moral mereka . Jika masuk

kedalam suatu kelompok, anak harus mentaati aturan, misalnya,

kejujuran.

g. Nilai Terapeutik

Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan.

Dengan bermain , anak dapat mengekspresikan emosi dan

ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak

dapat diekspresikan di dunia nyata.

7. Bermain Di Rumah Sakit

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, masa bermain anak

merupakan aktivitas yang sangat diperlukan untuk stimulus tumbuh

kembangnya. Bagaimana dengan anak yang berada di rumah sakit?

Apakah mereka juga perlu bermain? Jawabannya adalah perlu. Akan

tetapi , perlu diperhatikan sejauh mana kemampuan anak dalam

melakukan aktivitas.

23

Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat

melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan

kreativitas anak, dan anak dapat beradaptasi secara lebih efektif

terhadap stres. Sering kali terjadi bahwa setelah anak dirawat di rumah

sakit, aspek tumbuh kembangnya diabaikan. Petugas hanya

memfokuskan pada bagaimana agar penyakitnya sembuh.

Setelah pulang, orang tua mengeluh bahwa anaknya menjadi regresi (

kekanak-kanakan ), padahal sebelum sakit lebih mandiri dan tumbuh

normal seperti teman sebayanya.

Supaya anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu

perhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Anak tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih

singkat untuk menghindari kelelahan, dan alat- alat permainannya

lebih sederhana. Misainya, menyusun balok, membuat kraft (

kerajinan tangan ), dan menonton TV.

b. Relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.

Orang tua boleh membawamainan dari rumah. Tetapi, mainan

harus berada dalam kondisi bersih.

c. Sesuai dengan kelompok usia.

Untuk rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya

waktu bermain perlu dijadwalkan dan dikelompokan sesuai dengan

24

usia, karena kebutuhan bermain berbeda antara anak dengan usia

yang lebih rendah dengan anak berusia lebih tinggi.

d. Tidak bertentangan dengan terapi.

Apabila program terapi mengharuskan anak untuk beristirahat,

maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan di tempat tidur. Anak

jangan diperbolehkan turun dari tempat tidur, meskipun ia

kelihatannya mampu.

e. Perlu partisipasi orang tua dan keluarga.

Anak yang dirawat di rumah sakit sebaiknya jangan dibiarkan

sendiri. Aturan rumah sakit yang melarang orang tua menunggui

anaknya bertentangan dengan aspek tumbuh kembang anak.

Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak di rumah sakit

diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Hospitalisasi

adalah menempatkan seseorang di rumah sakit untuk dirawat

(Gayatri,1990).

Pelaksanaan aktivitas bermain di rumah sakit, memerlukan

keterlibatan petugas kesehatan, termasuk tenaga perawat yang

mungkin bertugas di bagian anak. Untuk itu perlu upaya-upaya

sebagai berikut :

1) Menyediakan alat permainan.

25

Dalam menyediakan alat permainan, syarat-syarat permainan

yang edukatif tetap perlu diperhatikan. Apabila perlu, orang tua

diperbolehkan untuk membawa mainan anak dari rumah.

2) Menyediakan tempat bermain

Karena anak berada di rumah sakit, hendaknya disediakan

ruangan khusus untuk bermain. Apabila tidak memungkinkan,

maka bermain bisa dilaksanakan di tempat tidur. Hal tersebut

diperlukan untuk menghindari infeksi nosokomial, yaitu infeksi

yang didapat saat dirawat di rumah sakit

3) Dalam pelaksanaannya, aktivitas bermain di rumah sakit

merupakan tanggung jawab petugas kesehatan dengan dibantu

oleh orang tua. Alat- alat permainan perlu dikelompokan

berdasarkan bahannya. Bahan yang beresiko menimbulkan

trauma, jangan dicampur dengan bahan yang tidak berbahaya.

Selain itu, adanya faktor penghambat atau pendukung perlu

diperhatikan agar permasalahan yang timbul dapat dicari

solusinya.

4) Pada tahun pertama, anak hanya mengamati obyek

disekitarnya. Antara usia 2-3 tahun, umumnya anak bermain

peran sebagai ibu, ayi, dokter, pasien, atau pelanggan.

26

Pada usia prasekolah, anak lebih banyak bergabung dengan

kelompok sebayanya dan mempunyai teman favorit.

B. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Menurut pendapat Hammer dan Organ (1978) bahwa :

” Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan

dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengolah segala

sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Manusia dalam

mengorganisasikan dan memberi arti pada suatu rangsangan selalu

menggunakan inderanya melalui proses mendengar, melihat, meraba,

merasakan dan mencium, yang dapat terjadi secara terpisah-pisah atau

serentak. Bagaimana segala sesuatu mempengaruhi persepsi seseorang,

nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang dilihnya”.(dikutip

oleh Adam,2000).

Menurut pendapat Gibson (1990) bahwa”Persepsi adalah fungsi dan

cara seseorang memandang sesuatu”. Seseorang mengamati suatu

obyek psikologis seperti : gagasan, kejadian, atau situasi tertentu yang

diwarnai oleh kepribadiannya (Gibson, 1990, hal 17)

Dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi adalah kemampuan

seseorang dalam menggambarkan rangsangan atau obyek psikologis

seperti gagasan, kejadian atau situasi tertentu yang ditangkap melalui

27

panca indranya ( melihat, mendengar, merasakan, meraba dan

mencium ) secara terpisah-pisah atau serentak sehingga didapatkan

gambaran yang jelas atau respon seseorang tentang rangsangan yang

diterimanya dan menjadi dasar perilaku seseorang.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi perawat tentang bermain.

Menurut Mar’at (1981) bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor

pengalaman, proses belajar, cakrawala / wawasan dan pengetahuan.

Sedangkan menurut David dan Richard (1977) dikatakan bahwa

”Persepsi dipengaruhi oleh faktor personal, faktor situasional dan

perhatian” ( dikutip dari Jalaludin, 1986, hal 64 ).

a. Faktor personal berasal dari kebutuhan dan pengalaman masa lalu.

Yang menentukan persepsi adalah karakteristik orang yang

memberikan respon pada stimuli itu. David dan Harari (1968)

mengatakan bahwa ”Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

biasa disebut kerangka rujukan, yang berguna untuk menganalisa

interpretasi perseptual dari peristiwa yang dialami”.

b. Faktor situasional yang menentukan persepsi berasal dari sifat

stimulasi fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan. Menurut

teori Gestalt apabila mempersepsi sesuatu harus mempersepsinya

sebagai suatu keseluruhan. ”Dalam memahami peristiwa harus

dipahami secara keseluruhan bukan fakta-fakta yang terpisah” (

Jalaludin, 1986 )

28 C. Perawat

1. Pengertian Perawat

Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 mendefinisikan bahwa

”Perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya

yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan”.

Menurut Departemen Kesehatan mendefinisikan bahwa :

”Perawatan adalah suatu pelayanan esensiil yang diberikan

olehperawat berdasarkan cinta kasih kepada individu, keluarga dan

masyarakat baik yang sehat dan khususnya yang mempunyai masalah

kesehatan dalam usaha mencapai derajat kesehatan semaksimal

mungkin meliputi upaya-upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif sesuai dengan potensi yang ada”. ( Depkes RI, 1991 )

Jadi dapat disimpulkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah

menyelesaikan suatu pendidikan keperawatan pada berbagai tingkat

pendidikan dari sekolah perawat kesehatan sampai sarjana

keperawatan yang telah memenuhi syarat dan diberi wewenang oleh

pemerintah untuk memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan

cinta kasih kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat

maupun yang mempunyai masalah kesehatan, meliputi upaya-upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan potensi yang

ada dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.

29

2. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan

Hasil lokakarya nasional keperawatan 1983 peran perawat yang utama

ditetapkan adalah sebagai berikut :

a. Pelaksana Pelayanan Keperawatan

Perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan

keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling

komplek kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. Pengelola dalam bidang pelayanan dan institusi pendidikan

keperawatan.

Perawat bertanggung jawab dalam hal administrasi keperawatan

baik didalam masyarakat maupun didalam institusi, dalam

mengelola pelayanan keperawatan untuk individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Perawat juga bekerja sebagai

pengelola suatu sekolah atau program pendidikan keperawatan.

c. Pendidikan dalam Ilmu Keperawatan

Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran

ilmu keperawatan, khususnya pelayanan, pendidikan, dan

administrasi keperawatan. Perawat juga menunjang

pengembangan dibidang kesehatan dengan cara berperan serta

dalam kegiatan penelitian kesehatan.

Diantara keempat peran perawat tersebut, hanya dua peran yang

dilaksanakan oleh perawat di ruang anak yaitu sebagai pelaksana

30

pelayanan keperawatan dan pengelola pelayanan keperawatan.

Dalam melaksanakan peran sebagai pelaksana keperawatan,

perawat berusaha memberi rasa aman dan kenyamanan,

menjamin agar hak dan kewajiban pasien terlaksana dengan

seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan, menjadi

mediator antara pasien dengan anggota tim kesehatan lain, dan

mengembalikan fungsi tubuh agar dapat berfungsi normal.

Fungsi perawat dalam perawatan kesehatan anak di rumah sakit

pada unit rawat inap adalah :

1) Mempersiapkan dan memelihara kebersihan pasien dan

lingkungannya.

2) Menerima pasien baru.

3) Menjelaskan kepada anak / orang tua tentang ruang

perawatan, lingkungan, peraturan-peraturan yang berlaku,

fasilitas yang ada dan cara penggunaannya serta kegiatan

pasien.

4) Menciptakan hubungan yang manusiawi baik dengan anak

dan keluarga.

5) Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien.

d. Karakteristik perawat.

31

Manusia sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang

bebeda, seperti : umur, jenis kelamin, status perkawinan , tingkat

pendidikan, maupun pengalamannya. Perawat juga merupakan

individu yang memiliki karakteristik berbeda yang

mempengaruhi persepsinya dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien anak secara komprehensif.

1) Umur

Sejak lahir manusia telah memiliki organ-organ perseptual

seperti mata,telinga, mulut, hidung, tangan dan organ

perseptual lainnya yangtelah dianugerahkan oleh Tuhan.

Organ-oragan perseptual ini berkembang sesuai dengan

bertambahnya usia seseorang.

Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Jalaludin ( 1986 )

bahwa ”Umur sebagai unsur biologis dari seseorang

menunjukan tingkat kematangan organ-organ fisik pada

manusia terutama organ-organ perseptual sehingga proses

persepsi dapat berlangsung”

Hal ini sesuai dengan pendapat Adam ( 2000 ) yang

mengatakan bahwa ”Proses persepsi ditentukan oleh faktor

yang berkaitan dengan konsep seseorang tentang dirinya

sendiri” .

32

Konsep diri seseorang mulai timbul sejak manusia dilahirkan

dan mencapai tahap kematangan pada usia dewasa.

Sedangkan pada usia lanjut akan akan kembali mengalami

penurunan.

2) Status dan usia perkawinan

Orang mendapatkan pengalaman dari sesuatu yang pernah

dilakukan seperti pengalaman dalam hubungan perkawinan.

Orang yang telah menikah biasanya memiliki pengalaman

yang lebih banyak dalam menjalin hubungan dengan

pasangan dan seluruh keluarga pasangannya bahkan

pengalaman dalam hidup bermasyarakat. Dengan

bertambahnya usia perkawinan seseorang akan bertambah

pula pengalaman seseorang dalam memberikan perawatan

pada anak dari hasil perkawinannya dan tentunya akan

mempengaruhi juga persepsi seseorang .

Status dan usia perkawinan sangat mempengaruhi

pengalaman seseorng yang merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mar’at ( 1981 ) yang mengatakan bahwa ”Persepsi

dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar,

cakrawala / wawasan dan pengetahuan” ( Jalaludin, 1986 )

3) Tingkat Pendidikan

33

Pendidikan merupakan suatu proses berulang tanpa henti

untuk mengatasi berbagai konflik sosial. Pendidikan tidak

hanya mempengaruhi unsur kognitif seperti : persepsi, proses

belajar dan pemecahan pesoalan atau pemilihan perilaku

tetapi juga merubah nilai-nilai seperti : persepsi, minat,

perasaan dan sikap.

Pendapat Juster ( 1984 ) mengatakan bahwa ”Pendidikan

merupakan faktor yang penting dalam kehidupan seorang

pekerja”. Melalui pendidikan akan menghasilkan perubahan

dalam keseluruhan cara hidup seseorang.

Pearlin dan Kohn ( 1966 ) mengatakan bahwa : ”Seseorang

yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai keinginan

untuk mengembangkan dirinya sedangkan mereka yang

berasal dari tingkat pendidikan yang rendah cenderung untuk

mempertahankan tradisi yang sudah ada”.

Oleh karena itu perawat yang mempunyai keinginan

mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan serta

kemampuan yang dimilikinya dapat ditempuh melalui

pendidikan keperawatan berkelanjutan.

4) Pengalaman Kerja

Lama kerja biasanya dikaitkan dengan waktu seseorang mulai

bekerja, semakin lama seseorang bekerja semakin banyak

34

pengalaman yang didapatkan selama bekerja. Menurut Adam

( 2000 ) bahwa ”Pengalaman merupakan salah satu faktor

didalam diri manusia yang sangat menentukan tahap

penerimaan rangsang pada saat proses persepsi berlangsung”

Pengalaman bekerja seorng perawat yang berkaitan erat

dengan pengalaman-pengalaman yang didapat selama

menjalankan tugas. Orang yang berpengalaman akan

memiliki persepsi yang baik tentang pekerjaannya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Priharjo ( 1995 ) bahwa ”Orang yang

berpengalaman selalu akan lebih pandai daripada mereka

yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman”.

Pengalaman seorang perawat dapat diperoleh selama

melaksanakan tugas sebagai perawat. Semua tambahan

pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam kurun waktu tertentu akan membuat perawat memiliki

persepsi yang baikdalam melaksanakan peran dan fungsi

sebagai perawat di ruang anak.

35 B. KERANGKA TEORITIS

Setelah memperhatikan seluruh tinjauan teori maka disusun kerangka

teoritis sebagai berikut :

Individu Karakteristik

- Umur

- Status perkawinan

- Tingkat pendidikan

- Pengalaman kerja

Faktor-faktor Situsional

- Sifat stimulassi fisik

- Efek-efek saraf

Faktor-faktor perhatian

- Faktor Biologis

- Faktor Sosiopsikologis

PERSEPSI

PERAWAT BERMAIN