Upload
dotuyen
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue
Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai di Surabaya pada
tahun 1968. Sejak saat itu, penyebaran penyakit DBD berlangsung dengan
sangat cepat, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya
bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh
provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang dilaporkan
sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang, sedangkan dalam 5
tahun terakhir (1997- 2001) jumlah rata- rata kasus dilaporkan sebanyak
40.854 kasus dengan rata- rata kematian 701 orang setiap tahunnya. Pada
tahun yang sama setiap 100.000 penduduk, 20-21 orang diantaranya
menderita DBD dan setiap 100 penderita, rata- rata meninggal sebanyak 1-2
orang (Dinkes Jateng, 2006).
Kejadian luar biasa (KLB) atau wabah masih sering terjadi di berbagai
daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita
sebanyak 72.133 orang dan merupakan wabah terbesar sejak kasus DBD
pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1.411 kematian (CFR=2%).
Sedangkan pada KLB 2004 jumlah penderita sejak Januari 2004 berdasarkan
pemantauan dan laporan yang diperoleh dari 30 provinsi sampai dengan April
2004 adalah sebanyak 58.861 kasus, 669 diantaranya meninggal
(CFR=1,14%) (Dinkes Jateng, 2006).
Menurut Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah, (2006), jumlah kasus
DBD pada tahun 2007 di Jawa Tengah mencapai 20.565 kasus dengan jumlah
kematian 329 kejadian. Angka kesakitan DBD adalah 6,25/10.000 penduduk
(target nasional kurang dari 2/10.000 penduduk) dan angka kematian sebesar
1, 60% (target nasional kurang dari 1%).
Tabel 2. 1 Angka Kesakitan dan Kematian DBD di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004- 2007
Tahun Penderita Meninggal IR/10.000 CFR (%)2004 9.742 169 3.007 1,73 2005 7.144 181 2,17 2,53 2006 10.924 220 3,39 2,01 2007 20.565 329 6,25 1,60
Sumber: Profil kesehatan Jawa Tengah, 2007
Tabel di atas menggambarkan bahwa angka kejadian (IR) DBD
cenderung meningkat. Akan tetapi angka kematian (CFR) sejak tahun 2005
cenderung mengalami penurunan (Dinkes Jateng, 2007).
B. Demam Berdarah Dengue
1. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever
(DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar,
2008).
Menurut Rampengan seseorang di dalam darahnya mengandung
virus Dengue merupakan sumber penular penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai
1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di
berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-
kira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk bersiap
untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali
nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur
melalui saluran alat menggigitnya (proboscis), agar darah yang dihisap
tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain.
2. Tanda dan Gejala DBD
Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias)
dan ruam. Ruam Demam Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang,
petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan pada
beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.
Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut,
rasa mual, muntah-muntah/ diare (Wikipedia, 2007).
Menurut Ginanjar (2008), Kriteria klinis DBD meliputi:
1) Demam tinggi berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari,
yang dapat mencapai 40 derajat celcius. Demam sering disertai gejala
tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan
(malaise), nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang
bola mata (retro orbita), dan wajah yang kemerah-merahan (flushing) .
2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit seperti tes Rumppleede(+), ptekiae dan ekimosis,
serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena) .
3) Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
4) Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang
teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat
disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya DBD
DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,
dan disebarkan oleh artropoda. Vektor utama DBD ialah Aedes aegypti di
daerah perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk ini
dapat menyebarkan virus dengue setelah sebelumnya menggigit dan
menghisap darah manusia yang sedang menderita DBD. Berdasarkan
laporan yang ada, virus ini juga dapat ditularkan transovarial sehingga
telur- telur nyamuk ini terinfeksi oleh virus dengue. Virus ini berkembang
biak di dalam tubuh nyamuk selama kurang dari 8-10 hari terutama di
dalam kelenjar air ludahnya. Saat nyamuk menggigit manusia, virus ini
akan ditularkan dan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Masa
inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari dan orang yang terinfeksi tersebut
dapat menderita demam berdarah dengue (Dinkes, 2006)
Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk
dalam kelompok B Airthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, Famili Flaviviradae dan mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Departemen
Kesehatan RI, 2003). Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. Serotipe DEN-3
merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat. Virus Dengue ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti (Kristina, dkk, 2004).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan
faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan
respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi
(ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim);
Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial
ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga
ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat
ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4.
Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998,
menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung
pada daerah geografi dan serotipe virusnya (Dinkes kota Semarang,
2009).
4. Penularan DBD
Menurut Kristina, dkk (2004), penularan DBD trejadi melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya
membawa virus dalam tubuhnya dari penderita Demam Berdarah lainnya.
Nyamuk Aedes aegypti hidup disekitar rumah dan sering menggigit
manusia pada waktu pagi dan siang hari.
Populasi nyamuk Aedes aegypti biasanya meningkat pada waktu
musim penghujan, karena sarang – sarang nyamuk akan terisi oleh air
hujan. Peningkatan populasi ini edemis. Daerah endemis adalah daerah
yang rawan bersarang nyamuk karena penyebaran nyamuk di daerah
endemis kemungkinan akan semakin meningkat (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
a. Morfologi dan lingkungan hidup nyamuk
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai
dasar warna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki
dan sayapnya. Nyamuk ini senang tingggal di rumah dan hinggap pada
benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu, gorden,
dan lain-lain. Biasanya menggigit di siang hari, mempunyai jarak
terbang 40-100 meter, kalau hinggap badannya mendatar lebih senang
menghisap darah manusia (Kristina dkk, 2004).
Stadium telur, jentik dan kepompong hidup didalam air. Telur
nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran kurang lebih
0,7 mm. Pada umumnya telur itu akan menetas menjadi jentik dalam
waktu 2-3 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasa
berlangsung 6-8 hari, stadium pupa/kepompong berlangsung antara 2-
4 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa memerlukan
waktu 7-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan
(Ginanjar, 2008).
b. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti
Menurut Rampengan, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti dapat dikelompokkan dalam beberapa tempat yaitu
tempat penampungan air untuk kepentingan sehari-hari, seperti bak
mandi, drum, tempayan, ember, gentong dan lain-lain. Kemudian
tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti
tempat air minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas, dan tas
plastic bekas. Serta tempat penampungan alamiah seperti lubang
pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pohon bambo,
dan lain-lain.
C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Definisi PHBS
Menurut Notoatmodjo (2003), Perilaku kesehatan adalah suatu
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan , makanan, dan minuman,
serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklrifikasikan
menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit.
b. Perilaku pencarian pengobatan
Menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Dimulai dari mengobati sendiri sampai
mencari pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya.
Menurut Notoatmojdo (2003), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh
3 faktor utama yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi
Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan keoercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dsb.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, ketersediaan makanan yang bergizi dan
sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas, rumah sakit, poliklinik, Posyandu, Polindes, pos obat
desa, dokter, mantra, dan bidan desa.
c. Faktor-faktor penguat
Faktor ini meliputi faktor sikap dan faktor perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Termasuk
juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat
maupun pemerintah daerah yang terkait dan kesehatan.
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesehatannya. Perilaku ini meliputi: makan
seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras
dan narkoba, istirahat cukup, mengendalikan stress, perilaku atau gaya
hidup lain yang positif bagi kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku yang berkaitan
dengan upaya atau kejadian seseorang untuk dapat hidup bersih serta
mepertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya (Wuryaningsih,
2000). Menurut pendapat yang lain perilaku sehat merupakan setiap
kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sehat untuk mencegah
penyakit atau mendeteksi penyakit sebelum keluarganya gejala
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Dinkes Kota Semarang, (2008), Perilaku Hidup Bersih
Sehat (PHBS) adalah upaya atau kegiatan untuk meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dalam
rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan, PHBS merupakan salah
satu kegiatan yang diharapkan mampu mengukur perubahan perilaku baik
perorangan maupun kelompok yang pada akhirnya menambah
derajat/status kesehatan masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
tatanan rumah tangga adalah upaya peningkatan kemampuan dan
kemandirian keluarga untuk hidup sehat.
Sedangkan menurut Dinkes Provinsi Jateng, (2006), secara
khusus dapat dikatakan bahwa PHBS di rumah tangga merupakan suatu
upaya memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar mau dan mampu
melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan secara aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat.
Menurut Dinkes Jateng (2006), adapun perilaku yang bisa
dilakukan masyarakat untuk upaya pencegahan terjadinya demam
berdarah yaitu dengan cara memberantas nyamuk Aedes Aegepty melalui
beberapa cara sebagai berikut:
a. Fogging (pengasapan)
Nyamuk Aedes Aegepty dapat diberantas dengan fogging racun
serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di
rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena
dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama
jentiknya belum dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru
menetas dari tempat perkembangbiakannya. Karena itu cara yang tepet
adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD.
b. PSN DBD
PSN DBD dilakukan dengan cara 3 M, yaitu:
1) Menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali.
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3) Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan
barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti
kaleng bekas, plastic bekas, dan lain-lain.
Selain itu ditambah dengan cara lainnya yang dikenal dengan istilah
3M plus seperti:
1) Ganti vas bunga, minuman burung, dan tempat-tempat lainnya
seminggu sekali.
2) Perbaikan saluran dan talang air yang tidak lancer atau rusak.
3) Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo pohon dan lain-lain
misalnya dengan tanah.
4) Bersihkan atau keringkan tempat-tempat yang menampung air
seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-
tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan,
kebun, rumah-rumah kosong, dan lain-lain.
5) Melakukan Larvasidasi, yaitu pembubuhan bubuk pembunuh jentik
(abate atau lainnya) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di
daerah yang sulit air.
6) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
7) Pasang kawat kasa di rumah.
8) Pencahayaan dan ventilasi memadai.
9) Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah.
10) Tidur menggungkan kelambu.
11) Gunakan obat nyamuk dan lain-lain untuk mencegah gigitan
nyamuk.
c. Larvasidasi
Larvasidasi adalah menaburkan bubuk abate dan pembunuh jentik
nyamuk lainnya kedalam tempat-tempat penampungan air. Bila
menggunakan abate disebut abatisasi. Adapun cara-cara melakukan
larvasidasi sebagai berikut:
1) Menggunakan bubuk abate 1 G
Takaran penggunaan bubuk abate 1 G adalah sebagai berikut:
Untuk 100 liter cukup dengan 10 gram bubuk abate 1 G dan
seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok
makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi
10 gram abate 1G. Selanjutnya tinggal membagikan atau
menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan
diabatisasi.
2) Menggunakan altosid 1,3 G
Takaran penggunaan altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk
100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk altosid 1,3 G atau 5
gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah
tersedia dalam setiap kantong altosid 1,3 G. Bila tidak alat penakar,
gunakan sendok the, satu sendok teh peres berisi 5 gram altosid 1,3
G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai
dengan banyaknya air.
3) Menggunakan sumilarv 0,5 G (DBD)
Takaran penggunaan sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai
berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk
sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0,5 gram untuk 200 liter air. Gunakan
takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5
gram).
2. Manfaat PHBS
Menurut Dinkes Jateng (2006), manfaat dari PHBS di rumah
tangga meliputi:
a. Setiap anggota rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak
mudah sakit.
b. Rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota
rumah tangga.
c. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi lain seperti pendidikan
dan usaha lain guna meningkatkan kesejahteraan anggota rumah
tangga.
d. Sebagai salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan bidang kesehatan.
e. Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.
f. Dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah yang lain.
3. Program Pembinaan PHBS
Menurut Dinkes Jateng (2006), tujuan dari program pembinaan
program PHBS tatanan rumah tangga yaitu meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku serta kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan. Adapun langkah-langkah kegiatan pembinaan program PHBS
di tatanan rumah tangga oleh petugas kesehatan di tingkat kabupaten/kota
dan kecamatan secara umum adalah sebagai berikut:
a. Melakukan diseminasi informasi PHBS kepada petugas kesehatan di
tingkat kecamatan/ Puskesmas, lintas program dan lintas sektoral serta
mitra kerja di tingkat kabupaten/kota.
b. Mengarahkan dan memfasilitasi pelaksanaan pengkajian.
c. Memfasilitasi proses penyusunan rencana kegiatan PHBS seperti
menentukan tujuan, menyusun langkah-langkah kegiatan,
pengembangan media dan lain-lain.
d. Membantu proses penilaian PHBS di tatanan rumah tangga.
e. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBS.
Menurut Dinkes Jateng (2006), adapun pola pembinaan PHBS
terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang harus diperhatikan tahap persiapan adalah
sebagai berikut:
1) Sosialisasi dan advokasi kesehatan, bertujuan untuk melakukan
diseminasi informasi tentang rencana kegiatan PHBS yang akan
dilakukan di setiap jenjang administrasi dan sebagai langkah
advokasi singkat kepada pihak-pihak penentu kebijakan di Tingkat
Kabupaten/Kota, sehingga pelaksanaan program PHBS mendapat
dukungan baik berupa dana, kebijakan politis, maupun dukungan
kemitraan.
2) Persiapan sarana, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
sarana, baik jenis, jumlah, maupun sumber dana.
3) Persiapan administrasi misalnya surat pemberitahuan kepada
kepala desa untuk persiapan responden, surat undangan
pertemuan, pencatatan dan pelaporan.
4) Persiapan pelaksana, bertujuan untuk menginventarisasi siapa
melakukan apa atau siapa yang bertanggung jawab terhadap
masing-masing kegiatan.
b. Tahap Pengkajian
Pengkajian PHBS dilakukan oleh petugas atau kader di masing-
masing wilayah. Di tingkat kecamatan atau Puskesmas pengkajian
dilakukan terhadap:
1) Pengkajian Masalah Penyakit, dilakukan untuk mengetahui kasus
10 penyakit terbanyak, termasuk penyakit enddemis yang selalu
muncul setiap tahun. Data tersebut diperoleh di Puskesmas,
Puskesmas pembantu atau bidan desa. Pengkajian ini nantinya
berkaitan dengan rencana intervensi yang akan dilaksanakan
setelah dikaitkan dengan kajian masalah PHBS.
2) Pengkajian Sumber Daya, bertujuan untuk mengetahui keadaan
sumber daya terutama sarana, tenaga, dan dana yang tersedia agar
dapat direncanakan kegiatan yang layak dilaksanakan.
3) Pengkajian PHBS, bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku
anggota keluarga pada tatanan rumah tangga telah sesuai dengan
target dari masing-masing indikator yang telah ditetapkan.
Pengkajian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut:
a) Penentuan sampel sesuaikan dengan kemampuan sumber daya
yang ada. Apabila jumlah rumah tangga yang ada terlalu
besar, bisa dilakukan pengambilan data menggunakan metode
yang tepat, sehingga diperoleh hasil yang representative.
b) Pengumpulan data terdiri dari 3 kegiatan yaitu
• Pengkajian kuantitatif, berupa pengumpulan data oleh
petugas atau kader di setiap rumah tangga sasaran, melalui
wawancara dan observasi langsung dengan mengisi
kuesioner.
• Pengkajian kualitatif, dilakukan setelah pengkajian
kuantitatif yang bertujuan untuk menggali lebih dalam
mengenai masalah perilaku yang terjadi. Pengkajian ini
dapat dilakukan melalui wawancara mendalam atau
diskusi kelompok terarah
• Pengumpulan data penunjang berupa data geografis, sosial
budaya, demografis. Dari data yang telah dikumpulkan
dilakukan klasifikasi atau strata PHBS rumah tangga.
c. Tahap Perencanaan terdiri dari:
1) Menentukan prioritas masalah ditetapkan berdasarkan prosentase
dari masing-masing indicator PHBS hasil pemetaan. Urutan
besarnya masalah disesuaikan dengan prosentase tiap indicator
yang ada, makin kecil prosentase berarti makin tinggi urutan
prioritas masalahnya.
2) Menentukan tujuan (rumusan masalah) yang akan dicapai sebagai
jawaban untuk mengenai masalah yang ditemukan.
3) Menentukan jenis kegiatan atau intervensi yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan prioritas
masalah PHBS.
4) Membuat jadwal kegiatan, pada tahap ini disusun rencana
pelaksanaan kegiatan (POA). Setelah ditentukan intervensi
terpilih, maka dibuat jadwal kegiatan untuk kurun waktu tertentu
misalnya 1 tahun. Rencana ini dibahas pada pertemuan lintas
program, lintas sector untuk mencapai kesepakatan bersama dan
dapat dilaksanakan secara terintegrasi.
d. Tahap Penggerakan Pelaksanaan
Penggerakan pelaksanaan adalah upaya yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat, dan kegiatannya merupakan implementasi
dari intervensi yang terpilih. Dalam melakukan intervensi masing-
masing pelaksana hendaknya:
1) Bertanggung jawab sesuai dengan POA yang telah disepakati
2) Tetap mengadakan koordinasi dan menyesuaikan kegiatan system
pembinaan yang sudah ada dengan lintas program dan sektoral.
3) Melaksanakan strategi advokasi, dukungan suasana, dan
pemberdayaan masyarakat meliputi:
• Pendekatan pemimpin (advokasi), strategi ini ditujukan agar
para pimpinan atau pengambil keputusan mengupayakan
kebijakan atau peraturan yang berorientasi sehat, serta
memberikan dukungan, kemudahan, pengayoman, dan
bimbingan berupa arahan atau peraturan tertulis, dukungan
dana, ataupun dukungan moril, termasuk memberikan
keteladanan.
• Mengembangkan dukungan suasana (sosial support), strategi
ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder , seperti
kader, petugas kesehatan, lintas program dan sektoral, lembaga
swadaya masyarakat, para pembuat opini masyarakat dan
media masa. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat
mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung
dilaksanakannya PHBS di rumah tangga.
• Pemberdayaan masyarakat (Empowerment), strategi ini
dilakukan agar kelompok sasaran meningkat pengetahuannya,
kesadaran maupun kemampuannya sehingga dapat berperilaku
positif dalam bidang PHBS.
e. Pemantauan dan penilaian
Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh suasana
program telah berjalan dan memberikan hasil seperti yang diharapkan
terhadap perilaku keluarga serta masyarakat atau seberapa jauh
dampak program PHBS telah tercapai. Sedangkan penilaian
dilaksanakan dengan menggunakan instrument yang dirancang sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan
terhadap input, proses dan output yang telah dilaksanakan. Penilaian
dilakukan setiap 1 tahun sekali dengan cara melakukan kompilasi
melalui pengkajian seperti pada tahap pertama, hasil pengkajian akhir
tahun dibandingkan dengan hasil pengkajian sebelumnya. Penilaian
bisa dilakukan melalui:
1) Pengkajian ulang tentang strata PHBS masing-masing rumah
tangga yang ada.
2) Analisis laporan rutin.
3) Observasi, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah
kepada para keluarga.
4. Indikator PHBS
Menurut Dinkes Jateng (2006), indikator PHBS tatanan rumah
tangga adalah suatu alat ukur atau merupakan suatu petunjuk yang
membatasi focus perhatian untuk menilai keadaan atau permasalahan
kesehatan di rumah tangga. Indikator PHBS tatanan rumah tangga
diarahkan pada aspek program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan
Lingkungan, Gaya Hidup dan Upaya Kesehatan Masyarakat. Indikator
PHBS tatanan rumah tangga yang digunakan di Jawa Tengah terdapat 16
variabel, yang terdiri dari 10 indikator Nasional dan 6 indikator local Jawa
Tengah.
a. Indikator Nasional, yaitu:
1) Bagi ibu hamil apakah pertolongan persalinan dilakukan oleh
tenaga atau petugas kesehatan.
2) Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, apakah bayinya mendapat
ASI eksklusif selama 0-6 bulan.
3) Anggota rumah tangga mengkonsumsi beraneka ragam makanan
dalam jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang.
4) Anggota rumah tangga menggunakan atau memanfaatkan air
bersih.
5) Anggota rumah tangga menggunakan jamban sehat.
6) Anggota rumah tangga menempati ruangan rumah minimal 9 M
per orang.
7) Anggota rumah tangga menggunakan lantai rumah kedap air.
8) Anggota rumah tangga melakukan aktivitas fisik atau olah raga.
9) Anggota rumah tangga tidak merokok.
10) Anggota rumah tangga menjadi peserta JPK (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan).
b. Indikator lokal Jawa Tengah, yaitu:
1) Penimbangan balita.
2) Anggota rumah tangga membuang sampah pada tempat
semestinya.
3) Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum makan
dan sesudah BAB (Buang Air Besar).
4) Anggota rumah tangga menggosok gigi minimal 2 kali sehari.
5) Anggota rumah tangga tidak minum miras dan tidak
menyalahgunakan narkoba.
6) Anggota rumah tangga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk). Minimal seminggu sekali.
D. Kerangka Teori
Faktor Intrinsik a.Kerentanan b.Respon Imun
Faktor Estrinsik 1.Lingkungan a.Geografis 1)Ketinggian dari permukaan laut 2) Curah Hujan 3) Angin 4) Kelembaban 5) Musim b.Demografis 1)Perilaku 2) Sosial ekonomi penduduk 3) Kepadatan mobilitas
Kejadian Demam
Berdarah
Faktor Agen : Virus Dengue
Gambar Kerangka Teori
Dinkes kota semarang 2008
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Perilaku Hidup Bersih Sehat
Kejadian Demam Berdarah
Gambar Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Sebagian variable bebas (independent) adalah perilaku hidup bersih
dan perilaku hidup sehat dan variable terikat (dependent) adalah frekuensi
penyakit demam berdarah di desa Sumberharjo Kabupaten Semarang.
G. Hipotesis
Ada Hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan frekuensi
kejadian demam berdarah di desa Sembungharjo Semarang.