21
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian Kateter urin adalah alat berbentuk selang tabung yang dimasukan kedalam kandung kemih dengan maksud untuk mengeluarkan air kemih melalui uretra. Kateterisasi urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukan kateter kedalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan (Hidayat, 2011). Tindakan pemasangan kateter urin dilakukan dengan memasukan selang plastik atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji saluran urin perjam pada klien yang ststus hemodinamiknya tidak stabil (Potter & Perry, 2013). Kateterisasi urin membantu pasien dalam proses eliminasinya. Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal dari pasien untuk berkemih. Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan dalam berkemih. (Ulfa Maria dan Rosa E M, 2017). Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin

1. Pengertian

Kateter urin adalah alat berbentuk selang tabung yang dimasukan

kedalam kandung kemih dengan maksud untuk mengeluarkan air

kemih melalui uretra. Kateterisasi urin merupakan tindakan

keperawatan dengan cara memasukan kateter kedalam kandung kemih

melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan

eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan (Hidayat,

2011).

Tindakan pemasangan kateter urin dilakukan dengan memasukan

selang plastik atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih.

Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada

klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang

mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji

saluran urin perjam pada klien yang ststus hemodinamiknya tidak

stabil (Potter & Perry, 2013).

Kateterisasi urin membantu pasien dalam proses eliminasinya.

Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal dari pasien untuk

berkemih. Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama

dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan dalam

berkemih. (Ulfa Maria dan Rosa E M, 2017).

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

8

2. Tipe Kateterisasi

Menurut Hidayat, pemasangan kateter dapatbersifat sementara

atupun menetap menetap. Pemasangan kateter sementara atau

intermiten catheter dilakukan jika pengosongan kandung kemih

dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan

kateter menetap atau idwelling catheter dilakukan apabila

pengosongan kateter dilakukan secara terus menerus. (Hidayat 2011).

a. Katater sementara (stright kateter)

Pemasangan kateter dilakukan dengan cara kateter lurus yang

sekali pakai dimasukan sampai mencapai kandung kemih yang

bertujuan untuk mengeluarkan urin. Tindakan ini dapat dilakukan

selama 5-10 menit. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter

kemudian ditarik keluar, pemasangan katater intermiten dapat

dilakukan berulang jika tindakan ini diperlukan, tetapi penggunaan

yang berulang meningkatkan resiko infeksi. Pemasangan kateter

sementara dilakukan jika tindakan untuk mengeluarkan urin dari

kandung kemih pasien dibutuhkan. Efek samping dari penggunaan

katater ini berupa pembengkakan pada uretra, yang terjadi saat

memeasukan kateter dapat menimbulkan infeksi (Potter & Perry,

2013).

Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara yang

di kemukakan oleh (Rizki, 2009 dalam Purnomo Bayu, 2017)

antara lain :

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

9

1) Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi atau over

distensi yang mengakibatkan darah naik ke mukosa kandung

kencing dipertahankan seoptimal mungkin.

2) Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala

seakan-akan berfungsi normal.

3) Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula

spinalis, maka penderita dapat melewati masa syok spinal

secara fisiologis sehingga feedback ke medula spinalis tetap

terpelihara.

4) Tekhnik yang mudah pada pasien tidak terganggu kegiatan

sehari-harinya, kerugian kateterisasi sementara ini adalah

adanya distensi kandung kemih, resiko resiko utama uretra

akibat kateter yang keluar masuk secara berulang, resiko

infeksi akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari

ujung distal uretra (flora normal).

b. Kateter menetap (foley kateter)

Kateter menetap digunakan untuk periode waktu yang lebih

lama. Kateter menetap digunakan untuk periode yang lebih lama.

Kateter menetap ditempatkan dalam kandung kemih untuk

beberapa minggu pemakaian sebelum dilakukan penggantian

kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan sampai klien mampu

melakukan berkemih dengan tuntas atau selam pengukuran urin

akurat dibutuhkan. (Potter & Perry, 2013)

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

10

Pemasangan kateter menetap dilakukan dengan sistem kontinu

ataupun penutupan berkala (clamping). Pemakaian kateter menetap

ini banyak menimbulkan infeksi atau sepsis. Bila menggunakan

kateter menetap, maka dipilih adalah penutupan berkala oleh

karena kateterisasi menetap yang kontinu tidak fisiologis dimana

kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan

kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta

penurunan tonus otot kandung kemih. (Aulawi, Haryani, Perdana,

2011).

Katater menetap terdiri atas folley katater (double lumen)

dimana satu lumen berfungsi untuk mengalirkan urin dari lumen

yang digunakan untuk mengalirkan cairan kedalam balon dan

lumen yang ketiga dipergunakan untuk melakukan irigasi pada

kandung kemih dengan cairan atau pengobatan. (Potter & Perry,

2013).

3. Indikasi kateterisasi urin

Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka

panjang klien yang mengalami cidera medulla spinalis, digenerasi

neuromucullar atau kandung kemih yang tidak kompeten, pengambilan

spesimen urin steril, pengkajian residu urin setelah pengosongan

kandung kemih dan meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi

kandung kemih (Potter & Perry, 2013). Menurut hidayat (2011)

kateterisasi sementara diindikasikan pada klien yang tidak mampu

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

11

berkemih 8-12 jam setelah operasi, retensi urin akut setelah trauma

uretra, tidak mampu berkemih akibat obat sediatif atau analgesik,

cedera pada tulang belakang, degres neumoscular secara progresif dan

pengeluaran urin residual.

Kateterisasi menetap (foley kateter) digunakan pada klien

pascaoperasi uretra dan struktur di sekitarnya (TURP), obstruksi aliran

urin, obstruksi uretra, pada pasien inkontinensia urin dan disorientasi

berat (Hidayat, 2011).

Kateter di indikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter

dalam jangka waktu yang pendek akan meminimalkan infeksi,

sehingga metode pemasangan kateter sementara adalah metode yang

paling baik (Aulawi, Haryani, Perdana, 2011).

a) Indikasi pemasangan kateter sementara :

1. Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih

2. Pengambilan urin residu setelah pengosongan kandung kemih

b) Indikasi pemasangan kateter jangka pendek :

1. Obstruksi kandung kemih (pembesaran kelenjar prostat

2. Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti

vesika urinaria, uretra, dan organ sekitarnya

3. Preventif pada obstruksi uretra dan pembedahan

4. Untuk memantau output urin

5. Irigasi vesika urinaria

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

12

c) Indikasi pemasangan kateter jangka panjang :

1. Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK atau UTI

2. Skin rash, uclear dan luka yang iritatif apabila kontak dengan

urin

3. Klien dengan penyakit terminal

4. Inkontinensia urin dan pencegahanya

4. Komplikasi

Adapun komplikasi yang didaptkan dari keteterisasi urin menurut

Brunner & Suddarth (2010) :

a. Iritasi ataupun trauma pada uretra

Penggunaan kateter yang ukuranya tidak tepat dapat mengiritasi

uretra, sehingga kemungkinan terjadinya traumapun meningkat.

Selain itu, kurangnya penggunaan lubrikasi dapat melukai jaringan

sekitar uretra pada saat penyisipan , trauma yang terjadi apabila

penyisipan pada letak kateter belum tepat pada saat balon retensi

pada kateter di kembangkan. Fiksasi kateter yang kurang tepat dapat

menambah gerakan yang menyebabkan regangan atau tarikan pada

uretra atau yang membuat kateter terlepas tanpa disengaja.

Manipulasi kateter paling sering menjadi penyebab kerusakan

mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi

b. Krutasi pada kateter

Urin yang banyak mengandung urea yang memproduksi bakteri

seperti proteus mirabilis, yang meningkatkan PH urin memicu

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

13

terbentuknya kusta pada kateter. Lumen kateter tersumbat oleh

kristal yang berasal dari campuran PH urin yang tinggi, bakteri dan

ion magnesium. Pembentukan krusta yang berasal dari garam urin

dapat menjadi sumber pembentukan batu. Asupan cairan yang bebas

dan peningkatan haluan urin harus dipastikan untuk mengirigasi

kateter dan mengencerkan zat-zat dalam urin yang dapat

membentuk krusta

c. Terjadi bloking atau retensi (Tersumbat, tidak dapat mengalir

dengan lancar)

Kerusakan pada kateter yang disebabkan oleh krusta yang

menutupi area lumen kateter

d. Terjadinya inkontinensia urin

pemasangan kateter dalam waktu yang lama mengakibatkan

kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi sehingga pada

akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya. Apabila hal ini

terjadi dan kateter di lepas, maka otot detrusor mungkin tidak dapat

berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol pengeluaran urinya

hingga terjadinya inkontinensia urin

e. Terjadinya kebocoran

Kateter yang pada bagian balon untuk memfiksasi kateter tidak

terfiksasi dengan baik akan menyebabkan pengeluaran urin yang

tidak tepat. Sehingga urin dapat merembes keluar tidak melalui

selang kateter.

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

14

f. Resiko tinggi infeksi

Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya

tahan alami pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat

duktus preuretralis, mengiritasimukosa kandung kemih dan

menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman kedalam

kandung kemih. Banyak mikroorganisme ini merupakan bagian dari

flora endogen atau flora usus normal, atau didapat

melaluikontaminasi silang oleh pasien atau petugas rumah sakit

maupun melalui kontak dengan peralatan yang tidak steril

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Terpasang Kateter Urin

1. Pengkajian

a. Anamnesa

Identitas pasien seperti nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin,

alamat rumahb, No. RM. Sedangkan penanggung jawab (orang tua,

keluarga terdekat) seperti namanya, pendidikan terakhir, jenis

kelamin, No. HP.

b. Riwayat kesehatan

Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga. Bisa menggunakan PQRST jika pasien

merasakn nyeri yaitu :

1) P (Provokes) : Penyebab timbulnya nyeri.

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

15

2) Q (Quality) : Rasa nyeri seperti di tekan, tertusuk, atau

diremas-remas.

3) R (Region) : Lokasi nyeri berada di bagian tubuh mana.

4) S (Saverity) : Skala nyeri.

5) T (Time) : Nyeri yang dirasakan.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Mengkaji keadaan umum klien atau pasien seperti terlihat

lemas dan peingkatatn tanda tanda vital karena respon dari

terjadinya inkontinensia.

2) Pemeriksaan persistem

Dalam penatalaksanaan ini menggunakan tekhnik 6 B yaitu :

B 1 : Breathing (Pernafasan)

Untuk mengukur pola nfas, bunyi nafas, bentuk dada

simetris atau tidak, ada atau tidaknya gerakan cuping

hidung, ada atau tidaknya sianosis.

B 2 : Bleeding (Kardiovaskular atau sirkulasi)

Untuk mengetahui bunyi jantung, irama jantung, nadi,

tekanan darah.

B 3 : Brain (Pemikiran)

Untuk mengukur nilai GCS atau kesadaran.

B 4: Bowel (Pencernaan)

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

16

Rongga mulut terdapat lesi atau tidak, adanya dehidrasi atau

tidak, bising usus.

B 5 : Bone (Muskuloskeletal)

Warna kulit, suhu, integritas kulit, adanya lesi atau

decubitus atau tidak.

B 6 : Bladder (Perkemihan)

Inspeksi : dengan melihat warna urin, bau, banyaknya urin

atau jumlah urin, biasanya bau menyengat karena adanya

aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih

serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,

pembesaran daerah supra publik lesi pada meatus uretra,

banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan

disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter

sebelumnya.

Palpasi : rasa nyeri didapat pada daerah supra publik atau

pelvis, seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing

atau dapat juga diluar waktu kencing.

d. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan radiografi

2) Urinalisa

3) Pemeriksaan lab seperti kimia darah, arah lengkap, urin

4) Pemeriksaan lainya

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

17

2. Diagnosa keperawatan

a. Risiko inkontiensia urine

(NANDA Edisi 10, 2015-2017).

Kriteria hasil :

1. Mampu mengontrol pengeluaran urin

2. Adanya dorongan/rangsangan untuk berkemih

3. Frekuensi berkemih lancar

Intervensi :

1. Kateterisasi urin

2. Bantuan untuk berkemih

3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mngkaji pengalaman

berkemih

4. Lakukan terapi bladder training pada saat terpasang kateter urin

5. Latih untuk berkemih secara mandiri

(NIC Edisi 6, 2013)

C. Inkontinensia urin

1. Definisi inkontinensia urin

Menurut NANDA (2015-2017) inkontinensia urin merupakan

rembesan urin secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh peningkatan

aktivitas intra abdomen. Produksi urin pada setiap individu berbeda.

Pada umumnya produksi urin seimbang dengan pemasukan cairan,

namun ada beberapa faktor yang ikut mendukung jumlah urin dalam

satu hari. Faktor yang mempengaruhi produksi urin adalah jumlah

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

18

cairan yang masuk ke tubuh, kondisi sehat sakit, tingkat tingkat

aktifitas, sedangkan pola buang air kecil dapat dipengaruhi oleh

kebiasaan seseorang, usia, penggunaan obat obatan dan pengaruh

makanan (Hariyati dan Tutik 2012).

Secara umum inkontinensia urin disebabkan oleh perubahan pada

anatomi dan fungsi organ lansia, obesitas, menopouse, dan usia lanjut.

Pebambahan berat dan tekanan selama hamil dapat membuat otot-otot

dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta

robekan jalan lahir pada eorang ibu melahirkan juga dapat

meningkatkan resiko terjadinya inkontinensia urin. Faktor jenis

kelamin dapat berperan terjadinya inkontinensia urin khususnya pada

wanita karena menurunya kadar hormon estrogen pada usia

menopouse akan terjadi penurunan tonus otot kandung kemih

sehingga menyebabkan inkontinensia urin (Sulasmini dkk, 2017).

Inkontinensia urin dapat terjadi akibat pemasangan kateter dalam

waktu yang lama dikarenakan terbiasa oleh penggunaan kateter

mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi

sehingga pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya.

Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, maka otot detrusor

mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol

pengeluaran urinya. (Smeltzer and Bare, 2011).

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

19

2. Klasifikasi inkontinensia urin

Ada beberapa klasifikasi inkontinensia urin menurut hidayat

(2011) yaitu :

a. Inkontinensia dorongan

Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urin tanpa disengaja atau tanpa sadar,

terjadi seger asetelah merasa dorongan yang kuat setelah

berkemih. Inkontinensia dorongan di tandai dengan seringnya

miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spasme kandung kemih

(Hidayat, 2011).

Pasien inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan

kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini

disebabkan oleh otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi

saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi. Frekuensi miksi

menjadi lebih sering dan disertai dengan urgensi. Inkontinensia

tipe ini meliputi 22% dari semua inkontinensia pada wanita.

(Potter & Perry, 2013). Beberapa penyebab terjadinya

inkontinensia urin dorongan disebabkan oleh penurunan kapasitas

kandung kemih, iritasi pada reseptor renggangan kandung kemih

yang menyebabkan spasme (infeksi saluran kemih) minuman

alkohol atau kafein, peningkatan konsentrasi urin, dan distensi

kandung kemih yang berlebihan. (Hidayat, 2011).

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

20

b. Inkontinensia urin total

Inkontinensia total mrupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat

diperkirakan. Kemungkinan penyebab inkontinensia total antara

lain : disfungsi neorologis, kontraksi independen dan reflek

detrusor karena pembedahan, trauma atau penyakit yang

mempengaruhi saraf medulla spinalis, fistula, neuropati. (Hidayat,

2011).

c. Inkontinensia stress

Inkontinensia tipe ini ditandai dengan adanya urin menetes

dengan peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan

berkemih, dan sering miksi. Inkontinesia stress terjadi akibat otot

springter uretra tidak dapat menahan keluarnya urin yang

disebabkan meningkatnya tekanan abdomen secara tiba-tiba.

Peningkatan tekanan abdomen dapat terjadi sewaktu batuk, bersin,

mengangkat benda yang berat, dan tertawa. (Hidayat, 2011).

Keluar urin dari uretra pada saat terjadi tekanan

intraabdominal, merupakan jenis inkontinensia yang paling

banyak pravelensinya yaitu 8,33%. Pada pria kelainan uretra yang

menyebabkan inkontinensia adalah kerusakan springter uretra

eksterna pasca prostatektomi. Inontinensia stress jarang ditemukan

pada laki-laki, namun apabila pada hal ini ditemukan maka

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

21

membutuhkan tindakan pembedahan untuk penangananya. (Potter

& Perry, 2013).

d. Inkontinensia refleks

Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang

mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada

interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih

mencapai jumlah tertentu. Inkontinensia tipe ini kemungkinan

disebabkan oleh adanya kerusakan neurobiologis (lessi medulla

spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya

dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh,

dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada

interval teratur. (Hidayat, 2011).

e. Inkontinensia fungsional

Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang

mengalami pengeluaran secara tanpa disadari dan tidakdapat

diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini di tandai dengan adanya

dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh

kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.

(Hidayat, 2011).

Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia dengan

fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor

lain, seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan pasien

sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

22

alzaimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau

tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi. (Potter

& Perry, 2013).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Inkontinensia Urin

1. Inkontinensia urin akut dapat terjadi karena :

a. Sembelit

b. Penggunaan kateter terlalu lama

c. Infeksi saluran kemih

d. Konsumsi alkohol berlebih

e. Minum terlalu banyak atau minum cairan yang dapat

mengiritasi kandung kemih, seperti minuman berkarbonasi,

minuman yang mengandung kafein, buah dan jus jeruk,

pemanis buatan, dan termasuk kopi dan teh tanpa kafein.

f. Mengkonsumsi obat, seperti obat untuk flu, alergi, depresi,

nyeri, tekanan darah tinggi, diuretik, dekongestan dan relaksan

otot.

2. Inkotinensia urin kronis dapat terjadi karena :

a. Faktor usia

b. Otot kandung kemih yang terlalu aktif

c. Terdapat obstruksi pada saluran kemih, seperti batu saluran

kemih

d. Otot dasar panggul lemah

e. Stroke

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

23

f. Kanker kandung kemih

g. Multiple sclerosis (penyakit kronis pada sistem saraf pusat)

h. Penyakit parkinson

i. Tumor otak

j. Cedera tulang belakang

k. Interstitial cystitis (radang kronis pada dinding kandung

kemih)

l. Penyakit atau cedera yang mempengaruhi sistem saraf oto,

termasuk diabetes

m. Monuilitas yang minim.

(Setiati dan Pramantara, 2009).

D. Bladder Training

1. Definisi Bladder Training

Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah

satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang

mengalami gangguan atau untuk mengemnangkan tonus otot dan

spingter kandung kemih agar berfungsi optimal (Hariyati dan Tutik,

2012).

Penggunaan metode bladder training merupakan metode non

farmakologi yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi terjadinya

inkontinensia urin. Latihan ini sangatlah efektif dan memiliki efek

samping yang minimal dalam mengangani masalah inkontinensia urin.

Dengan bladder training diharapkan pola kebiasaan disfungsuonal,

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

24

memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat di ubah dan

secara bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan

memperpanjang interval berkemih (Potter & Perry, 2013).

2. Jenis Metode Bladder Training

Terdapat tiga macam metode bladder training meurut Hariyati dan

Tutik (2012) yaitu :

a. Kegel exercises (Latihan otot dasar panggul)

Merupakan latihan yang dilakukan dengan cara mengencangkan

atau otot-otot dasar panggul.

b. Delay urination (Menunda berkemih)

Merupakan latihan dengan cara menunda interval waktu untuk

berkemih dalam waktu yang sudah di tentukan.

c. Scheduled bathroom trips (jadwal berkemih)

Merupakan latihan dengan cara membuat jadwal berkemih dengan

waktu penjadwalan yang sudah di tentukan seperti, bangun pagi,

dua jam pada siang dan sore hari dan sebelum tidur

Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan

kencing (menunda untuk berkemih) pada pasien yang terpasang

kateter. Bladder training dapat dilakukan dengan mengeklem atau

mengikat aliran urin ke urin bag Bladder training dilakukan

sebelum kateterisasi dihentikan atau dilepas. Tindakan ini dapat

dilakukan dengan cara menjepit katater urin dengan klem

kemudian jepitanya di lepas setiap beberapa jam sekali, kateter di

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

25

klem selama 1-2 jam dan kemudian klem kateter dilepas agar aliran

urin mengalir ke urin bag, tindakan penjepitan kateter ini

memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot-otot detrusor

brkontraksi dan sedangkan pelepasan klem memungkinkan

kandung kemih untuk mengosongkan isinya. (Hriyati dan Tutik,

2012).

3. Tujuan Bladder Training

Tujuan dari dilakukanya bladder training adalah melatih kembali

kandung kemih atau mengembalikan pola normal perkemihan dengan

menghambat atau mestimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry,

2013). Bladder training bertujuan untuk mengembalikan tonus otot dan

spingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Latihan ini dilakukan

setelah kateter di pasang dalam jangka waktu yang lama dan kateter

akan di lepas ( Suhariyanto, 2015).

Suhriyanto (2015) menyatakan tujuan dilakukanya bladder

training adalah :

a. Membantu klien mendapat pola berkemih rutin.

b. Mengembalikan tonus otot kandung kemih sehingga dapat

mencegah terjadinya inkontinensia.

c. Memperpanjang interval waktu berkemih

d. Meningkatkan kapasitas kandung kemih

e. Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodie

inkontinensia.

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

26

4. Indikasi Bladder Training

Bladder training dilakukan pada pasien dengan mengalami

inkontinensia urin, maupun pada pasien terpasang kateter dalam jangka

waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih terganggu

(Suharyanto, 2015). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien

stroke, bladder injury, da pasien dengan pemasangan kateter yang lama

(Hariyati dan Tutik, 2012).

5. Prosedur Bladder Training

Prosedur kerja dalam melakukan bladder training menurut Suharyanto

(2015) yaitu :

1) Melakukan cuci tangan

2) Menyiapkan alat

3) Mengucapkan salam

4) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien

5) Kontrak waktu dengan pasien

6) Menciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan

atau tirai ruangan

7) Memakai sarung tangan

8) Melakukan pengukuran volume urin pada kantong urin dan

kosongkan kantong urin

9) Anjurkan pasien untuk minum sebanyak 200-250 cc

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi ...repository.ump.ac.id › 8264 › 3 › ERMAN KURNIAWAN BAB II.pdf · A. Konsep Dasar Teori Kateterisasi urin 1. Pengertian

27

10) Klem atau ikat selang kateter sesuai dengan program (selama 1-2

jam) atau hingga pasien merasakan ingin berkemih, yang bertujuan

untuk memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor

berkontraksi, supaya meningkatkan volume urin residual.

11) Tanyakan apakah klien ingin bermiksi setelah 1 jam

12) Buka klem atau ikatan dan biarkan urin mengalir keluar

13) Mengulangi langkah nomor 9 dan 10

14) Mengukur volume urin dan perhatikan warna urin, jumlah urin,

dan bau urin

15) Lepaskan sarung tangan dan merapihkan semua peralatan

Penerapan Metode Bladder..., ERMAN KURNIAWAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018