Upload
nguyenkhue
View
218
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes sp
1. Taksonomi
Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes sp (Womack, 1993).
2. Morfologi
Aedes sp berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya sampai ke kaki berwarna
hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk ini tidak menyukai tempat yang kotor,
biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti jambangan bunga,
bak mandi, tempayan dan tempat lain-lainnya yang kurang diterangi sinar
matahari dan kurang dibersihkan secara teratur. Darah manusia bagi nyamuk
7
8
Aedes sp, berfungsi untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi pada saat
perkawinan (Rozanah, 2004).
Nyamuk Aedes sp sebagaimana serangga yang lainnya, memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Tubuh dapat dibedakan secara jelas menjadi tiga bagian yaitu : kepala, toraks
dan abdomen yang beruas-ruas.
b. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang
berbulu. Serta memiliki moncong yang panjang (probosis) untuk menusuk
kulit hewan / manusia dan menghisap darahnya.
c. Kaki terdiri dari 3 pasang
d. Sistem peredaran darah terbuka (Cahyati.W.H, 2006)
Nyamuk Aedes sp dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada
bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks belakang terdapat sepasang kaki
depan, sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-
sisik pada tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006).
Gambar 1 Morfologi Nyamuk Aedes sp (Kesmas-Unsoed, 2011)
9
3. Reproduksi
1. Sistem Reproduksi Betina
Sperma dipindahkan dari nyamuk jantan ke nyamuk betina sekaligus dalam
jumlah yang besar pada saat kawin. Sperma yang dipindahkan tersebut sebagian
digunakan untuk fertilisasi dan sisanya disimpan oleh nyamuk betina di dalam
spermateka. Nyamuk Aedes betina dapat menggunakan sperma yang berasal dari
beberapa nyamuk jantan untuk fertilisasi pada satu kelompok telurnya (Clements,
2000). Sistem reproduksi bagian dalam nyamuk betina terdiri dari sepasang ovari,
satu sistem saluran yang berperan sebagai tempat keluarnya telur-telur, dan
kelenjar-kelenjar yang terkait. Masing-masing ovari tersebut terdiri dari
sekelompok ovariol.
Gambar 2 Organ Reproduksi Nyamuk Aedes Betina (Clements, 2000)
Telur berkembang di dalam ovariol pada ovarium nyamuk betina. Jumlah
ovariol tiap-tiap ovarium dari 1 sampai 200 atau lebih, namun biasanya berkisar
antara 4-8 (Borror et al. 1992). Banyak sel kecambah primer (oogonia) di dalam
ovariol yang akan berkembang menjadi oosit. Ooogonia tersebut terletak pada
10
pada ujung bagian anteriol ovariol yaitu germanium. Setelah nyamuk betina
menghisap darah, oosit pada ovariol berkembang dengan cepat, membentuk
kuning telur dan membentuk telur yang matang. Kuning telur ini terdiri dari
badan-badan protein ( berasal dari protein-protein hemolim), butiran-butiran
lemak dan glikogen (Borror et al. 1992). Produksi telur dikontrol oleh satu atau
lebih hormon dari korpora allata, termasuk hormon juvenil yang akan mengontrol
tahapan-tahapan awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Oosit-oosit lewat
ke bawah melalui ovariol dan mengalami pemasakan ketika berjalan melewatinya.
Urutan kurun waktu pemasakan oosit dicerminkan dalam urutan ruang di dalam
ovariol (Borror et al. 1992). Telur yang telah matang disalurkan ke oviduk dengan
dilapisi dengan dua lapis korion (eksokorion dan endokorion). Korion berlubang-
lubang (mikrofil) yang berfungsi sebagai jalan masuk sperma ke dalam sel telur
(Clements, 2000).
2. Sistem Reproduksi Jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, testes, dan
kelenjar tambahan. Testes ditutupi oleh lemak tubuh dan terletak di segmen 5 dan
6 dorsolatelal dari abdomen. Testes berjumlah dua buah dan masing-masing
terdiri dari sekelompok buluh-buluh sperma atau folikel-folikel yang dikelilingi
oleh selaput peritoneum (gambar 2.3). Vas efferens merupakan buluh penghubung
yang pendek tempat bermuaranya folikel sperma. Vas efferens berhubungan
dengan satu deferens tunggal. Dua vas deferensia bersatu di sebelah posterior
untuk membentuk saluran ejakulasi media dan bermuara pada bagian luar penis
(aedeagus) (Borror et al. 1992).
11
Kantung-kantung semen merupakan sebuah divertikulum yang terdapat pada
vas deferensia dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa. Cairan-
cairan disekresikan oleh kelenjar-kelenjar tambahan dan membentuk satu kapsul
yang mengandung sperma (spermatofor). Bagian distal (anterior) dari folikel-
folikel sperma testes merupakan tempat mulainya perkembangan sperma dan
melanjutkan perkembangan ketika melewati vas efferens. Saat serangga mencapai
tahapan dewasa biasanya proses spermatogenesis selesai (Borror et al. 1992).
Gambar 3 Organ Reproduksi Nyamuk Aedes Jantan (Clements, 2000)
4. Siklus hidup
Nyamuk Aedes sp, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara
individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir.
Setelah kira-kira dua hari telur akan menetas menjadi larva lalu mengadakan
pengelupasan kulit sebanyak empat kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya
menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa kira-kira membutuhkan
waktu 9 hari (Gandahusada, 2000). Faktor biotik seperti predator, kompetitor dan
makanan yang berinteraksi dalam kontainer sebagai habitat akuatiknya pradewasa
12
juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya menjadi imago. Keberhasilan
juga ditentukan oleh kandungan air kontainer seperti bahan organik, komunitas
mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer juga berpengaruh terhadap
siklus hidup Aedes sp (Suparta, 2008).
Gambar 4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes sp (American Mosquito Control
Association, 2013)
1. Telur
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas
permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur rata-rata 100 butir.
Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah antara satu dengan yang
lain (Ginanjar, 2008). Sebagian besar nyamuk Aedes betina meletakkan telurnya
di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio
biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Telur akan
menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas
pada waktu yang sama. Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering
13
membantu kelangsungan hidup spesies dalam kondisi iklim yang tidak
menguntungkan (Cahyati W.H, 2006).
Gambar 5 Telur Aedes sp (Centers for Disease Control, 2007)
2. Larva
Larva nyamuk Aedes sp terdiri atas kepala, toraks dan abdomen. Kepala
berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk serta sikat mulut
yang menonjol. Abdomen terdiri atas sembilan ruas yang jelas, dan ruas terakhir
dilengkapi dengan tabung udara (sifon) sebagai alat pernafasan yang pendek dan
menggembung (Hadi dan Koesharto, 2006). Pada segmen-segmen abdomen tidak
dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat
pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara, pada setiap sisi
abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1
sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat
14
duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala
(Clements, 2000).
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan larva dari instar satu ke instar empat membutuhkan waktu lima
hari (Ginanjar, 2008). Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu,
ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum,
waktu yang dibutuhkan dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan
berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk dua hari untuk menjadi pupa.
Akan tetapi pada suhu rendah, mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk
kemunculan nyamuk dewasa. Hampir di seluruh negara Asia Tenggara, sarang
telur Aedes sp paling banyak ditemukan di wadah air rumah tangga buatan
manusia (Soegijanto, 2006).
Gambar 6 Larva Aedes sp (Florida Medical Entomology, 2007)
15
3. Pupa
Pupa nyamuk Aedes sp bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada
(cephalothorax) lebih besar dari bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda
baca “koma”. Pada bagiang punggung (dorsal) dada terdapat alat pernafasan
seperti terompet. Pada ruas perut kedelapan terdapat sepasang alat pengayuh yang
berguana untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu
nomor 7 pada ruas perut kedelapan tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak
makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu
istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air (Soegijanto, 2006).
Gambar 7 Pupa Aedes sp (Florida Medical Entomology, 2007)
16
4. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa Aedes sp betina mampu bertahan hidup antara 2 minggu
sampai 3 bulan (rata-rata 1 bulan), tergantung suhu atau kelembapan udara di
sekitarnya. Sementara nyamuk jantan hanya mampu bertahan hidup dalam jangka
waktu 6-7 hari, tepatnya nyamuk kawin dan akan segera mati. Perubahan dari
pupa menjadi nyamuk dewasa membutuhkan 7-10 hari (Indrawan, 2001).
Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih
darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa
menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan
(Sri .R.H.H, 2002).
Nyamuk Aedes aegypti dewasa mempunyai tubuh yang tersusun dari 3 bagian
yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata
majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-
pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia
(Anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga
tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai
cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe pilose
sedangkan nyamuk jantan tipe pulmose (Soegeng .S, 2006).
17
Gambar 8 Nyamuk Dewasa Aedes sp (Centers for Disease Control,
2007)
5. Lingkungan Hidup
Nyamuk Aedes sp bersifat antropofilik yaitu lebih menyukai darah manusia
dibandingkan darah hewan. Nyamuk Aedes sp meyukai tempat perindukan yang
gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar
jernih dan tenang. Tempat perindukan (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak
di dalam maupun di luar rumah dan dapat ditemukan pada tempat penampungan
air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun (Soegijanto,
2006).
Nyamuk Aedes sp tertarik pada cahaya, pakaian berwarna gelap, manusia
serta hewan. Ketertarikan tersebut disebabkan oleh kemampuan manusia dan
hewan untuk mengeluarkan zat-zat seperti CO2, beberapa asam amino, panas
tubuh, bau badan atau keringat (Hadi dan Koesharto, 2006).
18
B. Pepaya
Pepaya (Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman pepaya
(Carica papaya) diduga berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis.
Tanaman ini oleh para pedagang Spanyol disebarluaskan di seluruh penjuru dunia.
Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica papaya) baru dikenal secara umum
sekitar tahun 1930-an, khususnya di kawasan pulau Jawa. Tanaman ini sangat
mudah dijumpai, karena mudah tumbuh pada segala musim (Haryoto, 1998).
Gambar 9 Daun pepaya (Tumbuhan net, 2012)
1. Pengertian
Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh
hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada
batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang
dan berlubang di bagian tengah.
Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing.
Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga
kuning. Manfaat daun pepaya yang mengandung senyawa alkaloid, saponin dan
enzim papaya (papain) yang dapat memecah molekul protein yang terkandung
dalam telur Aedes sp (Kartikasari, 2011).
19
2. Jenis pepaya
Berdasarkan bentuk buahnya, tanaman pepaya dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis yaitu :
a. Pepaya semangka
1) Ciri-ciri : daging buahnya tebal, berwarna merah menyerupai daging buah
semangka, dan citarasanya manis.
2) Contoh : pepaya jingga memiliki kulit buah berwarna jingga, buahnya banyak
berair, dan tahan angkutan : pepaya cibinong memiliki kulit buah tetap hijau
tetapi pucuknya menguning, bentuknya bundar panjang dan runcing, tangkai
buahnya panjang, kulit buahnya tebal dan tidak rata, rasa buahnya kurang
manis, dan beratnya sekitar 2,5 kg.
b. Pepaya sempurna
1) Ciri-ciri : daging buahnya berwarna kuning, berbau harum, dan cita rasanya
manis asam.
2) Contoh : pepaya hijau memiliki kulit buah tidak akan menguning. Pepaya
hitam panjang memliki kulit buah hijau dan akan menguning kalau masak.
Bentuknya panjang, dan tangkai buahnya berwarna ungu. Pepaya hitam
bundar atau pepaya solo memiliki bentuk buah bundar.
20
3. Zat aktif dalam pepaya
Tanaman pepaya meiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia dan
hewan. Tanaman pepaya dapat digunakan sebagai bahan makanan dan minuman,
ramuan tradisional, kosmetika sampai pakan ternak. Selain itu daun pepaya
mengandung senyawa aktif yang berfungsi sebagai insektisida alami yaitu :
a. Senyawa Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Senyawa
alkaloid merupakan hasil metabolisme tumbuh-tumbuhan dan digunakan
sebagai cadangan bagi sintesis protein. Pada umumnya alkoloid
mengandung oksigen, atom karbon, hidrogen dan nitrogen.
Sifat-sifat alkoloid adalah sebagai berikut :
1. Biasanya berupa kristal tak bewarna, tidak mudah menguap. Ada juga
alkoloid yang berwarna misalnya berbening (kuning).
2. Bersifat basa (pahit,racun)
3. Mempunyai efek fisiologis serta aktif optis.
b. Saponin
Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur
steroid dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal
dalam air dan membuih bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa
pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi
terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir
21
darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah
dingin dan banyak digunakan sebagai racun ikan.
c. Enzim papain
Enzim papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah
pepaya, baik dalam buah, batang dan daunnya. Enzim ini dapat diperoleh
dari ekstrak daun pepaya yang diperoleh dengan cara menyaring air
perasan daun pepaya. Sifat dari enzim ini dapat memecah molekul protein
yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida alami dalam menghambat
daya tetas telur nyamuk Aedes sp (Kartikasari, 2011).
C. Klorin (kaporit) dalam air
Klorinasi merupakan metode pengolahan limbah cair dengan membubuhkan
senyawa klor ke dalam bak pengolah limbah. Metode ini banyak digunakan
karena klor efektif sebagai desinfektan dan harganya terjangkau (Sururi dkk,
2008). Klorinasi bertujuan untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme
patogen yang ada di dalam air limbah. Sumber klor yang biasa digunakan adalah
kaporit [Ca(OCl2)] (Anonim, 2008).
Klorin merupakan zat kimia yang relatif murah dan siap digunakan. Zat ini
dilarutkan dalam air dengan jumlah yang cukup akan merusak sebagian besar
kuman penyebab penyakit tanpa membahayakan manusia, namun demikian saat
organisme telah rusak, maka klorin juga akan habis. Jika klorin yang ditambahkan
cukup, setelah semua organisme rusak akan terdapat sisa klorin dalam air yang
disebut klorin bebas. Pengukuran kadar klorin bebas yang tersisa dalam air
disebut residu klorin. Air membutuhkan 2,0 mg/L klorin untuk merusak semua
22
kuman dalam air. Tingkat residu klorin dalam batas yang dapat diterima adalah
sebesar 0,2-0,5 mg/L (WHO,2004).
Penambahan klorin akan memurnikan air dengan cara merusak struktur sel
organisme, sehingga kuman akan mati. Proses tersebut hanya akan berlangsung
bila klorin melakukan kontak langsung dengan organisme tersebut. Klorin
membutuhkan waktu untuk membunuh seluruh organisme. Pada air yang bersuhu
tinggi atau sekitar 180 C, klorin harus berada dalam air paling tidak selama 30
menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan, oleh karena itu
biasanya klorin ditambahkan ke air segera setelah air dimasukkan ke dalam tangki
penyimpanan atau pipa penyalur agar zat kimia tersebut mempunyai cukup waktu
untuk bereaksi dengan air sebelum mencapai konsumen. Efektifitas klorin juga
dipengaruhi oleh pH (keasaman) air. Klorinasi tidak akan efektif jika pH air lebih
dari 7,2 atau kurang dari 6,8 (WHO, 2004).
Kaporit ketika dilarutkan dalam air akan berubah menjadi asam hipoklorit
(HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan. HOCl dan ion
OCl- bersifat sangat reaktif terhadap berbagai komponen sel bakteri. Selanjutnya
HOCl dan ion OCl- disebut sebagai klor aktif. Klor mampu melakukan reaksi
hidrolisis dan deaminasi dengan berbagai komponen kimia bakteri seperti
peptidoglikan, lipid dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan
mempengaruhi mekanisme seluler. Klor aktif juga bereaksi kuat dengan lipid dan
peptidoglikan pada membran sel. Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan
konsentrasi yang sangat tinggi antara lingkungan ekstrasel dan lingkungan
23
intrasel, yang berpotensi mengganggu tekanan osmotik di dalam sel dan dapat
mengancam terjadinya lisis/kehancuran sel (Effendi, 2008).
Klor aktif dapat merusak struktur protein pada telur Aedes sp dengan cara
mengoksidasi (membakar) protein yang berperan dalam proses metabolisme sel
telur sehingga perkembangan telur menjadi terganggu (Effendi, 2008).
D. Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep
Klorin dalam
larutan kaporit
Daya tetas telur
Aedes sp
Suhu air (25-30oC)
pH larutan (netral=7)
Enzim papain dalam
air perasan daun
pepaya
Konsentrasi air perasan
daun pepaya 100%,
50%, 25%
Fertilitas
telur
Daya tetas
Aedes sp
Konsentrasi larutan
kaporit 1mg/L, 2mg/L,
3mg/L
24
F. Variabel
Variabel bebas : konsentrasi air perasan daun pepaya dan kaporit
Variabel terikat : daya tetas telur Aedes sp
Variabel terkendali : suhu air dan pH air
G. Hipotesis
Terdapat perbedaan efektifitas air perasan daun pepaya dan kaporit dalam
menghambat daya tetas telur Aedes sp.