Upload
buikien
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesalan Paska Pembelian
1. Pengertian Penyesalan Paska Pembelian
Menurut Zeelenberg (1999) perilaku paska pembelian adalah aksi
yang dilakukan oleh individu setelah melakukan perilaku pembelian. Menurut
Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) perilaku paska pembelian adalah saat
di mana konsumen telah memilih brand dan toko serta telah melakukan
transaksi pembayaran suatu produk kemudian menggunakan produk tersebut
sesuai dengan kegunaannya. Dalam artian adanya instruksi yang berasal dari
diri konsumen untuk membeli produk atau untuk melakukan tindakan yang
berhubungan dengan pembelian dan ketika konsumen merasakan kepuasan
pada saat membeli suatu produk dan mempunyai komitmen untuk membeli
produk tersebut (repeat purchase).
Perilaku paska pembelian merupakan reaksi yang ditampilkan oleh
individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak
suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap
produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka terpenuhi
atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses
pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009). Menurut Inman, Dyer &
Jianmin (2007) penyesalan muncul dari hasil kognitif individu berupa upaya
untuk mempertimbangkan opsi yang dipilih terhadap opsi yang ditolak.
Individu sepatutnya harus berpikir dahulu sebelum merasa menyesal. Bagi
17
18
individu mengalami penyesalan, mereka harus memproses kognitif dengan
membandingkan satu pilihan (yang dipilih) dengan pilihan lain (terdahulu).
Jika hasil perbandingan tersebut dilihat menjadi tidak menguntungkan (yaitu
jika opsi terdahulu yang dianggap lebih baik daripada pilihan sekarang), maka
individu cenderung merasakan Penyesalan atas tindakan mereka.
Hoyer dan MacInnis (2010) menyatakan bahwa penyesalan pasca
pembelian terjadi ketika konsumen menilai adanya perbandingan yang tidak
setara antara performa dari produk yang telah dibeli dengan performa dari
produk yang tidak dibeli. Penyesalan pasca pembelian merupakan suatu
sensasi menyakitkan yang timbul setelah membeli suatu produk karena
mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan
apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan produk tersebut (Lee
dan Cotte, 2009). Penyesalan pasca pembelian dapat terjadi dalam situasi di
mana pilihan yang diambil memiliki hasil lebih buruk dibandingkan dengan
pilihan yang tidak diambil (Zeelenberg, Van Dijk, Manstead, dan Van der
Pligt, 2000).
Dari berbagai definisi di atas, peneliti memakai pengertian menurut
Lee dan Cotte (2009) yang menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian
merupakan suatu sensasi tidak menyenangkan yang timbul setelah membeli
suatu produk karena mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa
yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan
menggunakan produk tersebut.
19
2. Dimensi Penyesalan Paska Pembelian
Menurut Lee & Cotte (2009) terdapat dua komponen dari penyesalan
paska pembelian, yaitu outcome regret dan proses regret. Kedua dimensi
tersebut bersifat multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen
lagi didalamnya, sehingga komponen penyesalan paska pembelian tersebut
secara keseluruhan memiliki empat komponen, yaitu:
a. Penyesalan terhadap Hasil
1) Penyesalan Dikarenakan Produk Pembanding Yang Tidak Dibeli
Ketika mengalami penyesalan yang disebabkan oleh
alternatif lain (Foregone Alternatives), mereka merasa menyesal
karena telah memilih satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya.
Ketika alternatif yang dipilih oleh individu dianggap kurang baik
dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja dibeli oleh
individu tersebut, individu tersebut dapat dikatakan mengalami
regret due to foregone alternatives (Lee & Cotte, 2009). Zeelenberg
& Pieters (2007) menyatakan penyesalan berhubungan dengan
pilihan dan hal yang pasti dari pilihan adalah adanya kemungkinan
lain yang dapat saja dipilih dibandingkan dengan produk yang telah
dipilih. Individu merasakan regret jika hasil dari alternatif yang lain
yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada hasil yang dirasakan.
2) Penyesalan Dikarenakan Perubahan Makna Produk
Penyesalan karena perubahan makna produk disebabkan oleh
persepsi individu terhadap berkurangnya kegunaan dari produk dari
20
saat melakukan pembelian sampai pada titik tertentu setelah
melakukan pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang,
terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Individu cenderung
untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan produk tersebut
untuk memenuhi konsekuensi yang diharapkan. Level ketika produk
memenuhi konskuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda
dalam menentukan apakah produk tersebut berguna untuk dibeli
(Lee & Cotte, 2009).
b. Penyesalan terhadap Proses
1) Penyesalan Dikarenakan Kurang Pertimbangan
Ketika seorang individu merasakan penyesalan karena kurang
pertimbangan, individu tersebut meragukan proses yang
mengarahkan mereka untuk melakukan suatu pembelian. Dengan
demikian, ada dua cara bagaimana seseorang dapat merasakan
penyesalan dikarenakan kurang pertimbangan. Pertama, individu
akan merasakan penyesalan jika mereka merasa gagal untuk
menerapkan proses keputusan yang telah mereka rencanakan. Kedua,
individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa bahwa
mereka kurang memiliki informasi yang dibutuhkan untuk
mengambil suatu keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009).
2) Penyesalan Dikarenakan Terlalu Banyak Pertimbangan
Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki,
terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan seseorang
21
merasakan penyesalan. Hal itulah yang disebut dengan regret due to
over-consideration. Individu akan merasa telah menghabiskan
banyak waktu dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika seseorang
terlalu banyak melakukan pertimbangan dalam proses keputusan,
mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan
yang bisa ataupun tidak mempengaruhi hasil akhir (Lee & Cotte,
2009).
Connolly & Zeelenberg (2002) mengungkapkan terdapat 2 (dua)
komponen penyesalan, yaitu :
1) Evaluasi (perbandingan) dari hasil keputusan
Ketika konsumen membeli suatu produk, konsumen tersebut
akan membandingkan produk yang dibelinya dengan produk
pembanding yang tidak dibelinya. Konsumen tersebut akan merasa
menyesal apabila produk pembanding yang tidak di beli ternyata
lebih bagus dari pada produk yang di belinya.
2) Perasaan bersalah pada diri (self-blame)
Self blame merupakan cara seseorang mengatasi masalah
dengan mengakui bahwa masalah yang ada merupakan akibat dari
apa yang dilakukanya sendiri. Menurut Connolly & Zeelenberg
(2009) ketika konsumen membeli suatu produk dan produk tersebut
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, konsumen tersebut akan
menyalahkan dirinya sendiri atas keputusan membeli produk
tersebut.
22
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi
penyesalan paska pembelian menurut Lee dan Cotte (2009) terdiri dari dua
komponen yaitu: penyesalan terhadap hasil (penyesalan dikarenakan produk
pembanding yang tidak dibeli dan penyesalan dikarenakan perubahan makna
produk) dan penyesalan terhadap proses (penyesalan dikarenakan kurang
pertimbangan dan penyesalan dikarenakan terlalu banyak pertimbangan).
Sedangkan menurut Connolly & Zeelenberg (2002) terdapat dua komponen
yaitu : Evaluasi (perbandingan) dari hasil keputusan dan perasaan bersalah
pada diri (self-blame).
Peneliti memilih menggunakan komponen penyesalan paska
pembelian dari Lee dan Cotte (2009) untuk menyusun alat ukur skala
penyesalan paska pembelian karena menurut peneliti komponen yang di
uraikan oleh Lee dan Cotte mampu mengungkap penyesalan paska
pembeliam lebih mendalam. Selain itu, peneliti-peneliti lainnya yang menjadi
acuan oleh peneliti juga menggunakan komponen dari Lee dan Cotte (2009)
tersebut.
3) Tipe-tipe Penyesalan
Menurut Osei (2009), ada dua tipe penyesalan yang dapat dialami
oleh individu, yaitu retrospective dan prospective regret.
a. Retrospective Regret
Ada dua komponen yang biasanya diasosiasikan dengan
retrospective regret, yaitu penyesalan terhadap hasil (outcome regret),
23
yaitu berhubungan dengan evaluasi terhadap hasil dari proses
pengambilan keputusan dan penyesalan terhadap proses (process regret),
yang terjadi ketika proses keputusan dianggap tidak baik meskipun
menghasilkan hasil yang baik (Zeelenberg & Pieters, 2007).
b. Prospective Regret
Prospective regret biasanya disebut juga dengan anticipated
(penyesalan). Anticipated regret merupakan emosi yang sangat
dipengaruhi oleh kognitif yang terkadang juga disebut sebagai virtual
emotion atau emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya
sebuah prediksi (Frijda, 2004).
Berdasarkan tipe-tipe penyesalan yang dijelaskan di atas, dapat
dilihat bahwa penyesalan memiliki cara pandang ke depan dan juga pandang
ke belakang. Penyesalan paska pembelian dalam penelitian ini termasuk
kedalam jenis retrospective regret.
4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesalan Paska Pembelian
Menurut (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) didalam penyesalan paska
pembelian terdapat faktor eksternal dan internal yang dianggap dapat
mempengaruhi penyesalan yang dirasakan oleh seseorang, diantaranya
adalah:
a. Faktor Internal antara lain :
24
i. Tanggung Jawab pekerjaan
Gilovich and Medvec (1995) menyatakan seseorang akan
lebih merasakan penyesalan ketika mereka memiliki tanggung jawab
yang tinggi terhadap hasil yang dihasilkan.
ii. Jenis kelamin
Menurut Landman (1987) jenis kelamin merupakan faktor lain
yang juga mempengaruhi munculnya penyesalan. Dilaporkan wanita
dan pria berbeda dalam merasakan penyesalan.Jenis kelamin
merupakan faktor lain yang juga dapa mempengaruhi decision regret.
M’Barek dan Gharbi (2011) menyatakan bahwa wanita cenderung
merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan wanita
cenderung lebih sensitif dan emosional daripada pria. Selain itu,
wanita lebih cenderung terlibat dalam melakukan perbandingan yang
mengakibatkan munculnya perasaan menyesal.
iii. Kepribadian
Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang
menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang merespon
lingkungannya (Schiffman & Kanuk , 2000). Berdasarkan definisi ini
maka bisa disimpulkan bahwa yang ditekankan adalah karakter-
karakter internal termasuk didalamnya berbagai atribut, sifat, tindakan
yang membedakannya dengan orang lain.
Menurut Schiffman & Kanuk (2000), kepribadian bisa
dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri,
25
dominasi, otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan
dan kemampuan beradaptasi. Dalam kepribadian orang tersebut
terdapat nilai-nilai positif yang selalu memberikan energi positif
terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan
kehidupan.Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian yang rendah
adalah seseorang yang selalu dilingkupi dengan kegagalan. Sebab
pada diri seseorang tersebut mengalir energi-energi negatif yang
terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan
kehidupan
Boninger, Gleicher & Strathman (1994) juga menyatakan
kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang
menyebabkan seseorang merasakan penyesalan, dari faktor tersebut
memungkinkan seseorang mengalami penyesalan paska pembelian,
maka faktor internal menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih
jauh. Saleh (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif
antara kepribadian ekstraversi dengan penyesalan paska pembelian.
Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstraversi akan
cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumen dengan tipe kepribadian introvert,
karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih
cepat bertindak sebelum berpikir sehingga memungkinkan mereka
melakukan pembelian tidak terencana.
26
Hal senada dikemukakan oleh Zeelenberg & Pieters (2007)
yang menyatakan bahwa, pada saat mengalami penyesalan dalam
pembelian produk, individu akan bertindak tidak konsisten terhadap
pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan
produk yang telah dibeli. Jadi konsumen yang memiliki tipe
kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan
yang lebih tinggi dibandingkan konsumen tipe kepribadian ekstrovert.
Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat
tidak konsisten.
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat dilihat bahwa penyesalan
banyak dipengaruhi oleh faktor kepribadian saat melakukan pembelian
dimana faktor tersebut termasuk faktor internal dari penyesalan. Dari teori
tersebut diatas maka peneliti memilih faktor kepribadian ekstraversi sebagai
variabel independent dari penelitian ini.
b. Ada beberapa faktor eksternal antara lain :
i. Waktu Pembelian
Waktu pembelia berperan dalam penyesalan dengan berbagai
cara yang unik di mana dapat menimbulkan perasaan penyesalan.
Pertama, konsumen mungkin sensitif terhadap arah temporal
perbandingan. Seorang konsumen bisa merasa regret setelah membuat
keputusan membeli terlalu dini dan menghilangkan kesempatan yang
lebih baik berikutnya. Atau, dia mungkin menyesal setelah menunggu
terlalu lama untuk melakukan pembelian dan melewatkan kesembatan
27
yang baik.Meskipun besarnya perbandingan ini mungkin setara dalam
beberapa kasus (misalnya, bila produk dibeli seharga $ 100 tetapi
menjadi seharga $ 80 dalam awal atau akhir pekan), besarnya
penyesalan konsumen mungkin berbeda (Cooke, Meyvis, & Schwartz,
2001).
Kedua, kontrol bahwa konsumen memiliki lebih banyak waktu
untuk pembelian biasanya bervariasi. Dalam beberapa kasus,
konsumen tidak memiliki kebutuhan yang mendesak untuk produk
tersebut dan dapat membeli dengan harga atau waktu yang mereka
inginkan. Dalam kasus lain, konsumen memiliki kebutuhan mendesak
untuk produk dan karena itu memiliki lebih sedikit kontrol atas waktu
pembelian mereka. Masing-masing situasi dapat menyebabkan
perasaan menyesal, tetapi penyesalan tersebut merupakan pengalaman
yang mungkin berbeda tergantung pada tingkat kontrol yang tersedia.
(Cooke, Meyvis, dan Schwartz, 2001).
ii. Harga dan Perubahan
Harga Faktor harga dapat menjadi penyebab terjadinya
penyesalan. Menurut Simonson (dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz,
2001) mengatakan bahwa harga sebelum pembelian mungkin
memiliki pengaruh lebih besar pada regret dan kepuasan dibandingkan
dengan harga setelah pembelian. Namun, hasilnya tidak bisa
digeneralisasi untuk semua situasi purchase timing. Pertama,
Simonson (dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz, 2001) membuat
28
prediksi didasarkan pada sifat normatif pembelian produk yang
diobral. Kedua, konsumen mungkin tidak dapat secara akurat
mengantisipasi regret yang mungkin akan mereka hadapi yang
mempengaruhi perasaan mereka. Menurut Simonson konsumen tidak
diberi informasi counterfactual secara eksplisit.Dengan demikian,
mereka harus dapat membayangkan harga yang counterfactual
tersebut dalam kenyataannya dan sangat tidak mungkin.
Perubahan harga juga dapat mempengaruhi penyesalan.
Penyesalan yang disebabkan oleh perubahan harga yang telah di
tetapkan terdapat dalam dua cara. Pertama, Penyesalan adalah
mungkin lebih besar ketika harga berubah dalam jumlah yang lebih
besar, sehingga penyesalan tergantung pada ukuran perubahan harga.
Kedua, penyesalan dapat berkurang jika seseorang diberitahu tentang
perubahan harga di masa depan di awal (Rotemberg, 2010).
iii. Informasi
Menurut teori regret yang diusulkan oleh Bell (1982)
pengambil keputusan dibuat berupa usaha untuk menghindari
konsekuensi yang akan muncul setelah fakta jika telah membuat
keputusan yang salah, keputusan yang benar muncul dengan informasi
tersedia pada saat sebelum mengambil keputusan. Dengan
mendapatkan Informasi yang tepat, hal tersebut cenderung
menurunkan tingkat penyesalan pada konsumen.
29
Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesalan paska pembelian meliputi faktor internal : 1) tanggung jawab
pekerjaan (Job Responsibility); 2) jenis kelamin; 3) kepribadian, dan faktor
eksternal : 1) waktu pembelian (purchase timing); 2) harga dan perubahan; 3)
informasi. Dalam penelitian ini faktor internal di khususkan pada faktor
kepribadian ekstravert dan jenis kelamin. Menurut Saleh (2012) konsumen
yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat
penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen dengan tipe
kepribadian introvert, karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert
cenderung lebih cepat bertindak sebelum berpikir. Selain itu, jenis kelamin
digunakan untuk mengetahui perbedaan antara penyesalan paska pembelian
pada pria dan penyesalan paska pembelian pada wanita.
Peneliti memilih faktor internal kepribadian (ekstraversi) sebagai
variabel bebas dan jenis kelamin sebagai variabel deskrit dikarenakan sudah
banyak peneliti-peneliti sebelumnya yang melakukan penelitian penyesalan
paska pembelian dikaitkan dengan faktor –faktor eksternal sebagai variabel
bebas. Untuk itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang
penyesalan paska pembelian yang dihubungkan dengan faktor internal yaitu
kepribadian ekstraversi. Selain itu, peneliti juga ini mengetahui adakah
perbedaan penyesalan paska pembelia antara wanita dengan pria.
30
B. Sifat Ekstraversi
1. Pengertian Sifat Ekstraversi
Kepribadian (personality) adalah gabungan dari ciri fisik dan mental
yang stabil yang memberikan identitas pada individu. Ciri-ciri ini termasuk
penampilan, pikiran, tindakan dan perasaan seseorang yang merupakan hasil
pengaruh genetic dan lingkungan yang salin berinteraksi (Kreitner & Kinicki,
2010).
Kepribadian dibentuk dari serangkaian pola yang disebut sifat. Feist &
Feist (2006) menjelaskan bahwa sifat (traits) member kontribusi bagi
perbedaan individu dan perilakunya, konsistensi perilaku di sepanjang waktu,
dan stabilitas perilaku tersebut di setiap situasi. Konsep sifat lebih
menekankan pada keunikan tiap individu yang menjadi faktor individual
differences meskipun penggolongan kepribadiannya sama. Misalnya, A dan B
tergolong dalam suatu jenis kepribadian yang sama, namun berbeda
kecenderungan. Ekstrovert A lebih cenderung pada kegemaran melakukan
olah raga ekstrim, sedangkan ekstrovert B lebih cenderung pada antusiasme
ketika berhubungan dengan orang lain.
Ekstraversi-interaversi merupakan salah satu penggolongan
kepribadian dasar yang cukup popular di kalangan praktisi psikologi maupun
masyarakat awam. Konsep ini pertama kali diungkapkan oleh Carl Jung. Jung
menjelaskan bahwa perbedaan utama antara individu ekstraversit dan
interaversi terletak pada cara pandangnya. Individu ekstroaversi memiliki
cara pandang impersonal terhadap dunia dan cenderung di pengaruhi oleh
31
dunia obyektif. Sebaliknya, pribadi intraversi memiliki subyektivitas tinggi
sehingga memandang dunia secara personal. Individu ekstraversit memiliki
beberapa cirri khas, yaitu mudah bergaul, antusias dan menyukai
tantangan.Individu dengan ekstraversi tinggi juga cenderung mampu
bersosialisasi, aktif, berorientasi pada hubungan antar manusia, dan optimis.
Berlawanan dengan ekstraversit, pibadi intraversi cenderung tertutup, pasif,
dan pemalu terutama dalam lingkungan baru (Hall & Lindzey, 1993).
Selanjutnya, Morris (Feist & Feist, 2006) menggambarkan ciri-ciri
ekstraversi sebagai perasaan social, impulsivitas, kegairahan hidup, kepekaan
terhadap humor, optimism, dan sifat-sifat lain yang mengindikasikan
penghargaan terhadap hubungan dengan seksama. Eysenck yakin bahwa
individu ekstrovert memiliki tingkat stimulasi kulit otak rendah dan ambang
indrawi tetap optimal, individu ekstrovert sering melakukan beragam kegiatan
yang menstimulasi otak besar-besaran.Individu ekstrovert gemar menikmati
aktivitas fisik ekstrim, seperti mendaki gunung, mengemudi kencang,
melakukan olah raga arung jeram, dan lain-lain. Karena memiliki tingkat
stimuli kulit otak yang rendah, individu ekstrovert cenderung lebih cepat
beraksi terhadap stimulasi yang lebih kuat, namun untuk jenis stimulasi yang
sama responnya semakin berkurang.
Suryabrata (2007) menyatakan bahwa tipe kepribadian ekstrovert
merupakan dimensi yang menyangkut hubungannya dengan perilaku individu
khususnya dalam hal kemampuan mereka dalam menjalin hubungan dengan
dunia luarnya. Eysenck & Wilson, (1982) berpendapat bahwa tipe
32
kepribadian ekstrovert adalah individu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: suka
bergaul, suka pesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan orang lain
untuk bercakap-cakap dan tidak suka membaca/belajar sendiri. Individu
ekstrovert membutuhkan rangsang, selalu mengambil kesempatan, sering
bertindak sesuatu yang membahayakan, kurang berpikir panjang, cenderung
impulsif. Mereka sering mempunyai jawaban-jawaban spontan, menunjukkan
perubahan dan optimistik, individu cenderung memilih untuk tetap bergerak
dan melakukan sesuatu, cenderung agresif dan cepat kehilangan kesabaran,
dan tidak selalu sebagai orang yang dapat diandalkan, menyenangi lelucon-
lelucon yang bersifat menertawakan orang lain, lebih mengarahkan libido
keluar dirinya ke arah lingkungannya, lebih bersifat dinamis, lebih berani
mengambil resiko, dan cenderung gegabah.
Dalam kehidupan sehari-hari individu ekstrovert muncul sebagai
pribadi yang menyukai hal-hal baru dan menantang. Aktivitas rutin
merupakan hal yang membosankan bagi individu ekstrovert. Selain itu,
individu ekstrovert juga cenderung lebih responsive terhadap stimulasi social
dan mempunyai jangkauan pertemanan dan jaringan yang lebih luas, sehingg
berkemungkinan lebih besar untuk membantu orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kepribadian ekstraversi adalah tipe konsumen yang berorientasi pada dunia
obyektif dan eksternal. Secara konkret, hal ini tercermin dalam perilaku yang
aktif, mudah bersosialisasi, berani mengambil resiko, impulsif, ekspresif.
33
menyukai hal-hal praktis dan menyikapi suatu dengan santai.
2. Aspek-aspek Ekstraversi
Eysenck & Wilson (1982) merumuskan 7 aspek Ekstraversi, yaitu :
a. Activity, yaitu cara melakukan kegiatan. Individu ekstrovert cenderung
aktif secara fisik, bersemangat, suka bekerja keras, bergerak cepat,
mempunyai minat pada banyak hal. Sebaliknya, individu introvert
cenderung kurang aktif secara fisik, kurang bersemangat, lebih suka
berdiam diri dan memilih lingkungan yang tenang.
b. Sociability, yaitu ketertarikan pada kontak social. Individu ekstrovert
suka berkumpul dengan banyak orang, mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru, dan senang dengan kontak social. Sebaliknya, individu
introvert lebih menyukai aktivitas yang dilakukan sendirian, sulit
mengutarakan pendapat dengan bebas kepada orang lain, dan kurang
menikmati kontak social.
c. Risk taking, yaitu keberanian untuk melakukan tindakan beresiko
maupun aktivitas menantang. Individu ekstrovert menyukai tantangan
dan tindakan beresiko. Sebaliknya, individu introvert menyukai hal-hal
yang aman, sudah familiar atau bersiko kecil.
d. Impulsiveness, yaitu cara bereaksi terhadap stimulus. Individu ekstrovert
cenderung mengikuti dorongan emosi sesaat (impulsive), tergesa-gesa
dalam mengambil keputusan, dan mudah berubah. Sebaliknya, individu
34
introvert bersikap berhati-hati dalam bertindak, sistematis, dan berpikir
panjang sebelum mengambil keputusan.
e. Expressiveness, yaitu cara mengekspresikan emosi. Individu ekstrovert
cenderung mengekspresikan perasaan rasa cinta, benci, marah, simpati,
secara terbuka (demonstratife). Sebaliknya, individu introvert mengontrol
emosi dengan baik sehingga tidak terlihat oleh orang lain.
f. Reflectiveness, yaitu ketertarikan untuk melakukan refleksi (perenungan)
atas sesuatu. Individu ekstrovert lebih tertarik melakukan daripada
memikirkan sesuatu dan menyukai hal-hal praktis. Sebaliknya, individu
introvert suka berpikir, merennung dan tertarik pada hal-hal abstrak serta
filosofis.
g. Responsibility, yaitu cara menanggapi sesuatu. Individu ekstrovert
mengabaikan hal-hal formal, menyikapi sesuatu dengan santai dan
kurang bertanggung jawab secara social. Sebaliknya, individu introvert
bersifat serius, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek
ekstraversi memiliki sifat seperti, aktif, gemar bersosialisasi, berani
mengambil resiko, impulsive, ekspresif, menyukai hal-hal praktis dan
menyikapi sesuatu dengan santi. Penelitian ini mengacu pada aspek-aspek
tersebut dikelompokkan dalam poin-poin sehingga memperjelas pengamatan
pengukuran.
35
C. Jenis Kelamin dan Ciri-cirinya
Jenis kelamin atau sex adalah pembagian jenis kelamin manusia yang
didasarkan pada struktur bilogisnya (Fakih,1996). Jika manusia perempuan adalah
manusia yang memiliki rahim, tuba falopi, vagina, dan menghasilkan sel telur,
maka manusia laki-laki adalah manusia yang memiliki jakun, penis, dan
menghasilkan sperma. Jenis alat reproduksi yang berbeda ini sudah merupakan
ketentuan dari Tuhan (kodrat) sehingga melekat terus pada individu, tidak bias
dipertukarkan, dan tidak dapat berubah dengan sendirinya. Hal ini sejalan dengan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa jenis kelamin adalah sifat jasmani
atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai wanita dan pria.
Menurut Unger (Umar, 1999), dimana perbedaan anatomi biologis dan
komposisi kimia dalam tubuh manusia, dianggap berpengaruh terhadap
perkembangan emosional dan kapasitas masing-masing. Identifikasi perbedaan
terhadap perkembangan emosional dan kapasitas masing-masing. Identifikasi
perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan diantaranya
adalah : laki-laki sangat agresif, independent, tidak emosional, lebih obyektif,
tidak submisif, lebih kompetitif, berperasaan tidak mudah tersinggung, mudah
mengadaptasi persoalan, lebih berterus terang. Sementara perempuan tidak terlalu
agresif, tidak terlalu independepent, lebih submisif, lebih emosional, sulit
membedakan antara rasio dan rasa.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian jenis
kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak
seseorang lahir.
36
D. Hubungan antara sifat ekstaversi dengan penyesalan paska pembelian
Hampir sebagian besar konsumen pasti pernah mengalami perasaan
menyesal setelah membeli suatu produk. Menurut Zeelenberg dan Pieter (2007)
penyesalan adalah emosi kognitif yang ingin dihindari, dipendam, disangkal dan
diatur oleh konsumen jika dialami. Menurut Iskandar, Lila dan Zulkarnaen
(2013) penyesalan adalah sebuah sensasi menyakitkan yang muncul sebagai hasil
dari membandingkan “apa yang ada” dengan “apa yang seharusnya ada”.
Penyesalan paska pembelian dapat disimpulkan sebagai emosi kognitif
atau perasaan yang tidak menyenangkan, menyakitkan, yang dihindari oleh
individu akibat dari ketidak sesuaian antara apa yang telah didapat dengan apa
yang diinginkan dan cenderung menyalahkan diri sendiri. Konsumen yang
melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan
konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi
emosional konsumen lebih berperan sehingga mereka tidak memperdulikan
konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M’barek dan Ghabi, 2011).
Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Kunf & Lee, 2005)
menyatakan bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor yang menyebabkan
sesorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix
(2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat
tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal
(2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan
kepribadian yang dapat meningkatkan perasaan menyesal.
37
Eysenck (Pervin & John, 2010) dalam penelitiannya menemukan dimensi
dasar kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert, untuk menyatakan adanya
perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan tingkahlaku sosial.
Eysenck (Suyasa, 2005) mengemukakan bahwa individu yang termasuk dalam
tipe kerpibadian introvert adalah individu yang selalu mengarahkan
pandangannya pada dirinya sendiri. Tingkah lakunya terutama ditentukan oleh
apa yang terjadi dalam pribadinya sendiri. Individu dengan tipe ini kerapkali
tidak mempunyai kontak dengan lingkungan sekelilingnya. Sedangkan individu
yang termasuk dalam tipe kerpibadian ekstrovert bersifat sebaliknya.
Dalam beberapa teori mengemukakan mengenai Penyesalan pasca
pembelian yang dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, antara lain yaitu:
Boninger, Gleicher & Strathman (Hung, Ku, Liang & Lee., 2005) menyatakan
bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor signifikan yang menyebabkan
seseorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix
(2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat
tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal
(2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan
kepribadian yang dapat meningkatkan perasaan menyesal.
Zeelenberg & Pieters (2007) juga menyatakan bahwa penyesalan pasca
pembelian dapat terjadi ketika individu tidak memikirkan atau tidak menaruh
perhatian yang cukup pada produk yang akan dibeli (Iskandar, Lila & Zulkarnai,
2013). Konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung
mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi karena konsumen yang bertipe
38
kepribadian ekstrovert cenderung kurang teliti dan tidak banyak pemikiran. Lebih
lanjut Zeelenberg & Pieters (2007) menyatakan bahwa pada saat mengalami
penyesalan dalam membeli produk, individu akan bertindak tidak konsisten
terhadap pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan
produk yang telah dibeli. Sehingga konsumen yang memiliki tipe kepribadian
ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi
dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadin introvert, karena konsumen yang
bertipe kepribadian ekstrovert memilki sifat tidak konsisten.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2012)
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pembelian tanpa rencana
dengan penyesalan paska pembelian. Konsumen yang memiliki tipe kepribadian
ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi
dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadian introvert, karena konsumen
bertipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih cepat bertindak sebelum berpikir
sehingga memungkinkan mereka melakukan pembelian impulsif atau tidak
terencana.
Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tipe kepribadian
ekstrovert memiliki hubungan positif terhadap penyesalan paska pembelian.
Semakin tinggi ekstraversi seseorang maka semakin tinggi peluang untuk
mengalami penyesalan paska pembelian.
39
E. Perbedaan penyesalan paska pembelian Antara jenis kelamin Pria
dengan Jenis kelamin Wanita
Bakewell dan Mitchell (2003) mengungkapkan banyak penulis
mengatakan bahwa jenis kelamin memiliki efek terhadap pasar terutama dalam
perilaku pembelian (e.g. Fischer and Gainer, 1991; Campbell, 1997; Buttle, 1992
; Miller, 1998). Dalam jurnal (Schmoll, Hafer, Hilt, Reilly, 2006) dikatakan
bahwa ditemukan perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin wanita dan pria
terhadap suatu produk. Pria cenderung lebih mudah menerima suatu produk yang
baru dibandingkan dengan perempan. Namun, perempuan lebih bersifat
konsumtif terhadap suatu produk yang memang produk tersebut sudah terbukti
bagus dan banyak dipakai oleh teman-temannya.
Mitchell dan Walsh (2004) mengatakan bahwa pria dan wanita
menginginkan produk yang berbeda dan mereka memiliki jalan pikiran yang
berbeda untuk mendapatkan produk atau barang yang mereka inginkan. Sebuah
penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana jenis kelamin mempengaruhi
konsumen dalam mengambil keputusan. Meskipun memiliki perbedaan yang
jelas dari gaya hidup, pendapatan, umur, perilaku konsumen dan lain-lain. Pada
dasarnya wanita dan pria memiliki minat atau kesukaan untuk produk yang
berbeda, wanita lebih cenderung konsumtif daripada pria. Namun disisi lain, pria
cenderung lebih bisa menerima produk yang dibelinya apabila tidak sesuai
dengan apa yang diharapkannya.
Menurut Landman (1987), jenis kelamin merupakan faktor lain yang juga
dapat mempengaruhi decision regret. M’Barek dan Gharbi (2011) menyatakan
40
bahwa wanita cenderung merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan
wanita cenderung lebih sensitif dan emosional daripada pria. Selain itu, wanita
lebih cenderung terlibat dalam melakukan perbandingan yang mengakibatkan
munculnya perasaan menyesal.
Perilaku membeli wanita dianggap lebih emosional dibandingkan pria
yang mengindikasikan bahwa wanita lebih responsif terhadap pembelian impulsif
(Coley dan Burgess, 2003). Wanita adalah individu yang lebih sensitif
dibandingkan pria sehingga mereka lebih mungkin menunjukkan respon
emosional. Selain itu, wanita cenderung melakukan perbandingan sehingga
meningkatkan munculnya penyesalan pasca pembelian (M’Barek dan Gharbi,
2011).
F. Landasan Teori
Ketika konsumen berada pada tahapan paska pembelian, konsumen
melakukan evaluasi terhadap keputusan yang telah dibuatnya. Setelah melakukan
evaluasi, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan atas keputusan
yang telah dibuatnya (Kotler, 2000). Apabila konsumen merasa puas dengan
keputusannya maka konsumen akan melakukan pembelian ulang (repeat
purchase), sebaliknya apabila konsumen merasa tidak puas konsumen mengalami
penyesalan setelah membeli (Post Purchase Regret).
Menurut Connolly dan Zeelenberg (2002), individu dapat merasa
penyesalan karena: a) mengevaluasi hasil dari purchase; dan b) mengevaluasi
proses. Seseorang akan mengevaluasi hasil dengan membandingkan apa yang
mereka miliki dengan apa yang mereka mungkin bisa diterima.
41
Menurut Zeelenberg dan Pieters (2007), penyesalan dapat disebut sebagai
emosi yang seseorang alami ketika menyadari atau membayangkan bahwa situasi
saat ini akan lebih baik, kalau saja memutuskan hal yang berbeda dibandingkan
sebelumnya. Penyesalan tidak akan dialami jika konsumen merasa bahwa jika dia
dapat mengubah hasil saat ini, misalnya, jika konsumen membeli produk yang
memiliki garansi (Mittal & Lassar, 1998). Teori regret mengatakan individu
membandingkan pengambil keputusan opsi yang dipilih dengan opsi terdahulu
dan perbandingan ini dapat memicu regret jika pengambilan keputusan
memperoleh hasil yang lebih buruk daripada apa yang bisa diperoleh jika ia
membuat pilihan yang berbeda.
Mereka akan merasa menyesal jika hasil dari alternatif lain yang terdahulu
lebih baik dari pilihan saat ini. Regret ini terkait dengan pilihan yang sangat alami
yang menunjukkan bahwa ada kemungkinan lain yang bisa dimiliki atas alternatif
yang dipilih (Zeelenberg & Pieters 2007). Ketika individu merasa bahwa hasil
yang diperoleh bisa saja menghasilkan hasil yang lebih baik jika individu memilih
pilihan yang berbeda, dapat dikatakan individu tersebut mengalami penyesalan
(Tsiros & Mittal, 2000; Lee & Cotte, 2009).
Penyesalan yang dirasakan oleh seorang individu bisa saja terhadap hasil
dan juga terhadap proses yang telah dilalui dalam proses pembelian (Zeelenberg
& Pieters, 2007).
Berdasarkan telaah teori diatas, maka kerangka pemikiran yang
dikembangkan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam model penelitian
secara sederhana pada gambar 1 sebagai berikut :
42
Gambar 1. korelasi sifat ekstraversi terhadap penyesalan paska pembelian dan perbedaan penyesalan paska pembelian antara jenis kelamin wanita dengan
pria
Keterangan:
: ada hubungan
G. Hipotesis
1. Ada korelasi positif dan signifikan antara ekstraversi dengan penyesalan
paska pembelian. Artinya semakin tinggi ekstraversi konsumen maka
semakin tinggi kemungkinan munculnya penyesalan setelah pembelian.
2. Ada perbedaan penyesalan paska pembelian antara pria dengan wanita.
Wanita memiliki penyesalan paska pembelian lebih tinggi dibandingkan
dengan pria.
Penyesalan paska pembelian • Outcome regret : Regret due to forgone
Alternatif Regret due to a
change in significance
• Proses regret Regret do to under
consideration Regret do to over
consideration
kepribadian ekstrovert : • Activity • Sociability • Risk taking • Impulsiveness • Expresiveness • Reflectiveness • responsibility
Jenis kelamin : • Pria • Wanita