26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesalan Paska Pembelian 1. Pengertian Penyesalan Paska Pembelian Menurut Zeelenberg (1999) perilaku paska pembelian adalah aksi yang dilakukan oleh individu setelah melakukan perilaku pembelian. Menurut Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) perilaku paska pembelian adalah saat di mana konsumen telah memilih brand dan toko serta telah melakukan transaksi pembayaran suatu produk kemudian menggunakan produk tersebut sesuai dengan kegunaannya. Dalam artian adanya instruksi yang berasal dari diri konsumen untuk membeli produk atau untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan pembelian dan ketika konsumen merasakan kepuasan pada saat membeli suatu produk dan mempunyai komitmen untuk membeli produk tersebut (repeat purchase). Perilaku paska pembelian merupakan reaksi yang ditampilkan oleh individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka terpenuhi atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009). Menurut Inman, Dyer & Jianmin (2007) penyesalan muncul dari hasil kognitif individu berupa upaya untuk mempertimbangkan opsi yang dipilih terhadap opsi yang ditolak. Individu sepatutnya harus berpikir dahulu sebelum merasa menyesal. Bagi 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesalan Paska Pembelian 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4956/3/BAB II.pdf · konsumen tidak memiliki kebutuhan yang mendesak untuk produk tersebut

  • Upload
    buikien

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyesalan Paska Pembelian

1. Pengertian Penyesalan Paska Pembelian

Menurut Zeelenberg (1999) perilaku paska pembelian adalah aksi

yang dilakukan oleh individu setelah melakukan perilaku pembelian. Menurut

Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) perilaku paska pembelian adalah saat

di mana konsumen telah memilih brand dan toko serta telah melakukan

transaksi pembayaran suatu produk kemudian menggunakan produk tersebut

sesuai dengan kegunaannya. Dalam artian adanya instruksi yang berasal dari

diri konsumen untuk membeli produk atau untuk melakukan tindakan yang

berhubungan dengan pembelian dan ketika konsumen merasakan kepuasan

pada saat membeli suatu produk dan mempunyai komitmen untuk membeli

produk tersebut (repeat purchase).

Perilaku paska pembelian merupakan reaksi yang ditampilkan oleh

individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak

suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap

produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka terpenuhi

atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses

pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009). Menurut Inman, Dyer &

Jianmin (2007) penyesalan muncul dari hasil kognitif individu berupa upaya

untuk mempertimbangkan opsi yang dipilih terhadap opsi yang ditolak.

Individu sepatutnya harus berpikir dahulu sebelum merasa menyesal. Bagi

17

18

individu mengalami penyesalan, mereka harus memproses kognitif dengan

membandingkan satu pilihan (yang dipilih) dengan pilihan lain (terdahulu).

Jika hasil perbandingan tersebut dilihat menjadi tidak menguntungkan (yaitu

jika opsi terdahulu yang dianggap lebih baik daripada pilihan sekarang), maka

individu cenderung merasakan Penyesalan atas tindakan mereka.

Hoyer dan MacInnis (2010) menyatakan bahwa penyesalan pasca

pembelian terjadi ketika konsumen menilai adanya perbandingan yang tidak

setara antara performa dari produk yang telah dibeli dengan performa dari

produk yang tidak dibeli. Penyesalan pasca pembelian merupakan suatu

sensasi menyakitkan yang timbul setelah membeli suatu produk karena

mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa yang diharapkan dengan

apa yang didapatkan setelah membeli dan menggunakan produk tersebut (Lee

dan Cotte, 2009). Penyesalan pasca pembelian dapat terjadi dalam situasi di

mana pilihan yang diambil memiliki hasil lebih buruk dibandingkan dengan

pilihan yang tidak diambil (Zeelenberg, Van Dijk, Manstead, dan Van der

Pligt, 2000).

Dari berbagai definisi di atas, peneliti memakai pengertian menurut

Lee dan Cotte (2009) yang menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian

merupakan suatu sensasi tidak menyenangkan yang timbul setelah membeli

suatu produk karena mendapat perbandingan yang tidak setara antara apa

yang diharapkan dengan apa yang didapatkan setelah membeli dan

menggunakan produk tersebut.

19

2. Dimensi Penyesalan Paska Pembelian

Menurut Lee & Cotte (2009) terdapat dua komponen dari penyesalan

paska pembelian, yaitu outcome regret dan proses regret. Kedua dimensi

tersebut bersifat multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen

lagi didalamnya, sehingga komponen penyesalan paska pembelian tersebut

secara keseluruhan memiliki empat komponen, yaitu:

a. Penyesalan terhadap Hasil

1) Penyesalan Dikarenakan Produk Pembanding Yang Tidak Dibeli

Ketika mengalami penyesalan yang disebabkan oleh

alternatif lain (Foregone Alternatives), mereka merasa menyesal

karena telah memilih satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya.

Ketika alternatif yang dipilih oleh individu dianggap kurang baik

dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja dibeli oleh

individu tersebut, individu tersebut dapat dikatakan mengalami

regret due to foregone alternatives (Lee & Cotte, 2009). Zeelenberg

& Pieters (2007) menyatakan penyesalan berhubungan dengan

pilihan dan hal yang pasti dari pilihan adalah adanya kemungkinan

lain yang dapat saja dipilih dibandingkan dengan produk yang telah

dipilih. Individu merasakan regret jika hasil dari alternatif yang lain

yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada hasil yang dirasakan.

2) Penyesalan Dikarenakan Perubahan Makna Produk

Penyesalan karena perubahan makna produk disebabkan oleh

persepsi individu terhadap berkurangnya kegunaan dari produk dari

20

saat melakukan pembelian sampai pada titik tertentu setelah

melakukan pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang,

terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Individu cenderung

untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan produk tersebut

untuk memenuhi konsekuensi yang diharapkan. Level ketika produk

memenuhi konskuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda

dalam menentukan apakah produk tersebut berguna untuk dibeli

(Lee & Cotte, 2009).

b. Penyesalan terhadap Proses

1) Penyesalan Dikarenakan Kurang Pertimbangan

Ketika seorang individu merasakan penyesalan karena kurang

pertimbangan, individu tersebut meragukan proses yang

mengarahkan mereka untuk melakukan suatu pembelian. Dengan

demikian, ada dua cara bagaimana seseorang dapat merasakan

penyesalan dikarenakan kurang pertimbangan. Pertama, individu

akan merasakan penyesalan jika mereka merasa gagal untuk

menerapkan proses keputusan yang telah mereka rencanakan. Kedua,

individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa bahwa

mereka kurang memiliki informasi yang dibutuhkan untuk

mengambil suatu keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009).

2) Penyesalan Dikarenakan Terlalu Banyak Pertimbangan

Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki,

terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan seseorang

21

merasakan penyesalan. Hal itulah yang disebut dengan regret due to

over-consideration. Individu akan merasa telah menghabiskan

banyak waktu dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika seseorang

terlalu banyak melakukan pertimbangan dalam proses keputusan,

mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan

yang bisa ataupun tidak mempengaruhi hasil akhir (Lee & Cotte,

2009).

Connolly & Zeelenberg (2002) mengungkapkan terdapat 2 (dua)

komponen penyesalan, yaitu :

1) Evaluasi (perbandingan) dari hasil keputusan

Ketika konsumen membeli suatu produk, konsumen tersebut

akan membandingkan produk yang dibelinya dengan produk

pembanding yang tidak dibelinya. Konsumen tersebut akan merasa

menyesal apabila produk pembanding yang tidak di beli ternyata

lebih bagus dari pada produk yang di belinya.

2) Perasaan bersalah pada diri (self-blame)

Self blame merupakan cara seseorang mengatasi masalah

dengan mengakui bahwa masalah yang ada merupakan akibat dari

apa yang dilakukanya sendiri. Menurut Connolly & Zeelenberg

(2009) ketika konsumen membeli suatu produk dan produk tersebut

tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, konsumen tersebut akan

menyalahkan dirinya sendiri atas keputusan membeli produk

tersebut.

22

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi

penyesalan paska pembelian menurut Lee dan Cotte (2009) terdiri dari dua

komponen yaitu: penyesalan terhadap hasil (penyesalan dikarenakan produk

pembanding yang tidak dibeli dan penyesalan dikarenakan perubahan makna

produk) dan penyesalan terhadap proses (penyesalan dikarenakan kurang

pertimbangan dan penyesalan dikarenakan terlalu banyak pertimbangan).

Sedangkan menurut Connolly & Zeelenberg (2002) terdapat dua komponen

yaitu : Evaluasi (perbandingan) dari hasil keputusan dan perasaan bersalah

pada diri (self-blame).

Peneliti memilih menggunakan komponen penyesalan paska

pembelian dari Lee dan Cotte (2009) untuk menyusun alat ukur skala

penyesalan paska pembelian karena menurut peneliti komponen yang di

uraikan oleh Lee dan Cotte mampu mengungkap penyesalan paska

pembeliam lebih mendalam. Selain itu, peneliti-peneliti lainnya yang menjadi

acuan oleh peneliti juga menggunakan komponen dari Lee dan Cotte (2009)

tersebut.

3) Tipe-tipe Penyesalan

Menurut Osei (2009), ada dua tipe penyesalan yang dapat dialami

oleh individu, yaitu retrospective dan prospective regret.

a. Retrospective Regret

Ada dua komponen yang biasanya diasosiasikan dengan

retrospective regret, yaitu penyesalan terhadap hasil (outcome regret),

23

yaitu berhubungan dengan evaluasi terhadap hasil dari proses

pengambilan keputusan dan penyesalan terhadap proses (process regret),

yang terjadi ketika proses keputusan dianggap tidak baik meskipun

menghasilkan hasil yang baik (Zeelenberg & Pieters, 2007).

b. Prospective Regret

Prospective regret biasanya disebut juga dengan anticipated

(penyesalan). Anticipated regret merupakan emosi yang sangat

dipengaruhi oleh kognitif yang terkadang juga disebut sebagai virtual

emotion atau emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya

sebuah prediksi (Frijda, 2004).

Berdasarkan tipe-tipe penyesalan yang dijelaskan di atas, dapat

dilihat bahwa penyesalan memiliki cara pandang ke depan dan juga pandang

ke belakang. Penyesalan paska pembelian dalam penelitian ini termasuk

kedalam jenis retrospective regret.

4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesalan Paska Pembelian

Menurut (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) didalam penyesalan paska

pembelian terdapat faktor eksternal dan internal yang dianggap dapat

mempengaruhi penyesalan yang dirasakan oleh seseorang, diantaranya

adalah:

a. Faktor Internal antara lain :

24

i. Tanggung Jawab pekerjaan

Gilovich and Medvec (1995) menyatakan seseorang akan

lebih merasakan penyesalan ketika mereka memiliki tanggung jawab

yang tinggi terhadap hasil yang dihasilkan.

ii. Jenis kelamin

Menurut Landman (1987) jenis kelamin merupakan faktor lain

yang juga mempengaruhi munculnya penyesalan. Dilaporkan wanita

dan pria berbeda dalam merasakan penyesalan.Jenis kelamin

merupakan faktor lain yang juga dapa mempengaruhi decision regret.

M’Barek dan Gharbi (2011) menyatakan bahwa wanita cenderung

merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan wanita

cenderung lebih sensitif dan emosional daripada pria. Selain itu,

wanita lebih cenderung terlibat dalam melakukan perbandingan yang

mengakibatkan munculnya perasaan menyesal.

iii. Kepribadian

Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang

menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang merespon

lingkungannya (Schiffman & Kanuk , 2000). Berdasarkan definisi ini

maka bisa disimpulkan bahwa yang ditekankan adalah karakter-

karakter internal termasuk didalamnya berbagai atribut, sifat, tindakan

yang membedakannya dengan orang lain.

Menurut Schiffman & Kanuk (2000), kepribadian bisa

dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri,

25

dominasi, otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan

dan kemampuan beradaptasi. Dalam kepribadian orang tersebut

terdapat nilai-nilai positif yang selalu memberikan energi positif

terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan

kehidupan.Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian yang rendah

adalah seseorang yang selalu dilingkupi dengan kegagalan. Sebab

pada diri seseorang tersebut mengalir energi-energi negatif yang

terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan

kehidupan

Boninger, Gleicher & Strathman (1994) juga menyatakan

kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang

menyebabkan seseorang merasakan penyesalan, dari faktor tersebut

memungkinkan seseorang mengalami penyesalan paska pembelian,

maka faktor internal menjadi hal yang menarik untuk diteliti lebih

jauh. Saleh (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif

antara kepribadian ekstraversi dengan penyesalan paska pembelian.

Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstraversi akan

cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan konsumen dengan tipe kepribadian introvert,

karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih

cepat bertindak sebelum berpikir sehingga memungkinkan mereka

melakukan pembelian tidak terencana.

26

Hal senada dikemukakan oleh Zeelenberg & Pieters (2007)

yang menyatakan bahwa, pada saat mengalami penyesalan dalam

pembelian produk, individu akan bertindak tidak konsisten terhadap

pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan

produk yang telah dibeli. Jadi konsumen yang memiliki tipe

kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan

yang lebih tinggi dibandingkan konsumen tipe kepribadian ekstrovert.

Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat

tidak konsisten.

Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat dilihat bahwa penyesalan

banyak dipengaruhi oleh faktor kepribadian saat melakukan pembelian

dimana faktor tersebut termasuk faktor internal dari penyesalan. Dari teori

tersebut diatas maka peneliti memilih faktor kepribadian ekstraversi sebagai

variabel independent dari penelitian ini.

b. Ada beberapa faktor eksternal antara lain :

i. Waktu Pembelian

Waktu pembelia berperan dalam penyesalan dengan berbagai

cara yang unik di mana dapat menimbulkan perasaan penyesalan.

Pertama, konsumen mungkin sensitif terhadap arah temporal

perbandingan. Seorang konsumen bisa merasa regret setelah membuat

keputusan membeli terlalu dini dan menghilangkan kesempatan yang

lebih baik berikutnya. Atau, dia mungkin menyesal setelah menunggu

terlalu lama untuk melakukan pembelian dan melewatkan kesembatan

27

yang baik.Meskipun besarnya perbandingan ini mungkin setara dalam

beberapa kasus (misalnya, bila produk dibeli seharga $ 100 tetapi

menjadi seharga $ 80 dalam awal atau akhir pekan), besarnya

penyesalan konsumen mungkin berbeda (Cooke, Meyvis, & Schwartz,

2001).

Kedua, kontrol bahwa konsumen memiliki lebih banyak waktu

untuk pembelian biasanya bervariasi. Dalam beberapa kasus,

konsumen tidak memiliki kebutuhan yang mendesak untuk produk

tersebut dan dapat membeli dengan harga atau waktu yang mereka

inginkan. Dalam kasus lain, konsumen memiliki kebutuhan mendesak

untuk produk dan karena itu memiliki lebih sedikit kontrol atas waktu

pembelian mereka. Masing-masing situasi dapat menyebabkan

perasaan menyesal, tetapi penyesalan tersebut merupakan pengalaman

yang mungkin berbeda tergantung pada tingkat kontrol yang tersedia.

(Cooke, Meyvis, dan Schwartz, 2001).

ii. Harga dan Perubahan

Harga Faktor harga dapat menjadi penyebab terjadinya

penyesalan. Menurut Simonson (dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz,

2001) mengatakan bahwa harga sebelum pembelian mungkin

memiliki pengaruh lebih besar pada regret dan kepuasan dibandingkan

dengan harga setelah pembelian. Namun, hasilnya tidak bisa

digeneralisasi untuk semua situasi purchase timing. Pertama,

Simonson (dalam Cooke, Meyvis, & Schwartz, 2001) membuat

28

prediksi didasarkan pada sifat normatif pembelian produk yang

diobral. Kedua, konsumen mungkin tidak dapat secara akurat

mengantisipasi regret yang mungkin akan mereka hadapi yang

mempengaruhi perasaan mereka. Menurut Simonson konsumen tidak

diberi informasi counterfactual secara eksplisit.Dengan demikian,

mereka harus dapat membayangkan harga yang counterfactual

tersebut dalam kenyataannya dan sangat tidak mungkin.

Perubahan harga juga dapat mempengaruhi penyesalan.

Penyesalan yang disebabkan oleh perubahan harga yang telah di

tetapkan terdapat dalam dua cara. Pertama, Penyesalan adalah

mungkin lebih besar ketika harga berubah dalam jumlah yang lebih

besar, sehingga penyesalan tergantung pada ukuran perubahan harga.

Kedua, penyesalan dapat berkurang jika seseorang diberitahu tentang

perubahan harga di masa depan di awal (Rotemberg, 2010).

iii. Informasi

Menurut teori regret yang diusulkan oleh Bell (1982)

pengambil keputusan dibuat berupa usaha untuk menghindari

konsekuensi yang akan muncul setelah fakta jika telah membuat

keputusan yang salah, keputusan yang benar muncul dengan informasi

tersedia pada saat sebelum mengambil keputusan. Dengan

mendapatkan Informasi yang tepat, hal tersebut cenderung

menurunkan tingkat penyesalan pada konsumen.

29

Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesalan paska pembelian meliputi faktor internal : 1) tanggung jawab

pekerjaan (Job Responsibility); 2) jenis kelamin; 3) kepribadian, dan faktor

eksternal : 1) waktu pembelian (purchase timing); 2) harga dan perubahan; 3)

informasi. Dalam penelitian ini faktor internal di khususkan pada faktor

kepribadian ekstravert dan jenis kelamin. Menurut Saleh (2012) konsumen

yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat

penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen dengan tipe

kepribadian introvert, karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert

cenderung lebih cepat bertindak sebelum berpikir. Selain itu, jenis kelamin

digunakan untuk mengetahui perbedaan antara penyesalan paska pembelian

pada pria dan penyesalan paska pembelian pada wanita.

Peneliti memilih faktor internal kepribadian (ekstraversi) sebagai

variabel bebas dan jenis kelamin sebagai variabel deskrit dikarenakan sudah

banyak peneliti-peneliti sebelumnya yang melakukan penelitian penyesalan

paska pembelian dikaitkan dengan faktor –faktor eksternal sebagai variabel

bebas. Untuk itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang

penyesalan paska pembelian yang dihubungkan dengan faktor internal yaitu

kepribadian ekstraversi. Selain itu, peneliti juga ini mengetahui adakah

perbedaan penyesalan paska pembelia antara wanita dengan pria.

30

B. Sifat Ekstraversi

1. Pengertian Sifat Ekstraversi

Kepribadian (personality) adalah gabungan dari ciri fisik dan mental

yang stabil yang memberikan identitas pada individu. Ciri-ciri ini termasuk

penampilan, pikiran, tindakan dan perasaan seseorang yang merupakan hasil

pengaruh genetic dan lingkungan yang salin berinteraksi (Kreitner & Kinicki,

2010).

Kepribadian dibentuk dari serangkaian pola yang disebut sifat. Feist &

Feist (2006) menjelaskan bahwa sifat (traits) member kontribusi bagi

perbedaan individu dan perilakunya, konsistensi perilaku di sepanjang waktu,

dan stabilitas perilaku tersebut di setiap situasi. Konsep sifat lebih

menekankan pada keunikan tiap individu yang menjadi faktor individual

differences meskipun penggolongan kepribadiannya sama. Misalnya, A dan B

tergolong dalam suatu jenis kepribadian yang sama, namun berbeda

kecenderungan. Ekstrovert A lebih cenderung pada kegemaran melakukan

olah raga ekstrim, sedangkan ekstrovert B lebih cenderung pada antusiasme

ketika berhubungan dengan orang lain.

Ekstraversi-interaversi merupakan salah satu penggolongan

kepribadian dasar yang cukup popular di kalangan praktisi psikologi maupun

masyarakat awam. Konsep ini pertama kali diungkapkan oleh Carl Jung. Jung

menjelaskan bahwa perbedaan utama antara individu ekstraversit dan

interaversi terletak pada cara pandangnya. Individu ekstroaversi memiliki

cara pandang impersonal terhadap dunia dan cenderung di pengaruhi oleh

31

dunia obyektif. Sebaliknya, pribadi intraversi memiliki subyektivitas tinggi

sehingga memandang dunia secara personal. Individu ekstraversit memiliki

beberapa cirri khas, yaitu mudah bergaul, antusias dan menyukai

tantangan.Individu dengan ekstraversi tinggi juga cenderung mampu

bersosialisasi, aktif, berorientasi pada hubungan antar manusia, dan optimis.

Berlawanan dengan ekstraversit, pibadi intraversi cenderung tertutup, pasif,

dan pemalu terutama dalam lingkungan baru (Hall & Lindzey, 1993).

Selanjutnya, Morris (Feist & Feist, 2006) menggambarkan ciri-ciri

ekstraversi sebagai perasaan social, impulsivitas, kegairahan hidup, kepekaan

terhadap humor, optimism, dan sifat-sifat lain yang mengindikasikan

penghargaan terhadap hubungan dengan seksama. Eysenck yakin bahwa

individu ekstrovert memiliki tingkat stimulasi kulit otak rendah dan ambang

indrawi tetap optimal, individu ekstrovert sering melakukan beragam kegiatan

yang menstimulasi otak besar-besaran.Individu ekstrovert gemar menikmati

aktivitas fisik ekstrim, seperti mendaki gunung, mengemudi kencang,

melakukan olah raga arung jeram, dan lain-lain. Karena memiliki tingkat

stimuli kulit otak yang rendah, individu ekstrovert cenderung lebih cepat

beraksi terhadap stimulasi yang lebih kuat, namun untuk jenis stimulasi yang

sama responnya semakin berkurang.

Suryabrata (2007) menyatakan bahwa tipe kepribadian ekstrovert

merupakan dimensi yang menyangkut hubungannya dengan perilaku individu

khususnya dalam hal kemampuan mereka dalam menjalin hubungan dengan

dunia luarnya. Eysenck & Wilson, (1982) berpendapat bahwa tipe

32

kepribadian ekstrovert adalah individu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: suka

bergaul, suka pesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan orang lain

untuk bercakap-cakap dan tidak suka membaca/belajar sendiri. Individu

ekstrovert membutuhkan rangsang, selalu mengambil kesempatan, sering

bertindak sesuatu yang membahayakan, kurang berpikir panjang, cenderung

impulsif. Mereka sering mempunyai jawaban-jawaban spontan, menunjukkan

perubahan dan optimistik, individu cenderung memilih untuk tetap bergerak

dan melakukan sesuatu, cenderung agresif dan cepat kehilangan kesabaran,

dan tidak selalu sebagai orang yang dapat diandalkan, menyenangi lelucon-

lelucon yang bersifat menertawakan orang lain, lebih mengarahkan libido

keluar dirinya ke arah lingkungannya, lebih bersifat dinamis, lebih berani

mengambil resiko, dan cenderung gegabah.

Dalam kehidupan sehari-hari individu ekstrovert muncul sebagai

pribadi yang menyukai hal-hal baru dan menantang. Aktivitas rutin

merupakan hal yang membosankan bagi individu ekstrovert. Selain itu,

individu ekstrovert juga cenderung lebih responsive terhadap stimulasi social

dan mempunyai jangkauan pertemanan dan jaringan yang lebih luas, sehingg

berkemungkinan lebih besar untuk membantu orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

kepribadian ekstraversi adalah tipe konsumen yang berorientasi pada dunia

obyektif dan eksternal. Secara konkret, hal ini tercermin dalam perilaku yang

aktif, mudah bersosialisasi, berani mengambil resiko, impulsif, ekspresif.

33

menyukai hal-hal praktis dan menyikapi suatu dengan santai.

2. Aspek-aspek Ekstraversi

Eysenck & Wilson (1982) merumuskan 7 aspek Ekstraversi, yaitu :

a. Activity, yaitu cara melakukan kegiatan. Individu ekstrovert cenderung

aktif secara fisik, bersemangat, suka bekerja keras, bergerak cepat,

mempunyai minat pada banyak hal. Sebaliknya, individu introvert

cenderung kurang aktif secara fisik, kurang bersemangat, lebih suka

berdiam diri dan memilih lingkungan yang tenang.

b. Sociability, yaitu ketertarikan pada kontak social. Individu ekstrovert

suka berkumpul dengan banyak orang, mudah beradaptasi dengan

lingkungan baru, dan senang dengan kontak social. Sebaliknya, individu

introvert lebih menyukai aktivitas yang dilakukan sendirian, sulit

mengutarakan pendapat dengan bebas kepada orang lain, dan kurang

menikmati kontak social.

c. Risk taking, yaitu keberanian untuk melakukan tindakan beresiko

maupun aktivitas menantang. Individu ekstrovert menyukai tantangan

dan tindakan beresiko. Sebaliknya, individu introvert menyukai hal-hal

yang aman, sudah familiar atau bersiko kecil.

d. Impulsiveness, yaitu cara bereaksi terhadap stimulus. Individu ekstrovert

cenderung mengikuti dorongan emosi sesaat (impulsive), tergesa-gesa

dalam mengambil keputusan, dan mudah berubah. Sebaliknya, individu

34

introvert bersikap berhati-hati dalam bertindak, sistematis, dan berpikir

panjang sebelum mengambil keputusan.

e. Expressiveness, yaitu cara mengekspresikan emosi. Individu ekstrovert

cenderung mengekspresikan perasaan rasa cinta, benci, marah, simpati,

secara terbuka (demonstratife). Sebaliknya, individu introvert mengontrol

emosi dengan baik sehingga tidak terlihat oleh orang lain.

f. Reflectiveness, yaitu ketertarikan untuk melakukan refleksi (perenungan)

atas sesuatu. Individu ekstrovert lebih tertarik melakukan daripada

memikirkan sesuatu dan menyukai hal-hal praktis. Sebaliknya, individu

introvert suka berpikir, merennung dan tertarik pada hal-hal abstrak serta

filosofis.

g. Responsibility, yaitu cara menanggapi sesuatu. Individu ekstrovert

mengabaikan hal-hal formal, menyikapi sesuatu dengan santai dan

kurang bertanggung jawab secara social. Sebaliknya, individu introvert

bersifat serius, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek

ekstraversi memiliki sifat seperti, aktif, gemar bersosialisasi, berani

mengambil resiko, impulsive, ekspresif, menyukai hal-hal praktis dan

menyikapi sesuatu dengan santi. Penelitian ini mengacu pada aspek-aspek

tersebut dikelompokkan dalam poin-poin sehingga memperjelas pengamatan

pengukuran.

35

C. Jenis Kelamin dan Ciri-cirinya

Jenis kelamin atau sex adalah pembagian jenis kelamin manusia yang

didasarkan pada struktur bilogisnya (Fakih,1996). Jika manusia perempuan adalah

manusia yang memiliki rahim, tuba falopi, vagina, dan menghasilkan sel telur,

maka manusia laki-laki adalah manusia yang memiliki jakun, penis, dan

menghasilkan sperma. Jenis alat reproduksi yang berbeda ini sudah merupakan

ketentuan dari Tuhan (kodrat) sehingga melekat terus pada individu, tidak bias

dipertukarkan, dan tidak dapat berubah dengan sendirinya. Hal ini sejalan dengan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa jenis kelamin adalah sifat jasmani

atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai wanita dan pria.

Menurut Unger (Umar, 1999), dimana perbedaan anatomi biologis dan

komposisi kimia dalam tubuh manusia, dianggap berpengaruh terhadap

perkembangan emosional dan kapasitas masing-masing. Identifikasi perbedaan

terhadap perkembangan emosional dan kapasitas masing-masing. Identifikasi

perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan diantaranya

adalah : laki-laki sangat agresif, independent, tidak emosional, lebih obyektif,

tidak submisif, lebih kompetitif, berperasaan tidak mudah tersinggung, mudah

mengadaptasi persoalan, lebih berterus terang. Sementara perempuan tidak terlalu

agresif, tidak terlalu independepent, lebih submisif, lebih emosional, sulit

membedakan antara rasio dan rasa.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian jenis

kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak

seseorang lahir.

36

D. Hubungan antara sifat ekstaversi dengan penyesalan paska pembelian

Hampir sebagian besar konsumen pasti pernah mengalami perasaan

menyesal setelah membeli suatu produk. Menurut Zeelenberg dan Pieter (2007)

penyesalan adalah emosi kognitif yang ingin dihindari, dipendam, disangkal dan

diatur oleh konsumen jika dialami. Menurut Iskandar, Lila dan Zulkarnaen

(2013) penyesalan adalah sebuah sensasi menyakitkan yang muncul sebagai hasil

dari membandingkan “apa yang ada” dengan “apa yang seharusnya ada”.

Penyesalan paska pembelian dapat disimpulkan sebagai emosi kognitif

atau perasaan yang tidak menyenangkan, menyakitkan, yang dihindari oleh

individu akibat dari ketidak sesuaian antara apa yang telah didapat dengan apa

yang diinginkan dan cenderung menyalahkan diri sendiri. Konsumen yang

melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan

konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi

emosional konsumen lebih berperan sehingga mereka tidak memperdulikan

konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M’barek dan Ghabi, 2011).

Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Kunf & Lee, 2005)

menyatakan bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor yang menyebabkan

sesorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix

(2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat

tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal

(2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan

kepribadian yang dapat meningkatkan perasaan menyesal.

37

Eysenck (Pervin & John, 2010) dalam penelitiannya menemukan dimensi

dasar kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert, untuk menyatakan adanya

perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan tingkahlaku sosial.

Eysenck (Suyasa, 2005) mengemukakan bahwa individu yang termasuk dalam

tipe kerpibadian introvert adalah individu yang selalu mengarahkan

pandangannya pada dirinya sendiri. Tingkah lakunya terutama ditentukan oleh

apa yang terjadi dalam pribadinya sendiri. Individu dengan tipe ini kerapkali

tidak mempunyai kontak dengan lingkungan sekelilingnya. Sedangkan individu

yang termasuk dalam tipe kerpibadian ekstrovert bersifat sebaliknya.

Dalam beberapa teori mengemukakan mengenai Penyesalan pasca

pembelian yang dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, antara lain yaitu:

Boninger, Gleicher & Strathman (Hung, Ku, Liang & Lee., 2005) menyatakan

bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor signifikan yang menyebabkan

seseorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix

(2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat

tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal

(2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan

kepribadian yang dapat meningkatkan perasaan menyesal.

Zeelenberg & Pieters (2007) juga menyatakan bahwa penyesalan pasca

pembelian dapat terjadi ketika individu tidak memikirkan atau tidak menaruh

perhatian yang cukup pada produk yang akan dibeli (Iskandar, Lila & Zulkarnai,

2013). Konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung

mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi karena konsumen yang bertipe

38

kepribadian ekstrovert cenderung kurang teliti dan tidak banyak pemikiran. Lebih

lanjut Zeelenberg & Pieters (2007) menyatakan bahwa pada saat mengalami

penyesalan dalam membeli produk, individu akan bertindak tidak konsisten

terhadap pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan

produk yang telah dibeli. Sehingga konsumen yang memiliki tipe kepribadian

ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi

dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadin introvert, karena konsumen yang

bertipe kepribadian ekstrovert memilki sifat tidak konsisten.

Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2012)

menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pembelian tanpa rencana

dengan penyesalan paska pembelian. Konsumen yang memiliki tipe kepribadian

ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi

dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadian introvert, karena konsumen

bertipe kepribadian ekstrovert cenderung lebih cepat bertindak sebelum berpikir

sehingga memungkinkan mereka melakukan pembelian impulsif atau tidak

terencana.

Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tipe kepribadian

ekstrovert memiliki hubungan positif terhadap penyesalan paska pembelian.

Semakin tinggi ekstraversi seseorang maka semakin tinggi peluang untuk

mengalami penyesalan paska pembelian.

39

E. Perbedaan penyesalan paska pembelian Antara jenis kelamin Pria

dengan Jenis kelamin Wanita

Bakewell dan Mitchell (2003) mengungkapkan banyak penulis

mengatakan bahwa jenis kelamin memiliki efek terhadap pasar terutama dalam

perilaku pembelian (e.g. Fischer and Gainer, 1991; Campbell, 1997; Buttle, 1992

; Miller, 1998). Dalam jurnal (Schmoll, Hafer, Hilt, Reilly, 2006) dikatakan

bahwa ditemukan perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin wanita dan pria

terhadap suatu produk. Pria cenderung lebih mudah menerima suatu produk yang

baru dibandingkan dengan perempan. Namun, perempuan lebih bersifat

konsumtif terhadap suatu produk yang memang produk tersebut sudah terbukti

bagus dan banyak dipakai oleh teman-temannya.

Mitchell dan Walsh (2004) mengatakan bahwa pria dan wanita

menginginkan produk yang berbeda dan mereka memiliki jalan pikiran yang

berbeda untuk mendapatkan produk atau barang yang mereka inginkan. Sebuah

penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana jenis kelamin mempengaruhi

konsumen dalam mengambil keputusan. Meskipun memiliki perbedaan yang

jelas dari gaya hidup, pendapatan, umur, perilaku konsumen dan lain-lain. Pada

dasarnya wanita dan pria memiliki minat atau kesukaan untuk produk yang

berbeda, wanita lebih cenderung konsumtif daripada pria. Namun disisi lain, pria

cenderung lebih bisa menerima produk yang dibelinya apabila tidak sesuai

dengan apa yang diharapkannya.

Menurut Landman (1987), jenis kelamin merupakan faktor lain yang juga

dapat mempengaruhi decision regret. M’Barek dan Gharbi (2011) menyatakan

40

bahwa wanita cenderung merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan

wanita cenderung lebih sensitif dan emosional daripada pria. Selain itu, wanita

lebih cenderung terlibat dalam melakukan perbandingan yang mengakibatkan

munculnya perasaan menyesal.

Perilaku membeli wanita dianggap lebih emosional dibandingkan pria

yang mengindikasikan bahwa wanita lebih responsif terhadap pembelian impulsif

(Coley dan Burgess, 2003). Wanita adalah individu yang lebih sensitif

dibandingkan pria sehingga mereka lebih mungkin menunjukkan respon

emosional. Selain itu, wanita cenderung melakukan perbandingan sehingga

meningkatkan munculnya penyesalan pasca pembelian (M’Barek dan Gharbi,

2011).

F. Landasan Teori

Ketika konsumen berada pada tahapan paska pembelian, konsumen

melakukan evaluasi terhadap keputusan yang telah dibuatnya. Setelah melakukan

evaluasi, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan atas keputusan

yang telah dibuatnya (Kotler, 2000). Apabila konsumen merasa puas dengan

keputusannya maka konsumen akan melakukan pembelian ulang (repeat

purchase), sebaliknya apabila konsumen merasa tidak puas konsumen mengalami

penyesalan setelah membeli (Post Purchase Regret).

Menurut Connolly dan Zeelenberg (2002), individu dapat merasa

penyesalan karena: a) mengevaluasi hasil dari purchase; dan b) mengevaluasi

proses. Seseorang akan mengevaluasi hasil dengan membandingkan apa yang

mereka miliki dengan apa yang mereka mungkin bisa diterima.

41

Menurut Zeelenberg dan Pieters (2007), penyesalan dapat disebut sebagai

emosi yang seseorang alami ketika menyadari atau membayangkan bahwa situasi

saat ini akan lebih baik, kalau saja memutuskan hal yang berbeda dibandingkan

sebelumnya. Penyesalan tidak akan dialami jika konsumen merasa bahwa jika dia

dapat mengubah hasil saat ini, misalnya, jika konsumen membeli produk yang

memiliki garansi (Mittal & Lassar, 1998). Teori regret mengatakan individu

membandingkan pengambil keputusan opsi yang dipilih dengan opsi terdahulu

dan perbandingan ini dapat memicu regret jika pengambilan keputusan

memperoleh hasil yang lebih buruk daripada apa yang bisa diperoleh jika ia

membuat pilihan yang berbeda.

Mereka akan merasa menyesal jika hasil dari alternatif lain yang terdahulu

lebih baik dari pilihan saat ini. Regret ini terkait dengan pilihan yang sangat alami

yang menunjukkan bahwa ada kemungkinan lain yang bisa dimiliki atas alternatif

yang dipilih (Zeelenberg & Pieters 2007). Ketika individu merasa bahwa hasil

yang diperoleh bisa saja menghasilkan hasil yang lebih baik jika individu memilih

pilihan yang berbeda, dapat dikatakan individu tersebut mengalami penyesalan

(Tsiros & Mittal, 2000; Lee & Cotte, 2009).

Penyesalan yang dirasakan oleh seorang individu bisa saja terhadap hasil

dan juga terhadap proses yang telah dilalui dalam proses pembelian (Zeelenberg

& Pieters, 2007).

Berdasarkan telaah teori diatas, maka kerangka pemikiran yang

dikembangkan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam model penelitian

secara sederhana pada gambar 1 sebagai berikut :

42

Gambar 1. korelasi sifat ekstraversi terhadap penyesalan paska pembelian dan perbedaan penyesalan paska pembelian antara jenis kelamin wanita dengan

pria

Keterangan:

: ada hubungan

G. Hipotesis

1. Ada korelasi positif dan signifikan antara ekstraversi dengan penyesalan

paska pembelian. Artinya semakin tinggi ekstraversi konsumen maka

semakin tinggi kemungkinan munculnya penyesalan setelah pembelian.

2. Ada perbedaan penyesalan paska pembelian antara pria dengan wanita.

Wanita memiliki penyesalan paska pembelian lebih tinggi dibandingkan

dengan pria.

Penyesalan paska pembelian • Outcome regret : Regret due to forgone

Alternatif Regret due to a

change in significance

• Proses regret Regret do to under

consideration Regret do to over

consideration

kepribadian ekstrovert : • Activity • Sociability • Risk taking • Impulsiveness • Expresiveness • Reflectiveness • responsibility

Jenis kelamin : • Pria • Wanita