33
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Menurut Robbins (2006) stres kerja diartikan sebagai kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala ( constraints), atau tuntutan (demand) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Menurut Mangkunegara (2011) stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami seseorang dalam menghadapi pekerjaan, dan dinamika timbulnya stres kerja ini tampaknya dari simptom (gejala) seperti emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Menurut Luthans (2006) dalam bukunya yang berjudul “Perilaku Organisasi” menjelaskan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan secara fisiologis, psikologis, dan tingkah laku. Menurut Hasibuan (2010) stres kerja diartikan sebagai kondisi ketergantungan yang mempengaruhi emosi dan proses berfikir individu, sehingga menimbulkan perasaan nervous (gugup).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Menurut Robbins (2006) stres kerja diartikan sebagai kondisi dinamik

yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau

tuntutan (demand) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan

hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.

Menurut Mangkunegara (2011) stres kerja adalah perasaan tertekan yang

dialami seseorang dalam menghadapi pekerjaan, dan dinamika timbulnya stres

kerja ini tampaknya dari simptom (gejala) seperti emosi tidak stabil, perasaan

tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks,

cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan

pencernaan.

Menurut Luthans (2006) dalam bukunya yang berjudul “Perilaku

Organisasi” menjelaskan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi

eksternal yang menghasilkan penyimpangan secara fisiologis, psikologis, dan

tingkah laku.

Menurut Hasibuan (2010) stres kerja diartikan sebagai kondisi

ketergantungan yang mempengaruhi emosi dan proses berfikir individu, sehingga

menimbulkan perasaan nervous (gugup).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

20

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa stres

kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa di mana tuntutan lingkungan

dan/atau tuntutan internal (fisiologis dan psikologis) melebihi kemampuan

indiividu. Stres kerja juga bisa diartikan sebagai suatu kondisi dinamis di mana

individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya terkait dengan apa

yang dihasratkan oleh dirinya dan hasilnya dipandang tidak penting.

Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori stres kerja

dari pendapat Robbins (2006) yang menyatakan bahwa stres kerja diartikan

sebagai kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala

(constraints), atau tuntutan (demand) yang terkait dengan apa yang sangat

diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.

Alasan penulis menggunakan pendapat Robbins, karena ketiga mekanisme

tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam diri individu ketika merespon

stres sebagai hasil atau keluaran dari stres yang dialami, sehingga dalam mengkaji

masalah stres kerja pada karyawan Sales Promotion Gilr yang bekerja di NU Imej

Agency Even and Organizer Yogyakarta bisa terungkap secara optimal.

2. Mekanisme Timbulnya Stres Kerja

Ada beberapa pendekatan untuk menjelaskan bagaimana proses terjadinya

stres kerja. The General Adaptation Syndrome Model (Model Sindrom Adaptasi

Umum) dari Selye (dalam Berry, 1998) Selye mengkonseptualisasikan adanya

tanggapan fisiologis terhadap stres, karena stres merupakan tanggapan yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

21

bersifat non spesifik terhadap setiap tuntutan yang dikenakan pada seseorang, dan

akan muncul reaksi dari semua organisme yang dikenai tuntutan dan muncul

reaksi pertahanan tiga fase yang akan dilakukan oleh organisme tersebut ketika

muncul stres.

Fase-fase reaksi organisme terhadap stres, dalam model Selye (dalam

Berry, 1998) dibagi 3 (tiga), yaitu fase sinyal (alarm), fase perlawanan

(resistance), dan fase kelelahan (exhaustion):

a. Fase pertama, yaitu fase sinyal akan mempengaruhi fisik, karena tejadinya

perubahan pada badan. Fase sinyal merupakan mobilisasi awal ketika badan

menemui tantangan yang diakibatkan oleh stressor. Pada waktu stressor

berhasil diidentifikasi, otak akan mengirimkan pesan yang bersifat biokimia

kepada semua sistem dalam tubuh, akibatnya pernafasan akan meningkat,

tekanan darah naik, pupil mata membesar, otot menjadi tegang, dan gejala-

gejala fisiologis lainnya. Dengan kata lain, pada fase ini badan menunjukkan

perubahan karakteristik karena adanya stressor. Ketahanan badan pada waktu

yang sama juga akan menurun. Contoh pada fase ini adalah ketika ada suatu

permintaan oleh seorang manajer untuk mengajukan anggaran dalam waktu

yang sangat terbatas. Stressor yang masih terus aktif dan tidak bisa

ditanggulangi akan membuat sindrom penyesuaian umum meningkat ke fase

kedua;

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

22

b. Fase kedua, yaitu fase perlawanan. Gejala-gejala peralihan dari fase sinyal ke

fase perlawanan adalah munculnya keletihan, ketakutan, ketegangan, atau

kemarahan. Individu yang berada dalam fase ini sedang berupaya untuk

melakukan perlawanan terhadap stressor yang mengenainya. Dalam fase ini

dimungkinkan stressor khusus mendapat perlawanan yang lebih tinggi

dibandingkan stressor lain. Hal ini diakibatkan karena individu hanya

mempunyai sumber energi yang terbatas, konsentrasi yang terbatas, dan

keterbatasan kemampuan untuk menghadapi stressor. Individu dalam fase ini

akan lebih mudah terserang sakit selama periode terjadinya stres. Contoh fase

ini adalah menjadi marah pada suatu pertemuan karena anggaran masih belum

dapat diselesaikan.

c. Fase terakhir atau fase ketiga dari sindrom penyesuaian umum adalah fase

keletihan. Pada fase kedua, ketahanan naik di atas normal. Pada fase ketiga,

karena terus menerus terkena stressor yang sama, maka badan akhirnya

berusaha menyesuaikan diri, dengan kata lain energi adaptasi dikeluarkan.

Sistem penyerangan terhadap stressor berangsur-angsur menjadi lelah.

Contoh fase ini adalah munculnya gangguan insomnia, maupun keletihan total

secara fisik maupun psikis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa dinamika timbulnya

stres kerja ditandai ketika individu sudah melalui ketiga fase dalam sindrom

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

23

adaptasi umum tersebut, maka individu akan berakhir pada suatu keadaan

ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessnes).

Individu yang terus menerus terkena stressor tadi pada akhirnya akan

menganggap bahwa stressor yang muncul merupakan hal yang mau tidak mau

harus diterima sehingga tidak ada lagi perlawanan yang dilakukan untuk

mengatasi atau menghindari stressor. Implementasi di tempat kerja, stressor

secara terus menerus akan menimbulkan suatu keadaan “pasrah” dimana individu

menerima tanpa ada usaha untuk menghindari stressor.

3. Gejala-Gejala Stres Kerja

Menurut Robbins (2006) karyawan yang mengalami stres pada pekerjaan

akan menimbulkan gejala-gejala stres kerja, berikut:

a. Gejala Fisiologis, masalah kesehatan fisik mencakup masalah sistem

kekebalan tubuh seperti terdapat pengurangan kemampuan untuk melawan

rasa sakit dan infeksi, masalah sistem kardiovaskular seperti tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, masalah sistem muskulosketal (otot dan rangka)

seperti sakit kepala, sakit punggung, masalah sistem gastrointestinal (perut)

diare dan sembelit.

b. Gejala Psikologis, ditandai dengan ketidakpuasan hubungan kerja, tegang,

gelisah, cemas, depresi, kebosanan, mudah marah, hingga sampai pada

tindakan agresif seperti sabotase, agresi antar pribadi, permusuhan dan

keluhan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

24

c. Gejala Perilaku, terdapat perubahan perilaku pada produktivitas kerja,

ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,

meningkatnya konsumsi rokok, alkohol dan obat-obatan, susah tidur, hingga

adanya perilaku penyalahgunaan narkoba.

Pendapat Cummings dan Worley (2005) dalam buku Organizational

Development and Change dijelaskan gejala stres kerja karyawan, meliputi:

a. Gejala Subyektif, berupa kekawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa

bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali dan emosi, kesepian,

penghargaan diri yang rendah dan sering gugup.

b. Gejala Perilaku, berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol,

penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok berlebihan,

perilaku impulsif, tertawa gugup.

c. Gejala Kognitif, berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang

masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif

terhadap kritik, hambatan mental.

d. Gejala Fisiologis, berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung

dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar,

panas dan dingin.

e. Gejala Organisasi, berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah,

terasing dari mitra kerja, serta komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

25

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dipahami bahwa

gejala stres kerja meliputi; gejala fisiologis, psikologis, tingkah laku atau

perilaku, subjektivitas, kognitif, dan organisasi yang disesuaikan pada tahap stres

yang dialami oleh seseorang.

Selanjutnya untuk mengkaji stres kerja pada karyawan (SPG) yang

bekerja di NU Imej Agency and Event Organizer Yogyakarta, maka dalam

penelitian ini penulis menggunakan gejala-gejala stres kerja yang dikemukakan

oleh Robbins (2006) meliputi; gejala fisiologis, psikologis, dan tingkah laku.

Pertimbangan penulis menggunakan pendapat Luthans, karena ketiga gejala stres

kerja tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan fisik individu, adanya

ketidakpuasan individu dalam hubungan kerja, hingga memunculkan perubahan

perilaku pada produktivitas kerja.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja

meliputi:

a. Faktor efikasi diri, berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk mengelola

tingkat kecemasan terhadap situasi yang dihadapinya.

b. Faktor kecerdasan emosi, secara umum berhubungan dengan tidak stabilnya

emosi individu, bahwa individu dengan kadar neuroticism yang tinggi

umumnya mudah cemas, khawatir, kurang mampu mengontrol emosinya dan

sebaliknya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

26

c. Faktor kepribadian, berkaitan dengan tipe kepribadian dan karakteristik

individu dalam menghadapi tekanan, misalnya toleransi terhadap hal yang

ambiguitas atau ketidak jelasan pola tingkah laku kepribadian.

Menurut Robbins (2006) ada tiga kategori penderita stres kerja potensial,

yaitu lingkungan, organisasional, dan individual:

a. Faktor lingkungan, maksudnya ketidakpastian lingkungan mempengaruhi

desain dari struktur organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat

stres kerja dikalangan para karyawan dalam organisasi.

b. Faktor organisasi, maksudnya banyak sekali faktor di dalam organisasi yang

dapat menimbulkan stres kerja. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau

menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja

yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Faktor-faktor ini

dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan

hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan

tingkat hidup organisasi.

c. Faktor individual, maksudnya lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50

jam sepekan. Namun pengalaman dan masalah yang dijumpai karyawan di

luar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat melebihi dari

pekerjaan, maka kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi

karyawan. Terutama mengenai faktor-faktor ini adalah persoalan keluarga,

masalah ekonomi pribadi, dan kateristik kepribadian bawaan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

27

Griffin (2002) menyatakan bahwa penyebab-penyebab stres yang

berhubungan dengan pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat)

kategori, yaitu:

a. Tuntutan tugas, terkait dengan tugas itu sendiri. Sejumlah pekerjaan secara

alami lebih cenderung menimbulkan stres dibanding pekerjaan-pekerjaan lain.

Keharusan membuat keputusan cepat, keharusan membuat keputusan tanpa

informasi yang lengkap, dan keharusan membuat keputusan dengan

konsekuensi yang serius adalah sejumlah situasi yang bisa menimbulkan stres.

b. Tuntutan fisik adalah penyebab-penyebab stres yang terkait dengan

lingkungan kerja. Bekerja diluar kantor dengan suhu yang sangat dingin atau

panas, atau bahkan di dalam kantor yang tidak ber-AC, bisa menimbulkan

stres. Desain kantor yang buruk dan membuat karyawan kurang memiliki

privasi atau menghambat interaksi sosial juga bisa menimbulkan stres, begitu

juga cahaya yang buruk dan ruang kerja yang sempit.

c. Tuntutan peran, stres dapat ditimbulkan baik oleh ambiguitas peran atau

konflik peran yang dialami individu dalam kelompok. Ambiguitas peran

adalah ketidakpastian tentang perilaku apa yang diharapkan dari seseorang

pada peran tertentu, dan konflik peran adalah tuntutan yang tidak sesuai

dengan peran yang berbeda.

d. Tuntutan interpersonal, merupakan penyebab stres yang terkait dengan

hubungan antara pribadi dalam organisasi. Sebagai contoh tekanan kelompok

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

28

menyangkut kepatuhan terhadap norma bisa menimbulkan stres. Gaya

kepemimpinan juga bisa menyebabkan stres. Seseorang yang merasa sangat

ingin berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan merasa stres jika

atasannya menolak untuk menyediakan ruang partisipasi, dan individu-

individu yang memiliki konflik kepribadian bisa mengalami stres jika diminta

bekerjasama.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa terdapat banyak

faktor-faktor stres kerja yang berpotensi mempengaruhi karyawan di tempat kerja,

diantaranya: faktor efikasi diri, kecerdasan emosi, kepribadian, lingkungan,

organisasi, individual, tuntutan kerja, gaya kepemimpinan, tuntutan peran,

tuntutan fisik, tuntutan tugas.

Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat

Greenberg (2002) mengenai faktor kecerdasan emosi dan faktor efikasi diri.

Alasan penulis menggunakan faktor kecerdasan emosi, karena pekerjaan yang

dijalani karyawan membutuhkan kemampuan dalam mengendalikan diri dari

emosi dan mengatur suasana hati saat bekerja agar tidak stres, sedangkan

penggunaan faktor efikasi diri, karena hal ini berkaitan dengan kemampuan

karyawan dalam mengontrol perilakunya di lingkungan kerjanya agar tidak stres.

5. Perbedaan Frustasi, Kecemasan dengan Stres Kerja

Frustasi merupakan suatu keadaan ketegangan yang tak menyenangkan

dipenuhi perasaan dan aktivitas yang semakin meninggi yang disebabkan oleh

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

29

rintangan dan hambatan. Frustasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar

diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya. Sumber yang berasal dari dalam

termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau

ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan, (Kaplan et al,

2010).

Menurut Kaplan, et al (2010) kecemasan adalah respon terhadap situasi

tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai

perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan,

serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi

yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah

menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Stres adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya

tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan

atau keinginannya. Tekanan ini bisa berasal dari dalam diri, atau dari luar. Stres

tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres

memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil.

Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang

berat dan deadline waktu kerja sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu

pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka,

(Rollinson, 2005).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

30

Berdasarkan penjelasan perbedaan antara frustasi, kecemasan, dengan

stres, dapat dipahami bahwa frustasi lebih menekankan pada suatu keadaan

ketegangan yang tidak menyenangkan dan dipenuhi oleh perasaan dan aktivitas

yang semakin meninggi disebabkan adanya rintangan dan hambatan tertentu,

misalnya tuntutan kerja melampaui kemampuan karyawan.

Kecemasan merupakan respon individu terhadap situasi tertentu yang

disertai oleh perkembangan, perubahan, pengalaman individu dalam menghadapi

situasi atau perasaan diri sendiri akibat adanya tekanan yang berasal dari dalam

diri, atau dari luar hingga menyebabkan individu mengalami stres dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan yang ditandai adanya gejala fisiologis (tekanan

darah tinggi), psikologis (merasa bosan dan mudah marah), dan tingkah laku

(menurunnya performa atau produktivitas kerja). Stres adalah gangguan mental

yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan.

B. Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecedasan Emosi

a. Kecerdasan

Giordan, et al (2005) inteligensi atau kecerdasan diartikan sebagai

proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes

inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk

konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang

disesuaikan dengan dirinya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

31

b. Emosi

Walgito (2003) menjelaskan bahwa emosi merupakan keadaan yang

ditimbulkan dari situasi tertentu, dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya

untuk mengarah atau menghindar terhadap suatu hal yang terjadi disertai

adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa

seseorang mengalami emosi.

Setelah memahami uraian perbedaan antara kecerdasan dengan emosi di

atas, dapat dipahami bahwa dinamika kecerdasan emosi digambarkan melalui

kemampuan individu untuk memotivasi dan mengelola emosi dengan baik pada

diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosi (EQ) semakin

perlu dicermati karena kehidupan manusia semakin komplek, karena hal ini dapat

membawa dampak yang buruk terhadap kehidupan emosional seseorang.

Hasil survey Goleman (2009) menunjukkan kecenderungan yang sama

diseluruh dunia, bahwa generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan

emosional dari pada generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan murung,

lebih kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, mudah cemas, lebih

meledak-ledak (impulsif dan regresif). Goleman juga menemukan bahwa banyak

juga orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena rendahnya kecerdasan

intelektualnya, karena kurang memiliki kecerdasan emosional, sebaliknya sedikit

orang yang berhasil dalam kehidupan meskipun IQ-nya rata-rata saja, tetapi

kecerdasan emosionalnya tinggi.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

32

Menurut Goleman (2009) kecerdasan emosi merupakan kemampuan

individu untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu

masalah, mampu mengendalikan perilaku yang tiba-tiba berubah (impulsif),

memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan

membina hubungan dengan orang lain.

Menurut Salovey dan Mayer (2004) kecerdasan emosi diartikan sebagai

kemampuan individu dalam memantau emosi dirinya maupun emosi orang lain,

dan juga kemampuan dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain,

di mana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan

perilakunya.

Menurut Cooper dan Sawaf (2002) kecerdasan emosi diartikan sebagai

kemampuan individu untuk merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan

kepekaan emosi sebagai sumber energi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.

Menurut Shapiro (1998) kecerdasan emosi diartikan sebagai himpunan suatu

fungsi jiwa yang melibatkan kemampuan memantau intensitas perasaan atau

emosi, baik untuk diri sendiri maupun pada orang lain.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan

emosi merupakan kemampuan individu untuk memahami perasaan diri sendiri

dan perasaan orang lain, serta mampu mengelola emosi yang dapat digunakan

untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

33

Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis mengunakan pengertian

kecerdasan emosi dari pendapat Goleman (2009) yang mengatakan bahwa

kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi individu untuk mengendalikan

dirinya, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu

mengendalikan perilakunya yang tiba-tiba beruba (impulsif), memotivasi dirinya,

mampu mengatur suasana hati, berempati, dan membina hubungan dengan orang

lain disekitarnya.

Alasan penulis menggunakan pendapat Goleman, karena kecerdasan

emosi dideskripsikan sebagai kemampuan individu untuk mengendalikan emosi

dirinya dan membina hubungan dengan orang lain, sehingga dalam mengkaji

seberapa baik atau buruknya kecerdasan emosi pada karyawan bisa terungkap

secara optimal.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Telah ada beberapa aspek yang mengindikasi seseorang memiliki

kecerdasan emosi, seperti yang dikemukakan oleh Goleman (2009) bahwa aspek-

aspek kecerdasan emosi, meliputi:

a. Mengenali emosi diri, yaitu kemampuan individu untuk memantau perasaan

dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul dan mengenali emosi

dirinya sendiri.

b. Mengelola emosi, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas

kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

34

karena kegagalan. Kemampuan mengelola emosi ini berkaitan juga dengan

kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan diri sendiri.

c. Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi sebagai alat

dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan ini juga didasari oleh

kemampuan mengendalikan emosi atau menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati.

d. Mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan empati, adanya kemampuan

yang bergantung pada kesadaran diri secara emosional, kemampuan ini

merupakan keterampilan dasar dalam bersosial. Orang yang memiliki

kemampuan empati akan jauh lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial

tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau

dikehendaki orang lain.

e. Membina hubungan, yaitu seni membina hubungan sosial keterampilan,

mengelola emosi orang lain. Ketrampilan sosial yang menunjang popularitas,

kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi.

Menurut Tridhonanto (2009) aspek-aspek kecerdasan emosi, meliputi:

a. Kecakapan pribadi, yaitu kemampuan individu mengelola emosi dirinya

sendiri.

b. Kecakapan sosial, yaitu kemampuan individu menangani suatu hubungan

dilingkungan sekitarnya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

35

c. Keterampilan sosial, yaitu kemampuan individu untuk menggugah tanggapan

yang dikehendaki orang lain.

Berdasarkan penjelasan aspek-aspek kecerdasan emosi di atas, dapat

dipahami bahwa terdapat beberapa aspek kecerdasan emosi dalam diri seseorang

sebagai kemampuan untuk mengendalikan diri dan memahami lingkungan di

sekitarnya.

Selanjutnya untuk mengukur kecerdasan emosi pada karyawan dalam

penelitian ini, penulis menggunakan aspek-aspek kecerdasan emosi dari pendapat

Goleman (2009) meliputi: aspek mengenali emosi diri, aspek mengelola emosi,

aspek memotivasi diri sendiri, aspek mengenali emosi orang lain, dan aspek

membina hubungan.

Alasan penulis menggunakan aspek-aspek kecerdasan emosi tersebut,

karena berkaitan dengan seberapa baik atau buruknya kemampuan karyawan

untuk mengenali dan mengelola emosi dirinya agar terhindar dari stres kerja.

Begitu juga dengan individu yang mampu memotivasi, mengenali emosi lain, dan

membina hubungan secara baik di tempat kerja, maka akan cenderung terhindari

dari stres di tempat kerjanya.

C. Efikasi Diri

1. Pengertian Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997) efikasi diri adalah keyakinan individu dengan

kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

36

dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu bagaimana ia merasa, berfikir,

memotivasi diri, dan berperilaku. Menurut Feist (2008) efikasi diri merupakan

penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai

seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas untuk mencapai

hasil.

Menurut Alwisol (2009) efikasi diri diartikan sebagai persepsi diri sendiri

mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu, efikasi diri

berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan

tindakan yang diharapkan. Menurut Ghufron dan Rini (2010) individu dengan

efikasi diri tinggi percaya bahwa ia mampu melakukan sesuatu untuk mengubah

kejadian-kejadian disekitarnya.

Berdasarkan uraian penjelasan efikasi diri yang dikemukakan oleh ahli di

atas, dapat dipahami bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu dengan

kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya

dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu bagaimana ia merasa, berfikir,

memotivasi diri, dan berperilaku.

2. Dimensi-Dimensi atau Aspek-Aspek Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997) efikasi diri pada tiap individu dapat dibedakan

berdasarkan tiga dimensi, yaitu:

a. Tingkat (level), dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika

individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

37

pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri

individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau

bahkan mencakup tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas

kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang

dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi

terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan

menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang

dirasakannya.

b. Kekuatan (strength), dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari

keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan

yang lemah, mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak

mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap

bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang

kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi

level, yaitu makin tinggi level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan

yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

c. Generalisasi (geneality), dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah

laku individu yang merasa yakin dengan gagasan pemikiran dan

kemampuannya. Individu merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah

terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas

dan situasi yang bervariasi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

38

Corsini (dalam Susilowati, 2005) memperkuat pendapat Bandura

mengenai aspek-aspek efikasi diri, yaitu :

a. Aspek Kognitif, Kognitif yaitu kemampuan seseorang memikirkan cara-cara

yang di gunakan dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai

tujuan yang diharapkan.

b. Aspek Motivasi, Kemampuan seseorang memotivasi diri melalui pikirannya

untuk melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Motivasi seseorang timbul dari pemikiran optimis dari dalam

dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Setiap orang berusaha

memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan

dilakukan dan merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Motivasi

dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan

seseorang.

c. Aspek Afeksi, Kemampuan mengatasi perasaan emosi yang timbul pada diri

sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi terjadi secara alami

dalam diri seseorang dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman

emosional. Afeksi ditunjukkan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan

depresif yang menghalangi pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan.

d. Aspek Seleksi, Kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku dan

lingkungan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Seleksi tingkah laku ini dapat mempengaruhi perkembangan personal. Asumsi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

39

yang timbul pada aspek ini yaitu ketidakmampuan individu dalam melakukan

seleksi tingkah laku sehingga membuat perasaan tidak percaya diri, bingung,

dan mudah menyerah ketika menghadapi situasi sulit.

Berdasarkan pendapat Bandura (1997) di atas, dapat dipahami bahwa

dimensi efikasi diri meliputi; dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi

generalisasi. Dimensi-dimensi efikasi diri tersebut telah ditegaskan lebih lanjut

oleh Bandura (2006) dalam artikelnya yang berjudul Guide For Constructing

Self-Efficacy Scale, bahwa ketiga dimensi tersebut paling akurat untuk

menjelaskan efikasi diri seseorang.

Selanjutnya untuk mengukur efikasi diri pada karyawan, maka dalam

penelitian ini penulis menggunakan dimensi-dimensi efikasi diri yang

dikemukakan oleh Bandura (1997) meliputi: dimensi tingkat, dimensi kekuatan,

dan dimensi generalisasi. Alasan penulis menggunakan dimensi-dimensi tersebut,

karena berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika karyawan merasa mampu

untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan gagasan

pemikiran dan kemampuannya, sehingga menghidari dirinya dari potensi stres di

tempat kerja, atau sebaliknya.

D. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Stres Kerja

Berdasarkan pengertian tentang kecerdasan emosi terdapat hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam hubungannya dengan stress kerja, seperti halnya efikasi diri

dimaknai sebagai cara individu mengukur kemampuan dirinya.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

40

Menurut Goleman (2009) kecerdasan emosi seseorang dapat diukur dan dikaji

melalui aspek mengenali emosi merupakan kemampuan individu untuk memantau

perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul dan mengenali diri

sendiri. Artinya individu yang mampu mengenali emosinya secara baik maka akan

lebih mudah terhindar dari stress kerja. Mengelola emosi merupakan kemampuan

individu untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau

ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan.

Artinya individu yang mampu mengelola mengelola emosi ini berkaitan juga

dengan kemampuan penguasan diri dan kemampuan menenangkan diri sendiri,

memotivasi diri sendiri merupakan kemampuan individu untuk mengatur emosi

sebagai alat dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan ini juga didasari

oleh kemampuan mengendalikan emosi atau menahan diri terhadap kepuasaan dan

mengendalikan dorongan diri. mengenali emosi orang lain merupakan kemampuan

empati dan adanya kemampuan yang bergantung pada kedasaran diri secara

emosional dalam bersosial. membina hubungan merupakan seni membina hubungan

sosial keterampilan, mengelola emosi orang lain. Artinya individu dengan

keterampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan

hubungan antar pribadi.

Karyawan yang mampu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi diri

sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina dan

membangunan hubungan kerja yang baik di lingkungan kerjanya akan cenderung

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

41

terhindar dari stres kerja. Sebaliknya karyawan yang tidak mampu mengenali emosi

diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi

orang lain, dan tidak mampu membina dan membangun hubungan kerja yang baik di

lingkungan kerjanya, maka ada kecenderungan ia mengalami stres dalam bekerja.

Sejalan dengan penjelasan Colquitt, et al (2015) dalam buku Organizational

Behaviour bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi secara pribadi lebih

efektif, tegas dan mampu menghadapi kekecewaan hidup, memiliki ketahanan

terhadap stres, siap untuk mencari dan menerima tantangan sekalipun harus menemui

berbagai kesulitan, percaya diri dan yakin akan kemampuannya, dapat dipercaya dan

diandalkan, sering mengambil inisiatif serta dapat beradaptasi dan menangani

masalah kerjanya.

Menurut Ciarrochi, et al (2001) dalam buku Emotional Intelligence in

Everyday Life menjelaskan bahwa kecerdasan emosi dapat menjauhkan individu dari

stres dan mengarahkan individu tersebut untuk dapat membangun mood yang baik

dalam dirinya, karena hal itu merupakan salah satu implikasi dari pencegahan

terhadap stres.

Hasil penelitian Yen dan Atmadji (2003) yang menyimpulkan bahwa ada

hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada

karyawan distributor multi level marketing. Artinya, semakin tinggi kecerdasan

emosional, maka semakin rendah stres kerja yang dialami karyawan distributor.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

42

Sebaliknya jika kecerdasan emosional karyawan rendah, maka akan

cenderung menunjukkan tingkat stres yang tinggi. Hal tersebut dipertegas oleh

Cooper dan Sawaf (2002) bahwa kecerdasan emosional menyumbang persentase

yang lebih besar dalam kemajuan dan keberhasilan individu di masa depan, jika

dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang hanya diukur dari kemampuan

intelektualnya saja.

Berdasarkan uraian pengaruh kecerdasan emosi terhadap stres kerja di atas,

dapat dipahami bahwa karyawan yang mampu mengenali emosi diri, mengelola

emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina dan

membangunan hubungan kerja yang baik di lingkungan kerjanya, maka akan ada

kecenderungan karyawan tersebut terhindar dari stres kerja karena kecerdasan emosi

merupakan kemampuan karyawan untuk membedakan dan menanggapi situasi kerja

sesuai pengaturan diri yang akan menuntun kepada tingkah laku yang tepat. Dengan

demikian dapat diketahui bahwa karyawan yang mampu mengelola kecerdasan

emosinya dengan baik di tempat kerja, maka akan menghindari dirinya dari stres

kerja.

Sebaliknya karyawan yang kurang mampu mengendalikan kecerdasan

emosinya, maka akan ada kecenderung ia mengalami stres di tempat kerja. Misalnya

tidak mampu mengelola perasaan sendiri saat situasi kerja tidak menyenangkan,

mudah tersinggung, dan tidak mampu memotivasi diri sendiri untuk mengontrol

emosi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Adeyemo dan Ogunyemi (2003) yang

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

43

menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi dapat menjauhkan seseorang dari stres dan

mengarahkan untuk dapat beradaptasi dengan lebih baik, karena individu memiliki

kemampuan untuk mengatur emosinya.

E. Pengaruh Efikasi Diri terhadap Stres Kerja

Efikasi merupakan keyakinan individu pada kemampuan dirinya sendiri untuk

menghadapi atau menyelesaikan tugasnya, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan

untuk mencapai hasil dalam situasi tertentu. Menurut Bandura (1997) efikasi diri

diartikan sebagai keyakinan individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu

bentuk kontrol terhadap fungsi diri dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu

untuk merasakan, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku.

Bandura juga menyebutkan dimensi-dimensi efikasi diri meliputi: 1) dimensi

tingkat, berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu

untuk melakukannya, 2) dimensi kekuatan, berkaitan dengan tingkat kekuatan dari

keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya, dan 3) dimensi

generalisasi, berkaitan dengan luas bidang tingkah laku individu merasa yakin akan

kemampuannya.

Keadaan yang menekan secara tidak langsung adalah suatu konsekuensi yang

berhubungan dengan kejadian-kejadian di sekitar lingkungan kerja sehingga

mengakibatkan suatu ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dengan kemampuan

kerja individu, baik secara fisik maupun psikologis (Bandura, 1997). Keadaan seperti

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

44

ini tidak hanya berpengaruh terhadap individu, tetapi juga terhadap organisasi dan

industri karena setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres.

Terdapat pula hal lain yang ikut turut serta menimbulkan stres kerja, seperti

adanya tuntutan tugas, beban kerja. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu

sedikit merupakan pembangkit stres kerja timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang

terlalu banyak atau sedikit diberikan kepada karyawan untuk diselesaikan dalam

waktu tertentu dan apabila karyawan merasa tidak yakin untuk melaksanakan

tugasnya dengan baik, maka akan menyebabkan terjadinya stres kerja, (Thomas,

2000).

Hasil penelitian Kusnadi (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan

positif antara efikasi diri dengan stres kerja pada dosen di Universitas X. Artinya

dosen yang memiliki efikasi diri tinggi, maka ia akan yakin dalam melaksanakan

pekerjaanya dengan baik, dengan begitu ia dapat menghindari stres kerja. Pada

tingkat efikasi diri dosen tinggi karena adanya ketekunan dari dosen dalam

menghadapi suatu tugas yang berat. Efikasi diri berperan dalam ketangguhan

seseorang untuk bertahan menghadapi tantangan saat berjuang untuk meraih

tujuannya.

Berdasarkan penjelasan pengaruh efikasi diri terhadap stres kerja di atas,

dapat dipahami bahwa pengaruh kontrol yang dimiliki karyawan pada keadaan kerja

yang menekan ditentukan oleh keyakinannya terhadap kontrol tersebut. Keyakinan

karyawan tentang kemampuan melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

45

sebagai efikasi diri. Efikasi diri individu pada keadaan kerja yang menekan

menunjukkan besarnya keyakinan individu tentang kemampuannya melakukan

sesuatu tindakan untuk mengendalikan atau mengatasi keadaan yang sedang

dialaminya, terutama dalam hal tekanan dari pekerjaannya yang bisa menimbulkan

stres.

F. Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Efikasi Diri Terhadap Stres Kerja

Goleman (2009) menjelaskan secara umum kecerdasan emosi dapat

menentukan potensi individu untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis

yang didasarkan pada kesadaran diri, memotivasi diri, pengaturan diri, empati, dan

kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Bandura (1997)

mengartikan efikasi diri sebagai keyakinan individu dengan kemampuannya untuk

melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi diri dan kejadian dalam lingkungan

sebagai penentu untuk merasakan, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku.

Berdasarkan hasil penelitian Akbar (2013) dengan judul Hubungan antara

kecerdasan emosi dengan stress kerja pada perawat. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa kecerdasan emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja

pada perawat di RSUD Banjarbaru, di mana perawat yang mempunyai kecerdasan

emosi negatif maka stres kerjanya tinggi, perawat yang mempunyai kecerdasan emosi

sedang maka stres kerjanya sedang, perawat yang mempunyai kecerdasan emosi

positif maka stres kerjanya rendah.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

46

Hasil penelitian yang dilakukan Agung dan Budiani (2013) dengan judul

Hubungan Kecerdasan Emosi dan Self-efficacy dengan Tingkat Stres Mahasiswa

yang sedang Mengerjakan Skripsi, menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis

data regresi linier berganda diperoleh hasil yang signifikan antara kecerdasan emosi

dan self-efficacy dengan tingkat stres mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

Hal tersebut dapat dilihat nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) yang menunjukkan

bahwa kecerdasan emosi dan self-efficacy secara bersamaan memiliki hubungan yang

signifikan dengan tingkat stres, dengan sumbangan yang diberikan oleh kecerdasan

emosi dan self efficacy sebesar 69,6%. artinya, sebesar 69,6% tingkat stres

dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan self efficacy. Sedangkan sisanya sebesar 30,

4% disebabkan oleh variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

Bandura (1997) menjelaskan bahwa pekerja yang mengalami perasaan negatif

atau tidak menyenangkan seperti kecemasan yang berhubungan dengan kegiatan

tertentu, akan cenderung menafsirkan hal tersebut sebagai indikasi rendahnya

kemampuan untuk berhasil melakukan suatu aktivitas dengan konsekuensi penurunan

efikasi diri, dan ketika seseorang merasa kurang yakin untuk dapat mengerjakan

pekerjaannya, maka akan muncul kondisi stres kerja pada dirinya.

Kesimpulan yang dapat diambil, yaitu jika kecerdasan emosi dan efikasi diri

tinggi maka stress kerja rendah, begitu juga sebaliknya jika kecerdasan emosi dan

efikasi diri rendah maka stress kerja akan tinggi.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

47

G. Landasan Teori

Menurut Robbins (2006) gejala-gejala stres kerja meliputi: 1) fisiologis

(berkaitan dengan fisik), 2) psikologis (berkaitan dengan mental), dan 3) perilaku

(berkaitan dengan adanya perubahan tingkah laku).

Agar terhindar dari gejala stress kerja, maka individu harus memiliki

kecerdasan emosi yang baik, hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan

oleh Goleman (2009) bahwa individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan

memilih melakukan usaha yang lebih besar dan pantang menyerah sehingga mampu

secara baik dalam mengelolah kecerdasan emosi dirinya dibandingkan dengan

individu yang memiliki kecerdasan emosi rendah. Menurut Goleman aspek-aspek

kecerdasan emosi meliputi: 1) mengenali emosi diri, 2) mengelola emosi, 3)

memotivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan.

Tanpa adanya kecerdasan emosional, maka individu tidak akan mampu

menggunakan keterampilan kognitifnya sesuai potensinya, maksudnya adalah

kecerdasan emosional akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi

permasalahan yang muncul pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan kerja.

Kecerdasan emosional lebih memungkinkan individu mencapai tujuannya.

Selain kecerdasan emosi, efikasi diri juga mampu mempengaruhi stress kerja,

hal ini sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Bandura (1997) individu dengan

kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya dan

kejadian dalam lingkungan sebagai penentu ia merasakan, berfikir, memotivasi diri,

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

48

dan berperilaku. Bandura juga menyebutkan dimensi-dimensi efikasi diri meliputi: 1)

dimensi tingkat, berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa

mampu untuk melakukannya, 2) dimensi kekuatan, berkaitan dengan tingkat

kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya, dan 3)

dimensi generalisasi, berkaitan dengan luas bidang tingkah laku individu merasa

yakin akan kemampuannya.

Dimensi tingkat (magnitude), individu yakin dengan tindakan yang akan

dilakukannya. Dimensi kekuatan (strength) individu mampu melakukan tindakan

sesuai kemampuannya. Dimensi generalisasi (generality) individu memiliki

kemampuan dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda dilingkungan kerjanya

untuk menghidari potensi stress kerja pada dirinya.

Individu yang memiliki magnitude yang baik akan melakukan pekerjaannya

sesuai dengan prosedur sehingga tidak melakukan kesalahan dalam pekerjaannya.

strength, individu mempunyai kepercayaan terhadap dirinya sendiri sehingga tidak

terjadi kesalahan dalam kerja. Generality, individu mampu menganalisis tindakan apa

yang harus dihadapi selain itu ia mampu menyesuaikan diri dengan siruasi di

sekitarnya.

Berdasarkan paparan landasan teori di atas, dapat dipahami bahwa stres kerja

dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan emosi dan faktor efikasi diri. Karyawan

dengan kecerdasan emosi yang kurang baik dan tidak memiliki keyakinan diri untuk

menghadapi permasalahan di lingkungan kerjanya akan cenderung merasakan atau

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

49

mengalami stres kerja. Kecerdasan emosi dideskripsikan sebagai kemampuan

karyawan untuk mengelola emosinya agar terhindar dari stres kerja. Efikasi diri

dideskripsikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk menyakinkan dirinya

menghadapi masalah agar terhindar dari stres kerja.

Penjelasan teori-teori di atas, memberikan pemahaman bahwa fokus dalam

penelitian ini melibatkan variabel independen, yaitu kecerdasan emosi (X1) dan

efikasi diri (X2) ada pengaruhnya dengan variabel dependen, yaitu stress kerja (Y).

Pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada kerangka

teori di bawah ini:

Gambar 2.1. Kerangka Penelitian

Gejala Stres Kerja

Robbins (2006)

Variabel (Y)

1. Gejala Psikologis.

2. Gejala Fisologis.

3. Gejala Perilaku

Dimensi-Dimensi Efikasi Diri

Bandura (1997)

Variabel (X2)

1. Dimensi Tingkat

2. Dimensi Kekuatan

3. Dimensi Generalisasi

Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Goleman (2009)

Variabel (X1)

1. Mengenal Emosi Diri

2. Mengelola Emosi

3. Memotivasi Diri Sendiri

4. Mengenali Emosi Orang Lain

5. Membina Hubungan.

A

B

C

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

50

Keterangan:

A. Pengaruh antara Kecerdasan Emosi (X1) dan Efikasi Diri (X2) dengan Stres

Kerja (Y).

B. Pengaruh antara Kecerdasan Emosi (X1) dengan Stres Kerja (Y).

C. Pengaruh antara Efikasi Diri (X2) dengan Stres Kerja (Y).

: Garis pengaruh secara simultan dari variabel indipenden terhadap

variabel dependen.

: Garis pengaruh secara parsial dari masing-masing variabel

indipenden terhadap variabel dependen.

H. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka

mengenai kecerdasan emosi dan efikasi diri terhadap stres kerja pada karyawan

(SPG) yang bekerja di NU Imej Agency and Event Organizer Yogyakarta, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Hipotesis Mayor

Ada pengaruh secara simultan antara kecerdasan emosi dan efikasi diri

terhadap stres kerja.

2. Hipotesis Minor

a. Terdapat korelasi negatif yang signifikan secara parsial antara kecerdasan

emosi dengan stres kerja. Artinya apabila nilai kecerdasan emosi turun satu

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4871/3/BAB II.pdf · ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya

51

tingkatan, maka stres kerja diprediksi akan mengalami kenaikan. Sebaliknya,

jika nilai kecerdasan emosi mengalami penurunan satu tingkatan maka stres

kerja diprediksi mengalami kenaikan.

b. Terdapat korelasi negatif yang signifikan secara parsial antara efikasi diri

dengan stres kerja. Artinya apabila nilai efikasi diri turun satu tingkatan, maka

stres kerja diprediksi akan mengalami kenaikan. Sebaliknya, jika nilai efikasi

diri mengalami penurunan satu tingkatan maka stres kerja diprediksi

mengalami kenaikan.