Upload
trinhthu
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Sukun
1. Sebaran dan Tempat Tumbuh Tanaman Sukun
Sukun merupakan salah satu jenis tanaman penghasil buah
terpenting dari famili Moraceae yang merupakan salah satu jenis
makanan pokok di Kepulauan Polinesia, Melanesia dan Mikronesia
(Hamilton, 1987 : 13). Asal-usul tanaman tidak diketahui secara pasti,
namun diyakini merupakan jenis asli dari daerah Polinesia dan tropis
Asia (Hamilton, 1987 : 13). Dalam Wikipedia Indonesia dijelaskan
bahwa asal-usul sukun diperkirakan dari Kepulauan Nusantara sampai
Papua yang kemudian menyebar ke daerah lainnya melalui kegiatan
migrasi penduduk atau misi perdagangan antara lain di Madagaskar,
Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, Asia Tenggara, Srilanka,
India, Indonesia, Australia.
Sebaran tanaman sukun di Kepulauan Indonesia meliputi
Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nias,
Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Yogyakarta, Madura, P. Bawean, Kepulauan Kangean),
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa,
Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru Kai, Ambon,
9
Halmahera Dan Ternate), dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulau
kecil di daerah “Kepala Burung” (Heyne, 1987 : 670; Pitojo, 1992 : 10).
Tanaman sukun yang terdapat di berbagai wilayah Indonesia
dikenal dengan nama seperti suune (Ambon); amo (Maluku Utara);
Kamandi, Urknem atau Beitu (Papua); Karara (Bima, Sumba, Flores);
susu aek (Rote); hotopul (Batak); baka atau bakara (Sulawesi Selatan)
dan lain-lain. Nama lain sukun di berbagai negara yaitu breadfruit
(Inggris); fruit a pain (French); fruto pao, paode massa (Portugoese);
broodvrucht, broodhoom (Holland) dan ulu (Hawai). Tanaman sukun
mempunyai beberapa nama ilmiah yang sering digunakan, yaitu
Artocarpus communis Forst, Artocarpus incisa Linn atau Artocarpus
altilis (Parkinson) Forsberg (Sari, N.I.V. 2008 : 12).
Menurut Rajendran (1992), (Adinugraha, 2011 : 15) tempat
tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari dataran rendah dengan
ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (dpl), namun kadang-
kadang terdapat juga pada tempat yang memiliki ketinggian 1.500 meter
dpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah panas yang suhu rata-rata
sekitar 20-40oC yang beriklim basah dengan curah hujan 2.000-3.000
mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90 %. Menurut Alrasjid (1993 : 5)
tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak menerima sinar
matahari. Keberadaan tanaman sukun di suatu tempat merupakan
indikator bahwa tanaman sukun bisa tumbuh dengan baik di daerah
tersebut asal tidak berkabut.
10
Menurut Pitojo (1992 : 11); Alrasjid (1993 : 5); (Adinugraha,
2011 : 16) tanaman sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti
tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir
(regosol), namun akan lebih baik apabila ditanam pada tanah alluvial
yang gembur, bersolum dalam, banyak mengandung humus, tersedia air
tanah yang cukup dangkal dan memiliki pH tanah sekitar 5-7. Umumnya
pertumbuhan tanaman sukun tidak baik apabila ditanam pada tanah yang
memiliki kadar garam (NaCl) tinggi. Demikian pula penanaman sukun di
daerah yang beriklim kering, di mana tanaman sering mengalami stress
karena kekurangan air (drought stress) dapat menyebabkan perontokan
buah.
2. Aspek Botani Tanaman Sukun
Tanaman sukun merupakan salah satu jenis yang sangat dikenal
di Indonesia dan banyak negara lainnya. Jenis ini memiliki banyak nama
lokal tergantung daerah persebarannya. Tanaman sukun termasuk famili
Moraceae, genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis (Parkinson)
Fosberg. Para ahli ada yang memberi nama Artocarpus incisa Linn dan
Artocarpus communis Forst. Beberapa sebutan lokal antara lain, di Siam
dikenal dengan nama sake, di Malaysia dikenal sebagai Bandarase, serta
dalam bahasa Inggris disebut dengan Breadfruit (Pitojo, 1992 : 12).
Kedudukan tanaman sukun (Artocarpus altilis) mempunyai
sistematika sebagai berikut :
11
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Menurut Rajendran (1992) dan Ragone (1997); (Adinugraha,
2011 : 7) tanaman sukun memiliki habitus pohon yang tingginya dapat
mencapai 30 meter, namun rata-rata tingginya hanya 12-15 meter. Jenis
sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun (evergreen) di daerah tropis
basah dan bersifat semi deciduous serta di daerah yang beriklim
monsoon. Batangnya memiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan
percabangan melebar ke arah samping, kulit batang berwarna hijau
kecokelatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki
getah encer. Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam
dan akar samping yang dangkal. Apabila akar tersebut terluka atau
terpotong akan memacu tumbuhnya tunas alam atau root shoots tunas
yang sering digunakan untuk bibit (Heyne, 1987 : 672; Pitojo, 1992 : 11).
12
Gambar 1. Bentuk percabangan tanaman sukun (Sumber foto :
Adinugraha, 2011)
Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval sampai
lonjong, ukurannya bervariasi walaupun pada satu pohon memiliki
ukuran panjang 20-60 cm dan lebar 20-40 cm dengan panjang tangkai
daun 3-7 cm. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagian
pangkalnya membulat, tepi daun berlekuk menyirip dan kadang-kadang
siripnya bercabang. Permukaan daun bagian atas licin, warnanya hijau
mengkilap sedang bagian bawahnya kasar, berbulu dan berwarna kusam.
Posisi daun menyebar menghadap ke atas dengan jarak antardaun
bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1992 : 12). Berdasarkan bentuk
daunnya, menurut Alrasjid (1993); (Adinugraha, 2008 : 9) secara umum
dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu berlekuk dangkal atau sedikit, agak
dalam dan berlekuk dalam.
13
Gambar 2. Variasi bentuk daun sukun (Sumber foto : Adinugraha, 2011)
Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga betina dan bunga jantan
terpisah), tetapi berumah satu (monoceous). Bunganya keluar dari ketiak
daun pada ujung cabang dan ranting dengan bunga jantan berkembang
terlebih dahulu. Bunga jantan berbentuk pipih memanjang disebut ontel
yang panjangnya 10-20 cm berwarna kuning, sedangkan bunga betina
berbentuk bundar sejak keluar dari kelopak bunga dan bertangkai pendek
(babal) seperti pada nangka. Setelah serbuk sarinya keluar bunga jantan
ini akan berubah warna dari hijau menjadi kecokelatan, kemudian layu
dan berjatuhan di bawah tajuk pohon.
Buah sukun berasal dari pembengkakan bunga betina dan
termasuk jenis buah majemuk, namun karena tidak berbiji (partenocrpy)
maka segmen-segmenya terlihat menyatu dengan kandungan pati yang
relatif besar. Buah sukun berbentuk bulat sampai lonjong dengan ukuran
panjang ± 30 cm, lebar 9-20 cm. Berat buah dapat mencapai 4 kg dengan
daging buah berwarna putih, puting kekuningan atau kuning serta tangkai
buah yang panjangnya berkisar 2,5-12,5 cm tergantung varietasnya
(Widowati, 2003 : 5).
14
Gambar 3. Perbedaan bentuk bunga betina (A) dan jantan (B)
pada tanaman sukun (Sumber foto : Utami, 2011)
Sukun mempunyai kulit yang berwarna hijau kekuningan dan
terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada kulitnya.
Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun.
Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan
buah yang belum matang mempunyai segmen-segmen poligonal yang
lebih kecil dan lebih padat.
Sebagai contoh buah sukun dari Cilacap, Bali dan Mataram
berbentuk bulat agak lonjong dan tidak berduri, sukun dari Yogyakarta
berukuran lebih kecil dan berduri, sedangkan dari Madura, Sulawesi
Selatan, Manokwari dan Sorong berbentuk lonjong serta berduri
(Adinugraha, 2011 : 7). Tanaman sukun mulai berbuah setelah berumur
4-7 tahun dan biasanya berbuah 2 kali dalam setahun, yaitu sekitar bulan
Januari-Februari dan bulan Juli-September. Tanaman sukun yang cukup
A
B
15
mendapatkan cahaya matahari penuh biasanya lebih cepat berbuah
daripada yang tumbuh di bawah naungan pohon lain.
Berdasarkam hasil pengamatan morfologi buah sukun di
Indonesia umumnya ukuran buah sukun dapat dikelompokkan menjadi 3
macam yaitu kecil, sedang dan besar. Bentuk buah bulat, agak lonjong
sampai lonjong. Buah memiliki duri atau tidak berduri (sukun gundul).
Buah sukun lonjong berduri terdapat di Madura, Sulawesi Selatan,
Ternate, Manokwari dan Sorong. Buah sukun lonjong terdapat di
Cilacap, Bawean, Banten dan Ternate. Buah sukun bulat berduri terdapat
di Yogyakarta dan Ternate sedangkan sukun bulat yang tidak berduri
terdapat di Yogyakarta dan Ternate sedangkan sukun bulat tidak berduri
terdapat di Cilacap, Banten, Sukabumi, pulau Bawean, Yogyakarta,
Kediri, Banyuwangi, Mataram dan Bali.
3. Aspek Ekologi Tanaman Sukun
Beberapa aspek lingkungan yang sangat berpengaruh bagi
kelangsungan hidup tanaman sukun, antara lain :
1. Tanah
Tanaman sukun dapat ditanam hampir di segala jenis tanah,
sehingga memiliki daerah penyebaran yang luas. Pada tanah podsolik
merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir, tanaman sukun
mampu tumbuh dengan baik karena mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap keadaan tanah.
16
Sukun mampu tumbuh dengan baik di daratan rendah, daratan
sedang hingga mencapai ± 600 m di atas permukaan laut. Tanah
yang gembur dan banyak mengandung humus, kemudian air
tanahnya dangkal sangat menguntungkan bagi pertumbuhan sukun.
Sedangkan pada tanah-tanah yang kurang subur akan menghambat
pertumbuhan sukun sekaligus mempengaruhi produktivitasnya.
Sukun tidak tahan pada tanah yang airnya berkadar garam tinggi,
(Pitojo, 1992 : 25).
Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di
dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah
basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan
ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Bahkan sukun dapat
tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Di musim kering, pada
saat tanaman lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru
sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat.
2. Suhu
Menurut Angkasa (1994); (Widyastuti, 2004 : 11) tanaman
sukun mampu tumbuh di daerah yang memiliki suhu harian rata-rata
20-40oC. Pertumbuhan optimal didapat di daerah dengan kisaran
suhu 21-33oC. Daerah yang dingin kurang mampu mendukung
pertumbuhan tanaman sukun. Walaupun mampu tumbuh sukun tidak
akan berbuah optimal, melainkan cenderung menghasilkan banyak
daun yang rimbun.
17
3. Curah hujan dan kelembaban
Selain tumbuh di sembarang ketinggian, tanaman ini dapat
tumbuh di daerah kering seperti Madura, Nusa Tenggara Timur,
Lombok sampai daerah basah seperti Jawa Barat. Kisaran curah
hujannya 1.500-2.500 mm/tahun. Kelembaban udara yang
diinginkan sukun adalah 70-90 %. Kelembaban ini penting untuk
menunjang pertumbuhan, pembungaan dan pembesaran buah.
Namun daerah kering yang kelembabannya rendah masih ditolerir
sukun, hanya pertumbuhannya tidak optimal (Pitojo, 1992 : 25).
4. Sinar matahari
Menurut Angkasa (1994); (Widyastuti, 2004 : 11) tanaman
sukun memiliki kebutuhan sinar matahari yang sedikit rumit sewaktu
masih muda, tanaman lebih senang bila ternaungi. Untuk itu,
menanam sukun perlu di tempat yang sudah memiliki naungan
alami, misalnya di sekitar pepohonan lain. Jika belum ada, perlu
dibuat naungan sederhana. Setelah tanamannya dewasa, sukun
membutuhkan sinar matahari penuh. Jadi seandainya tanaman masih
dinaungi oleh pohon besar yang lain, sebaiknya pohon tersebut di
pangkas atau dikurangi pengaruh naungannya. Tanaman sukun
dewasa yang terlalu dinaungi akan cenderung berdaun rimbun, tetapi
produksi buahnya sedikit.
18
B. Keadaan Alam Asal Kultivar Sukun
1. Bayuwangi (Jawa Timur)
Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur. Luasnya
mencapai 5.782,50 km2. Secara umum keadaan iklim Banyuwangi
memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan dengan wilayah pulau Jawa
bagian barat Jawa Timur memiliki curah hujan yang sedikit. Curah hujan
rata-rata 1.900 mm pertahun dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu
rata-rata berkisar antara 21oC-34
oC. Untuk di daerah pegunungan,
suhunya bisa mencapai -4oC (http://www.wikipedia.org/Banyuwangi-
JawaTimur).
2. Cilacap (Jawa Tengah)
Cilacap merupakan sebuah kabupaten yang terletak di provinsi
Jawa Tengah. Cilacap memiliki iklim tropis, dengan curah hujan tahunan
rata-rata 2.000 meter dan suhu rata-rata antara 21oC-32
oC. Cilacap
merupakan kabupaten terluas di Jawa tengah yaitu mencapai 6,6 % dari
total wilayah Jawa Tengah. Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor
pada tahun 1969, jenis tanah di wilayah Jawa Tengah di dominasi oleh
tanah latosol, aluvial dan gromosol sehingga hamparan tanah di provinsi
ini termasuk tanah yang mempunyai tingkat kesuburan yang relatif subur
(http://www.wikipedia.org/Cilacap-JawaTengah).
3. Gunung Kidul (DIY)
Gunung Kidul merupakan kabupaten yang memiliki luas 1.485,36
km2. Secara garis besar uraian iklim di kabupaten Gunung Kidul
19
mencakup 3 komponen iklim yaitu curah hujan, suhu dan kelembaban
udara.
a. Curah hujan
Curah hujan rata-rata di wilayah ini mencapai 1.900 mm pertahun,
bulan kering berkisar antara 2-6 bulan dalam setahun dan jumlah
hari hujan rata-rata 80 hari pertahun. Musim hujan dimulai pada
bulan Oktober-April, curah hujan tertinggi dicapai pada bulan
Desember hingga Februari dengan curah hujan rata-rata lebih 200
mm perbulan serta jumlah hari hujan mencapai 10-24 hari.
b. Suhu udara
Suhu udara rata-rata di wilayah ini sebesar 27,7oC, dengan suhu
maksimum sebesar 32,4 o
C dan suhu minimum 23,2oC.
c. Kelembaban udara
d. Kelembaban nisbi di wilayah ini berkisar antara 80-85%, hal ini
tidak terpengaruh dengan ketinggian tempat dan kejauhan letaknya
dari laut. Kelembaban tertinggi dapat dicapai pada bulan Januari-
Maret, sedangkan kelembaban terendah pada bulan September. Dari
segi topografi, sebagian besar wilayahnya terletak pada ketinggian
antara 100-500 meter di atas permukaan laut. Mayoritas wilayah ini
adalah pegunungan dan perbukitan serta sebagian wilayahnya
merupakan wilayah yang tandus.
20
4. Sleman (DIY)
Sleman merupakan kabupaten yang kondisi tanahnya sangat
subur, hal ini dikarenakan letaknya yang berada di dataran Gunung
Merapi yang secara garis besar tanahnya mengandung tanah regosol.
Curah hujan berkisar antara 2.012 mm pertahun, iklim daerah ini yaitu
iklim tropis sedang, suhu mencapai 27,2oC dan kelembaban 24,7%.
Wilayah kabupaten Sleman termasuk beriklim tropis basah dengan
musim hujan antara bulan Nopember-April dan musim kemarau antara
bulan Mei-Oktober (http://www.wikipedia.org/Sleman-Yogyakarta).
5. Lampung
Propinsi Lampung mempunyai luas 35.376,50 km2. Keadaan
wilayah ini sepanjang pantai merupakan daerah yang berbukit-bukit
sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di pulau Sumatera dan
tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai
sebelah timur sepanjang tepi laut Jawa merupakan perairan yang luas.
Provinsi Lampung merupakan daerah beriklim tropis, dengan ciri-
ciri cukup panas dan banyak turun hujan. Musim kemarau berlangsung
antara Mei-September dan musim hujan antara Nopember-Mei. Angka
hujan rata-rata tahunan mencapai 2.000-3.000 mm, bahkan di bagian
barat mencapai 3.000-4.000 mm/tahun sedangkan di bagian timur
Lampung 1.000-2.000 mm/tahun. Pada daerah ketinggian 30-60 meter
suhu rata-rata berkisar antara 26ºC-28ºC. Suhu maksimum 33ºC dan suhu
minimum 22ºC. Rata-rata kelembaban udara antara 80-88% dan pada
21
daerah yang lebih tinggi kelembaban juga akan lebih tinggi. Jenis tanah
di daerah ini yaitu podzolik, merah kuning, andosol, retosol
(http://www.wikipedia.org/Lampung).
6. Manokwari (Papua)
Manokwari merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Papua. Kabupaten Manokwari sering disebut sebagai kota buah-buahan
karena di sini tanahnya sangat subur untuk berbagai macam tumbuh-
tumbuhan. Luas wilayah Manokwari mencapai 37.901 km2. Topografi
wilayah ini pada umumnya sekitar 80% daerah berbukit dan dataran
tinggi sedangkan 20% merupakan dataran rendah.
Secara umum struktur tanah di kabupaten Manokwari terdiri dari
jenis alluvial (18,70%), mediterania (2,44%), podzolik merah kuning
(10,41%), podzolik cokelat keabuan (7,57%), tanah utama/complex of
soil (49,21%), latosol (4,49%) dan organosol (7,17%). Sedangkan jenis
tanah yang ada secara umum terdiri dari tanah kapur kemerahan, tanah
endapan alluvial dan tanah alluvial muda. Kedalaman efektif tanah secara
umum di kabupaten Manokwari rata-rata di atas 25 cm.
Kabupaten Manokwari mempunyai iklim tropis basah dengan
suhu udara minimum 21,5°C dan suhu maksimum 33,1°C, kelembaban
udaranya mencapai 84,7% dengan intensitas panas matahari 54,3%. Suhu
maksimum terjadi pada bulan Januari dan Maret, sedangkan suhu
minimum terjadi pada bulan Agustus dan November. Curah hujan cukup
tinggi, yaitu 2.283 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
22
Maret dan terendah terjadi pada bulan Juli. Untuk jumlah hari hujan,
terbanyak terjadi pada bulan Juni dan Oktober, sedangkan hari hujan
terkecil terjadi pada bulan Desember
(http://www.wikipedia.org/Manokwari).
7. Bali
Luas wilayah kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 ha. Dari luas
tersebut, tata guna tanahnya meliputi tanah sawah 5.547 ha dan lahan
kering 10.001 ha. Lahan Kering terdiri dari tanah pekarangan 7.714 ha,
tanah tegalan 396 ha, tanah tambak atau kolam 9 ha, Tanah sementara
tidak diusahakan 81 ha, Tanah Hutan 538 ha, tanah perkebunan 35 ha
dan tanah lainnya 1.162 ha. Kota Denpasar termasuk daerah beriklim
tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau
dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim hujan dengan angin
barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim pancaroba. Suhu rata-
rata berkisar antara 25,4°C-28,5°C dengan suhu maksimum jatuh pada
bulan Januari, sedangkan suhu minimum pada bulan Agustus.
Jumlah curah hujan di Denpasar berkisar 0-406 mm dan rata-rata
97,1 mm. Bulan basah curah Hujan >100 mm/bulan selama 4 bulan dari
bulan November-Februari Sedangkan bulan kering curah Hujan <100
mm/bulan selama 8 bulan jatuh pada bulan Maret-Oktober. Curah hujan
tertinggi terjadi pada pada bulan Februari (406 mm) dan terendah terjadi
pada bulan Oktober (0 mm) (http://www.wikipedia.org/Bali).
23
8. Mataram (NTB)
Kondisi kota Mataram adalah dataran. Kota Mataram berada
pada ketinggian kurang dari 50 meter di atas permukaan laut (dpl)
dengan rentang ketinggian sejauh 9 km. Jenis tanah yang ada di wilayah
kota Mataram sebagian besar dari jenis tanah liat, tanah liat berpasir dan
tufa. Ini akibat endapan kuarter yang berasal dari hasil pengikisan atas
lereng gunung atau sungai yang banyak terdapat di daerah ini, kemudian
diendapkan di wilayah yang letaknya relatif lebih rendah. Jenis tanah ini
mempunyai karakteristik daya penyerapan air yang lambat akibat kondisi
permeabilitas yang rendah. Kondisi ini sebenarnya baik bagi
pengembangan wilayah saluran pertanian atau irigasi, sehingga tanah di
kota Mataram berpotensi sebagai daerah pertanian. Tetapi apabila curah
hujan tinggi, kondisi tanah dan topografi kota Mataram mempunyai
potensi sebagai daerah banjir dan genangan air
(http://www.wikipedia.org/Mataram-NTB).
9. Kediri
Kondisi topografi wilayah ini terdiri dari dataran rendah dan
pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah dari
selatan ke utara. Suhu udara berkisar antara 23oC-31
oC dengan tingkat
curah hujan rata-rata sekitar 1.652 mm per hari. Secara keseluruhan luas
wilayah ada sekitar 1.386.05 km2. Ditinjau dari jenis tanahnya, kabupaten
Kediri dapat dibagi menjadi 5 (lima) golongan yaitu: regosol cokelat
keabuan seluas 77.397 Ha atau 55,84 %, aluvial cokelat keabuan seluas
24
28,178 ha atau 20,33 %, andosol cokelat kuning, regosol cokelat kuning
dan litosol seluas 4.408 ha atau 3,18 %, mediteran cokelat merah,
grumosol kelabu seluas 13.556 ha atau 9,78 %, litosol cokelat kemerahan
seluas 15.066 ha atau 10.87% (http://www.wikipedia.org/Kediri).
10. Banten
Topografi wilayah provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0-
1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah provinsi Banten
merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0-200 meter di atas
permukaan laut yang terletak di daerah kota Cilegon, kota Tangerang,
kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar kabupaten Serang. Adapun
daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil kabupaten Pandeglang memiliki
ketinggian berkisar 201-2.000 meter dpl dan daerah Lebak Timur
memiliki ketinggian 501-2.000 meter dpl yang terdapat di Puncak
Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Sumber daya tanah wilayah
provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah yaitu kelompok
tipe tanah sisa atau residu dan kelompok tipe tanah hasil angkutan
(http://www.wikipedia.org/Banten).
11. Sukabumi (Jawa Barat)
Kondisi wilayah kabupaten Sukabumi mempunyai potensi
wilayah lahan kering yang luas, saat ini sebagian besar merupakan
wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sukabumi
mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (oldeman) dengan curah
hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari. Suhu
25
udara berkisar antara 20-30oC
dengan kelembaban udara 85-89 %. Curah
hujan antara 3.000-4.000 mm pertahun terdapat di daerah utara.
Sedangkan curah hujan antara 2.000-3.000 mm pertahun terdapat di
bagian tengah sampai selatan kabupaten Sukabumi.
Jenis tanah yang tersebar di kabupaten Sukabumi sebagian besar
di dominasi oleh tanah latosan dan podsolik yang terutama tersebar pada
wilayah bagian selatan dengan tingkat kesuburan yang rendah.
Sedangkan jenis tahan andosol dan regosol umumnya terdapat di daerah
pegunungan terutama daerah Gunung Salak dan Gunung Gede dan pada
daerah pantai dan tahan alluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan
daerah sungai (http://www.wikipedia.org/Sukabumi).
12. Sorong
Kabupaten Sorong merupakan daerah yang beriklim tropis yang
lembab dan panas. Rata-rata curah hujan pertahun berkisar 1.500-2.500
mm. Puncak musim hujan terjadi saat angin Barat Laut bertiup pada
bulan Oktober-Maret. Suhu dan kelembaban udara cenderung stabil
berkisar antara 29-32oC dan 75-80% (http://www.wikipedia.org/Sorong).
C. Rambut atau Trikomata
Trikoma terdiri atas sel tunggal atau banyak sel. Struktur yang
menyerupai trikoma, tetapi tidak besar dan terbentuk dari jaringan epidermis
atau di bawah epidermis disebut emergensia, sedangkan apabila terbentuk
dari jaringan stele disebut spina.
26
1. Kegunaan trikoma
Peranan trikoma bagi tumbuhan, yaitu :
a. Trikoma yang terdapat pada epidermis daun berfungsi untuk
mengurangi penguapan
b. Menyerap air serta garam-garam mineral
c. Mengurangi gangguan hewan
2. Macam-macam trikoma
Menurut Hidayat (1995 : 73-75), trikoma dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Trikoma glanduler
Trikoma glanduler merupakan trikoma yang dapat
menghasilkan sekret. Trikoma glanduler dapat bersel satu, bersel
banyak atau berupa sisik. Trikoma bersel banyak yang sederhana
terdiri dari tangkai dengan kepala bersel satu atau banyak, misalnya
pada daun tembakau.
Macam-macam trikoma glanduler antara lain :
1) Trikoma hidatoda atau koleter, terdiri atas sel tangkai, beberapa
sel kepala, menghasilkan sekret yang kental dan lengket serta
mengeluarkan larutan yang berisi asam organik. Trikoma seperti
ini ditemukan berkelompok pada tunas muda dan sekret yang
dihasilkannya menjaga tunas dari kekeringan.
2) Kelenjar madu, berupa rambut bersel satu atau lebih dengan
plasma yang kental dan mampu mengeluarkan madu ke
27
permukaan sel terdapat pada bunga atau di bagian lain di luar
bunga. Beberapa di antaranya tidak berkutikula dan madu
disekresikan secara difusi. Pada rambut lain, sel memiliki
kutikula. Dinding terluar dari sel kepala rambut yang
bersangkutan perlahan-lahan akan membengkak dan meluas
sehingga terbentuk lapisan lendir menyerupai kubah di bawah
kutikula. Lapisan tersebut terus meluas dan dengan demikian
menekan lapisan bagian dalam dari dinding luar ke arah lumen
sel yang hampir seluruhnya rusak. Akhirnya, kutikula pecah dan
zat lendir tempat terkumpulnya madu terbawa ke permukaan
organ, misalnya pada Hibiscus dan Abuliton.
3) Kelenjar garam terdiri atas sebuah sel kelenjar besar dengan
tangkai yang pendek.
4) Rambut gatal pada Urtica, berupa sel panjang yang memiliki
dasar yang lebar membengkak sedangkan bagian atasnya sempit
dan runcing. Dinding bagian ujung yang runcing mengandung
silika sedangkan bagian tepat di bawahnya mengandung
kalsium. Jika rambut tersentuh ujung runcing yang membulat itu
akan patah di daerah batas, sisanya yang berujung runcing
dengan mudah menembus kulit orang yang menyentuh
tumbuhan tersebut. Di saat itulah kandungan rambut (histamin
dan asetilkolin) masuk kulit sehingga menimbulkan rasa gatal
pada kulit.
28
b. Trikoma non-glanduler
Trikoma ini tidak menghasilkan sekret. Macam-macam
trikoma non-glanduler, antara lain :
1) Rambut sisik yang memipih dan bersel banyak, ditemukan tanpa
tangkai misalnya pada daun durian atau bertangkai pada Olea.
2) Rambut bercabang dan bersel banyak. Bentuknya dapat seperti
bintang misalnya rambut di bagian bawah daun waru atau
seperti tempat lilin pada Verbascom.
3) Rambut akar merupakan perpanjangan sel epidermis dalam
bidang yang tegak lurus permukaan akar. Sel berbentuk bulat
panjang, mencapai panjang 80-1.500 µm dengan garis tengah 5-
17 µm. Rambut akar memiliki vakuola besar dan biasanya
berdinding tipis.
4) Rambut bersel satu atau banyak dan tidak pipih, misalnya pada
Lauraceae, Moraceae, Triticum, Pelargonium dan Gossypium.
Pada Gossypium serat kapas merupakan rambut epidermis bersel
satu dari kulit biji dan dapat mencapai panjang 6 cm.
29
Macam-macam contok bentuk trikomata pada daun :
Gambar 4. Macam-macan bentuk trikomata (rambut). A, rambut sederhana
dari daun Cistus. Pada dasarnya terdapat bagian yang dibentuk karena dinding
dari silika. B, rambut berseri satu (uniseriat) pada daun Saintpaulia. C,D,
rambut bercabang dari daun Gossypium (kapas). E, rambut bintang dari daun
Sida. F, rambut dndroid dari daun Lacandula. G, rambut nekasel dari daun
kentang (Solanum). H, I, rambut sisik peltata dari daun Olea (Zaitun). J,
rambut bersel dua dari batang Pelargonium. K-M, Gossypium. Rambut
epidermis dari biji (K) pada stadium muda (L) dan pada stadium dewasa
berdinding sekunder (M). N, vesikula air pada Mesembryanthemum . O-Q,
rambut dalam tiga stadium perkembangan dari daun Glycine (kacang kedelai).
Sumber : dari Esau, 1976 (Hidayat, E.B, 1995).
30
D. Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi ini mempunyai tujuan untuk mencapai kemudahan
efisiensi dalam mengingat (economy of memory), sebagai alat untuk
membantu dalam identifikasi untuk menunjukkan jauh dekatnya hubungan
kekerabatan.
1. Tinjauan taksonomi
Ilmu taksonomi tumbuhan mempelajari tentang penggambaran
dan penggolongan tumbuhan menurut persamaan dan perbedaan sifat-
sifat tumbuhan yang kemudian diklasifikasikan dengan menggunakan
sifat-sifat yang dianggap mantap. Menurut Lawrence (1955), bahwa
identifikasi adalah cara mencari dan mencocokkan sesuatu yang tidak
diketahui ketika menentukan jenis tertentu suatu tumbuhan dengan
membandingkan tumbuhan itu dengan tumbuhan yang sudah diketahui
identifikasinya atau dengan deskripsi tumbuhan. Deskripsi adalah uraian
data sifat-sifat yang teratur dari suatu golongan tumbuhan. Klasifikasi
adalah penempatan tumbuhan tertentu ke dalam kategori menurut sistem
tata nama (Lawrence, 1955 : 1).
Keanekaragaman yang ada di dunia ini sangat besar baik dalam
bentuk, ukuran, struktur, fungsi dan sebagainya. Untuk memudahkan
mempelajari tumbuhan yang beraneka ragam dari sifat dan ciri yang ada
pada tumbuhan maka manusia menggolongkan atau mengklasifikasikan
tumbuhan tersebut menurut kepentingan masing-masing berdasarkan
sifat dan ciri tumbuhan itu sendiri (Sudarsono, dkk 2005 : 27). Menurut
31
Tjitrosoepomo (1993 : 5) klasifikasi didefinisikan sebagai pembentukan
takson-takson (golongan-golongan) berdasarkan keseragaman yang
dimiliki dengan tujuan menyederhanakan objek studi.
Perbedaan dasar yang digunakan dalam mengadakan klasifikasi
tumbuhan akan memberikan hasil klasifikasi yang berbeda-beda. Dalam
bukunya taksonomi tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1993 : 9-10)
menguraikam ada beberapa sistem klasifikasi yang berbeda dalam hal
landasan utama atau tujuan yang ingin dicapai yang berkembang dari
masa ke masa yakni :
a. Sistem buatan atau artifisial
Sistem ini bertujuan praktis dengan tekanan utama pada tercapainya
tujuan penyederhanaan obyek studi dalam bentuk suatu ikhtiar
ringkas seluruh tumbuhan
b. Sintem alam
Sistem klasifikasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperoleh
penyederhanaan obyek studi, tetapi juga dapat mencerminkan apa
yang dikehendaki oleh alam
c. Sistem filogenetik
Sistem ini lahir setelah munculnya teori evousi. Sistem ini ingin
menunjukkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara golongan
tumbuhan yang satu dengan yang lainnya serta urutannya dalam
sejarah perkembangan filogenetik tumbuhan
32
d. Kemotaksonomi
Sistem ini memanfaatkan kemajuan dalam ilmu kimia yang dapat
semakin baik mengungkap zat-zat apa saja yang terkandung dalam
tubuh tumbuhan. Didasarkan atas kesamaan atau kekerabatan zat-zat
kimia yang terkandung di dalamnya maka timbul sistem klasifikasi
kemotaksonomi
e. Taksonometri
Sistem ini berusaha untuk menentukan jauh dekatnya hubungan
kekerabatan antara dua takson melalui sistem pemberian nilai dan
melalui penerapan analisis kelompok.
2. Pengertian istilah kultivar
Dalam dunia pertanian sering digunakan istilah “varietas” tanpa
kejelasan maksud dari istilah tersebut, untuk membedakan pengertian
“varietas” para ahli taksonomi tumbuhan menyarankan agar
menggunakan istilah “kultivar” yang khusus diterapkan untuk tanaman
budidaya saja (Tjitrosoepomo, 1993 : 60).
Pasal 10 Kode Internasional Tatanama Tumbuhan Budidaya
tahun 1969 memberi batasan kultivar sebagai kumpulan atau unit
tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan dan dibedakan secara nyata oleh
beberapa sifat morfologis, fisiolagis, sitologis, kimia atau sifat yang lain.
Jika sifat tersebut direproduksi baik secara seksual mapun aseksual, sifat
tersebut masih dipertahankan keturunannya.
33
Menurut Sokal dan Sneath (1969 : 290-295) dalam pasal lain
Kode Internasional Tatanama Tumbuhan Budidaya yang dinyatakan
bahwa :
a. Kultivar adalah satu atau beberapa klon yang sangat mirp, klon
merupakan kumpulan individu yang secara genetik seragam dan
diperoleh dari satu individu tunggal dengan perkembangbiakan
aseksual
b. Kultivar adalah satu atau lebih garis keturunan yang mirip hasil
pembuahan sendiri atau pembastaran normal
c. Kultivar adalah hasil perkawinan silang dari individu-individu yang
menunjukkan perbedaan genetik atau mempunyai satu atau lebih sifat
yang dapat dibedakan dari kultivar lain
d. Kultivar adalah kumpulan individu hasil persilangan
3. Sifat morfologi sebagai sumber bukti taksonomi
Sifat morfologi merupakan sesuatu yang melekat atau menjadi
sifat tumbuhan yang ditunjukkan oleh komponen struktural tumbuhan
dan berkaitan dengan organ-organ tumbuhan yang dapat dilihat langsung
dengan mata atau dengan bantuan lensa. Sifat-sifat morfologi meliputi
struktur vegetatif seperti warna, ukuran daun, batang, tunas dan struktur
generatif seperti bunga dan buah (Lawrence, 1955).
Bukti taksonomi menurut Singh (1999); (Pratiwi, 2010 : 7-8)
dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, yaitu morfologi, anatomi,
palinologi, embriologi, mikromorfologi, kromosom dan kemotaksonomi.
34
Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari aspek struktur dan bentuk
tumbuhan yang menjadi dasar adanya persamaan dan perbedaan di antara
berbagai tumbuhan. Sifat morfologi tumbuhan merupakan sifat yang
melekat pada tumbuhan yang ditunjukkan oleh komponen struktur
tumbuhan dan berkaitan dengan organ tumbuhan yang dapat dilihat
langsung dengan mata maupun dengan bantuan lensa.
Sifat yaitu penanda atau candra yang mengacu pada bentuk,
susunan, tingkah laku yang digunakan untuk membandingkan,
mendeterminasi dan memisahkan antara organisme satu dengan
organisme lainnya. Ada beberapa sifat, yaitu :
a. Berdasarkan penggunaannya
Menurut Sudarsono dkk (2005 : 31) berdasarkan
penggunaannya dapat dibagi menjadi 2 sifat, yaitu :
1) Sifat analisis
Sifat analisis disebut juga dengan sifat diagnesis atau sifat kunci,
yaitu sifat yang digunakan untuk identifikasi, pencirian dan
pembatasan suatu takson
2) Sifat sintetis
Sifat sintesis digunakan untuk pengklasifikasian atau untuk
menyatukan kelompok-kelompok menjadi kelompok yang lebih
tinggi tingkatannya. Sifat sintesis adalah sifat yang terdapatnya
secara serba sama dan meluas pada seluruh anggota suatu
takson.
35
b. Berdasarkan perwujudannya
Menurut Sudarsono, dkk (2005 : 31) berdasarkan
perwujudannya dapat dibagi menjadi 2 sifat, yaitu :
1) Sifat kualitatif
Merupakan sifat yang meliputi perwujudan bentuk, sering
digunakan pada takson tinggi misalnya suku
2) Sifat kuantitatif
Merupakan sifat yang meliputi perwujudan ukuran, panjang dan
lainnya, sering digunakan pada takson yang lebih rendah,
misalnya jenis. Walaupun demikian, beberapa sifat kualitatif
bisa diwujudkan secara kuantitatif, sehingga sifat-sifat bisa
dinilai langsung dengan menghitung, mengukur dan menilai
bentuk organ atau bagian organ tumbuhan
c. Berdasarkan bobotnya
Berdasarkan bobotnya dapat dibagi menjadi 2 sifat, yaitu :
1) Sifat baik
Sifat yang baik merupakan sifat yang memiliki kriteria sebagai
berikut, bukan sifat yang variasinya meluas, bukan varietas yang
memiliki viabilitas genetik, tidak mudah dipengaruhi oleh
lingkungannya menunjukkan keruntutan atau berhubungan
dengan sifat lain
36
2) Sifat buruk
Sifat buruk merupakan sifat yang tidak memliki kriteria sifat
yang baik
4. Mengukur Hubungan Kekerabatan
Menurut Weier (Riana W, 2007 : 29) hubungan kekerabatan
tumbuhan dapat diketahui melalui suatu pendekatan. Pendekatan dari
taksonomi berisi semua bentuk fakta-fakta secara bersama-sama dari
semua karakter baik morfologi, anatomi atau biokimia mempunyai
ukuran yang sama dalam proses pembuatan kepastian. Pendekatan ini
bertumpu pada sejumlah metode-metode statistik yang multivariasi.
Pendekatan ini disebut dengan taksonomi numerik.
Taksonomi numerik didefinisikan sebagati metode evaluasi
kuantitatif mengenai kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan
organisme, dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu analisis
yang dikenal sebagai “analisis kelompok” (cluster analysis) ke dalam
kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tadi.
Taksonomi numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya
didasarkan atas kemiripian yang diperlihatkan obyek studi yang diamati
dan dicatat serta bukan atas dasar kemungkinan-kemungkinan
perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi
numerik bersifat emperik dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji
kembali melalui observasi dan eksperimen (Tjitrosoepomo, 1993 : 53).
37
Analisis taksonomi numerik harus diputuskan dari unit-unit
taksonomi tingkat terendah yang dikaji dalam OTU’s (Opertional
Taxonomic Unit). OTU’s dapat merupakan tumbuhan individual,
pemisahan populasi dari jenis yang sama, pemisahan jenis dalam satu
genus, pemisahan genus dan sebagainya. Selain hal tersebut, karakteristik
yang tepat harus diseleksi untuk menunjukkan perbandingan OTU’s.
Karakter-karakter tersebut diperoleh dari berbagai alat morfologis yang
ada.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengetahui
hubungan kekerabatan di antara organisme, yaitu metode fenetik dan
metode filogenetik. Dan pada penelitian ini, penulis menggunakan
metode fenetik atau dikenal dengan taksonomi numerik. Taksonomi
numerik dikembangkan oleh Sokal dan Sneath (1963); (Pratiwi, 2010 : 9)
yang didasarkan pada prinsip Adansonian, prinsip-prinsip tersebut yaitu :
a. Semakin banyak informasi yang terdapat dalam taksa dan semakin
banyak karakter yang mendasarinya, maka semakin baik klasifikasi
yang dihasilkan
b. Bersifat apriori, artinya setiap karakter memiliki nilai atau bobot yang
sama dalam membentuk taksa alami
c. Semua persamaan antar dua taksa merupakan fungsi dari persamaan
individual pada semua karakter di mana keduanya dibandingkan
d. Taksa yang berbeda dapat terjadi karena korelasi karakter yang
berbeda-beda dalam kelompok yang dipelajari
38
e. Taksonomi merupakan ilmu empiris
f. Klasifikasi didasarkan pada persamaan fenetik
Menurut Tjitrosoepomo (1993:53) langkah-langkah
pengklasifikasian menggunakan metode taksonomi numerik meliputi :
a. Pemilihan obyek studi
Pemilihan obyek studi dapat berupa varietas, jenis dan seterusnya.
Yang penting untuk diperhatikan ialah bahwa unit-unit yang
dijadikan obyek-obyek studi harus benar mewakili golongan
organisme yang sedang diteliti. Unit terkecil sebagai obyek studi
disebut unit taksonomi operasional (OTU’s).
b. Pemilihan ciri-ciri yang akan diberi angka (skor)
Ciri atau karakter yang dipilih untuk pemberian angka masing-
mamsing diberi kode dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel
atau matriks.
c. Pengukuran kemiripan
Kemiripan ditentukan dengan membandingkan tiap ciri pada masing-
masing unit taksonomi operasional.
d. Analisis kelompok (cluster analysis)
Matriks dari sifat yang sama ditata kembali, sehingga OTU’s yang
mempunyai kemiripan dapat dikelompokkan menjadi satu.
Kelompok-kelompok itu disebut fenon dan dapat ditata secara
hierarki dalam suatu diagram yang disebut dendogram
39
e. Diskriminasi
Setelah klasifikasi dilakukan, ciri-ciri yang digunakan ditelaah
kembali untuk menentukan ciri yang paling konstan dan bernilai
untuk pembuatan kunci identifikasi
Menurut Weier (Riana W, 2007 : 31) diagram percabangan yang
sering disebut dengan dendogram yang dihasilkan oleh analisis kelompok
adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan hubungan
suatu analisis fenetik. Sedangkan analisis kelompok merupakan suatu
metode yang dikelompokkan atau klaster dari OTU’s yang mempunyai
koefisiensi similaritas yang tinggi untuk menggambarkan tingkat yang
dapat diterapkan dalam hierarki taksonomi, kemudian dapat dikemas
seperti genera dan lain-lain.
Pengelompokan OTU’s disusun berdasarkan kemiripan dalam
suatu metode yang disebut cluster analysis. Dunn dan Everitt (1980 : 78-
86) menyebutkan beberapa metode cluster analysis meliputi :
a. Single linkage clustering
Metode ini membandingkan antara dua klaster atau kelompok
berdasarkan koefisien similaritas maupun disimilaritasnya
b. Complete-linkage clustering
Metode ini tidak hanya dapat digunakan untuk membandingkan
koefisien similaritas atau disimilaritas antara dua klaster tetapi dapat
digunakan untuk membandingkan dengan kelompok similaritas atau
disimilaritas yang terbesar atau terkecil
40
c. Group average clustering
Metode ini membandingkan rata-rata koefisien similaritas atau
disimilaritas antara dua klaster dan juga dengan rata-rata koefisien
similaritas atau disimilaritas semua OTU’s
d. Centroid clustering
Metode analisis ini dengan mencari nilai tengah dan jarak antar
group OTU’s
Sukla dan Misra (1979), mengelompokkan hubungan kekerabatan
sebagai berikut :
a. Hubungan kekerabatan fenetik merupakan hubungan kekerabatan
yang berdasarkan pada kesamaan sifat-sifat fenotip (sifat-sifat yang
tampak) antara individu yang satu dengan yang lainnya
b. Hubungan kekerabatan kladistik merupakan hubungan kekerabatan
antara individu satu dengan lainnya dengan memperhatikan sejarah
evolusinya
c. Hubungan kekerabatan kronistik merupakan hubungan kekerabatan
antara bagian-bagian dari unit-unit taksonomi operasional yang
diukur berdasar skala waktu evolusi dikombinasikan dengan fenotip
d. Hubungan kekerabatan filogenetik merupakan hubungan
kekerabatan antara individu satu dengan lainnya berdasarkan pada
sejarah asal-usul nenek moyangnya
Analisis fenetik berdasarkan pada similaritas keseluruhan yaitu
pasangan OTU’s diperbandingkan dari keseluruhan fakta-fakta yang
41
tersedia dan suatu koefisien similaritas yang dideterminasi. Ada tiga
metode utama yang banyak digunakan dalam menghitung persamaan
fenetik di antara unit taksonomi yaitu :
a. Koefisien asosiasi
Koefisien ini merupakan metode yang paling sederhana dan
menunjukkan sifat yang diekspresikan sebagai pernyataan yang
bersifat positif atau negatif
b. Koefisien korelasi
Koefisien ini merupakan proporsionalitas dan independensi antara
pasangan vektor-vektor OTU’s
c. Pengukuran jarak di antara unit taksonomi
Pengukuran jarak ini menggunakan ruang multi dimensi dengan satu
dimensi untuk setiap sifat
E. Kerangka Berfikir
Indonesia memiliki aneka ragam tanaman yang cukup banyak, salah
satunya yaitu sukun. Hal ini didukung oleh adanya lahan yang masih luas dan
suhu serta iklim yang sesuai dengan pertumbuhan sukun. Tanah yang tidak
subur dan mengandung kadar garam yang cukup tinggi dapat menghambat
pertumbuhan sukun sehingga buahnya akan rontok sebelum waktunya.
Sukun merupakan salah satu jenis tanaman hutan rakyat yang memliki
nilai ekonomis untuk dikembangkan, baik itu buah, daun maupun kayunya
yang bersifat multiguna. Upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan
42
nilai ekonominya dapat dilakukan dengan memanfaatkannya secara langsung
maupun diolah menjadi tepung yang bisa digunakan sebagai bahan baku
untuk pembuatan beraneka macam makanan.
Hampir seluruh bagian tanaman sukun dapat dimanfaatkan untuk
keperluan hidup manusia. Daun sukun yang telah kuning dapat dibuat
minuman untuk obat penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis, karena
mengandung phenol, quercetin dan champorol dan juga dapat digunakan
sebagai bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau gatal. Kayu
sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan sebagai
bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan
peralatan rumah tangga lainnya.
Selama ini pemanfaatan tanaman sukun terutama buahnya belum
optimal. Oleh karena itu melalui penelitiaan ini, diharapkan masyarakat dapat
mengenali berbagai macam kultivar tanaman sukun yang berasal dari
berbagai daerah di Indonesia.