Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Jamur
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan
tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang
bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri dari selulosa
atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan
dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel, sedangkan sel
tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang
mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang
biak secara aseksual, seksual, atau keduanya (Sutanto, 2008).
Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai
klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses
fotosintesis seperti tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik
yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain. Kemudian
dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan dicerna menjadi
zat anorganik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai makanannya. Sifat
inilah yang menyebabkan kerusakan pada benda dan makanan, sehingga
menimbulkan kerugian dan diperlukan biaya yang besar untuk mencegah
kerusakan tersebut. Dengan cara yang sama, jamur dapat masuk ke dalam
tubuh manusia dan hewan sehingga dapat menimbulkan penyakit (Sutanto,
2008)
Pada umumunya jamur tumbuh dengan baik ditempat yang lembab. Jamur
juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat
ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang
panas. Jamur yang menimbulkan penyakit pada manusia, biasanya hidup pada
zat organik atau ditanah yang mengandung zat organik seperti humus, tinja
binatang (unggas, kelelawar) (Sutanto, 2008).
a. Morfologi Kapang
Kapang terdiri atas sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa.
Hifa tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak
bersekat dan disebut hifa senositik (coenocytic). Anyaman hifa, baik yang
multiselular atau senositik, disebut miselium. Kapang membentuk koloni yang
menyerupai kapas atau padat (Sutanto, 2008).
Sumber: https://microbiologyinfo.com
Gambar 2.1 Kapang Aspergillus flavus secara makroskopis.
b. Reproduksi Jamur
Menurut Sutanto (2008), reproduksi jamur dibagi menjadi 2 cara, yaitu:
1) Seksual
Yang termasuk golongan spora seksual adalah zigospora, oospora, askospora
dan basidiospora.
2) Aseksual
Yang termasuk golongan spora aseksual adalah blastospora, artrospora,
klamidospora, aleuriospora, sporangiospora dan konidia.
c. Jenis Kapang
Menurut Makfoeld (1993) , beberapa jenis kapang antara lain:
1) Aspergillus
Spesies dari genus Aspergillus dapat tumbuh pada semua substrat. Fungi
ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian, roti, dan bahan pangan
lainnya. Pertumbuhannya akan terhambat bila bahan dalam keadaan kering.
Beberapa spesies dapat menyebabkan karsinogenik, mutagenik, hepatoksin,
neurotoksin, dan penyakit paru-paru. Aspergillus bersifat saprofit sebagaimana
banyak ditemukan pada bahan pangan.
Sumber : Makfoeld, 1993
Gambar 2.2 Aspergillus sp.
2) Penicillium
Penicillium mempunyai hubungan erat bersama dengan Aspergillus sp,
karena Aspergillus sp sering diikuti keberadaan Penicillium. Konidiofor
bercabang satu atau lebih, tumbuh pada ujung tandan dari hifa yang paralel,
merupakan sterigmata. Pangkal dari sterigmata sering disebut metulla.
Penicillium dikatakan tidak mempunyai vesikel dan konidiofor tunggal,
sehingga bagian yang fungsinya mirip konidiofor dengan cabang-cabangnya
disebut penisilius (sapu).
Sumber : Makfoeld, 1993
Gambar 2.3 Penicillium.
3) Cladosporium
Cladosporium merupakan fungi saprofit, dapat ditemukan pada bahan
pangan, pakaian, karet, tanah, jerami, dan tanaman. Fungi ini berukuran kecil,
koloni berwarna hijau atau hijau kecoklatan dengan permukaan halus. Konidia
lonjong dan bercabang. Spora terbentuk langsung pada bagian ujung
konidiofor. Spesies yang sering dijumpai adalah Cladosporium herbarum.
Sumber: Makfoeld, 1993
Gambar 2.4 Cladosporium.
4) Alternaria
Alternaria berwarna hijau gelap atau hijau kecoklat-coklatan, pada kultur
media cepat tumbuh, miselium berwarna hijau atau coklat, miselium bersepta
besar, konidiofor berwarna coklat kehijau-hijauan. Spesies yang banyak
ditemukan adalah Alternaria tenuis yang tumbuh pada biji-bijian dan
merupakan fungi tanah.
Sumber: Makfoeld, 1993
Gambar 2.5 Alternaria.
5) Helminthosporium
Helminthosporium termasuk dalam kelas Ascomycetes dan famili
Dematiaceae, merupakan fungi parasit pada serealia, menghasilkan mikotoksin
sitokalasin A, B, dan F. Konidia bersel banyak, berbentuk bulat memanjang.
Sumber: Makfoeld, 1993
Gambar 2.6 Helminthosporium.
6) Fusarium
Fusarium menghasilkan dua macam konidia, yaitu makrokonidia bentuk
panjang melengkung di kedua ujung seperti bulan sabit dan mikrokonidia yang
kecil bulat atau pendek lurus. Fusarium merupakan fungi yang banyak
dijumpai pada bahan pakan maupun pangan.
Sumber: Makfoeld, 1993
Gambar 2.7 Fusarium.
7) Trichoderma
Trichoderma memiliki konidia bercabang pada ujung konidiofor berwarna
hijau. Fungi ini terdapat di tanah memiliki ciri-ciri membentuk amoniak.
Beberapa spesies yang banyak ditemukan adalah Trichoderma viride.
Sumber: Makfoeld, 1993
Gambar 2.8 Trichoderma.
d. Fisiologi Kapang
Kapang diketahui tidak berklorofil, sehingga tidak mampu mensintesis
makanan dengan sendirinya, untuk melangsungkan kehidupannya diperlukan
bahan makanan yang telah tersedia. Kapang akan mengambil makanan dari
organisme lain, yaitu kapang yang bersifat parasit, atau memanfaatkan sisa-sisa
bahan dari alam maupun organisme, yaitu kapang yang bersifat saprofit.
Sebagian besar kapang dapat hidup pada suhu 0-35ºC, sesuai dengan
spesiesnya. Kapang mampu tumbuh pada substrat dengan osmosis tinggi,
misalnya pada ikan asin, manisan buah atau sirup (Makfoeld, 1993).
Kapang diketahui lebih tahan dalam keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan daripada mikroorganisme lain. Pada konsentrasi gula yang
tinggi dalam substrat yang menghambat bakteri misalnya, ternyata beberapa
jenis kapang masih mampu tumbuh, demikian pula pada keadaan yang asam
kapang akan lebih tahan daripada lainnya. Suhu optimum pertumbuhan kapang
parasit lebih tinggi (30-37ºC) daripada jenis yang saprofit (22-30ºC). Beberapa
kapang diketahui ada yang mampu tumbuh pada suhu mendekati 0ºC, sehingga
mampu merusak bahan pangan dalam pendinginan (Makfoeld, 1993).
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang
Menurut Syarief dkk (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kapang adalah:
1) Kebutuhan Zat Gizi
Kapang membutuhkan makanan sebagai sumber energi dan berbagi unsur
kimia untuk pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon,
nitrogen, hydrogen, oksigen, sulfur, posfor, magnesium, zat besi dan sejumlah
kecil logam lainnya (Zn, Mn, Cu, Mo dan Co). Karbon dan sumber energi
untuk kebutuhan kapang dapat diperoleh dari karbohidrat sederhana seperti
glukosa. Selain glukosa, seringkali digunakan juga maltosa dan fruktosa
sebagai sumber karbon untuk kapang. Sedangkan galaktosa, laktosa dan
manosa hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil. Polisakarida yang dapat
menjadi sumber karbon dan energi untuk kapang terutama yaitu pati, selulosa
dan lignin. Kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan kapang dapat diperoleh
dari sumber-sumber organik, seperti NH4 dan NO3 atau sumber organik seperti
asam-asam amino dan protein. Molekul-molekul yang kompleks zat-zat
organik seperti polisakarida, lemak dan protein harus dipecahkan dahulu
menjadi unit-unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut dapat digunakan.
2) Suhu
Suhu optimum untuk pertumbuhan kapang umumnya sekitar 22º-30ºC.
Disamping itu dikenal juga kapang termotoleran yang mampu tumbuh pada
suhu sekitar 50ºC dengan suhu minimum perkembangbiakan dibawah 20ºC
(contoh Aspergillus niger). Pada kelompok termofilik dikenal juga kapang
mikrotermofilik yang membutuhkan suhu optimum 25-35ºC dan suhu
maksimum untuk pertumbuhan antara 40-48ºC seperti Byssochlamys nivea dan
Thielavia sepedonium. Selain itu terdapat juga kelompok kapang termofilik
psikrotoleran yang dapat berkembang pada suhu rendah hingga suhu tinggi
akan tetapi suhu optimumnya sekitar 48ºC contoh Absidia ramose dan
Aspergillus fumigatus. Sebagian kapang penyimpanan berkembang pesat pada
suhu 20º-40ºC.
3) Aktivitas Air
Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan kapang adalah 0,80.
Larutan gula dan garam yang pekat dapat menyebabkan tekanan osmotik pada
sel jasad renik. Air dari dalam sel keluar sehingga sel kekurangan air dan
akibatnya jasad renik mati. Akan tetapi ada beberapa jenis mikroorganisme
yang dapat menyesuaikan dengan tekanan osmotik yang tinggi, bahkan
beberapa diantaranya menyukai tekanan osmotik tersebut. Jasad renik pertama
disebut osmotoleran sedangkan yang kedua yaitu yang menginginkan tekanan
osmotik tinggi dikenal dengan kapang osmofilik. Jasad renik yang tahan dalam
lingkungan berkadar garam cukup tinggi disebut halofilik, seperti kapang
Aspergillus halophilicus.
4) Derajat Keasaman Lingkungan
Sebagian besar kapang berkembang pada pH 0-8,5. Nilai pH diluar 2-10
umumnya bersifat merusak, pH optimum pertumbuhan kapang yaitu 3,8-5,6.
Kondisi pH bahan pangan dapat juga digunakan sebagai pembatasan bagi
perkembangan kapang. Berdasarkan nilai pH (juga aw dan suhu) dapat diduga
jenis mikroorganisme yang ada pada bahan pangan tertentu.
5) Kondisi Lingkungan Atmosfir
Komposisi atmosfir dan tekanan oksigen mempengaruhi kehidupan
kapang. Hal ini penting dalam mengembangkan berbagai system penyimpanan
dan pengemasan. Banyak kapang yang dapat menyebabkan kerusakan pada
penyimpanan bahan pangan masih bertahan pada kondisi oksigen sekitar 0,1-
0,2% atau pada kondisi karbondioksida 80%. Bahkan kapang
Monascus bisporus yang bersifat serofilik (aw 0,65 pada manisan kering)
sangat toleran pada kadar oksigen yang sangat rendah dengan 95% CO2.
2. Mikotoksin
Mikotoksin dapat didefinisikan sebagai senyawa organik beracun yang
berasal dari sumber hayati berupa hasil metabolisme sekunder dari kapang.
Pengaruh mikotoksin pada manusia dan hewan berbeda-beda. Beberapa
diantaranya dapat menyebabkan terjadinya kanker, sedangkan jenis lain dapat
bersifat teratogenik karena menyebabkan kelainan pada fetus (janin), ada juga
yang imunosupresif dan nephratoksik (Syarief, 2003).
3. Aflatoksin
Aflatoksin dikenal sebagai mikotoksin yang paling potensial sebagai
karsinogen . dari sekian banyak mikotoksin, aflatoksin merupakan salah satu
yang terpenting di Indonesia. Kondisi iklim tropis sangat sesuai dengan
pertumbuhan kapang khususnya Aspergillus flavus atau Aspergillus parasiticus
yaitu kedua jenis kapang yang dapat memproduksi berbagai jenis aflatoksin.
Aflatoksin dapat mengakibatkan kerusakan hati, organ tubuh yang sangat
penting dan juga berperan dalam detoksifikasi aflatoksin itu sendiri. Hasil
penelitian Pang et al., (1974) terhadap 71 penderita kanker hati di Jakarta,
terungkap bahwa sekitar 94% dari penderita ditemukan berasal dari bahan
pangan yang dikonsumsi sehari-hari oleh penderita. Berbagai hasil penelitian
mengenai efek biologik aflatoksin memperlihatkan bahwa aflatoksin
mempunyai kemampuan untuk menginduksi kanker pada hati ikan, burung,
dan mamalia. Dibandingkan dengan bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan kanker hati, maka aflatoksin merupakan bahan yang paling
berbahaya. Pada individu yang kekurangan gizi, daya induksi kanker hati dari
aflatoksin menjadi makin besar (Syarief, 2003).
Menurut Syarief, dkk (2003) penghilangan aflatoksin dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Perlakuan Fisik
1) Pengaruh Radiasi
Aflatoksin peka terhadap sinar ultraviolet, dan modifikasinya bersifat
kurang beracun dibandingkan dengan bahan aslinya. Tingkat perusakan
aflatoksin dengan sinar ultraviolet ini tergantung pada konsentrasi aflatoksin,
lamanya penyinaran, dan sifat pelarut.
2) Pengaruh Panas
Aflatoksin bersifat tahan panas, pada suhu 60º dan 80ºC jumlah aflatoksin
yang rusak tidak berarti, dan hanya sedikit yang rusak pada suhu 100ºC. Laju
perusakan afltoksin dengan cara pemanasan dapat dipercepat dengan penaikan
kadar air bahan waktu pemanasan dan suhu.
3) Ekstraksi Aflatoksin
Rayner dan Dollear dalam Betina (1989) mencoba menghilangkan
aflatoksin dari kacang tanah dan biji kapas secara ekstraksi. Ternyata
pengekstrak yang hanya berupa isopropanol kurang efektif dan campuran yang
terbaik adalah isopropanol 80% dalam air. Hasil percobaan juga menunjukkan
bahwa pada suhu yang lebih tinggi ekstraksi akan lebih efektif.
b. Perlakuan Kimia
Perlakuan untuk menghilangkan daya racun aflatoksin dengan perlakuan
kimia diantaranya adalah perlakuan dengan asam, perlakuan basah dan
pengaruh oksidator.
c. Perlakuan Biologi
Van Veen et al., (1972) serta Muhilal et al., (1972) dalam Darmaputra
(2000) mengemukakan bahwa Neurospora sp dan Rhizopus sp yaitu kapang
yang dipakai untuk membuat oncom dan tempe dapat menurunkan kadar
aflatoksin berturut-turut 50 dan 70%.
4. Cabai (Capsicum sp)
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang terpenting di
Indonesia. Cabai yang dibudidayakan secara luas berasal dari spesies Capsicum
annuum L (cabai besar dan cabai keriting) dan Capsicum frustescens L (cabai
rawit) (SNI 4480:2016).
Cabai besar (Capsicum annuum) atau lombok besar memiliki banyak
varietas. Di Indonesia dikenal beberapa jenis varietas antara lain cabai merah
(C. annuum var.longum) , cabai bulat (C. annuum var. grossum) , cabai hijau
(C. annuum var. annuum), dan C. annuum var. minimum atau C. annuum var.
glabriuusculum (Setiadi, 2006).
Disebut cabai merah atau lombok merah (C. annuum var. longum) karena
buahnya besar berwarna merah.
Menurut Setiadi, 2006 cabai merah terdiri dari beberapa jenis, diantaranya
ialah sebagai berikut:
1) Cabai keriting
Cabai ini berukuran lebih kecil dari cabai merah biasa, tetapi rasanya lebih
pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang agak berkelok-kelok
dengan permukaan buah tidak rata, sehingga memberikan kesan “keriting”.
Mungkin dari bentuk fisik inilah sehingga cabai ini disebut dengan cabai
keriting.
2) Cabai tit atau tit super
Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara 30-70 cm.
Tanaman ini mampu menumbuhkan 8-10 cabang yang berarti mampu
membentuk banyak kuncup. Oleh karena dapat berbunga serentak maka
pemeliharaannya menjadi lebih mudah dan pemanenannya dapat serentak.
3) Cabai hot beauty
Di kalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai taiwan.
Memang cabai ini merupakan cabai hibrida yang diintroduksi dari Taiwan.
Ukuran buahnya besar, panjang, dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa
kurang pedas dibandingkan cabai keriting.
4) Cabai merah lainnya
Ada beberapa jenis cabai merah lain yang ada di Indonesia, beberapa
diantaranya adalah cabai semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai long
chili.
a. Klasifikasi Cabai
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L (Wardana, 2014)
Sumber: https://www.worldofchillies.com
Gambar 2.9 Cabai merah (Capsicum annum L).
b. Manfaat Cabai
Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A,C), damar, zat
warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, dan lutein. Selain
itu juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan
niasin. Zat aktif kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di
mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung
kapsisidin khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam lambung dan
mencegah infeksi sistem pencernaan. Unsur lain dalam cabai adalah kapsikol
yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas dan
gatal-gatal (Wardana, 2014).
Tabel 2.1 Kandungan gizi cabai merah besar per 100 gram bahan
Kandungan gizi Cabai merah segar Cabai merah kering
Kadar air (%) 90,9 10
Kalori (kal) 31 311
Protein (g) 1 15,9
Lemak (g) 0,3 6,2
Karbohidrat (g) 7,3 61,8
Kalsium (mg) 29 160
Fosfor (mg) 24 370
Besi (mg) 0,5 2,3
Vitamin A (SI) 470 576
Vitamin C (mg) 18 50
Vitamin B1 (mg) 0,05 0,4
Berat yang dapat dimakan /
BBD (%)
85 85
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1992
c. Penanaman Cabai
Penanaman cabai dilakukan pada sore hari untuk menghindari sengatan
sinar matahari. Jika ditanam pada pagi atau siang hari bibit akan layu, yang
dapat mengakibatkan kematian (Swastika, 2017).
d. Pemanenan dan Pascapanen Cabai
Pemanenan dan penanganan pascapanen merupakan tahap akhir dari
budidaya cabai. Keberhasilan panen dan penanganan pascapanen juga tidak
terlepas dari awal budidaya, seperti penanaman dan pemeliharaan hingga
akhirnya tiba saat dipanen. Pemanenan cabai perlu dilakukan dengan tepat
waktu, teknik, ketelitian, dan kesabaran. Pemanenan yang terlalu cepat akan
menghasilkan kualitas cabai yang kurang maksimal. Demikian juga jika
terlambat, kualitas cabai akan menurun disebabkan oleh busuk dan gampang
rusak. Setelah pemanenan berakhir, tanaman cabai yang berada di lahan
penanaman dicabut dan dibakar. Tujuannya untuk menghindari penyebaran
virus agar tidak menyebar ke tanaman lain yang berada disekitar lahan cabai
(Wardana, 2014).
e. Produk Olahan Cabai
Salah satu produk olahan cabai yang cukup potensial dikembangkan
adalah cabai giling. Cabai giling merupakan salah satu bentuk cabai olahan
yang digiling menggunakan mesin giling dengan penambahan bahan-bahan
seperti air dan garam, yang banyak dijual di pasar dan banyak digunakan ibu
rumah tangga maupun pedagang makanan olahan karena praktis (Sari, 2017).
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 2.10 Cabai merah giling.
f. Pencemaran Cabai Giling Oleh Kapang
Iklim di Indonesia yang tropis memudahkan bahan pangan untuk terserang
fungi terutama kapang yang merupakan jasad renik multi seluler. Kapang dapat
tumbuh dengan baik pada bahan pangan jika faktor lingkungan seperti, sumber
organik, suhu, kadar air (aw) dan oksigen di sekitarnya mendukung. Yang
termasuk sumber organik yaitu karbohidrat, protein, dan lemak yang harus
dipecah dahulu menjadi unit-unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut
digunakan. Sedangkan kadar air (aw) untuk pertumbuhan fungi yaitu minimum
0,80. Kapang trdapat pada udara bebas, sehingga pertumbuhannya lebih cepat
(Syarief, 2003).
Kerusakan bahan pangan salah satunya cabai merah giling, oleh kapang
dapat menyebabkan tidak layak konsumsi akibat penurunan mutu karena
makanan tersebut mengandung racun. Penurunan mutu bahan meliputi nilai
gizi, bau, warna, rasa, dan adanya pertumbuhan kapang sebelum bahan baku
dipanen, saat dipanen, maupun pascapanen serta melalui cara pengolahan
bahan pangan (Syarief, 2003).
5. Keamanan Pangan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran, yaitu cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pangan olahan yang
diproduksi harus sesuai dengan cara pembuatan pangan olahan yang baik untuk
menjamin mutu dan keamanannya. Selain itu pangan harus layak dikonsumsi
yaitu tidak busuk, tidak menjijikan dan bermutu baik, serta bebas dari cemaran
(BPOM, 2015).
B. Kerangka Konsep
Cabai merah giling yang dijual di Pasar
Tugu dan Pasar Pasir Gintung Kota
Bandar Lampung
Angka kapang pada cabai merah giling yang dijual di Pasar Tugu dan
Pasar Pasir Gintung Kota Bandar
Lampung