18
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum Lingkungan dan Pencemaran Lingkungan 1. Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. 8 Lingkungan hidup menurut Munadjat Danusaputro adalah semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. 9 Lingkungan hidup dalam perspektif teoretis dipandang sebagai bagian mutlak dari kehidupan manusia, tidak terlepas dari kehidupan manusia itu sendiri. 10 Dalam kamus hukum, lingkungan hidup diartikan sebagai: The totally of phsycal, economic, cultural, aesthetic and social cirscumstances and factors wich surround and affect the desirability and value at poperty and which also effect the quality of peoples lives” (Keseluruhan lingkungan fisik, ekonomi, budaya, kesenian dan lingkugan sosial serta beberapa faktor di sekeliling yang memengaruhi niliai kepemilikan dan kualitas kehidupan masyarakat). 11 8 Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 2001), halaman 52. 9 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan II Nasional, (Bandung; Binacipta, 2001), halaman 36. 10 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan, (Jakarta: Pancuran Alam, 2009), halaman 2. 11 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 7 th Etion 2nd Book, Etor in Chief: Bryan A. Garner, (St. Paul, Minn : West Group, 2004), halaman 369.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Hukum Lingkungan dan Pencemaran Lingkungan

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda yang ada dalam

ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.8 Lingkungan

hidup menurut Munadjat Danusaputro adalah semua benda dan kondisi

termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat

dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan

kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.9

Lingkungan hidup dalam perspektif teoretis dipandang sebagai

bagian mutlak dari kehidupan manusia, tidak terlepas dari kehidupan

manusia itu sendiri.10

Dalam kamus hukum, lingkungan hidup diartikan

sebagai:

“The totally of phsycal, economic, cultural, aesthetic and social

cirscumstances and factors wich surround and affect the

desirability and value at poperty and which also effect the quality

of peoples lives” (Keseluruhan lingkungan fisik, ekonomi,

budaya, kesenian dan lingkugan sosial serta beberapa faktor di

sekeliling yang memengaruhi niliai kepemilikan dan kualitas

kehidupan masyarakat).11

8 Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Press, 2001), halaman 52. 9 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan II Nasional, (Bandung; Binacipta, 2001),

halaman 36. 10

N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan, (Jakarta: Pancuran Alam, 2009), halaman 2. 11

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, 7th

Etion – 2nd Book, Etor in Chief:

Bryan A. Garner, (St. Paul, Minn : West Group, 2004), halaman 369.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

11

Adapun menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat

UU-PPLH) yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah: “Kesatuan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain”.12

Dari beberapa pengertian lingkungan hidup tersebut, terdapat

unsur-unsur dari lingkungan hidup adalah :

a. Manusia, baik secara individu maupun sebagai bagian dari kelompok

sosial,

b. Lingkungan, baik berupa jasad hidup maupun benda mati,

c. Interaksi hubungan timbal balik antara lingkungan dan manusia.

Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh menyeluruh

dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu tersebut mengalami

kerusakan, maka rusak pula lingkungan tersebut, sehingga sangat penting

keseimbangan antar unsur tersebut.

2. Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan dalam literatur berbahasa Inggris disebut

dengan Enviromental Law, di Belanda disebut dengan Millieu Recht, di

12

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 1.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

12

Perancis disebut dengan Droit de Environment, dan Malaysia dengan

bahasa melayu memberi nama hukum alam sekitar .13

Menurut Jur Andi Hamzah, hukum lingkungan adalah masalah

lingkungan berkaitan pula dengan gejala sosial, seperti pertambahan

penduduk, migrasi, dan tingkah laku sosial dalam memproduksi,

mengkonsumsi dan rekreasi, jadi permasalahannya tidak semata-mata

menyangkut ilmu alam, tetapi juga berkaitan dengan gejala sosial.14

Pengertian hukum lingkungan menurut P. Joko Subagyo adalah

seperangkat aturan hukum yang berisi unsur-unsur untuk mengendalikan

dampak manusia terhadap lingkungan.15

Seorang pakar hukum lingkungan

Drupsten mengemukakan bahwa: “Hukum lingkungan (milieu recht)

adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (natuurlijk

millieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan

dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan”.16

Munadjat Danusaputro memberikan pengertian hukum

lingkungan secara sederhana, yaitu hukum yang mengatur tata lingkungan

(hidup), selanjutnya dibedakan antara hukum lingkungan klasik yang

berorientasi kepada lingkungan (environment oriental law), dan hukum

13

Jur Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

halaman 7. 14

Ibid., halaman 2. 15

P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2012), halaman 16. 16

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1997), halaman 33.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

13

lingkungan modern yang berorientasi pada penggunaan lingkungan (use

oriented law).17

Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, hukum lingkungan di

Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

a. Hukum tata lingkungan, mengatur penataan lingkungan guna

mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan

lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun

lingkungan hidup sosial budaya.

b. Hukum perlindungan lingkungan,

c. Hukum kesehatan lingkungan,

d. Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan

pencemaran oleh industri dan sebagainya),

e. Hukum lingkungan nasional/internasional (dalam kaitannya

dengan hubungan antar negara), dan

f. Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan

misal penyelesaian masalah ganti rugi dan sebagainya).18

Mendasarkan pada penjelasan di atas, maka yang dimaksud

dengan hukum lingkungan adalah:

Hukum yang mengatur tentang tata ruang dan peruntukan ruang

bagi ekosistem yang diharapkan mampu mendukung

berkesinambunganya ekosistem yang saling membutuhkan dalam

rangka menjaga keajegan keseimbangan antar ekosistem,

menjaga keserasian kehidupan, tata lingkungan didalamnya juga

mengatur tentang tata guna ruang yang bertujuan untuk tetap

mengendalikan kerusakan lingkungan yang tidak diharapkan. 19

3. Pencemaran Lingkungan

Masalah pencemaran lingkungan adalah suatu masalah yang

merupakan akibat daripada suatu masalah lingkungan yang lebih

mendasar, yaitu cara pengelolaan lingkungan hidup yang tidak terencana

17

Danusaputro, op.cit., halaman 37. 18

Hardjasoemantri, op.cit., halaman 34. 19

Ibid., halaman 35.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

14

dan tidak terpadu. Masalah pencemaran lingkungan erat kaitannya dengan

aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain karena:

a. Kegiatan industri dalam bentuk limbah yang berupa zat

buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radioaktif

dan lainnya,

b. Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan

instalasi, kebocoran, rusaknya lahan bekas penambangan,

c. Kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, kebisingan

kendaraan bermotor, transportasi laut berupa tumpahan kapal

tanker, dan

d. Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian

pestisida dan obat pertanian lainnya. 20

UU-PPLH menjelaskan ada 2 bentuk perilaku manusia yang

dapat menimbulkan kerugian atau dampak negatif bagi lingkungan, yaitu

pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan. Pengertian

pencemaran lingkungan menurut Pasal 1 angka 14 UU-PPLH adalah:

“Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia

sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.

Dari definisi tersebut, unsur-unsur dari pencemaran lingkungan

adalah sebagai berikut:

a. Masuk atau dimasukkannya zat, energy, dan/atau komponen

lain ke dalam lingkungan hidup, baik disengaja maupun tidak

yang berbahaya dan mengakibatkan berubahnya tatanan

lingkungan hidup,

b. Adanya kegiatan manusia, dan

c. Mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan dan

berkurangnya atau tidak dapat berfungsinya lingkungan

sesuai peruntukannya.21

20

Subagyo, op.cit., halaman 47. 21

Ibid.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

15

Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian perusakan

lingkungan menurut Pasal 1 angka 17 UU-PPLH adalah: “Perubahan

langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau

hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup”.

Dari definisi tersebut, unsur-unsur dari perusakan lingkungan

adalah sebagai berikut:

a. Adanya perubahan baik secara langsung maupun tidak

langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan hayati lingkungan,

dan

b. Berkurang atau turunnya fungsi lingkungan dalam menunjang

kehidupan. 22

Uraian penjelasan UU-PPLH tersebut menyatakan bahwa

pencemaran lingkungan hidup adalah dikaitkan dengan siapa yang

melakukan pencemaran terhadap lingkungan hidup. Dari ketentuan UU-

PPLH, dapat ditarik kesimpulan bahwa pencemaran dapat terjadi karena

akibat perbuatan manusia. Pengertian ini memberikan definisi yang jelas

bahwa pelaku pencemaran lingkungan adalah manusia dalam kegiatannya.

Namun pencemaran lingkungan tidak selalu karena ulah manusia. Alam

juga dapat menjadi pengaruh dalam pencemaran lingkungan hidup, seperti

terjadinya bencana alam.

22

Ibid.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

16

B. Tinjauan tentang Izin Lingkungan

1. Pengertian Izin Lingkungan

Salah satu instrumen konkrit pengelolaan lingkungan hidup

adalah izin. Izin dalam arti luas (perizinan) ialah suatu persetujuan dari

penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk

dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan

perundangan”.23

Makna hukum yang dapat ditemukan dalam izin menurut

pendapat di atas adalah adanya perkenan untuk melakukan sesuatu yang

semestinya dilarang,24

sehingga akan dapat ditemukan dalam berbagai

wujud perizinan, seperti izin, dispensasi, lisensi, konsesi, rekomendasi,

dan lain sebagainya.25

Menurut W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, izin diartikan

dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu perbuatan

yang tidak dilarang oleh peraturan yang bersifat umum”.26

Selanjutnya,

Sjachran Basah sebagaimana dikutip I Made Arya Utama menyatakan, izin

sebagai perbuatan Hukum Administrasi pemerintah bersegi satu yang

mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan

23

Spelt. N.M. dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh

Philipus M. Hadjon, (Surabaya: Yuridika, 1993), halaman 2. 24

Ibid. 25

I Made Arya Utama, “Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Hidup Dalam

Mewujudkan Pembangunan Daerah yang Berkelanjutan (Studi Terhadap Pemerintahan di Wilayah

Pemerintah Daerah Provinsi Bali)”, Disertasi, Program Pascasarjana Unpad, Bandung, 2006,

halaman 120. 26

W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,

(Jakarta: Pradnya Paramita, 1998), halaman 72.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

17

dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.27

Izin merupakan alat pemerintah yang bersifat yuridis preventif,

dan digunakan sebagai instrument administrasi untuk mengendalikan

perilaku masyarakat. Karena itu, sifat suatu izin adalah preventif, karena

dalam instrument izin, tidak bisa dilepaskan dengan perintah dan

kewajiban yang harus ditaati oleh pemegang izin.28

Selain itu, fungsi izin adalah represif. Izin dapat berfungsi

sebagai instrument untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan

aktivitas manusia yang melekat dengan dasar perizinan. Artinya, suatu

usaha yang memperoleh izin atas pengelolaan lingkungan, dibebani

kewajiban untuk melakukan penanggulangan pencemaran atau perusakan

lingkungan yang timbul dari aktivitas usahanya.

Perizinan merupakan wujud keputusan pemerintah dalam hukum

administrasi negara. Sebagai keputusan pemerintah, maka izin adalah

tindakan hukum pemerintah berdasarkan kewenangan publik yang

membolehkan atau memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau

badan hukum untuk melakukan sesuatu kegiatan.29

Instrument perizinan

diperlukan pemerintah untuk mengkokritkan wewenang pemerintah.

Tindakan ini dilakukan melalui penerbitan keputusan tata usaha negara.

27

Utama, op.cit., halaman 121. 28

Siahaan, op.cit., halaman 239. 29

Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, “Tata Perizinan Pada Era Otonomi

Daerah”, Makalah, Surabaya, Nopember 2001, halaman 1.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

18

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat berbagai aspek

hukum diantaranya Hukum Administrasi Negara (HAN) yang terdiri dari

Pasal 4 sampai kepada Pasal 82 yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Hal ini

juga terjabar dalam berbagai bentuk peraturan, antara lain Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Dari ketentuan di atas, segi hukum administrasi (bestuur recht)

berkaitan dengan peran pemerintah untuk memberikan perizinan pendirian

usaha dan melakukan langkah pengamanan atau upaya yang bersifat

preventif untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lingkungan dan

memberikan sanksi administrasi terhadap pelanggaran atas perizinan

lingkungan yang telah diberikan, dan gugatan administrasi.

Perizinan adalah suatu contoh yang baik tentang berbarengnya

fungsi instrumental dan normatif dari hukum lingkungan. Segi

instrumental dari perizinan antara lain terdiri dari hal bahwa kebijaksanaan

lingkungan dilaksanakan dengan perantaraan perizinan itu. Siti Sundari

Rangkuti, dalam hal ini mengatakan bahwa:

Perizinan adalah suatu alat untuk menstimulasi perilaku yang

baik untuk lingkungan atau untuk mencegah perilaku yang tidak

dikehendaki. Segi normatif dari perizinan adalah bahwa hukum

menentukan peraturan-peraturan mana yang dapat kita cakupkan

untuk dipakai bagi suatu perizinan. Kaidah-kaidah hukum

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

19

lingkungan memperoleh isi yang konkrit karena pemberian izin

dan karena mengkaitkan peraturan-peraturan pada perizinan itu.30

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 35 UU-PPLH, yang dimaksud

dengan izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang

yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-

UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Dalam UU-PPLH ini, izin lingkungan merupakan syarat untuk

mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Untuk memperoleh izin usaha

dan/atau kegiatan, orang atau badan hukum, terlebih dahulu mengurus dan

mendapatkan izin lingkungan. Sementara izin lingkungan itu sendiri

diperoleh setelah memenuhi syarat-syarat dan menempuh prosedur

administrasi.

2. Ruang Lingkup Izin Lingkungan

Dalam UU-PPLH, selain mengatur tentang izin lingkungan diatur

juga tentang izin usaha dan/atau kegiatan. Pasal 1 angka 36 UU-PPLH,

menyebutkan bahwa: “Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang

diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan”.

Usaha atau kegiatan tertentu tidak dapat dilakukan tanpa izin dari

organ pemerintah yang berwenang. Kenyataan tersebut dapat dimengerti

karena berbagai hal sering kali terkait dengan kegiatan yang akan

30

Siti Sundari Rangkuti, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya: Airlangga University

Press, 2002), halaman 17.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

20

dilakukan oleh pemohon izin. Izin menjadi alas hak dan kewajiban

pemohon untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan tertentu.

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa, izin lingkungan merupakan

salah satu syarat memperoleh izin usaha atau kegiatan. Izin usaha atau

kegiatan yang wajib izin lingkungan tersebut adalah aktivitas atau kegiatan

usaha yang wajib Amdal ataupun wajib UKL dan UPL.

Berdasarkan hal di atas, izin usaha atau kegiatan tidak dapat

diterbitkan jika tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Selain itu, untuk

mendapatkan izin lingkungan harus menempuh prosedur dan memenuhi

persyaratan tertentu. Pasal 123 UU-PPLH menyatakan:

“Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah

dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai

dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin

lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini

ditetapkan”.

Penjelasan Pasal 123 UU-PPLH ini, “Izin dalam ketentuan ini, misalnya,

izin pengelolaan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin

pembuangan air limbah ke sumber air”. Jadi, berdasarkan Pasal 123 dan

penjelasannya, ruang lingkup izin lingkungan yakni izin pengelolaan

limbah, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air

limbah ke sumber air.

Mendasarkan pada penjelasan tersebut, maka izin lingkungan

yang termuat dalam UU-PPLH menggabungkan proses pengurusan

keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin pembuangan limbah cair, dan

izin limbah bahan beracun berbahaya (B3). Selain penyatuan dalam bentuk

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

21

izin lingkungan, juga ditegaskan bahwa izin lingkungan merupakan syarat

mendapatkan izin usaha atau kegiatan.

Sebetulnya ketentuan adanya izin lingkungan pada masa UU

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah ada,

namun belum disatukan seperti Pasal 123 UU-PPLH. Izin lingkungan pada

masa UU Nomor 23 Tahun 1997 diberikan secara terpisah dan “seolah”

tidak mengikat pengusaha untuk melaksanakan. Hal ini disebabkan tidak

jelasnya hubungan hukum antara izin-izin lingkungan dengan izin usaha

atau kegiatan. Siti Sundari Rangkuti bahkan menyatakan pada saat itu,

walaupun jenis-jenis izin lingkungan diatur dalam PP No. 20 Tahun 1990

tentang Pengendalian Pencemaran Air, namun tidak mempunyai landasan

hukum.31

Dengan demikian, sebelum berlakunya UU-PPLH, izin

lingkungan tidak disebut sebagai suatu sistem. Pada peraturan pelaksana

UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat izin pengelolaan limbah B3, izin

pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke

sumber air, termasuk izin HO. Walaupun izin-izin berkaitan dengan izin

usaha atau kegiatan, namun mekanisme perizinannya terpisah dengan izin

usaha atau kegiatan.

31

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,

(Surabaya: Airlangga University Press, 2005), halaman 119.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

22

Dengan kata lain, pada saat berlakunya UU Nomor 23 Tahun

1997, keputusan kelayakan lingkungan hidup diurus diawal kegiatan

usaha. Bidang pertambangan, misalnya, diurus sebelum pembangunan

konstruksi tambang. Setelah konstruksi selesai, pengusaha harus mengurus

izin pembuangan limbah cair dan B3.

Sekarang ketiga perizinan itu digabungkan, diurus satu kali

menjadi izin lingkungan. Syaratnya jelas, yaitu analisis mengenai dampak

lingkungan (Amdal) atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan

upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Tanpa ketiga dokumen

tersebut, izin lingkungan tak akan diberikan. Bahkan pada beberapa tulisan

mengenai izin lingkungan, menyatakan bahwa studi kelayakan lingkungan

juga termasuk izin lingkungan.

Siti Sundari Rangkuti dalam hal ini menyatakan bahwa 14

perizinan lingkungan saat ini antara lain sebagai berikut:

a. Izin HO (Hinder Ordonnantie, Stb. 1926 No. 226, Pasal 1),

b. Izin Usaha Industri,

c. Izin Pembuangan Limbah,

d. Izin operasi penyimpanan, pengumpulan, pamantauan,

pengolahan dan atau penimbunan limbah B3,

e. Izin pengangkutan limbah B3,

f. Izin pemanfaatan limbah B3,

g. Izin operasi alat pengolahan limbah B3,

h. Izin lokasi pengolahan dan penimbunan limbah B3,

i. Izin melakukan dumping,

j. Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan

emisi dan/atau gangguan, dan

k. Izin lokasi.32

32

Ibid., halaman 120.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

23

Perizinan lingkungan yang dimaksudkan oleh Siti Sundari

Rangkuti di atas, adalah izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada UU-

PPLH.33

Helmi, dalam hal ini mengatakan bahwa:

Jika demikian, ruang lingkup izin lingkungan paling tidak jenis-

jenis yang dikemukakan di atas. Terhadap izin-izin di atas, pada

UU-PPLH disatukan menjadi izin lingkungan. Jadi UU-PPLH

satu sisi menyederhanakan sistem izin lingkungan dengan cara

mengintegrasikan izin-izin lingkungan. Seseorang atau badan

hukum yang akan melakukan izin usaha atau kegiatan yang

berdampak terhadap lingkungan, wajib memiliki izin

lingkungan.34

Di sisi lain, integrasi dalam satu izin lingkungan merupakan

upaya untuk perlindungan lingkungan. Hal ini disebabkan, satu izin

sebenarnya terkait dengan izin lainnya. Jika pengalaman masa lalu tingkat

ketaatan terhadap izin-izin lingkungan rendah, berdasarkan UU-PPLH

pengusaha wajib melaksanakan izin lingkungan.

Hal yang menarik berkaitan dengan integrasi izin lingkungan ini

yakni penyederhanaan merupakan instrumen pengendalian dan

pengawasan risiko lingkungan dari berbagai kegiatan. Jika sebelumnya,

orang harus mengurus berbagai izin, justru berdasarkan UU-PPLH

pengusaha terhindari dari ekonomi biaya tinggi karena cukup mengurus

izin lingkungan saja. Artinya, izin lingkungan bukan beban, justru

meringankan beban mendapatkan izin usaha atau kegiatan.

33

Helmi, Hukum Lingkungan dan Perizinan Bidang Lingkungan Hidup Dalam Negara

Hukum Kesejahteraan, (Bandung: Unpad Press, 2010), halaman 83. 34

Ibid., halaman 82.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

24

C. Tinjauan tentang Pencemaran Logam

1. Pengertian Logam

Logam merupakan bahan atau zat murni organik dan anorganik

yang berasal dari kerak bumi. Secara alami siklus perputaran logam adalah

dari kerak bumi ke lapisan tanah, ke makhluk hidup, ke dalam air,

selanjutnya mengendap dan akhirnya kembali ke kerak bumi lagi.35

Di bumi ini sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia

yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam.36

Berbeda dengan logam

biasa, logam adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok

logam dan metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3.37

Dalam perairan atau air, logam dapat ditemukan dalam bentuk

terlarut dan tidak terlarut. Logam terlarut adalah logam yang membentuk

komplek dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam yang

tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan

senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang

tersuspensi.

Menurut Palar, berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam ini

dapat dibagi dalam dua jenis.

Jenis pertama adalah logam esensial, di mana keberadaannya

dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup,

namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek

racun. Contoh logam ini diantaranya Zn, Cu, Fe, Co, dan Mn.

35

Darmono, op.cit., halaman 45. 36

H. Palar, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),

halaman 39. 37

H.P. Hutagalung, Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Beberapa Perairan

Indonesia, (Jakarta: Puslitbang, Oseanologi LIPI, 2001), halaman 45 – 59.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

25

Jenis kedua adalah logam tidak essensial atau beracun, di mana

keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya

atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, dan Cr.38

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Alloway,

sebagaimana dikutip oleh Widowati, yang menyatakan bahwa:

Pada dasarnya logam di bagi menjadi dua kelompok, yakni

logam yang bersifat esensial (Cr, Cu, Mn, Ni, Se, Zn) dan logam

yang bersifat non-esensial (Ag, As, Ba, Cd, Hg, TI, Pb, Sb).

Logam esensial adalah logam yang dibutuhkan oleh tubuh

organisme untuk melaksanakan proses-proses fisiologis dalam

tubuhnya. Apabila dalam tubuh terjadi kekurangan logam

essensial, maka akan mengakibatkan munculnya penyakit atau

bahkan kematian pada mahluk hidup, baik pada tumbuhan

maupun pada hewan. Logam non esensial adalah logam yang

keberadaanya di dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya,

bahkan bersifat toksik.39

Sementara itu, berdasarkan kegunaannya, logam dapat dibedakan

atas dua golongan, yaitu: a) golongan yang dalam konsentrasi tertentu

berfungsi sebagai mikronutrien yang bermanfaat bagi kehidupan

organisme perairan seperti Zn, Fe, Cu dan Co; b) golongan yang sama

sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme perairan seperti Hg, Cd

dan Pb.40

2. Pencemaran Logam

Logam biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan

toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan

hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam

38

Palar, op.cit., halaman 40. 39

W. Widowati, dkk, Efek Toksik Logam Pencegahan Dan Penanggulangan

Pencemaran, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008), halaman 13. 40

Ibid.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

26

arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. H.P. Hutagalung, dalam

hal ini mengatakan bahwa:

Limbah industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam

yang potensial bagi perairan. Pembuangan limbah industri secara

terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan perairan tetapi

menyebabkan terkumpulnya logam dalam sedimen dan biota

perairan. Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat

dipakai sebagai indikator pencemaran logam yaitu air, sedimen

dan organisme hidup.41

Menurut Hamidah, limbah yang mengandung logam ini akan

terbawa oleh sungai dan karenanya limbah industri merupakan sumber

pencemar logam yang potensial bagi pencemaran laut. Dalam perairan

atau air, logam-logam ditemukan dalam bentuk antara lain;

a. Terlarut yaitu ion logam bebas air dan logam yang

membentuk kompleks dengan senyawa organik dan

anorganik.

b. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan

senyawa kompleks metal yang terabsorpi pada zat

tersuspensi.42

Menurut Laws sebagaimana dikutip oleh Palar, bahwa tingginya

kandungan logam di suatu perairan atau air dapat menyebabkan

kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti

biota, sedimen, air dan sebagainya.43

Adanya logam di perairan atau air, berbahaya baik secara

langsung terhadap kehidupan organisme, maupun secara tidak langsung

terhadap kesehatan manusia. A. Nontji, dalam hal ini mengatakan bahwa:

41

Ibid. 42

Hamidah, Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan, (Jakarta: Pewarta Oseana,

2000), halaman 59. 43

Palar, op.cit., halaman 40.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum

27

Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam yaitu sulit didegradasi,

sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan

keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan), dapat

terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan dan

akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi

organisme tersebut.44

44

A. Nontji, Laut Nusantara, (Jakarta: Djambatan, 2003), halaman 22.