Upload
truongtram
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis
1. Pengertian IUD Copper T Cu-380 A
IUD adalah suatu alat atau benda yang dimasukkan ke dalam rahim
yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh
semua perempuan usia reproduksi (Saifuddin, 2006; h. MK-74).
IUD Copper T Cu 380 A memiliki panjang 36mm, lebar 32mm,
314mm2. Kawat Cu dari bahan vertikal, dua selubung Cu seluas masing-
masing 33mm2 pada masing-masing lengan horisontal. Daya kerjanya
delapan tahun. (Hanafi, 2004; h. 213).
IUD CuT-380 A merupakan jenis IUD generasi ketiga berbentuk
kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, bebentuk huruf T diselubungi
oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (CU). Tersedia di Indonesia
dan terdapat di mana – mana (BKKBN, 2009 h. 153).
IUD merupakan alat berukuran kecil jenis IUD Copper T Cu 380A
berbentuk seperti huruf T yang dimasukkan ke dalam rahim dan memiliki
manfaat kontraseptif karena menghalangi sperma masuk ke dalam tuba
falopii.
2. Cara kerja
IUD adalah alat berukuran kecil yang ditempatkan di dalam rongga
endometrium, IUD berlapis tembaga mengubah cairan endometrium dan
cairan tuba, menghambat transport telur, pembuahan, motilitas sperma,
dan integritasnya. Reaksi peradangan benda asing lokal mengganggu
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
endometrium dan miometrium, yang pada akhirnya mempengaruhi
oviduk, dan sekaligus serviks. IUD berisi progesteron sehingga
menyebabkan endometrium tidak cocok untuk implantasi, mempertebal
mucus serviks, dan dapat menghambat ovulasi (Sinclair, 2010; h. 687).
Mekanisme kerja IUD adalah mencegah kehamilan dan ion-ion
Copper yang berasal dari IUD tembaga mengubah isi saluran telur dan
cairan endometrium sehingga dapat mempengaruhi jalan sel telur di
dalam saluran telur serta fungsi sperma (Varney, 2007; h. 449-450).
IUD merupakan metode hormonal dengan kontra indikasi,
keuntungan, dan efek samping yang sama dengan alat kontrasepsi
hormonal yang hanya berisi progestin,
Alat ini merupakan metode kontrasepsi yang paling efektif. Tetapi
menyebabkan pola perdarahan menstruasi berubah dan tidak teratur,
selama tiga sampai enam bulan pertama, jumlah hari perdarahan dan
bercak darah dapat meningkat, selama enam bulan kedua, jumlah hari
perdarahan dan bercak darah masih tidak teratur, tetapi berkurang.
Amenore dapat dialami oleh kurang lebih 20% wanita pada akhir tahun
pertama penggunaan alat kontrasepsi IUD. Seorang wanita dapat kembali
subur jika IUD dilepas, tetapi alat ini tidak melindungi wanita dari penyakit
menular seksual atau infeksi HIV (Varney, 2007; h. 458).
3. Macam – macam IUD
a. IUD Non- hormonal
Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke empat, IUD telah
dikembangkan mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang
ditambah obat maupun tidak.
1) Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi dua :
a) Bentuk terbuka (oven device)
Misalnya : Lippes loop, CUT, Cu-7, Margules, Spring Coil,
Multiload, Nova-T.
b) Bentuk tertutup (closed device)
Misalnya : Ota-Ring, Atigon, dan Graten berg ring.
2) Menurut tambahan atau metal
a) Medicated IUD
Misalnya : Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya
kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T
380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya
kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun).
Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD
menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang
ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah
200mm2.
b) Un Medicated IUD
Misalnya : Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.
c) IUD yang mengandung hormonal
b. IUD yang mengandung hormonal
1) Progestasert-T=Alza T
a) Panjang 36mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor
warna hitam.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
b) Mengandung 38 mg progesterone dan barium sulfat,
melepaskan 65 mcg progesteron per hari.
c) Tabung insersinya berbentuk lengkung, dan memiliki daya
kerja 18 bulan.
d) Tekhnik insersi plunging (modified withdrawal).
2) LNG-20
a) Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan
20 mcg er hari
b) Angka kegagalan atau kehamilan, angka terendah kurang
dari 0,5 per 100 wanita per tahun.
c) Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan
perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya,
karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang
sangat sedikit (Handayani, 2010; h. 140-141).
4. Keuntungan dan Kerugian KB IUD.
a. Keuntungan :
1) Efektifitasnya tinggi
2) IUD sangat efektif segera setelah pemasangan
3) Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat kapan harus
ber KB
4) Tidak mempengaruhi hubungan seksual
5) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
6) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
7) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi)
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
8) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah
haid terakhir).
9) Mencegah kehamilan ektopik (Saifuddin, 2003; h. MK-75).
b. Kerugian :
1) Perubahan siklus haid (pada tiga bulan pertama dan akan
berkurang setelah tiga bulan)
2) Haid lebih lama dan banyak
3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi
4) Saat haid lebih sakit
5) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau
perempuan yang berganti-ganti pasangan (Saifuddin, 2003; h.
MK-75).
5. Kontraindikasi, indikasi, dan efek samping
a. Kontraindikasi :
1) Wanita hamil atau diduga hamil, misalnya jika seorang wanita
melakukan senggama tanpa menggunakan metode kontrasepsi
yang valid sejak periode menstruasi normal yang terakhir.
2) Penyakit inflamasi pelfik (PID) diantaranya : riwayat PID kronis,
riwayat PID akut atau subakut, riwayat PID dalam tiga bulan
terakhir, termasuk endometritis pasca melahirkan atau aborsi
terinfeksi.
3) Riwayat kehamilan ektopik atau kondisi yang dapat
mempermudah ektopik
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
4) Ukuran uterus dengan alat periksa (sonde uterus) berada diluar
batas yang telah ditetapkan yaitu ukuran uterus yang normal 6
sampai 9cm.
5) IUD sudah ada dalam uterus dan belum dikeluarkan (Varney
Helen, 2007; h. 450-451).
b. Indikasi :
1) Usia reproduksi.
2) Keadaan nullipara.
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4) Wanita yang sedang menyusui.
5) Setelah abortus dan tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi.
6) Tidak mengehendaki metode kontrasepsi hormonal (Handayani,
2010; h. 145).
c. Efek samping
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
2) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang
memungkinkan penyebab terjadinya anemia.
3) Penyakit radang panggul dapat terjadi pada wanita dengan IMS
jika memakai IUD, penyakit radang panggul dapat memicu
terjadinya infertilitas.
4) Sedikit nyeri dan perdarahan (spooting) terjadi segera setelah
pemasangan IUD, biasanya menghilang dalam 1-2 hari
(Saifuddin, 2006; h. MK-75 – MK-76).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
6. Cara Pemasangan
a. Konseling pra pemasangan
1) Menjelaskan cara kerja KB IUD
2) Menjelaskan keuntungan dan kerugian KB IUD
3) Menjelaskan cara pemasangan KB IUD
4) Menjelaskan jadwal kunjungan ulang pra pemasangan atau
setelah pemasangan yaitu satu minggu setelah pemasangan,
enam bulan setelah pemasangan, satu tahun setelah
pemasangan.
5) Sedang hamil (diketahui hamil atau sedang hamil).
6) Perdarahan vagina yang tidak diketahui sebabnya
7) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servitis)
8) Diketahui menderitaTBC pelvic
9) Kanker alat genital
10) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (BKKBN, 2009 h. 159).
b. Pemasangan
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
2) Masukan lengan IUD di dalam kemasan sterilnya, pakai kembali
sarung tangan yang baru.
3) Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks.
4) Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada vagina dan serviks
5) Jepit bibir serviks dengan tenakulum
6) Masukan IUD ke kanalis servikalis dengan tekhnik tanpa sentuh,
kemudian dorong ke dalam kavum uteri hingga mencapai fundus.
7) Tahan pendorong (plunger) dan tarik selubung (inserter) ke bawah
sehingga lengan IUD bebas
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
8) Setelah pendorong ditarik ke luar, baru keluarkan selubung.
9) Gunting benang IUD, keluarkan tenakulum dan spekulum dengan
hati-hati.
10) Dekontaminasi dan pencegahan pasca tindakan
c. Konseling dan instruksi pasca insersi
1) Buat rekam medik.
2) Mengkaji perasaan akseptor pasca pemasangan IUD Copper T
Cu-380A.
3) Menjelaskan komplikasi yang mungkin timbul pasca pemasangan
IUD Copper T Cu-380A (Sakit dan kejang selama 3-5 hari pasca
pemasangan, perdarahan berat waktu haid atau diantarnya yang
mungkin penyebab anemia, perforasi uterus).
4) Ajarkan klien cara pemeriksaan mandiri benang IUD.
a. Mencucui tangan.
b. Ibu jongkok kemudian memasukkan jari tengah ke dalam
vagina ke arah bawah dan ke dalam sehingga dapat
menemukan lokasi serviks.
c. Merasakan benang IUD pada ujung serviks, jangan menarik
benang tersebut.
d. Memeriksa IUD pada setiap akhir menstruasi dan sesering
mungkin di antara bulan-bulan kunjungan ulang.
e. Menjelaskan kemungkinan IUD keluar atau ekspulsi.
f. Menjelaskan bahwa IUD Copper T Cu380A segera efektif
setelah pemasangan.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
g. Menjelaskan waktu kunjungan ulang (control pertama 1minggu
pasca pemasangan, selanjutnya 4-6minggu, saat menstruasi
yang akan datang, atau jika ada keluhan).
h. Menjelaskan bahwa akseptor dapat melepas IUD 10 tahun
atau apabila klien menghendaki.
5) Lakukan observasi selam 15menit sebelum memperbolehkan klien
pulang (Prawiroharjo, 2006; h. 493- 494).
Gambar 2.1 Cara pemasangan IUD CuT380A
7. Cara melepas IUD
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
b. Akseptor dipersilahkan untuk buang air kecil (BAK) terlebih dahulu
dan membersihkan daerah genitalnya, kemudian dipersilahkan
berbaring di tempat periksa dalam posisi litotomi.
c. Gunakan sarung tangan steril, lakukan vulva hygiene.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
d. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan menentukan besar,
bentuk, dan posisi rahim.
e. Masukan spekulum ke dalam liang senggama posisikan sedemikian
rupa sehingga mulut rahim terlihat dengan baik.
f. Bersihkan serviks dengan dengan larutan antiseptik 3 kali secara
merata pada daerah serviks dan vagina.
g. Identifikasi benang IUD, jika terlihat, jepit benang dengan forsep, tarik
benang IUD perlahan-lahan ke arah bawah hingga keluar dari liang
senggama. Bila terasa ada tahanan terlalu kuat, cobalah lakukan
manuver dengan menarik-narik secara halus benang tersebut.
h. Apabila benang tidak terlihat, masukan sonde sesuai dengan posisi
rahim pada pemeriksaan dalam. Ukur dalam rahim dan putar gagang
sonde secara perlahan-lahan dalam bentuk lingkaran, benturan sonde
dengan IUD akan terasa bila IUD terdapat di dalam rahim. Tarik IUD
keluar dengan memakai IUD removel/pengait IUD.
i. Lepaskan spekulum, kemudian lakukan disinfeksi daerah vagina.
j. Lakukan dekontaminasi peralatan dan bahan pakai ulang dengan
bahan klorin 0,5%.
8. Komplikasi pasca pemasangan IUD
a. Infeksi
IUD atau alat kontrasepsi dalam rahim yang berada didalam vagina,
tidak menyebabkan terjadinya infeksi jika alat-alat yang digunakan
dan tekhnik pemasangan dilakukan secara steril, jika terjdi infeksi hal
ini mungkin disebabkan sudah terdapat infeksi yang subakut pada
traktus genitalis sebelum pemasangan IUD (Prawirohardjo, 2007; h.
559).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
b. Perforasi
Umumnya perforasi terjadi saat pemasangan IUD, pada permulaan
hanya ujung IUD saja yang menembus dinding uterus, tetapi jika
uterus berkontraksi IUD dapat terdorong lebih jauh menembus dinding
uterus, sehingga akhirnya sampai ke rongga perut. Kemungkinan
adanya perforasi harus diperhatikan apabila pada pemeriksaan
dengan spekulum benang IUD tidak terlihat (Prawirohardjo, 2007; h.
559).
c. Kehamilan
Seorang klien yang mengalami kehamilan dengan IUD masih
terpasang perlu di berikan konseling tentang resiko yang akan terjadi
jika kehamilan dilanjutkan dengan IUD tetap terpasang. Resiko yang
dapat terjadi antara lain infeksi intrauterus, sepsis, aborsi spontan,
aborsi sepsis spontan, plasenta previa, dan persalinan prematur.
Apabila benang IUD tidak terlihat pada tulang serviks atau tidak
teraba pada saluran serviks, maka perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi atau USG untuk memastikan apakah IUD masih berada
didalam uterus. (Varney, 2007; h. 459).
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
Penerapan Manajemen Kebidanan menurut Varney Helen (2007),
meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan
antisipasi segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
Tujuh Langkah Manajemen Kebidanan Menurut Varney
I. Pengkajian
Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan
menggunakan metode wawancara secara langsung dan pemeriksaan
fisik.
Identifikasi dan analisa data (pengkajian) pengumpulan data untuk
menilai kondisi klien yang termasuk data dasar adalah biodata atau
identitas baik pasien maupun suami, data subjektif dan data objektif terdiri
dari pemriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
penunjang. Biodata yang dikumpulkan dari pasien dan suami meliputi
nama, umur, agama, suku atau bangsa pendidikan, pekerjaan, dan
alamat lengkap, riwayat kesehatan klien, serta catatan tentang kesehatan
lalu dan sekarang. Semua data di atas harus memberikan informasi yang
saling berhubungan (relevan) dan menggambarkan kondisi klien yang
sebenarnya.
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan
semua informasi yang akurat yang berkaitan dengan kondisi klien.
Pada langkah ini di lakukan pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien
secara lengkap :
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
c. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
d. Meninjau data laboratorium
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
Data Subjektif
a. Identitas pasien
Nama : untuk kebenaran dalam memberikan asuhan pada
pasien dan membedakan dengan pasien lain
(Saifuddin, 2002; h. N-35).
Umur : untuk mengetahui usia reproduksi, usia reproduksi
yang ideal untuk wanita yaitu usia 15-44 tahun,
karena sasaran KB yaitu wanita usia subur.
(Prawiroharjo, 2007; h. 22).
Agama : untuk mengetahui perilaku seseorang tentang
kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan
agama, kebiasaan dan kepercayaan. Di berbagai
daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi
akseptor dalam memilih metode kontrasepsi
(Handayani, 2010 ; h. 17).
Pendidikan : Pendidikan berpengaruh pada tingkat penerimaan
pasien terhadap konseling yang diberikan, serta
tingkat kemampuan pengetahuan ibu terhadap alat
kontrasepsi yang akan digunakan ( Handayani,
2010 ; h. 17).
Pekerjaan : Pekerjaan akseptor juga mempengaruhi dalam
pemakaian alat kontrasepsi karena pada akseptor
yang memiliki pekerjaan berat dapat meningkatkan
angka terjadinya ekspulsi pasca pemasangan
(Handayani, 2010 ; h. 16).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
Alamat : untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dan
Identitas penanggung jawab.
b. Identitas penanggung jawab
Nama : untuk mengetahui nama suami harus dituliskan
dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain.
Umur : untuk mengetahui usia produktif pada suami
berhubungan dengan pekerjaan suami.
Agama : untuk mengetahui perilaku seseorang tentang
kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan
agama, kebiasaan dan kepercayaan.
Pendidikan : untuk mengetahui berapa jauh pengetahuan suami
dalam kesehatan dan konseling yang diberikan
untuk mendukung kesehatan istrinya.
Alamat : untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dan
identitas penanggung jawab
c. Alasan datang
Untuk mengetahui alasan ibu saat datang ke puskesmas
d. Keluhan utama
Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan
mengetahui apa yang dirasakan ibu pada waktu pengkajian,
karena pasien dengan keluhan memiliki varises dikaki, hipertensi,
ibu menyusui dan ibu dengan riwayat TBC non pelvik, maka klien
dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal
(Saifuddin, 2006 ; h. MK-62).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
e. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang pernah diderita
Riwayat kesehatan yang pernah diderita ditujukan pada
pengkajian penyakit yang diderita pasien, seperti, jantung,
hepatitis, hipertensi, DM, malaria, ibu dengan riwayat penyakit
jantung, hepatitis, hipertensi, DM, malaria, diperbolehkan
menggunakan KB IUD karena tidak mempengaruhi dan bukan
merupakan kontraindikasi untuk pemasangan KB IUD, khusus
untuk penyakit keputihan, serviksitis dan vaginitis perlu dikaji
untuk mengetahui apakah ibu mempunyai penyakit menular
seksual terutama pada infeksi seviksitis atau pada vaginitis,
karena penyakit-penykit tersebut merupakan kontra indikasi
untuk menggunakan KB IUD (Saifuddin, 2006; h. MK-77).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang sekarang dikaji untuk
mengetahui adakah penyakit yang diderita. Jika pasien
sedang menderita penyakit seperti, jantung, TBC, DM,
malaria, hepatitis, hipertensi, diperbolehkan menggunakan KB
IUD karena tidak mempengaruhi alat kontrasepsi yang akan
digunakan. Untuk penyakit keputihan, penyakit menular
seksual terutama pada serviksitis dan vaginitis. Jika klien
menderita vaginitis harus diobati sebelum klien menggunakan
KB IUD karena akan mempengaruhi terhadap alat kontrasepsi
yang akan digunakan oleh ibu (Saifuddin, 2006; h. PK-5).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dikaji untuk mengetahui
apakah ada penyakit keturunan yang dapat mempengaruhi
kesehatan ibu disaat ibu menggunakan alat kontrasepsi IUD.
Misalnya penyakit keturunan seperti hipertensi, jantung, DM,
penyakit keturunan tersebut tidak mempengaruhi terhadap
pemakaian KB IUD (Saifuddin, 2006 ; h. MK-77).
4) Riwayat Obstetri
a) Riwayat Haid
Riwayat haid dikaji untuk mengetaui apakah siklus
menstruasi pada ibu teratur karena berhubungan dengan
efek samping KB IUD yaitu perubahan siklus haid pada
tiga bulan pertama dan akan berkurang setelah tiga bulan,
haid lebih lama dan banyak, dan dapat menyebabkan
resiko terjadinya anemia (BKKBN, 2009; h. 155).
b) Nasehat
Untuk mengetahui nasehat-nasehat yang diberikan
bidan kepada ibu sebagai pedoman ibu untuk
menggunakan KB IUD.
5) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan ibu, usia
perkawinan ibu apakah kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun karena berhubungan dengan kematangan organ
reproduksi dan juga kesiapan organ reproduksi (Prawiroharjo,
2007; h. 23).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
6) Riwayat KB
Riwayat KB perlu dikaji karena disesuaikan dengan
kondisi dan keluhan yang di alami oleh klien sebelumnya
untuk menganjurkan alat kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhan klien (Saifuddin, 2006; h. MK-62).
7) Pola kebutuhan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui kebutuhan
nutrisi ibu, karena kebutuhan nutrisi sangat berpengaruh
terhadap fungsi reproduksi, jika kebutuhan nutrisi ibu
terpenuhi maka dapat mengurangi resiko terjadinya
anemia karena brhubungan dengan efek samping KB IUD
yaitu haid lebih banyak dan lama dan dapat menyebabkan
anemia (BKKBN, 2009; h. 155).
b) Pola eliminasi
Pola eliminasi perlu dikaji untuk mengetahui
Kebiasaan BAB (terakhir BAB, warna, konsistensi,
keluhan) dan kebiasaan BAK (terakhir BAK, warna,
konsistensi dan keluhan), terutama BAK perlu dikaji untuk
mengetahui ada keluhan atau tidak karena KB IUD dapat
menimbulkan gejala infeksi traktus genitalia pada wanita
yaitu buang air kecil sukar atau sakit dan adanya rasa
panas atau terbakar (Hanafi, 2004; h. 220).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
c) Pola aktivitas
Untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari
terlalu berat, sehingga dapat berpengaruh terhadap alat
kontrasepsi yang akan ibu gunakan, karena pekerjaan ibu
yang berat dapat mempengaruhi penggunaan alat
kontrasepsi yang akan digunakan karena dapat
menyebabkan ekspulsi (Handayani, 2010 ; h. 16).
d) Pola istirahat
Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu
berapa jam ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam,
karena berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu.
e) Pola personal hygiene
Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya
berapa kali ganti pakaian dalam, membersihkan alat
kelaminnya agar tidak terjadi keputihan. Pola ini perlu dikaji
untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan alat
kelaminnya, karena jika pasien tidak menjaga personal
hygiene dengan baik maka akan berpengaruh pada
kesehatan alat reproduksinya karena berhubungan dengan
KB IUD yaitu terdapat cairan putih yang berlebihan, terjadi
akibat produksi cairan rahim yang berlebihan, hal ini tidak
berbahaya apabila cairan tersebut tidak berbau, tidak
terasa gatal, dan tidak terasa panas (BKKBN, 2008; h.
105).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
f) Pola seksual
Pola seksual perlu dikaji untuk mengetahui kapan ibu
terakhir melakukan hubungan seksual dengan suami, dan
memberitahu ibu hal-hal yang harus diketahui ibu timbul
rasa nyeri sesudah melakukan hubungan seksual dan
suami mengeluh mengalami perasaan kurang enak
sewaktu melakukan hubungan seksual (BKKBN, 2009; h.
151).
8) Psikososial, kultural dan spiritual
a) Psikososial
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana
respon dan dukungan yang diberikan suami dan keluarga
kepada ibu untuk menggunakan KB IUD.
b) Kultural
Hal ini perlu dikjaji karena setiap daerah memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda dan dapat mempengaruhi
penggunaan alat kontrasepsi (Varney, 2007; h. 44-45).
c) Spiritual
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan
ibu dalam menjalankan ibadahnya maupun aktifitas
keagamaan.
Data Objektif
a. Keadaan umum :
Keadaan umum dikaji untuk mengetahui kesadaraan umum klien,
pada akseptor yang mengalami anemia umumnya keadaan
akseptor lemah. Efek samping dari pemakaian KB IUD adalah
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
perubahan siklus haid dan perdarahan spooting, sehingga dapat
mempengaruhi aksetor KB IUD jika menderita anemia maka dapat
memperparah terjadinya anemia sedang atau berat (Saifuddin,
2006 ; h. MK-75).
b. Tingkat kesadaran
Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan penilaian
composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium. Tingkat
kesadaran yang baik adalah composmetis dimana ibu dalam
keadaan sadar penuh, dan dapat menggunakan KB IUD
(Muttaqin, 2010 ; h. 32).
c. Tanda Vital
1) Tekanan darah : untuk mengetahui tekanan darah ibu ketika
akan menggunakan KB IUD, karena IUD
copper T Cu380-A merupakan jenis IUD
non hormonal, dan dapat digunakan pada
penderita tekanan darah tinggi (Saifuddin,
2006; h. MK-77).
2) Nadi : untuk mengetahui nadi ibu normal atau
tidak, nilai normal nadi orang dewasa 69-
100x/menit, dalam keadaan demam dapat
menyebabkan peningkatan denyut nadi
dan mempengaruhi tingkat kesadaran
(Muttaqin, 2010 ; 53).
3) Pernafasan : Pada penderita asma dan gangguan sistem
respirasi, diperbolehkan menggunakan IUD
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
Copper T Cu 380A, karena bukan termasuk
kontra indikasi pemasangan IUD Copper T
Cu380A (Saifuddin, 2006 ; h. MK-77).
4) Suhu : untuk mengetahui keadaan suhu pada ibu
normal atau tidak. Suhu normal orang
dewasa yaitu 360-380C. Suhu tubuh yang
lebih dari 380C merupakan tanda dan gejala
terjadinya infeksi pada tubuh dan dapat
mempengaruhi pemakaian KB IUD, karena
kontraindikasi KB IUD adalah infeksi alat
genitalia (seriksitis, vaginitis), penyakit
radang panggul (PRP), yang ditandai
dengan demam (Muttaqin, 2010 ; h 42).
d. Berat badan : untuk mengetahui tingkat kenormalan berat badan
ibu, berkaitan dengan keadaan nutrisi ibu (Muttaqin, 2010 ; h. 31).
e. Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan ibu normal atau
tidak.
f. LILA : Untuk mengukur lingkar lengan atas bagian kiri untuk
indikasi apakah ibu dinyatakan kurang gizi, jika diketahui ukuran
lila ibu kurang dari 23,5 cm (Mufdlilah, 2009; h. 15) gunanya untuk
mengetahui status gizi pada ibu normal atau tidak, karena
berhubungan dengan alat kontrasepsi yang akan digunakan yaitu
KB IUD yang dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
g. Status present
1) Bentuk kepala : untuk mengetahui bentuk kepala dan
keadaan kebersihan kulit kepala
(Muttaqin, 2010 ; h. 92).
2) Rambut : untuk mengetahui apakah rambut ibu
rontok atau tidak, karena penggunaan alat
kontrasepsi IUD Copper T cu380A tidak
menyebabkan kerontokan pada rambut
(Saifuddin, 2006 ; h. MK-75).
3) Muka : Penggunaan IUD Copper T Cu380A tidak
berpengaruh pada muka, oedema pada
muka merupakan tanda dari penyakit
tekanan darah tinggi, pada penderita
tekanan darah tinggi disarankan untuk
menggunakan alat kontrasepsi IUD
Copper T Cu 380A, karena tidak
mengandung hormon (Saifuddin, 2006 ; h.
MK-76).
4) Mata : untuk mengetahui adanya anemis dengan
menilai sclera dan konjungtiva (Saifuddin,
2006; h. MK-72). Pada penderita anemia
dianjurkan tidak memakai KB IUD karena
efek samping KB IUD adalah terjadi
perubahan siklus haid, haid lebih banyak
dan lama. Sehingga apabila akseptor
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
dengan anemia melakukan pemasangan
KB IUD maka akan berpotensi terjadi
anemia sedang atau berat (Saifuddin,
2006 ; h. MK-75).
5) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan seperti terdapat pembesaran
kelenjar tyroid, limfe dan vena jugularis,
pada penggunaan IUD Copper T Cu 380A
tidak mempengaruhi kelenjar tyroid, limfa
dan vena jugularis (Muttaqin, 2010 ; h.
130)
6) Dada dan axilla : Pada penderita tumor jinak payudara
disarankan untuk menggunakan IUD
Copper T Cu 380A, karena tidak
mengandung hormon. Pada wanita yang
sedang menyusui, penggunaan IUD
Copper T Cu 380A tidak berpengaruh
pada kualitas atau volume ASI (Saifuddin,
2006 ; h. MK-76).
7) Abdomen : untuk mengetahui bentuk abdomen,
adakah luka bekas operasi, pembesaran
kelenjar limfe/hati dan nyeri tekan, untuk
mengetahui adanya PRP (penyakit radang
panggul) karena penyakit radang panggul
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
merupakan kontraindikasi KB IUD
(Saifuddin, 2006; h. MK-72).
8) Genetalia : Pada pemeriksaan genetalia perlu dikaji
ada tidaknya infeksi pada vagina dan
serviks. Infeksi pada vagina dan serviks
ditandai dengan adanya peradangan,
pengeluaran pervagina yang berlebihan,
berwarna putih, kuning hijau, atau abu-
abu, berbau amis, disuria, disparenia, dan
perdarahan pasca coitus (Varney, 2001 ;
h. 59).
9) Ekstremitas : untuk mengetahui apakah terdapat oedem
dan varices, oedema pada kaki dan
tangan merupakan tanda penderita
tekanan darah tinggi disarankan untuk
menggunakan alat kontrasepsi IUD
Copper T Cu 380A (Saifuddin, 2006 ; h.
MK-76).
II. Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan data-data yang
telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik, masalah lebih
sering berhubungan dengan bagaimana klien menguraikan keadaan yang
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih sering diidentifikasi oleh bidan
yang difokuskan pada apa yang dialami oleh klien.
A. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa ditentukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil
anamnesa dan pemeriksaan pada akseptor sehingga diperoleh data
yang mendukung diagnose tersebut. Berdasarkan data yang
diperoleh, interpretasi data yang didapatkan adalahn :
Ny…. umur…. P… Ah….Ab…., calon akseptor baru KB IUD Copper
T Cu 380A.
Data dasar
1. Dasar Subyektif :
a. Hasil dari anamnesa identitas akseptor yang dibutuhkan untuk
mendukung diagnosa yang dibuat.
b. Riwayat obstetrik akseptor meliputi : paritas, jumlah anak
hidup, dan riwayat abortus.
c. Riwayat kesehatan akseptor meliputi : riwayat kesehatan yang
berhubungan dengan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS),
gangguan siklus menstruasi, dan keputihan.
d. Keluhan dari akseptor untuk menggunakan alat kontrasepsi
IUD Copper T Cu 380A.
2. Dasar Obyektif :
Data obyektif diperoleh dari hasil pemerioksaan fisik pada
akseptor untuk mendapatkan data yang mendukung diagnosa
diatas. Pada akseptor tersebut tidak terdapat kontra indikasi
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
pemasangan IUD Copper T Cu 380A. pemeriksaan fisik tersebut
meliputi :
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, respirasi,
nadi)
b. Pada pemeriksaan abdomen tidak ada massa dan nyeri tekan.
Adanya massa pada abdomen merupakan tanda dari kelainan
bawaan uterus atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri. Nyeri tekan pada abdomen
bagian bawah merupakan tanda dari penyakit radang panggul
(PRP) yang merupakan kontra indikasi dari pemasangan IUD
Copper T Cu 380A (Saifuddin, 2006 ; h. MK-77).
c. Pemeriksaan dalam
Jika pada pemeriksaan dalam tidak terdapat nyeri tekan
gerakan serviks pada penderita penyakit radang panggul
(Varney, 2001; h. 68).
III. Diagnosa Potensial
Dari kumpulan masalah dan diagnosa, identifikasi dan faktor-faktor
potensial yang memerlukan antisipasi segera. Hal-hal yang perlu di
antisipasi pada akseptor baru KB IUD Copper T Cu 380A, masalah dan
diagnosa yang diantisipasi adalah terjadinya perforasi uterus, infeksi,
karena akseptor dengan riwayat memiliki infeksi tidak diperbolehkan
menggunakan KB IUD, kehamilan pasca pemasangan IUD (Saifuddin,
2006 ; h. MK-79).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
IV. Tindakan Antisipasi Segera
Langkah tindakan antisipasi segera mengidentifikasi situasi gawat dimana
bidan harus bertindak atau berkolaborasi dengan dokter kandungan untuk
penanganan selanjutnya. Misalnya jika terjadi perforasi uterus dalam
keadaan ini IUD harus dikeluarkan melalui laparoskopi atau laparotomi,
jika terjadi infeksi yang ringan dapat diobati dengan antibiotika. Jika
terjadi infeksi berat IUD harus dikeluarkan dan diberikan antibiotika
(Prawirohardjo, 2007 ; h. 914).
V. Rencana tindakan
Rencana tindakan. Harus didiskusikan dengan klien. Semua tindakan
yang diambil harus berdasarkan nasional yang relevan dan diakui
kebenarannya serta situasi dan kondisi tindakan harus dianalisa secara
teroritis. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan
menyeluruh ini haruslah rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang terbaru.
Rencana ini meliputi :
1. Berikan konseling pra pemasangan IUD Copper T Cu380A
a. Jelaskan pengertia IUD
b. Jelaskan cara kerja IUD
c. Jelaskan efektifitas IUD
d. Jelaskan indikasi dan kontra indikasi IUD
e. Jelaskan cara pemasangan IUD
f. Jelaskan efek samping IUD
g. Jelaskan waktu penggunaan IUD
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
2. Lakukan inform consent
3. Lakukan pemasangan IUD Copper T Cu380A
4. Observasi keadaan umum akseptor
5. Beritahu jadwal control IUD dan waktu pelepasan
Konseling pasca pemasangan :
a. Mengkaji perasaan klien setelah dipasang IUD
b. Menjelaskan daya guna IUD Copper T Cu 380A yaitu 10 tahun
c. Menjelaskan cara memeriksa benang IUD Copper T Cu 380A
dengan cara memasukkan satu jari tengah ke dalam vagina
sambil jongkok
d. Klien dianjurkan untuk tidak pulang 15 menit setelah pemasangan
e. Menjelaskan IUD Copper T Cu 380A langsung efektif segera
setelah pemasangan
f. IUD dapat dilepas setiap saat jika klien menghendaki
g. IUD tidak melindungi klien dari penyakit menular seksual (PMS)
h. Kemungkinan ketidaknyamanan ketika melakukan hubungan
seksual
VI. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari rencana tindakan pada
akseptor KB IUD Copper T Cu 380 A, pelaksanaan yang dapat dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
1. Memberikan konseling pra pemasangan IUD Copper T Cu 380 A
a. Menjelaskan pengertian IUD
IUD adalah alat berukuran kecil berbentuk seperti huruf T yang
dimasukkan ke dalam rahim dan memiliki efek kontrseptif
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
b. Menjelaskan cara kerja KB IUD
Cara kerja KB IUD adalah menghalangi sperma masuk ke dalam
tuba falopii
c. Menjelaskan efektifitas KB IUD
IUD efektif segera setelah pemasangan
d. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi KB IUD
Indikasi pemasangan IUD adalah wanita usia subur, wanita yang
sedang menyusui, wanita yang memiliki varises dikaki.
Kontraindikasi pemasangan IUD adalah wanita hamil atau diduga
hamil, wanita dengan riwayat penyakit radang panggul (PRP),
riwayat kehamilan ektopik.
e. Menjelaskan efek samping KB IUD
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
2) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang
memungkinkan penyebab terjadinya anemia.
3) Penyakit radang panggul dapat terjadi pada wanita dengan
IMS jika memakai IUD, penyakit radang panggul dapat
memicu terjadinya infertilitas.
Sedikit nyeri dan perdarahan (spooting) terjadi segera setelah
pemasangan IUD, biasanya menghilang dalam 1-2 hari
(Saifuddin, 2006; h. MK-75 – MK-76).
f. Menjelaskan waktu penggunaan KB IUD
1) Dalam siklus haid atau diantara siklus haid
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
2) Setelah melahirkan, 4 minggu setelah melahirkan dan 6 bulan
setelah melahirkan
3) Pasca abortus
7 hari pasca abortus, dan apabila tidak ada gejala infeksi
(Saifuddin, 2006 ; h. MK-80).
2. Melakukan informed consent
Informed consent dilakukan sebagai syarat bahwa klien menyetujui
tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
3. Melakukan pemasangan IUD
a. Memberikan penjelasan bahwa pemasangan IUD akan
dilaksanakan, akseptor dipersilahkan BAK.
b. Mempersilahkan akseptor berbaring dalam posisi litotomi untuk
mempermudah pemasangan IUD.
c. Mencuci tangan menggunakan sabun, menyalakan dan
mengarahkan lampu sorot ke arah genetalia.
d. Memakai sarung tangan steril, membersihkan vagina atau vulva
hygiene menggunakan kapas DTT.
e. Memasukan speculum memberesihkan dinding vagina dan mulut
rahim dengan kapas disinfektan, perhatikan dinding vagina dan
mulut rahim apakah terdapat kelainan dan tanda-tanda infeksi.
f. Membersihkan portio dengan larutan antiseptik, menenjepit
serviks dengan tenakulum tepat pada sebelah atas portio.
g. Masukkan sonde uterus sesuai dengan arah rahim, untuk
menentukan dalamnya rahim, mengukur kedalaman uterus
dengan sonde uterus dan menyesuaikan tabung inserter sesuai
hasil pengukuran dengan menggeser leher biru.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
h. Memegang tenakulum dengan tangan kiri, masukkan IUD sesuai
dengan arah dan dalamnya sonde, menarik sedikit pendorong dari
tabung inserter, kemudian inserter di dorong kembali ke arah
kranial sampai leher biru menyentuh serviks dan merasa ada
tahanan.
i. Memegang ujung bawah dari inserter dengan tangan kiri dan
pendorong dengan tangan kanan, bersamaan dengan tarikan
tetap pada tenakulum, pada saat ini pendorong IUD tidak
bergerak.
j. Mengeluarkan pendorong lalu menarik inserter sepanjang benang
yang akan di potong dengan benar, menggunting benang IUD 2-
3cm di depan portio dan mengeluarkan inserter.
k. Mengeluarkan tenakulum dengan hati-hati, menekan dengan
kassa pada bekas jepitan tenakulum selama 30-60 detik,
mengeluarkan spekulum dengan hati-hati.
l. Membereskan alat-alat dan merendam ke dalam larutan klorin,
melepas sarung tangan dan merendam dalam larutan klorin 0,5%
dalam keadaan terbalik, mencuci tangan menggunakan sabun.
m. Memberitahukan kepada klien bahwa tindakan telah selesai
dilakuakan.
4. Memberikan konseling pasca pemasangan
Konseling pasca pemasangan :
a. Mengkaji perasaan klien setelah dipasang IUD
b. Menjelaskan daya guna IUD Copper T Cu 380A yaitu 10 tahun
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
c. Menjelaskan cara memeriksa benang IUD Copper T Cu 380A
dengan cara memasukkan satu jari tengah ke dalam vagina
sambil jongkok
d. Klien dianjurkan untuk tidak pulang 15 menit setelah pemasangan
e. Menjelaskan IUD Copper T Cu 380A langsung efektif segera
setelah pemasangan
f. IUD dapat dilepas setiap saat jika klien menghendaki
g. IUD tidak melindungi klien dari penyakit menular seksual (PMS)
h. Kemungkinan ketidaknyamanan ketika melakukan hubungan
Seksual
i. Mengobservasi keadaan umum akseptor
j. Memberitahu jadwal control dan waktu pelepasan
VII. Evaluasi
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang
diberikan kepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan
pengamatan dan observasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Manajemen kebidanan yang terdiri atas tujuh langkah ini merupakan
proses berfikir dalam mengambil keputusan klinis dalam memeberikan
asuhan kebidanan yang dapat diaplikasikan atau diterapkan dalam setiap
situasi.
Manajemen kebidanan metode SOAP
S : Subjektif berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien.
Pengkajian data yang diperoleh merupakan ungkapan langsung
tentang keluhan atau masalah akseptor (Fauziah, 2010 ; h. 139).
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
O : Objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi, hasil
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium, informasi dari
keluarga dapat dimasukkan dalam data objektif sebagai data
penunjang. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan
fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
e. Keadaan umum dan tingkat kesadaran akseptor
f. Pengkajian berat badan dan tinggi badan
g. Tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi)
h. Pemeriksaan inspekulo untuk mengetahui keadaan benang IUD
A : Assessment merupakan kesimpulan dari data subjektif dan data
objektif, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami
perubahan. Assessment pada data perkembangan diperoleh :
Ny….., umur…., P…, Ah…., Ab…., akseptor KB IUD Copper T Cu
380 A, ….. hari pemasangan
P : Planning adalah membuat rencana asuhan yang disusun
berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, rencana asuhan ini
bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksan
2. Memberitahu ibu bagaimana cara untuk melakukan pemeriksaan
sendiri keadaan benang IUD yaitu dengan mencuci tangan
terlebih dahulu kemudian jongkok seperti akan buang air kecil,
lalu masukan dua jari kedalam vagina secara perlahan,
kemudian rasakan apakah benang IUD teraba, jika tidak teraba
maka segera periksa ke tenaga kesehatan.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
3. Memberitahu ibu untuk kunjungan ulang satu minggu pasca
pemasangan dan enam bulan setelah pemasangan.
C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Kewenangan Bidan Dalam Pelayanan KB, Bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan melalui proses pengambilan keputusan dan tindakan
dilakukan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup prakteknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.
Area kewenangan Bidan dalam pelayanan keluarga berencana
tercantum dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 yaitu bidan dalam
memberikan pelayanan keluarga berencana harus memperhatikan
kompetensi dan protap yang berlaku diwilayahnya meliputi :
1. Memberikan pelayanan keluarga berencana yakni pemasangan IUD,
AKBK, pemberian suntikan, tablet, kondom, diagfragma, jelly dan
melaksanakan konseling.
2. Memberikan pelayanan efek samping pelayanan kontrasepsi.
3. Melakukan pencabutan AKBK tanpa penyulit. Tindakan ini dilakukan atas
dasar kompentensi dan pelaksanaanya berdasarkan protap. Pencabutan
AKBK tidak dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan KB keliling.
4. Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa Bidan berwewenang
melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan yang diberikan bila
tidak mungkin memperoleh pertolongan dari tenaga ahli.
5. Kewajiban Bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan
kewenangan:
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
b. Memberikan informasi.
c. Melakukan rekam medis dengan baik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
NOMOR 1464/MENKES /PERIX/2010 Tentang penyelenggaraan praktik
Bidan. BAB III penyelenggaraan praktik pasal 9 Bidan dalam memberikan
pelayanan berwenang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. Pasal 13 Bidan yang menjalankan
program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim atau IUD,
dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit atau AKBK.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010 tentang
kewenangan Bidan dalam pelayanan keluarga berencana.
NOMOR 146/MENKES/PERIX/2010 Tentang izin dan penyelenggaraan
praktik Bidan. BAB III pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik berwenang
untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
a. pelayanan kesehatan ibu
b. pelayanan kesehatan anakdan
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c,
berwenang untuk :
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana dan
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011
Pasal 13
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11, dan
pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
Asuhan Kebidanan Akseptor..., Iis Ariska, Kebidanan DIII UMP, 2011