Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang E-Commerce
1. Pengertian E-Commerce
Perkembangan teknologi informasi telah mengalami perkembangan
yang kian pesat. Revolusi bisnis dengan menggunakan media elektronik
seperti internet telah menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat.
Maraknya penggunaan internet menjadi sebuah peluang bagi
perusahaan yang menerapkan sistem e-commerce dalam aktivitas
bisnisnya. Aktivitas e-commerce sekarang ini telah digunakan pada
setiap perusahaan berbasis internet atau perusahaan startup digital, tidak
hanya lingkup penjualan atau pembelian. Aktifitas seperti pemasaran,
penjualan, pembayaran produk dan jasa-jasa yang dibeli dengan
menggunakan internet merupakan salah satu kegiatan e-commerce.1
E-Commerce merupakan suatu sistem atau paradigma baru dalam
dunia bisnis, yang menggeser paradigma perdagangan tradisional
menjadi electronic commerce yaitu dengan memanfaatkan teknologi
ICT (Information and Communication Technology), atau dengan
katalain teknologi internet. Definisi e-commerce secara umum : “Proses
membeli, menjual, baikdalam bentuk barang, jasa ataupun informasi
yang dilakukan melalui media internet”.2
Electronic commerce (EC) merupakan konsep baru yang bisa
digambarkan sebagai proses jual-beli barang atau jasa dengan
menggunakan World Wide Web Internet atau proses jual beli atau
pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan informasi.3 E-
commerce merupakan transaksi yang dilakukan secara elektronik, salah
1 Mohd Ma’sum Billah, Islamic E-commerce Terapan, terj. Ahmad Dumyathi Bashori, Malayasia:
Sweet& Maxwell Asia, 2010, h. 60. 2 Sri Haryanti, Tri Irianto, “Rancang Bangun Sistem Informasi E-Commerce Untuk
UsahaFashionStudi Kasus Omah Mode Kudus” Journal SpeedSentra Penelitian Engineering dan
Edukasi, Vol.3 No.1 (November 2011), h.10 3 I Gusti Made Karmawan, “Dampak Peningkatan Kepuasan Pelangan Dalam Proses Bisnis E-
Commerce Pada Perusahaan Amazon.com” ComTech, Vol. 5 No.2 ( Desember 2014), h.749
10
satu media yang digunakan dalam e-commerce adalah internet. Menurut
Karmawan (Jauhari) e-commerce adalah suatu jenis dari mekanisme
bisnis secara elektronik yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis
berbasis individu dengan menggunakan internet (teknologi berbasis
jaringan digital) sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara
dua buah institusi (business to business) dan konsumen langsung
(business to consumer), melewati kendala ruang dan waktu yang selama
ini merupakan hal-hal yang dominan.4
E-commerce (electronic commerce) merupakan transaksi komersial
yang dilakukan antara penjual dan pembeli dimana pada prosesnya
menggunakan media elektronik seperti internet yang secara fisik tidak
memerlukan pertemuan pihak yang bertransaksi.5 Sedangkan menurut
David Baum, ecommerce adalah satu set dinamis teknologi, aplikasi,
dan proses bisnis yang melibatkan perusahaan, konsumen dan
komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan
barang, pelayanan serta informasi yang disuguhkan secara elektronik.
Perkembangan e-commerce memungkinkan keuntungan bagi konsumen
dan perusahaan.
Kehadiran internet sebagai pendukung akses kemudahan dalam
berkomunikasi di masyarakat menjadi peluang bagi pihak-pihak
tertentu, seperti tidak adanya batas waktu dan ruang dalam pemasaran
produk, penurunan biaya operasional, dan peningkatkan pangsa pasar
dalam negeri maupun luar negeri merupakan bentuk peluang atau
keunggulan aktivitas penggunaan internet bagi perusahaan. Sedangkan
bagi konsumen, manfaat yang didapat yaitu kemudahan bertransaksi
tanpa terikat ruang dan waktu, dan kemudahan dalam proses
pembayaran elektronik semacam electronic cashs ebagai alat transfer
pembelian produk yang diinginkan.6
4 Jaidan Jauhari, “Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) denganmemanfaatkan
e- commerce” Jurnal Sistem Informasi Vol. 2 No.1 (April 2010), h.159-168 5 Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-commerce Perspektif Islam, Yogyakarta: Magistra
Insania Press, 2004, h. 16. 6 Andi Sunarto, Seluk Beluk E-commerce, Yogyakarta: Garaiilmu, 2009, h. 27-31.
11
2. Peraturan-peraturan E-Commerce
a. E-Commerce dalam Undang-undang Perdagangan
Undang-Undang perdagangan ini merupakan manifestasi
dari keinginan untuk memajukan sektor perdagangan yang
dituangkan dalam kebijakan perdagangan dengan mengedepankan
kepentingan nasional. Hal ini sangat jelas dalam Pasal 2 huruf (a)
UU Perdagangan tersebut yang menyatakan bahwa: “Kebijakan
perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional”.
Kepentingan nasional tersebut antara lain meliputi: mendorong
pertumbuhan ekonomi, mendorong daya saing perdagangan,
melindungi produksi dalam negeri, memperluas pasar tenaga kerja,
perlindungan konsumen, menjamin kelancaran/ketersediaan barang
dan jasa, penguatan UMKM dan lain sebagainya.7
Secara sistematis lingkup pengaturan mengenai perdagangan
yang diatur didalam UU perdagangan ini meliputi, Perdagangan
dalam negeri, perdagangan luar negeri, perdagangan perbatasan,
standarisasi, perdagangan melalui sistem elektronik, perlindungan
dan pengamanan perdagangan, pemberdayaan koperasi dan usaha
mikro kecil menengah, pengembangan ekspor, kerjasama
perdagangan internasional, sistem informasi perdagangan, tugas dan
wewenang pemerintah dibidang perdagangan, komite perdagangan
nasional, pengawasan dan penyidikan. Terkait dengan e-commerce,
dalam UU Perdagangan juga telah mengatur mengenai perdagangan
melalui sistem elektronik atau e-commerce, yang diatur dalam pasal
65 dan 66. Pemberlakuan aturan e-commerce yang tercantum di
dalam UU Perdagangan ini berlaku untuk skala internasional.
Maksudnya adalah seluruh transaksi elektronik yang dilakukan
pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri, yang menjadikan
Indonesia sebagai pasar wajib mematuhi aturan e-commerce yang
ada di dalam UU Perdagangan dan peraturan pelaksanaannya.8
7 Az. Nasution, “Revolusi Teknologi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet”, (Jurnal Keadilan
Volume I No.3 September 2001), hal 29 8bid, hal 14
12
Dalam UU Perdagangan ini, Pemerintah mengatur
bagaimana transaksi elektronik dan bisnis online dapat
dipertanggungjawabkan oleh pelaku bisnis dan dapat memberikan
perlindungan terhadap konsumen. Tujuan dari pengaturan e-
commerce dalam UU Perdagangan adalah untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen dan juga bagi para pelaku usaha.
Dalam pasal 65 UU Perdagangan ini mewajibkan pelaku usaha e-
commerce untuk menyediakan data dan /atau informasi secara
lengkap dan benar sehingga akan memudahkan untuk menelusuri
legalitasnya. Hal ini sangat baik dalam segi perlindungan
konsumen namun, implementasi dari ketentuan ini akan sulit
terwujud jika aturan pelaksananya tidak segera diterbitkan oleh
pemerintah, karena e-commerce itu sendiri sangat kompleks dan
terjadi di lintas negara.
Dalam UU Perdagangan tersebut telah memuat beberapa
poin penting dalam hal perlindungan konsumen. Isu yang penting
dari perdagangan e-commerce dalam UU Perdagangan ini ini adalah
bagaimana UU ini dapat melindungi pelaku usaha mikro yang baru
berkembang tanpa mengenyampingkan perlindungan konsumen.
Adanya amanat dari Pasal 65 UU Perdagangan terkait pelaku usaha
e-commerce yang diharuskan menyediakan data dan informasi akan
memberikan dampak baik bagi perlindungan konsumen. Dalam
Pasal 65 ayat (4) UU Perdagangan di sebutkan:9
(4) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a) identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau
Pelaku Usaha Distribusi.
b) persyaratan teknis Barang yang ditawarkan.
c) persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan.
d) harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa, dan
9 Indonesia, Undang-Undang Perdagangan, UU No. 7 tahun 2014, LN No. 45 Tahun 2014, TLN
No. 5512., Pasal 65 ayat (4)
13
e) cara penyerahan Barang.
Pasal 65 UU Perdagangan ini hampir selaras dengan ketentuan
Pasal 25 Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik (PP PSTE). Harmonisasi
kebijakan ini penting untuk dapat menjamin adanya kepastian hukum
dalam menjalankan bisnis e-commerce baik bagi pelaku usaha maupun
bagi konsumen. Sehingga pelaku bisnis e-commerce dapat menjalankan
bisnisnya tanpa mengabaikan perlindungan sebagai konsumen.
b. E-Commerce dalam Undang-undang ITE
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
disebutkan bahwa transaksi elektronik yaitu perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau
media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik
merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi
jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya,
melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk
perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan
sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak
elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik
atau media elektronik lainnya, hal ini termasuk juga e-mail yang
digunakan sebagai “pemberitahuan tertulis” dalam transaksi
elektronik.
Terkait dengan data dan informasi pelaku usaha yang di
haruskan terdaftar dalam Pasal 65 UU Perdagangan sebenarnya
telah diatur dalam Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam Pasal 10 ayat
(1) UU ITE ditegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang
menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh
14
Lembaga Sertifikasi Keandalan.10 Kemudian pada Pasal 15 ayat (1)
menyatakan bahwa “setiap penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik
sebagaimana mestinya.”11
c. E-Commerce dalam Peraturan Pemerintah
Menurut Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019
“Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce) yang
selanjutnya disingkat PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya
dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik,”
bunyi Pasal 1 ayat (2). Bahwa, ditegaskan dalam PP ini, dalam
melakukan PMSE (e-commerce), para pihak harus memperhatikan
prinsip:
1. Iktikad baik.
2. Kehati-hatian.
3. Transparansi.
4. Keterpercayaan.
5. Akuntabilitas.
6. Keseimbangan, dan
7. Adil dan sehat.
Pelaku PMSE (e-commerce), menurut PP ini dapat dilakukan
oleh Pelaku Usaha, Konsumen, Pribadi, dan instansi penyelenggara
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang selanjutnya disebut para pihak. PP ini juga menjelaskan
mengenai Pelaku Usaha Dalam Negri dan Luar Negeri pada pasal
5, bahwa Pelaku Usaha Luar Negeri yang secara aktif melakukan
penawaran dan/atau melakukan PMSE (e-commerce) kepada
Konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dianggap
10 Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 11 Tahun 2008, LN No.
58, Pasal 10 ayat (1). 11 Ibid., pasal 15 ayat (1).
15
memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia dan melakukan
kegiatan usaha secara tetap di wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dapat
berupa:
a. Jumlah transaksi.
b. Nilai transaksi.
c. Jumlah paket pengiriman, dan/atau
d. Jumlah traffic atau pengakses.
PMSE luar negeri yang memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud, menurut PP ini, wajib menunjuk perwakilan yang
berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atasnama Pelaku Usaha
dimaksud,” bunyi Pasal 7 ayat (3) PP ini. Serta pelaku usaha dalam
negri dan luar negri yang di maksud dalam PP ini, “Terhadap
kegiatan usaha PMSE (e-commerce) berlaku ketentuan dan
mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan,” bunyi Pasal 8 PP ini.
d. E-Commerce dalam Peraturan Direktorat Jendral Pajak
Mengenai pajak penghasilan dari e-commerce, Direktur
Jenderal Pajak telah mengeluarkan beberapa surat edaran untuk
menegaskan kewajiban pembayaran pajak tersebut, diantaranya
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor S-429/PJ.22/1998
tanggal 24 Desember 1998 Tentang Imbauan Kepada Wajib Pajak
yang Melakukan Transaksi Melalui Electronic Commerce, Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang
Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce, dan
Surat Edaran Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi E-Commerce.
Pemerintah melalui terbitnya Surat Edaran Dirjen Pajak SE
nomor 62/PJ/2013 tentang penegasan kembali mengenai pengenaan
pajak terhadap transaksi e-commerce ditekankan bahwa pengenaan
16
pajak terhadap transaksi e-commerce tetap mengacu kepada
peraturan perundang-undangan perpajakan yang dalam hal ini
berlaku seperti Undang-Undang tentang nomor 16 tahun 2009
tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang
nomor 5 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-
undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (undang-
undang KUP), Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan (undang-undang PPh) dan undang-undang nomor 42
tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang Mewah
(undang-undang PPN) yang terakhir.
Pada Lampiran Surat Edaran nomor 62/PJ/2013
memberikan gambaran tentang proses bisnis, revenue model, dan
contoh penerapan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai terkait dengan 4 (empat) model
transaksi e-commerce, yaitu Online Marketplace, Classified Ads,
Daily Deals, dan Online Retail.
3. Media Sosial
Media sosial kini memiliki peranan penting dalam kehidupan,
semula media sosial hanya digunakan untuk bersosialisasi dan
berinteraksi antar pengguna. Dalam perkembangannya, media sosial
digunakan untuk berbagai kepentingan, mulai dari berbagi
pengetahuan, kegiatan sosial, menyebar undangan hingga jualan.
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang membuat banyak aplikasi
media sosial baru yang bermunculan di dunia maya. Kini dengan
mengandalkan smartphone yang berhubungan dengan internet,
seseorang sudah bisa mengakses beberapa situs sosial media seperti,
facebook, instagram, twitter, line, wechat, kakao talk dan itu semua bisa
kita akses dimana saja dan kapan saja asalkan terhubung dengan
koneksi internet dan itu membuat arus informasi semakin besar dan
17
pesat. Perkembangan sosial media yang pesat ini tidak hanya terjadi
pada negara-negara maju saja, di negara berkembang seperti Indonesia,
banyak user atau pengguna sosial media dan perkembangan yang pesat
ini bisa menjadi pengganti peran media massa konvensiaonal dalam
menyebarkan berita atau informasi
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya
bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi
blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.12 Blog, jejaring
sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum
digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan
media sosial adalah situs yang menjadi tempat orang-orang
berkomunikasi dengan teman-teman yang mereka kenal di dunia nyata
dan dunia maya.13
Media Sosial dapat digunakan untuk berbagai hal, di antaranya
adalah sebagai media penyebaran informasi, media interaksi sosial, dan
media usaha jual beli. Haryanto menyebutkan dalam karya ilmiah nya
bahwa menggunakan media sosial sebagai sarana penyebaran informasi
dan interaksi sosial merupakan langkah efektif karena informasi dapat
ditemukan dengan cepat dan interaksinya tidak terbatas hanya untuk
individu, namun juga untuk kelompok.14
Kemudian untuk penggunaan Media Sosial sebagai media usaha
jual beli ada beberapa media sosial yang sangat berpengaruh terhadap
E-Commerce, yaitu salah satunya media sosial Instagram. Nama
instagram berasal dari kata insta yang artinya instan. Seperti kamera
polaroid yang pada masanya lebih dikenal dengan sebutan “foto instan”.
Instagram juga dapat menampilkan foto-foto secara instan, seperti
polaroid di dalam tampilannya. Sedangkan kata gram berasal dari kata
12 Anang Sugeng Cahyono, “Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Di
Indonesia” Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tulungagung (2016): h. 142 13 Aditya, R. (2015). “Pengaruh Media Sosial Instagram Terhadap Minat Fotografi Pada
Komunitas Fotografi Pekanbaru”. Pekanbaru: Jom FISIP Volume 2 No 2 14 Haryanto, “Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Komunikasi Komunitas Pustakawan
Homogen Dalam Rangka Pemanfaatan Bersama Koleksi Antar Perguruan Tinggi” EduLib (2015):
83-86
18
telegram dimana cara kerja telegram sedeiri berarti mengirimkan
informasi kepada orang lain dengan cepat. Sama halnya dengan
instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan
internet, sehingga informa si yang ingin disampaikan dapat diterima
dengan cepat.
Instagram memiliki lima menu utama yaitu sebagai berikut:
1. Home page
Home page adalah halaman utama untuk menampilkan (timeline)
foto-foto terbaru dari sesama pengguna yang telah diikuti. Cara
untuk melihat foto yaitu hanya dengan menggeser layar dari bawah
ke atas seperti saat scroll mouse di komputer. Instagram hanya akan
menampilkan foto-foto terbaru.
2. Comment
Instagram menyediakan fitur komentar, foto-foto yang ada di
Instagram dapat dikomentari di kolom komentar. Caranya tekan
ikon bertanda balon komentar di bawah foto, kemudian ditulis
kesan-kesan mengenai foto pada kotak yang disediakan setelah itu
tekan tombol send.
3. Explore
Explore merupakan tampilan dari foto foto populer yang paling
banyak disukai para pengguna Instagram. Baik foto yang berasal
dari pengguna yang diikuti ataupun yang belum diikuti.
4. Profil
Profil pengguna dapat mengetahui secara detail mengenai
informasi pengguna, baik itu dari pengguna maupun sesama
pengguna yang lainnya. Halaman profil bisa diakses melalui ikon
kartu nama di menu utama bagian paling kanan. Fitur ini
menampilkan jumlah foto yang telah diupload, jumlah follower dan
jumlah following.
5. News Feed
News feed merupakn fitur yang menampilkan notifikasi terhadap
berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pengguna Instagram. News
19
feed memiliki dua jenis tab yaitu “Following” dan “News”. Tab
“following” menampilkan aktivitas terbaru pada user yang telah
pengguna follow, sedangkan tab “news” menampilkan notifikasi
terbaru terhadap aktivitas para pengguna Instagram terhadap foto
pengguna, memberikan komentar atau foloow maka pemberitahuan
tersebut akan muncul di tab tersebut.
Dari berbagai fitur tersebut, sehingga memudahkan pealku usaha
dan calon customer. Bahwa mayoritas pembeli sudah sangat terbiasa
berbelanja online melalui Instagram, hal ini dikarenakan Instagram yang
mudah diakses.15 Responden bisa mengakses intagram kapanpun dan
dimanapun hanya dengan koneksi internet. Mereka juga dengan mudah
dapat memilih produk apa saja yang mereka inginkan tentunya dengan
harga yang bersaing.
Instagram adalah sebuah aplikasi berbasis Android yang
memungkinkan penggunanya mengambil foto, menerapkan filter
digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial,
termasuk milik instagram sendiri.16 Instagram juga dapat menampilkan
foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam tampilannya.
Sedangkan untuk kata “gram” berasal dari kata “telegram”, dimana
cara kerja telegram sendiri adalah untuk mengirimkan informasi
kepada orang lain dengan cepat. Sama halnya dengan Instagram yang
dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan internet,
sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan
cepat. Oleh karena itu Instagram berasal dari instan-telegram.
Instagram dapat menjadikan tempat untuk menemukan berbagai
macam informasi dari berita, hiburan, promosi produk, hingga
kegiatan sehari-hari orang lain. Instagram juga dapat menjadi wadah
untuk mendapatkan eksistensi bagi orang yang menggunakannya.17
15Ariestya Ayu Permata, “Pemanfaatan Media Sosial untuk Jual Beli Online di Kalangan Mahasiswa
FISIP Universitas Airlangga Surabaya melalui Instagram” Jurnal Unair (2017). 16 Agustina, “Analisis Penggunaan Media Sosial Instagram Terhadap Sikap Konsumerisme Remaja
Di Sma Negeri 3 Samarinda” eJournal Ilmu KomunikasiUniversitas Mulawarman(2016) h. 412 17 Puguh Kurniawan, “Pemanfaatan Media Sosial Instagram Sebagai Komunikasi Pemasaran
Modern Pada Batik Burneh” Kompetensi, Vol. 11, No. 2 (2017) h. 223
20
Selain itu, Instagram merupakan media sosial yang dinilai paling
efektif sebagai sarana promosi oleh pengelola industri di dunia.18
Pentingnya Instagram sebagai sarana promosi terlihat dari sebagian
besar pengelola yang menempatkan personil khusus untuk mengelola
Instagram dan menyediakan dana khusus untuk promosi melalui
Instagram.
B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Barang/Jasa
1. Pengertian Jual Beli
Pengertian jual beli dalam hukum perlindungan konsumen sendiri
tidak dijelaskan secara langsung. Dalam sejarahnya, perlindungan
konsumen pernah secara prinsipal menganut asas the privity of
contract. Artinya, pelaku usaha hanya dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukumnya sepanjang ada hubungan kontaktual
antara dirinya dan konsumen. Oleh karena itu, ada pandangan bahwa
hukum perlindungan konsumen berkolerasi erat dengan hukum
perikatan, khususnya perikatan perdata.19 Sebagaimana dalam hukum
perlindungan konsumen, terdapat aspek hukum yang mengaturnya
seperti salah satunya yaitu hukum perdata. Istilah perjanjian jual beli
berasal dari terjemahan cantract of sale. Perjanjian jual beli diatur
dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Yang
dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal
1457 KUH Perdata).20
Salim mendefinisikan perjanjian jual beli dalam bukunya yaitu
sebagai suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli.
Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan
objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli
berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek
18 Ibid, h. 224 19 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonessia, (Jakarta: PT Grasindo, 2015), hal 13 20 Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar Grafika: 2016),
hal. 48
21
tersebut. Sehingga unsur-unsur yang tercantum dalam definisi tersebut
adalah :
a. Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli
b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang
dan harga
c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan
pembeli.
a) Syarat-syarat jual beli
Sebagaimana yang diuraikan dalam definisinya, dapat diketahui
bahwa jual beli adalah salah satu bentuk dari perjanjian. Syaratsyarat
sahnya suatu perjanjian tercantum pada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dalam pasal 1320, supaya terjadi perjanjiaan yang
sah, perlu dipenuhi empat syarat, yaitu :21
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif,
karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan
perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat-syarat
obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan itu. Dengan sepakat atau juga
dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata
mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum.
Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan
sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.22
21 Ibid, hal. 49 22 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015) , hal. 186-187
22
Sebagai syarat yang ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian
harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan
hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu
perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya. Akhirnya oleh pasal 1320 KUH
Perdata tersebut di atas, ditetapkan sebagai syarat keempat untuk
suatu perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal.
Dengan sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa Latin causa) ini
dimaksudkan tiada lain pada isi perjanjian. Hukum pada asasnya
tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau
apa yang dicita-citakan seorang, yang diperhatikan oleh hukum atau
undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian
adalah isi perjanjian itu sendiri seperti halnya dalam perjanjian jual
beli isinya adalah pihak satu menghendaki uang.23 Adapun yang
merupakan konsekuensi dari tidak terpenuhinya satu atau lebih dari
syarat sahnya perjanjian sebagai berikut:
1. Batal demi hukum (nietig, null and void). Dalam hal ini, kapan
pun perjanjian tersebut dianggap tidak pernah sah dan dianggap
tidak pernah ada, dalam hal ini jika tidak terpenuhi syarat
objektif dalam pasal 1320 KUH Perdata Indonesia.
2. Dapat dibatalkan (vernietigerbaar, voidable). Dalam hal ini,
perjanjian tersebut baru dianggap tidak sah, jika perjanjian
tersebut dibatalkan oleh yang berkepentingan, dalam hal ini jika
tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam pasal 1320 KUH
Perdata Indonesia.
3. Perjanjian tidak dapat dilaksanakan (unenforceable). alam hal
ini, merupakan perjanjian yang tidak dilaksanakan adalah jika
perjanjian tersebut tidak begitu saja batal, tetapi juga tidak dapat
23 Ibid , hal. 190
23
dilaksanakan, tetapi perjanjian tersebut masih mempunyai status
hukum tertentu.
4. Dikenakan sanksi administratif. Dalam hal ini, ada syarat dalam
perjanjian, yang apabila syarat tersebut tidak dipenuhi tidak
mengakibatkan batalnya perjanjian tersebut, melainkan hanya
mengakibatkan salah satu pihak atau kedua belah pihak terkena
semacam sanksi administratif
b) Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli Menurut Hukum Perdata
Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Yang dijanjikan oleh pihak yang satu (pihak penjual), menyerahkan
atau memindahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan,
sedangkan yang dijanjikan oleh pihak yang lain, membayar harga
yang telah disetujuinya. Yang harus diserahkan oleh penjual kepada
pembeli adalah hak milik atas barangnya, jadi bukan sekedar
kekuasaan atas barang tadi.
Penjual diwajibkan menyatakan dengan tegas untuk apa ia
menyatakan dengan tegas untuk apa ia mengikatkan dirinya, segala
janji yang tidak terang dan dapat diberikan berbagai pengertian,
harus ditafsirkan untuk kerugian. Ia mempunyai dua kewajiban
utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya. (1473-
1474 KUHP). Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga
pembelian, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan
menurut perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak
ditetapkan tentang itu, si pembeli harus membayar di tempat dan
pada waktu dimana penyerahan harus dilakukan. (1513-1514
KUHP).
2. Pengertian Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa
dilihat, di sentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan
perlakuan fisik lainnya.
24
Dalam KUHPerdata mengenal tiga macam barang dalam Pasal 503-
Pasal 505 KUHPerdata yaitu:
a. Ada barang yang bertubuh dan ada barang yang tak bertubuh.
b. Ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak.
c. Ada barang yang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang
tidak dapat dihabiskan dan yang dapat dihabiskan adalah barang-
barang yang habis karena dipakai.
Penyerahan barang-barang tersebut diatur dalam KUHPerdata
sebagaimana berikut:
a. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas
barang itu (Pasal 612 KUHPerdata).
b. Untuk barang tidak bergerak penyerahan dilakukan dengan
pengumuman akta yang bersangkutan yaitu dengan perbuatan yang
di namakan balik nama di muka pegawai kadaster yang juga
dinamakan pegawai balik nama (Pasal 616 dan Pasal 620
KUHPerdata).
c. Untuk barang tidak bertubuh dilakukan dengan membuat akta
otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas
barang-barang itu kepada orang lain (Pasal 613 KUHPerdata).
3. Pengertian Jasa
Pengertian jasa (service) adalah setiap tindakan atau kinerja yang
ditawarkanoleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak
berwujud dan tidakmenyebabkan perpindahan kepemilikan. Menurut
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen,Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakanbagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.24
Para ahli yang telah mendefinisikan pengertian jasa sesuai dengan
sudut pandang mereka masing-masing, diantaranya:
24 Indonesia (Konsumen), Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 1 ayat (5).
25
Definisi jasa menurut Supranto25 menyebutkan bahwa “Jasa adalah
setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak
kepada pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apa pun”.
Definisi jasa menurut Rambat Lupiyoadi menyebutkan bahwa “Jasa
adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu
pihak kepada pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apa pun”.26
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka jasa pada dasarnya
merupakan proses aktivitas yang diberikan kepada konsumen yang
tidak berwujud dan memiliki nilai bagi konsumen karena dapat
memenuhi kebutuhannya. Pengguna jasa merupakan suatu yang
khusus, karena merupakan sesuatu yang tidak nyata dan tentu saja
berbeda dengan barang (produk fisik). mengatakan bahwa “Jasa adalah
semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam
bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang
sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah
(seperti misalnya kenyamanan, hiburan kesenangan atau kesehatan)
atau pemecahan akan masalah yang dihadapi konsumen.
C. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan
1. Pengertian pengawasan
Pengawsan secara umum dapat diartikan sebagai aktivitas pokok
dalam manajemen untuk mengusahakan sedemikian rupa agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana serta sesuai
denagan hasil yang dikehendaki. Pada dasarnya pengawasan
berlangsung mrngikuti pola sebagai berikut :
a. Menetapkan standar atas dasar kontrol.
b. Mengukur hasil pekerjaan secepatnya.
25 Supranto, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikan Pangsa Pasar, (Jakarta:PT.
Reinika Cipta, 2016), hlm 227. 26 Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa Berbasis Kompetensi, (Jakarta:Salemba Empat,
2016), hlm 5.
26
c. Membandingkan hasil pekerjaan dengan standar atau dasar yang
telah ditentukan semula.
d. Mengadakan tindakan koreksi.
Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dan ilmu
administrasi yaitu sebagai salah satu unsur dalam kegiatan
pengelolaan. Istilah Bahasa Inggris disebut controlling yang
diterjemahkan dalam istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga
istilah controlling lebih luas artinya daripada pengawasan. Jadi
pengawasan adalah termasuk pengendalian.27 Pengawasan dapat juga
di definisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan
organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini berkernaan dengan cara-
cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan.Pengawasan
ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan
dan pengawasan.
Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses
pengukuran dan verifikasi dari serangkaian proses yang telah
diselenggarakan secara berkelanjutan.28 Menurut Sujamto pengawasan
adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan,
apakah sesuai dengan semestinya atau tidak.29
Kemudian menurut Mc.Ferland pengawasan ialah suatu proses
dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah,
tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan. Pengawasan menurut
Bagir Manan merupakan pengikat kesatuan, agar bandul kebebasan
berotonomi tidak bergerak begitu jauh sehingga mengurangi bahkan
mengancam kesatuan, tetapi pengawasan sebagai pengikat tidak juga
27 Suriansyah Murhaini, Manajemen Pegawasan Pemerintahan Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2015, hlm. 4 28 Jum Anggraini, Op.cit., Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2016, hlm. 78.
27
dapat ditarik begitu kencang, karena akan menyebabkan kebebasan
desentralisasi akan berkurang bahkan mungkin terputus.
Bagir Manan juga mengemukakan bahwa pengawasan atau control
mengandung dimensi pengendalian dan juga pembatasan. Pengawsan
dimaksud mengandung pembatasan-pembatasan antara kewenangan-
kewenangan pejabat dan juga lembaga /institusi yang berwenang
mengawasi. Selanjutnya Newman berpendapat bahwa “control is
assurance that the per formance confrom to plan”, ini berarti titikberat
pengawsan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan suatu
tugas dapat sesuai dengan rencana.
Dengan demikian menurutnya pengawasan ini adalah suatu tindakan
yang berlangsung, bukan pada akhir dari suatu proses tersebut.
Sedangkan menurut SP.Siagian, memberikan definisi tentang
pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Rumusan lain diberikan oleh Suyatno sebagai berikut “pengawasan
adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan,
apakah sesuai dengan semestinya atau tidak”.Pengawasan dari segi
hukum merupakan penilaian tentang sah atau tidaknya suatu perbuatan
pemerintah yang menimbulkan akibat hukum.
2. Macam-macam pengawasan
Macam-macam pengawasan menurut Siagian ada 2 (dua) yakni
pengawasan langsung dan tidak langsung :
a. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan pimpinan
terhadapnya bawahannya, pengawasan ini biasanya dalam bentuk
inspeksi langsung.
b. Pengawasan tidak langsung adalah pengawsan yang dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahannya dari jauh berupa laporan yang telah
28
disampaikan oleh para bawahannya, laporan ini dapat berupa tertulis
dan lisan.
Senada dengan pendapat Siagian, Situmorang dan Juhir juga
berpendapat ada 2 (dua) macam pengawasan yaitu pengawasan
langsung dan pengawasan tidak langsung :
a. Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan
organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan
yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat
berbentuk : (a) inspeksi langsung, (b) on the spot observation,
(c) on the spot report, yang sekaligus berarti pengambilan
keputusan on the spot pula jika diperlukan. Akan tetapi karena
banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan
terutama dalam organisasi yang besar seorang pimpinan tidak
mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu.
Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan yang
bersifat tidak langsung.
b. Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan
jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melaui laporan yang
disampaikan oleh para bawahan. Laporan itu berbentuk : (a)
tertulis, (b) lisan. Kelemahan daripada pengawasan tidak
langsung itu ialah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan
hal-hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan
itu bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan
hal-hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan.
Menurut Daly Erni macam-macam pengawasan ada 2 macam
yaitu pengawasan intern dan pengawasan eksten :
a. Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh
orang dari badan/unit/instansi di dalam lingkungan unit tersebut.
Dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau
pengawasan melekat.
b. Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan di luar
badan/unit/instansi tersebut. UUD 1945 Pasal 23E “untuk
29
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas
dan mandiri.
3. Tujuan pengawasan
Adapun tujuan pengawasan menurut Sujamto adalah untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang
pelaksanaan tugas dan pekerjaan, apakah semestinya atau tidak.
Sedangkan tujuan pengawasan menurut Victor Situmorang dan Jusuf
Juhir adalah sebagai berikut :
a. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana,
kebijaksanaan dan perintah.
b. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.
c. Mencegah pemborosan dan penyelewengan.
d. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa
yang dihasilkan.30
Membina kepercayaan terhadap kepemimpinan organisasi. Menurut
Rachman juga mengemukakan tentang tujuan pengawasan, yaitu :
a. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai
dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
c. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-
kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan
perubahanperubahan untuk memperbaiki serta mencegah
pengulangan kegiatankegiatan yang salah.
d. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan
apakah dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga
mendapat efisiensi yang lebih benar. Dari kedua pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa tujuan pengawasan adalah untuk
30 Herma Yanti, SH.,MH., Mekanisme Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Unang-
Undang Nomor 32 Tahun 2018, hlm. 40.
30
mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya
apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur
tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki kearah
yang lebih baik
D. Tinjauan Umum Tentang Perpajakan
1. Pengertian pajak
Definisi pajak berdasrkan Undang-Undng Nomor 16 tahun 2009
tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Ayat
1 berbunyi pajak yaitu kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
serta digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.31 Adapun pengertian pajak menurut para ahli,
misalnya menurut P. J. A Andriani “Pajak yaitu iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi
kembali, yang langsung serta dapat ditunjuk, dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubung dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro “Pajak yaitu peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-
undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan
(tegenprestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan
sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai
tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara”.32 Dan menurut
Soeparman Soemohamijaya “Pajak yaitu iuran wajib berupa uang atau
barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum
guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam
31 Mardiasmo, “Perpajakan”, (Yogyakarta: Andi, 2018), h.3 32 Untung Sukardji, “Pajak Pertambahan Nilai”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), Edisi
Revisi, h. 1-2
31
mencapai kesejahteraan umum”.33 Dari definisi diatas dapat ditarik
kesimpulan:
a. Pajak yaitu dibayarkan oleh orang pribadi atau badan
b. Pajak bersifat memaksa dan pembayaran pajak berdasarkan Undang
Undang
c. Pajak tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat
dirasakan oleh si pembayar pajak tersebut.
d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat
umum.
Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
tentang ciri – ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain :
a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya)
dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara
(pemungut pajak/administrator pajak).
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah, baik rutin
maupun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual
oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh
para wajib pajak.
e. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
dalam laporan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).
33 Diana Sari, “ Konsep Dasar Perpajakan”, (Bandung: Refika Aditama, 2015), h.34-35
32
2. Jenis-jenis Pajak
Pajak dibagi menjadi beberapa menurut golongannya, sifatnya, dan
lembaga pemungutnya:34
a. Menurut sifatnya, pajak dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
1) Pajak langsung ialah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dialihkan oleh pihak lain dan menjadikam beban langsung
Wajib Pajak (WP) yang bersangkutan. Contoh: Pajak
Penghasilan (PPh).
2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya
dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).
b. Menurut sasaran/objeknya, pajak dapat dikelompokan menjadi
dua, yaitu sebagai berikut:
1) Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya yang diteruskan dengan
mencari syarat objektifnya, dalam artian memperhatikan
keadaan dari WP. Contoh: PPh
2) Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada objek tanpa memperhatikan keadaan dari
WP. Contoh: PPN, PPNBM, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan Bea Materai (BM).
c. Menurut Pemungutnya, pajak dibagi menjadi 2, yaitu sebagai
berikut:
1) Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintapusat.
Contohnya: PPh, PN, PPnBM, PBB, BM.
2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
pemerintah daerah. Contohnya: Pajak Reklame, Pajak
34 Sukrisno Agoes dan Trisnawati,” Akuntansi Perpajakan”, (Jakarta:2016), h. 7
33
Hiburan, Pajak Hotel dan Resoran, dan Pajak Kendaraan
Bermotor.
3. Penerimaan Pajak
Penerimaan negara terdiri dari penerimaan dalam negeri
Pemerintah, dan hibah. Penerimaan dalam negeri Pemerintah terdiri
atas penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Dewasa ini pajak merupakan tumpuan pemerintah dalam menjalankan
roda pemerintahan, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan
negara terbesar saat ini yaitu mencapai 80% dari penerimaan negara.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan
Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menarik pajak
dari masyarakat.
Belakangan ini masyarakat lebih kritis dan berani dalam
menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang baik, khususnya
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan
bertambahnya beban yang harus ditanggung masyarakat, bertambah
pula tuntutan masyarakat akan tersedia pelayanan publik yang
berkualitas tinggi. Direktorat Universitas Sumatera Utara Jenderal
Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah
Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan
penerimaan pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi
pencapaian target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari
tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam
kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat.
Berdasarkan kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat
digolongkan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis
pajak tersebut, yang akan diuraikan berikut ini hanyalah jenis-jenis
pajak pusat karena hanya pajak pusat yang merupakan penerimaan
pemerintah pusat yang menjadi bagian dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
34
4. Kriteria Wajib Pajak
Wajib pajak harus memenuhi dua kriteria yang berdasarkan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan:
1. Wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan tidak termasuk
bentuk usaha tetap.
2. Menerima penghasilan dari usaha, yang tidak termasuk penghasilan
dari jasa sehubungan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto
tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 dalam satu tahun pajak. Adapun
penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
a. Pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai
dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang
film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto
model, peragawan/ peragawati, pemain drama dan penari.
5. Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan Pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel:35
a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
stelsel ini yaitu pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan
kekuranganya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang. Misalnya, Penghasilan suatu tahun dianggap
sama dengan tahun sebelumnya trsebut, sehingga pada awal tahun
pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk
35 Marihot Pahala Siahaan, “Hukum Pajak Elementer”, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 173-175
35
tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini yaitu pajak dapat dibayar
selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun,
sedangkan kelemahannya yaitu pajak yang dibayar tidak
berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran Stelsel
Merupakan gabungan antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan menurut kenyataan lebih besar dari pajak menurut
anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika
lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
6. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan,
yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, Withholding
System. Adapun penjelasannya sebagai berikut:36
a. Official Assessment System
Sistem ini adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada fiskus atau aparata pajak dalam menentukan
besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
b. Self Assessment System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada
setiap wajib pajak untuk memperhitungkan, membayar serta dapat
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan.
c. Withholding System
Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang
memberika wewenang terhadap pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Saat ini
36 Thomas Sumarsan. “Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan
Undang-Undang Terbaru”, (Jakarta: Indeks, 2010), h. 35
36
di Indonesia menerapkan sistem Self Assessment System, dimana
wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak terutang serta
paham akan peraturan yang berlaku dan mempunyai kejujuran yang
tinggi serta menyadari akan arti dalam pentingnya membayar pajak.
Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak semacam ini sangat tergantung pada wajib pajak itu sendiri
(peran dominan ada pada wajib pajak).
7. Tarif Pajak (Tax Rate Structures)
Menurut Burton dan Ilyas (2013) 6 jenis tarif pajak, yaitu:
1. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif merupakan tarif
pemungutan pajak yang presentasenya makin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
2. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif merupakan tarif
pemungutan pajak yang presentasenya makin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
3. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif merupakan tarif
pemungutan pajak yang presentasenya makin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
4. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif merupakan tarif
pemungutan pajak yang presentasenya makin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
5. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif merupakan tarif
pemungutan pajak yang presentasenya makin besar bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
6. Tarif Degresif Tarif degresif merupakan tarif pemungutan pajak
yang presentasenya makin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan makin besar.
7. Tarif Proporsional Tarif proposional merupakan tarif pemungutan
pajak yang menggunakan presentase tetap tanpa memperhatikan
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
37
8. Tarif Tetap Tarif pajak tetap adalah tarif pemungutan pajak yang
besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajak.
9. Tarif Advalorem Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan
presentase tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai
suatu barang.
10. Tarif Spesifik Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah
tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis
barang tertentu. Tarif pajak badan di Indonesia adalah sebesar 25%.
Hal ini sesuai dengan pasal 17 ayat (1) huruf b dan dijelaskan lagi di
ayat 2a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan.
E. Tinjauan Umum Pajak Penghasilan
1. Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan menurut pasal 1 Undang-undang Pajak
Penghasilan yaitu pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 yaitu pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi subyek pajak dalam negeri. Dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan, subjek pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenakan
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun
pajak serta dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak. Pajak penghasilan meliputi pajak penghasilan
umum, PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, PPh 26, PPh 29.
Penentuan pada besarnya PPh terutang dalam satu tahun pajak
dilakukan dengan cara mengalikan tarif PPh Pasal 17 Undang-Undang
38
Pajak Penghasilan terhadap penghasilan kena pajak. Wajib Pajak
orang pribadi berlaku tarif progresif mulai 5% sampai dengan 30%
sesuai dengan lapisan penghasilan yang kena pajaknya. Bagi Wajib
Pajak Badan beralaku tarif tunggal sebesar 25% dari laba bersih usaha
atau penghasilan kena pajaknya. Wajib Pajak badan berbentuk
perseroan terbuka yang memenuhi persyaratan yang dapat memperoleh
fasilitas penurunan tarif sebesar 5% dari tarif umum. Perlakuan khusus
PPh juga berlaku bagi pengusaha e-commerce baik orang pribadi atau
badan yang dalam satu tahun pajak mempunyai omzet tidak melebihi
jumlah Rp 4,8 miliar. Para pengusaha tersebut dikenakan PPh bersifat
final dengan tarif pajak sebesar 1% yang dihitung dari omzet setiap
bulan.
Objek Pajak yang menjadi sasaran PPh yaitu penghasilan
sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh1984, yang
lengkapnya berbunyi:
“Yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaaan Wajib Pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
a. Subyek Pajak
Subjek pajak penghasilan yaitu sesuatu yang memiliki
potensi untuk memperoleh penghasilan menjadi sasaran untuk
dikenakan pajak penghasilan. Subjek pajak meliputi:37
1) Orang pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau
tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan
penghasilan di Indonesia.
2) Warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan
yang berhak yaitu warisan dari seseorang yang sudah
meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan,
maka pendapatan itu dikenakan pajak.
37 Diana Sari, “Konsep Dasar Perpajakan”, (Bandung: Refika Aditama, 2013), h. 120-123
39
3) Badan yaitu sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakuka usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial
politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan
bentuk badan lainnya.
4) Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia attau
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puuh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
b. Obyek Pajak
Objek pajak terdapat di dalam pasal 4 ayat (1) UU No. 36
tahun 2008 ialah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima ataupun diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun
termasuk:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun
atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2) Hadiah dari undian dan atau pekerjaan, kegiatan serta
penghargaan.
3) Laba usaha.
4) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk.
40
5) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
6) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu ataupun anggota.
7) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.
8) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan, badan sosial, pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sepanjang tidak adanya hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
9) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan
serta permodalan dalam perusahaan pertambangan.
10) Penerimaan kembali pada pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya.
11) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
12) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
13) Royalty atau imbalan atas penggunaan hak.
14) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
15) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
16) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
41
17) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
18) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
19) Premi asuransi.
20) Iuran yang diterima dan diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas.
21) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak;
c. Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran Wajib Pajak merupakan perihal kondisi dimana
Wajib Pajak mengerti dan memahami arti dan fungsi maupun
tujuan pembayaran pajak kepada negara. Dengan kesadaran Wajib
Pajak yang tinggi dapat memberikan pengaruh kepada
meningkatkan dalam kepatuhan pajak yang lebih baik lagi.38
Kesadaraan Wajib Pajak (Tax Consciouness) berkonsekuensi logis
untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan
kontribusi dana, dengan cara yaitu membayar kewajiban pajaknya
secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Kewajiban perpajakan yang sudah tepat jumlah akan
berpengaruh terhadap kejujuran wajib pajak.39 Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kesadaran Wajib Pajak adalah keadaan
dimana wajib pajak yang mengetahui dan mengerti perihal pajak.
Kesadaran Wajib Pajak sangatlah diperlukan, apabila Wajib Pajak
tersebut telah sadar untuk membayar pajak maka kepatuhan Wajib
Pajak akan terpenuhi, sehingga pembayaran pajak akan terus
mengalami peningkatan dan tidak ada lagi Wajib Pajak yang enggan
membayar pajaknya.
38 Siti Kurnia Rahayu, “Perpajakan: Konsep dan Aspek Formal”, (Bandung: Rekayasa Sains, 2017),
h. 191 39 Agustina Beti. “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak (Tax Consciouness), Kejujuran Wajib Pajak
(Tax Honesty), Kemauan Membayar Dari Wajib Pajak (Tax Mindedness), Kedisiplinan Wajib Pajak
(Tax Disclipne) Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Tax Complience)” dalam
Journal Riset Mahasiswa Akuntansi(JRMA) ISSN: 2337- 56xx.Volume: xx, Nomor: xx, h. 3
42
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesadaran
Wajib Pajak yaitu keadaan dimana wajib pajak mengetahui dan
mengerti perihal pajak. Kesadaran Wajib Pajak sangat diperlukan,
apabila Wajib Pajak telah sadar dalam membayar pajak maka
kepatuhan Wajib Pajak akan terpenuhi, sehingga pembayaran pajak
akan terus mengalami peningkatan dan tidak ada lagi Wajib Pajak
yang enggan membayar pajaknya.
d. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan ketaatan Wajib Pajak
dalam melaksanakan ketentuan perpajakan yang berlaku. Definisi
Kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu adalah:
“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”
Adapun menurut Machfud Sidik mengemukakan bahwa:40
“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara
sukarela (voluntary of complince) merupakan tulang punggung
sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab
menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara
akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya
tersebut.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan,
bahwa pengertian kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang
taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Kesadaran itu sendiri merupakan bagian dari motivasi
instrinsik yaitu motivasi yang datangnya dalam diri individu itu
sendiri dan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari
luar individu, seperti dorongan dari aparat pajak untuk
meningkatkan kepatuhan perpajakan. Salah satu cara yang
40 Rahayu, Siti Kurnia. 2017 . Perpajakan Indonesia : Konsep dan Aspek Formal, Graha Ilmu,
Yogyakarta. Hal 19
43
dilakukan pemerintah DJP dengan melakukan reformasi
modernisasi sistem administrasi perpajakan berupa perbaikan
pelayanan bagi Wajib Pajak melalui pelayanan yang berbasis e-
system seperti e-registration, e-filing, e-SPT, dan e-billing. Hal
tersebut dilakukan agar Wajib Pajak dapat melakukan pendaftaran
diri, melaksanakan penyetoran SPT, menghitung dan membayar
perpajakan dengan mudah dan cepat secara online.
2. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Usaha E-Commerce
Pada tarif pajak penghasilan usaha, pemerintah mempermudah
pemungutan tarid dengan ketentuan yang dikeluarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 memuat tentang diberlakukannya
tarif PPh Final 1% yang ditujukan kepada Wajib Pajak pribadi dan
badan yang memiliki penghasilan dengan omzet usaha dibawah 4,8
miliar dalam satu tahun. Pungutan atas pajak tersebut diatur dalam PP
No. 46 Tahun 2013, sehingga penting bagi Anda pemilik usaha untuk
memahami peraturan tersebut.41
Dalam peraturan pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tersebut
dipaparkan poin-poin sebagai berikut. Besar penghasilan Wajib Pajak
yang diperoleh dari usaha memiliki peredaran bruto dibawah 4,8 miliar
dalam 1 tahun pajak. Omzet atau peredaran bruto yang dimaksud
merupakan jumlah peredaran bruto semua gerai, outlet, maupun counter
atau semacamnya baik itu pusat ataupun cabang.
Ketentuan pembayaran pajak terutang harus dibayar sebesar 1%
dari jumlah peredaran bruto. Melalui peraturan tersebut bentuk-bentuk
usaha dagang dan jasa seperti kios, toko, los kelontong, warung makan,
salon dan sebagainya, harus disetorkan pajak atas penghasilan yang
diperoleh dari penjualan tersebut. Untuk Wajib Pajak Objek Pajak
(WPOP) yang memiliki peredaran bruto dibawah 4,8 miliar tidak perlu
menyelenggarakan pembukuan karena boleh melakukan perhitungan
penghasilan netto dengan norma. Tetapi, mereka harus membuat
41 https://klikpajak.id/blog/tips-pajak/pp-no-46-tahun-2013-poin-penting/ di akses pafa 17 januari
2020 pukul 19.11 WIB
44
pencatatan atas peredaran usahanya setiap bulan. Berikut penjelasan
tentang pembukuan dan pencatatan yang harus dilakukan oleh Wajib
Pajak Objek Pajak (WPOP).
Pembukuan wajib dilakukan oleh Wajib Pajak Objek Pajak
(WPOP) dengan peredaran bruto di atas 4,8 miliar. Wajib Pajak Objek
Pajak (WPOP) yang memiliki peredaran bruto di bawah 4,8 miliar,
dapat melakukan perhitungan penghasilan nettonya dengan Norma
Perhitungan Penghasilan Netto (NPPN). Pembukuan tidak perlu
dilakukan, tetapi pencatatan rutin usaha harus disediakan.
Wajib Pajak Objek Pajak (WPOP) yang memiliki peredaran bruto
di bawah 4,8 miliar namun tidak melakukan pemberitahuan kepada
Direktorat Jenderal Pajak, maka WPOP tersebut dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 14 ayat
(3) UU PPh. Demikian pemaparan tentang Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 sebelum akhirnya sejak bulan Juli 2018 kemarin,
PP No. 46 Tahun 2013 telah digantikan dengan PP No. 23 Tahun 2018.
Pemerintah telah memutuskan untuk meringankan tarif PPh Final
menjadi 0,5%. Namun, ketentuan ini bersifat opsional karena wajib
pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5%,
atau menggunakan skema normal yang mengacu pada pasal 17 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sifat
opsional ini memberi keuntungan bagi wajib pajak karena:
1. Bagi wajib pajak (WP) pribadi dan badan yang belum dapat
menyelenggarakan pembukuan dengan tertib, penerapan PPh Final
0,5% memberikan kemudahan bagi mereka untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan. Sebab, perhitungan pajak menjadi sederhana
yakni 0,5% dari peredaran bruto/omzet. Namun, penerapan PPh Final
memiliki konsekuensi yakni WP tetap harus membayar pajak meski
sedang dalam keadaan rugi.
2. WP badan yang telah melakukan pembukuan dengan baik dapat
memilih untuk dikenai Pajaj Penghasilan berdasarkan tarif normal
yang diatur pasal 17 UU No. 36 tentang Pajak Penghasilan.
45
Konsekuensinya, perhitungan tarif PPh akan mengacu pada lapisan
penghasilan kena pajak. Selain itu, WP juga terbebas dari PPh bila
mengalami kerugian fiskal.
Pajak Penghasilan yang terutang dapat dilunasi dengan cara disetor
sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya atau dengan cara dipotong oleh
Pemotong atau Pemungut pajak dalam hal Wajib Pajak bersangkutan
melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong
atau Pemungut Pajak.