30
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi dari perampasan adalah proses, cara, perbuatan merampas, perebutan, penyamunan, penyitaan. 8 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP mengenai perampasan menyebutkan bahwa : Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memeberikan suatu barang yang seeluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras dengan hukuman penjara selama- lamanya sembilan tahun. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perampasan adalah perbuatan melawan hukum untuk memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memeberikan suatu barang yang seeluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapuskan piutang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri. Perampasan merupakan suatu tindakan yang dianggap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum pidana yang dimana dilakukan dengan upaya paksa pengambilalihan hak atas kekayaan 8 Alwi Hasan, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,hlm. 54

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Perampasan

A.1 Pengertian Perampasan

Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi dari perampasan adalah

proses, cara, perbuatan merampas, perebutan, penyamunan, penyitaan.8

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 368 ayat (1)

KUHP mengenai perampasan menyebutkan bahwa :

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain dengan melawan hukum memaksa orang dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan supaya orang itu memeberikan suatu barang yang

seeluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan

orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapuskan

piutang, dihukum karena memeras dengan hukuman penjara selama-

lamanya sembilan tahun.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perampasan adalah

perbuatan melawan hukum untuk memaksa orang dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan supaya orang itu memeberikan suatu barang yang

seeluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan

orang lain, atau supaya orang itu membuat hutang atau menghapuskan

piutang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri.

Perampasan merupakan suatu tindakan yang dianggap sebagai

suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum pidana yang

dimana dilakukan dengan upaya paksa pengambilalihan hak atas kekayaan

8Alwi Hasan, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,hlm. 54

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

14

atau keuntungan yang telah diperoleh oleh orang lain, atau mungkin telah

diperoleh oleh orang dari tindak pidana yang dilakukannya.9

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, perampasan menurut Pasal

368 KUHP adalah dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau

orang lain dengan melanggar hukum. Memaksa orang dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan supaya orang itu memberikan sesuatu barangnya

atau orang ketiga atau supaya dia mengutang atau menghapuskan piutang.

Tindakan ini disebut “afpersing”. Penjelasan tersebut adalah penjelasan

secara khusus dari pengertian pemerasan. Dalam Pasal 368 ayat (2) KUHP

memberikan pengertian secara luas tentang pemerasan. Pengertian secara

luas adalah tindakan melawan hukum memaksa seseorang dengan

kekerasan atau pencurian yang didahului disertai kekerasan atau ancaman

kekerasan, baik diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang

oleh korban.

A.2 Unsur – Unsur Perampasan

Delik perampasan (afpersing) diatur dalam pasal 368 KUHP yang

berbunyi :10

(1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang

9 Ika Abriyani Rahim, Tinjauan Hukum terhadap Tindak Pidana Perampasan dengan Kekerasan

dan Pemerkosaan yang dilakukan secara Bersama – Sama, www. repository.unhas.ac.id, diakses

pada 12 November 2018 10 Moeljatno, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Edisi Baru,Jakarta, Bumi

Aksara, ,hal.131

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

15

seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,

atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam,

karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi

kejahatan ini. Dari bunyi Pasal 368 KUHP tersebut, adapun unsur-unsur

yang terdapat dalam tindak pidana pemerasan dan pengancaman ini ada

dua yaitu:

1. Unsur subjektif, yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri

sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

2. Unsur objektif yaitu:

a. Barangsiapa;

b. Memaksa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan;

c. Seseorang;

d. Untuk menyerahkan sesuatu benda yang sebagian atau

seluruhnya kepunyaan orang tersebut atau kepunyaan pihak

ketiga, dan untuk membuat orang tersebut berutang atau

meniadakan piutang. Unsur subjektif dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum di sini merupakan tujuan untuk menguntungkan diri

sendiri atau orang lain. Jadi, pembuat harus mengetahui bahwa

menguntungkan diri sendiri atau orang lain dilakukan secara

melawan hukum, berarti menguntungkan diri sendiri atau orang

lain sebagai tujuan terdekat, dengan memakai kekerasan atau

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

16

ancaman kekerasan itu. Jadi jika keuntungan itu akan diperoleh

secara tidak langsung, artinya masih diperlukan tahap-tahap

tertentu untuk mencapainya, maka bukanlah pemerasan. Dengan

adanya bagian inti untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain, maka delik ini ada persamaannya dengan penipuan (Pasal

378 KUHP). Jadi, ada penyerahan sesuatu dari korban kepada

pembuat. Akan tetapi ada perbedaan mendasar, yaitu pada

pemerasan, untuk mendapatkan barang itu atau membuat utang

atau menghapuskan piutang, pembuat menggunakan kekerasan

atau ancaman kekerasan, sedangkan pada penipuan, korban

tergerak untuk menyerahkan suatu barang karena rayuan

memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian

kata-kata bohong, dan seterusnya. Dengan demikian, pada delik

pemerasan ini ancaman pidananya lebih dua kali lipat.11

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas mengenai unsur – unsur

perampasan, unsur – unsur dari perampasan haruslah meliputi unsur

subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif yaitu dengan maksud atau

dengan tujuan tertentu. Untuk unsur objektif harus meliputi barangsiapa,

memaksa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan, seseorang,

untuk menyerahkan sesuatu benda yang sebagian atau seluruhnya

kepunyaan orang tersebut.

11 Andi Hamzah, 2015, Delik-delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam KUHP Edisi Kedua,

Jakarta, Sinar Grafika, hal.76-77

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

17

Unsur objektif yang pertama dari tindak pidana pemerasan yang

diatur dalam Pasal 368 KUHP ialah barangsiapa. Kata barangsiapa itu

menunjukkan orang, yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana

pemerasan seperti yang diatur dalam pasal 368 KUHP, maka ia akan

disebut sebagai dader atau pelaku dari tindak pidana pemerasan tersebut,

sehingga bagi orang tersebut dapat dijatuhkan pidana penjara selama-

lamanya sembilan tahun. Akan tetapi perlu diingat bahwa yang harus

memenuhi semua unsur tindak pidana itu bukan hanya dader saja,

melainkan juga para mededader atau mereka yang turut melakukan suatu

tindak pidana tanpa mereka itu harus menjadi seorang dader.12

Dari uraian diatas, diatas dapat diketahui bahwa unsur objektif

dari perbuatan pemerasan adalah barang siapa. Disini, yang dimaksud

dengan barang siapa adalah menunjuk pada orng yang melakukan

perbuatan pemerasan tersebut. Apabila terbukti, maka dia dijadikan pelaku

tindak pidana pemerasan tersebut.

Unsur objektif kedua dari tindak pidana pemerasan yang diatur

dalam pasal 368 ayat (1) KUHP ialah memaksa dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan agar menyerahkan sesuatu barang. Penyerahan barang

itu karena adanya kekerasan yang dilakukan oleh pelaku, sehingga pemilik

barang itu tidak berdaya kecuali harus menuruti kehendak pelaku dan

menyerahkannya, apabila seseorang itu tidak mau menyerahkan barang

12 Lamintang, 1989, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan,

Bandung, Sinar Baru, hal. 67

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

18

yang diminta, maka ia akan mengalami perlakuan yang membahayakan

keselamatan dirinya maupun nyawanya.13

Dari uraian diatas, kita ketahui bahwa unsur objektif dari tindak

pemerasan yang kedua adalah memaksa dengan kekerasan agar

menyerahkan suatu barang. Maksud dari kekerasan disini adalah untuk

menguasai barang yang bukan miliknya menggunakan cara kekerasan agar

diperoleh barang tersebut.

Unsur objektif yang ketiga dari tindak pidana pemerasan yang

diatur dalam Pasal 368 KUHP itu adalah seseorang. Itu berarti bahwa

kekerasan atau ancaman dengan kekerasan itu harus ditujukan pada orang

yang dipaksa untuk menyerahkan sesuatu benda atau yang dipaksa untuk

mengadakan perjanjian utang atau untuk meniadakan piutang. 14

Dari uraian yang dijelaskan, unsur objektif ketiga dari tindak pidana

pemerasan adalah seseorang. Jadi, kekerasan dilakukan kepada seseorang

untuk menyerahkan barang atau benda untuk mengadakan atau meniadakan

perjanjian hutang piutang.

Unsur objektif keempat dari tindak pidana pemerasan yang diatur

dalam Pasal 368 KUHP itu masing-masing ialah untuk menyerahkan

sesuatu benda yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang tersebut

13 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, 2014, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Jakarta,

Kencana, hal. 137 14 Lamintang, 1989, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan,

Bandung, Sinar Baru, hal. 70

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

19

atau kepunyaan pihak ketiga, dan untuk membuat orang tersebut berutang

atau meniadakan piutang.15

Dari uraian yang dijelaskan, unsur objektif keempat dari tindak

pidana pemerasan adalah masing – masing untuk menyerahkan sesuatu

benda yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang tersebut.

Dimasukkannya tinjauan pustaka mengenai perampasan dalam

penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah untuk memberikan

gambaran umum mengenai perampasan sesuai dengan peraturan perundang

– undangan yang berlaku guna memudahkan penulis dalam melakukan

analisa hukum pada bab selanjutnya. Sehingga dalam melakukan analisa

hukum, penulis akan menggunakan tinjauan pustaka mengenai perampasan

sebagai acuan dalam melakukan analisa data yang akan disusun oleh

penulis.

B. Tinjauan Umum tentang Debt Collector

B.1 Definisi Debt Collector

Istilah debt collector berasal dari bahasa Inggris, yang jika

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu debt artinya hutang,

collector artinya pemungut, pemeriksa, penagih, pengumpul.16

15 Ibid. 16 Rudy Haryono dan Mahmud Mahyong MA., Kamus Lengkap INGGRIS-INDONESIA INDONESIA-INGGRIS, Surabaya: Cipta Media

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

20

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, dapat diketahui bahwa debt

collector berasal dari bahasa inggris yang kemudian diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia yang berarti pemungut, ataupun penagih hutang.

Jadi, debt collector merupakan kumpulan orang/sekumpulan orang

yang menjual jasa untuk menagih hutang seseorang atau lembaga yang

menyewa jasa mereka. Debt collector adalah pihak ketiga yang

menghubungkan antara kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit.

Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP

Tahun 2005 Bab IV angka 1 dan 2 bahwa apabila dalam menyelenggarakan

kegiatan APMK Penerbit dan/atau Financial Acquirer melakukan

kerjasama dengan pihak lain di luar Penerbit dan/atau Financial Acquirer

tersebut, seperti kerjasama dalam kegiatan marketing, penagihan, dan/atau

pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib

memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas

pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara,

mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh

Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri.17

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa tercantum dalam Surat

Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP Tahun 2005 Bab IV angka 1 dan 2

kegiatan finansial harus memperhatikan mengenai tata cara, mekanisme,

17 Ibid.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

21

prosedur, dan kualitas pelaksanaan harus sesuai dengan prosedur yang telah

berlaku.

B.2 Tata cara penagihan kredit oleh DC

a. Desk collector

Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini

adalah level yang pertama dari dunia collector, dan cara kerja

yang dilakukan oleh collector-collector ini adalah hanya

mengingatkan tanggal jatuh tempo dari cicilan debitur dan

dilakukan dengan media telepon.Pada level ini collector hanya

berfungsi sebagai pengingat (reminder) bagi debitur atas

kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang digunakan pun sangat

sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan

nasabah.

b. Debt collector

Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya,

apabila ternyata debitur yang telah dihubungi tersebut belum

melakukan pembayaran, sehingga terjadi keterlambatan

pembayaran. Cara yang dilakukan oleh penagih utang

(debtcollector) pada level ini adalah mengunjungi debitur

dengan harapan mengetahui kondisi debitur beserta kondisi

keuangannya. Pada level ini collector memberikan pengertian

secara persuasif mengenai kewajiban debitur dalam hal

melakukan pembayaran angsuran.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

22

Hal-hal yang dijelaskan biasanya mengenai akibat yang

dapat ditimbulkan apabila keterlambatan pembayaran tersebut

tidak segera diselesaikan. Collector juga memberikan

kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar

angsurannya, dan tidak lebih dari tujuh hari kerja. Meskipun

sebenarnya bank memberikan waktu hingga maksimal akhir

bulan dari bulan yang berjalan,karena hal tersebut berhubungan

dengan target collector. Collector diperbolehkan menerima

pembayaran langsung dari debitur,namun hal yang perlu

diperhatikan oleh debitur adalah memastikan bahwa

debiturtersebut menerima bukti pembayaran dari collector

tersebut,dan bukti tersebut merupakan bukti pembayaran dari

perusahaan dimana debitur tersebut memiliki kewajiban kredit

bukan bukti pembayaran berupa kwitansi yang dapat diperjual

belikan begitu saja

c. Collector Remedial

Apabila ternyata debitur masih belum melakukan

pembayaran, maka tunggakan tersebut akan diberikan kepada level

yang selanjutnya yaitu juru sita (collector remedial). Pada level ini

yang memberikan kesan negatif mengenai dunia collector, karena

pada level ini sistem kerja collector adalah dengan cara mengambil

barang jaminan (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan)

debitur.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

23

Cara yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini

tergantung dari tanggapan debitur mengenai kewajibannya, dan

menyerahkan jaminannya dengan penuh kesadaran, maka dapat

dipastikan bahwa collector tersebut akan bersikap baik dan sopan.

Namun apabila debitur ternyata tidak memberikan itikad baik untuk

menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut dengan

sangat terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi

tantangan dari debitur tersebut. Yang dilakukannya pun bervariasi

mulai dari membentak, merampas dengan paksa dan lain

sebagainya, dalam menggertak debitur.

Namun apabila dilihat dari segi hukum, collector tersebut

tidak dibenarkan apabila sampai melakukan perkara pidana, seperti

memukul, merusak barang dan lain sebagaiannya, atau bahkan hal

yang terkecil yaitu mencemarkan nama baik debitur. Untuk

beberapa perusahaan perbankan, apabila kredit tidak memiliki

barang jaminan, maka tugas collector akan semakin berat karena

tidak ada yang bertindak sebagai juru sita, hal tersebut yang

memberikan kesan kurang baik terhadap debt collector.18

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa tata cara penagihan

yang dilakukan oleh debt collector meliputi Desk collector, Debt

collector, dan Collector remedial. Bahwa didalam penagihan utang

18 Evi Tamala, Strategi Kolektor dalam Menghadapi Nasabah yang Bermasalah pada PT. Bank

Perkreditan Rakyat Pekanbaru, http://repository.uin-suska.ac.id, diakses pada 20 November 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

24

terhadap kredit macet, tetap tidak dibolehkan dengan melakukan perkara

pidana seperti memukul, merusak, mengancam dan menakut – nakuti

debitur.

Tinjauan umum mengenai debt collector yang ditulis penulis

didalam tinjauan pustaka ditulis guna memudahkan penulis dalam

melakukan analisa data pada bab selanjutnya. Sebelum melakukan

analisa data, penulis harus mengetahui apa yang dimaksud dengan debt

collector, tata cara penagihan kredit yang dilakukan oleh debt collector.

Sehingga ketika melakukan analisa data pada bab selanjutnya, penulis

sudah mengetahui mengenai pengertian dan tata cara penagihan kredit

yang seharusnya dilakukan oleh debt collector apabila memiliki nasabah

yang terlambat melakukan pembayaran kredit.

C. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Sewa Beli

C.1 Pengertian Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang

atau dua pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk

memenuhi tuntutan itu. Selain itu merupakan suatu peristiwa hukum di

mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.19

Dari uraian yang telah penulis tulis , dapat diketahui bahwa yang

dimaksud dengan perjanjian adalah hubungan hukum antara seseorang

19 Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Jakarta , PT Inermasa, hlm 29

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

25

dengan orang lain untuk melaksanakan atau melakukan suatu hal yang

merupakan suatu perbuatan hukum.

Perjanjian ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha,

dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli

barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang,

pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga

kerja.20

Dari uraian diatas diketahui bahwa didalam dunia usaha, dasar dari

transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, asuransi, pemberian kredit

adalah menggunakan perjanjian. Dimana suatu perjanjian tersebut

mengatur mengenai hak dan kewajiban antara para pihak yang sepakat

untuk mengadakan suatu perjanjian.

Dari uraian diatas juga dapat kita ketahui bahwa berbagai hukum

perjanjian, apabila suatu perjanjian telah memenuhi semua syarat-syaratnya

dan menurut hukum perjanjian telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya

perjanjian tersebut mengikat dan wajib dipenuhi serta berlaku sebagai

hukum, dengan kata lain, perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang

wajib dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal

1338 Ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat

20 Abdulkadir Muhammad, 1986 , Hukum Perjanjian, Jakarta ,Citra Aditya Bakti, hlm 93

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

26

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya ”

Pada asasnya perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang

membuatnya, seperti tampak dalam bunyi pasal 1338 Ayat (1) KUH

Perdata, hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1315 KUH Perdata.21

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas, perjanjian itu merupakan

sumber perikatan yang terpenting, karena perikatan adalah suatu pengertian

abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu

peristiwa yang nyata mengikat para pihak yang membuat suatu perjanjian.

C.2 Syarat - syarat sah perjanjian

Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata suatu perjanjian adalah sah

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Kesepakatan

Kesepakatan ialah sepakatnya para pihak yang mengikatkan

diri, artinya kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harusm

mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri, dan

kemauan itu harus dinyatakan dengan tegas atau secara diam.

Dengan demikian, suatu perjanjian itu tidak sah apabila dibuat

atau didasarkan kepada paksaan, penipuan atau kekhilafan.

21 Chairun Pasribu, 2011 Suharawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta, hlm 263

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

27

b) Kecakapan

Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu

perjanjian. Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan

untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut

hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian

kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan

tidak cakap. Adapun orang-orang yang tidak cakap membuat

perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, orang yang

dibawah pengampuan dan perempuan yang telah kawin.22

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan

kecakapan menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah kemampuan untuk

melakukan atau membuat suatu perjanjian, kecuali yang dinyatakan oleh

Undang – Undang tidak cakap. Salah satu contoh orang – orang yang

tidak cakap menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah orang yang berada

dibawah pengampuan dan orang yang belum dewasa.

Ketentuan KUH Perdata mengenai tidak cakapnya perempuan yang

telah kawin melakukan suatu perjanjian kini telah dihapuskan, karena

menyalahi hak asasi manusia.

c) Suatu Hal Tertentu

Menurut KUH Perdata hal tertentu adalah :

22 R. Soeroso, 1999, Perjanjian di Bawah Tangan (Pedoman Pembuatan dan Aplikasi Hukum), Bandung , Alumni Bandung ,hlm 12

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

28

1) Suatu hal tertentu yang diperjanjikan dalam

suatu perjanjian adalah harus suatu hal atau

barang yang cukup jelas atau tertentu yakni

paling sedikit ditentukan jenisnya (Pasal 1333

KUH Perdata);

2) Hanya barang-barang yang dapat

diperdagangkan saja yang dapat menjadi

pokok suatu perjanjian (Pasal 1332 KUH

Perdata); Contohnya seorang pedagang telur,

pedagang ayam ternak harus jelas barang

tersebut ada didalam gudang, jual beli tanah

harus jelas ukuran luas tanah dan letak dimana

tempatnya

d) Sebab suatu yang halal

Meskipun siapa saja dapat membuat perjanjian apa saja,

tetapi ada pengecualiannya yaitu sebuah perjanjian itu tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, ketentuan umum,

moral dan kesusilaan (Pasal 1335 KUHPerdata).23

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa syarat sahnya

sutu perjanjian dikarenakan sebab yang halal. Apabila didalam

suatu perjanjian tidak karena sebab yang halal, maka perjanjian

yang dibuat akan tidak sah menurut hukum. Keempat syarat

23 Ibid. Hal.6

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

29

tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru

dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.

C.3 Akibat Suatu Perjanjian

Akibat dari suatu perjanjian yang dibuat secara sah adalah sebagai

berikut :

a. Berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya (Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata ), asas janji

itu mengikat.

b. Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya (Pasal 1340 KUH Perdata) dan perjanjian dapat

mengikat pihak ketiga apabila telah diperjanjikan

sebelumnya (Pasal 1317 KUH Perdata).24

c. Konsekuensinya para pihak dalam perjanjian tidak dapat

secara sepihak menarik diri akibat-akibat perjanjian yang

dibuat oleh mereka (Pasal 1338 Ayat (2) KUH Perdata).

d. Perjanjian dapat diakhiri secara sepihak jika ada alasan-

alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu

(Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata), yaitu seperti yang

termuat dalam Pasal 1571, Pasal 1572, Pasal 1649, Pasal

1813 KUH Perdata.25

e. Janji untuk kepentingan pihak ketiga.

24 Ibid. Hal.19 25 Ibid. Hal. 20

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

30

f. Dalam pelaksanaan suatu perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik(Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata), jadi

itikad baik harus ada sesudah perjanjian itu ada.

g. Suatu perjanjian selain mengikat untuk hal-hal yang

diperjanjikan juga mengikat segala sesuatu yang menurut

sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau

undang-undang (Pasal 1339 KUH Perdata). Hal-hal yang

menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-

diam dimasukkan ke dalam perjanjian (Pasal 1347 KUH

Perdata).

h. Konsekuensi jika undang-undang yang bersifat memaksa

disampingkan para pihak dalam membuat perjanjian, maka

seluruh atau bagian tertentu dari isi perjanjian yang

bertentangan dengan undang-undang yang memaksa

tersebut menjadi batal.26

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas diketahui bahwa suatu

perjanjian yang dibuat akan memiliki suatu akibat hukum

apabila perjanjian tersebut memenuhi unsur – unsur syarat

sahnya suatu perjanjian yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. Adapun akibat hukum dari suatu perjanjian meliputi

asas saling mengikat antara para pembuat perjanjian, dan

berlaku untuk ditaati oleh para pembuat perjanjian.

26 Ibid. Hal. 23

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

31

C.4 Hubungan Hukum dalam Perjanjian

Tanggungjawab merupakan realisasi kewajiban terhadap pihak lain,

untuk merealisasikan kewajiban tersebut perlu ada pelaksanaan (proses).

Hasilnya adalah terpenuhinya hak pihak lain secara sempurna atau secara

tidak sempurna. Dikatakan terpenuhinya secara sempurna apabila

kewajiban itu dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga pihak lain

memperoleh haknya sebagaimana mestinya pula. Hal ini tidak

menimbulkan masalah. Dikatakan tidak terpenuhinya secara sempurna

apabila kewajiban itu dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya, sehingga

pihak lain memperoleh haknya sebagaimana mestinya pula (pihak lain

dirugikan), hal ini menimbulkan masalah, yaitu siapa yang

bertanggungjawab, artinya siapa yang wajib memikul beban tersebut, pihak

debitur atau kreditur, pihak penerima jasa atau pemberi jasa, dengan adanya

pertanggungjawaban ini hak pihak lain diperoleh sebagaimana mestinya

(haknya dipulihkan). Jika pihak yang mempunyai kewajiban tidak

melaksanakan kewajibannya, ia dikatakan wanprestasi atau ingkar janji.27

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa hubungan hukum dalam

suatu perjanjian adalah timbulnya suatu hak dan kewajiban yang

diakibatkan oleh perjanjian yang dibuat antara para pihak pembuat

perjanjian tersebut.

C.5 Perjanjian Sewa Beli

27 Tood D. Rakoff, 1983, Contract of Adhesion an Essay Inreccontruction , hlm 1189

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

32

Sewa beli adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi karena buku III kitab

Undang - Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka, maka para

pihak boleh membuat perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam

buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata asalkan tidak bertentangan

dengan Undang –Undang kesusilaan dan ketertiban umum.

Menurut R. Subekti memberikan definisi mengenai sewa beli yaitu

bahwa :"sewa beli sebenarnya adalah suatu macam jual beli, setidak-

tidaknya ia lebih mendekati jual beli dari pada sewa menyewa, meskipun

ia merupakan suatu campuran dari kedua-duanya dan diberikan judul sewa

menyewa".28

Dari definisi yang telah dijelaskan oleh R. Subekti mengenai

pengertian sewa beli. Definisi sewa beli adalah suatu macam jual beli yang

lebih mendekati pada jual beli daripada diberikan judul sewa menyewa.

Namun didalam penjelasannya, R. Subekti juga mengemukakan mengenai

campuran dari keduanya dan diberi jual sewa menyewa.

Suharnoko memberikan definisi sewa beli adalah : "Suatu perjanian

campuran dimana terkadung unsur perjanjian jual-beli dan perjanjian sewa

menyewa. Dalam perjanjian beli sewa selama harga belum dibayar lunas

makan hak milik atas barang tetap berada pada si penjual, meskipun barang

sudah berada ditangan pembeli sewa. Hak milik baru beralih dari penjual

28 R. Subekti, 2008, Hukum Perjanjian. Cet ke XXII Intermasa, Jakarta, hal. 52

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

33

kepada pembeli sewa setelah pmbeli sewa membayar angsuran terakhir

untuk melunasi harga barang".29

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian sewa

beli adalah sebenarnya hampir sama dengan jual beli, karena barangnya

sudah berada dalam kekuasaan pembeli sewa, hanya saja hak milik baru

akan berpindah setelah pembeli sewa membayar cicilan hingga lunas.

Perjanjian sewa beli termasuk perjanjian jenis baru yang sering

digunakan oleh masyarakat. Namun pada prakteknya belum ada peraturan

yang mengatur tentang perjanjian sewa beli, padahal masyarakat banyak

yang menggunakan perjanjian sewa beli dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidup seperti kebutuhan alat transportasi sepeda motor. Maka

sudah seharusnya pemerintah memberikan aturan yang ketat mengenai

perjanjian sewa beli, sehingga dapat dijadikan acuan dan dasar hukum bagi

kedua belah pihak sehingga para pihak tidak dapat berlaku sewenang-

wenang. Jika di perhatikan dengan seksama maka sebenarnya perjanjian

sewa beli hampir sama dengan perjanjian jualbeli hanya saja cara

pembayaranya yang berbeda yaitu dengan angsuran tetapi hak milik tetap

akan berpindah kepada pembeli sewa. Apabila dilihat dari kedudukan

pembeli sewa sebelum angsuran dibayar lunas adalah sama dengan sewa

menyewa karena pembeli sewa dianggap sebagai penyewa hingga angsuran

dibayar lunas. Dapat disimpulkan bahwa perjanjian sewa beli lebih

29 Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisis Kasus. Cet, 4. Kencana, hal. 65

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

34

mengarah pada bentuk perjanjian jual beli dibanding sewa menyewa. Hal

ini disebabkan pada perjanjian sewa beli peralihan hak milik adalah

menjadi pokok utamanya.

Jadi, tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk

menyewakan atau menjadi penyewa barang. Perjanjian yang diatur secara

khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut perjanjian

nominat sedangkan perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam buku

III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut perjanjian Innominat.

Menurut ketentuan pasal 1319 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

setiap perjanjian nominat maupun perjanjian innominat tunduk kepada

ketentuan umum hukum perjanjian. Dengan demikian perjanjian sewa beli

sebagai suatu perjanjian innominat juga tunduk kepada ketentuan umum

tentang perjanjian seperti misalnya syarat sahnya perjanjian dan tentang

wanprestasi. 30

Dari uraian tersebut maka yang menjadi dasar hukum perjanjian sewa

beli adalah diatur dalam KUH Perdata pasal 1338 ayat 1 yaitu:

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang

berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan

kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh

Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

30 Suharnoko, op.cit, h. 64

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

35

Pitlo memberikan definisi mengenai perikatan yaitu bahwa : "Perikatan

itu adalah suatu ikatan hukum harta kekayaan antara dua atau lebih orang

tertentu berdasarkan mana pihak yang satu berhak dan pihak lainya

mempunyai kewajiban terhadap sesuatu. Ikatan harta kekayaan ini

merupakan akibat hukum dari perjanjian atau peristiwa hukum".31

Dari pengertian tersebut maka perikatan menimbulkan hubungan

hukum antar kedua belah pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban

timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu

terhadap pihak lainya dan pihak lain itu wajib memenuhi tuntutan itu dan

sebaliknya. Disini pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut pihak yang

berpiutang (kreditur), sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan

disebut pihak yang berutang (debitur) yaitu pembeli sewa.

C.6 Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Sewa Beli

Hak dan kewajiban perjanjian sewa beli ini hampir sama dengan hak

dan kewajiban dalam jual beli, yaitu memiliki tujuan untuk mengalihkan

hak milik atas suatu barang, hanya saja ada perbedaan mengenai cara

pembayaranya serta perolehan hak miliknya. Sedangkan yang dimaksud

dengan kewajiban adalah "beban yang diberikan oleh hukum kepada subjek

hukum".32

31 Mariam Darus Badrulzaman,2015, Hukum Perikatan Dalam KUHPerdata buku ketiga

Yurisprudensi, Doktrin Serta Penjelasan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hal . 9 32 Daeng Naja, 2002, Segi Kererampilan Merancang Kontrak Bisnis, Bandung, Citra Aditya

Bakti, hal.21

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

36

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa hak dan kewajiban dalam

perjanjian sewa beli memiliki tujuan untuk mengalihkan hak milik atas

suatu barang. Letak perbedaannya terdapat pada cara pembayaran dan

perolehan hak milik. Dalam uraian diatas, yang dimaksud dengan

kewajiban adalah beban hukum yang diberikan kepada subjek hukum untuk

melaksanakan suatu prestasi.

Setiap kewajiban yang telah dilaksanakan pasti akan menimbulkan hak,

yang dimaksud dengan hak adalah "Wewenang yang diberikan oleh hukum

objektif kepada subjek hukum untuk melakukan segala sesuatu yang

dikehendakinya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan". 33

Perjanjian sewa beli memiliki hak dan kewajiban yang dapat dikatakan

sama, dapat dilihat dalam pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa

"jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang dijanjikan".

Dari uraian dari pernyataan tersebut dalam suatu transaksi jual beli

melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Pihak penjual berkewajiban

untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijual, sekaligus berhak

untuk menuntut pembayaran harga yang telah disepakati. Sedangkan pihak

pembeli memiliki kewajiban untuk membayar harga barang sebagaimana

33 Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, Raja Grafindo,hal.68

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

37

yang telah disepakati kemudian hak bagi pembeli adalah menerima barang

atau menuntut penyerahan hak milik atas barang yang telah dibeli.

Dimasukkannya tinjauan pustaka mengenai perjanjian sewa beli

didalam penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah untuk

memudahkan penulis dalam melakukan analisa hukum pada bab

selanjutnya. Sehingga, tinjauan umum mengenai perjanjian sewa beli akan

dijadikan acuan penulis dalam menganalisa data pada bab selanjutnya.

D. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi

D.1 Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena

disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi

itu dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi

tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut.

Wanprestasi dapat berupa:

a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.

b. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.

c. Terlambat memenuhi prestasi.

d. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk

dilakukan.34

34 Ahmadi Miru, Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan,Jakarta, Rajawali Pers, hal. 74

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

38

Dari uraian diatas, dapat diketahui jika yang dimaksud dengan sama

sekali tidak memenuhi prestasi adalah karena debitur memang tidak mau

berprestasi. Kedua, yang dimaksud dengan prestasi yang tidak sempurna

adalah terjadi kesalahan dalam berprestasi. Untuk yang ketiga, yang

dimaksud dengan terlambat memenuhi prestasi adalah objek berprestasinya

benar, akan tetapi terlambat melakukan prestasi, sehingga sering kita sebut

lalai. Untuk yang keempat adalah melakukan apa yang dilarang didalam

perjanjian misalnya, didalam suatu perjanjian, pembeli kendaraan bermotor

melakukan keterlambatan pembayaran angsuran.

Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang

menyatakan bahwa:

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau

jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat

diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam

tenggang waktu yang telah dilampaukannya”35.

Dari uraian diatas mengenai Pasal 1243 KUH Perdata, dapat

disimpulkan bahwa penggantian biaya ganti rugi dikarenakan si

berpiutang dinyatakan lalai dalam melaksanakan perjanjian. Maksud

dari lalai adalah tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan

oleh si berpiutang. Misalnya, debitur terlambat membayar kredit

kendaraan bermotor kepada kreditur.

D.2 Macam – Macam Wanprestasi

35 Ahmadi Miru, Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan, Jakarta,Rajawali Pers, hlm. 12

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

39

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan

wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan

sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Tiga keadaan tersebut yaitu:

a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru.

c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau

terlambat.36

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa debitur wanprestasi

adalah dimana saat debitur lalai atau sengaja tidak memenuhi prestasi.

Adapun keadaan – keadaan tersebut adalah, debitur tidak memenuhi

prestasi sama sekali, debitur memenuhi prestasi tetapi tidak baik atau

keliru, dan debitur memenuhi prestasu tetapi terlambat atau waktunya

tidak tepat.

Dari uraian diatas, yang dimaksud dengan debitur tidak

memenuhi prestasi sama sekali adalah dimana debitur tidak

melaksanakan sama sekali apa yang ada didalam prestasi.

Uraian selanjutnya mengenai debitur dinyatakan wanprestasi

terhadap suatu perjanjian adalah ketika debitur memenuhi prestasi,

akan tetapi tidak baik atau keliru dalam melakukan prestasi, maka

debitur dapat dinyatakan wanprestasi dalam suatu perjanjian.

36 J. Satrio, 1999, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Bandung, PT Alumni, hlm 122

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

40

Dari uraian mengenai debitur dinyatakan wanprestasi terhadap

kreditur adalah ketika debitur memenuhi prestasi, akan tetapi tidak

tepat atau terlambat. Misalnya, seorang debitur yang terlambat

melakukan pembayaran angsuran kendaraan bermotor.

D.3 Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Beli

Menurut R. Subekti sanksi atau hukuman yang dapat diberikan bagi

pihak yang melakukan wanprestasi adalah :

1) Membayaran kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan

singkat dinamakan ganti-rugi.

2) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan

perjanjian.

3) Peralihan resiko.

4) Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan

hakim.37

Dari uraian yang telah dijelaskan oleh R. Subekti, sanksi atau

hukuman yang bisa diberikan bagi pihak yang melakukan wanprestasi

dalam suatu perjanjian, misalnya dapat dilakukan dengan cara membayar

kerugian pada kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi karena

terlambat melakukan pembayaran kredit kendaraan bermotor.

37 Subekti, Op.Cit halaman 45

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

41

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi

adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini:

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah

diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut

pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim

(Pasal 1266 KUHPerdata).

c. Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko

beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal

1237 ayat (2) KUHPerdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat

dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti

kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata).

e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan

di muka Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan

bersalah.38

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa akibat hukum yang

dilakukan oleh debitur apabila debitur melakukan wanprestasi terhadap

suatu perjanjian, maka akibat hukum yang akan ditimbulkan telah

diatur didalam Pasal 1243, 1266, 1237 ayat (2), dan 1267 KUH Perdata.

38 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya, hlm.203

- 205

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasaneprints.umm.ac.id/46139/3/BAB II.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perampasan A.1 Pengertian Perampasan

42

Didalam penulisan hukum yang disusun oleh penulis, penulis

memasukkan tinjauan pustaka mengenai wanprestasi, dan dijelaskan

mengenai gambaran umum tentang wanprestasi yang bertujuan untuk

memudahkan penulis dalam melakukan analisa hukum pada bab

selanjutnya. Sehingga dalam melakukan analisa hukum, penulis akan

berlandaskan tinjauan pustaka yang telah penulis tulis.