Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pakan Ayam
2.1.1 Perkembangan industri pakan ayam
Dalam rangka meningkatkan produksi ternak ayam, para peternak berusaha
melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya memberi
makanan buatan pada ayam. Di alam banyak tersedia bahan makanan yang dapat
dimanfatkan untuk makanan ternak ayam baik berupa makanan yang kurang
dikonsumsi manusia maupun sisa dari hasil industri pertanian. Untuk itu didalam
memilih bahan perlu pertimbangan antara lain mempunyai nilai gizi yang tinggi,
mudah untuk diperoleh, mudah diolah, mudah untuk dicerna ayam, tidak
mengandung racun dan harganya yang relatif murah.
2.1.2 Bahan yang digunakan untuk membuat pakan ayam (pellet)
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting untuk meningkatkan kualitas
hasil ternak, karena mempunyai konstribusi sebesar 70%-80% (emma,2006).
Untuk memenuhi dalam pembuatan pakan ayam dapat dilihat pada tabel dibawah:
a. Konsentrat
Konsentrat adalah campuran bahan ransum yang dilengkapi dengan
zat makanan utama, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan
mineral, serta kandungan serat kasarnya rendah. Karena konsentrat
relatif mengandung serat kasar yang rendah, maka hampir semua
konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran mengandung
sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap
dalam usus halus ternak ungags.
b. Dedak
Dedak atau bekatul adalah limbah dari proses pengolahan padi
menjadi beras. Dedak atau bekatul adalah jenis bahan yang paling
dikenal dan paling sering diberikan karena mengandung sumber energi
dan asam amino yang tinggi. Pemanfaatan dedak sebagai bahan pakan
6
ternak sudah umum dilakukan. Kandungan gizi dedak padi sangat
bervariasi tergantung dari jenis padi dan jenis mesin penggiling.
Penggunaan dedak yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
produksi, namun, pertimbangan ekonomis mungkin lebih
menguntungkan bila menggunakan kadar dedak yang tinggi dalam
ransum. Penggunaan dedak dalam ransum ayam buras sedang
bertumbuh hingga 50% dapat dilakukan asalkan diikuti dengan
suplementasi kalsium yang cukup (Nataamijaya et al., 1992).
c. Jagung
Jagung merupakan bahan baku utama sumber energi. Untuk bahan
baku ayam sebaiknya digunakan jenis jagung kuning atau agak merah,
karena jenis ini kaya akan pigmen kuning sekitar 5 ppm xantophil dan
0,5 ppm karoten. Penggunaan jagung bagi pakan ternak terutama unggas
rata-rata berkisar 45-55%. Hal ini karena jagung mempunyai banyak
keunggulan di bandingkan bahan baku lainnya. Dua diantara
keunggulan jagung adalah kandungan energinya yang bisa mencapai
3.350 kcal/kg (NRC 1994) dan xantophil yang cukup tinggi.
Jagung juga termasuk golongan bahan pangan pokok yang memiliki
kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Dari kandungan zat pati,
jagung juga merupakan pangan yang mudah diterima oleh pencernaan.
Kadar amilosa jagung normal yakni sebesar 15,3-25,1%. dengan nisbah
amilosa dan amilopektin sebesar 15-25% : 75-85%. Dimana semakin
rendah kadar amilosa, kadar amilopektinnya akan semakin tinggi.
Amilopektin jagung yang cukup tinggi menyebabkan jagung menjadi
mudah dicerna. (Suarni dan Widowati, 2010).
Tabel 2.1 Susunan bahan untuk membuat pakan ayam (pellet)
Nama
Bahan
Penggunaan
bahan (kg) Protein (%)
energi metabolisme
(kkal/kg)
Jagung 30 0.3 x 8.6 = 2.58 0.3 x 3400 = 1020
7
Dedak 15 0.15 x 11 = 1.65 0.15 x 1890 = 283.5
Konsentrat 20 0.2 x 22 = 4.40 0.2 x 2830 = 566
Jumlah 100 8.63 1869,5
Dikehendaki 8 - 10 1800
2.1.3 Pellet
Pellet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari
bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan
pakan (Parker, 1988). Keambaan pakan yang diolah menjadi pellet berkurang
karena densitasnya meningkat. Pellet yang memiliki densitas tinggi akan
meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer, serta
mencegah de-mixing yaitu peruraian kembali komponen penyusun pellet sehingga
konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar (Stevens,1987). Densitas adalah
massa partikel yang menempati satu unit volume tertentu (Wirakartakusumah,
1992). Kepadatan atau densitas pelet (g/cm3) dihitung dengan cara
membandingkan massa (g) dengan volume pelet (cm3) seperti dijelaskan dalam
USDA (1999). Densitas pelet juga dibandingkan dengan densitas campuran bahan
dalam bentuk mesh (tepung) yaitu tanpa diproses menjadi pelet atau tanpa
pemadatan (kerapatan tumpukan) dihitung menurut Khalil (1999). Kerapatan
tumpukan bahan berpengaruh terhadap daya campur, pencampuran bahan dengan
ukuran partikel yang sama, tetapi memiliki kerapatan tumpukan lebih dari 0,5
g/cm3 atau 500 kg/m3 , maka bahan tersebut sulit dicampur serta mudah terpisah
kembali. Sedangkan bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan rendah yaitu
kurang dari 0,45 g/cm3 atau 450 kg/m3 mengindikasikan bahan tidak sulit dalam
pencampuran dengan hasil yang kompak, namun membutuhkan waktu untuk
mengalir lebih lama (Krisnan dan Ginting, 2009).
(Patrick dan Schaible, 1979) Menjelaskan pengolahan pakan menjadi bentuk
pellet (pelleting) memiliki sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan
konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan,
membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer,
8
memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan
dan mencegah oksidasi vitamin. Selain itu, pellet juga memerlukan lebih sedikit
tempat penyimpanan dan biaya transportasi jika dibandingkan dengan bahan-bahan
pakan penyusun pellet.
Gambar 2.2 Macam-macam bentuk pellet
2.1.4 Proses pengolahan pakan menjadi pellet
Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong bahan
campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir
(screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang –
lubang berdiameter 2 – 3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut
dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air
sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan
setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat
campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan.
Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Di
samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat
(Pujaningsih,2011).
Berbeda dengan mesin sederhana, sistem kerja mesin yang biasa digunakan di
industri pakan adalah dengan cara menekan atau menggiling bahan baku pakan
dengan menggunakan roda baja (roller) pada cetakan (die). Pellet yang keluar dari
cetakan tersebut kepadatannya sangat baik (Pujaningsih,2011). Penggerak mesin
dalam proses pembuatan makanan ternak menggunakan motor listrik, putaran
9
ditransmisikan ke mesin melalui belt yang menggerakan puli. Mesin dihidupkan
kemudian bahan makanan yang sudah siap dimasukkan kedalam mesin pencetak.
Didalam tabung terdapat screw yang berfungsi sebagai alat pengaduk supaya bahan
lebih tercampur sempurna dan sebagai pendorong. Pada ujung screw terdapat
sebuah pencetak yang dimana bahan akan keluar dari situ dalam bentuk pellet yang
masih basah. Dan untuk mendapatkan pellet yang kering, pellet harus dijemur atau
dimasukkan kedalam alat pengering.
Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur pellet
dengan menggunakan aliran udara sehingga pellet menjadi lebih kering dan keras.
Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pellet yang sudah terbentuk, agar
kuat dan tidak mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap
ini untuk menghindarkan pellet itu dari serangan jamur selama penyimpanan
(Pujaningsih,2011).
2.2 Hopper
Hopper berfungsi sebagai saluran input bahan pakan ternak, dibuat mengecil
kebawah supaya adonan tidak langsung masuk ke screw conveyor sehingga
memungkinkan bahan dapat masuk dan tercampur dengan sempurna agar dapat
diukur sesuai dengan kapasitas yang dikehendaki.
Perhitungan yang direncanakan :
Kapasitas = 𝑄
𝑚 (𝑚3/𝑗𝑎𝑚)
Dimana Q = kapasitas yang direncanakan (kg/jam)
m = massa jenis (kg/m³)
Waktu pengisian = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 ℎ𝑜𝑝𝑝𝑒𝑟
(sumber : digilib.petra)
2.3 Die ( Cetakan Pellet )
Die adalah alat yang terdapat dalam mesin pellet dan berfungsi untuk
membentuk makanan menjadi butiran pellet dengan bantuan dorongan dari screw.
10
Tiap mesin pellet memakai die dengan tipe dan spesifikasi berbeda-beda, baik dari
ketebalan lubang die, diameter dies dan jumlah lubang die. Die diputar oleh poros
motor penggerak dengan daya yang besar, sedangkan screw berputar menekan
adonan masuk menuju die karena permukaan luarnya berhimpitan dengan adonan
masuk kedalam lubang die. Die memiliki ukuran lubang bervariasi mulai dari 3mm
– 5mm.
Gambar 2.3 Die (cetakan pellet)
Perhitungan yang direncanakan adalah :
1. Luas penampang (A)
𝐴 =𝜋 . 𝑑2
4 (mm)
Dimana :
d : diameter lubang cetakan
2. Gaya tekanan terhadap cetakan (P)
𝑃 =𝐹
𝐴 (𝑁/𝑚𝑚²)
Dimana :
A : luas penampang (mm)
F : tekanan yang terjadi pada dinding screw (N)
𝐹 =𝑝
𝑣 (N)
p = daya perencanaan pada motor
v = kecepatan putaran screw
11
3. Tegangan circum
𝜎𝑐 =𝑃 . 𝐷
𝑑 . 𝑡
Dimana :
P : gaya tekan (N/mm²)
D : diameter cetakan (mm)
d : diameter lubang cetakan (mm)
t : tebal cetakan (mm)
4. Tegangan longitudinal
𝜎𝑙 =𝑃 . 𝐷
4 . 𝑡
2.4 Screw Conveyor
Screw conveyor berfungsi sebagai alat pencampur dan pendorong bahan pellet
pakan ternak agar tercampur dengan sempurna. Sistem ini dipilih karena mudah
dan efektif untuk proses pendorong adonan pellet menuju cetakan.
Perhitungan Screw Conveyor :
Gambar 2.4 Screw
Bentuk screw dipilih dengan yang mempunyai pitch standart, yaitu S = 0,8.D
Dengan rumus sebagai berikut :
𝑄 =𝜋
4 . 𝐷². 𝑆. 𝜔. 𝛾. 𝐶. 𝑛. 60
(Sumber: Spivakovsky,1976)
Dimana :
Q = Kapasitas mesin pencetak pellet model screw ( Kg/jam)
12
D = Diameter screw ( n )
S = Pitch = 0,8.D
n = Putaran screw ( Rpm )
𝜔 = Efisiensi beban kapasitas
𝛾 = Massa jenis material
= 800 Kg/m³
C = Faktorsudut kemiringan
= 1 untukkemiringan 0
1. Putaran Screw (𝓃)
𝓃 = 𝑄
60𝜋.𝐷²
4𝑆.Ψ.𝛾.𝐶
(rpm)
2. Jarak Pitch (S)
S = 0,8.D
Jumlah Pitch (Sn)
Sn = 𝐿
𝑆
3. Panjang Lintasan Material
Panjang lintasan material dalam satu pitch
L = √𝜋. 𝐷² + 𝑆² (m)
Panjang Lintasan Keseluruhan
Ls = L.Sn (m)
4. Laju Kecepatan Material
V = 𝑆𝑛
60 (m/s)
5. Beban per meter
Q = 𝑄
3,6.𝑉 (kg/m)
6. Daya yang dibutuhkan
Nº = 𝑄.𝐿.𝑊𝑜
367 (kw)
Dimana :
Wo = faktor tahanan
L = panjang poros
13
7. Momen Puntir pasa Screw (T)
T = 975 𝑁ᵒ
𝑛 (kg/m)
Dalam perancangan poros screw, diameter poros diambil dari tabel screw
conveyor sehingga didapat persamaan :
a. Volume screw
V1 = 𝜋
4 ( D² - d² ). T (mm³)
Vtot = V1. Sn
b. Panjang screw yang menempel pada poros (ls)
ls = √(𝜋. 𝑏)2 + S² (mm)
c. Berat screw (Ws)
Ws = Vt. 𝛾 (kg/mm)
Dimana : 𝛾 = berat jenis baja paduan
= 0,78. 10ˉ⁶ kg/mm
(Sumber: Spivakovsky,1976)
d. Momen bending yang terjadi (M)
M = 𝑞.𝐿²
8 (kg/mm)
2.5 Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama dalam
transmisi seperti itu dipegang oleh poros.
(Sumber: Zainun Achmad, 1999)
2.5.1 Hal-hal penting dalam perencanaan poros
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sebuah poros adalah :
1. Kekuatan Poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban
tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin dll.
14
Kelelahan, pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros
diperkecil atau poros bertangga, mempunyai alur pasak harus
diperhatikan.
2. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros memiliki kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan
ketidaktelitian atau menimbulkan getaran dan suara.
Karena itu kekakuan dari poros harus diperhatikan dan disesuaikan
dengan jenis mesin yang akan dilayani oleh poros tersebut.
3. Putaran Kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikan maka pada suatu harga putaran
tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini
disebut dengan putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor
torak, motor listrik dll. Jika mungkin poros harus direncanakan
sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran
kritisnya.
4. Korosi
Bahan- bahan tahan korosi harus dipilih untuk propeler dan pompa
bila terjadi kontak dengan media yang korosif. Demikian pula untuk
poros yang terancam kavitasi dan poros mesin yang sering berhenti
lama.
(Sumber: Zainun Achmad,1999)
2.5.2 Macam – macam Poros
Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebannya
sebagai berikut :
1. Poros Transmisi (line shaft)
Poros ini mendapat beban puntir dan lentur. Daya ditransmisikan
kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk, rantai dll.
2. Spindel ( spindle)
15
Poros yang pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana
beban utamnya berupa puntiran. Syarat yang harus dipenuhi poros ini
adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukuranya harus teliti.
3. Gandar (axle)
Poros ini dipasang diantara roda-roda kereta api, dimana tidak
mendapat beban puntir dan tidak berputar. Gandar ini hanya mendapat
beban lentur, kecuali jika digerakan oleh penggerak mula dimana akan
mengalami beban puntir juga.
4. Poros (shaft)
Poros yang ikut berputar untuk memindahkan daya dari mesin ke
mekanisme yang digerakan. Poros ini mendapat beban puntir murni dan
luwes.
5. Poros Luwes
Poros yang berfungsi untuk memindahkan daya dari dua
mekanisme, dimana perputaran poros membentuk sudut dengan poros
lainya. Daya yang dipindahkan kecil.
(Sumber: Zainun Achmad,1999)
2.5.3 Perancangan Poros
Pada perancangan bahan poros ini terdapat perlakuan panas dan pendinginan.
Perlakuan panas adalah proses pada saat bahan dipanaskan hingga suhu tertentu
dan pendinginannya juga dilakukan dengan cara tertentu pula. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik dan yang diinginkan sesuai dengan
batas kemampuan poros tersebut. Sifat yang berhubungan dengan maksud dan
tujuan perlakuan panas tersebut meliputi:
1. Meningkatnya kekuatan dan kekerasan.
2. Mengurangi tegangan.
3. Melunakkan.
4. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengerjaan
sebelumnya.
5. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap jeuletan
bahan.
16
Perhitungan poros yang direncanakan :
1. Momen Torsi (T)
T = 9,74. 10³ 𝑃𝑑
𝑛 (kg/mm)
2. Tegangan Maksimum
Tmax = 5,1
𝑑𝑠³ √(𝐾𝑚. 𝑀)² + (𝐾𝑡. 𝑇)²
Dimana :
Km = 1,5 – 2,0 (faktor koreksi lentur)
Kt = 1,5 – 3,0 ( faktor koreksi puntiran)
3. Defleksi Puntiran (𝜃)
𝜃 = 584. 𝑇.𝐼
𝐺.(𝑑𝑠)⁴
Dimana : G = modulus geser = 8,3. 10³
I = panjang screw (m)
4. Diameter Poros
ds = [5,1
𝜏𝛼 . 𝐾𝑡. 𝐶𝑏. 𝑇]⅓
ds = [(5,1
𝜏𝛼) √(𝐾𝑚. 𝑀)² + (𝐾𝑡. 𝑇)²]⅓
dimana :
Kt = 1,0 – 1,5 jika beban terjadi sedikit tumbukan atau kejutan
Cb = 1,2 – 2,3 jika terjadi pembebanan lentur
(Sumber: Sularso,2002)
2.6 Pisau
Pisau pellet adalah alat untuk memotong pellet yang keluar dari lubang-lubang
die. Pada saat pellet keluar dari lubang die, pellet akan dipotong oleh pisau potong
dengan ukuran yang telah ditentukan. Daya potong dapat dihitung dengan rumus :
a. Kecepatan potong ( V )
𝑉 =𝜋.𝑑.𝑛
1000 (𝑚/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
d = diameter potong (mm)
n = putaran poros (rpm)
17
b. Gerak mata pisau ( Fz )
𝐹𝑧 =𝑉
𝑧.𝑛 (𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
z = jumlah mata pisau
c. Luas penampang pisau potong ( Ac )
𝐴𝑐 = 𝑎. 𝑤 (𝑚𝑚2)
a = panjang mata pisau (mm)
w = lebar mata pisau (mm)
d. Kecepatan hasil potong ( Z )
𝑍 =𝑉.𝑎.𝑤
1000 (𝑚𝑚3/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
V = kecepatan potong (m/menit)
a = panjang mata pisau (mm)
w = lebar mata pisau (mm)
2.7 Bantalan
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 103, Bantalan adalah elemen mesin
yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya
dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup
kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik.
Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan
menurun atau tidak dapat bekerja secara semestinya. Jadi bantalan dalam
permesinan dapat disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung.
2.7.1 Klasifikasi Bantalan
Menurut Elemen mesin,Sularso,1987,hal 103. Bantalan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros
a. Bantalan luncur terjadi gesekan antara permukaan poros dan bantalan,
karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan
lapisan pelumas.
18
b. Bantalan gelinding terjadi gesekan gelinding antara bagian berputar
dengan bagian yang diam menekan elemen gelinding seperti bola
(peluru), rol atau rol jarum dan rol bulat.
2. Atas dasar arah beban terhadap poros
a. Bantalan radial : Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak
lurus sumbu poros.
b. Bantalan aksial : Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
c. Bantalan gelinding khusus : Bantalan ini dapat menumpu beban yang
arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
2.7.2 Bantalan Gelinding
Dalam perancanaan pembuatan mesin ini akan digunakan bantalan gelinding
karena lebih cocok untuk beban kecil dari pada bantalan luncur yang tergantung
pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini di batasi oleh gaya
sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya yang
sukar dan ketelitian yang tinggi maka bantalan gelinding hanya dapat di buat di
pabrik-pabrik tertentu saja. Dan harga pada umumnya lebih mahal dari bantalan
luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan
gelinding di produksi menurut standar dalam berbagai ukuran bentuk. Keunggulan
dari bantalan ini adalah karena gesekannya yang sangat rendah. Proses
pelumasannya pun sangat sederhana cukup dengan gemuk bahkan pada macam
yang memakai seal sendiri tidak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya
sangat tinggi namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar pada
putaran yang tinggi bantalan ini agak gaduh di bandingkan dengan bantalan luncur.
Gambar 2.5 Macam – macam bantalan gelinding
19
2.7.3 Perencanaan Bantalan Gelinding pada Poros
Pemilihan dimensi bantalan gelinding dapat dilihat pada tabel pemilihan
bantalan (lembar terlampir) dan untuk persamaan yang digunakan untuk
menghitung dimensi bantalan sebagai berikut :
1. Beban Ekivalen
Untuk bantalan radial
Pr = XVFr + Yfa
Untuk bantalan aksial
P = XFr + Yfa
(sumber: Sularso,2002)
Untuk nilai V, X, dan Y dapat dilihat pada tabel (terlampir)
2. Faktor Kecepatan
Untuk bantalan bola
fn = (33,3
𝑛)⅓
Untuk bantalan rol
fn = (33,3
𝑛)1/10
3. Faktor Umur (fh)
fn = fn. 𝐶
𝑝
(Sumber: Sularso,2002)
2.8 Sabuk (belt)
Sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin yang bekerjanya
berdasarkan dari gesekan. Melalui gesekan antara puli dan sabuk penggerak gaya
melingkar dapat dipindahkan dari puli penggerak ke puli yang digerakan.
Perpindahan gaya ini tergantung dari tekanan sabuk penggerak ke permukaan puli,
maka ketegangan dari sabuk penggerak sangatlah penting dan bila terjadi slip
kekuatan geraknya akan berkurang.
(Sumber : Elemen Mesin II, Ir. I Made Rasta,2005,hal 48)
20
Menurut Elemen Mesin,Sularso,1987,hal 163, Sabuk-V terbuat dari karet dan
mempunyai penampang trapesium. Tenunan tetoron atau semacamnya
dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V
dibelitkan dikeliling alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang
membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya
akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk
baji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif
rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sabuk-V.
Gambar 2.6 Konstruksi Sabuk
(sumber: Sularso 1987:164)
Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar
dengan putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai,
sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang
ditransmisikan dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-
menyebelah. Jarak sumbu poros harus sebesar 1,5 – 2 kali diameter puli besar.
2.8.1 Perhitungan Transmisi Sabuk
1. Diameter puli besar yang digerakkan (Dp)
𝑛1
𝑛2=
𝐷𝑝
𝐷𝑝=
1
𝑢; 𝑢 =
1
𝑖
dimana :
Dp = diameter nominal puli yang diizinkan
Dp = diameter puli yang digerakkan
21
n1 = putaran poros motor penggerak
n2 = putaran poros yang digerakkan
i = perbandingan reduksi (i>1)
2. Kecepatan linier sabuk
v = 𝑑𝑝.𝑛
60.1000 (m/s)
3. Panjang sabuk
L = 2.C + (dp + Dp) + (𝐷𝑝+𝑑𝑝)²
4.𝐶 (mm)
Dimana : C = jarak sumbu rencana
4. Jarak Sumbu Poros Sebarnya (C)
C = −𝑏+√𝑏²+8(𝐷𝑝−𝑑𝑝)²
8 (mm)
Dimana : b = 2.L – π (Dp – dp)
(Sumber:Sularso,2002)
Jika tarikan pada sisi tarik dan kendor berturut-turut adalah F1 dan F2 (kg)
maka gaya tarik efektif Fe (kg) untuk mengerakan puli yang digerakan adalah :
Fe = F1 + F2
Fe adalah gaya tangensial efektif yang sepanjang lingkaran jarak bagi alur puli,
maka :
F1/F2 = 𝑒𝜇𝜃
Dimana : 𝜇 = 0,2 (koefisien gesek puli dari baja cor)
𝜃 = 2,718
5. Jarak Kontak Puli dan Sabuk
𝜃 = 180º - 57.(𝐷𝑝.𝑑𝑝)
𝐶
(Sumber: Sularso,2002)
22
2.9 Puli
Puli digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros keporos yang lain. Puli
digunakan untuk memperkecil putaran sesuai dengan yang diinginkan, puli terbuat
dari besi cor, baja cor atau baja tekan tetapi pada bahab baja cor lah yang
mempunyai gaya gesek yang lebih baik.
Gambar 2.7 Sudut Kontak Puli dan Sabuk
2.9.1 Perhitungan Lebar Dimensi Puli
1. Lebar Puli (B)
B = 1,25. bmasuk (mm)
2. Tebal Rim Puli (t)
t = 𝐷𝑃
300 + 2 (mm)
3. Diameter Kepala Puli (Dh)
Dh = DP – (2. 0,5). (2. t) (mm)
4. Berat Puli
Wp = 𝜋
4 Dp². B. 𝛾 (kg)
Dimana :
𝛾 = Berat jenis baja cor = 7,8. 10ˉ⁶ kg/mm³
B = lebar sabuk
(Sumber: R.S.Khurmi,1984)
23
2.10 Pasak
Sepotong logam (mild steel) yang diselipkan diantara poros dan hub suatu puli
atau elemen mesin lain untuk mencegah gerak relatif diantara keduanya. Dengan
demikian pasak dapat disebut sebagai sambungan tidak tetap seperti halnya baut
dan sekrup yang dapat dilepas kembali. Pasak merupakan suatu elemen yang
dipakai untuk menempatkan bagian mesin seperti roda gigi, puli, kopling dan
sebagainya. Pasak menurut letaknya dapat digolongkan atas beberapa macam :
1. Pasak pelana
2. Pasak rata
3. Pasak benam
4. Pasak singgung
Gambar 2.8 macam – macam pasak
(sumber: Sularso,2002)
Dalam perancangan ini membahas tentang pasak benam yang berbentuk segi
empat, karena dapat meneruskan moment yang lebih besar. Untuk bahan pasak
yang direncanakan dimana kekuatan tariknya lebih kecil dari poros. Hal ini
bertujuan agar pasak terlebih dahulu mengalami kerusakan dari pada poros,
disamping itu juga ditinjau dari segi biaya karena harga pasak lebih murah
dibanding poros.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah pasak yaitu :
Tegangan Geser yang diizinkan
τgi = 𝜎𝑏
𝑆𝑓1 . 𝑆𝑓2
24
dimana :
τgi = Tegangan geser izin bahan (kg/mm2 )
σb = Tegangan tarik bahan (kg/mm2 )
Sf1 = Faktor koreksi terhadap punter
= yang digunakan untuk perhitungan adalah 6
Sf2 = Faktor koreksi terhadap alur pasak
= yang digunakan untuk perhitungan adalah 1 – 1,5
Menentukan panjang pasak
𝜏𝑔 = 𝐹
𝑏𝑙1≤ 𝜏𝑔𝑖
Dimana :
𝜏𝑔 = Tegangan Geser (3kg/mm2 )
F = Gaya pada permukaan poros (N)
b = Lebar pasak (mm)
l1= Panjang pasak (mm)
Untuk pasak tekanan permukaan yang diizinkan adalah pa = 8 kg/mm²
p = 𝐹
𝑙2 .𝑡2≤ 𝑝𝑎
dimana : t2 = kedalaman alur pasak
tegangan geser yang terjadi pada pasak
𝜏𝑔 = 𝐹
𝑏𝑙
(sumber : Sularso,2014)
2.11 Frame
Frame berfungsi untuk menahan berat keseluruhan dari komponen komponen
yang terdapat pada mesin, untuk itu agar mampu menahan beban yang ditumpukan
banyak jenis profil rangka yang sering digunakan seperti persegi panjang, bulat,
berbentuk U, berbentuk L dan lain-lain. Dimana pada profil siku atau profil L
adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik.
25
Profil ini biasa digunakan secara gabungan, yang lebih dikenal sebagai profil siku
ganda. Profil L ini terbuat dari bahan baja yang merupakan bahan campuran besi
(Fe), 1.7%, zat arang atau karbon (C), 1.65% mangan (Mn), 0.6% silicon (Si), dan
0.6% tembaga (Cu).
Perancangan frame ini dirancang seringkas mungkin untuk mengurangi beban
yang berlebih pada frame, tapi dalam perancangan tetap memperhitungkan segala
aspek yang diperlukan dalam perancangan. Dalam perancangan frame ini yang
digunakan adalah besi siku karena rangka harus tahan terhadap fibrasi, reduksi dan
mampu menahan beban mesin. Disamping itu harganya relatif murah dan mudah
didapatkan.
Gambar 2.9 besi siku
Dalam perancangan rangka ini bahan yang digunakan yaitu besi ST 37 yang
memiliki tegangan tarik sebesar 37 kg/cm² dengan ukuran 30 mm x 30 mm x 3mm.
Maka perhitungan yang dapat dicari yaitu :
1. Tegangan geser ijin ( 𝜏𝛼 )
𝜏𝛼 =𝜎𝑏
𝑆𝑓1.𝑠𝑓2 (𝑘𝑔/𝑐𝑚²)
Dimana :
𝜎𝑏 : tegangan tarik = 37 kg/cm²
Sf1,2 : faktor keamanan
Sf1 : 6
Sf2 : 2
26
2. Tegangan pada beban dianamis (𝜎𝑏)
𝜎𝑏 =𝜎. 𝑏1. 𝑏2
𝐾. 𝑆𝑓1 (𝑘𝑔/𝑐𝑚²)
Dimana :
𝜎 : tegangan yang terjadi ( 0,581 kg/cm²)
b1 : faktor kekerasan ( 0,7 – 1 )
b2 : faktor dimensi ( 0,7 – 1 )
K : faktor tarik ( 0,8 )
Sf1 : faktor keamanan
2.12 Motor Penggerak
Motor Penggerak digunakan untuk menggerakan poros pada mesin pembuat
pakan ayam. Putaran motor ditransmisikan melalui belt. Adapun motor yang
digunakan dalam alat ini adalah jenis motor listrik dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1. Pengoperasiannya mudah
2. Getaran yang ditimbulkan lebih halus
3. Perawatannya lebih mudah
4. Lebih ringan
5. Harga relatif murah
Perhitungan daya motor :
Rumus umum yang berlaku dan sering digunakan dalam perhitungan daya
motor ( P ) adalah :
P = 2.𝑛.𝑇
60 (watt)
Dimana :
P = Daya Motor ( Watt )
n = Putaran Motor ( rpm )
T = Momen Puntir atau Torsi ( Nm )
(Sumber, R.S. Khurmi,1984)
27
2.13 Reducer
Reducer adalah komponen yang disebut sebagai sistem pemindah tenaga.
Reducer mampu mereduksi kecepatan input dari sebuah motor listrik, tujuan dari
komponen ini adalah berfungsi untuk memindahkan dan mengubah tenaga dari
motor yang berputar, yang digunakan untuk memutar komponen mesin selanjutnya
seperti poros yang tersambung dengan rantai dan sprocket. Reducer juga berfungsi
untuk mengatur kecepatan gerak dan torsi serta berbalik putaran. Fungsi lain yang
dimilikinya antara lain:
1. Menyediakan rasio gigi yang sesuai dengan beban mesin.
2. Menghasilkan putaran mesin tanpa selip.
3. Mengurangi kecepatan (Speed Reducer ).
Prinsip kerja komponen ini adalah putaran yang berasal dari sumber tenaga
motor listrik akan direduksi sesuai perbandingan, dimana kecepatan putar pada
poros input akan lebih lambat dari poros output. Sesuai perbandingan yang
digunakan.
Gambar 2.10 Reducer
Perhitungan Reducer :
i = 𝑁𝑖𝑛
𝑁𝑜𝑢𝑡
Nout = 𝑁𝑖𝑛
𝑖
Keterangan :