33
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Pernafasan Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001). Mediastinum merupakan dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua bagian dari struktur toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura (selaput paru). Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh suatu membran halus dan licin yang disebut pleura yang berfungsi untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua jenis pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan yang memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi (pertukaran) (Smeltzer & Bare, 2002). Lobus pada organ paru dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan dari pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus (Smeltzer & Bare, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pernafasan

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada

di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi

menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus

sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat

terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian

menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.

Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum

(Sherwood, 2001).

Mediastinum merupakan dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua

bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua bagian dari struktur

toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura (selaput paru).

Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh suatu membran halus dan licin yang

disebut pleura yang berfungsi untuk membungkus dinding interior toraks dan

permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru.

Antara kedua jenis pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang

mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan yang

memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi (pertukaran)

(Smeltzer & Bare, 2002).

Lobus pada organ paru dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh

fisurel yang merupakan perluasan dari pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat

beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru

kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental

(sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental

kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh

jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental

membantu percabangan menjadi bronkiolus (Smeltzer & Bare, 2002).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

7

Bronkiolus berfungsi untuk membantu kelenjar submukosa yang

memproduksi lendir yang membentuk selimut agar tidak terputus dari lapisan

bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang

permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan

benda asing agar menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus kemudian akan

membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai

kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis menjadi saluran transisional antara

kalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori

kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli.

Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di dalam alveoli (Smeltzer & Bare,

2002).

Alveoli merupakan unit penyusun struktur paru-paru yang berjumlah sekitar

300 juta alveoli. Sel-sel alveolar dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I ialah sel yang

membentuk dinding alveolar. tipe II ialah sel-sel yang aktif secara metabolik,

mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan

mencegah alveoli agar tidak kolaps (mengempis). Sel alveoli tipe III adalah

makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing dalam

tubuh seperti lendir dan bakteri sehingga bekerja sebagai mekanisme pertahanan

yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).

Anatomi Sistem Pernafasan (Tortora, 2012)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

8

2.2 Tuberkulosis Paru

2.2.1 Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular paru yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi

dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (DepKes RI, 2008).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman

mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh

dengan lokasi terbanyak di paru – paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi

primer (Mansjoer, 2000).

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran

pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium tuberculosis

(Smeltzer dkk, 2002).

2.2.2 Bakteri Tuberkulosis Paru

2.2.2.1 Mycobacterium tuberculosis (MTB)

Mycobacterium tuberculosis (MTB) yaitu bakteri berbentuk batang aerob

yang tidak membentuk spora. Pada jaringan, basil tuberkulosis merupakan bakteri

berbentuk batang tipis lurus berukuran 0.3 x 2 sampai 4 μm. Micobakterium

tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram-negatif.

Basil tuberculosis ditandai dengan “ basil tahan asam (BTA)”. Sifat tahan asam ini

tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin (Jawetz, 2008).

Mycobacterium tuberculosis (MTB) kaya akan lipid yang terdiri dari asam

mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfat. Sel lipid didalam

banyak terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari

peptidoglikan) yang membentuk struktur kompleks dengan asam mikolat dapat

menyebabkan pembentukan granuloma fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa.

Penghilangan/pelepasan lipid dengan menggunakan asam yang panas dapat

menghancurkan sifat tahan asam bakteri ini dan tergantung dari integritas dinding

sel dan adanya lipid-lipid tertentu (Jawetz, 2008). Polisakarida selanjutnya akan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

9

menginduksi hipersensitivitas menjadi lebih cepat dan dapat berperan sebagai

antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi (Jawetz, 2008).

Kingdom : Plant

Phylum : Scizophyta

Klas : Scizomycetes

Ordo : Actinomycetales

Family : Mycobacteriaceae

Genus : Mycobacterium

Spesies : Mycobacterium tuberculosis

\

Kuman Mycobacterium Tuberculosis (Meena, 2010)

2.2.2.2 Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis

Mikobakterium Tuberkulosis (MTB) ditularkan melalui udara bukan melalui

kontak permukaan. Ketika penderita Tuberkulosis paru aktif (BTA positif dengan

foto rontgen positif) batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri MTB akan

terbawa keluar dari paru-paru menuju udara. Bakteri ini akan berada di dalam

gelembung cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil tersebut dapat bertahan di

udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki

diameter sebesar 1-5 µm (WHO, 2004; CDC, 2016).

Penularan TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei, yang

kemudian akan melewati mulut atau saluran hidung, saluran pernafasan atas,

bronkus kemudian menuju alveolus (CDC, 2016). Setelah tubercle bacillus sampai

di jaringan paru-paru, mereka akan mulai memperbanyak diri dan menyebar ke

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

10

kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary Tuberculosis infection. Ketika

seseorang dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus berada di

tubuh seseorang.. Seseorang dengan primary TB infection tidak dapat menyebarkan

penyakit ke orang lain dan juga tidak akan menunjukkan gejala penyakit (WHO,

2004).

Penyebaran Tuberkulosis dari satu orang ke orang lain melalui udara (CDC, 2016)

2.2.3 Epidemiologi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat

yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah

menetapkan TB sebagai “Global Public Health Emergency”.

Menurut data WHO Global Tuberculosis Report 2016, angka kematian akibat

TB di Indonesia mencapai 100 ribu jiwa dalam setahun ditambah 26 ribu penderita

Tuberkulosis yang terindikasi HIV positif. Angka kematian dunia yang diakibatkan

oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini mencapai 1,4 juta jiwa ditambah 390

ribu jiwa penderita yang positif terkena HIV. Sedangkan prevalensi penderita TB

di Indonesia pada 2015 sebesar 330.910 kasus per 100 ribu populasi dengan angka

kematian sebesar 40 per 100 ribu populasi, hal ini menunjukkan bahwa terjadinya

peningkatan angka kasus Tuberkulosis yaitu sekitar seperempat juta kasus baru

setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2016).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Adapun penularannya adalah pasien

terjangkit TB Bakteri Tahan Asam (BTA) positif melalui percik dahak yang

dikeluarkan. Meskipun penyakit menular ini cukup berbahaya, tapi prioritas

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

11

penemuan pasien Tuberkulosis yang menular di antara seluruh pasien masih rendah.

Pada tahun 2017, proporsi pasien Tuberkulosis (TB) paru terkonfirmasi

bakteriologis di antara semua pasien yang tercatat atau diobati hanya 57,1%, masih

jauh dari target minimal sebesar 70% (WHO Global Report TB, 2017).

Di negara berkembang kematian penderita TB Paru sebanyak 25% dari

seluruh kematian dan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif

(Simbolon, 2007). Indonesia sebagai negara berkembang yang termasuk kedalam

negara dengan beban TB yang relatif tinggi sebanyak 1,02 juta kasus. Meskipun

memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia adalah negara pertama yang

mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan

pengobatan pada tahun 2006 khususnya untuk wilayah WHO Asia Tenggara

(WHO, 2014; Aditama & Subuh, 2011).

Prevalensi kasus Tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2009 – 2015

(WHO Global Tuberculosis Report, 2016)

2.2.4 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Klasifikasi Tuberkulosis (TB) dibagi menjadi dua yaitu TB paru dan TB

ekstra paru.

2.2.4.1 Tuberkulosis (TB) Paru

Tuberkulosis Paru adalah Tuberkulosis yang menyerang jaringan Paru, tidak

termasuk Pleura (Selaput Paru) dan kelenjar pada hillus.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

12

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak Tuberkulosis (TB) Paru dibagi menjadi:

a) Tuberkulosis Paru BTA positif (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS menunjukan hasil

BTA+

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA+ dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran Tuberkulosis (TB) aktif.

1 spesimen dahak SPS menghasilkan BTA+ dan biakan kuman

Tuberkulosis (TB) aktif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Depkes RI, 2014).

b) Tuberkulosis Paru BTA negatif (-)

Tuberkulosis paru BTA- ialah Kasus yang tidak memenuhi definisi

pada penyakit Tuberkulosis paru BTA+. Kriteria diagnostik TB paru BTA-

harus mencakup :

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif

Foto toraks dada abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

Tidak adanya perbaikan setelah diberikan antibiotika non OAT

Dipertimbangkan oleh dokter untuk diberikan pengobatan (penanganan)

(DepKes RI, 2014).

2. Berdasarkan riwayat kasus pengobatan pasien, Tuberkulosis (TB) Paru dibagi

menjadi enam diantaranya :

1) Kasus Baru

Pasien Tuberkulosis yang digolongkan menjadi kasus baru ialah

pasien yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

atau sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu) (Depkes RI,

2011).

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Pasien dikatakan kasus kambuh (relaps) ialah apabila pasien

Tuberkulosis (TB) yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

13

Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

kemudian didiagnosis kembali dengan BTA+ (apusan atau kultur) (Depkes

RI, 2011).

3) Kasus Setelah Putus Berobat (Default)

Pasien kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah

berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

(Depkes RI, 2011).

4) Kasus Setelah Gagal (Failure)

Pasien kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil

pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi 15 positif pada

bulan kelima atau lebih selama pengobatan (Depkes RI, 2011).

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Pasien kasus pindahan (transfer in) yaitu pasien yang dipindahkan dari

UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) yang memiliki register Tuberkulosis lain

untuk melanjutkan pengobatan (Depkes RI, 2011).

6) Kasus Lain

Kasus lain yaitu kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas dalam

hal ini termasuk juga kasus kronik yang pada pemeriksaan BTA masih

positif setelah menjalani pengobatan ulangan (Depkes RI, 2011).

2.2.4.2 Tuberkulosis (TB) Ekstra Paru

Tuberkulosis Ekstra Paru adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain Paru misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain-lain.. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

1. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih

dan alat kelamin (Depkes RI, 2007).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

14

2.2.5 Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Infeksi Tuberkulosis diawali karena seseorang menghirup basil

Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri akan menyebar melalui jalan napas menuju

alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan

Mycobacterium Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area organ dari

paru (lobus atas). Basil akan menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke

bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang serta korteks serebri dan area lain dari paru

(lobus atas). Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit

spesifik tuberkulosis menghancurkan basil-basil dan jaringan normal sehingga

mengakibatkan peumpukan eksudat dalam alveoli menyebabkan bronkopneumonia

(Smeltzer & Bare, 2002).

Bronkopneumonia ini dapat sumbuh dengan sendirinya, sehingga tidak

meninggalkan sisa atau proses dapat berjalan terus, jika respons sistem imun tidak

adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat

timbul akibat infeksi yang berulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif akan

kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga

menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus (Widagdo, 2011).

Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan

baru yaitu jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian mengalami inflamasi,

mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan secara

terus menerus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu

membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-

20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi

sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada

akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Widagdo, 2011).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

15

Pathway Patofisiologi infeksi penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008)

2.2.6 Manifestasi Klinik Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) dijuluki dengan sebutan “the great imitator” yaitu suatu

penyakit yang memiliki banyak kesamaan dengan penyakit lain karena memberikan

gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala TB yang

timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan juga kadang-kadang bersifat

asimtopatik (gejala tidak nampak) (Amin, 2009).

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:

a. Demam

b. Malaise

c. Anoreksia

d. Penurunan berat badan

e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu

sampai berbulan – bulan)

f. Peningkatan frekuensi pernapasan

g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit

h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi.

2.2.7 Komplikasi Tuberkulosis Paru

Penanganan Tuberkulosis (TB) Paru yang tidak benar akan menimbulkan

komplikasi diantaranya :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

16

1. Komplikasi Dini

Komplikasi dini yang terjadi ialah empisema, efusi pleura, laringitis, usus,

pleuritis, dan Poncet’s arthropathy.

2. Komplikasi Lanjut

Komplikasi lanjut yang terjadi ialah Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis

(SPOT), obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim berat, kor pulmonal,

karsinoma paru, fibrosis paru, amiloidosis, sindrom gagal nafas dewasa

(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Sudoyo, 2007).

2.2.8 Faktor Risiko kejadian Tuberkulosis Paru

Faktor risiko Tuberkulosis adalah semua variabel yang berperan dalam

munculnya kejadian penyakit. Pada dasarnya faktor risiko Tuberkulosis (TB) saling

berkaitan (Narasimhan dkk, 2013).

Skema faktor risiko infeksi dan penyakit (Narasimhan dkk, 2013).

2.2.8.1 Faktor Gejala Klinis

Faktor gejala klinis penyakit Tuberkulosis paru meliputi :

1. Bakteri Basil (BTA positif)

Studi epidemiologis dilakukan selama pertengahan abad ke-20 telah

menunjukkan bahwa BTA kasus positif lebih berbahaya daripada yang lain.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

17

Sputum (dahak) yang tidak diobati pada pasien BTA positif dapat menginfeksi

sekitar 10 individu per tahun dan setiap kasus BTA positif dapat menyebabkan

dua kasus baru terkena Tuberkulosis (Maher, 2009).

Jumlah basil yang terkandung dalam kasus TB memiliki korelasi yang

positif terhadap penularan pasien TB. Sebuah Studi penelitian yang dilakukan

di Amerika Serikat, Inggris, dan India (prevalensi dan kejadian studi)

membandingkan tingkat infeksi dan penyakit dengan jelas menunjukkan bahwa

prevalensi infeksi dan penyakit lebih tinggi di antara kontak kasus indeks BTA

positif dari BTA negatif, tetapi tingkatnya lebih tinggi di antara BTA negatif

dibandingkan dengan populasi kejadian umum (Radhakrishna dkk, 2011).

2. Kontak infeksi

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit

Tuberkulosis yang baik. Atap, dinding serta tembok dapat menjadi tempat

bertumbuh dan berkembang biaknya bakteri. Lantai dan dinding yang jarang

dibersihkan memiliki potensi tempat penumpukan bakteri, sehingga akan

dijadikan sebagai media perkembangbiakan kuman TBC (Achmadi, 2005).

2.2.8.2 Faktor Kejadian Individu

Hiswani (2009) mengatakan bahwa Faktor kejadian individu merupakan

faktor/gejala yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit dari dirinya sendiri,

keterpaparan penyakit TB pada seorang di pengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Immunosuppressive Conditions

Infeksi HIV adalah faktor risiko imunosupresif paling ampuh untuk

mengembangkan penularan penyakit Tuberkulosis (TB). Afrika Selatan

memiliki prevalensi tinggi infeksi HIV dan memiliki insiden tertinggi TB

sebelum era HIV/AIDS. Di Afrika Selatan enam negara-negara dengan

prevalensi HIV dewasa lebih dari 20% yaitu sekitar 719 per 100.000 per tahun,

sedasngkan di Amerika Serikat adalah 5 kasus per 100.000 per tahun. Infeksi

HIV sangat meningkatkan kemungkinan Reaktivasi laten infeksi TB dan

meningkatkan risiko penularan TB (Narasimhan dkk, 2013).

Studi di berbagai negara dengan prevalensi HIV telah menunjukkan

bahwa variasi antara ruang dan waktu infeksi TB memiliki hubungan kuat

dengan prevalensi infeksi HIV. Koinfeksi HIV yang terjadi akan memperparah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

18

keparahan penyakit TB sementara kejadian koinfeksi TB mempercepat

replikasi HIV di organ yang terkena termasuk paru-paru dan pleura serta

menyebabkan penurunkn imunitas. Imunitas merupakan komponen penting

dalam mempertahankan tubuh terhadap kuman Mycobacterium Tuberculosis

(Sharma dkk, 2005).

2. Status Gizi (malnutrition)

Status gizi (malnutrition) merupakan variabel yang sangat berperan

dalam munculnya kejadian penyakit Tuberkulosis Paru. Penelitian

menunjukkan bahwa status gizi meningkatkan angka risiko TB dikarenakan

terganggunya respon imunologik terhadap penyakit. Penyakit Tuberkulosis

(TB) dapat menyebabkan kurang gizi karena menurunkan nafsu makan dalam

proses metabolisme (Lonnort dkk, 2010)

Hubungan antara kekurangan gizi dan penyakit TB telah terbukti dengan

Uji vaksin BCG, yang dilakukan di Amerika Serikat selama akhir tahun 1960-

an dan memperkirakan bahwa anak-anak kekurangan gizi dua kali lebih

mungkin untuk terpapar penyakit TB (Comstock, 2001).

3. Faktor Umur

Beberapa faktor risiko penularan penyakit Tuberkulosis di Amerika

yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara, serta infeksi penularan AIDS.

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit Tuberkulosis. Umur Anak-

anak berada pada risiko tinggi tertular infeksi dan penyakit Tuberkulosis (TB) .

Penelitian telah menunjukkan bahwa 60-80% terkena percikan dahak positif

akan menyebabkan kejadian infeksi, jika dibandingkan dengan hanya 30-40%

yang terpapar percikan dahak negatif (Daniel, 2009).

Mayoritas anak-anak berusia kurang dari 2 tahun terpapar infeksi dari

rumah tangga (keluarga), sedangkan usia anak-anak lebih dari 2 tahun

mayoritas dari mereka menjadi terinfeksi akibat lingkungan sekitar. Dahak

rumah tangga positif merupakan satu kasus risiko yang paling penting terhadap

penularan infeksi selama 5 – 10 tahun. Manifestasi berkembangnya penyakit

terjadi dalam tahun pertama setelah infeksi primer dan merupakan paparan

sebagai jangka waktu risiko terbesar. Anak-anak dengan infeksi primer sebelum

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

19

2 tahun atau setelah 10 tahun berada pada peningkatan risiko untuk

perkembangan penyakit. Resiko tertinggi untuk kematian terkait TB berikut

infeksi primer terjadi selama masa kanak-kanak. Risiko menurun 1% antara 1

dan 4 tahun, sebelum naik ke lebih dari 2% dari 15 sampai 25 tahun (Marais,

2009).

4. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko paling

penting dalam terjadinya gejala Tuberkulosis. Awal abad ke 20, para klinisi

telah mengamati adanya hubungan antara penyakit DM dengan TB, meskipun

masih sulit untuk ditentukan apakah DM yang mendahului TB atau TB yang

menimbulkan manifestasi klinis DM. Istilah DM menggambarkan suatu

kelainan metabolik dengan berbagai etiologi yang ditandai oleh hiperglikemia

kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, sebagai

akibat defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Gustaviani,

2010).

Diabetes mellitus dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat

keparahan suatu infeksi. Hal tersebut disebabkan karena adanya abnormalitas

dalam imunitas tubuh yang diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan

dengan hiperglikemia, termasuk berkurangnya vaskularisasi. Frekuensi DM

pada pasien TB dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi ini

2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol non-

diabetes (Cahyadi, 2011).

Peningkatan kasus Tuberkulosis pada pasien DM juga terjadi di

Indonesia, cukup banyak pasien DM yang mengalami TB dan hal tersebut

meningkatkan morbiditas maupun mortalitas. Risiko infeksi TB pada pasien

DM masih sulit untuk dinilai dikarenakan kurangnya penelitian prospektif

mengenai hal tersebut, selain itu faktor predisposisi pasien DM terinfeksi TB

belum banyak terpublikasikan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya TB

pada pasien DM dapat menjadi hal yang penting untuk diketahui. Menurut

penelitian terdapat beberapa faktor yang secara umum menyebabkan

peningkatan kejadian infeksi TB paru pada pasien DM yang meliputi usia, jenis

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

20

kelamin, pengetahuan, pekerjaan, sosial ekonomi, malnutrisi, durasi penyakit

DM dan kontak erat dengan penderita TB paru (Lakshmi, 1999).

5. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan yang bertugas dalam memberikan pelayanan dalam

proses penyembuhan memiliki potensi tinggi dalam penularan kuman

Mycobacterium tuberculosis dan menyebabkan berkembangnya kuman

menjadi lebih aktif. Peningkatan insiden TB menimbulkan perhatian terhadap

risiko penularan kuman TB di pelayanan kesehatan yang merupakan infeksi

nosokomial, yang berhubungan dengan pekerjaan karena sumber infeksi TB

didapatkan lebih tinggi dibandingkan tempat umum (Ministry of Health

Malaysia, 2012).

Tenaga kesehatan Puskesmas yang melayani pasien menular harus

mengembangkan rencana pengendalian infeksi TB yang memadai sesuai

dengan standar internasional yaitu memastikan semua orang yang kontak erat

dengan penderita Tuberkulosis yang aktif harus dievaluasi dan di tata laksana

sesuai dengan rekomendasi. Puskesmas harus memfasilitasi dilakukannya

pelatihan yang sesuai dengan materi penularan TB, gejala dan tanda TB

(International Standards for Tuberculosis Care/ISTC, 2013).

2.2.8.3 Faktor Sosial Ekonomi dan Perilaku

Menurut Darmanto (2007) Faktor sosial ekonomi sangat erat kaitannya

dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses ke pelayanan

kesehatan. Sedangkan Faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis

paru yaitu :

1. Kebiasaan Merokok

Merokok memiliki hubungan dengan kejadian penyakit Tuberkulosis

paru, kebiasaan merokok menyebabkan meningkatnya risiko untuk terkena TB

paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 2000 , dilakukan di 24 studi tentang efek

merokok pada pasien Tuberkulosis menunjukkan bahwa risiko relatif penyakit

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

21

Tuberkulosis (TB) cukup tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil

yang jelas menunjukkan bahwa penyebab merokok tetap menjadi faktor risiko

untuk terpapar infeksi dan penyakit Tuberkulosis, dengan tambahan resiko

kematian pada orang dengan Tuberkulosis aktif (Lin dkk, 2007).

Hubungan merokok dengan kejadian Tuberkulosis menyebabkan

dampak utama yang dapat meningkatkan risiko infeksi. Faktor risiko merokok

akan menyebabkan gangguan biologis seperti terganggunya pembersihan

sekresi mukosa, mengurangi kemampuan vagositik alveolar makrofag dan

berkurangnya respont imun dan/atau CD4+ limfopenia karena kandungan

nikotin di dalam rokok (Ochani dkk, 2003).

2. Alkohol

Alkohol merupakan salah satu faktor resiko kejadian Tuberkulosis yang

tinggi. Konsumsi alkohol akan meningkatkan risiko kejadian termasuk

perubahan dalam sistem kekebalan tubuh, khususnya dalam mengubah sinyal

molekul yang bertanggung jawab untuk produksi sitokin. peningkatan risiko

termasuk perubahan dalam sistem kekebalan tubuh, khususnya dalam

mengubah sinyal molekul bertanggung jawab untuk produksi sitokin

(Narasimhan dkk, 2013).

Di Indonesia, total konsumsi alkohol perkapita pada orang dewasa ialah

0.6 liter dalam liter alkohol murni. Angka kejadian ini memang lebih rendah

dari negara-negara di Asia Tenggara lainnya, meskipun demikian, penelitian

yang dilakukan oleh Lonnorth (2008) dan Jurgen (2009) menyatakan bahwa

“heavy alcohol use (AUD) yang merupakan faktor risiko yang signifikan

terhadap kejadian Tuberkulosis, terutama TB aktif.

3. Polusi Udara dalam Ruangan

Di negara berkembang, presentase penggunaan bahan bakar padat untuk

memasak lebih dari 80%. Asap kayu bakar atau biomassa sebelumnya diakui

sebagai faktor risiko independen untuk penyakit TB di Indonesia yang dapat

menyebabkan penyakit paru kronis (Narasimhan, 2013). Studi penelitian yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

22

dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa asap kayu dapat menyebabkan

terganggunya fungsi fagositosis makrofag, pembersihan bakteri serta dapat

pembakaran biomassa melepaskan partikel besar seperti karbon monoksida

(CO), nitrogen oksida, formaldehida, dan hidrokarbon polyaromatik yang dapat

menyimpan jauh ke dalam alveoli dan dapat menyebabkan kerusakan yang

cukup besar (Boman, 2003).

Tabel 2.1 Faktor Resiko, prevalensi dan populasi angka kejadian Tuberkulosis

(Narasimhan dkk, 2013)

Risk Factor

(Reference)

Relative risk for

active TB disease

(range)

Weighted

prevalence, total

population, 22 TB

high burden

countries

Population

attributable

fraction (range)

HIV infection

Malnutrition

Diabetes

Alcohol use

>40g/day

Active smoking

Indoor pollution

8.3 (6.1-10.8)

4.0 (2.0-6.0)

3.0 (1.5-7.8)

2.9 (1.9-4.6)

2.6 (1.6-4.3)

1.5 (1.2-3.2)

1.1%

17.2%

3.4%

7.9%

18.2%

71.1%

7.3% (5.2-6.9)

34.1% (14.7-46.3)

6.3% (1.6-18.6)

13.1% (6.7-22.2)

22.7% (9.9-37.4)

26.2% (12.4-61.0)

2.2.9 Diagnosa dan Pemeriksaan Tuberkulosis Paru

Pertimbangan diagnosa penyakit tuberkulosis (TB) sebagai langkah pertama

yang harus dilakukan sebelum evaluasi lebih lanjut, diagnosis, dan manajemen

dilakukan. Diagnosis penyakit TB sering diabaikan karena banyaknya kegagalan

dalam mendiagnosa, sementara diagnosis definitif mungkin melibatkan

penambahan laboratorium dan temuan radiografi, tingkat tinggi kecurigaan

kejadian Tuberkulosis dapat didasarkan pada epidemiologi, riwayat

medis/Gambaran Klinis dan pemeriksaan fisik. Dalam mempertimbangkan

penyakit TB, hal ini juga penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi presentasi khas TB, seperti usia pasien, status nutrisi dan

penyakit bersamaan (Chandra, 2012).

2.2.9.1 Gambaran Klinik

Diagnosa penyakit Tuberkulosis (TB) dapat ditegakkan berdasarkan gejala

klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan

penunjang lainnya (PDPI, 2006).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

23

1. Gejala Klinik

Gejala klinik penyakit tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik (PDPI,

2011).

a) Gejala respiratorik

• batuk ≥ 3 minggu

• batuk darah

• sesak napas

• nyeri dada

• Malaise (PDPI, 2011)

Gejala respiratorik yang timbul sangat bermacam-macam, dari mulai tidak

ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi, terkadang

pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat

dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak akan mengalami gejala

batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk

diperlukan agar dahak yang muncul terbuang keluar. Gejala tuberkulosis ekstra

paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa

akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak merasakan nyeri dari kelenjar

getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang

nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan (Kemenkes RI,

2011).

b) Gejala Sistemik

Gejala sistemik meliputi (PDPI, 2011) :

1) Demam

Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya

dirasakan pada sore dan malam hari mirip demam gejala influenza,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

24

hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa

bebas serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain seperti berkeringat saat malam hari,

anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala

biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi gejala akut

yang muncul disertai batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat

juga timbul menyerupai gejala pneumonia (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2011).

2.2.9.2 Pemeriksaan Jasmani

Diagnosa pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari

organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas

kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak

ditemukan suatu kelainan. Gejala penyakit paru pada umumnya terletak di daerah

lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus

inferior. Diagnosa pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas

bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik

tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,

pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang

terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah

bening, tersering di daerah leher, kadang-kadang di daerah ketiak, pembesaran

kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess” (DepKes RI, 2008).

2.2.9.3 Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik untuk menentukan kuman tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan yang

digunakan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan

pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi

(termasuk biopsi jarum halus/BJH). Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

25

pengambilan dahak dilakukan selama 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau

dengan cara:

Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Dahak Pagi (keesokan harinya)

Sewaktu/spot (saat mengeluarkan dahak pagi) (KemenKes RI, 2014)

2.2.9.4 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik bila digunakan dengan tepat, foto thorax memegang

peranan penting sebagai pendeteksi TB paru. Tuberkulosis sering kali didapatkan

pada foto thorax yang awalnya diperiksa untuk kepentingan medical check-up dan

pemeriksaan untuk operasi. Pada pasien dengan sputum (dahak) BTA positif, foto

thorax berperan penting dalam menilai luas lesi serta komplikasi yang terjadi. Pada

akhir pengobatan TB, foto thorax berperan dalam penilaian sekuele di paru serta di

pleura (selaput paru) ( KemenKes RI, 2011).

2.2.9.5 Uji Kepekaan Obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi kuman

Mycobacterium Tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Untuk

menjamin kualitas hasil pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan

oleh laboratorium yang telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/Quality

Assurance (QA). Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam

menetapkan jenis resistensi OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan

pasien dengan resistan obat. Untuk memperluas akses terhadap penemuan pasien

TB dengan resistensi OAT, Kemenkes RI telah menyediakan tes cepat yaitu

GeneXpert ke fasilitas kesehatan (laboratorium dan RS) diseluruh provinsi

(Aditama, 2006).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

26

Skema alur diagnosis Tuberkulosis paru (Aditama, 2006)

2.2.10 Penatalaksaan Terapi Tuberkulosis Paru

Terapi TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, memperbaiki kualitas

hidup, meningkatkan produktivitas pasien, mencegah kematian, kekambuhan dan

memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (WHO, 2009).

2.2.10.1 Terapi Farmakologi

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan untuk pasien

TB paru dibagi menjadi 2 tahapan yaitu tahap awal (tahap intensif) dan tahap

lanjutan (DepKes RI, 2008).

Pengobatan tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Selain itu, apabila

pengobatan tahap ini dilakukan dengan tepat biasanya pasien yang menular menjadi

tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Lebih jauh lagi, sebagian besar pasien

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

27

TB dengan BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap

lanjutan pasien akan memperoleh jenis obat yang lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama. Tahapan ini berguna untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (DepKes RI, 2008).

1) Tahap awal (intensif) :

Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan (DepKes, 2014)

2) Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2014).

2.2.10.2 Panduan OAT di Indonesia Jenis dan Obat Anti Tuberkulosis

Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket

kombinasi berupa Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Tablet OAT KDT terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat yang dikemas dalam satu tablet. Dosis obat

disesuaikan dengan berat badan penderita TB. Sediaan seperti ini dibuat dengan

tujuan untuk memudahkan dalam pemberian obat dan menjamin kelangsungan

pengobatan sampai pengobatan tersebut selesai dilakukan (Depkes, 2014).

1) Kategori 1 (2HRZE/4(HR)3)

Obat kategori 1 diberikan selama 2 bulan (2HRZE) kemudian diteruskan

dengan pengobatan lanjutan obat isoniazid dan rifampisin (R), dikonsumsi 3

kali seminggu dalam kurun waktu 4 bulan (4HR3). Kategori 1 diberikan untuk

pasien baru: TB paru BTA+ , TB Paru foto toraks dada positife BTA- dan TB

ekstra paru (KemenKes RI, 2015).

Tabel 2.2 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 (Kemenkes

RI, 2015)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

28

Berat Badan

(Kg)

Tahap intensif setiap hari selama

56 hari RHZE (150/75/400/275)

Tahap lanjutan setiap 3

minggu selama 16 hari

HR ( 150/150)

30-37 kg

38 – 54 kg

55 – 70 kg

≥ 71 kg

2 tablet 4 KDT

3 tablet 4 KDT

4 tablet 4 KDT

5 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT

3 tablet 2 KDT

4 tablet 2 KDT

5 tablet 2 KDT

2) Kategori 2 (Tahap Intensif) : 2 (HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Pengobatan tahap intensif diberikan selama kurun waktu 3 bulan terdiri

dari 2 bulan dengan HRZE dan suntikan streptomisin dilanjutkan dengan 1

bulan HRZE setiap hari. Kemudian diberikan HRE selama 5 bulan 3 kali

seminggu. Pengobatan kategori 2 diberikan bagi pasien kambuh (relaps), pasien

gagal (failure) dan pasien dengan riwayat putus berobat (default) (KemenKes

RI, 2015).

Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

(KemenKes RI, 2015)

Berat

Badan (kg)

Tahap Intensif tiap hari RHZE

(150/75/400/275)mg + Streptomisin

Tahap Lanjutan 3 kali

seminggu RH

(150/150)mg +

etambutol (400)mg

Kurun waktu 56 Hari Kurun waktu 28 hari Kurun waktu 20

minggu

30 – 37 kg 2tab 4 KDT+ 500mg

S

2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT

+ 2 tab Ethambutol

38 – 54 kg 3tab 4KDT + 750mg

S

3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT

+ 3 tab Ethambutol

55 – 70 kg 4tab 4KDT + 1g S 4 tab 4 KDT tab 2 KDT

+ 4 tab Ethambutol

≥ 71 kg 5tab 4KDT + 1g S 5 tab 4 KDT 5 tab 2 KDT+5 tab

EEthambutol

3) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Pengobatan kategori 3 terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirasinamid (Z) diberikan selama 2 bulan diteruskan dengan tahapan lanjutan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

29

terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) diberikan selama 4 bulan 3 kali

seminggu. Kategori 3 diberikan bagi pasien baru BTA negatif rontgen positif

sakit ringan dan pasien Tuberkulosis ektra paru ringan (KemenKes RI, 2015).

2.2.10.3 Jenis dan Obat Anti Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis harus diobati dengan beberapa obat kombinasi untuk

mencegah timbulnya resistensi, jenis obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai,

antara lain:

1) Isoniazid (INH)

Isoniazid dikenal dengan singkatan INH. Nama lain isoniazid adalah

Asam nicotinathidrazida yang bersifat bakterisid. Isoniazid (INH) dapat

membunuh kuman 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama

pengobatan. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu

kuman yang sedang berkembang. Dosis yang digunakan untuk pencegahan

yaitu dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg/berat badan sampai 300

mg diminum satu kali sehari. Bagi orang dewasa pengobatan TB diberikan

sesuai dengan petunjuk dokter/petugas kesehatan lainnya. Penggunaan obat

umumnya dipakai bersamaan dengan OAT lainnya. Dalam kombinasi biasa

dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan

900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu (KemenKes, 2011).

2) Rifampisin (R)

Rifampisin bersifat bakterisid dapat membunuh kuman persister yang

tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Pengobatan untuk dewasa dan anak yang

beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau 600 mg 2 – 3 kali semingg

(KemenKes, 2011).

3) Pirasinamid (Z)

Pirasinamid (z) bersifat bakterisid mampu membunuh kuman yang

berada dalam sel dengan suasana asam. Dewasa dan anak sebanyak 15 – 30 mg

per kg berat badan, satu kali sehari. Atau 50 – 70 mg per kg berat badan 2 – 3

kali seminggu. Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis

lainnya (KemenKes, 2011).

4) Streptomisin (S)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

30

Streptomisin bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang sedang

membelah diri. Streptomisin hanya digunakan melalui suntikan intra muskular

(IM), setelah dilakukan uji sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk

dewasa adalah 15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25

– 30 mg per kg berat badan, maksimum 1,5 gram 2 – 3 kali seminggu

(KemenKes, 2011).

5) Ethambutol (E)

Ethambutol bersifat sebagai anti bakteriostatik yaitu menekan

pertumbuhan kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang telah resisten

terhadap Isoniazid (INH) dan streptomisin. Pengobatan untuk dewasa dan anak

berumur diatas 13 tahun, dengan dosis 15 -25 mg per kg berat badan, satu kali

sehari. Pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan, dan pengobatan

lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga memberikan 50

mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali se minggu. Obat ini harus

diberikan bersama dengan obat anti tuberculosis (OAT) lainnya. Ethambutol

tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi (KemenKes, 2011).

2.2.10.4 Efek Samping OAT

Sebagian besar penderita Tuberkulosis (TB) paru dapat menyelesaikan terapi

pengobatan tanpa efek samping, namun ada juga yang mengalami efek samping

dari obat. Pemantauan efek samping sangatlah penting untuk dilakukan agar

mengurangi kesalahan dalam terapi dengan cara pemberian informasi dan edukasi

kepada penderita terkait tanda-tanda efek samping obat yang kemungkinan terjadi

(DepKes, 2008).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

31

Tabel 2.4. Efek samping OAT dan cara penangganannya (DepKes RI, 2008)

Efek Samping Kemungkinan Penyebab Cara Penanganan

Ringan :

Tidak ada nafsu

makan, mual, sakit

perut

Nyeri Sendi

Kesemutan sampai

rasa terbakar dikaki

Urine berwarna mrah

Rifampisin

Pirasinamid

Isoniazid

Rifampisin

Semua OAT diminum

malam sebelum tidur

dan diberi obat Aspirin

Diberi Vitamin B6

(piridoksin) 100 mg

perhari

Tidak perlu diberi apa-

apa , tapi perlu

diinformasikan

kepasien

Tidak perlu diberi apa-

apa , tapi perlu

diinformasikan

kepasien

Berat:

Gatal dan kemerahan

pada kulit

Tuli

Gangguan

Keseimbangan

Ikterus tanpa

penyebab lain

Bingung dan muntah-

muntah

Gangguan

penglihatan

Syok

Semua Jenis Oat

Streptomisin

Streptomisin

Hampir semua OAT

Hampir semua OAT

Ethambutol

Rifampisin

Ikuti petunjuk

pelaksaan yang

diberikan

Streptomisin

dihentikan

Streptomisin

dihentikan diganti

etambhutol

Semua OAT

dihentikan sampai

ikterus menghilang

Semua OAT

dihentikan, kemudian

lakukan tes fungsi hati

Ethambutol dihentikan

Rifampisin dihentikan

2.3 Konsep Dasar Pengetahuan (Knowledge)

2.3.1 Defini Pengetahuan

Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indera

yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek tertentu untuk dapat menghasilkan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

32

pengetahuan dan ketrampilan. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba, sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan (knowledge)

atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior) (Notoadmodjo, 2012). Pengetahuan tentang

pengobatan Tuberkulosis Paru adalah pengertian dari responden tentang

pengobatan TB Paru dengan menggunakan paduan OAT paru secara tepat, teratur

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan (Ariani, 2015).

2.3.2 Kategori Pengetahuan

Pengetahuan dibagi dalam 3 kategori (Arikunto, 2010) :

A. Baik : Bila subyek mampu menjawab 76% - 100% dengan benar

dari sepuluh pertanyaan.

B. Cukup : Bila subyek mampu menjawab 56% - 75% dengan benar

dari sepuluh pertanyaan.

C. Kurang : Bila subyek mampu menjawab 40% - 55% dengan benar

dari sepuluh pertanyaan.

2.3.3 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan,

yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi yang

pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan, menguraikan,dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

2. Memahami (comprehension)

Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang telah

dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat suatu kesimpulan dari

suatu materi (Notoatmodjo, 2010).

3. Aplikasi (application)

Aplikasi berarti seseorang mampu untuk menerapkan materi yang telah

dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata (Notoatmodjo, 2010).

4. Analisis (analysis)

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

33

Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat menjabarkan

masing-masing materi, tetapi masih memiliki kaitan satu sama lain. Dalam

menganalisis, seseorang bisa membedakan atau mengelompokkan materi

berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).

5. Sintesis (synthetis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu yang

baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya (Notoatmodjo,

2010).

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ialah ingkatan pengetahuan yang paling tinggi. Dari hasil

pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat mengevaluasi seberapa

efektifnya pembelajaran yang sudah ia lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat

dinilai dan dijadikan acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru

yang lebih efektif lagi (Notoatmodjo, 2010).

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

2.3.4.1 Faktor pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan yang

berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2010). Semakin tinggi pengetahuan

seseorang, maka akan semakin mudah kemampuan untuk menerima informasi

tentang obyek atau yang berkaitan dengan pengetahuan. Pengetahuan umumnya

diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa.

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan pengetahuan seseorang, maka akan

semakin mudah untuk menerima, serta mengembangkan pengetahuan dan

teknologi (Fitriani, 2015).

2.3.4.2 Faktor pekerjaan

Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses

mengakses/menerima informasi yang dibutuhkan terhadap suatu obyek

(Notoatmodjo, 2010).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

34

2.3.4.3 Faktor pengalaman

Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak

pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula

pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

melalui wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010).

2.3.4.4 Keyakinan

Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya mampu didapat secara

turun-temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif dan

keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo,

2010).

2.3.4.5 Sosial budaya

Budaya atau adat istiadat seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah

yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2010).

2.3.5 Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan pengetahuan yang ada (Notoatmodjo, 2007). Penilaian hasil

jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi angka 1 dan jika salah diberi

angka 0. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban

dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya

prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

𝑁 =𝑆𝑃

𝑆𝑀 𝑥 100%

Keterangan :

N = nilai pengetahuan

SP = skor yang didapat

SM = skor maksimum

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

35

Selanjutnya prosentase hasil jawaban yang di interpretasikan dalam kalimat

kualitatif dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu :

1) Baik : bila subyek mendapatkan nilai benar 76% - 100% dari pertanyaan

yang diberikan.

2) Cukup : bila subyek mendapatkan nilai benar 56% - 75% dari pertanyaan

yang diberikan.

3) Kurang : bila subyek mendapatkan nilai benar ≤55% dari pertanyaan yang

diberikan (Arikunto, 2010).

2.4 Kepatuhan (Adherence)

Kepatuhan menurut WHO adalah sejauh mana perilaku seseorang minum

obat, mengikuti diet dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan

yang telah disepakati dan direkomendasikan oleh penyedia layanan kesehatan

(Gebremariam, dkk., 2010). Tingkat kepatuhan (adherence) pasien biasanya

dilaporkan sebagai suatu persentase dari dosis resep obat yang benar-benar diambil

oleh pasien selama periode yang ditentukan (Osterberg & Blaschke dalam Nurina,

2012).

2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

2.4.1.1 Pengetahuan

pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kepatuhan seseorang terhadap proses menuju kesembuhan dalam pengobatannya.

Tingginya tingkat pengetahuan akan menunjukkan bahwa seseorang telah

mengetahui (tahu), mengerti dan memahami (paham) maksud dari pengobatan yang

mereka jalani. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai

penyakitnya akan terdorong untuk patuh dengan pengobatan yang dijalani

(Notoatmodjo, 2011).

2.4.1.2 Motivasi Diri Sendiri

Motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan

seorang individu untuk mencapai tujuannya, dalam hal ini adalah kesembuhan dari

Tuberkulosis. Tingginya motivasi seseorang menunjukkan tingginya kebutuhan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

36

maupun dorongan responden untuk mencapai sebuah kesembuhan (Hardiyati,

2013).

Motivasi atau keinginan yang kuat dari dalam diri sendiri, menjadi faktor

utama pada tingginya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat TB

paru. Motivasi untuk tetap mempertahankan kesehatannya sangat mempengaruhi

terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien dalam mengontrol

penyakitnya (Pameswari dkk , 2015).

2.4.1.3 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu sikap, tindakan dan penerimaan

keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang

yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan. Ada beberapa jenis dukungan yang dapat diberikan oleh keluarga

diantaranya berupa; dukungan informasional (pemberian informasi), dukungan

penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional (Syasra PA, 2011).

Peran Keluarga sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) sangat diperlukan

untuk menjamin kepatuhan dan ketaatan pasien dalam mengonsumsi obat. PMO

sangat diperlukan pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan

diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan (resistensi) terhadap semua

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terutama Rifampisin. Jika pengobatan tahap intensif

tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA+ menjadi BTA+

(konversi) dalam kurun 2 bulan (pada akhir pengobatan intensif). Pada tahap

lanjutan pasien mendapat jenis obat yang lebih sedikit dari tahap awal, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh

kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (DepKES RI, 2008).

2.4.1.4 Peran Petugas (Sistem Pelayanan) Kesehatan

Peran petugas kesehatan sangat diperlukan oleh penderita penyakit

Tuberkulosis (TB) karena dari petugas kesehatanlah sebagian besar informasi

mengenai penyakit dan pengobatan diperoleh. Dukungan petugas kesehatan selain

berupa pemberian informasi dan edukasi, juga berupa pelayanan yang baik dan

sikap selama proses pelayanan. faktor pelayanan kesehatan mempengaruhi terhadap

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

37

kepatuhan berobat penderita TB paru. Faktor pelayanan kesehatan ini meliputi

penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, ketersediaan obat TB (OAT), mutu obat

TB (OAT), ketersediaan sarana transportasi dan jarak (Snewe, 2003).

2.4.1.5 Jumlah Obat yang Dikonsumsi

Jumlah obat yang dikonsumsi sering menjadi alasan munculnya

ketidakpatuhan pengobatan pada penyakit kronik terutama penyakit-penyakit yang

pengobatannya dalam jangka panjang, misalnya Tuberkulosis. Semakin banyaknya

obat yang harus dikonsumsi, semakin besar pula kemungkinan pasien untuk tidak

patuh dengan pengobatan yang dijalaninya (Olusegun et all, 2010).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai berikut

(Kozier, 2010) :

1) Motivasi klien untuk sembuh

2) Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

3) Persepsi keparahan masalah kesehatan

4) Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

5) Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus

6) Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

7) Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau tidak

membantu

8) Kerumitan efek samping yang diajukan

9) Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan

10) Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyediaan

layanan kesehatan.

2.4.2 Mengukur Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat pada pasien Tuberkulosis (TB) dapat diukur dengan

metode MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale). Secara khusus MMAS-

8 ini memuat skala untuk mengukur tingkat kepatuhan minum obat dengan 8 item

yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai frekuensi kelupaan dalam minum

obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, dan

kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat (Morisky dkk,

2011).

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/54822/3/BAB II.pdf · Partikel kecil tersebut dapat bertahan di udara hanya selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat

38

2.5 Teori Perilaku

Perilaku merupakan suatu respont atau reaksi seseorang terhadap rangsangan

dari luar terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respont (Notoatmodjo,

2010). Perilaku seseorang dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert

behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup yaitu respon

seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain, sedangkan

perilaku terbuka yaitu respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata

sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

Lawrence Green (1993) dalam Notoatmodjo (2014), menjelaskan bahwa

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni

faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan

atau dibentuk dari 3 faktor :

1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor Predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai-nilai dan sebagainya.

2) Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Faktor pendukung meliputi lingkungan fisik, tersedianya atau tidak

tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan.

3) Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Faktor pendorong meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.