44
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya tentang Sistem Informasi Pengolahan Data Pajak, atau tentang penelitian tentang Sistem information e-SPT sangat jarang ditemukan. Akan tetapi ada beberapa tulisan/artikel yang ada kaitannya dengan penelitian ini kirannya dapat dijadikan acuan untuk mendapatkan gambaran tentang hal-hal yang berhubungan dengan sistem informasi pariwisata Penelitian yang dilakukan oleh Suci Murni (2005) yang meneliti “Analisis Sistem Informasi Pariwisata (SITA) Pada Gerai Informasi Disparda Badung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi wisatawan dan penilaian para pakar terhadap SITA dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan informasi secara elektronik pada gerai informasi di Disparda Badung Persamaan dengan peneletian ini adalah meneliti tentang Sistem Informasi, sedangkan perbedaanya adalah terletak pada teknik analisis yang digunakan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu Importance Performance Analysis (James,1997) untuk menganalisis persepsi wisatawan terhadap aplikasi SITA dan Focus Group Discussion (Widayat,2004) untuk menganalisis penilaian pakar dan pengembangan SITA. Sedangkan peneliti menggunakan analisis PIECES untuk megidentifikasi masalah pada sebuah sistem informasi. Hasil penelitian ini menunjukan persepsi wisatawan terhadap kinerja SITA berdasarkan diagram kartesius yang digunakan, bahwa 13 variabel yang dinilai, secara umum kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IMISSU Single Sign On of … · 2017-04-01 · 12 SITA dapat dikatakan cukup memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi variable yang sebagian besar

  • Upload
    dodan

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya tentang Sistem Informasi Pengolahan Data Pajak,

atau tentang penelitian tentang Sistem information e-SPT sangat jarang

ditemukan. Akan tetapi ada beberapa tulisan/artikel yang ada kaitannya dengan

penelitian ini kirannya dapat dijadikan acuan untuk mendapatkan gambaran

tentang hal-hal yang berhubungan dengan sistem informasi pariwisata

Penelitian yang dilakukan oleh Suci Murni (2005) yang meneliti “Analisis

Sistem Informasi Pariwisata (SITA) Pada Gerai Informasi Disparda Badung”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi wisatawan dan penilaian para

pakar terhadap SITA dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan informasi

secara elektronik pada gerai informasi di Disparda Badung Persamaan dengan

peneletian ini adalah meneliti tentang Sistem Informasi, sedangkan perbedaanya

adalah terletak pada teknik analisis yang digunakan. Analisis yang digunakan

dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu Importance Performance Analysis

(James,1997) untuk menganalisis persepsi wisatawan terhadap aplikasi SITA dan

Focus Group Discussion (Widayat,2004) untuk menganalisis penilaian pakar dan

pengembangan SITA. Sedangkan peneliti menggunakan analisis PIECES untuk

megidentifikasi masalah pada sebuah sistem informasi. Hasil penelitian ini

menunjukan persepsi wisatawan terhadap kinerja SITA berdasarkan diagram

kartesius yang digunakan, bahwa 13 variabel yang dinilai, secara umum kinerja

12

SITA dapat dikatakan cukup memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi

variable yang sebagian besar berada pada quadran B (pertahankan prestasi) yakni

variable 4b dan kuadrean D yakni variable 1, 2a, 2b, 3a, 3b, 5, 7, 8, dan 9, yang

artinya kinerjannya tinggi, sekalipun tidak begitu penting bagi wisatawan.

Penelitian yang dilakukan Riza Hardianti (2011) yang meneliti “Analisis

Penggunaan e-SPT Terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Di KPP Pratama

Jakarta Kebayoran Baru Tiga” . Dalam penelitian ini diteliti tentang perbandingan

tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan SPT secara manual dan berbasis

electronic. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009

mengatur Wajib Pajak untuk menggunakan e-SPT yang bertujuan untuk

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaoran SPT Wajib Pajak.

Persamaan dari kedua penelitian ini adalah meneliti Sistem informasi E-SPT yang

merupakan aplikasi pengolahan data pajak yang berbasis elektronik dan online

yang dikeluarkan oleh DIRJEN PAJAK Indonesia. Sedangkan perbedaannya

adalah terletak pada tehknik analisis data dan fokus serta lokus penelitian. Hasil

dari penelitian ini secara empiris bahwa pelaporan SPT manual tingkat kepatuhan

pelaporannya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pelaporan secara

elektronik (e-SPT). Hal ini tidak sesuai dengan tujuan penyediaan aplikasi e-SPT

yaitu untuk memberikan kemudahan pelaporan Wajib Pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosa Rahma Putri Anwar dan M. Rachmadi,

ST,M.T.I (2010) yang meneliti “Sistem Informasi Pesan Antar Pada McDonald’s

Palembang”. Penelitian ini bertujuan untuk membantu kurir dalam pekerjaannya

untuk menemukan alamat pemesan secara cepat dan hemat dengan merancang

sebuah aplikasi berbasis elektronik atau online. Persamanaan dengan penelitian ini

adalah penggunaan metode PIECES yang dibuat kerangka PIECES dahulu untuk

13

mengkategorikan masalah dari Performance kesulitan mencari alamat pemesan

termasuk kurir. Information pemesan tidak dapat langsung melihat menu yang

tersedia jika memesan melalui telepon. Economics biaya telepon untuk memesan

produk cukup signifikan. Controls or Security peneliti tidak menemukan

identifikasi control. Efficiency kurir seringkali menghabiskan waktu untuk

mencari alamat pemesan. Service to Customer, Suppliers, Partners or Employees,

etc.. sedangkan perbedaannya adalah pada variabel motivasi dan lokus penelitian.

Hasilnya, dengan adanya Sistem Informasi Pesan Antar Pada McDonald’s

Palembang maka diharapkan kurir McDonald’s dapat mencari alamat pelanggan

dengan mudah dan tepat dengan pengoptimalan fitur pada perangkat mobile.

2.2. Deskripsi Konsep

2.2.1. Tinjauan Sistem Informasi

2.2.1.1. Pengertian Sistem

Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hal atau kegiatan atau

elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang dihubungkan

dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk

melaksanakan fungsi guna mencapai suatu tujuan (Sutanta, 2003:4).

Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu (Filippo dalam

Paulus, 2005:23). Komponen-komponen atau subsistem dalam suatu sistem

dapat berdiri sendiri-sendiri, komponen-komponen atau subsistem-subsistem

tersebut saling berinteraksi dan saling berhubungan membentuk suatu

kesatuan sehingga tujuan atau sasaran system tersebut dapat tercapai.

14

Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yang baru

untuk menggantikan system yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki

sistem yang telah ada. Proses pengembangan system melewati beberapa

tahapan dari mulai system itu direncanakan sampai dengan sistem tersebut

diterapkan, dioperasikan, dan dipelihara

2.2.1.2. Pengertian Informasi

Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk

yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan sebagai dasar

dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara

langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Untuk

memperoleh informasi, diperlukan adanya data yang akan diolah dan unit

pengolah (Sutanta, 2003:10).

Informasi adalah hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap

elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan

pengetahuan yang relevan yang dibutuhkan oleh orang untuk menambah

informasi bagi setiap elemen akan berbeda satu sama lain sesuai dengan

kebutuhannya masing-masing (Sutedjo, 2002:168)

Berdasarkan pendapat Griffin (2002:227-228), bentuk informasi yang

bermanfaat adalah sebagai berikut :

a) Akurasi, informasi masih menyediakan refleksi realita yang valid dan

dapat dipercaya.

15

b) Tepat waktu, informasi tersedia tepat pada saat pemimpin

membutuhkannya untuk membuat keputusan.

c) Kelengkapan, informasi harus lengkap dan jika kurang lengkap maka

cenderung akan mendapatkan gambaran realita yang tidak akurat.

d) Relevansi, informasi harus relevan agar berguna bagi organisasi.

Relevansi seperti halnya ketepatan waktu, ditentukan oleh kebutuhan

dan situasi organisasi.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu informasi adalah fungsi,

biaya, nilai, dan mutu informasi. Informasi mempunyai beberapa fungsi,

anatara lain :

a) Menambah pengetahuan

Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerimanya yang

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses

pengambilan keputusan

b) Mengurangi ketidakpastian

Adanya informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang

akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga menghindari

keraguan pada saat pengambilan keputusan.

c) Mengurangi resiko kegagalan

Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan, karena apa yang

akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan

terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan

keputusan.

16

d) Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan

Adanya informasi akan mengurangi keanekaragaman yang tidak

diperlukan, karena keputusan yang akan diambil lebih terarah.

e) Memberi standar aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan-

keputusan yang menetukan pencapaian sasaran dan tujuan.

Adanya informasi akan memberikan standar, aturan, ukuran, dan

keputusan-keputusan yang lebih terarah untuk mencapai sasarn dan tujuan

yang telah ditetapkan secara lebih baik berdasarkan informasi yang diperoleh.

2.2.1.3. Jenis Sistem informasi

Sistem informasi dapat didefinisikan sebagai ”Sekumpulan elemen

yang saling terkait atau terpadu berupa data yang telah diproses sedemikian

rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data

tersebut yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu” Abdul

kadir (2003:55)

Ada berbagai cara untuk mengelompokkan sistem informasi. Klasifikasi

yang umum dipakai antara lain didasarkan pada (Abdul Kadir): menurut

hirarki, menurut level organisasi, dan menurut fungsional. Beberapa istilah

sistem informasi lain juga sering dijumpai dalam literatur, seperti sistem

informasi strategis dan sistem informasi geografi.

a) Hirarki Sistem Informasi

Jenis-jenis sistem informasi Berdasarkan hirarkies , sistem informasi bisa

di bagi menjadi (Indrajit, 87):

17

1. Transaksional Sistem Informasi : merupakan sistem informasi dimana

proses di dalamnya berupa transaksi data (CRUD) secara berulang-ulang

ke dalam database. Biasanya level ini dilakukan oleh staff EDP

(Electronik Data Processing)

2. Managerial Sistem Informasi : pada level ini dalam sistem informasi

sudah ada fitur untuk melihat rekapitulasi data berupa pelaporan.

Informasi yang dihasilkan SI pada sistem ini dimanfaatkan oleh staff pada

level manager.

3. Ekskutif Sistem Informasi : pada level ini, sistem informasi sudah bisa

menjadi acuan dalam mengambil keputusan(Decision Support System).

Fitur SI ini dimanfaatkan oleh level ekskutif (Direktur Utama)

b) Sistem Informasi Menurut Level Organisasi

Berdasarkan level organisasi, sistem informasi dikelompokkan Kroenke

(1992) menjadi :

1. Sistem informasi departemen

(departmental information system) adalah sistem informasi yang hanya

digunakan dalam sebuah departemen. Sebagai contoh, departemen SDM

(Sumber Daya Manusia) memiliki sejumlah program (aplikasi).

Misalnya, saiah satu aplikasi digunakan untuk memantau kinerja pegawai

dan aplikasi yang lain digunakan untuk menangani peiamar. Kumpulan

aplikasi ini membentuk sebuah sistem yang disebut sistem informasi

SDM (human resource information system atau HRIS).

18

2. Sistem informasi perusahaan

(enterprise information system) merupa-kan sistem informasi yangtidak

terletak pada masing-masing departemen, melainkan berupa sebuah

sistem terpadu yang dapat dipakai oleh sejumlah departemen secara

bersama-sama. Sebagai contoh, sistem infor¬masi perguruan tinggi

mengintegrasikan bagian-bagian seperti peng-ajaran, keuangan, dan

kemahasiswaan.

3. Sistem informasi antarorganisasi

(interorganizational information system atau terkadang disebut IOS /

interorganization system) merupakan jenis sistem informasi yang

menghubungkan dua organisasi atau lebih. Sebagai gambaran, sistem

informasi reservasi pesawat terbang adalah contoh sistem informasi yang

memungkinkan biro perjalanan yang menjual tiket dan maskapai

penerbangan bisa berbagi informasi. Contoh yang lain yaitu sistem para

pemasok yang dapat dihubungkan ke sistem infor-masi Wal-Mart

(www.walmart.com), retailer terkemuka di Amerika, yang

memungkinkan pihak pemasok dapat segera mengetahui sediaan yang

berada di bawah level minimum sehingga pemasok dapat segera

mengirimkan produk mereka ke Wal-Mart (Ebert dan Griffin, 2003).

Pada awal 1990-an, perusahaan IBM, Apple, dan Motorola membentuk

aliansi strategis yang dimaksudkan untuk mematahkan dominasi Intel ter-

hadap pasar CPU (central processing unit). Ketiga perusahaan ini meng-

gunakan IOS sebagai sarana berbagi informasi dalam pengembangan

produk. Chip yang disebut PowerPC merupakan hasil dari kolaborasi ter-

19

sebut (Haag, 1999). Kini, model seperti ini banyak diimplementasikan

dalam perdagangan elektronis (e-Commerce) yang menghubungkan

pemasok dan penjual, atau yang lebih dikenal dengan sebutan B2B atau .

Business to Business

c) Sistem Informasi menurut Fungsional

Penggolongan sistem-sistem informasi fungsional sering kali didasarkan

pada perspektif yang berbeda. Hall (2001) membedakan sistem infor¬masi

akuntansi dengan sistem informasi lainnya. Semua informasi, selain sistem

informasi akuntansi, dianggap sebagai sistem informasi mana-jemen. Jika

sistem informasi akuntansi mencakup semua transaksi yang berhubungan

dengan keuangan dalam perusahaan, sistem informasi manajemen

mencakup semua transaksi non-keuangan. Oleh karena itu, sistem

informasi akuntansi dibedakan dengan sistem informasi mana¬jemen.

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa sistem informasi akuntansi

sebenarnya hanyalah bagian dari sistem informasi manajemen (Gelinas,

Oram, dan Wiggins, 1990). Atau, beberapa sistem fungsional sebenarnya

adalah bagian atau subsistem dari sistem informasi akuntansi (Romney,

Steinbart, dan Cushing, 1997). Menurut McLeod (1988), sistem informasi

justru merupakan subsistem bagi sistem informasi fungsional yang lain.

Pada prinsipnya, pandangan-pandangan yang telah diutarakan tak ada yang

salah, karena hal itu memang tergantung pada implementasi sistem

informasi itu sendiri.

20

2.2.2. Tinjauan Pajak

2.2.2.1. Pengertian Pajak

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat baik materiil maupun sprituil. Untuk dapat merealisasikan tujuan

tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

Dalam suatu negara pastilah terdapat pemerintahan yang berperan mengatur

seluruh kepentingan masyarakat dan dalam menjalankan roda pemerintahan

diperlukan biaya yang jumlahnya sangat besar untuk memperlancar jalannya

pemerintahan tersebut. Biaya itu berasal dari pendapatan pendapatan

pemerintah, yang salah satunya bersumber dari pajak. Ilyas (2000 dalam

Suhendi, 2008, h.33) menjelaskan bahwa penerimaan pemerintah yang

digunakan dalam membiayai pembangunan berasal dari beberapa sumber

yang dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan

bukan pajak salah satunya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari

pinjaman pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri dan

penerimaan dari badan usaha milik pemerintah sedangkan sumber

penerimaan yang lainnya adalah berasal dari pajak.

Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan Negara. Dengan

demikian setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti dan harus

berurusan dengan pajak baik mengenai pengertiannya, kegunaan dan manfaat

serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Pengertian atau

definisi perpajakan sangat berbeda-beda namun perbedaan tersebut pada

prinsipnya mempunyai inti atau tujuan yang sama. Beberapa pengertian

mengenai pajak menurut para ahli perpajakan antara lain: Pajak adalah

21

prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa

(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya

kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-

pengeluaran umum ( Fieldmann dalam Resmi, 2003, h.1). Menurut Prakoso

pengertian Pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara

karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak

memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. (Prakoso, 2005 dalam

Rahmanto, 2007, h.22).

Senada dengan itu Resmi dalam bukunya berjudul “Perpajakan :Teori

Dan Kasus”, mengatakan pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah berdasarkan atau dengan kekuatan undang-

undang serta aturan pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi

pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih

terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publict investment. (Resmi,

2003, h.2).

Sedangkan pengertian pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

menyebutkan bahwa Pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang

yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara

atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli

barang, dsb. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1989, h.658).

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada

kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan

yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,

menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi

22

tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara

kesejahteraan umum (Djajadiningrat dalam Tjahjono dan Husein, 2005, h.2).

Menurut Sudarsono (1994) pajak adalah iuran kepada Negara yang

dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya yang menurut

peraturan dengan tidak dapat mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjuk penggunaannya dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Soemitro (1997,h.7) mengatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas

Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir kepada sektor

pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak

mendapat jasa timbal balik yang langsung dan dapat ditunjuk untuk

membiayai pengeluaran umum.

Pajak juga dapat diartikan penyerahan sebagian kekayaan kepada

Negara karena suatu keadaan tertentu, kejadian dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman tetapi

menurut pemerintah hal ini dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik

secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Pajak adalah suatu cara Negara untuk membiayai pengeluaran secara

umum disamping kewajiban suatu warga Negara. Secara politik pajak

merupakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan pertahanan

menuju masyarakat yang berkeadilan. Oleh karena itu pajak merupakan alat

yang paling efektif dari kebijakan fiskal untuk menggerakkan partisipasi

rakyat kepada Negara.

23

Pajak juga dapat dipandang dari berbagai aspek, dari sudut pandang

ekonomi pajak merupakan alat untuk menggerakkan ekonomi yang

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak juga

digunakan sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi rakyat. Dari sudut

pandang hukum pajak adalah masalah keuangan Negara, sehingga diperlukan

peraturan-peraturan pemerintah untuk mengatur permasalahan keuangan

Negara. Dari sudut pandang keuangan pajak dipandang sebagai bagian yang

sangat penting.

Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

unsur-unsur pajak adalah :

a) Iuran masyarakat kepada negara, dimana swasta atau pihak lain tidak

boleh memungut.

b) Berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dimana

mempunyai kekuatan hokum.

c) Tanpa balas jasa (prestasi) dari negara yang dapat langsung ditunjuk.

d) Untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Sebagaimana telah diketahui bahwa ciri-ciri yang melekat pada

pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu:

a). Fungsi anggaran (budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukan bagi pembiayaan

pengeluaranpengeluaran pemerintah. Contoh : di masukannya pajak dalam

APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

24

b). Fungsi mengatur (regular)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu di kenakannya pajak

yang lebih tinggi terhadap minimum keras sehingga konsumsi minuman

keras dapat di tekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

2.2.2.2 Pengelompokan Pajak

Pajak dapat di kelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu:

a). Menurut golongan

1. Pajak langsung, adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak dan tidak

dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Dalam arti ekonomis

ialah pajak yang beban pembayarannya harus dipikul sendiri oleh wajib

pajak bersangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Pajak

langsung dalam arti administratif ialah pajak yang dipungut secara berkala.

Contoh: pajak penghasilan (PPh)

2. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau ilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian ekonomis adalah

pajak yang beban pembayarannya dapat dilimpahkan kepada orang lain,

yang menanggung beban pajak pada akhirnya adalah konsumen. Dalam

pengertian administratif adalah pajak uang dipungut setiap terjadi

peristiwa yang menyebabkan terhutangnya pajak. Misal saat penyerahan

penjualan dari produsen pada konsumen, saat pembuatan akta, surat

persetujuan (sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam), pajak

pertambahan nilai (PPN), pajak bea materai (pajak atas dokumen), bea

balik nama, pajak tontonan dan sebagainya.

25

2,2,2,3, PPh pasal 21

a). Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,

upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabata, jasa, dan kegiatan

yang dilakukan oleh orang pribadi. Subyek pajak dalam negri, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.

b). Pemungut & Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa

penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur

berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan

penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus

berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau

jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah

harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang

dibayarkan secara bulanan

5. Imbalan kepada pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan

imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai

imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

26

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan

nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

c). Tarif PPh Pasal 21

Pada tanggal 29 Juni 2015 melaui Peraturan Menteri Keuangan nomor

122/PMK.010/2015, tata cara perhitungan pajak penghasilan telah dirubah.

mengganti Peraturan Menteri Keuangan nomor 122/PMK.010/2015.

Perubahan tersebut diberlakukan untuk tarif PPh pribadi dan Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP). Diubahnya tarif PPh serta PTKP mengacu pada

UU No.36 Tahun 2008, dengan rincian:

Tabel 2.1

Penyesuaian Batasan PTKP 2015

WP Tidak

Kawin

Kode Tarif 1-1-2013 s.d.

31 Desember 2014

Tarif mulai 1-1-

2015

Wajab Pajak TK 24.300.000 36.000.000

0 Tanggungan K/0 26.325.000 39.000.000

1 Tanggungan K/1 28.350.000 42.000.000

2 Tanggungan K/2 30.375.000 45.000.000

3 Tanggungan K/3 32.400.000 48.000.000 Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur

d). Menurut Sifat

Pembagian pajak menurut sifat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya yang selanjutnya di cari syarat objektifnya, dalam arti

memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: PPh.

2. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya tanpa memperhatikan keadaaan diri wajib pajak contoh: PPN dan

PPnBM.

27

e). Menurut Pemungutan

1. Pajak pusat adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan di

gunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: PPh, PPN,

PPnBM, PBB dan bea Materai.

2. Pajak daerah adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan di

gunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Hotel dan

Pajak Restaurant

2.2.2.4. Tarif Pajak

Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak di

kenal dengan empat macam tarif, yaitu :

a) Tarif Pajak Proporcional/sebanding

Tarif pajak proporcional yaitu tarif pajak yang berupa presentase tetap

terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh: di

kenakan PPN 10% atas penyerahan Barang kena pajak.

b). Tarif Pajak Progresif

Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih

besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar.

Sebagai contoh : Tarif PPh yang berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak

Badan yaitu :

1. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 tarifnya 10%.

2. Di atas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 250.000.000,00 tarifnya 15%.

3. Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 tarifnya 25%.

4. Di atas Rp 500.000.000,00 tarifnya 30%

28

Dengan memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi

menjadi :

1. Tarif progresif yaitu kenaikan pajaknya semakin besar.

2. Tarif progresif tetap yaitu kenaikan persentasenya tetap.

3. Tarif progresif degresif adalah kenaikan persentasenya semakin kecil.

c). Tarif Pajak Degresif

Tarif Pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin

menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi

semakin besar.

d). Tarif Pajak Tetap

Tarif Pajak ini tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun

jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.

2.2.2.5. Subyek Pajak

Menurut UU No 7 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dengan UU

No 7 Tahun 1991, UU No 10 Tahun 1994 dan UU No 17 Tahun 2000 pada

pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah :

1. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi satu kesatuan menggantikan

yang berhak.

2. Badan.

3. Bentuk Usaha Tetap.

Subjek Pajak terdiri atas :

a). Subjek Pajak Dalam Negeri yang terdiri atas :

29

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau

orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan

mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak.

b). Subjek Pajak Luar Negeri adalah :

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang

tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk badan usaha

tetap di Indonesia.

2. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang

tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk badan usaha

tetap di Indonesia.

Yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah :

1. Badan perwakilan Negara asing.

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat-pejabat

lain dari Negara asing dan orang-orang yang di perbantukan kepada

30

mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka

dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak

menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau

pekerjaannya tersebut serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan

timbale balik.

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan

Menteri

Keuangan dengan syarat :

1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaaan lain untuk

memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.2.2.6. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Sesuai dengan Pasal 6 UU Pajak Penghasilan besarnya PKP bagi wajib Pajak

dalam negeri dan bentuk usaha tetap di tentukan berdasarkan penghasilan

bruto dikurangi :

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk

biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaaan atau jasa yang

termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang di

berikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya

pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak

Penghasilan.

2. Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri di berikan

pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana di

maksud dalam pasal 7 yaitu :

31

a. Penghasilan Tidak Kena Pajak di berikan sebesar :

1. Rp 36.000.000;untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.

2. Rp 3.000.000;tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

3. Rp Rp 36.000.000 tambahan untuk seorang istri yang mempunyai

penghasilan dari usaha atau dari pekerjaaan yang tidak ada hubungannya

dengan usaha suami atau anggota keluarga

4. Rp. 3.000.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan

keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang

menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang untuk setiap

keluarga.

b. Penerapan ayat (1) di tentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau

awal bagian tahun pajak.

c. Penyesuaian besarnya PTKP sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di

tetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g

UU PPh yaitu bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT),

zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan oleh Wajib Pajak orang

pribadi pemeluk agama Islam dan Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki

oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat

yang di bentuk atau di sahkan oleh Pemerintah dapat di kurangkan dari PKP.

Zakat yang di bayarkan hendaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan syari’ah

seperti diatas, kemudian nilai tersebut di kurangi atas penghasilan kena pajak.

Hal ini berbeda dengan bantuan sumbangan yaitu terhadap penerima bukan

sebagai penghasilan sedangkan bagi pemberi tidak boleh di kurangkan sebagai

biaya, sedangkan perlakuan atas zakat terhadap si penerima zakat bukan sebagai

penghasilan dan bagi si pemberi zakat di kurangkan dari PKP.

32

Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) No 17 Tahun 2000 Yaitu :

2.2.2.7 Pajak Daerah

Sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah

pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan

digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Sumber-sumber

penerimaan tersebut dapat berupa pajak atau retribusi. Sesuai dengan amanat

Undang-Undang Dasar 1945, setiap pungutan yang membebani masyarakat baik

berupa pajak atau retribusi harus diatur dengan Undang-Undang (UU).

(Mardiasmo;2011)

a). Dasar Hukum Pajak Daerah

Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah

Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

b) Jenis Pajak Daerah

Pajak Daerah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, Yaitu:

1. Pajak Provinsi, terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan, dan

e, Pajak Rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

a. Pajak Hotel

33

b. Pajaik Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Oajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Khusus untuk Daerah otonomi yang setingkat dengan daerah provinsi,

tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah

khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan

dari pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota.

c). Tarif Pajak Daerah

Tarif untuk setiap jenis pajak adalah

1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar

1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen)

b. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat

ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan

paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)

2. Tarif pajak Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam

kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,

34

pemerintah/TNI/POLRI, pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang

ditetapkan dengan peraturan daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 05%

(nol koma kima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen)

3. Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alalat-alat besar

ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%

4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagai berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 20%

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%

5 Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang

tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagain berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 0,75%

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%

6. Tarif Pajak Badan Bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi

sebesar 10%. Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk

bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih

rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk kendaraan

pribadi.

7. Tarif Pajak Air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

8. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10%

9. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

10. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

11. Tarif Pajak Hiburap ditetapkan paling tinggi sebesar 35%

12. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%

35

13. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

14. Tarif Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi

sebesar 25%

15. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%

16. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20%

17. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

18. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan

paling tinggi sebesar 0,3%

19. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling

tinggi sebesar 5%

d). Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan Pajak dilarang diborong. Setiap wajib Pajak wajib

membayarpajak yang teru=hutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundangan-

undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan

berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat

Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan

berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban

perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak

Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),

dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).

e), Obyek Pajak Hotel dan Restoran

36

Pajak Hotel dan Restoran merupakan pajak daerah, sehingga masing-

masing daerah (propinsi) di Indonesia Khususnya daerah pariwisata seperti

Bali juga memiliki Peraturan Daerah (PERDA) sendiri-sendiri. Namun

demikian pada dasarnya Obyek Pajak Hotel dan Restoran sama saja disemua

propinsi, yaitu (dikutip dari Situs Layanan Pendapatan Kota Denpasar,

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011) :

1.Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek;

2.Fasilitas pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan

atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan

kenyamanan;

3.Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel dan

bukan untuk umum;

4.Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel;

5.Penjualan makanan dan minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas

penyantapannya, termasuk yang di bawa pulang;

f). Service

Service dalam hal ini adalah potongan yang dikenakan kepada

konsumen hotel atau restoran atas : pelayanan, dedikasi dan perhatian yang

diberikan oleh manajemen dan karyawan hotel atau restoran, yang nantinya

akan dibagikan kepada seluruh karyawan hotel secara merata. Kebanyakan

hotel atau restoran mengenakan service kepada konsumennya, akan tetapi ada

juga hotel atau restoran yang untuk alasan tertentu (promosi) tidak

37

mengenakan service. Besarnya service yang dikenakan beragam, berkisar

antara 7% sampai dengan 10% atas jasa yang diserahkan.

2.3.3. Tinjauan Surat Pemberitahuan (SPT)

2.3.3.1. Pengertian SPT

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut undang-undang No.16

tahun 2009 mengenai KUP Pasal 1 angka 11 dan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 adalah surat yang oleh wajib pajak

digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek

pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun tata

cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi

wajib pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

perhitungan jumlah pajak dan pembayarannya. Dalam rangka keseragaman

dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi

SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan serta cara yang digunakan

untuk menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Wajib

pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa

Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang

Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Pelayanan

Pajak tempat wajib pajak terdaftar. Pengisian SPT yang benar, lengkap dan

jelas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Benar artinya benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam

penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam

penelitian, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

38

b. Lengkap artinya memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan

objek pajak dan unsur-unsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT,

dan

c. Jelas artinya melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan

unsur-unsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT.

Pengertian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) menurut Undang-Undang

no 16 tahun 2000 Pasal 1 poin 10 yaitu surat yang oleh wajib pajak digunakan

untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau

bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (Waluyo, 2007:3).

SPT pajak (Surat Pemberitahuan) pajak menurut undang-undang No.16

tahun 2009 mengenai KUP Pasal 1 angka 11 dan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 adalah surat yang oleh wajib pajak

digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek

pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun tata

cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi

wajib pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

perhitungan jumlah pajak dan pembayarannya. Dalam rangka keseragaman

dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi

SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan serta cara yang digunakan

untuk menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. SPT

yang digunakan sekarang sudah berbasis online. Saat ini sudah berkembang

39

dengan nama eSPT (electronic Surat Pemberitahuan) dan Penerapan

pelaporan SPT secara elektronik bagi para Wajib Pajak besar telah

diamanatkan di berbagai negara. Sistem ini berlaku untuk semua bisnis

terlepas dari bagaimana mereka melakukan perdagangan (Tidd, 1999).

. 2.3.3.2. . Fungsi SPT

Adapun fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) dapat dilihat dari subjek

pajaknya yaitu wajib pajak pribadi, pengusaha kena pajak atau pemotong /

pemungut pajak, antara lain:

a) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi wajib pajak penghasilan

1. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan pajak yang

sebenarnya terutang.

2 Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu

tahun pajak atau bagian tahun pajak.

4. Melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang

pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain satu masa

pajak, sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

b) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pengusaha kena pajak

1. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

sebenarnya terutang.

2. Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

40

3. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan

ketentuan peraturan dengan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku.

c) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pemotong atau pemungut

pajak

Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) ini adalah sebagai sarana

melapor dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau disetor.

2.3.3.3. Prosedur Penyelesaian SPT

a). Wajib pajak harus mengambil sendiri blanko SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak) pada kantor Pelayanan Pajak setempat dengan menunjukan NPWP.

b). SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk

yang diberikan. Pengisian formulir SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) yang

tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar dan akan

dikenakan sanksi perpajakan.

c). SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan

Pajak yang bersangkuan dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan

diberikan tanda terima dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan

diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak) dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara tercatat, dan

tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan

tanggal pengiriman.

41

d). Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak), anatar lain:

1. Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan yaitu laporan

keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan

lain yang diperlukan untuk menghitunng besarnya penghasilan kena pajak.

2. Untuk SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) masa PPN sekurang-kurangnya

memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, jumlah kekurangan atau kelebihan

pajak.

3. Wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan yaitu perhitungan

jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

2.3.3.4. Pembetulan SPT

Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak), wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak) atas keamauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis

dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat tertuang pajak atau berakhirnya

masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dengan syarat sebagai

berikut :

a). Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksan.

Pembentulan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) tersebut berakibat utang

pajak menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa

bunga sebesar 2 % sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung

sejak saat penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) berakhir sampai

42

dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak).

b). Telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sebelum dilakukan tindakan

penyidikan. Selanjutnya, wajib pajak dengan kemauan sendiri

mengungkapkan ketidak benaran perbuatan dengan disertai pelunasan

kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta

sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang

kurang bayar.

Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak)

telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan

surat ketetapan pajak, wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat

mengungkapkanya dalam satu laporan tersendiri tentang ketidak benaran

pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) atas pengungkapan wajib pajak

berakibat, sebagai berikut:

a) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar

b) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil

c) Jumlah harta menjadi lebih besar

d) Jumlah modal menjadi lebih besar.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan

ketidak benaran pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) tersebut, beserta

sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 % dari pajak yang kurang

dibayar, harus melunasi sebelum laporan disampaikan, sebagai berikut:

\

43

2.3.3.5. Jenis-Jenis SPT

a). SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) masa, adalah surat yang oleh wajib

pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran

pajak terutang dalam sauatu masa pajak atau pada suatu saat.

b). SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) Tahunan, adalah surat yang oleh wajib

pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak

yang terutang dalam suatu tahun pajak.

44

2.3.3.6. Batas Waktu Penyampaian SPT

a). SPT Masa

Tabel 2.2

Batas Waktu SPT Masa

NO JENIS PAJAK PENYAMPAIA

N PAJAK

BATAS WAKTU

1 PPh Pasal 21 Pemotongan PPh

pasal 21

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

2 PPh Pasal 22 Impor Bea Cukai Paling lambat 14 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

3 PPh Pasal 22

Bendaharawan

Bendaharawan

Pemerintah

Paling lambat 14 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

4 PPh Pasal 22 oleh

Ditjen Bea Cukai

(DJBC)

Pemungut Pajak

(DJBC)

Secara Mingguan

Paling lambat 7 hari

setelah batas waktu

pajak berakhir

5 PPh Pasal 22 Pihak yang

melakukan

penyerahan

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

6 PPh Pasal 22

Badan Tertentu

Pihak yang

melakukan

penyerahan

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

7 PPh Pasal 23 Pemotongan PPh

Pasal 23

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

8 PPh Pasal 25 Wajib pajak yang

mempunyai

NPWP

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

9 PPh Pasal 26 Pemotongan PPh

Pasal 26

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

10 PPN dan PPnBM Pengusaha kena

Pajak

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

11 PPN dan PPnBM

DJBC

Bea Cukai Paling lambat 7 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir

12 PPN dan PPnBM Pemungut Pajak

Selain

Bendaharawan

Paling lambat 20 hari

setelah Masa Pajak

Berakhir Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011

45

Wajib pajak yang melakukan pembukuan, SPT tahunan PPh harus

dilengkapi dengan laporan keuangan berupa Neraca dan Perhitungan Laba

Rugi serta keterangan lain yang digunakan sebagai dasar menghitung

Pengahsilan Kena Pajak.

b). SPT Tahunan

Tabel 2.3

Batas Waktu SPT Tahunan

NO JENIS PAJAK PENYAMPAIA

N PAJAK

BATAS

WAKTU

1 SPT tahunan PPh

orang pribadi (1770)

Wajib pajak yang

mempunyai

NPWP

Selambatnya 3

bulan setelah

tahun pajak

berakhir

2 SPT tahunan PPh

orang Pribadi (1770 s)

yang tidak melakukan

kegiatan usaha

pekerjaan bebas

Wajib pajak yang

mempunyai

NPWP

Selambatnya 3

bulan setelah

tahun pajak

berakhir

3 SPT Tahunan PPh

Badan (1771)

Wajib pajak yang

mempunyai

NPWP

Selambatnya 3

bulan setelah tahun pajak

berakhir

4 SPT tahunan PPh Pasal

21 (1721)

Pemotong PPh

Pasal 21

Selambatnya 3

bulan setelah

tahun pajak

berakhir Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011

2.3.3.7. Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT

Sekalipun batas waktu penyampaian SPT telah ditetapkan, tetapi Wajib Pajak

dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan dengan

mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT

tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai :

a). Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan

46

b). Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu

tahun pajak

c). Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut

perhitungan sementara tersebut

Apabila permohonan wajib pajak tersebut disetujui untuk paling lama 6

bulan dan ternyata perhitungan sementara pajak selama 1 tahun yang terutang

kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, atas kekurangan

pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari

batas waktu selambat-lambatnya kewajiban menyampaikan SPT Tahunan

sampai dengan tanggal pembayaran.

2.3.3.8. Sanksi Terlambat dan Tidak Menyampaiakan SPT

a). Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT

Masa sebesar Rp. 50.000,- dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp. 100.000,-

b). Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak

benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak

benar karena ke alpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian

pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1

tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yang

tidak atau kurang bayar.

c). Wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau

keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana

47

dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali

pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

2.3.3.9. Alur pembayaran pajak

Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat

Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib

Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan

jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan

berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang

dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan

pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan

harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.

Sebenarnya ada banyak jenis pelaporan pajak, salah satu contohnya

adalah Wajib pajak Orang Pribadi. Pelaporan SPT wajib pajak orang pribadi

dilakukan setiap tahun dengan ketentuan berdasarkan jumlah penghasilan dan

jenis penghasilan dari pemberi kerja dan usaha bebas.

Berikut ini adalah gambar bagan alur pembayaran pajak :

48

Gambar 2.1

Bagan alur pembayaran pajak

Pada gambar 4.3. tersebut dijelaskan alur pembayaran pajak. Subjek

Pajak yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif harus mendaftarkan

diri ke KPP untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kemudian Wajib Pajak menghitung sendiri besarnya pajak, dan membayar

pajak tersebut ke BANK dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

SSP lembar ke-3 beserta Surat Pemberitahuan (SPT) kemudian dilaporkan ke

KPP. Kemudian atas uang pajak tersebut masuk ke Rekening pemerintah.

Dengan persetujuan DPR, uang pajak tersebut digunakan untuk melaksanakan

pembangunan dan membiayai kegiatan pemerintah

Sumber : www.pajak.go.id, 2015

49

2,3.3.10. Pelaporan Pajak

Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat

Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib

Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan

jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan

berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang

dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan

pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan

harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.

Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting

baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan

ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan

sebagai berikut:

1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas

pembayaran Pajak bulanan.

Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,

PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan

PPnBM, serta Pemungut PPN

2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan.

Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak

Orang Pribadi

50

Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara

elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga

dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT. Keterlambatan Pelaporan

untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu

rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-

(seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang

Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp

100.000,- (seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda

sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Berikut batas waktu pembayaran dan Pelaporan untuk kewajiban

perpajakan bulanan:

Tabel 2.4

Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa

No Jenis SPT Masa Batas Waktu

Pembayaran

Batas

WaktuPelaporan

1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

5

PPh Pasal 25 (angsuran

Pajak) untuk Wajib Pajak

orang pribadi dan badan

Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

6

PPh Pasal 25 (angsuran

Pajak) untuk Wajib Pajak

kriteria tertentu yang

diperbolehkan melaporkan

beberapa Masa Pajak dalam

satu SPT Masa

Akhir masa Pajak

terakhir

Tgl.20 setelah

berakhirnya Masa

Pajak terakhir

7 PPh Pasal 22, PPN & PPn

BM oleh Bea Cukai 1 hari setelah dipungut

Hari kerja terakhir

minggu berikutnya

51

No Jenis SPT Masa Batas Waktu

Pembayaran

Batas

WaktuPelaporan

(melapor secara

mingguan)

8 PPh Pasal 22 - Bendahara

Pemerintah

Pada hari yang sama

saat penyerahan barang Tgl. 14 bulan berikut

9 PPh Pasal 22 - Pertamina Sebelum Delivery

Order dibayar

10 PPh Pasal 22 - Pemungut

tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

11 PPN dan PPn BM - PKP

Akhir bulan berikutnya

setelah berakhirnya

Masa Pajak dan

sebelum SPT Masa

PPN disampaikan

Akhir bulan berikutnya

setelah berakhirnya

Masa Pajak

12 PPN dan PPn BM -

Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut

13 PPN & PPn BM - Pemungut

Non Bendahara Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut

14

PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal

15,21,23, PPN dan PPnBM

Untuk Wajib Pajak Kriteria

Tertentu

Sesuai batas waktu per

SPT Masa

Tgl.20 setelah

berakhirnya Masa

Pajak terakhir

Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011

Berikut batas waktu pembayaran dan Pelaporan untuk kewajiban

perpajakan tahunan:

Tabel 2.5

Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunan

No Jenis SPT

Tahunan Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan

1 PPh - Orang

Pribadi

Sebelum SPT Tahunan PPh

disampaikan

akhir bulan ketiga setelah

berakhirnya tahun atau bagian

tahun Pajak

2 PPh - Badan Sebelum SPT Tahunan PPh

disampaikan

akhir bulan keempat setelah

berakhirnya tahun atau bagian

tahun Pajak

3 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal

diterimanya SPPT -

Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011

52

2.2.4. Tinjauan Tentang PIECES

Metode PIECES dikembangkan oleh Wukil Ragi (2010); Metode

PIECES yaitu metode yang menggunakan enam variabel evaluasi yaitu

Performance, Information/Data, Economic, Control/Security, Efficiency, dan

Service. Metode ini digunakan untuk mengevaluasi bermacam-macam

prosedur operasional dalam sebuah organisasi, perusahaan, institusi terkait,

maupun lembaga pemerintahaan. Hasil analisanya biasanya berupa

pernyataan-pernyataan yang menilai kelemahan dan kekurangan atau baik

dan buruknya.

1. Performance (kinerja): menilai apakah proses atau prosedur yang ada

masih mungkin ditingkatkan kinerjanya. Dalam hal ini kinerja domain /

website sebagai induk tempat aplikasi dapat diakses tersebut diukur dari

throughput, dilakukan/dihasilkan pada saat tertentu dan response time,

yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan serangkaian kegiatan

untuk menghasilkan output/deliverables tertentu.

2. Information (informasi): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih

dapat diperbaiki sehingga kualitas informasi yang dihasilkan menjadi

semakin baik. Yang dimaksud kualitas informasi yang semakin baik

adalah yang semakin relevan, akurat, andal, dan lengkap serta disajikan

secara tepat waktu.

3. Economics (ekonomi): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih

dapat ditingkatkan manfaatnya (nilai gunanya) atau diturunkan biaya

penyelenggaraannya.

4. Control (pengendalian): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih

dapat ditingkatkan sehingga kualitas pengendalian menjadi semakin baik,

53

dan kemampuannya untuk mendeteksi kesalahan/ kecurangan menjadi

semakin baik pula.

5. Efficiency (efisiensi): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih

dapat diperbaiki, sehingga tercapai peningkatan efisiensi operasi.

6. Service (layanan) : menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih

dapat diperbaiki kemampuannya untuk mencapai peningkatan kualitas

layanan

18

18