Upload
dodan
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya tentang Sistem Informasi Pengolahan Data Pajak,
atau tentang penelitian tentang Sistem information e-SPT sangat jarang
ditemukan. Akan tetapi ada beberapa tulisan/artikel yang ada kaitannya dengan
penelitian ini kirannya dapat dijadikan acuan untuk mendapatkan gambaran
tentang hal-hal yang berhubungan dengan sistem informasi pariwisata
Penelitian yang dilakukan oleh Suci Murni (2005) yang meneliti “Analisis
Sistem Informasi Pariwisata (SITA) Pada Gerai Informasi Disparda Badung”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi wisatawan dan penilaian para
pakar terhadap SITA dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan informasi
secara elektronik pada gerai informasi di Disparda Badung Persamaan dengan
peneletian ini adalah meneliti tentang Sistem Informasi, sedangkan perbedaanya
adalah terletak pada teknik analisis yang digunakan. Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu Importance Performance Analysis
(James,1997) untuk menganalisis persepsi wisatawan terhadap aplikasi SITA dan
Focus Group Discussion (Widayat,2004) untuk menganalisis penilaian pakar dan
pengembangan SITA. Sedangkan peneliti menggunakan analisis PIECES untuk
megidentifikasi masalah pada sebuah sistem informasi. Hasil penelitian ini
menunjukan persepsi wisatawan terhadap kinerja SITA berdasarkan diagram
kartesius yang digunakan, bahwa 13 variabel yang dinilai, secara umum kinerja
12
SITA dapat dikatakan cukup memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi
variable yang sebagian besar berada pada quadran B (pertahankan prestasi) yakni
variable 4b dan kuadrean D yakni variable 1, 2a, 2b, 3a, 3b, 5, 7, 8, dan 9, yang
artinya kinerjannya tinggi, sekalipun tidak begitu penting bagi wisatawan.
Penelitian yang dilakukan Riza Hardianti (2011) yang meneliti “Analisis
Penggunaan e-SPT Terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Di KPP Pratama
Jakarta Kebayoran Baru Tiga” . Dalam penelitian ini diteliti tentang perbandingan
tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan SPT secara manual dan berbasis
electronic. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009
mengatur Wajib Pajak untuk menggunakan e-SPT yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaoran SPT Wajib Pajak.
Persamaan dari kedua penelitian ini adalah meneliti Sistem informasi E-SPT yang
merupakan aplikasi pengolahan data pajak yang berbasis elektronik dan online
yang dikeluarkan oleh DIRJEN PAJAK Indonesia. Sedangkan perbedaannya
adalah terletak pada tehknik analisis data dan fokus serta lokus penelitian. Hasil
dari penelitian ini secara empiris bahwa pelaporan SPT manual tingkat kepatuhan
pelaporannya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pelaporan secara
elektronik (e-SPT). Hal ini tidak sesuai dengan tujuan penyediaan aplikasi e-SPT
yaitu untuk memberikan kemudahan pelaporan Wajib Pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosa Rahma Putri Anwar dan M. Rachmadi,
ST,M.T.I (2010) yang meneliti “Sistem Informasi Pesan Antar Pada McDonald’s
Palembang”. Penelitian ini bertujuan untuk membantu kurir dalam pekerjaannya
untuk menemukan alamat pemesan secara cepat dan hemat dengan merancang
sebuah aplikasi berbasis elektronik atau online. Persamanaan dengan penelitian ini
adalah penggunaan metode PIECES yang dibuat kerangka PIECES dahulu untuk
13
mengkategorikan masalah dari Performance kesulitan mencari alamat pemesan
termasuk kurir. Information pemesan tidak dapat langsung melihat menu yang
tersedia jika memesan melalui telepon. Economics biaya telepon untuk memesan
produk cukup signifikan. Controls or Security peneliti tidak menemukan
identifikasi control. Efficiency kurir seringkali menghabiskan waktu untuk
mencari alamat pemesan. Service to Customer, Suppliers, Partners or Employees,
etc.. sedangkan perbedaannya adalah pada variabel motivasi dan lokus penelitian.
Hasilnya, dengan adanya Sistem Informasi Pesan Antar Pada McDonald’s
Palembang maka diharapkan kurir McDonald’s dapat mencari alamat pelanggan
dengan mudah dan tepat dengan pengoptimalan fitur pada perangkat mobile.
2.2. Deskripsi Konsep
2.2.1. Tinjauan Sistem Informasi
2.2.1.1. Pengertian Sistem
Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hal atau kegiatan atau
elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang dihubungkan
dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk
melaksanakan fungsi guna mencapai suatu tujuan (Sutanta, 2003:4).
Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang
saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu
kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu (Filippo dalam
Paulus, 2005:23). Komponen-komponen atau subsistem dalam suatu sistem
dapat berdiri sendiri-sendiri, komponen-komponen atau subsistem-subsistem
tersebut saling berinteraksi dan saling berhubungan membentuk suatu
kesatuan sehingga tujuan atau sasaran system tersebut dapat tercapai.
14
Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yang baru
untuk menggantikan system yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki
sistem yang telah ada. Proses pengembangan system melewati beberapa
tahapan dari mulai system itu direncanakan sampai dengan sistem tersebut
diterapkan, dioperasikan, dan dipelihara
2.2.1.2. Pengertian Informasi
Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk
yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara
langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Untuk
memperoleh informasi, diperlukan adanya data yang akan diolah dan unit
pengolah (Sutanta, 2003:10).
Informasi adalah hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap
elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan
pengetahuan yang relevan yang dibutuhkan oleh orang untuk menambah
informasi bagi setiap elemen akan berbeda satu sama lain sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing (Sutedjo, 2002:168)
Berdasarkan pendapat Griffin (2002:227-228), bentuk informasi yang
bermanfaat adalah sebagai berikut :
a) Akurasi, informasi masih menyediakan refleksi realita yang valid dan
dapat dipercaya.
15
b) Tepat waktu, informasi tersedia tepat pada saat pemimpin
membutuhkannya untuk membuat keputusan.
c) Kelengkapan, informasi harus lengkap dan jika kurang lengkap maka
cenderung akan mendapatkan gambaran realita yang tidak akurat.
d) Relevansi, informasi harus relevan agar berguna bagi organisasi.
Relevansi seperti halnya ketepatan waktu, ditentukan oleh kebutuhan
dan situasi organisasi.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu informasi adalah fungsi,
biaya, nilai, dan mutu informasi. Informasi mempunyai beberapa fungsi,
anatara lain :
a) Menambah pengetahuan
Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerimanya yang
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses
pengambilan keputusan
b) Mengurangi ketidakpastian
Adanya informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang
akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga menghindari
keraguan pada saat pengambilan keputusan.
c) Mengurangi resiko kegagalan
Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan, karena apa yang
akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan
terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan
keputusan.
16
d) Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan
Adanya informasi akan mengurangi keanekaragaman yang tidak
diperlukan, karena keputusan yang akan diambil lebih terarah.
e) Memberi standar aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan-
keputusan yang menetukan pencapaian sasaran dan tujuan.
Adanya informasi akan memberikan standar, aturan, ukuran, dan
keputusan-keputusan yang lebih terarah untuk mencapai sasarn dan tujuan
yang telah ditetapkan secara lebih baik berdasarkan informasi yang diperoleh.
2.2.1.3. Jenis Sistem informasi
Sistem informasi dapat didefinisikan sebagai ”Sekumpulan elemen
yang saling terkait atau terpadu berupa data yang telah diproses sedemikian
rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data
tersebut yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu” Abdul
kadir (2003:55)
Ada berbagai cara untuk mengelompokkan sistem informasi. Klasifikasi
yang umum dipakai antara lain didasarkan pada (Abdul Kadir): menurut
hirarki, menurut level organisasi, dan menurut fungsional. Beberapa istilah
sistem informasi lain juga sering dijumpai dalam literatur, seperti sistem
informasi strategis dan sistem informasi geografi.
a) Hirarki Sistem Informasi
Jenis-jenis sistem informasi Berdasarkan hirarkies , sistem informasi bisa
di bagi menjadi (Indrajit, 87):
17
1. Transaksional Sistem Informasi : merupakan sistem informasi dimana
proses di dalamnya berupa transaksi data (CRUD) secara berulang-ulang
ke dalam database. Biasanya level ini dilakukan oleh staff EDP
(Electronik Data Processing)
2. Managerial Sistem Informasi : pada level ini dalam sistem informasi
sudah ada fitur untuk melihat rekapitulasi data berupa pelaporan.
Informasi yang dihasilkan SI pada sistem ini dimanfaatkan oleh staff pada
level manager.
3. Ekskutif Sistem Informasi : pada level ini, sistem informasi sudah bisa
menjadi acuan dalam mengambil keputusan(Decision Support System).
Fitur SI ini dimanfaatkan oleh level ekskutif (Direktur Utama)
b) Sistem Informasi Menurut Level Organisasi
Berdasarkan level organisasi, sistem informasi dikelompokkan Kroenke
(1992) menjadi :
1. Sistem informasi departemen
(departmental information system) adalah sistem informasi yang hanya
digunakan dalam sebuah departemen. Sebagai contoh, departemen SDM
(Sumber Daya Manusia) memiliki sejumlah program (aplikasi).
Misalnya, saiah satu aplikasi digunakan untuk memantau kinerja pegawai
dan aplikasi yang lain digunakan untuk menangani peiamar. Kumpulan
aplikasi ini membentuk sebuah sistem yang disebut sistem informasi
SDM (human resource information system atau HRIS).
18
2. Sistem informasi perusahaan
(enterprise information system) merupa-kan sistem informasi yangtidak
terletak pada masing-masing departemen, melainkan berupa sebuah
sistem terpadu yang dapat dipakai oleh sejumlah departemen secara
bersama-sama. Sebagai contoh, sistem infor¬masi perguruan tinggi
mengintegrasikan bagian-bagian seperti peng-ajaran, keuangan, dan
kemahasiswaan.
3. Sistem informasi antarorganisasi
(interorganizational information system atau terkadang disebut IOS /
interorganization system) merupakan jenis sistem informasi yang
menghubungkan dua organisasi atau lebih. Sebagai gambaran, sistem
informasi reservasi pesawat terbang adalah contoh sistem informasi yang
memungkinkan biro perjalanan yang menjual tiket dan maskapai
penerbangan bisa berbagi informasi. Contoh yang lain yaitu sistem para
pemasok yang dapat dihubungkan ke sistem infor-masi Wal-Mart
(www.walmart.com), retailer terkemuka di Amerika, yang
memungkinkan pihak pemasok dapat segera mengetahui sediaan yang
berada di bawah level minimum sehingga pemasok dapat segera
mengirimkan produk mereka ke Wal-Mart (Ebert dan Griffin, 2003).
Pada awal 1990-an, perusahaan IBM, Apple, dan Motorola membentuk
aliansi strategis yang dimaksudkan untuk mematahkan dominasi Intel ter-
hadap pasar CPU (central processing unit). Ketiga perusahaan ini meng-
gunakan IOS sebagai sarana berbagi informasi dalam pengembangan
produk. Chip yang disebut PowerPC merupakan hasil dari kolaborasi ter-
19
sebut (Haag, 1999). Kini, model seperti ini banyak diimplementasikan
dalam perdagangan elektronis (e-Commerce) yang menghubungkan
pemasok dan penjual, atau yang lebih dikenal dengan sebutan B2B atau .
Business to Business
c) Sistem Informasi menurut Fungsional
Penggolongan sistem-sistem informasi fungsional sering kali didasarkan
pada perspektif yang berbeda. Hall (2001) membedakan sistem infor¬masi
akuntansi dengan sistem informasi lainnya. Semua informasi, selain sistem
informasi akuntansi, dianggap sebagai sistem informasi mana-jemen. Jika
sistem informasi akuntansi mencakup semua transaksi yang berhubungan
dengan keuangan dalam perusahaan, sistem informasi manajemen
mencakup semua transaksi non-keuangan. Oleh karena itu, sistem
informasi akuntansi dibedakan dengan sistem informasi mana¬jemen.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa sistem informasi akuntansi
sebenarnya hanyalah bagian dari sistem informasi manajemen (Gelinas,
Oram, dan Wiggins, 1990). Atau, beberapa sistem fungsional sebenarnya
adalah bagian atau subsistem dari sistem informasi akuntansi (Romney,
Steinbart, dan Cushing, 1997). Menurut McLeod (1988), sistem informasi
justru merupakan subsistem bagi sistem informasi fungsional yang lain.
Pada prinsipnya, pandangan-pandangan yang telah diutarakan tak ada yang
salah, karena hal itu memang tergantung pada implementasi sistem
informasi itu sendiri.
20
2.2.2. Tinjauan Pajak
2.2.2.1. Pengertian Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus
dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik materiil maupun sprituil. Untuk dapat merealisasikan tujuan
tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.
Dalam suatu negara pastilah terdapat pemerintahan yang berperan mengatur
seluruh kepentingan masyarakat dan dalam menjalankan roda pemerintahan
diperlukan biaya yang jumlahnya sangat besar untuk memperlancar jalannya
pemerintahan tersebut. Biaya itu berasal dari pendapatan pendapatan
pemerintah, yang salah satunya bersumber dari pajak. Ilyas (2000 dalam
Suhendi, 2008, h.33) menjelaskan bahwa penerimaan pemerintah yang
digunakan dalam membiayai pembangunan berasal dari beberapa sumber
yang dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan
bukan pajak salah satunya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari
pinjaman pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri dan
penerimaan dari badan usaha milik pemerintah sedangkan sumber
penerimaan yang lainnya adalah berasal dari pajak.
Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan Negara. Dengan
demikian setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti dan harus
berurusan dengan pajak baik mengenai pengertiannya, kegunaan dan manfaat
serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Pengertian atau
definisi perpajakan sangat berbeda-beda namun perbedaan tersebut pada
prinsipnya mempunyai inti atau tujuan yang sama. Beberapa pengertian
mengenai pajak menurut para ahli perpajakan antara lain: Pajak adalah
21
prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum ( Fieldmann dalam Resmi, 2003, h.1). Menurut Prakoso
pengertian Pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara
karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak
memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. (Prakoso, 2005 dalam
Rahmanto, 2007, h.22).
Senada dengan itu Resmi dalam bukunya berjudul “Perpajakan :Teori
Dan Kasus”, mengatakan pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah berdasarkan atau dengan kekuatan undang-
undang serta aturan pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi
pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih
terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publict investment. (Resmi,
2003, h.2).
Sedangkan pengertian pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyebutkan bahwa Pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang
yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara
atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli
barang, dsb. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1989, h.658).
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada
kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi
22
tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan umum (Djajadiningrat dalam Tjahjono dan Husein, 2005, h.2).
Menurut Sudarsono (1994) pajak adalah iuran kepada Negara yang
dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya yang menurut
peraturan dengan tidak dapat mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk penggunaannya dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Soemitro (1997,h.7) mengatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir kepada sektor
pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik yang langsung dan dapat ditunjuk untuk
membiayai pengeluaran umum.
Pajak juga dapat diartikan penyerahan sebagian kekayaan kepada
Negara karena suatu keadaan tertentu, kejadian dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman tetapi
menurut pemerintah hal ini dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik
secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
Pajak adalah suatu cara Negara untuk membiayai pengeluaran secara
umum disamping kewajiban suatu warga Negara. Secara politik pajak
merupakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan pertahanan
menuju masyarakat yang berkeadilan. Oleh karena itu pajak merupakan alat
yang paling efektif dari kebijakan fiskal untuk menggerakkan partisipasi
rakyat kepada Negara.
23
Pajak juga dapat dipandang dari berbagai aspek, dari sudut pandang
ekonomi pajak merupakan alat untuk menggerakkan ekonomi yang
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak juga
digunakan sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi rakyat. Dari sudut
pandang hukum pajak adalah masalah keuangan Negara, sehingga diperlukan
peraturan-peraturan pemerintah untuk mengatur permasalahan keuangan
Negara. Dari sudut pandang keuangan pajak dipandang sebagai bagian yang
sangat penting.
Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
unsur-unsur pajak adalah :
a) Iuran masyarakat kepada negara, dimana swasta atau pihak lain tidak
boleh memungut.
b) Berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dimana
mempunyai kekuatan hokum.
c) Tanpa balas jasa (prestasi) dari negara yang dapat langsung ditunjuk.
d) Untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa ciri-ciri yang melekat pada
pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu:
a). Fungsi anggaran (budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukan bagi pembiayaan
pengeluaranpengeluaran pemerintah. Contoh : di masukannya pajak dalam
APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
24
b). Fungsi mengatur (regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu di kenakannya pajak
yang lebih tinggi terhadap minimum keras sehingga konsumsi minuman
keras dapat di tekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
2.2.2.2 Pengelompokan Pajak
Pajak dapat di kelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu:
a). Menurut golongan
1. Pajak langsung, adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Dalam arti ekonomis
ialah pajak yang beban pembayarannya harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak bersangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Pajak
langsung dalam arti administratif ialah pajak yang dipungut secara berkala.
Contoh: pajak penghasilan (PPh)
2. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau ilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian ekonomis adalah
pajak yang beban pembayarannya dapat dilimpahkan kepada orang lain,
yang menanggung beban pajak pada akhirnya adalah konsumen. Dalam
pengertian administratif adalah pajak uang dipungut setiap terjadi
peristiwa yang menyebabkan terhutangnya pajak. Misal saat penyerahan
penjualan dari produsen pada konsumen, saat pembuatan akta, surat
persetujuan (sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam), pajak
pertambahan nilai (PPN), pajak bea materai (pajak atas dokumen), bea
balik nama, pajak tontonan dan sebagainya.
25
2,2,2,3, PPh pasal 21
a). Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabata, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi. Subyek pajak dalam negri, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.
b). Pemungut & Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan
5. Imbalan kepada pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
26
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
c). Tarif PPh Pasal 21
Pada tanggal 29 Juni 2015 melaui Peraturan Menteri Keuangan nomor
122/PMK.010/2015, tata cara perhitungan pajak penghasilan telah dirubah.
mengganti Peraturan Menteri Keuangan nomor 122/PMK.010/2015.
Perubahan tersebut diberlakukan untuk tarif PPh pribadi dan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Diubahnya tarif PPh serta PTKP mengacu pada
UU No.36 Tahun 2008, dengan rincian:
Tabel 2.1
Penyesuaian Batasan PTKP 2015
WP Tidak
Kawin
Kode Tarif 1-1-2013 s.d.
31 Desember 2014
Tarif mulai 1-1-
2015
Wajab Pajak TK 24.300.000 36.000.000
0 Tanggungan K/0 26.325.000 39.000.000
1 Tanggungan K/1 28.350.000 42.000.000
2 Tanggungan K/2 30.375.000 45.000.000
3 Tanggungan K/3 32.400.000 48.000.000 Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur
d). Menurut Sifat
Pembagian pajak menurut sifat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya di cari syarat objektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: PPh.
2. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya tanpa memperhatikan keadaaan diri wajib pajak contoh: PPN dan
PPnBM.
27
e). Menurut Pemungutan
1. Pajak pusat adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan di
gunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: PPh, PPN,
PPnBM, PBB dan bea Materai.
2. Pajak daerah adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan di
gunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Hotel dan
Pajak Restaurant
2.2.2.4. Tarif Pajak
Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak di
kenal dengan empat macam tarif, yaitu :
a) Tarif Pajak Proporcional/sebanding
Tarif pajak proporcional yaitu tarif pajak yang berupa presentase tetap
terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh: di
kenakan PPN 10% atas penyerahan Barang kena pajak.
b). Tarif Pajak Progresif
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih
besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar.
Sebagai contoh : Tarif PPh yang berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak
Badan yaitu :
1. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 tarifnya 10%.
2. Di atas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 250.000.000,00 tarifnya 15%.
3. Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 tarifnya 25%.
4. Di atas Rp 500.000.000,00 tarifnya 30%
28
Dengan memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi
menjadi :
1. Tarif progresif yaitu kenaikan pajaknya semakin besar.
2. Tarif progresif tetap yaitu kenaikan persentasenya tetap.
3. Tarif progresif degresif adalah kenaikan persentasenya semakin kecil.
c). Tarif Pajak Degresif
Tarif Pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin
menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi
semakin besar.
d). Tarif Pajak Tetap
Tarif Pajak ini tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.
2.2.2.5. Subyek Pajak
Menurut UU No 7 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dengan UU
No 7 Tahun 1991, UU No 10 Tahun 1994 dan UU No 17 Tahun 2000 pada
pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah :
1. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
2. Badan.
3. Bentuk Usaha Tetap.
Subjek Pajak terdiri atas :
a). Subjek Pajak Dalam Negeri yang terdiri atas :
29
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau
orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
b). Subjek Pajak Luar Negeri adalah :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang
tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk badan usaha
tetap di Indonesia.
2. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk badan usaha
tetap di Indonesia.
Yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah :
1. Badan perwakilan Negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari Negara asing dan orang-orang yang di perbantukan kepada
30
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbale balik.
3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan
Menteri
Keuangan dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.2.2.6. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Sesuai dengan Pasal 6 UU Pajak Penghasilan besarnya PKP bagi wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap di tentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk
biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaaan atau jasa yang
termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang di
berikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak
Penghasilan.
2. Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri di berikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana di
maksud dalam pasal 7 yaitu :
31
a. Penghasilan Tidak Kena Pajak di berikan sebesar :
1. Rp 36.000.000;untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
2. Rp 3.000.000;tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp Rp 36.000.000 tambahan untuk seorang istri yang mempunyai
penghasilan dari usaha atau dari pekerjaaan yang tidak ada hubungannya
dengan usaha suami atau anggota keluarga
4. Rp. 3.000.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga.
b. Penerapan ayat (1) di tentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau
awal bagian tahun pajak.
c. Penyesuaian besarnya PTKP sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di
tetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g
UU PPh yaitu bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT),
zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan oleh Wajib Pajak orang
pribadi pemeluk agama Islam dan Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang di bentuk atau di sahkan oleh Pemerintah dapat di kurangkan dari PKP.
Zakat yang di bayarkan hendaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan syari’ah
seperti diatas, kemudian nilai tersebut di kurangi atas penghasilan kena pajak.
Hal ini berbeda dengan bantuan sumbangan yaitu terhadap penerima bukan
sebagai penghasilan sedangkan bagi pemberi tidak boleh di kurangkan sebagai
biaya, sedangkan perlakuan atas zakat terhadap si penerima zakat bukan sebagai
penghasilan dan bagi si pemberi zakat di kurangkan dari PKP.
32
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) No 17 Tahun 2000 Yaitu :
2.2.2.7 Pajak Daerah
Sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah
pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan
digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Sumber-sumber
penerimaan tersebut dapat berupa pajak atau retribusi. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945, setiap pungutan yang membebani masyarakat baik
berupa pajak atau retribusi harus diatur dengan Undang-Undang (UU).
(Mardiasmo;2011)
a). Dasar Hukum Pajak Daerah
Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah
Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
b) Jenis Pajak Daerah
Pajak Daerah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, Yaitu:
1. Pajak Provinsi, terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan, dan
e, Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:
a. Pajak Hotel
33
b. Pajaik Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Oajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Khusus untuk Daerah otonomi yang setingkat dengan daerah provinsi,
tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah
khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan
dari pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota.
c). Tarif Pajak Daerah
Tarif untuk setiap jenis pajak adalah
1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar
1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen)
b. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
2. Tarif pajak Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam
kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,
34
pemerintah/TNI/POLRI, pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang
ditetapkan dengan peraturan daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 05%
(nol koma kima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen)
3. Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alalat-alat besar
ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%
4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi
masing-masing sebagai berikut:
a. Penyerahan pertama sebesar 20%
b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%
5 Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang
tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi
masing-masing sebagain berikut:
a. Penyerahan pertama sebesar 0,75%
b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%
6. Tarif Pajak Badan Bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi
sebesar 10%. Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk
bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih
rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk kendaraan
pribadi.
7. Tarif Pajak Air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
8. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10%
9. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
10. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
11. Tarif Pajak Hiburap ditetapkan paling tinggi sebesar 35%
12. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%
35
13. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
14. Tarif Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi
sebesar 25%
15. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%
16. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20%
17. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
18. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan
paling tinggi sebesar 0,3%
19. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling
tinggi sebesar 5%
d). Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan Pajak dilarang diborong. Setiap wajib Pajak wajib
membayarpajak yang teru=hutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundangan-
undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan
berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan
berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban
perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),
dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
e), Obyek Pajak Hotel dan Restoran
36
Pajak Hotel dan Restoran merupakan pajak daerah, sehingga masing-
masing daerah (propinsi) di Indonesia Khususnya daerah pariwisata seperti
Bali juga memiliki Peraturan Daerah (PERDA) sendiri-sendiri. Namun
demikian pada dasarnya Obyek Pajak Hotel dan Restoran sama saja disemua
propinsi, yaitu (dikutip dari Situs Layanan Pendapatan Kota Denpasar,
PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011) :
1.Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek;
2.Fasilitas pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan
atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan;
3.Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel dan
bukan untuk umum;
4.Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel;
5.Penjualan makanan dan minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas
penyantapannya, termasuk yang di bawa pulang;
f). Service
Service dalam hal ini adalah potongan yang dikenakan kepada
konsumen hotel atau restoran atas : pelayanan, dedikasi dan perhatian yang
diberikan oleh manajemen dan karyawan hotel atau restoran, yang nantinya
akan dibagikan kepada seluruh karyawan hotel secara merata. Kebanyakan
hotel atau restoran mengenakan service kepada konsumennya, akan tetapi ada
juga hotel atau restoran yang untuk alasan tertentu (promosi) tidak
37
mengenakan service. Besarnya service yang dikenakan beragam, berkisar
antara 7% sampai dengan 10% atas jasa yang diserahkan.
2.3.3. Tinjauan Surat Pemberitahuan (SPT)
2.3.3.1. Pengertian SPT
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut undang-undang No.16
tahun 2009 mengenai KUP Pasal 1 angka 11 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun tata
cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi
wajib pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak dan pembayarannya. Dalam rangka keseragaman
dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi
SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan serta cara yang digunakan
untuk menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Wajib
pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat wajib pajak terdaftar. Pengisian SPT yang benar, lengkap dan
jelas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Benar artinya benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam
penelitian, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
38
b. Lengkap artinya memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan
objek pajak dan unsur-unsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT,
dan
c. Jelas artinya melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan
unsur-unsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT.
Pengertian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) menurut Undang-Undang
no 16 tahun 2000 Pasal 1 poin 10 yaitu surat yang oleh wajib pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau
bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (Waluyo, 2007:3).
SPT pajak (Surat Pemberitahuan) pajak menurut undang-undang No.16
tahun 2009 mengenai KUP Pasal 1 angka 11 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun tata
cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi
wajib pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak dan pembayarannya. Dalam rangka keseragaman
dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi
SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan serta cara yang digunakan
untuk menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. SPT
yang digunakan sekarang sudah berbasis online. Saat ini sudah berkembang
39
dengan nama eSPT (electronic Surat Pemberitahuan) dan Penerapan
pelaporan SPT secara elektronik bagi para Wajib Pajak besar telah
diamanatkan di berbagai negara. Sistem ini berlaku untuk semua bisnis
terlepas dari bagaimana mereka melakukan perdagangan (Tidd, 1999).
. 2.3.3.2. . Fungsi SPT
Adapun fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) dapat dilihat dari subjek
pajaknya yaitu wajib pajak pribadi, pengusaha kena pajak atau pemotong /
pemungut pajak, antara lain:
a) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi wajib pajak penghasilan
1. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan pajak yang
sebenarnya terutang.
2 Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu
tahun pajak atau bagian tahun pajak.
4. Melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain satu masa
pajak, sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pengusaha kena pajak
1. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
sebenarnya terutang.
2. Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
40
3. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan
ketentuan peraturan dengan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
c) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pemotong atau pemungut
pajak
Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) ini adalah sebagai sarana
melapor dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau disetor.
2.3.3.3. Prosedur Penyelesaian SPT
a). Wajib pajak harus mengambil sendiri blanko SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak) pada kantor Pelayanan Pajak setempat dengan menunjukan NPWP.
b). SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk
yang diberikan. Pengisian formulir SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) yang
tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar dan akan
dikenakan sanksi perpajakan.
c). SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan
Pajak yang bersangkuan dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan
diberikan tanda terima dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan
diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak) dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara tercatat, dan
tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan
tanggal pengiriman.
41
d). Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak), anatar lain:
1. Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan yaitu laporan
keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan
lain yang diperlukan untuk menghitunng besarnya penghasilan kena pajak.
2. Untuk SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) masa PPN sekurang-kurangnya
memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, jumlah kekurangan atau kelebihan
pajak.
3. Wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan yaitu perhitungan
jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
2.3.3.4. Pembetulan SPT
Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak), wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak) atas keamauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis
dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat tertuang pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dengan syarat sebagai
berikut :
a). Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksan.
Pembentulan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) tersebut berakibat utang
pajak menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 % sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung
sejak saat penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) berakhir sampai
42
dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak).
b). Telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sebelum dilakukan tindakan
penyidikan. Selanjutnya, wajib pajak dengan kemauan sendiri
mengungkapkan ketidak benaran perbuatan dengan disertai pelunasan
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta
sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang
kurang bayar.
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak)
telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan
surat ketetapan pajak, wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat
mengungkapkanya dalam satu laporan tersendiri tentang ketidak benaran
pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) atas pengungkapan wajib pajak
berakibat, sebagai berikut:
a) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar
b) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil
c) Jumlah harta menjadi lebih besar
d) Jumlah modal menjadi lebih besar.
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan
ketidak benaran pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) tersebut, beserta
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 % dari pajak yang kurang
dibayar, harus melunasi sebelum laporan disampaikan, sebagai berikut:
\
43
2.3.3.5. Jenis-Jenis SPT
a). SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) masa, adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran
pajak terutang dalam sauatu masa pajak atau pada suatu saat.
b). SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) Tahunan, adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak.
44
2.3.3.6. Batas Waktu Penyampaian SPT
a). SPT Masa
Tabel 2.2
Batas Waktu SPT Masa
NO JENIS PAJAK PENYAMPAIA
N PAJAK
BATAS WAKTU
1 PPh Pasal 21 Pemotongan PPh
pasal 21
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
2 PPh Pasal 22 Impor Bea Cukai Paling lambat 14 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
3 PPh Pasal 22
Bendaharawan
Bendaharawan
Pemerintah
Paling lambat 14 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
4 PPh Pasal 22 oleh
Ditjen Bea Cukai
(DJBC)
Pemungut Pajak
(DJBC)
Secara Mingguan
Paling lambat 7 hari
setelah batas waktu
pajak berakhir
5 PPh Pasal 22 Pihak yang
melakukan
penyerahan
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
6 PPh Pasal 22
Badan Tertentu
Pihak yang
melakukan
penyerahan
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
7 PPh Pasal 23 Pemotongan PPh
Pasal 23
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
8 PPh Pasal 25 Wajib pajak yang
mempunyai
NPWP
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
9 PPh Pasal 26 Pemotongan PPh
Pasal 26
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
10 PPN dan PPnBM Pengusaha kena
Pajak
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
11 PPN dan PPnBM
DJBC
Bea Cukai Paling lambat 7 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir
12 PPN dan PPnBM Pemungut Pajak
Selain
Bendaharawan
Paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak
Berakhir Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011
45
Wajib pajak yang melakukan pembukuan, SPT tahunan PPh harus
dilengkapi dengan laporan keuangan berupa Neraca dan Perhitungan Laba
Rugi serta keterangan lain yang digunakan sebagai dasar menghitung
Pengahsilan Kena Pajak.
b). SPT Tahunan
Tabel 2.3
Batas Waktu SPT Tahunan
NO JENIS PAJAK PENYAMPAIA
N PAJAK
BATAS
WAKTU
1 SPT tahunan PPh
orang pribadi (1770)
Wajib pajak yang
mempunyai
NPWP
Selambatnya 3
bulan setelah
tahun pajak
berakhir
2 SPT tahunan PPh
orang Pribadi (1770 s)
yang tidak melakukan
kegiatan usaha
pekerjaan bebas
Wajib pajak yang
mempunyai
NPWP
Selambatnya 3
bulan setelah
tahun pajak
berakhir
3 SPT Tahunan PPh
Badan (1771)
Wajib pajak yang
mempunyai
NPWP
Selambatnya 3
bulan setelah tahun pajak
berakhir
4 SPT tahunan PPh Pasal
21 (1721)
Pemotong PPh
Pasal 21
Selambatnya 3
bulan setelah
tahun pajak
berakhir Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011
2.3.3.7. Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT
Sekalipun batas waktu penyampaian SPT telah ditetapkan, tetapi Wajib Pajak
dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan dengan
mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT
tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai :
a). Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan
46
b). Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu
tahun pajak
c). Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut
perhitungan sementara tersebut
Apabila permohonan wajib pajak tersebut disetujui untuk paling lama 6
bulan dan ternyata perhitungan sementara pajak selama 1 tahun yang terutang
kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, atas kekurangan
pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari
batas waktu selambat-lambatnya kewajiban menyampaikan SPT Tahunan
sampai dengan tanggal pembayaran.
2.3.3.8. Sanksi Terlambat dan Tidak Menyampaiakan SPT
a). Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT
Masa sebesar Rp. 50.000,- dan untuk SPT Tahunan sebesar Rp. 100.000,-
b). Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar karena ke alpaan wajib pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang bayar.
c). Wajib pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
47
dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
2.3.3.9. Alur pembayaran pajak
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat
Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib
Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan
berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang
dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan
harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.
Sebenarnya ada banyak jenis pelaporan pajak, salah satu contohnya
adalah Wajib pajak Orang Pribadi. Pelaporan SPT wajib pajak orang pribadi
dilakukan setiap tahun dengan ketentuan berdasarkan jumlah penghasilan dan
jenis penghasilan dari pemberi kerja dan usaha bebas.
Berikut ini adalah gambar bagan alur pembayaran pajak :
48
Gambar 2.1
Bagan alur pembayaran pajak
Pada gambar 4.3. tersebut dijelaskan alur pembayaran pajak. Subjek
Pajak yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif harus mendaftarkan
diri ke KPP untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kemudian Wajib Pajak menghitung sendiri besarnya pajak, dan membayar
pajak tersebut ke BANK dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
SSP lembar ke-3 beserta Surat Pemberitahuan (SPT) kemudian dilaporkan ke
KPP. Kemudian atas uang pajak tersebut masuk ke Rekening pemerintah.
Dengan persetujuan DPR, uang pajak tersebut digunakan untuk melaksanakan
pembangunan dan membiayai kegiatan pemerintah
Sumber : www.pajak.go.id, 2015
49
2,3.3.10. Pelaporan Pajak
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat
Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib
Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan
berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang
dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan
harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.
Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting
baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan
ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas
pembayaran Pajak bulanan.
Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan
PPnBM, serta Pemungut PPN
2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan.
Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak
Orang Pribadi
50
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara
elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga
dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT. Keterlambatan Pelaporan
untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu
rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp
100.000,- (seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda
sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Berikut batas waktu pembayaran dan Pelaporan untuk kewajiban
perpajakan bulanan:
Tabel 2.4
Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa
No Jenis SPT Masa Batas Waktu
Pembayaran
Batas
WaktuPelaporan
1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
5
PPh Pasal 25 (angsuran
Pajak) untuk Wajib Pajak
orang pribadi dan badan
Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
6
PPh Pasal 25 (angsuran
Pajak) untuk Wajib Pajak
kriteria tertentu yang
diperbolehkan melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam
satu SPT Masa
Akhir masa Pajak
terakhir
Tgl.20 setelah
berakhirnya Masa
Pajak terakhir
7 PPh Pasal 22, PPN & PPn
BM oleh Bea Cukai 1 hari setelah dipungut
Hari kerja terakhir
minggu berikutnya
51
No Jenis SPT Masa Batas Waktu
Pembayaran
Batas
WaktuPelaporan
(melapor secara
mingguan)
8 PPh Pasal 22 - Bendahara
Pemerintah
Pada hari yang sama
saat penyerahan barang Tgl. 14 bulan berikut
9 PPh Pasal 22 - Pertamina Sebelum Delivery
Order dibayar
10 PPh Pasal 22 - Pemungut
tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
11 PPN dan PPn BM - PKP
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya
Masa Pajak dan
sebelum SPT Masa
PPN disampaikan
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya
Masa Pajak
12 PPN dan PPn BM -
Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
13 PPN & PPn BM - Pemungut
Non Bendahara Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
14
PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal
15,21,23, PPN dan PPnBM
Untuk Wajib Pajak Kriteria
Tertentu
Sesuai batas waktu per
SPT Masa
Tgl.20 setelah
berakhirnya Masa
Pajak terakhir
Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011
Berikut batas waktu pembayaran dan Pelaporan untuk kewajiban
perpajakan tahunan:
Tabel 2.5
Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunan
No Jenis SPT
Tahunan Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
1 PPh - Orang
Pribadi
Sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan
akhir bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun atau bagian
tahun Pajak
2 PPh - Badan Sebelum SPT Tahunan PPh
disampaikan
akhir bulan keempat setelah
berakhirnya tahun atau bagian
tahun Pajak
3 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT -
Sumber : Perpajakan edisi revisi 2011
52
2.2.4. Tinjauan Tentang PIECES
Metode PIECES dikembangkan oleh Wukil Ragi (2010); Metode
PIECES yaitu metode yang menggunakan enam variabel evaluasi yaitu
Performance, Information/Data, Economic, Control/Security, Efficiency, dan
Service. Metode ini digunakan untuk mengevaluasi bermacam-macam
prosedur operasional dalam sebuah organisasi, perusahaan, institusi terkait,
maupun lembaga pemerintahaan. Hasil analisanya biasanya berupa
pernyataan-pernyataan yang menilai kelemahan dan kekurangan atau baik
dan buruknya.
1. Performance (kinerja): menilai apakah proses atau prosedur yang ada
masih mungkin ditingkatkan kinerjanya. Dalam hal ini kinerja domain /
website sebagai induk tempat aplikasi dapat diakses tersebut diukur dari
throughput, dilakukan/dihasilkan pada saat tertentu dan response time,
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan serangkaian kegiatan
untuk menghasilkan output/deliverables tertentu.
2. Information (informasi): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih
dapat diperbaiki sehingga kualitas informasi yang dihasilkan menjadi
semakin baik. Yang dimaksud kualitas informasi yang semakin baik
adalah yang semakin relevan, akurat, andal, dan lengkap serta disajikan
secara tepat waktu.
3. Economics (ekonomi): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih
dapat ditingkatkan manfaatnya (nilai gunanya) atau diturunkan biaya
penyelenggaraannya.
4. Control (pengendalian): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih
dapat ditingkatkan sehingga kualitas pengendalian menjadi semakin baik,
53
dan kemampuannya untuk mendeteksi kesalahan/ kecurangan menjadi
semakin baik pula.
5. Efficiency (efisiensi): menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih
dapat diperbaiki, sehingga tercapai peningkatan efisiensi operasi.
6. Service (layanan) : menilai apakah prosedur yang ada saat ini masih
dapat diperbaiki kemampuannya untuk mencapai peningkatan kualitas
layanan