Upload
bulkholderia-gladioli
View
605
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
for anyone
Citation preview
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Tuna
Ikan tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanan
dunia dan termasuk golongan ikan pelagis. Ikan tuna banyak dimanfaatkan
sebagai ikan kaleng dan sashimi dalam industri perikanan dunia. Spesies ikan ini
memiliki karakteristik yang mirip sehingga dapat disebut dengan golongan tuna
dan spesies mirip tuna (Nurjanah et al, 2011).
2.1.1.Klasifikasi ikan yellowfin tuna
Klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut ( Collette dan Nauen dalam Nurjanah
et al, 2011):
Phylum : Chodata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Actinopterygii
Class : Osteichtyes
Infraclass : Teleostei
Superorder : Acanthopterygii
Order : Perciformes
Suborder : Scombroidei
Famili : Scombridae
Subfamily : Thunini
Genus : Thunnus
Species : Thunnus albacares ( yellowfin tuna/ madidihang)
6
2.1.2.Morfologi ikan tuna
Tuna juga dimasukkan dalam satu famili scombroidae, satu golongan ikan
yang berbentuk cerutu. Badan ikan tuna berbentuk cerutu, menandakan kecepatan
dalam pergerakannya. Bagian belakang badannya langsing, sedangkan bagian
terlebarnya terletak di tengah-tengah. Penampang lintang badan ikan tuna
umumnya berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Semua bagian badannya
ditutupi sisik kecuali pada bagian dada yang mengeras dan seperti perisai. Warna
punggung biru tua kadang-kadang hampir hitam yang cepat sekali berubah bila
ikan mati. Sedangkan bagian perut berwarna keputih-putihan. Tuna terdapat di
perairan mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi (Simorangkir,
2000).
Untuk tuna yellowfin sendiri mempunyai ciri khas yaitu warna sirip dan
finletnya (sirip-sirip kecil) yang kuning saat hidup atau segar, juga mempunyai
sepasang sirip pektoral yang lebih pendek dari pada albacore. Tuna yellowfin (
Thunnus albacares), hidup di laut lepas dan dekat dipermukaan, memiliki panjang
maksimum mencapai 195 cm, namun pada umumnya berukuran 50-150 cm,
pemakan ikan, cumi-cumi dan udang (Wudianto et al dalam Nurjanah et
al ,2011).
2.1.3.Komposisi gizi ikan tuna
Kajian mengenai komposisi kimia dan nilai gizi pada beberapa ikan tuna
telah banyak dilakukan. Komposisi gizi dan nilai gizi yellow fin berdasarkan
kajian Oehlenschlager et al (2009) dalam Rizal (2011) dapat dilihat pada tabel 1.
7
Tabel 1. Komposisi gizi ikan yellowfin tuna per 100 gram daging
Komposisi Satuan Jenis
YellowfinKadar air gr 71Protein gr 23Total lemak gr 15Abu gr 1,3Energi kkal 168Kalsium mg 16Magnesium mg 50Fosfor mg 191Potasium mg 444Sodium mg 37Seng mg 0,52Tembaga mg 0,06Selenium µg 0,02
Sumber: Oehlenschlager (2009) dalam Rizal (2011)
2.2. Proses Kemunduran Mutu Ikan
Proses perubahan pada ikan setelah ikan mati terjadi karena aktivitas enzim,
mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat
kesegaran ikan menurun. Perubahan ini terjadi sangat cepat, tergantung jenis,
ukuran dan bentuk ikan, suhu dan kondisi lingkungan ikan.
1) Hyperaemia
Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit, membentuk
lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar
lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang
tidak menyenangkan, jumlah lendir yang terlepas dan meyelimuti tubuh dapat
sangat banyak hingga mencapai 1- 21/2 persen dari berat tubuhnya. Lendir itu
terdiri atas glukoprotein mucin yang merupakan subsrat yang sangat baik bagi
pertumbuhan bakteri (Murniyati dan Sunarman, 2000).
8
2) Rigor mortis
Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan
kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya (Junianto, 2003).
Tahapan ini ditandai oleh tubuh ikan yang mengejang setelah mati akibat proses-
proses bio-kimia yang kompleks didalam jaringan tubuh. Waktu ikan mati,
senyawa organik di dalam jaringan di pecah oleh enzim yang masih tetap aktif.
Pada mulanya glikogen terhidrolisa menghasilkan akumulasi asam laktat dan
penurunan pH (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Pada fase rigormortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari pH
mula-mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat bergantung pada
jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan. Kekuatan
penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat,
TMAO, dan basa-basa menguap (Junianto, 2003).
3) Perubahan karena aktivitas enzim (autolysis)
Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi
metabolisme dalam bahan atau enzim yang terdapat di dalamnya secara alami
sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan
pembusukan. Setelah ikan mati, maka metabolisme bersifat anaerob yang dapat
menghasilkan asam laktat. Hal ini akan menyebabkan pH turun sehingga menjadi
5,6 - 5,8. Dengan turunnya pH, metabolisme anaerob menjadi lambat dan jumlah
ATP menipis sehingga daging mengeras (rigor mortis) kemudian kembali
melunak dan proses autolisis akan berlangsung, sehingga daging menjadi rusak
(Muchtadi, 2010).
9
Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Mula-mula, protein
dipecah menjadi molekul-molekul makro, yang menyebabkan peningkatan
dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi proteose, lalu pecah lagi
menjadi pepton, polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino. Disamping asam
amino, autolysis menghasilkan pula sejumlah kecil pyrimidine dan purine basa
yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Bersamaan dengan itu,
hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Murniyati dan
Sunarman, 2000). Ciri terjadinya perubahan secara autolisis ini adalah dengan
dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam
autolisis menyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan (Junianto,
2003).
4) Perubahan karena aktivitas mikroba
Kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak
merugikan serta berbahaya terhadap kesehatan manusia karena racun yang
diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakannya yang cepat. Kerusakan
mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah tetapi juga pada bahan
setengah jadi maupun hasil olahan. Makanan dalam kaleng atau dalam botol
dapat rusak dan kadang-kadang berbahaya karena dapat memproduksi racun.
Bahan yang telah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminasi yang
berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Karena bahan yang
sedang membusuk mengandung mikroba yang masih muda dan dalam
pertumbuhan ganas (log phase), sehingga dapat menular dengan cepat ke bahan
lain yang ada di dekatnya (Muchtadi, 2010). Pada tahapan ini bakteri telah
terdapat pada jumlah yang sangat banyak akibat perkembangbiakan yang terjadi
10
pada fase-fase sebelumnya (Murniyati dan Sunarman, 2000). Perubahan
mikrobiologis pada daging ikan menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi,
yakni terbentuknya basa nitrogen seperti Trimetilamin (TMA) dan amoniak,
berasal dari Trimetilaminoksida (TMAO) yang terdapat di ikan laut, selain itu juga
terjadinya dekarboksilasi dari histidin menjadi histamin (racun) dan dekomposisi
urea yang membebaskan amoniak bebas.
Dari penguraian oleh bakteri yang tersebut diatas yang paling berarti untuk
mengetahui tingkat kesegaran ikan adalah amoniak dan mono-amino yang paling
sederhana dan dikenal sebagai basa yang mudah menguap yaitu metilamin,
dimetilamine dan trimetilamine, senyawa belerang yang mudah menguap yaitu H2S
dan senyawa siklik, seperti alkohol, amino dan lain-lain (Poernomo, 2004)
Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan, yaitu lendir
menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam dan pudar sinarnya, serta
insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan bau menusuk. Bakteri-
bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat
pada kulit menuju jaringan daging ikan dan dari permukaan kulit menuju ke
jaringan tubuh bagian dalam (Junianto, 2003).
5) Perubahan karena Kimiawi
Menurut Ilyas (1983), pada proses penurunan mutu secara kimiawi yang
menyolok kegiatannya adalah perubahan yang disebabkan oleh oksidasi lemak
pada ikan yang mengakibatkan bau dan rasa tengik, sehingga gejala ini dinamakan
ketengikan oksidatif (oxidative rancidity). Disamping itu, rupa ikan dan
dagingnya pun berubah kearah coklat kusam.
11
Kemungkinan lain disebabkan adanya 2 macam lemak yang terdapat
dalam mitokondria yaitu asam lemak yang peka terhadap pendinginan dan asam
lemak yang tahan terhadap pendinginan. Diduga bahwa asam lemak yang peka
terhadap pendinginan adalah asam linoleat, sedangkan asam lemak yang tahan
terhadap pendinginan adalah asam palmitat. Apabila kadar asam linolenat dalam
mitokondria lebih besar daripada asam palmitat, maka bahan akan peka terhadap
pendinginan. Demikian pula sebaliknya, apabila kadar asam palmitat lebih besar
daripada asam linolenat, maka bahan akan tahan terhadap pendinginan (Muchtadi,
2010). Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan suhu,
melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan
pembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-logam
berat lainnya (Ilyas 1983).
2.3. Penerapan Rantai Dingin
Proses refrigerasi, umumnya terdiri atas tahap pendinginan (chilling) yakni
penurunan suhu mencapai 00C dan tahap pembekuan (freezing) yakni penurunan
suhu dari 00C sampai jauh dibawah 00C. Pada refrigerasi hasil perikanan,
penurunan suhu pada tahap pendinginan dapat mencapai 00C atau -10C. Pada
suhu -10C produk ikan basah belum membeku berhubung deret titik beku daging
ikan terletak antara -1,10C sampai -2,20C. Penurunan suhu pada tahap pembekuan
ikan bergerak dari 00C sampai jauh dibawah 00C (umumnya dibawah -200C)
(Ilyas, 1983).
2.3.1.Pendinginan
Pendinginan ikan mencapai suhu sekitar 00C dapat memperpanjang masa
kesegaran (daya simpan, shelf life) ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan
12
ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan, cara penanganan dan keadaan
pendinginannya. Proses pendinginan hanya mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme, bakteri masih tetap
hidup dan melakukan perusakan terhadap ikan, tetapi lebih lambat. Kegiatannya
akan normal jika suhu ikan naik kembali. Kegiatan bakteri dapat dihentikan pada
suhu -120C dan dapat dicapai dengan cara membekukan ikan (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan
tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau. Efisiensi pengawetan dengan
pendinginan sangat tergantung pada tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan.
Menurut Ilyas (1983) proses pendinginan dibedakan menurut metoda
berikut :
1) Pengesan (Icing) : ikan setelah ditangkap segera dicuci dengan air bersih,
diselubungi dengan es curai dalam wadah/ ruangan yang berinsulasi.
2) Pembekuan dalam udara dingin (Chilling in cold air) : ikan/produk segera
didinginkan dalam ruangan yang direfrigerasi, misalnya dalam kamar dingin
(chill room) harus diberi es sedikit diatas ikan. Pada produk olahan dingin
tidak diperlukan penambahan es.
2.3.2.Pembekuan
Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan didalam suhu
rendah (cold storage). Pembekuan ikan harus dilakukan menurut garis-garis
tertentu, sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan justru
merusak ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan
menjadi es. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga
13
daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya
didinginkan. Pada suhu -120C, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi
proses kimia enzimatis masih terus berjalan (Effendi, 2009).
Tubuh ikan sebagian besar (60-80%) terdiri atas cairan yang terdapat
didalam sel, jaringan, dan ruangan-ruangan antar sel. Cairan itu berupa larutan
koloid encer yang mengandung berbagai macam garam (terutama kalium fosfat
dasar) dan protein. Sebagian besar dari cairan itu (± 67%) berupa free water dan
selebihnya (± 5%) berupa bound water. Bound water merupakan air yang terikat
kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan (Adawyah, 2008).
Perubahan suhu selama pembekuan
Pembekuan membutuhkan pengeluaran panas dari tubuh ikan. Prosesnya
terbagi atas tiga tahapan sebagai berikut:
1) Pada tahapan pertama suhu menurun dengan cepat hingga saat tercapainya
titik beku.
2) Kemudian, pada tahap kedua suhu turun perlahan-lahan karena dua hal:
(1) Penarikan panas dari ikan bukan berakibat pada penurunan suhu,
melainkan berakibat pada pembekuan air didalam tubuh ikan.
(2) Terbentuknya es pada bagian luar dari ikan merupakan penghambat bagi
proses pendingin dari bagian-bagian didalamnya.
3) Pada tahapan ketiga, jika kira-kira ¾ bagian dari kandungan air sudah beku,
penurunan suhu berjalan cepat kembali (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi
dua:
14
1) Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest
time tidak lebih dari 2 jam.
2) Pembekuan lambat (slow freezing atau sharp freezing), yaitu bila thermal
arrest time lebih dari 2 jam. Membekukan ikan harus dilakukan dengan quick
freezing.
Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil didalam daging
ikan. Jika dicairkan kembali, kristal-kristal yang mencair diserap kembali oleh
daging dan hanya sejumlah kecil yang lolos keluar sebagai drip.
Sebaliknya, pembekuan lambat menghasilkan kristal yang besar-besar.
Kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Pembekuan lambat
mengakibatkan pembentukan es kristal yang besar, yang merusak dinding sel, dan
ini menyebabkan kehilangan cairan ikan dalam jumlah besar pada waktu ikan
beku dilelehkan. Selain itu pembekuan lambat juga menyebabkan pengumpulan
dari garam dan enzim di dalam sel daging dalam bentuk larutan, sehingga enzim
menjadi lebih aktif dan membuat perubahan tekstur dan rasa yang tidak
dikehendaki. Makin kecil ukuran kristal es yang terbentuk hanya menyebabkan
sedikit kerusakan pada dinding sel, dan hanya sedikit cairan ikan yang hilang
waktu dilelehkan (Adawyah, 2008).
2.3.3.Metode pembekuan
Air blast freezing
Freezer ini memanfaatkan udara dingin sebagai refrigerant. Alat ini terdiri
dari beberapa tipe, yaitu tipe ruangan, terowongan, dan tipe ban berjalan.
Prinsipnya adalah sebuah lorong dengan udara dingin yang disirkulasikan ke
sekitar produk yang akan dibekukan dengan bantuan dari kipas angin. Kelebihan
15
dari alat ini adalah kecepatan pembekuan dapat diatur, tergantung kecepatan
sirkulasi udara dingin, makin tinggi kecepatannya makin cepat beku, bersifat
sangat fleksibel, dapat dipergunakan untuk membekukan segala ukuran dan jenis
produk, secara bersamaan. Kelemahannya yaitu terjadinya proses pengeringan
pada produk (dehidrasi), khususnya produk yang tidak dikemas (Hariadi, 1994).
2.4. Bahaya Pada Ikan Tuna
2.4.1.Bahaya mikrobiologi
TPC (Total Plate Count)
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan
untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses pengawetan yang
akan diterapkan pada bahan pangan tersebut, salah satu cara untuk menghitung
atau mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan yaitu
hitungan cawan.
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop ( Fardiaz, 1992)
TPC dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena yang
terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakkan
pertumbuhan spesifik (Fardiaz, 1992)
Salmonella
Salmonella adalah bakteri jenis gram negatif, berbentuk batang, bergerak
(motil), bersifat fakultatif anaerob, dan termasuk kelompok Enterobacteriaceae.
Genus Salmonella dibagi menjadi dua spesies yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia yaitu S. enterica dan S. bongori (Jay et al dalam Yates, 2011).
16
Salmonella adalah patogen alami kadang-kadang ditemukan dalam berbagai
ikan hidup, hewan, dan burung, baik domestik maupun internasional ( Buzby et
al, 2008).
Salmonella tersebar luas di alam, dapat menjajah saluran usus vertebrata
termasuk ternak, satwa liar, hewan piaraan dan manusia serta juga dapat hidup
dalam lingkungan seperti kolam dan air sedimen. Salmonella dapat menyebar
melalui lubang feses dan berkontak dengan air yang terkontaminasi (protozoa
tertentu dapat bertindak sebagai resevoir bagi organisme), sebagai contoh
Salmonella dapat mengkontaminasi daging, air irigasi pertanian, tangan,
permukaan dapur, dan peralatan.
Kontaminasi dapat terjadi ketika kebersihan seorang pengolah, permukaan
dan peralatan tidak cukup baik yang dapat berkontak langsung dengan produk
yang diolah. Kontaminasi silang dapat terjadi pada setiap titik dalam proses
makanan (Hammack, 2012).
Eschericia coli
Eschericia coli adalah salah satu spesies enterik dominan dalam usus
manusia dan sebagai bagian dari flora usus normal. E. coli adalah bakteri jenis
gram negative, berbentuk batang dan bergerak (motil). Patogen E. coli umumnya
dikelompokkan berdasarkan sifat virulensinya atau faktor yang mereka bawa. E.
coli bersumber dari kotoran manusia dan hewan yang tersebar lewat makanan dan
air yang terkontaminasi dengan kotoran ( Feng, 2012).
17
Vibrio cholera
Vibrio cholera merupakan anggota dari keluarga Vibrionaceae, motil
fakultatif anaerob, jenis gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang
melengkung panjangnya sekitar 1,4-2,6 mm (Bartram et al, 2002)
Terdapat V. cholera serogrup dan non serogrup. Dari lebih 200 V. cholera
serogrup hanya O1 dan O139 yang berhubungan dengan epidemiologi fitur dan
sindrom klinis kolera dan non serogrup O1 dan O139 yang umumnya non
toksikogenik.
V. cholera adalah organisme mesofili yang tumbuh di kisaran suhu 10-430C
dengan pertumbuhan optimum pada suhu 370C dan pH optimum untuk
pertumbuhan adalah 7,6 meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5,0 (Anonim,
2005).
Vibrio cholerae dapat bersumber dari berbagai makanan laut termasuk
kerang moluska (tiram, remis, dan kerang), kepiting, lobster, udang, cumi dan
ikan. Kontaminasi umumnya dari makanan laut yang tidak dimasak dengan benar
atau kontaminasi silang dari produk mentah (Jones et al, 2012).
2.4.2.Bahaya kimiawi
Histamin
Histamin merupakan senyawa amin biogenik yang dihasilkan dari proses
dekarboksilasi histidin bebas (α-amina-β-inidosal asam propionat). Proses
pembentukkan histamin pada ikan sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim L-
Histidine Decarboxylase (Hdc).
Histamin terjadi setelah ikan mati, sistem pertahanan tubuh ikan tidak aktif
sehingga tidak dapat melindungi diri dari serangan bakteri. Bakteri pembentuk
18
histamin mulai tumbuh dan memproduksi enzim dekarboksilase yang akan
menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya pada daging ikan. Jumlah
histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim selama proses autolisis sangat
rendah bila dibandingkan dengan histamin yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri
selama proses pembusukkan berlangsung (Nurjanah et al, 2011).
Food and Drugs Administration (FDA) menetapkan batas kritis suhu untuk
pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu 4,40C (FDA, 2001 dalam Nurjanah
et al, 2011)
Mercury
Merkuri banyak terdapat pada batu berasal dari gunung berapi . Merkuri
terdistribusi luas di bebatuan, tanah, udara dan perairan. Beberapa komponen
merkuri mudah menguap. Keadaan di atmosfir dapat berasal dari cebakan
deposit, permukan tanah dan luapan gunung merapi (Rompas, 2010).
Merkuri merupakan unsur alami, namun aktivitas manusia telah
mempercepat penyebaran ke lingkungan yang menyebabkan pencemaran merkuri
meluas. Jalur dan konsekuensi dari polusi merkuri bervariasi dalam sistem
kelautan dan dipengaruhi oleh tiga faktor utama : besarnya sumber dan
pengangkutan merkuri, perbedaan produksi jumlah methylmercury dalam sistem
kelautan dan variasi dalam biokumulasi dan biomagnifikasi merkuri dalam
jaringan makan yang akhirnya menyediakan ikan dan makanan laut lainnya untuk
konsumsi manusia.
Merkuri dilepaskan ke lingkungan dalam beberapa cara, tetapi jalur
dominan untuk pengangkutan jarak jauh adalah emisi dan desposisi atmosfer.
Jumlah emisi merkuri yang terdiri dari sumber primer yang mentransfer merkuri
19
dari kolam geologi ke atmosfer dan dapat bersifat alami atau generasi manusia
dan sumber kedua (re-emisi). Dua pertiga dari merkuri dipancarkan ke atmosfer
setiap tahun berasal dari kegiatan manusia sejak dulu dan saat ini sejak
industrialisasi.
Setelah dikeluarkan untuk atmosfer, merkuri disimpan ke bumi melalui
hujan dan salju dan sebagai gas dan partikel atau langsung menuju ke permukaan
laut melalui sungai.
Methylmerkuri adalah bentuk yang mudah diserap oleh organisme dan
biokumulasi pada jaringan hidup. Methylmercury diproduksi yang kemudian
diserap alga yang dimakan oleh zooplankton, yang dikonsumsi oleh ikan kecil dan
akhirnya dimakan oleh ikan besar. Transportasi pada methylmercury melalui
rantai makanan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti banyaknya tahapan dan sifat
dari rantai makanan, tingkat pertumbuhan organisme dan pasokan nutrisi.
Organisme paling atas dalam rantai makanan terkontaminasi tingkat tinggi, dapat
memiliki konsentrasi methylmercury yang tinggi.
Resiko kesehatan manusia dari paparan methylmercury telah banyak
didokumentasikan yaitu efek neurologis, gangguan pertumbuhan janin dan bayi,
dan kemungkinan kontribusi untuk penyakit kardiovaskular (Chen, 2012)
Timbal
Timbal atau dikenal timah hitam adalah logam berat yang awalnya secara
alamiah terdapat di dalam kerak bumi. Timbal adalah logam yang mendapat
perhatian karena bersifat toksik melalui makanan (dapat juga terakumulasi pada
ikan), minuman, udara, air, serta debu yang tercemar.
20
Kelarutan Pb di perairan alamiah sangat rendah, biasanya selalu berikat
dengan bahan organik, dan organisme perairan menyerap bahan polutan yang
kemudian berlanjut ke organisme berlanjut yang tingkatannya lebih tinggi
(Samuel dan Osman, 1981 dalam Rompas 2010).
Logam berat Pb sebagai bahan pencemar dapat merugikan kesehatan
manusia. Di dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang
terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb dikeluarkan
lewat urin atau tinja karena sebagian terikat oleh protein.
Polutan Pb di laut dapat mempengaruhi aktivitas biota laut, gangguan yang
sering terganggu akibat polutan ini adalah terganggunya susunan saraf biota, dapat
terjadi berupa ataxia, keseimbangan renang kurang, dan kalau menempel di insang
dapat menyebabkan kematian (Rompas, 2010)
Kadmium
Kadmium adalah logam berwarna putih, lunak, mengkilap, tidak larut
dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan.
Kadmium diperairan dapat berasal dari atmosfer akan turun ke laut
bersamaan dengan air hujan, dapat juga berasal dari buangan hasil tambang
maupun industri melalui sungai dan akhirnya ke perairan laut.
Di perairan sebagai polutan logam berat merupakan racun kuat dan bersifat
kronis bagi mamalia, ikan dan kemungkinan organisme lainnya. Aktivitas polutan
ini dalam tubuh organisme akan mempengaruhi pada sistem biokimia, tetapi
disamping itu bahan toksik tersebut dapat mempengaruhi morfologi insang.
21
Intinya Cd bisa merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem urinaria, sistem
respirasi dan sistem sirkulasi darah (Rompas, 2010).
TVB-N
TVB adalah ukuran jumlah dari berbagai zat yang mengandung nitrogen
yang diproduksi selama penyimpanan. Sebagai contoh adanya basa menguap
dalam daging adalah Trimetilamina (TMA), yang terbentuk dari pengurangan
Trimetilamin oksida. Ikan laut mengandung sejumlah kecil Trimetilamin oksida
(TMAO). Tidak berbau dan tidak berasa mereduksikan senyawa dengan
menyerang bakteri ke TMA, dimana dicirikan dengan “bau amis”. Meskipun
TMA hanya berguna sebagai indeks mutu selama tahap pertengahan dan akhir
dari pembusukkan setelah bakteri menyerang ikan. Trimetilamin oksida diubah
dalam jaringan otot menjadi Dimetilamin (DMA) dan formaldehida dengan aksi
enzim selama penyimpanan beku (Ryder, 2013).
TMA
Uji trimethyl amin nitrogen adalah salah satu metode uji kesegaran
bakteriologis atau metode pengukuran hasil aksi bakterial, selain uji TVB-N.
Sebagai sumber trymethyl amin adalah trymethyl aminoksida (TMAO).
TMAO terdapat pada berbagai jenis ikan laut. Kandungan TMAO berbeda
pada spesies ikan yang berlainan, daerah perairan yang berbeda, dan perbedaan
musim dalam 1 tahun, ukuran tubuh serta umur ikan.
Setelah ikan mati, TMAO akan terurai oleh enzim reduktase menjadi TMA
dan kemudian terurai lagi menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana yaitu
dimethil amin (DMA), monomethil amin (MMA) dan formaldehid (FA) (Suwetja,
2011).
22
Kecepatan peningkatan nilai TMA selama penyimpanan akan berbeda pada
suhu yang berlainan. Pada suhu 00C nilai TMA tidak meningkat. Jadi TMA tidak
baik digunakan sebagai indeks kualitas ikan beku. Ikan dengan kualitas sama bila
disimpan pada suhu yang lebih rendah, nilai TMA nya akan lebih rendah
(Suwetja, 2011).
2.5. Persyaratan mutu
2.5.1.Persyaratan mutu bahan baku
Bahan baku loin tuna berasal dari perairan yang tidak tercemar, bahan baku
harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari
tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah yang
menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Secara sensori bahan baku mempunyai karakteristik kesegaran seperti
berikut:
- Kenampakan : Mata cerah, cemerlang
- Bau : Segar
- Tekstur : Elastis, padat dan kompak
Bahan baku yang terpaksa menunggu proses lebih lanjut, maka bahan
baku yang beku disimpan dalam ruang penyimpanan (cold storage) dengan suhu
maksimal -200C (BSN, 2006b).
2.5.2.Persyaratan mutu tuna loin beku
Adapun persyaratan mutu loin tuna menurut SNI 01-4104.1-2006 (BSN
2006a) dapat dilihat pada tabel 2.
23
Tabel 2. Persyaratan mutu loin tuna beku
Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Angka (1-9) Minimal 7b. Cemaran mikroba *ALT Koloni/g maksimal 5,0 x 105
Escherichia coli APM/g > 2Salmonella APM/g NegatifVibrio choleraea APM/g Negatifc. Cemaran kimia
Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 0,5
Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 1
Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 0,4
Histamin mg/g Maksimal 100
d. Uji kimiaHistamin mg/kg Maksimal 50
e. Fisika
Suhu pusat 0C maksimal -18f. Parasit Ekor 0Catatan * Bila diperlukan
Sumber : BSN 2006a
2.5.3.Persyaratan bahan pembantu
Air
Air merupakan komoditi yang sangat esensial dalam persiapan dan
pengolahan pangan. Baik air yang akan langsung menjadi bagian produk cair,
maupun yang digunakan untuk membersihkan peralatan atau wadah pangan, baik
sebelum maupun sesudah persiapan dan pengolahan (Winarno dan Surono, 2004).
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Sedangkan air yang memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 907 /Menkes/SK/VII/2002, secara garis besar dapat
digolongkan dengan empat syarat :
24
1) Syarat Fisik
Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak
berwarna (maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), dan suhu udara
maksimal ± 30C dari udara sekitar.
2) Syarat Kimia
Air minum yang akan dikonsumsi tidak mengandung zat-zat organik dan
anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas maksimum dan
minimum (6,5 – 8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan.
3) Syarat Bakteriologis
Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi
Escherichia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml air minum.
Keberadaan E.coli dalam air minum merupakan indikasi telah terjadinya
kontaminasi tinja manusia.
4) Syarat Radioaktif
Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan
terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan
(KemKes, 2002).
Es
Menurut SNI 01-4872.1-2006, bahan baku yang digunakan untuk membuat
es adalah air yang berasal dari Perusahaan Air Minum, air tanah, perairan umum
yang tidak tercemar dan telah mengalami perlakuan sehingga memenuhi
persyaratan air minum. Bahan baku es untuk penanganan ikan memenuhi syarat
mutu air minum (BSN, 2006d).
25
2.6. Proses Pengolahan Tuna Loin
Menurut SNI tuna loin beku SNI 01-4104.2-2006 tuna loin beku adalah
produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna beku yang mengalami
perlakuan sebagai berikut : penerimaan, penyiangan atau tanpa penyiangan,
pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, pembekuan, penimbangan,
pengepakan, pengemasan, pelabelan dan pemberian kode dan penyimpanan beku
(BSN 2006c).
2.6.1. Penerimaan bahan baku
Tujuan dari penerimaan bahan baku ini sendiri adalah untuk mendapatkan
bahan baku yang bebas dari kontaminasi bakteri patogen dan memenuhi
persyaratan mutu, ukuran dan jenis. Bahan baku yang diterima di unit pengolahan
diuji secara organoleptik dan uji histamin, untuk mengetahui mutunya.
Penanganan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk
maksimal -180C.
2.6.2. Penyiangan
Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan
cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat
dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya
dengan suhu pusat maksimal -180C.
2.6.3. Pencucian
Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir
secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk.
Tujuan dari pencucian adalah untuk menghilangkan sisa kotoran dan darah yang
menempel di tubuh ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
26
2.6.4. Pembuatan loin
Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian
secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan
saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat maksimal -180C
2.6.5. Pengulitan dan perapihan
Tulang, daging hitam, dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih.
Pembuangan kulit dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter.
Pengulitan dan perapihan bertujuan untuk mendapatkan loin yang rapi bebas dari
tulang, daging hitam dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen.
2.6.6. Sortasi mutu
Sortasi dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang,
daging merah dan kulit secara manual, mengamati warna dan kekenyalan daging
sesuai dengan spesifikasi.
2.6.7. Pembungkusan (wrapping)
Loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual
vacum dan tidak vacum secara cepat.
2.6.8. Pembekuan
Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku
seperti ABF, CPF, brain hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal -180C dalam
waktu maksimal 4 jam.
2.6.9. Penimbangan
Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah
dikalibrasi.
27
2.6.10. Pengepakan
Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan
menggunakan plastik dan dimasukkan dalam master karton.
2.6.11. Pengemasan
Bahan kemasan untuk tuna loin beku bersih, tidak mencemari produk yang
dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk ikan
beku. Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya
kontaminasi dari luar tehadap produk akhir.
2.6.12. Pelabelan dan pemberian kode
Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan agar diberi
tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan
dengan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut :
1) Jenis produk
2) Berat bersih produk
3) Nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap
4) Bila ada tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut
5) Tanggal, bulan dan tahun produksi
6) Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa,
2.6.13. Penyimpanan
Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu
maksimal -250C dengan fluktuasi suhu ± 20C, penataan produk dalam gudang beku
diatur sedemikian rupa sehingga memungkikan sirkulasi udara dapat merata dan
memudahkan pembongkaran (BSN, 2006c).
28
2.7. Kriteria Grade Mutu Tuna Segar
Penentuan grade mutu di pasaran ditentukan oleh beberapa hal, termasuk
ukuran ikan, bentuk tubuh ikan, kekerasan tekstur, warna, kecerahan, dan
kandungan lemak daging tuna. Atribut mutu dan pengaruhnya terhadap mutu tuna
disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Atribut mutu dan pengaruhnya terhadap mutu tuna
Atribut Mutu Grading
UkuranIkan yang berukuran besar biasanya akan mendapatkan
harga yang lebih mahal.
KandunganKandungan lemak pada tuna tergantung pada perilaku
makan tuna yang terakhir, keturunan dan suhu.
Bentuk tubuh
Bentuk tubuh yang membulat sempurna biasanya
menghasilkan daging yang lebih baik dan mendapatkan
harga yang lebih tinggi. Bentuk tubuh yang rapih
memanjang biasanya mempunyai harga yang lebih rendah
Warna, kecerahan
dan tekstur daging
Idealnya, warna daging di bagian merah kuat. Untuk grade
paling tinggi, adamya lemak pada bagian perut dapat
diterima.
Daging tuna diamati dengan cara membuat sayatan melintang di bagian
pangkal ekor atau dengan menusukkan alat yang disebut checker. Pengambilan
sampel dilakukan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip atau ekor kanan dan
kiri) dengan cara menusukkan checker ke tubuh ikan, sehingga didapatkan
potongan daging ikan tuna, bagian kulit tuna juga akan diamati untuk memeriksa
apakah terdapat luka atau rusak akibat benturan dan bagian kepala untuk melihat
29
kondisi mutu tuna juga melihat pada ketebalan bagian perut untuk
mengestimasikan kandungan lemaknya (Wibowo, 2007). Grade dan kriteria mutu
tuna segar (yellowfin dan Bigeye)dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Grade dan kriteria mutu tuna segar
Atribut Mutu Grading
Mutu A
Yellowfin tuna : daging berwarna merah cerah seperti merah darah segar atau merah seperti buah semangka, tekstur keras, tidak terdapat pelangi atau yake.
Bigeye tuna : daging merah ttua, tekstur lembut, tidak terdapat pelangi ataupun yake.
Mutu B
Yellowfin tuna : daging berwarna merah agak cerah, tidak terdapat pelangi ataupun yake. Lemak terlihat dilapisan daging sebelah luar.
Bigeye tuna : daging agak merah tua (translusen) banyak lemak yang masuk ke lapisan daging sebelah dalam.
Mutu C
Yellowfin tuna : dagung berwarna agak berwarna merah cerah tapi sudah tidak mengkilat, warna sedikit kusam kecoklatan, lemak tidak terlihat lagi dilapisan daging sebelah luar.
Bigeye tuna : daging agak merah tua (translusen), daging kurang mengkilat, warna agak memudar, lemak masih ada sedikit masuk ke lapisan daging sebelah dalam. Warna daging sedikit kecoklatan
Mutu D
Yellowfin tuna : daging berwarna kusam, tidak mengkilat sama sekali, warna nyata kusam kecoklatan, lemak tidak terlihat lagi dilapisan daging sebelah luar.
Bigeye tuna : daging berwarna kusam tidak mengkilat, warna memudar kecoklatan, lemak masih tidak terlihat lagi dilapisan daging luar.
Mutu E
Yellowfin tuna : daging berwarna kusam, tidak mengkilat sama sekali, warna nyata kusam kecoklatan, lemak tidak terlihat lagi dilapisan daging sebelah luar.
Bigeye tuna : daging berwana kusam tidak mengkilat, warna kecoklatan
Sumber : Wibowo et al , 2007
2.8. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara produk akhir dengan bahan mentah,
sehingga diperoleh perbandingan berat. Berat yang hilang dari produk dinamakan
dengan limbah. Limbah yang dihasilkan berupa kepala, kulit, isi perut, darah dan
lendir (Hadiwiyoto, 1993).
30
Faktor – faktor yang berpengaruh dalam rendemen antara lain tenaga kerja,
jenis bahan baku, serta sarana dan prasarana. Rendemen hasil olahan ditentukan
oleh mutu bahan baku, jika mutu bahan baku rendah akan menghasilkan
rendemen yang rendah pula (Moeljanto, 1992).
2.9. Traceability (Ketertelusuran)
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor PER.19/MEN/2010, ketelusuran (traceability) adalah kemampuan untuk
menelusuri riwayat, aplikasi atau lokasi dari suatu produk atau kegiatan untuk
mendapatkan kembali data dan informasi melalui suatu identifikasi terhadap
dokumen yang terkait. Menurut peraturan Uni Eropa, traceability adalah
kemampuan untuk menelusuri dan mengikuti setiap hal yang berhubungan dengan
produk pangan, pakan, produksi makanan hewan ataupun kandungannya melalui
semua tahapan produksi dan distribusi (KKP, 2010).
Karakteristik bagian-bagian yang diidentifikasikan untuk rantai distribusi
ikan yang ditangkap yaitu, kapal penangkap ikan, pendaratan kapal perusahaan
dan pasar lelang, pengolah, pengengkut dan toko, pedagang dan tengkulak, serta
pengecer dan pemborong (Luten et al, 2003).
2.9.1.Ketertelusuran internal
Ketelusuran dalam proses ini meliputi pencatatan dalam setiap detil proses
produksi meliputi suhu produk dan ruang produksi, karyawan yang melaksanakan
proses produksi dan lain-lain. Ketelusuran dalam seluruh tahapan proses
diharapkan dapat meyakinkan bahwa suatu unit pengolahan mampu melakukan
identifikasi terhadap semua bahan-bahan dan proses pencatatannya untuk setiap
31
individu produk yang dihasilkan oleh unit pengolahan tersebut. komponen-
komponen sistem ketelusuran ketelusuran internal meliputi
1) Kode identifikasi produk
Kunci keberhasilan untuk ketertelusuran adalah pemberian kode identifikasi
untuk spesifik (batch) produk dan kemudian bersama-sama mempertahankan
integritas dengan informasi di sepanjang waktu dalam pabrik.
Kode aktual yang akan digunakan untuk membedakan T-Unit tersendiri
bergantung pada perusahaan dan sistem ketertelusuran yang akan digunakan,
tetapi dalam banyak hal kode ID harus:
(1) Unik
(2) Pendek agar mudah dibaca dan ditulis
(3) Menyampaikan informasi yang memadai sehingga dapat menghubungkan
produk khusus untuk catatan yang relevan.
Prinsip utama dalam pengkodean produk adalah untuk memastikan berbagai
sumber informasi yang sudah digunakan dalam operasi pabrik terkait, sehingga
jika diperlukan sejarah sementara produk di pabrik dapat ditemukan.
2) Data manajemen
Ketertelusuran dalam pabrik yang terutama berkaitan dengan manajemen
informasi. Ada beberapa jenis operasi data yang digunakan dalam operasi pabrik
yang khusus, yaitu:
Transfer
Ini adalah operasi sederhana, di mana kode ID produk yang ditransfer
dengan produk selama pemrosesan.
32
Penambahan
Selama pengolahan bahan tambahan ditambahkan ke dalam produk. Dalam
situasi ini selama kode ID masih khusus untuk produk, itu masih terus digunakan,
meskipun catatan pengolahan harus mengidentifikasi kode ID dari bahan yang
digunakan.
Penggabungan
Satu langkah proses menggabungkan beberapa unit ketertelusuran (batch),
masing-masing dengan kode ID yang khusus. Kode ID yang baru disini harus
ditetapkan untuk penggabungan yang baru unit T dan catatan harus jelas
menunjukkan kode ID dari semua komponen unit T.
Pemisahan
Satu unit T dilakukan pemisahan pada saat proses dan produk yang berbeda.
Kode ID yang baru harus diberikan kepada masing-masing unit, walaupun
dalam prakteknya kode baru tidak dapat dipakai sampai menjalani langkah-
langkah proses selanjutnya.
3) Operasi batch
Operasi batch dimana pengolahan dilakukan pada satu lot atau batch pada
suatu waktu, (misalnya pembekuan blast, pengasapan, pemfilletan, dll) di sini
batch catatan pengolahan menyediakan kode ID dan waktu / tanggal di mana
proses itu dilakukan.
4) Operasi berlanjut
Dalam operasi lainnya seperti gutting/heading, pembekuan tunnel, metal
detector dan penyimpanan, catatan pengolahan sering dicatat secara terus-menerus
dan otomatis, yang berhubungan dengan kode batch tertentu. Tanggal dan waktu
33
batch tertentu mulai dan akhir proses harus dicatat secara terpisah. Tanggal dan
waktu batch tertentu mulai dan akhir proses harus dicatat secara terpisah.
2.9.2.Ketertelusuran eksternal
Ketelusuran eksternal berkaitan dengan informasi produk dari suatu unit
pengolahan baik bahan baku yang diterima maupun produk akhir yang
didistribusikan ke pihak lain yang memasarkan produk tersebut sampai produk
tersebut dikonsumsi.
Setiap suplier harus mencantumkan informasi yang perlu diketahui oleh
konsumen, termasuk metode produksi, dan daerah penangkapan bahan baku,
dengan kata lain, setiap produsen diharapkan mengetahui informasi tentang
identifikasi dan dokumen sumber bahan baku, bahan tambahan dan semi material
yang digunakan selama proses berlangsung. Prosedur penerimaan bahan baku
untuk tujuan ketelusuran meliputi tanggal penerimaan bahan baku, supplier,
spesies, kuantitas, grade dan lain-lain.
2.9.3. Implementasi traceability pada asal bahan baku penangkapan di laut
Agen/pengumpul membeli ikan dari beberapa kapal yang mendaratkan dari
pantai, ketika ikan akan ditempatkan dalam peti ikan dan memasang label yang
berisi tanggal dan waktu pendaratan, identitas kapal dan pantai atau lokasi
pendaratan. Jumlah signifikan dari mengumpulkan informasi dapat digunakan
tidak hanya untuk traceability pada ikan tetapi memberikan data yang akurat pada
lokasi, kondisi tentang cuaca, suhu air laut, lamanya waktu jaring ditebar,
dalamnya trawl, dll. Informasi ini meskipun besar nilai komersialnya untuk
produk traceability tetapi kurang berarti bagi para nelayan.
34
2.9.4. Implementasi traceability dalam perusahaan
Implementasi traceability baru dapat dilaksanakan apabila telah ada
kesepakatan yang terjalin antar tiap departemen yang yang terkait dalam
pengoperasian perusahaan.
Departemen yang dimaksud adalah pembelian, pemasaran, Quality
Assurance, dan departemen lain yang berhubungan langsung ataupun tidak
langsung dengan produk. Langkah pertama yang dilakukan adalah analisis
terhadap sistem yang diterapkan, dan menentukan elemen mana yang dibutuhkan
dalam transfer informasi untuk informasi traceability yang rutin dilakukan.
Menurut Derrick dan Dillon (2004), bentuk implementasi traceability yang
efektif dalam perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut:
2.9.5.Analisis sistem traceability dalam perusahaan
Analisis sistem treceability di unit pengolahan diawali dengan menganalisis
sistem produksi yang diterapkan pada perusahaan. Analisis sistem tersebut terdiri
atas :
1) Membuat tim manajemen
Langkah awal dalam pengembangan sistem traceability adalah membuat
tim manajemen traceability. Tim manajemen traceability dipimpin oleh seorang
yang memiliki pengetahuan tentang traceability dan memiliki posisi penting
dalam kegiatan produksi. Pada umumnya ketua tim manajemen adalah kepala
bagian produksi karena kepala bagian produksi memahami seluk beluk kegiatan
produksi di unit pengolahan tersebut.
2) Membuat diagram tahapan proses produksi
35
Pembuatan diagram tahapan proses produksi bertujuan membantu dalam
penentuan pos-pos kegiatan perekaman dalam kegiatan produksi. Tahapan proses
produksi yang dimaksudkan dimulai dari tahapan pengadaan bahan baku (raw
material) hingga produk akhir di dalam container.
3) Membuat prosedur identifikasi
Prosedur identifikasi disusun dengan berpedoman pada diagram tahapan
proses produksi yang telah dibuat. Pembuatan prosedur identifikasi bertujuan
untuk menetukan format alat-alat dokumentasi yang akan digunakan dalam
kegiatan perekaman serta menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab
terhadap rekaman tersebut. Dengan prosedur perekaman (record keeping) yang
baik dapat menarik ulang produk (withdraw atau recall) apabila terdapat suatu
kasus terkait mutu pangan yang tidak sesuai standar.
4) Melakukan perekaman pada setiap tahapan proses produksi
Perekaman adalah formulir yang digunakan untuk mencatat hasil dari
masing-masing aktivitas monitoring dan berbagai tindakan koreksi, baik yang
terkait dengan GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard
Operating Procedures) maupun HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point). Formulir terebut berisi semua informasi yang dipantau dan dikoreksi serta
data-data penunjang untuk memudahkan pelacakan, misalnya waktu, tanggal,
jenis, nama, petugas, tanda tangan petugas dan nomor lot atau batch (Ditjenkan
1999)
5) Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan penting dalam sistem perekaman yang
berfungsi sebagai alat konfirmasi dengan manajemen tingkat atas. Verifikasi
36
dilakukan pada tahap akhir dari pelaksanaan traceability (Derrick and Dillon,
2004).
2.9.6.Asesmen traceability di unit pengolahan
Asesmen traceability dilakukan setelah perusahaan menerapkan
traceability. Asesmen traceability bertujuan untuk menentukan kemampuan
prosedur perekaman dan kegiatan perekaman yang mampu mendukung penerapan
sistem traceability. Asesmen traceability di unit pengolahan dilakukan dengan
menggunakan metode traceability decision tree berbentuk diagram alir yang
berisi sejumlah pertanyaan evaluasi tentang rekaman dan kode nomor lot.
Evaluasi dilakukan di seluruh tahap dalam suatu proses produksi (Derrick dan
Dillon, 2004).
2.9.7.Prosedur penarikan kembali produk
Hal ini sangat penting dalam membangun sistem ketertelusuran yaitu
persyaratan untuk menggunakan informasi produk yang diperoleh oleh sistem
untuk mengingat setiap produk yang ditemukan memiliki potensi menimbulkan
resiko terhadap keselamatan konsumen. Prosedur recall akan lebih spesifik untuk
operasi perusahaan dan sistem manajemen, tetapi harus mencakup 9 elemen
berikut: tim manajemen penarikan kembali, berkas keluhan, daftar kontak
penarikan kembali, menelusuri produk, catatan supply dan distribusi, prosedur
penarikan kembali, catatan penarikan kembali pada produk, efektivitas prosedur
penarikan kembali dan menguji rencana recall, dokumentasi dan rekaman
(Derrick dan Dillon, 2004).