Upload
dangduong
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
27
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Kehamilan
A. Definisi
Kehamilan adalah pertemuan antara sel telur (ovum) dengan
sperma yang menyebabkan amenore pada wanita usia reproduktif
disertai dengan perubahan fungsi anatomi tubuh. Kehamilan berlangsung
selama 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT)
(Mochtar, 2012; h. 35).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal
akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9
bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi menjadi 3
trimester, dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester
ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2012; h.
213).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
28
B. Tanda – Tanda Kehamilan
Menurut Rustam Mochtar (2012 ; 35 ) tanda – tanda kehamilan
adalah sebagai berikut :
1. Tanda – Tanda Presumtif
a. Amenorea (tidak mendapat haid).
Wanita harus mengetahui tanggal hari pertama haid
terakhir (HT) supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan
taksiran tanggal persalinan (TTP), yang dihitung dengan
menggunakan rumus dari Naegele.
b. Mual dan Muntah (nausea and vomiting).
Biasanya terjadi pada bulan – bulan pertama
kehamilan hingga akhir triwulan pertama. Karena sering terjadi
di pagi hari, maka disebut morning sickness (sakit pagi).
Apabila timbul mual dan muntah berlebihan karena kehamilan,
disebut hiperemesis gravidarum.
c. Mengidam (ingin makan makanan khusus).
Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman
tertentu terutama pada bulan – bulan triwulan pertama.
Mereka juga tidak tahan suatu bau – bauan.
d. Pingsan
Jika berada pada tempat – tempat ramai yang sesak
dan padat, seorang waniita yang sedang hamil dapat pingsan.
e. Tidak Ada Selera Makan (anoreksia).
Hanya berlangsung pada triwulan pertama
kehamilan, kemudian nafsu makan timbul kembali.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
29
f. Lelah (fatigue)
g. Payudara Membesar, Tegang, dan Sedikit Nyeri.
Disebabkan karena pengaruh estrogen dan
progesterone yang merangsang duktus dan alveoli payudara.
Kelenjar Montgomery terlihat lebih membesar.
h. Sering Miksi.
Dikarenakan kandung kemih tertekan oleh rahim
yang membesar. Gejala itu akan hilang pada triwulan kedua
kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala tersebut muncul
kembali karena kandung kemih tertekan oleh kepala janin.
i. Konstipasi/Obstipasi.
Disebabkan karena tonus otot – otot usus menurun
oleh kadar hormone steroid.
j. Pigmentasi Kulit.
Hal ini terjadi karena pengaruh hormon kortikosteroid
plasenta, dijumpai di muka (chloasma gravidarum), areola
payudara, leher, dan dinding perut (line nigra).
k. Pemekaran Vena – Vena (varises).
Dapat terjadi pada kaki, betis, dan vulva, hal ini
umumnya dijumpai pada triwulan akhir.
2. Tanda – Tanda Kemungkinan Hamil
a. Perut Membesar.
b. Uterus Membesar.
Karena terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan
konsistensi rahim.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
30
c. Tanda Hegar.
Ditemukan di serviks dan isthmus uteri yang lunak
pada pemeriksaan bimanual saat usia kehamilan 4 sampai 6
minggu.
d. Tanda Chadwick.
Perubahan warna menjadi kebiruan yang terlihat di
porsio vagina dan labia. Tanda tersebut timbul akibat
pelebaran vena karena peningkatan kadar estrogen.
e. Tanda Piskacek.
Pembesaran dan pelunakkan rahim ke salah satu sisi
rahim yang berdekatan dengan tuba uterine. Biasanya tanda
ini ditemukan di usia kehamilan 7 sampai 8 minggu.
f. Braxton Hicks.
Kontraksi – kontraksi kecil uterus jika di rangsang.
g. Teraba Ballotement.
Fenomena bandul atau pantulan balik. Hal ini dapat
dikenali dengan jalan menekan tubuh janin melalui dinding
abdomen yang kemudia terdorong melalui cairan ketuban dan
kemudian memantul balik ke dinding abdomen atau tangan
pemeriksa. Fenomena bandul jenis ini disebut ballottement in
toto. Jenis lain dari pantulan ini adalah ballottement kepala
yaitu hanya kepala hanin yang terdorong dan memantul
kembali ke dinding uterus atau tangan pemeriksa setelah
memindahkan dan menerima tekanan balik cairan ketuban di
dalam kavum uteri (Prawirohardjo, 2010; h. 220).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
31
3. Tanda Pasti Hamil
a. Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasa juga bagian – bagian
janin.
b. Denyut jantung janin yang dibuktikan dengan :
1) Didengar dengan stetoskop-monoaural Laennec.
2) Dicatat dan didengar dengan alat Doppler.
3) Dicatat dengan feto-elektrokardiogram.
4) Dilihat pada ultrasonografi.
c. Terlihat tulang –tulang janin dalam foto rontgen.
C. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Pada Perempuan Hamil.
Menurut Rustam Mochtar (2012; h. 29 - 30) perubahan anatomi
dan fisiologi pada perempuan hamil adalah sebagai berikut:
1. Sistem Reproduksi
a. Uterus
1) Ukuran, rahim membesar akibat hipertrofi dan hyperplasia otot
polos rahim, serabut - serabut kolagennya menjadi
higroskopik, endometrium menjadi desidua. Ukuran pada
kehamilan cukup bulan 30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas
lebih dari 4000 cc.
2) Berat, berat uterus naik secara luar biasa dari semula yang
berbobot 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan
(40 minggu).
3) Bentuk dan konsistensi, pada bulan – bulan pertama
kehamilan rahim berbentuk seperti buah alpukat, pada
kehamilan 4 bulan rahim berbentuk bulat, dan pada akhir
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
32
kehamilan seperti bujur telur. Rahim yang tidak hamil kira –
kira sebesar telur ayam, pada kehamilan 2 bulan sebesar telur
bebek, dan kehamilan 3 bulan sebesar telur angsa. Pada
minggu pertama, isthmus rahim mengalami hipertrofi dan
bertambah panjang sehingga jika diraba terasa lebih lunak.
Hal ini disebut tanda Hegar. Pada kehamilan 5 bulan, rahim
teraba seperti berisi cairan ketuban, dinding rahim terasa tipis
oleh karena itu bagian – bagian janin dapat diraba melalui
dinding perut dan dinding rahim.
b. Serviks
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih
lunak dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan
vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks,
bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada
kelenjar – kelenjar serviks (Prawirohardjo, 2010; h. 177). Hal
tersebut menjadikan serviks bertambah vaskularisasinya dan
menjadi lunak yang disebut sebagai tanda Goodell. Kelenjar
endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus.
Karena pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, maka
endoservikal berubah warna menjadi livid atau kebiruan yang
disebut sebagai tanda Chadwick (Mochtar, 2012; h. 29 – 30).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
33
c. Indung telur (ovarium)
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan
pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum
yang dapat ditemukan diovarium. Folikel ini akan berfungsi
maksimal selama 6 – 7 minggu awal kehamilan dan setelah itu
akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah
yang relatif minimal (Prawirohardjo, 2010; h. 178).
d. Vagina dan Perineum
Prawirohardjo (2010; 178) menjelaskan bahwa selama
kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas
pada kulit dan otot – otot di perineum dan vulva, sehingga pada
vagina akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal sebagai
tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan
hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel – sel otot
polos.
e. Kulit
Menurut Prawirohardjo (2010; h. 179) pada dinding kulit
perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam,
dan terkadang juga akan mengenai daerah payidara dan paha.
Perubahan ini dikenal dengan nama striea gravidarum. Pada
multipara selain striae kemerahan itu seringkali ditemukan garis
berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae
gravidarum sebelumnya. Selain itu, terjadi perubahan pula di garis
pertengahan perut (linea alba) yang akan berubah bertambah
hitam kecoklatan yang disebut dengan linea nigra.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
34
f. Payudara
Payudara akan bertambah ukurannya di vena – vena di
bawah kulit akan lebih terlihat. Puting payudara akan membesar,
kehitaman, dan tegak. Areola akan telbih besar dan kehitaman.
Kelenjar Montgomery akan membesar dan cenderung menonjol
keluar. Jika payudara semakin membesar, striae seperti yang
terlihat pada perut akan muncul pula di payudara (Prawirohardjo,
2010; h. 179).
2. Sistem Kardiovaskular
Pada minggu kelima cardiac output akan meningkat dan
perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik.
Selain itu, denyut jantung juga mengalami peningkatan. Antara
minggu ke-10 dan minggu ke-20 terjadi peningkatan plasma.
Peningkatan estrogen dan progesteron juga akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan penutrunan resistensi vaskular perifer.
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan
vena kava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi
telentang. Penekanan vena kava inferior ini akan mengurangi darah
balik vena ke jantung. Akibatnya, terjadi penurunan preload dan
cardiac output sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi arterial
yang dikenal sebagai sindrom hipotensi supine dan pada keadaan
yang cukup berat akan mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran
(Prawirohardjo, 2010; h. 182 – 183).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
35
Penekanan pada aorta ini juga akan mengurangi aliran
darah uteroplasenta ke ginjal. Selama trimester terakhir posisi
telentang akan membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan
dengan posisi miring kekiri. Oleh karena itu lah mengapa ibu hamil
tidak dianjurkan dalam posisi telentang pada akhir kehamilan.
3. Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan hanya mengalami sedikit peruabahan
pada kehamilan tetapi volume tidal, volume ventilasi per menit dan
pengambilan oksigen per emnit akan bertambah secara signifikan
pada kehamilan lanjut. Perubahan ini akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-37 dan akan kembali hampir seperti semula sebelum hamil
dalam 24 minggu setelah persalinan (Prawirohardjo, 2010; h. 185).
4. Traktus Digestivus
Prawirohardjo (2010; h. 185) menjelaskan perubahan yang
nyata akan terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus
digestivus dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di
lambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis
(heartburn) yang disebabkan oleh refkluks asam lambung ke
esophagus bawah sebagai akibat perubahan posisi lambung dan
menurunnya tonus sfingter esophagus bagian bawah. Mual terjadi
karena penurunan motilitas usus besar.
5. Traktus Urinarius
Ginjal akan membesar, glomerular filtration rate, dan renal
plasma flow juga akan meningkat. Pada eksresi akan ditemukan
kadar asam amino dan vitamin yang larut dalam air dalam jumlah
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
36
yang lebih banyak. Glukosuria juga merupakan hal yang umum
terjadi, akan tetapi kewaspadaan terhadap penyakit diabetes mellitus
tetap harus diwaspadai. Sementara itu, proteinuria dan hematuria
merupakan suatu hal yang abnormal. Pada fungsi renal akan dijumpai
peningkatan creatinine cleareance lebih tinggi yaitu 30 %.
6. Sistem Endokrin
Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml
pada saat persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan peningkatan
vaskularisasi. Kelenjar adrenal pada kehamilan normal akan
mengecil, sedangkan hormon androstenedion, testosteron,
dioksikortikosteron, aldosteron, dan kortisol akan meningkat
(Prawirohardjo, 2010; h. 186).
D. Komplikasi pada Kehamilan
Menurut Kemenkes RI (2013; h. 82 – 126) berikut ini adalah
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada saat kehamilan yaitu :
1. Mual dan muntah pada kehamilan
a. Definisi
Adalah mual dan muntah yang terjadi pada kehamilan hingga 16
minggu. Apabila keadaan ini semakin berat, maka dinamakan
hiperemesis gravidarum.
b. Penatalaksanaan
Bila perlu, berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10
mg vitamin B6.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
37
2. Abortus
a. Definisi
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan.
b. Penatalaksanaan
1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum dan
tanda – tanda vital ibu.
2) Periksa tanda – tanda syok. Bila ibu mengalami syok, berikan
penanganan awal kasus syok.
3) Bila terdapat tanda – tanda sepsis, atau abortus dengan
komplikasi berikan antibiotik.
4) Segera rujuk ibu kerumah sakit.
3. Preeklampsia dan Eklampsia
a. Definisi
Preeklampsia adalah tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg pada
usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan disertai dengan
proteinurin. Sedangkan eklampsia adalah semua gejala dan tanda
– tanda preeklampsia dan disertai dengan kejang.
b. Penatalaksanaan
1) Bila terjadi kejang perhatiakan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi.
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia untuk tatalaksana kejang dan diberikan pada ibu
dengan preeklampsia berat untuk tatalaksana pencegahan
kejang.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
38
3) Berikan dosis awal MgSO4 dan rujuk ibu segera ke fasilitas
yang memadai.
4. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan atau sebelum adanya tanda – tanda inpartu.
b. Penatalaksanaan
1) Berikan eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
2) Segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang memadai.
5. Kehamilan Lewat Waktu
a. Definisi
Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang berusia lebih
dari 42 minggu penuh terhitung sejak hari pertama haid terakhir.
b. Penatalaksanaan
1) Sedapat mungkin rujuk ibu ke fasilitas yang memadai.
2) Tawaran induksi persalinan dimulai dari usia kehamilan 41
minggu.
3) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41 –
42 minggu yang meliputi non-stress test dan pemeriksaan
volume cairan ketuban.
4) Bila usia kehamilan mencapai 42 minggu, lahirkan bayi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
39
E. Kunjungan Pemeriksaan Antenatal
Kunjungan pemeriksaan antenatal menurut Kemenkes RI (2013; h.
22) adalah sebagai berikut :
1. Trimester I
Jumlah kunjungan minimal satu kali dengan waktu kunjungan yang
dianjurkan adalah pada saat umur kehamilan sebelum minggu ke 16.
2. Trimester II
Jumlah kunjungan minimal satu kali dengan waktu kunjungan yang
dianjurkan adalah pada saat umur kehamilan 24 – 28 minggu.
3. Trimester III
Jumlah kunjungan minimal dua kali dengan waktu kunjungan yang
dianjurkan adalah pada saat umur kehamilan 30 – 32 minggu dan
pada saat umur kehamilan 36 – 38 minggu.
Tabel 2.1 Rangkuman Tatalaksana Asuhan Antenatal Pertrimester.
Pemeriksaan dan tindakan I II III Anamnesis
Riwayat medis lengkap Catatan pada kunjungan sebelumnya Keluhan yang mungkin dialami selama hamil
V
V V
V V
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik umum lengkap Keadaan umum Tekanan darah Suhu tubuh Tinggi badan Berat badan LILA Gejala anemia Edema Tanda bahaya lainnya Pemeriksaan terkait masalah yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya
V V V V V V V V V V
V V V
V
V V V V
V V V
V
V V V V
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
40
Pemeriksaan fisik obstetrik
Vulva / perineum Pemeriksaan inspekulo Tinggi fundus Pemeriksaan obstetri dengan manuver leopold Denyut jantung janin
V V
V V V
V V V
Pemeriksaan penunjang
Golongan darah ABO dan rhesus Kadar glukosa darah Kadar Hb Kadar protein urin Tes BTA Tes HIV Tes malaria Tes sifilis USG
V * V * *
V * V * * *
* * * * * * * *
* V * * * * * *
Imunisasi, suplementasi, dan KIE
Skrining status TT dan vaksinasi sesuai status Zat besi dan asam folat Aspirin Kalsium KIE ( sesuai materi )
V V * * V
V * * V
V * * V
Sumber : Kemenkes RI ( 2013; 32 – 33 ).
Catatan :
( v ) = rutin, ( * ) = sesuai indikasi, ( v * ) = rutin untuk daerah endemis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
41
Tabel 2.2 Klasifikasi Kehamilan
Kategori Gambaran
Kehamilan normal. Keadaan umum ibu baik. Tekanan darah < 140/90 mmHg. Bertambahnya berat badan sesuai minimal 8 kg selama kehamilan ( 1 kg tiap bulan ) atau sesuai IMT ibu. Edema hanya pada ekstremitas. Denyut jantung janin 120 – 160 x / menit.
Kehamilan normal. Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18 – 20 minggu hingga melahirkan. Tidak ada kelainan riwayat obstetri. Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal.
Kehamilan dengan masalah khusus. Seperti masalah keluarga atau psikososial, kekerasan dalam rumah tangga, kebutuhan finansial, dan lain – lain.
Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi dan atau kerjasama penanganannya.
Riwayat pada kehamilan sebelumnya yaitu janin atau neonatus mati, keguguran ≥ 3 x, bayi < 2500 gram atau > 4500 gram, hipertensi, dan pembedahan pada organ reproduksi. Kehamilan saat ini yaitu kehamilan ganda, usia ibu < 16 tahun atau > 40 tahun, Rh ( - ), hipertensi, massa pelvis, penyakit jantung, penyakit ginjal, diabetes mellitus, malaria, HIV, sifilis, TBC, anemia berat, penyalahgunaan obat – obatan dan alkohol, lila < 23,5 cm, tinggi badan ibu < 145 cm, kenaikan berat badan < 1 kg atau > 2kg tiap bulan atau tidak sesuai dengan IMT ibu, TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan ibu, pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran kemih, penyakit kelamin, malposisi / malpresentasi, gangguan kejiwaan, dan kondisi – kondisi lain yang dapat memperburuk kehamilan.
Kehamilan dengan kondisi kegawatdaruratan yang membutuhkan rujukan segera.
Perdarahan, preeklampsia, eklamsia, ketuban pecah dini, gawat janin, atau kondisi – kondisi kegawatdaruratan lain yang mengancam nyawa ibu dan bayi.
Sumber : Kemenkes RI ( 2013; 33 – 34 ).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
42
II. Persalinan
A. Definisi
Persalinan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu
sendiri, tanpa bantuan alat – alat, serta tidak melukai ibu dan bayi, yang
umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 2012; h.69).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Varney, 2008; h. 672).
B. Tanda – Tanda Persalinan
Menurut Rustam Mochtar (2012, h. 70) tanda – tanda inpartu
adalah sebagai berikut yaitu :
1. Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan
teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan – robekan kecil pada serviks.
3. Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah terjadi
pembukaan.
C. Mekanisme Persalinan Normal
Rustam Mochtar (2012, h. 71) mengatakan bahwa kala satu
persalinan adalah waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi
pembukaan lengkap 10 cm. kala dua persalinan adalah kala
pengeluaran janin, sewaktu uterus dengan kekuatan his ditambah
dengan kekuatan untuk mengejan mendorong janin hingga keluar. Kala
tiga persalinan adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri atau
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
43
plasenta, dan kala empat persalinan adalah mulai dari lahirnya uri
sampai 2 jam postpartum.
a. Kala I (kala pembukaan)
1) Fase laten
Pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai
pembukaan 3 cm, yang lamanya sekitar 7 – 8 jam.
2) Fase aktif
Fase ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi menjadi
3 sub fase yaitu :
a) Periode akselerasi
Periode ini berlangsung selama 2 jam dan
pembukaan menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal
Periode ini berlangsung selama 2 jam dan
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
c) Periode deselerasi
Periode ini berlangsung lambat dan dalam waktu 2
jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).
b. Kala II (kala pengeluaran janin)
Kepala janin telah turun dan masuk ke ruang panggul
seingga terjadi tekanan pada otot – otot dasar panggul yang melalui
lengkung refleks menimbulkan rasa mengejan. Karena terdapat
tekanan pada rektum, ibu merasa seperti ingin buang air besar
dengan ditandai anus membuka. Pada waktu his, kepala janin mulai
terlihat, vulva membuka, dan perineum meregang. Dengan his dan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
44
mengedan yang terpimpin, akan lahir kepala, diikuti oleh seluruh
tubuh janin. Kala II pada primi berlangsung selama 1,5 – 2 jam dan
pada multi berlangsung 30 menit – 1 jam.
c. Kala III (kala pengeluaran uri)
Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat,
dan berisi plasenta yang menjadi dua kali lebih tebal dari
sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan
pengeluaran uri. Dalam waktu 5 – 10 menit seluruh plasenta
terlepas, terdorong kedalam vagina, dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan dari atas simfisi atau fundus uteri. Seluruh
proses umumnya berlangsung 5 – 300 menit setrlah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira – kira
100 – 200 cc.
d. Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah
bayi dan plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu, terutama
pada bahaya perdarahan postpartum.
Tabel 2.3 Lamanya Persalinan pada Primigravida dan Multigravida.
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam Kala II 1 jam 30 menit Kala III 30 menit 15 menit Lamanya persalinan 14,5 jam 7 jam 45 menit Sumber: Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri jilid 1.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
45
1. Mekanisme Persalinan (Varney, 2008; h. 754 – 755).
a. Engagement
Terjadi ketika diameter biparietal kepala janin telah
melalui pintu atas panggul.
b. Penurunan
Terjadi selama persalinan. Penurunan merupakan hasil
dari sejumlah kekuatan yang meliputi kontraksi dan pada kala dua,
dorongan yang dilakukan ibu disebabkan karena kontraksi otot –
otot abdomennya.
c. Fleksi
Melalui mekanisme ini, diameter suboksipitobregmatik
yang lebih kecil digantikan dengan diameter kepala janin yang
lebih besar. Fleksi terjadi ketika kepala janin bertemu dengan
tahanan, tahanan ini meningkat ketika terjadi penurunan dan yang
kali pertama ditemui adalah dari serviks, lalu dari sisi – sisi dinding
pelvis, hingga akhirnya dari dasar pelvis.
d. Rotasi internal
Mekanisme ini menyebabkan diameter anteroposterior
kepala janin menjadi sejajar dengan diameter anteroposterior
pelvis ibu. Oksiput berotasi ke bagian anterior pelvis ibu, bi bawah
simfisis pubis. Ketika oksiput berotasi dari posisi LOP, ROP, LOT,
atau ROT, bahu juga berotasi dengan kepala sampai mencapai
posisi LOA atau ROA. Ketika oksiput melakukan rotasi 45 derajat
akhir de dalam posisi oksiput anterior, bahu bayi tidak melanjutkan
rotasi mengikuti dengan kepala, akan tetapi bahu bayi akan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
46
masuk ke pintu atas panggul pada salah satu diameter oblik. Oleh
karena itu, mekanisme ini memiliki efek memutar leher 45 derajat.
e. Pelahiran kepala
Berlangsung melalui ekstensi kepala untuk
mengeluarkan oksiput-anterior.ekstensi harus terjadi ketika
oksiput berada di bagian anterior karena kekuatan tahanan pada
dasar pelvis yang membentuk sumbu Carus yang mengarahkan
kepala menuju pintu bawah vulva. Dengan demikian, kepala
dilahirkan dengan ekstensi meliputi oksiput, sutura sagital,
fontanela anterior, alis, orbit, hidung, mulut, dan dagu secara
berurutan muncul dari perineum.
f. Rotasi eksternal
Terjadi pada saat bahu berotasi 45 derajat menyebabkan
diameter bisakromial sejajar dengan diameter anteroposterior
pada pintu bawah panggul. Hal ini menyebabkan kepala
melakukan rotasi eksternal lain sebesar 45 derajat ke posisi LOT
atau ROT, tergantung pada arah restitusi.
g. Pelahiran bahu
Bahu anterior terlihat pada orifisium vulvovaginal yang
menyentuh di bawah simfisis pubis, bahu posterior kemudian
menggembungkan perineum dan lahir dengan fleksi lateral.
Setelah bahu lahir, bagian badan yang tersisa mengikuti sumbu
Carus dan segera lahir. Sumbu Carus adalah ujung keluar paling
bawah pada lengkung pelvis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
47
2. Komplikasi pada persalinan
a. Komplikasi pada kala satu dan kala dua persalinan.
Menurut Varney (2008; h. 780 – 802) adalah sebagai berikut :
1) Riwayat seksio sesaria sebelumnya.
2) Persalinan atau kelahiran prematur
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai
pada awal usia kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu ke
37. Penatalaksanaan pada persalinan prematur didasarkan
pada pertama kali dengan mengidentifikasi wanita yang
beresiko mengalami komplikasi ini.
3) Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau sebelum adanya tanda –
tanda inpartu (Kemenkes RI, 2013; h.122)
a) Penatalaksaan (Kemenkes RI, 2013; h. 122).
(1) Berikan eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
(2) Segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang memadai.
4) Amnionitis dan korioamnionitis
Varney (2008; h. 792) mengatakan amnionitis adalah
inflamasi kantong amnion dan cairan amnion. Korioamnionitis
adalah inflamasi korion selain infeksi cairan amnion dan
kantong amnion.
a) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini menurut Varney (2008; h.
792) adalah sebagai berikut :
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
48
(1) Fasilitasi kelahiran.
(2) Induksi oksitosin atau augmentasi untuk
memperpendek fase laten persalinan.
(3) Hidrasi dengan cairan intravena.
(4) Pemantauan tanda – tanda vital setiap jam.
(5) Pelaporan ke dokter pediatrik.
5) Prolaps tali pusat
Tindakan berikut dilakukan jika terjadi prolaps tali
pusat menurut varney (2008; h. 795) adalah sebagai berikut :
a) Tempatkan seluruh tangan anda ke dalam vagina wanita
dan pegang bagian presentasi janin ke atas sehingga tidak
menyentuh tali pusat di pintu atas panggul.
b) Jangan mencoba mengubah letak tali pusat pada kondisi
apapun.
c) Segera panggil bantuan dan panggil dokter atau segera
rujuk ibu ke fasilitas yang memadai.
6) Disporposi sefalopelvik
Adalah disporposi antara ukuran janin dan ukuran
pelvis, yaitu ukuran pelvis tidak cukup besar untuk
mengakomodasi keluarnya janin (Varney, 2008; h. 797).
a) Indikasi kemungkinan disporposi sefalopelvik
(1) Ukuran janin besar.
(2) Tipe dan karakteristik khusus tubuh wanita secara
umum.
(3) Riwayat fraktur pelvis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
49
(4) Pelvis platipeloid.
(5) Malpresentasi atau malposisi (Varney, 2008; h. 797).
7) Disfungsi uterus
a) Disfungsi uterus hipotonik
(1) Tanda dan gejala disfungsi uterus hipotonik menurut
Varney (2008; h. 799) adalah sebagai berikut :
(a) Kontraksi saat ini tidak nyeri sekali, kemajuan
persalinan berhenti.
(b) Kontraksi uterus tidak adekuat, durasi singkat dan
intensitas ringan.
(c) Tidak ada kemajuan dilatasi serviks atau
penurunan janin.
b) Disfungsi uterus hipertonik
(1) Tanda dan gejala disfungsi uterus hipertonik menurut
Varney (2008; h. 800) adalah sebagai berikut :
(a) Kontraksi terasa sangat nyeri selama periode
persalinan dan keparahan kontraksi saat palpasi.
(b) Kontraksi sering dan tonisisitas tidak teratur.
(c) Tidak ada kemajuan pendataran dan dilatasi
serviks.
b. Komplikasi pada kala tiga persalinan
1) Plasenta tertinggal
Plasenta tertinggal adalah plasenta yang belum
terlepas dan mengakibatkan perdarahan tidak terlihat.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
50
Manajemen untuk kasus ini adalah dengan manual plasenta
(Varney, 2008; h. 831).
2) Perdarahan kala tiga
3) Retensio plasenta
Adalah plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Manajemen untuk kasus ini adalah dengan
manual plasenta dan segera merujuk ibu ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
4) Inversio uterus
Adalah keadaan uterus benar – benar membalik dari
bagian dalam keluar sehingga bagian dalam fundus menonjol
keluar melalui orifisum serviks, turun dan masuk kedalam
introitus vagina, dan menonjol keluar melewati vulva (Varney,
2008; h. 833).
c. Komplikasi pada kala empat persalinan
1) Perdarahan postpartum
a) Definisi
Definisi perdarahan adalah kehilangan darah secara
abnormal. Rata – rata kehilangan darah selama pelahiran
pervaginam tanpa komplikasi adalah lebih dari 500 ml
(Varney, 2008; h. 841).
b) Faktor predisposisi
(1) Distensi berlebihan pada uterus.
(2) Induksi oksitosin atau augmentasi.
(3) Persalinan cepat atau presipitatus.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
51
(4) Kala satu atau kala dua yang memanjang.
(5) Grande multipara.
(6) Riwayat atonia uteri.
3. 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal
Berikut ini adalah langkah – langkah asuhan persalinan
normall menurut Kemenkes RI (2013; h. 39 – 49) :
Mengenali tanda dan gejala kala dua
1. Memeriksa tanda berikut :
a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan atau vaginanya.
c. Perineum menonjol dan menipis.
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat – obatan
esensial, yaitu :
a. Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril / DTT
siap dalam wadahnya.
b. Semua pakaian, handuk, selimut, dan kain untuk bayi dalam
kondisi bersih dan hangat.
c. Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan thermometer dalam
kondisi baik dan bersih.
d. Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril
sekali pakai di dalam partus set / wadah DTT.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
52
e. Untuk resusitasi, tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat,
3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir,
lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
f. Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu : cairan
kristaloid, set infuse.
3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu
tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan
handuk atau tisu bersih.
5. Pakai sarung tangan steril / DTT untuk pemeriksaan dalam.
6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan
oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set /
wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit.
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan
kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila
selaput ketuban belum pecah, dengan syarat : kepala sudah
masuk dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
53
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangan setelahnya.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 –
160 kali / menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak
normal.
Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan
Meneran.
11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.
a. Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia
merasa nyaman.
b. Anjurkan ibu untuk cukup minum.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
yang kuat untuk meneran.
a. Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
b. Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.
Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi.
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 - 6 cm,
letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
54
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Membantu Lahirnya Kepala.
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5 – 6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering,
sementara tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan
posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
a. Anjurkan ibu untuk meneran sambil bernapas cepat dan
dangkal.
20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi.
a. Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali
pusat lewat kepala bayi.
b. Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu
gunting di antaranya.
21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Membantu Lahirnya Bahu.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
a. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis.
b. Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
55
Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah kke
arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku
sebelah bawah.
a. Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan
yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.
a. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki
dan pegang masing – masing mata kaki dengan ibu jari dan
jari – jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir.
25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut
untuk menilai apakah ada asfiksia bayi :
a. Apakah kehamilan cukup bulan?
b. Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap – megap?
c. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir
normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu.
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya. Kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
b. Ganti handuk basah dengan handuk yang kering.
c. Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut
ibu.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
56
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).
Manajemen Aktif Kala III
28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan
oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin
10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan
aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali
pusat pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada
asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem
penjepit dorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan lakukan
penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Potong dan ikat tali pusat.
a. Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil
lindungi perut bayi).
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT / steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan
lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan
bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada –
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
57
perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang
topi pada kepala bayi.
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari
vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di
tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan
tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kea rah dorso-kranial
secara hati – hati, untuk mencegah terjadinya inversion uteri.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk menstimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros
jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial.
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat :
1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
58
4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya.
5) Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
setelah bayi lahir.
6) Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan.
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari – jari tangan atau klem DTT atau steril untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus
uterus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus terba keras).
a. Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak
berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil /
masase.
Menilai Perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan pastikan bahwa selaputnya lengkapndan utuh.
41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.
Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
59
43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak
kulit ibu – bayi (di dada ibu minimal 1 jam).
44. Setelah kontak kulit ibu – bayi dan IMD selesai :
a. Timbang dan ukur bayi.
b. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis
(tetrasiklin 1% atau antibiotika lain).
c. Suntikkan vitamin K 1 mg IM dip aha kiri anterolateral bayi.
d. Pastikan suhu tubuh bayi normal.
e. Berikan gelang pengenal pada bayi.
f. Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan.
45. Satu jam setelah pemberian vitamin K, berikan suntikan imunisasi
hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pencegahan perdarahan
pervaginam.
a. Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
d. Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanakan atonia
uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi, mewaspasdai tanda bahaya pada ibu, serta kapan
harus memanggil bantuan medis.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
60
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu
setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30
menit selama jam kedua pascasalin.
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik serta suhu tubuh bayi normal.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan – bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah
yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering.
54. Pastika ibu merasa nyaman.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
balikkan bagian dalam kelaur dan rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan
bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda
vital dan asuhan kala IV.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
61
4. Inisiasi Menyusui Dini ( IMD )
a) Definisi
Inisiasi menyusui dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi
mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Kontak antara kulit
bayi dengan kulit ibunya dibiarkan setidaknya selama satu jam
segera setelah lahir, kemudian bayi akan mencari payudara ibu
dengan sendirinya ( Sondakh, 2013; 170 ).
b) Manfaat Inisiasi Menyusui Dini ( IMD )
(1) Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi
(a) Kehangatan dada ibu dapat menghangatkan bayi,
sehingga apabila bayi diletakkan di dada ibu segera
setelah lahir, dapat menurunkan risiko hipotermia dan
menurunkan kematian akibat kedinginan.
(b) Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini akan
mempunyai kesempatan lebih berhasil menyusu eksklusif
dan mempertahankan menyusu daripada yang menunda
menyusu dini. Lalu, sentuhan, kuluman / emutan dan
jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang oksitosin
yang penting untuk membuat rahim berkontraksi dan
merangsang pengaliran ASI dari payudara.
(2) Keuntungan Inisiasi Menyusui untuk ibu
(a) Oksitosin
(i) Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko
perdarahan pascapersalinan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
62
(ii) Merangsang pengeluaran kolostrum dan
meningkatkan produksi ASI.
(iii) Keuntungan dan hubungan mutualistik ibu dan
bayi.
(iv) Ibu menjadi lebih tenang, memfasilitasi kelahiran
plasenta, dan pengalihan rasa nyeri dan berbagai
prosedur pascapersalinan lainnya.
(b) Prolaktin
(i) Meningkatkan produksi ASI.
(ii) Membantu ibu mengatasi stress terhadap berbagai
rasa kurang nyaman.
(iii) Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi
selesai menyusu.
(iv) Menunda ovulasi.
(3) Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini untuk bayi
(a) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat
kolostrum segera disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
(b) Segera mendapatkan kekebalan pasif pada bayi.
(c) Meningkatkan kecerdasan.
(d) Membantu bayi mengoordinasikan kemampuan mengisap,
menelan, dan napas.
(e) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi.
(f) Mencegah kehilangan panas.
(g) Meningkatkan berat badan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
63
5. Ketuban Pecah Dini ( KPD )
a) Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu (
Kemenkes RI, 2013; 122 ).
b) Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis
didapatkan pasien merasa keluar cairan yang banyak secara tiba
– tiba. Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan
dilakukan penanganan aktif karena dapat mengurangi latensi dan
meningkatkan resiko infeksi ( Kemenkes RI, 2013; 122 ).
c) Etiologi
Manuaba ( 2012; 119 ) menyebutkan bahwa penyebab
atau etiologi dari ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
(1) Serviks inkompeten.
(2) Overdistensi uterus.
(3) Faktor keturunan ( ion Cu serum rendah, vitamin C rendah,
dan kelainan genetik ).
(4) Grande multipara.
(5) Disproporsi sefalopelvik.
(6) Kehamilan letak lintang, sungsang atau pendular abdomen.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
64
d) Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dimulai dengan
terjadi pembukaan prematur serviks. Ketuban yang terkait dengan
pembukaan mengalami devaskularisasi, nekrosis, dan dapat
diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga ketuban,
semakin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat
dengan infeksi yang mengeluarkan enzim ( enzim proteolitik dan
kolagenase ) ( Manuaba, 2012; 119 – 120 ).
e) Faktor predisposisi
Sarwono Prawirohardjo ( 2010; 678 ) menyebutkan bahwa
faktor yang menunjang kejadian ketuban pecah dini adalah
sebagai berikut :
(1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
(2) Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Menurut Kemenkes RI ( 2013; 123 ) faktor predisposisi
ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
(1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.
(2) Infeksi traktus genital.
(3) Perdarahan antepartum.
(4) Merokok.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
65
f) Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal
maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi
tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea
atau gagalnya persalinan normal ( Prawirohardjo, 2010; 678 ).
g) Tatalaksana
Menurut Kemenkes RI ( 2013; 123 )
(1) Tatalaksana umum
(a) Berikan eritromisin 4 x 250 mg selama 10 hari.
(b) Rujuk ke fasilitas yang memadai.
(2) Tatalaksana khusus
Pada rumah sakit rujukan, tatalaksana ketuban pecah dini
sesuai dengan umur kehamilan, yaitu :
(a) Usia kehamilan ≥ 34 minggu.
(i) Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila
tidak ada kontraindikasi.
(b) Usia kehamilan 24 – 33 minggu.
(i) Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan
kematian janin lakukan persalinan segera.
(ii) Berikan deksametason 6 mg IM setiap 12 jam
selama 48 jam atau betametason 12 mg IM setiap
24 jam selama 48 jam.
(iii) Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi
ibu dan janin.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
66
(iv) Bayi dilahirkan di usia 34 minggu, atau di usia
kehamilan 32 – 33 minggu bila dapat dilakukan
pemeriksaan kematangan paru dan hasil
menunjukkan bahwa paru sudah matang.
(c) Usia kehamilan ≤ 24 minggu.
(i) Pertimbangan dilakukan dengan melihat resiko ibu
dan janin.
(ii) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi
kehamilan mungkin menjadi pilihan.
(iii) Jika terjadi infeksi ( korioamnionitis ) lakukan
tatalaksana sesuai kasus.
6. Induksi persalinan
a) Definisi
Induksi partus adalah suatu upaya agar persalinan mulai
berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan
dengan jelan merangsang timbulnya his ( Mochtar, 2012; 40 ).
b) Nilai pelvis ( pelvic score )
Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih
dahulu pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang
keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul. Hasil
pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tabel nilai
pelvis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
67
Tabel 2.4 Nilai Pelvis ( pelvic score )
Skor 0 1 2 Nilai
1. Pendataran serviks ( servical effecement )
Tubuler panjang
Panjang 1 cm Kurang dari 1 cm
2. Pembukaan serviks
Tertutup 1 cm 2 cm
3. Konsistensi serviks
Keras Mulai lunak Lunak
4. Arah mulut serviks
Sakral Aksial Anterior
5. Turunnya bagian terendah janin terhadap spina iskiadika atau menurut bidang Hodge
Diatas – 2 cm atau Hodge II
-1 cm sampai – 2 cm atau Hodge II+
-1 cm nol atau Hodge III
Jumlah nilai
Sumber : Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri Jilid 2.
c) Indikasi
Menurut Mochtar ( 2012; 40 ) indikasi dilakukannya induksi
persalinan adalah sebagai berikut :
(1) Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan
eklamsi.
(2) Postmaturitas.
(3) Ketuban pecah dini.
(4) Kematian janin dalam kandungan.
(5) Diabetes mellitus pada kehamilan 37 minggu.
(6) Antagonisme rhesus.
(7) Penyakit ginjal berat.
(8) Hiramnion yang besar ( berat ).
(9) Cacat bawaan seperti anensefalus.
(10) Keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin.
(11) Primigravida tua.
(12) Perdarahan antepartum.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
68
(13) Indikasi nonmedis, sosial dan ekonomi, dan sebagainya.
d) Kontraindikasi
Menurut Mochtar ( 2012; 41 ) kontra indikasi dilakukannya
induksi persalinan adalah sebagai berikut :
(1) Disproporsi sefalopelvik.
(2) Ibu menderita penyakit jantung berat.
(3) Hati – hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat.
e) Cara induksi partus
Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
(1) Cara kimiawi
(2) Cara mekanis
(3) Cara kombinasi mekanis dan kimiawi
f) Induksi persalinan dengan prostaglandin E1
Misoprostol atau cytotec adalah prostaglandin E1 sintetik
dalam dosis 100 atau 200 mcg yang berguna untuk pencegahan
ulkus peptikum. Obat ini telah digunakan secara “ off label “ untuk
pematangan serviks prainduksi dan dapat diberikan per oral atau
per vagina. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa tablet
misoprostol yang dimasukkan kedalam vagina efektifitasnya sama
atau lebih baik dibandingkan dengan gel prostaglandin E1
intraserviks ( Cunningham, 2014; 525 ).
Tablet prostaglandin E1 juga efektif jika diberikan per oral.
Windrim, dkk dalam Cunningham ( 2014; 525 ) melaporkan bahwa
pemberian misoprostol per oral memiliki manfaat yang serupa
dengan pemberian intravagina untuk mematangkan serviks.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
69
Induksi persalinan dengan prostaglandin E1 baik misoprostol oral
maupun per vagina dapat digunakan untuk pematangan serviks
atau induksi persalinan.
7. Non Stress Test ( NST )
Prawirohardjo ( 2010; 231 – 232 ) menjelaskan bahwa
pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung
janin dalam hubungannya dengan gerakan / aktifitas janin. Berikut ini
adalah interpretasi NST :
a) Reaktif
(1) Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20
menit pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi
paling sedikit 10 – 15 dpm.
(2) Frekuensi dasar denyut jantung janin di luar gerakan janin
antara 120 – 160.
(3) Variabilitas denyut jantung janin antara 6 – 25 dpm.
Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang
tidak teratur, yang nampak pada rekaman denyut jantung
janin.
b) Non reaktif
(1) Tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan
atau tidak ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan
janin.
(2) Variablitias denyut jantung janin mungkin masih normal atau
berkurang sampai menghilang.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
70
c) Meragukan
(1) Terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20
menit pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari
10 dpm.
(2) Frekuensi dasar denyut jantung janin normal.
(3) Variabilitas denyut jantung janin normal.
8. Partograf
a) Definisi
Prawirohardjo ( 2010; 315 ) mengatakan bahwa partograf adalah
alat bantu yang digunakan selama persalinan. Tujuan utama
penggunaan partograf adalah untuk mencatat hasil observasi dan
kemajuan persalinan serta mendeteksi apakah proses persalinan
berjalan secara normal.
b) Halaman depan partograf
Prawirohardjo ( 2010; 316 – 317 ) menjelaskan bahwa halaman
depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang dimulai
pada fase aktif persalinan, dan menyediakan lajur serta kolom
untuk mencatat hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan
termasuk :
(1) Informasi tentang ibu.
(2) Waktu pecahnya selaput ketuban.
(3) Kondisi janin.
(4) Kemajuan persalinan.
(5) Jam dan waktu.
(6) Kontraksi uterus.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
71
(7) Obat – obatan dan cairan yang di gunakan.
(8) Kondisi ibu.
(9) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya.
c) Cara pengisian halaman depan partograf
(1) Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal atas partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan ( tertulis
sebagai “ jam “ pada partograf ) dan perhatikan kemungkinan
ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya
pecah ketuban.
(2) Kesehatan dan kenyamanan janin
(a) Denyut jantung janin
Nilai dan catat denyut jantung janin setiap 30 menit ( lebih
sering jika ada tanda – tanda gawat janin ). Setiap kotak
pada bagian ini, menunjukkan waktu 30 menit. Catat
denyut jantung janin dengan memberi tanda titik pada garis
yang sesuai dengan angka yang menunjukkan denyut
jantung janin. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan
titik yang lainnya dengan garis yang tidak terputus.
(b) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah
dengan menggunakan lambang :
(i) U : ketuban utuh ( belum pecah ).
(ii) J : ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
72
(iii) M : ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium.
(iv) D : ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah.
(v) K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
( “ kering “ ).
(c) Molase ( Penyusupan Tulang Kepala Janin )
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa
jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian
keras panggul ibu. Setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan di
kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban dengan
menggunakan lambang :
(i) 0 : tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi.
(ii) 1 : tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
(iii) 2 : tulang kepala janin saling tumpang tindih, tetapi
masih dapat dipisahkan.
(iv) 3 : tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan.
(3) Kemajuan persalinan
(a) Pembukaan serviks
Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam ( lebih
sering dilakukan jika ada tanda – tanda penyulit ). Tanda “
X “ harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
73
besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan –
temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama
kali selama masa fase aktif persalinan di garis waspada.
Hubungkan tanda “ X “ dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh.
(b) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
Penurunan kepala janin diukur seberapa jauh dari tepi
simfisis pubis. Dibagi menjadi 5 kategori dengan simbol 5/5
sampai 0/5. Simbol 5/5 menyatakan bahwa bagian kepala
janin belum memasuki tepi atas simfisis pubis, sedangkan
simbol 0/5 menyatakan bahwa bagian kepala janinsudah
tidak dapat lagi dipalpasi diatas simfisis pubis. Kata – kata
“ turunnya kepala “ dan garis terputus dari 0 – 5, tertera di
sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan
tanda ( O ) pada garis waktu yang sesuai.
(c) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis
waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah
kanan garis waspada ( pembukaan kurang dari 1 cm per
jam ), maka harus dipertimbangkan pula adanya tindakan
intervensi yang diperlukan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
74
(4) Jam dan waktu
(a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf ( pembukaan serviks dan
penurunan ) tertera kotak – kotak diberi angka 1 – 16.
Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya
fase aktif persalinan.
(b) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan
waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
(5) Kontraksi uterus
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit
dengan mengisi angka pada kotak yang sesuai. Nyatakan
lamanya kontraksi dengan :
(a) Beri titik – titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik.
(b) Beri garis – garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya 20 – 40 detik.
(c) Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya lebih dari 40 detik.
(6) Obat – obatan dan cairan yang diberikan
(a) Oksitosin
Jika tetesan ( drip ) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unin oksitosin
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
75
yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.
(b) Obat – obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat – obatan tambahan dan atau
cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
(7) Kesehatan dan kenyamanan ibu
(a) Nadi, tekanan darah, dan temperatur tubuh
(i) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase
aktif persalinan. Beri tanda titik pada kolom waktu
yang sesuai.
(ii) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam
selama fase aktif persalinan. Beri tanda panah
pada partograf pada kolom waktu yang sesuai ( ↕ ).
(iii) Nilai dan catat temperatur tubuh ibu setiap 2 jam
dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang
sesuai.
(b) Volume urin, protein, atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2
jam. Jika memungkinkan saat ibu berkemih, lakukan
pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.
d) Lembar belakang partograf
(1) Cara pengisian lembar belakang partograf
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
76
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir
setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah
seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian
lembar belakang partograf seabagai berikut :
(a) Data dasar
Data dasar terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat
persalinan, alamat tempat persalinan, catatan, alasan
merujuk, tempat rujukan dan pendamping saat merujuk. Isi
data tiap tempat yang telah disediakan atau dengan cara
memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang
sesuai.
(b) Kala I
Kala I terdiri atas pertanyaan – pertanyaan tentang
partograf saat melewati garis waspada, masalah –
masalah yang dihadapi, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaan tersebut.
(c) Kala II
Kala II terdiri atas episiotomi persalinan, gawat janin,
distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan
hasilnya. Beri tanda “ √ “ pada kotak disamping jawaban
yang sesuai.
(d) Kala III
Kala III terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, pemijatan fundus,
plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > menit,
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
77
laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah
penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada
tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di
samping jawaban yang sesuai.
(e) Bayi baru lahir
Informasi bayi baru lahir terdiri atas berat dan panjang
badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir,
pemberian ASI, masalah penyerta, tatalaksana terpilih dan
hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta
beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.
(f) Kala IV
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi
fundus, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama
untuk menilai apakah terdapat resiko atau terjadi
perdarahan pascapersalinan. Pengisian pemantauan kala
IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama
setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada satu jam
berikutnya.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
78
III. Bayi Baru Lahir
A. Definisi
Menurut Kosim (2007) dalam Indiasari (2012) mengatakan
bahwa bayi baru lahir adalah bayi lahir dengan berat lahir antara 2500
gram sampai dengan 4000 gram, cukup bulan, lehir langsung menangis
dan tidak ada kelainan Kongenital yang berat. Sedangkan Potter dan
Perry (2005, h. 650) dalam Mitayani et al (2011) berpendapat bahwa
neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
di dalam rahim menjadi kehidupan di luar rahim.
B. Adaptasi Bayi Baru Lahir terhadap Kehidupan Ekstrauteri
Tabel 2.5 Mekanisme Hemostatis / Adaptasi Bayi Baru Lahir.
Sistem Intrauterine Ekstrauterin Respirasi / sirkulasi Pernafasan volunteer Alveoli Vaskularisasi paru Resistensi paru Intake oksigen Pengeluaran CO2 Sirkulasi paru Sirkulasi sistemik Denyut jantung
Belum berfungsi Kolaps Belum aktif Tinggi Dari plasenta ibu Di plasenta Tidak berkembang Resistensi perifer rendah Lebih cepat
Berfungsi Berkembang Aktif Rendah Dari paru bayi sendiri Di paru Berkembang banyak Resistensi perifer tinggi Lebih lambat
Saluran cerna Absorbs nutrient Kolonisasi kuman Feses Enzim pencernaan
Belum aktif Belum Mekonium Belum aktif
Aktif Segera Lebih dari hari keempat, feses biasa Aktif
Sumber: Muslihatun, 2010, h. 11
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
79
1. Sistem Pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari
pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas
harus melalui paru – paru bayi. Rangsangan gerakan pernapasan
pertama terjadi karena tekanan mekanik dari toraks sewaktu melalui
jalan lahir (stimulasi mekanik), penurunan Pa O₂ dan kenaikan Pa
CO₂ merangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus
(stimulasi kimiawi), rangsangan dingin di daerah muka dan refleks
deflasi hering breur (Muslihatun, 2010, h. 12). Refleks deflasi hering
breur adalah refleks yang mencegah paru membesar secara
berlebihan karena volume tidal lebih dari 1 liter ( Kuntarti, 2005; 31 ).
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu
30 menit pertama sesudah lahir. Resiprasi pada neonatus biasanya
pernapasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan frekuensi dan
dalamnya belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli
akan kolaps dan paru – paru kaku sehingga terjadi atelektasis
(Muslihatun, 2010, h. 12).
Tabel 2.6 Respons Pernapasan Normal dan Abnormal.
Normal Abnormal Frekuensi rata – rata 40 kali per menit - Rentang 30 – 60 kali per menit - Pernapasan diafragma dan abdomen Retaksi interkosta, retraksi prosesus xifoideus Harus bernapas melalui hidung Napas cuping hidung - Suara dengkur pada saat ekspirasi
Sumber : Varney, 2008; h. 880.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
80
2. Perubahan Sirkulasi
Menurut Varney (2008; 880) menjelaskan bahwa kombinasi
tekanan yang meningkat dalam sirkulasi sistemik, pada sirkulasi paru
tekanan menurun akan menyebabkan perubahan tekanan aliran
darah dalam jantung. Tekanan akibat peningkatan aliran darah di sisi
kiri jantung menyebabkan foramen ovale menutup. Duktus arteriosus
pada saat kehidupan intrauterin bertugas mengalirkan darah plasenta
yang kaya oksigen ke otak dalam kehidupan janin kini sudah tidak lagi
berfungsi mengalirkan darah plasenta yang kaya akan oksigen ke
janin pada kehidupan ekstrauterin. Dalam 48 jam duktus arteriosus
akan mengecil dan secara fungsional menutup akibat penurunan
hormon prostalglandin E2 yang sebelumnya disuplai oleh plasenta.
Akibat perubahan dalam tahanan sistemik dan paru, serta penutupan
duktus arteriosus juga foramen ovale mengakibatkan perubahan
radikal pada anatomi dan fisiologi jantung.
Menurut Muslihatun (2010; h. 15) fetus in utero mempunyai
sirkulasi yang jelas berlainan dari kehidupan setelah lahir. Darah yang
sudah direoksigenasikan meninggalkan plasenta melalui vena
umbilika. Vena umbilika berjalan di dalam tali pusat menuju umbilikus
dan disana terdapat vena kecil yang menuju ke porta hepatis. Hampir
tidak ada darah yang masuk kedalam hati karena vena umbilika
langsung bersambung dengan vena kava inferior melalui pembuluh
darah besar yang disebut duktus venosus. Setelah berada pada vena
kava inferior, darah menuju keatas dan mencapai atrium kanan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
81
Sebagian besar darah bukan masuk ke dalam ventrikel kanan seperti
orang dewasa juga tidak masuk ke dalam atrium kiri, akan tetapi
melalui lubang fetal yang hanya untuk sementara ada di dalam
septum interatrial yang disebut foramen ovale.
Setelah mencapai atrium kiri, darah masuk melalui katup
mitral ke dalam ventrikel kiri. Kontraksi ventrikel kiri mendorong darah
masuk ke dalam aorta desendens. Darisini sebagian besar darah
dialirkan ke jantung, otak, dan anggota tubuh bagian atas. Darah yang
tertinggal dalam lengkungan aorta masuk ke dalam aorta torasika-
abdominalis desendens. Setelah beredar dalam otak dan anggota
tubuh bagian atas, darah kembali ke jantung melalui vena kava
superior dan mencapai atrium kanan. Darah berjalan terus ke bawah
ke dalam atrium kanan, kemudian melalui lubang tricuspid darah
masuk ke dalam ventrikel kanan. Dari sini darah dipompa masuk ke
dalam arteri pulmonalis (Muslihatun, 2010; h. 15).
3. Termoregulasi
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui empat
mekanisme yaitu konveksi, konduksi, radiasi, dan evaporasi (Varney,
2008; h. 881). Menurut Saifuddin (2010; h. 367 – 368) penjelasan
keempat mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir adalah
sebagai berikut :
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
82
a. Konduksi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara konduksi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui benda –
benda padat yang berkontak dengan kulit bayi. Kehilangan panas
secara konduksi jarang terjadi kecuali jika bayi diletakkan pada
alas yang dingin.
b. Konveksi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara konveksi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui aliran
udara di sekitar bayi.
c. Evaporasi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara evaporasi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui
penguapan air pada kulit bayi yang basah. Bayi baru lahir yang
dalam keadaan basah kehilangan panas dengan cepat melalui
mekanisme ini. Oleh karena itu, bayi harus segera dikeringkan
seluruhnya termasuk kepala dan rambut bayi setelah dilahirkan.
Lebih baik bila menggunakan handuk hangat untuk mencegah
hilangnya panas secara konduktif.
d. Radiasi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara radiasi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui benda –
benda padat dekat bayi yang tidak berkontak secara langsung
dengan kulit bayi. Panas dapat hilang secara radiasi ke benda
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
83
padat yang terdekat, misalnya jendela pada musim dingin. Karena
itu, bayi harus diselimuti, termasuk kepalanya, idealnya dengan
handuk hangat. Jika resusitasi aktif diperlukan, bayi sedapat
mungkin diselimuti karena bayi yang mengalami asfiksia tidak
dapat menghasilkan panas untuk dirinya sendiri dan karenanya
akan kehilangan panas lebih cepat.
4. Pengaturan glukosa
Pada saat tali pusat diklem, bayi baru lahir harus
menemukan cara untuk mempertahankan keseimbangan glukosa
yang esensial bagi fungsi otak neonatus. Pada setiap bayi baru lahir,
kadar glukosa darah menurun selama periode waktu yang singkat (1
– 2 jam setelah kelahiran). Penelitian pada bayi baru lahir cukup bulan
yang sehat kadar glukosa rendah fisiologis terjadi pada 1 sampai 1,5
jam setelah bayi lahir dan kadar glukosa tersebut akan stabil dalam 3
sampai 4 jam. Rata – rata kadar gluosa dari 4 sampai 72 jam pertama
adalah 60 – 70 mg/dL (Varney, 2008; h. 883).
5. Perubahan pada sistem gastrointestinal
Menurut Muslihatun (2010; h. 18)n pada neonatus, traktus
digestivus mengandung zat yang berwarna hitam kehijauan yang
terdiri dari mukopolisakarida dan disebut mekonium. Pengeluaran
mekonium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya
tinja sudah berbentuk dan berwarna biasa. Enzim dalam traktus
digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus kecuali amilase
pankreas.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
84
6. Perubahan pada sistem ginjal
Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron masih
belum sebanyak orang dewasa, ketidakseimbangan luas permukaan
glomerulus dan volume tubulus proksimal, serta renal blood flow
relatif kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa (Muslihatun,
2010; h. 18).
Ginjal bayi baru lahir menunjukkan penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus. Kondisi tersebut
menyebabkan retensi cairan dan intoksikasi air. Fungsi tubulus yang
belum sempurna dapat menyebabkan kehilangan natrium dalam
jumlah besar dan ketidakseimbangan elektrolit lain. Bayi baru lahir
tidak mempu mengonsentrasikan urin dengan baik dan osmolaritas
urin yang rendah. Bayi baru lahir mengekskresikan sedikit urin pada
48 jam pertama kehidupan, biasanya hanya 30 sampai 60 ml (Varney,
2008; h. 888).
7. Perubahan pada hati
Segera setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan
morfologis yaitu kenaikan kadar protein serta penurunan kadar lemak
dan glikogen. Sel hemopoetik juga mulai berkurang, walaupun dalam
waktu yang sedikit lama. Enzim hati belum aktif pada waktu bayi baru
lahir, daya detoksifikasi hati pada neonatus juga belum sempurna
(Muslihatun, 2010; h. 19).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
85
C. Tabel 2.7 Refleks pada Bayi Baru Lahir
Refleks Respons normal Respons abnormal
Rooting dan menghisap Bayi baru lahir menolehkan kepala kearah stimulus, membuka mulut, dan mulai menghisap bila pipi, bibir, atau sudut mulut bayi disentuh dengan jari atau puting.
Respons yang lemah atau tidak ada respons terjadi pada prematuritas, penurunan atau cedera neurologis, atau depresi sistem saraf pusat ( SSP ).
Menelan Bayi baru lahir menelan berkoordinasi dengan mengisap bila cairan ditaruh di belakang lidah.
Muntah, batuk, atau regurtasi cairan dapat terjadi. Kemungkinan berhubungan dengan sianosis sekunder karena prematuritas, defisit neurologis, atau cedera terutama terlihat setelah laringoskopi.
Ekstrusi Bayi baru lahir menjulurkan lidah keluar bila ujung lidah disentuh dengan jari atau puting.
Ekstruksi lidah secara kontinu atau menjulurkan lidah yang berulang – ulang terjadi pada kelainan SSP dan kejang.
Moro Ekstensi simetris bilateral dan abduksi seluruh ekstremitas, dengan ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf “ O “, diikuti dengan adduksi ekstremitas dan kembali ke fleksi relaks jika posisi bayi berubah tiba – tiba atau jika bayi diletakkan telentang pada permukaan yang datar.
Respons asimetris terlihat pada cedera saraf perifer atau fraktur klavikula atau fraktur tulang panjang lengan atau kaki.
Melangkah Bayi akan melangkah dengan satu kaki dan kemudian kaki lainnya dengan gerakan berjalan bila satu kaki disentuh pada permukaan rata.
Respons asimetris terlihat pada cedera saraf SSP atau perifer atau fraktur tulang panjang kaki.
Merangkak Bayi akan berusaha untuk merangkak ke depan dengan kedua tangan dan kaki bila diletakkan telungkup pada permukaan datar.
Respons asimetris terlihat pada cedera saraf SSP dan gangguan neurologis.
Tonik leher atau fencing Ekstremitas pada satu sisi di mana saat kepala ditolehkan akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan ke satu sisi selagi beristirahat.
Respons persisten setelah bulan keempat dapat menandakan cedera neurologis. Respons menetap tampak pada cedera SSP dan gangguan neurologis.
Terkejut Bayi melakukan abduksi dan fleksi seluruh ekstremitas dan dapat mulai menangis bila mendapat gerakan mendadak atau suara keras.
Tidak adanya respons dapat menandakan defisit neurologis atau cedera. Tidak adanya respons secara lengkap dan konsisten terhadap bunyi keras dapat menandakan ketulian. Respons dapat menjadi tidak ada atau berkurang selama tidur malam.
Ekstensi silang Kaki bayi yang berlawanan akan fleksi dan kemudian
Respons yang lemah atau tidak ada respons yang terlihat
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
86
ekstensi dengan cepat seolah – olah berusaha untuk memindahkan stimulus ke kaki yang lain bila diletakkan telentang, bayi akan mengekstensikan satu kaki sebagai respons terhadap stimulus pada telapak kaki.
pada cedera saraf perifer atau fraktur tulang panjang.
Glabellar “ blink “ Bayi akan berkedip bila dilakukan 4 atau 5 ketuk pertama pada batang hidung saat mata terbuka.
Terus berkedip dan gagal untuk berkedip menandakan kemungkinan gangguan neurologis.
Palmar grasp Jari bayi akan melekuk di sekeliling benda dan menggenggamnya seketika bila jari diletakkan di tangan bayi.
Respons ini berkurang pada prematuritas. Asimetris terjadi pada kerusakan saraf perifer atau fraktur humerus. Tidak ada respons yang terjadi pada defisit neurologis yang berat.
Plantar grasp Jari bayi akan melekuk di sekeliling benda seketika bila jari di telapak kaki bayi.
Respons yang berkurang terjadi pada prematuritas. Tidak ada respons yang terjadi pada defisit neurologis yang berat.
Tanda babinski Jari – jari kaki bayi akan hiperekstensi dan terpisah seperti kipas dari dorsoflaksi ibu jari kaki bila satu sisi kaki di gosok dari tumit keatas melintasi bantalan kaki.
Tidak ada respons yang terjadi pada defisit SSP.
Sumber : Sondakh ( 2013; 154 - 155 ).
D. Perawatan Primer pada Bayi Baru Lahir
1. Perawatan Primer pada Bayi Baru Lahir Usia 2 – 6 Hari Pertama
Menurut Muslihatun ( 2010; h. 39-48 )
a. Minum Bayi
Pastikan bayi diberi minum sesegera mungkin setelah lahir
( dalam waktu 30 menit ) atau dalam 3 jam setelah masuk rumah
sakit, kecuali apabila pemberian minum harus ditunda karena
masalah tertentu.
b. Buang Air Besar ( BAB)
Kotoran yang dikeluarkan oleh bayi baru lahir pada hari-
hari pertama kehidupannya adalah berupa mekoneum. Mekoneum
adalah ekskresi gastro intertinal bayi baru lahir yang dikumulasi
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
87
dalam usus sejak masa janin, yaitu pada usia kehamilan 16
minggu. Warna mekoneum adalah hijau kehitaman-hitaman,
lembut, terdiri atas: mucus, sel epitel, cairan amnion yang tertelan,
asam lemak dan pigmen empedu. Mekoneum ini keluar pertama
kali dalam waktu 24 jam setelah lahir. Mekoneum dikeluarkan
seluruhnya 2-3 hari setelah lahir.
c. Buang Air Kecil (BAK)
Bayi baru lahir harus sudah BAK dalam waktu 24 jam
setelah lahir. Hari selanjutnya bayi akan BAK sebanyak 6-8
kali/hari. Pada awalnya volemu urine bayi sebanyak 20-30ml/hari,
meningkat menjadi 100-200 ml/hari pada akhir minggu pertama.
Warna urine keruh/merah muda dan berangsur-angsur jernih
karena intake cairan menigkat.
d. Tidur
Memasuki bulan pertama kehidupan, bayi baru lahir
menghabiskan waktunya untuk tidur.
e. Kebersihan Kulit
Kulit bayi masih sangat sensitif terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit
bayi, keutuhan kulit harus senantiasa dijaga. Verniks kaseosa
bermanfaat untuk melindungi kulit bayi, sehingga jangan
dibersihkan pada saat memnadikan bayi.
f. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat harus selalu kering dan bersih. Tali pusat
merupakan tempat koloni bakteri, pintu masuk kuman dan bisa
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
88
terjadi infeksi local. Perlu perawatan tali pusat sejak manajemen
aktif kala III pada saat menolong kelahiran bayi. Sisa tali pusat
harus dipertahankan dalam keadaan terbuka dan ditutupi kain
bersih secara longgar. Pemakainan popok sebaiknya popok dilipat
dibawah tali pusat. Jika tali pusat terkena kotoran/faeses, maka
tali pusat narus dicuci dengan sabun dan air bersih, kemudian
dikeringkan.
g. Keamanan Bayi
Bayi merupakan sosok yang masih lemah dan rentan
mengalami kecelakaan. Untuk menghindari terjadinya kecelakaan
atau hal-hal yang tidak diinginkan pada bayi, sebaiknya tidak
memberikan bayi sendiri tanpa ada yang menunggu. Tidak
membiarkan bayi sendirian dalam air atau tempat tidur, kursi atau
meja. Tidak memberikan apa pun lewat mulut selain ASI karena
bayi bisa tersendak. Membaringkan bayi pada alas yang
cukupkeras pada punggung/sisi badannya. Hati-hati
menggunakan bantal dibelakang kepala dan di tempat tidurnya
karena dapat menutup muka. Penggunaan perlak kasur
hendaknya menutup seluruh permukaan kasur untuk mencegah
kepala bayi masuk.
Selain harus dijaga dari kecelakaan fisik, bayi juga harus
dijaga dari kemungkinan infeksi. Untuk mencegah bayi agar
terlindungi dari berbagai infeksi, antara lain dengan cara selalu
mencuci tangan dengan air, sabun dan handuk bersih sebelum
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
89
memegang bayi serta setelah menggunakan toilet ( sehabis terlalu
dingin atau kurang dari 360C).
2. Perawatan Bayi Baru Lahir pada Usia 6 Minggu Pertama
a. Bonding Attachment
Bonding attachment dapat dimulai pada saat persalinan
memasuki kla IV, dengan cara diadakan kontrak antara ibu-ayah-
anak yang berada dalam ikatan kasih. Menurut Brazelton (1978),
bonding merupakan suatu ketertarikan mutual pertama antar
individu, misalkan antara orang tua dan anak pada saat pertama
kali bertemu. Attachment adalah suatu perasaan menyayangi atau
loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain.
b. Tahap – tahap bonding attachment
1) Perkenalan ( acquaintance ), dengan melakukan kontak mata,
menyentuh berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah
mengenal bayinya. Perkenalan ini merupakan bagian
penting dari terbentuknya sebuah ikatan.
2) Bonding ( keterikatan )
3) Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan
individu lain.
c. Elemen- elemen bonding attachment
1) Sentuhan
Sentuhan atau indera peraba, dipakai secara
ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
90
sarana untuk mengenali bayi baru lahir dengan cara
mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya.
2) Kontak mata
Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional
mempertahankan kontak mata orang tua dan bayi akan
menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang.
3) Suara
Saling mendengar dan meresponi suara antara orang
tua dan bayinya juga penting orang tua menunggu tangisan
pertama bayinya dengan tegang, sedangkan bayi akan
menjadi tenang dan berpaling kea rah orang tua mereka saat
orang tua mereka berbicara dengan suara tinggi.
4) Aroma
Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dan bayi
ialah respons terhadap aroma/bau masing-masing. Ibu
mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik.
Sementara itu bayi belajar dengan cepat untuk membedakan
aroma susu ibunya.
5) Entraiment
Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan sruktur
pembicaraan orang dewasa. Bayi menggoyangkan tangan,
mengangkat kepala, menendang-nendang kaki, seperti
sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
91
Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini
berfungsi memberikan umpan balok positif kepada orang tua
dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.
6) Bioritme
Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat
dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu,
salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme
personal ( bioritme ). Orang tua dapat membantu proses ini
dengan memberikan kasih.sayang yang konsistensi dengan
memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkanperilaku yang
responsive. Hal ini dapat meningkatkan interaksi social dan
kesempatan bayi untuk belajar.
7) Kontak dini
Saat ini, tidak ada bukti-bukti alamiah yang
menunjukan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal
yang penting untuk hubungan otang tua dan anak. Namun
menurut Kennel (1982) . ada beberapa keuntungan fisiologis
yang dapat diperoleh dari kontak dini, diantaranya adalah
kadar oksitopsin dan prolaktin meningkat, reflek menghisap
dilakukan lebih dini, pembentukan kekebalan aktif dimulai,
serta mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak.
Body warmth ( kehangatan tubuh ), waktu pemberian kasih
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
92
sayang dan stimulasi hormonal dalah elemen lain dalam
pelaksanaan bonding attachment.
E. Kunjungan Neonatus
Terdapat minimal tiga kali kunjungan ulang bayi baru lahir yaitu :
1. Pada usia 6 – 48 jam (kunjungan neonatal 1).
2. Pada usia 3 – 7 hari (kunjungan neonatal 2).
3. Pada usia 8 – 28 hari (kunjungan neonatal 3) (Kemenkes RI, 2013; h.
56).
F. Komplikasi pada Bayi Baru Lahir
1. Asfiksia
a. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat
janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengarui kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Wiknjosastro, 2008 dalam Respatiningrum, 2013; h. 3).
b. Penyebab Asfiksia
Menurut Respatiningrum, dkk (2013; h. 4) adalah sebagai berikut :
1) Faktor ibu
a) Preeklamsia dan eklamsia.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
93
b) Perdarahan abnormal (plasenta.
c) Plasenta previa atau solution plasenta.
d) Partus lama atau partus macet.
e) Demam selama persalinan.
f) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
g) Kehamilan post matur.
2) Faktor bayi
a) Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ektraksi vakum, porsef).
c) Kelainan kongenital.
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
3) Faktor tali pusat
a) Lilitan tali pusat.
b) Tali pusat pendek.
c) Simpul tali pusat.
d) Prolapsus tali pusat.
2. Ikterus
a. Definisi
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang
timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin
selama masa transisi pada neonates (Maulida, 2013; h. 39).
b. Klasifikasi ikterus
Menurut Maulida (2013; h. 39 – 40) adalah sebagai berikut :
1) Ikterus fisiologis
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
94
a) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3, dan
tampak jelas pada hari ke 5-6, dan menghilang pada hari
ke-10.
b) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.
c) Kadar blirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih
dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang
pada hari ke-14.
2) Ikterus patologis
a) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum
bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
b) Peningkatan bilirubin 5mg/dl atau lebih dari 24 jam.
c) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi ≤
37 minggu (BBLR) dan 12,5 mg/dl pada bayi cukup bulan.
d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6PD), dan sepsis).
c. Etiologi ikterus
Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi baru lahir
dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain:
1) Produksi bilirubin yang berlebihan misalnya pada pemecahan
sel darah merah (hemolisis) yang berlebihan pada
incompabilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
2) Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi akibat dari
gangguan fungsi liver.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
95
3) Gangguan proses tranportasi karena kurangnya albumin yang
meningkatkan bilirubin indirek.
4) Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan hepar karena
infeksi atau kerusakan sel hepar (kelainan bawaan) (Maulida,
2013; h. 40).
d. Tatalaksana ikterus
1) Terapi sinar atau fototerapi
Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas
cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 Candela. Cahaya
diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu
yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, masing-masing
berkuatan 20 Watt terdiri dari cahaya biru (F20T12), cahaya
biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes.
2) Terapi tranfusi tukar
Dilakukan apabila fototerapi tidak dapat mengendalikan kadar
bilirubin. Transfusi tukar merupakan cara yang dilakukan
dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam
darah. Pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar
bilirubin 20 mg/dl, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu
0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala gagal jantung dan
kadar hemoglobin tali pusat 14 mg/dl, dan uji Coombs direk
positif.
.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
96
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
97
IV. Nifas
A. Definisi
Masa nifas (peuperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
prahamil. (Mochtar, 2012; h. 87)
Masa nifas adalah suatuperiode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar
mengaggapnya antara 4 sampai 6 minggu. (Cunningham et al, 2014:h.
674)
B. Perubahan fisiologis dan anatomis puerperium
1. Uterus
Uterus secara berangsur – angsur menjadi kecil (berinvolusi)
hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil (Sofian, 2012; h. 87).
Setelah persalinan, berat uterus menjadi berkisar 1000 gram. Dua
hari setelah kelahiran, uterus mulai berinvolusi. Pada minggu
pertama, beratnya berkisar 500 gram. Pada minggu kedua, beratnya
sekitar 300 gram dan telah masuk ke rongga panggul. Empat minggu
setelah kelahiran, uterus kembali ke ukuran seperti sebelum hamil
yaitu beratnya sekitar 100 gram atau kurang dari 100 gram
(Cunningham, 2014; h. 675).
2. Bekas implantasi plasenta
Cunningham (2014; h. 676) menjelaskan bahwa segera
setelah lahir tempat perlekatan plasenta kira – kira seukuran telapak
tangan, namun kemudian ukurannya mengecil dengan cepat. Dalam
waktu satu jam, tempat perlekatan plasenta normalnya terdiri dari
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
98
banyak pembuluh yang mengalami thrombosis. Pada akhir minggu
kedua, diameter tempat perlekatan plasenta berkisar 3 – 4 cm.
Mochtar (2012; h. 87) juga menjelaskan bahwa placental bed
mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan
diameter 7,5 cm. sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu
keenam menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih.
3. Rasa nyeri
Rasa nyeri atau yang disebut after pains (mulas – mulas)
disebabkan karena kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2 – 4 hari
pascapersalinan ( Mochtar, 2012; h. 87 ). Rasa nyeri ini semakin
terasa sesuai dengan meningkatnya paritas dan akan menjadi lebih
terasa nyeri ketika menyusui. Umumnya, nyeri setelah melahirkan
berkurang intensitasnya dan menjadi lebih ringan pada hari ketiga
(Cunningham, 2014; h. 676).
4. Lokia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua
menyebabkan timbulnya duh vagina yang beragam. Duh tersebut
dinamakan lokia dan terdiri dari eritrosit, potongan jaringan desidua,
sel epitel, dan bakteri. Pada beberapa hari pertama setelah
melahirkan, duh tersebut berwarna merah karena adanya darah
dalam jumlah yang cukup banyak, ini dinamakan dengan lokia rubra.
Setelah 3 atau 4 hari, lokia menjadi semakin pucat yang disebut
dengan lokia serosa. Setelah hari kesepuluh, karena campuran
leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia berwarna putih atau
putih kekuningan yang disebut dengan lokia alba. Lokia bertahan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
99
selama 4 sampai 8 minggu setelah melahirkan (Cunningham, 2014; h.
676).
Menurut Mochtar (2012; h. 87) lokia adalah cairan secret
yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Lokia
dibagi dalam beberapa macam yaitu :
a. Lokia rubra (cruenta)
Adalah cairan lokia yang berisi darah segar dan sisa –
sisa selaput ketuban, sel – sel desiidua, verniks vaseosa, lanugo,
dan mekonium, selama 2 hari pascapersalinan.
b. Lokia sanguinolenta
Adalah lokia yang berwarna merah kekuningan, berisi
darah dan lendir, berlangsung pada hari ketiga sampai ketujuh
pascapersalinan.
c. Lokia serosa
Adalah lokia yang berwarna kuning, cairan tidak
berdarah lagi, berlangsung pada hari ke-7 sampai hari ke-14
pascapersalinan.
d. Lokia alba
Adalah lokia yang berwarna putih berlangsung setelah 2
minggu pascapersalinan.
e. Lokia purulenta
Adalah lokia yang terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah dan berbau busuk.
f. Lokiostasis
Adalah lokia yang tidak lancar keluarnya.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
100
5. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks sedikit menganga atau
terbuka seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya
lunak dan terkadang terdapat luka kecil. Setelah bayi lahir, tangan
masih bisa dimasukkan ke rongga rahim. Setelah 2 jam, dapat
dimasukkan 2 – 3 jari dan setelah 7 hari setelah persalinan, hanya
dapat dilalui dengan 1 jari ( Mochtar, 2012; h. 88 ).
6. Vagina, ostium vagina, dan perineum
Cunningham (2014; h. 674) menjelaskan bahwa rugae mulai
muncul kembali pada minggu ketiga namun tidak semenonjol seperti
sebelum melahirkan. Selaput himen tinggal berupa potongan –
potongan kecil sisa jaringan yang membentuk jaringan parut yaitu
carunculae myrtiformes. Epitel vagina mulai berproliferasi pada
minggu keempat sampai keenam, umumnya bersamaan dengan
kembalinya produksi estrogen ovarium. Laserasi atau peregangan
perineum selama proses persalinan dapat menyebabkan relaksasi
ostium vagina.
Varney (2008; h. 960) juga menjelaskan bahwa setelah satu
hingga dua hari pertama setelah melahirkan, tonus otot vagina
kembali, celah atau lubang vagina tidak lebar lagi dan vagina sudah
tidak mengalami edema. Setelah melahirkan, vagina menjadi
berdinding lunak, lebih besar dari ukuran sebelum melahirkan, dan
umumnya terasa longgar. Kembalinya rugae vagina sekitar minggu
ketiga setelah melahirkan. Ruang vagina sedikit lebih besar dari
sebelum melahirkan. Akan tetapi, dengan latihan pengencangan otot
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
101
perineum akan mengembalikan tonus otot vagina dan memungkinkan
wanita atau ibu setelah melahirkan secara perlahan mengencangkan
kembali vaginanya.
7. Ligamen – ligamen
Ligamen, fascia, dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur – angsur
mengecil dan pulih kembali. Hal ini mengakibatkan uterus jatuh ke
belakang dan menjadi retofleksi karena ligamentum rotundum menjadi
kendor ( Mochtar, 2012; 88 ).
C. Kunjungan Nifas
Masa nifas ( puerperium ) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat kandungan kembali seperti sebelum hamil yang
berlangsung kira – kira 6 minggu. Setelah ibu memasuki masa nifas,
anjurkan ibu untuk kontrol atau kunjungan ulang pada masa nifas
setidaknya 4 kali yaitu :
1. 6 – 8 jam setelah persalinan ( sebelum pulang ).
2. 6 hari setelah persalinan.
3. 2 minggu setelah persalinan.
4. 6 minggu setelah persalinan ( Kemenkes RI, 2013; 50 )
D. Asuhan pada Ibu Nifas
Menurut Kemenkes RI ( 2013; 50 – 51 ) asuhan pada saat melakukan
kunjungan nifas adalah sebagai berikut :
1. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum,
tanda infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara
rutin.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
102
2. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala,
rasa lelah, dan nyeri punggung.
3. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan
yang didapatkannya dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk
perawatan bayinya.
4. Berikan informasi tentang hal berikut :
a) Kebersihan diri
b) Istirahat
c) Latihan
d) Gizi
e) Menyusui dan merawat payudara
f) Senggama
g) Kontrasepsi dan keluarga berencana
E. Komplikasi Masa Nifas
1. Perdarahan Pascasalin
a) Definisi
Menurut Kemenkes RI ( 2013; 101 ) perdarahan pascasalin
primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan,
sementara perdarahan pascasalin sekunder adalah perdarahan
pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga
12 minggu setelah persalinan.
b) Diagnosis
Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang melebihi
500 ml setelah bayi lahir atau yang berpotensi mempengaruhi
hemodinamik ibu ( Kemenkes RI, 2013; 101 ).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
103
c) Faktor predisposisi
Berikut ini adalah beberapa faktor yang mendukung
terjadinya perdarahan setelah persalinan menurut Kemenkes RI (
2013; 101 ) adalah sebagai berikut :
(1) Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta.
(2) Trauma saat kehamilan dan persalinan.
(3) Volume darah ibu yang minimal, terutama oada ibu yang berat
badannya kurang, preeklamsia/eklamsia, sepsis, atau gagal
ginjal.
(4) Gangguan koagulasi.
(5) Atonia uteri, riwayat atonia uteri pada persalinan sebelumnya,
persalinan lama, dan persalinan terlalu cepat.
d) Tatalaksana awal
(1) Tatalaksana umum
(a) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
(b) Bila menemukan tanda – tanda syok, lakukan
penatalaksanaan syok.
(c) Berikan oksigen.
(d) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar ( no
16 atau 18 ) dan mulai pemberian cairan kristaloid ( NaCl
0,9 % atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat ) sesuai
dengan kondisi ibu. Pada saat memasang infus, lakukan
juga pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
(e) Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan :
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
104
(i) Kadar hemoglobin ( pemeriksaan hemoglobin rutin
).
(ii) Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang.
(iii) Profil hemostatis :
Waktu perdarahan ( Bleeding Time / BT ).
Waktu pembekuan ( Clotting Time / CT ).
Prothrombin Time ( PT ).
Activated partial thromboplastin time ( APTT ).
Hitung trombosit.
Fibrinogen.
(f) Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan
pernapasan ibu.
(g) Periksa kondisi abdomen : kontraksi uterus, nyeri tekan,
parut luka dan tinggi fundus uteri.
(h) Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat
perdarahan dan laserasi ( jika ada, misalnya robekan
serviks dan robekan vagina ).
(i) Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
(j) Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin
dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk.
(k) Siapkan tranfusi darah jika kadar Hb kurang dari 8 g / dL
atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat.
(l) Tentukan penyebab perdarahannya dan lakukan talaksana
sesuai penyebab ( Kemenkes RI, 2013; 101 – 102 ).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
105
e) Tatalaksana khusus
(1) Atonia uteri
(a) Lakukan pemijatan uterus.
(b) Pastikan plasenta lahir lengkap.
(c) Berikan 20 – 40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0.9 % atau Tinger Laktat dengan kecepatan 60 tetes /
menit dan 10 unit secara IM. Lanjutkan infuse oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes / menit hingga perdarahan
berhenti.
(d) Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak
berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg secara IM dan IV (
lambat ), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15
menit, pemberian 0,2 mg IM / IV ( lambat ) setiap 4 jam bila
diperlukan dan jangan lebih dari 5 dosis ( 1 mg ).
(e) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat
IV ( bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 ,menit
).
(f) Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual
internal selama 5 menit.
(g) Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih
memadai sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
(h) Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila
kontraksi uterus tidak membaik, dimulai dari yang
konservatif. Pilihan – pilihan tindakan operatif yang dapat
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
106
dilakukan antara lain jahitan B-lynch, embolisasi arteri
uterina, ligasi arteri uterina dan arteri ovarika, atau
prosedur histerektomi subtotal.
(2) Robekan jalan lahir
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina.
(a) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber
perdarahan.
(b) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan
antiseptik.
(c) Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat
dengan benang yang dapat diserap.
(d) Lakukan penjahitan.
(e) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam
traneksamat IV ( bolus selama 1 menit dapat diulang
setelah 30 menit ) lalu rujuk pasien.
Robekan serviks.
(a) Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan
kanan dari porsio.
(b) Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
(c) Jahitan dilakukan secara kontinyu dimulai dari ujung atas
robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan
dapat dijahit.
(d) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam
traneksamat IV ( bolus selama 1 menit dan dapat diulang
setelah 30 menit ) lalu rujuk pasien.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
107
(3) Retensio plasenta
(a) Berikan 20 – 40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9 % atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes /
menit dan 100 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes / menit hingga perdarahan
berhenti.
(b) Lakukan tali pusat terkendali.
(c) Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan
plasenta manual secara hatti – hati.
(d) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal ( ampisilin 2 g
IV dan metronidazol 500 ml IV ).
(e) Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila
terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
(4) Sisa plasenta
(a) Berikan 20 – 40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9 % atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes /
menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes / menit hingga perdarahan
berhenti.
(b) Lakukan eksplorasi digital ( bila serviks terbuka ) dan
keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
108
plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan
kuretase.
(c) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal ( ampisilin 2 g
IV dan metrinidazole 500 ml ).
(d) Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia
uteri.
(5) Inversio uteri
(a) Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit,
apalagi jika inversio terjadi cukup lama, bersiaplah untuk
merujuk ibu.
(b) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg / kg BB (
jangan melebihi 100 mg ) IM atau IV secara perlahan atau
berikan morfin 0,1 mg / kg BB IM.
(c) Jka usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparatomi.
(d) Jika laparatomi tidak berhasil, lakukan histerektomi.
2. Metritis
a) Definisi
Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan.
Keterlambatan terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok,
thrombosis vena, emboli paru, infeksi panggul kronik, sumbatan
tuba dan infertilitas.
b) Faktor predisposisi
(1) Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan tindakan.
(2) Kurangnya higien pasien.
(3) Kurangnya nutrisi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
109
c) Tanda dan gejala
(1) Demam lebih dari 38 derajat celcius dapat disertai menggigil.
(2) Nyeri perut bawah.
(3) Lokia bau dan purulen.
(4) Nyeri tekan uterus.
(5) Subinvolusi uterus.
(6) Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok.
d) Tatalaksana
(1) Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam :
(a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.
(b) Ditambah gentamisin 5 mg / kg BB IV setiap 24 jam.
(c) Ditambah metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam.
(d) Jika masih demam 72 jam setelah terpai, kaji ulang
diagnosis dan tatalaksana.
(2) Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
(3) Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid ( TT ) bila
ibu di curigai terpapar tetanus.
(4) Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan
keluarkan bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum
atau kuret tumpul besar bila perlu.
(5) Jika tidak ada kemajuan, dan ada peritonitis ( demam, nyeri
lepas dan nyeri abdomen ) lakukan laparatomi dan
drainaseabdomen bila terdapat pus.
(6) Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi
subtotal.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
110
(7) Lakukan pemeriksaan penunjang :
(a) Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis
leukosit.
(b) Golongan darah ABO dan jenis Rh.
(c) Gula Darah Sewaktu ( GDS ).
(d) Analisis urin.
(e) Kultur ( cairan vagina, darah, urin sesuai indikasi ).
(f) Ultrasonografi untuk menghilangkan kemungkinan adanya
sisa plasenta dalam rongga uterus atau massa intra
abdomen-pelvik.
(g) Periksa suhu pada grafik ( pengukuran suhu setiap 4 jam )
yang digantungkan pada tempat tidur pasien.
(h) Periksa kondisi umum : tanda vital, malaise, nyeri perut
dan cairan pervaginam setiap 4 jam.
(i) Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jumlah
leukosit per 48 jam.
(j) Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur.
(k) Perbolehkan pasien pulang jika suhu kurang dari 37,5
derajat celcius selama minimal 48 jam dan hasil
pemeriksaan leukosit kurang dari 11.000 / mm³.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
111
3. Abses pelvis
a) Definisi
Abses pelvis adalah abses pada regio pelvis.
b) Faktor predisposisi
Metritis ( infeksi dinding uterus ) pasca kehamilan.
c) Diagnosis
(1) Nyeri perut bawah dan kembung.
(2) Demam tinggi-menggigil.
(3) Nyeri tekan uterus.
(4) Respon buruk terhadap antibiotika.
(5) Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas.
(6) Pungsi kavum Douglas berupa pus.
d) Tatalaksana
(1) Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses
sampai 48 jam bebas demam :
(a) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.
(b) Ditambah gentamisin 5 mg / kg BB setiap 24 jam.
(c) Ditambah metronidazole 500 ml IV setiap 8 jam.
(2) Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika
demam tetap tinggi, lakukan laparatomi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
112
4. Infeksi luka perineum dan luka abdominal
a) Definisi
Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan
karena masuknya kuman – kuman ke dalam luka episiotomi atau
abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda – tanda
infeksi jaringan sekitar.
b) Faktor predisposisi
(1) Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan.
(2) Kurangnya higien pasien.
(3) Kurangnya nutrisi.
Abses, seroma dan hematoma pada luka
a) Diagnosis
(1) Nyeri tekan pada luka disertai keluar cairan atau darah.
(2) Eritema ringan di luar tepi insisi.
b) Tatalaksana
(1) Tatalaksana umum
(a) Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien
mangganti kompres sendiri setiap 24 jam.
(b) Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan
baju dan pembalut yang bersih.
(2) Tatalaksana khusus
(a) Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lalukan
drainase.
(b) Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan
situasi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
113
(c) Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan
antibiotika.
(d) Bila infeksi relatif superficial, berikan ampisilin 500 mg per
oral selama 6 jam dan metronidazole 500 mg per oral 3
kali / hari selama 5 hari.
Selulitis dan fasiitis nekrotikan
a) Diagnosis
(1) Luka terasa nyeri.
(2) Eritema dan edema di luar tepi insisi.
(3) Luka mengeras.
(4) Keluar cairan bernanah.
(5) Merah di sekitar luka.
b) Tatalaksana
(1) Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan
drainase.
(2) Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan
debridemen.
(3) Jika infeksi hanya superfisial dan tidak meliputi jaringan dalam,
pantau timbulnya abses dan berikan antibiotika :
(a) Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
(b) Ditambah metronidazole 500 mg per oral 3 kali sehari
selama 5 hari.
(4) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan
nekrotik ( fasiitis nekrotikan ), siapkan laparatomi dan berikan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
114
kombinasi antibiotika sampai jaringan nekrotik telah diangkat
dan 48 jam bebas demam :
(a) Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam.
(b) Ditambah gentamisin 5 mg / kg BB IV setiap 24 jam.
(c) Ditambah metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam.
(d) Jika sudah 48 jam bebas demam, berikan :
(i) Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
(ii) Ditambah metronidazole 500 mg per oral 3 kali sehari
selama 5 hari.
(e) Jika infeksi parah pada fasiitis nekrotikan, rawat pasien di
rumah sakit untuk tatalaksana dang anti kasa penutup luka
2 hari sekali.
5. Tetanus
a) Definisi
Tetanus merupakan penyakit yang langka dan fatal yang
mempengaruhi susunan syaraf pusat dan menyebabkan kontraksi
otot yang nyeri.
b) Diagnosis
(1) Trismus.
(2) Kaku kuduk, wajah.
(3) Punggung melengkung.
(4) Perut kaku seperti papan.
(5) Spasme spontan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
115
c) Faktor predisposisi
(1) Imunisasi tidak lengkap / tidak imunisasi.
(2) Luka tusuk.
(3) Sisa paku atau kayu yang menusuk tertinggal di dalam.
(4) Adanya infeksi bakteri lainnya.
d) Tatalaksana
(1) Tatalaksana umum
Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
(2) Tatalaksana khusus
(a) Selama mempersiapkan rujukan :
(i) Miringkan ibu ke samping agar tidak terjadi
aspirasi.
(ii) Jaga jalan napas tetap terbuka.
(iii) Atasi kejang dengan diazepam 10 mg IV selama 2
menit. Jauhkan ibu dari kebisingan dan cahaya.
(iv) Pasang jalur intravena untuk memberikan cairan.
Jangan berikan cairan lewat mulut.
(v) Berikan antibiotika benzil penisilin 2 juta unit IV
setiap 4 jam selama 48 jam. Lalu lanjutkan dengan
ampisilin 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.
(vi) Berikan antitoksin tetanus 3000 unit IM.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
116
6. Mastitis
a) Definisi
Inflamasi atau infeksi payudara.
b) Diagnosis
(1) Payudara ( biasanya unilateral ) keras, memerah, dan nyeri.
(2) Dapat disertai demam > 38 derajat selsius.
(3) Paling sering terjadi di minggu ketiga dan keempat
postpartum, namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui.
c) Faktor predisposisi
(1) Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan.
(2) Puting susu lecet.
(3) Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase
payudara tidak sempurna.
(4) Menggunakan bra yang ketat dan menghambat aliran ASI.
(5) Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui.
d) Tatalaksana
(1) Tatalaksana umum
(a) Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan
yang lebih banyak.
(b) Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.
(2) Tatalaksana khusus
(a) Berikan antibiotika :
(i) Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10 –
14 hari.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
117
(ii) Atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari
selama 10 – 14 hari.
(b) Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan
payudara yang tidak sakit. Bila payudara yang sakit belum
kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk
mengeluarkan ASInya.
(c) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak
dan nyeri.
(d) Berikan paracetamol 3 x 500 mg per oral.
(e) Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
(f) Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
7. Bendungan payudara
a) Definisi
Bendungan payudara adalah bendungan yang terjadi pada
kelenjar payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi
dan penampungan ASI.
b) Diagnosis
(1) Payudara bengkak dan keras.
(2) Nyeri pada payudara.
(3) Terjadi pada 3 – 5 hari setelah persalinan.
c) Faktor predisposisi
(1) Posisi menyusui yang tidak baik.
(2) Membatasi menyusui.
(3) Membatasi waktu bayi dengan payudara.
(4) Memberikan suplemen susu formula untuk bayi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
118
(5) Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi sehingga
menyebabkan suplai yang berlebih.
(6) Implant payudara.
d) Tatalaksana
(1) Tatalaksana umum
(a) Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
(b) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah /
hangat selama 5 menit.
(c) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting.
(d) Susukan bayi 2 – 3 jam sekali sesuai keinginan bayi ( on
demand feeding ) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan
payudara ibu sudah benar.
(e) Pada masa – masa awal atau bila bayi yang menyusu
tidak mampu mengosongkan payudara, mungkin
diperlukan pompa atau pengeluaran ASI secara manual
dari payudara.
(f) Letakkan kain dingin / kompres dingin dengan es pada
payudara setelah menyusui atau setelah payudara di
pompa.
(g) Bila perlu, berikan paracetamol 3 x 500 mg per oral untuk
mengurangi nyeri.
(h) Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
119
8. Retraksi puting
a) Definisi
Suatu kondisi dimana puting tertarik ke dalam payudara.
Pada beberapa kasus, puting dapat muncul keluar bila di
stimulasi, namun pada kasus – kasus tertentu, retraksi ini
menetap.
b) Diagnosis
(1) Grade 1
(a) Puting susu tampak datar atau masuk kedalam.
(b) Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan
jari pada atau sekitar areola.
(c) Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi.
(d) Saluran ASI tidak bermasalah dan dapat menyusui seperti
biasa.
(2) Grade 2
(a) Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun
kembali masuk saat tekanan dilepas.
(b) Terdapat kesulitan menyusui.
(c) Terdapat fibrosis tingkat sedang.
(d) Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun
pembedahan tidak diperlukan.
(e) Pada pemeriksaan histologi ditemukan stomata yang kaya
kolagen dan otot polos.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
120
(3) Grade 3
(a) Puting susu sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik
dan membutuhkan pembedahan untuk dikeluarkan.
(b) Saluran ASI terkontriksi dan tidak memungkinkan untuk
menyusui.
(c) Dapat terjadi infeksi, ruam atau masalah kebersihan.
(d) Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus
terminal dan fibrosis yang parah.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
121
V. Keluarga Berencana (KB)
A. Tabel 2.8 Daftar Tilik Penapisan Klien Metode Nonoperatif
Metode Hormonal ( pil kombinasi, pil progestin, suntikan dan susuk )
Ya Tidak
Apakah hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu atau lebih.
Apakah anda menyusui dan kurang dari 6 minggu pascapersalinan.
Apakah mengalami perdarahan / perdarahan bercak antara haid setelah senggama.
Apakah pernah ikterus pada kulit atau mata.
Apakah pernah nyeri kepala hebat atau gangguan visual.
Apakah pernah nyeri hebat pada betis, paha atau dada, atau tungkai bengkak ( edema ).
Apakah pernah tekanan darah diatas 160 mmHg ( sistolik ) atau 90 mmHg ( diastolik ).
Apakah ada massa atau benjolan pada payudara.
Apakah sedang minum obat – obatan anti kejang ( epilepsi ).
AKDR ( semua jenis pelepas tembaga dan progestin )
Apakah hari pertama haid terakhir 7 hari yang lalu.
Apakah klien ( atau pasangan ) mempunyai pasangan seks lain.
Apakah pernah mengalami infeksi menular seksual ( IMS ).
Apakah pernah mengalami penyakit radang panggul atau kehamilan ektopik.
Apakah pernah mengalami haid banyak ( lebih dari 1 – 2 pembalut tiap 4 jam ).
Apakah pernah mengalami haid lama ( lebih dari 8 hari ).
Apakah pernah mengalami dismenorea berat yang membutuhkan analgetika dan / atau isitrahat baring.
Apakah pernah mengalami perdarahan / perdarahan bercak antara haid atau setelah senggama.
Apakah pernah mengalami gejala penyakit jantung vaskular atau kongenital
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
122
Sumber : Affandi ( 2012; U – 10 ).
B. Metode Kontrasepsi Barier
1. Kondom
Menurut Affandi (2012; h. MK 177 – MK 20) adalah sebagai
berikut :
a. Profil
1) Kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga
mencegah IMS termasuk HIV / AIDS.
2) Efektif bila dipakai dengan baik dan benar.
3) Dapat dipakai bersama kontrasepsi lain untuk mencegah
IMS.
4) Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang
dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya karet
(lateks), plastic (vinil), atau bahan alami (produksi hewani)
yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual.
Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk
silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila di
gulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti
puting susu. Berbagai bahan telah ditambahkan pada
kondom baik untuk meningkatkan efektifitasnya maupun
sebagai aksesoris aktifitas seksual.
5) Standar kondom dilihat dari ketebalan, pada umumnya
standar ketebalan adalah 0,02 mm.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
123
6) Tipe kondom terdiri dari :
a) Kondom biasa.
b) Kondom berkontur (bergerigi).
c) Kondom beraroma.
d) Kondom tidak beraroma.
b. Cara kerja
1) Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur
dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang di
pasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke
dalam saluran reproduksi perempuan.
2) Mencegah penularan mikroorganisme dari satu pasangan
kepada pasangan yang lain.
c. Efektifitas
Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap
kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian
kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Secara
ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2 –
12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.
d. Manfaat
1) Manfaat kontrasepsi
a) Efektif bila digunakan dengan benar.
b) Tidak mengganggu produksi ASI
c) Tidak mengganggu kesehatan klien.
d) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
e) Murah dan dapat dibeli secara umum.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
124
f) Tidak perlu resep doter atau pemeriksaan kesehatan khusus.
g) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi
lainnya harus ditunda.
2) Manfaat nonkontrasepsi
a) Memberi dorongan kepada suami untuk ikut ber-KB.
b) Dapat mencegah penularan IMS.
c) Menjegah ejakulasi dini.
d) Membantu mencegah terjadinya kanker serviks.
e) Saling berinteraksi sesama pasangan.
f) Mencegah imuno infertilitas.
e. Kekurangan Metode Kontrasepsi Kondom
1) Efektifitas tidak terlalu tinggi.
2) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan
kontrasepsi.
3) Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan
langsung).
4) Pada beberpaa klien bisa menyebabkan kesulitan untuk
mempertahankan ereksi.
5) Harus selalu sedia setiap kali berhubungan seksual.
6) Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum.
7) Pembuangan kondom bekas mungkin menimbulkan masalah
dalam hal limbah.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
125
C. Kontrasepsi Progestin
1. Kontrasepsi Suntikan Progestin
Menurut Affandi (2012; h. MK 43 – MK 45) penjabaran
kontrasepsi suntikan progestin adalah sebagai berikut :
a. Profil
1) Sangat efektif.
2) Aman.
3) Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia
reproduksi.
4) Kembalinya kesuburan lebih lambat yaitu berkisar 4 bulan.
5) Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi
ASI.
b. Jenis
Terdapat 2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya
mengandung progestin yaitu :
1) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera),
mengandung 150 mg DMPA. Yang diberikan setiap 3 bulan
dengan cara disuntik intramuskuler (di daerah bokong).
2) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang
mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2
bulan dengan cara disuntik intramuskuler.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
126
c. Cara kerja
Adapun cara kerja dari metode kontrasepsi suntikan
progestin adalah sebagai berikut :
1) Mencegah ovulasi.
2) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma.
3) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
4) Menghambat transportasi gamet oleh tuba.
d. Efektifitas
Kedua kontrasepsi suntik tersebut memiliki efektifitas
yang tinggi, dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan dengan
catatan penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal
yang telah ditentukan.
e. Keuntungan
Berikut ini adalah keuntungan yang didapatkan oleh
metode kontrasepsi ini yaitu :
1) Sangat efektif.
2) Pencegahan kehamilan jangka panjang.
3) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.
4) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah.
5) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.
6) Memiliki sedikit efek samping.
7) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
127
8) Dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun
sampai dengan perimenopause.
9) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik.
10) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
11) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.
12) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (stickle cell).
f. Kerugian kontrasepsi suntikan progestin
Selain mempunyai keuntungan, kontrasepsi suntik progestin
juga memiliki kerugian yaitu sebagai berikut :
1) Sering ditemukan gangguan haid seperti :
a) Siklus haid yang memendek atau memanjang.
b) Perdarahan yang banyak atau sedikit.
c) Perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting).
d) Tidak haid sama sekali.
2) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan
(harus kembali untuk suntikan).
3) Tidak dapat dihentikan sewaktu – waktu sebelum suntikan
berikutnya.
4) Permasalahan berat badan merupakan efek sampng yang sering
ditimbulkan dari metode kontrasepsi ini.
5) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular
seksual, hepatitis B virus atau infeksi virus HIV.
6) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
128
7) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya kerusakan
/ kelainan pada organ genitalia, tetapi karena belum habisnya
pelepasan obat suntikan dari depo tersebut.
8) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka
panjang.
9) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan
kepadatan tulang.
10) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan
pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala,
nervositas, dan jerawat.
g. Indikasi suntikan progestin
1) Usia reproduksi.
2) Nullipara yang telah memiliki anak.
3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki
efektifitas tinggi.
4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6) Setelah abortus atau keguguran.
7) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.
8) Perokok.
9) Tekanan darah kurang dari 180/110 mmHg, dengan masalah
gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit.
10) Menggunakan obat untuk epilepsi atau obat tuberkulosis.
11) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen.
12) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
129
13) Anemia defisiensi besi.
14) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrsepsi kombinasi.
h. Kontraindikasi metode kontrasepsi suntik progestin
1) Hamil atau diduga hamil.
2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama
amenorea.
4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
5) Diabetes mellitus disertai komplikasi.
2. Kontrasepsi Pil Progestin (Minipil)
Berikut ini adalah penjelasan mengenai kontrasepsi pil progestin
atau minipil yang dijelaskan menurut Affandi (2012; h. MK 50 – MK 52)
sebagai berikut :
a. Profil
1) Cocok untuk perempuan menyusui yang ingin memakai pil KB.
2) Sangat efektif pada masa laktasi.
3) Dosis rendah.
4) Tidak menurunkan produksi ASI.
5) Tidak memberikan efek samping estrogen.
6) Efek samping utama adalah gangguan perdarahan, perdarahan bercak
atau perdarahan tidak teratur.
7) Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
130
b. Jenis minipil
1) Kemasan dengan isi 35 pil dengan dosis 300 µg levonorgestrel atau
350 µg noretindron.
2) Kemasan dengan isi 28 pil dengan dosis 75 µg desogestrel.
c. Cara kerja minipil
1) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium.
2) Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi
lebih sulit.
3) Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.
4) Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu.
d. Efektifitas minipil
Sangat efektif (98,5%). Pada penggunaan minipil jangan sampai
terlupa satu – dua tablet atau jangan sampai terjadi gangguan
gastrointestinal (muntah, diare) karena akibatnya kemungkinan terjadi
kehamilan sangat besar. Penggunaan obat – obatan mukolitik
asetilsistein bersaman dengan minipil perlu dihindari karena mukolitik
jenis ini dapat meningkatkan penetrasi sperma sehingga kemampuan
kontrasptif dari minipil dapat terganggu.
e. Manfaat
1) Manfaat kontrasepsi
a) Sangat efektif bila digunakan secara benar.
b) Tidak mengganggu hubungan seksual.
c) Tidak mempengaruhi ASI.
d) Kesuburan cepat kembali.
e) Nyaman dan mudah digunakan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
131
f) Sedikit efek samping.
g) Dapat dihentikan setiap saat.
h) Tidak mengandung estrogen.
2) Manfaat nonkontrasepsi
a) Mengurangi nyeri haid.
b) Mengurangi jumlah darah haid.
c) Menurunkan tingkat anemia.
d) Mencegah kanker endometrium.
e) Melindungi dari penyakit radang panggul.
f) Tidak meningkatkan pembekuan darah.
g) Dapat diberikan pada penderita endometriosis.
h) Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala,
dan depresi.
i) Dapat mengurangi keluhan premenstrual sindrom (sakit kepala,
perut kembung, nyeri payudara, nyeri pada betis, dan cepat
marah).
j) Sedikit sekali mengganggu metabolisme karbohidrat sehingga
relative aman diberikan pada perempuan pengidap kencing manis
yang belum mengalami komplikasi.
f. Indikasi menggunakan minipil
1) Usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak.
3) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif selama
periode menyusui.
4) Pascapersalinan dan tidak menyusui.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
132
5) Pascakeguguran.
6) Perokok segala usia.
7) Mempunyai tekanan darah tinggi atau dengan masalah pembekuan
darah.
8) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang tidak
menggunakan estrogen.
g. Kontraindikasi menggunakan minipil
1) Hamil atau diduga hamil.
2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid.
4) Menggunakan obat tuberkulosis atau obat untuk epilepsi.
5) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
6) Sering lupa menggunakan pil.
7) Miom uterus.
8) Riwayat stroke.
G. Kontrasepsi Implant
Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak
permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga lima
tahun (Affandi, 2012; h. MK 55).
a. Jenis kontrasepsi implant
Menurut Affandi (2012; h. MK 55 – MK 57) adalah sebagai
berikut :
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
133
1) Norplant yang terdiri dari 6 kapsul yang secara total bermuatan 216 mg
levonorgestrel. Panjang kapsul adalah 34 mm dengan diameter 2,4
mm. Penggunaan jenis implant ini adalah selama 7 tahun.
2) Jadelle (Norplant II)
Jenis ini memakai levonorgestrel 150 mg dalam kapsul 43
mm dan diameter 2,5 mm. Lama penggunaan kontrasepsi jenis Jadelle
adalah selama 5 tahun.
3) Implanon
Implanon adalah kontrasepsi subdermal kapsul tunggal yang
mengandung etonogestrel, merupakan metabolit desogestrel yang efek
androgeniknya lebih rendah dan aktifitas progestasional yang lebih
tinggi dari levonogestrel. Lama penggunaan dari kontrasepsi implant
jenis ini adalah selama 3 tahun.
b. Mekanisme kerja implant
Mekanisme utama dari implant adalah menebalkan mucus
serviks sehingga tidak dapat dilewati oleh sperma. Perubahan terjadi
segera setelah pemasangan implant. Progestin juga menekan
pengeluaran follickle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH) dari hipotalamus dan hipofise. Lonjakan LH direndahkan sehingga
ovulasi ditekan oleh levonogestrel. Level LH ditekan lebih kuat oleh
etonogestrel sehingga tidak terjadi ovulasi pada 3 tahun pertama
penggunaan implant (Affandi, 2012; h. MK 58).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
134
c. Efek samping
Terdapat beberapa efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh
penggunaan kontrasepsi impant yaitu :
1) Peruabahan darah haid.
2) Sakit kepala.
3) Perubahan berat badan.
4) Perubahan suasana hati.
5) Depresi.
6) Mual, perubahan selera makan, payudara lembek, dan jerawat.
H. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Affandi (2012; h. MK 80 – MK 83) menjelaskan tentang Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah sebagai berikut :
1. Profil
a. Sangat efektif, reversible dan berjangka panjang.
b. Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak.
c. Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan.
d. Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi.
e. Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada Infeksi Menular
Seksual (IMS).
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
135
2. Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. AKDR CuT-380A
Berukuran kecil, kerangnya terbuat dari plastic yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari
tembaga (Cu).
b. NOVA T (schering).
3. Cara kerja Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi.
b. Mempengaruhi fertiilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. Mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat
sperma sulit masuk ke dalam reproduksi perempuan dan mengurangi
kemampuan sperma untuk fertilisasi.
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
4. Manfaat
a. Sebagai kontrasepsi yang efektifitasnya tinggi yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan
per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama.
b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
c. Metode jangka panjang.
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat – ingat.
e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal.
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
136
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus.
j. Dapat digunakan sampai menopause.
k. Tidak ada interaksi dengan obat – obatan yang lain.
l. Membenatu mencegah kehamilan ektopik.
5. Kerugian
Adapun beberapa kerugian yang ditimbulkan dari pemasangan
AKDR adalah sebagai berikut :
a. Perubahan siklus haid.
b. Haid lebih lama dan lebih banyak.
c. Ketika haid lebih sakit.
d. Perforasi dinding uterus.
e. Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS.
f. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti pasangan.
g. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah
pemasangan AKDR.
h. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.
i. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui oleh klien.
j. Ibu harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu.
6. Indikasi penggunaan AKDR
a. Usia reproduktif.
b. Keadaan nulipara.
c. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontasepsi.
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
137
f. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
g. Risiko rendah dari IMS.
h. Tidak menghendaki metode hormonal.
i. Tidak menyukai untuk mengingat – ingat minum pil setiap hari.
j. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 - hari senggama.
7. Kontraindikasi penggunaan AKDR
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) tidak dapat digunakan pada
wanita dengan kriteria sebagai berikut :
a. Sedang hamil atau diduga hamil.
b. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
c. Sedang menderita infeksi alat genital.
d. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang
dapat mempengaruhi kavum uteri.
e. Penyakit trofoblas yang ganas.
f. Kanker alat genital.
g. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
138
I. Kontrasepsi MANTAP
1. Tubektomi
Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan yang
tidak ingin mempunyai anak lagi. Tubektomi termasuk metode efektif dan
tidak menimbulkan efek samping jangka panjang (Affandi, 2012; h. MK
89).
a. Manfaat
1) Manfaat kontrasepsi
a) Sangat efektif.
b) Tidak mempengaruhi proses menyusui.
c) Tidak bergantung pada faktor senggama.
d) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko
kesehatan yang serius.
e) Tidak afa efek samping dalam jangka panjang.
f) Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual.
2) Manfaat nonkontrasepsi
Berkurangnya resiko kanker ovarium (Affandi, 2012; h.
MK 91 – 92).
b. Kekurangan
Adapun kekurangan yang ditimbulkan dari kontrasepsi
tubektomi ini adalah sebagai berikut :
1) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini.
2) Klien dapat menyesal di kemudian hari.
3) Risiko komplikasi kecil.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
139
4) Rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah
tindakan.
5) Dilakukan oleh dokter yang terlatih.
6) Tidak melindungi diri dari IMS, HBV, dan HIV / AIDS (Affandi,
2012; h. 92).
c. Indikasi penggunaan tubektomi
Menurut Affandi (2012; h. 92) indikasi penggunaan
kontrasepsi tubektomi adalah sebagai berikut :
1) Usia lebih dari 26 tahun.
2) Paritas lebih dari 2.
3) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan
kehendaknya.
4) Pascapersalinan.
5) Pascakeguguran.
6) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
d. Kontraindikasi penggunaan tubektomi
Adapun kontraindikasi untuk penggunaan tubektomi adalah
sebagai berikut :
1) Hamil atau di duga hamil.
2) Perdarahan pervaginam yang penyebabnya belum diketahui.
3) Infeksi sitemik atau pelvik yang akut.
4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa
depan.
6) Belum memberikan persetujuan tertulis.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
140
2. Vasektomi
Affandi (2012; h. MK 95 – 96) menjelaskan tentang vasektomi
yaitu sebagai berikut :
Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang tidak
ingin mempunyai anak lagi. Vaektomi disebut juga sebagai metode
kontrasepsi operatif lelaki. Metode ini membuat sperma tidak dapt
mencapai vesikula seminalis yang pada saat ejakulasi dikeluarkan
bersamaan dengan cairan semen.
a. Efektifitas vasektomi
Setelah masa pengosongan sperma dari vesikula seminalis
maka kehamilan hanya terjadi pada 1 per 100 perempuan pada tahun
pertama penggunaan.
b. Manfaat vasektomi
1) Hanya sekali aplikasi dan efektif dalam jangka panjang.
2) Tinggi tingkat rasio efeisiensi biaya dan lamanya penggunaan
kontrasepsi.
c. Kekurangan vasektomi
1) Permanen dan timbul masalah bila klien menikah lagi.
2) Biila tidak siap ada kemungkinan penyesalan di kemudian hari.
3) Perlu pengosongan depot sperma di vesikula seminalis sehingga
perlu 20 kali ejakulasi.
4) Risiko dan efek samping pembedahan kecil.
5) Terdapat rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pascapembedahan.
6) Perlu tenaga pelaksana yang terlatih.
7) Tidak melindungi klien terhadap PMS.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
141
VI Tinjauan Asuhan Kebidanan
Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang
berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses
dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat
diaplikasikan dalam situasi apapun.
Muslihatun dkk ( 2009; 115 – 119 ) menguraikan bahwa beberapa
langkah dalam konsep manajemen kebidanan sebagai berikut :
A. Langkah I pengumpulan data dasar.
Pada langkah ini seorang bidan mengumpulkan semua
informasiyang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.
Bila klien mengajukan komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada
dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan
konsultasi.
B. Langkah II interpretasi data dasar.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas dasar data – data yang telah dikumpulkan. Data
dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis kebidanan yaitu
diagnosis yang ditegakkan oleh profesi bidan dalam lingkup praktik
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
142
C. Langkah III mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang
telah diidentifikasi.
D. Langkah IV mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah
keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
asuhan kebidanan. Jadi manajemen kebidanan bukan hanya selama
asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan terus – menerus, misalnya
pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.
E. Langkah V merencakan asuhan yang menyeluruh.
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah – langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh
tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien
atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyluhan,
konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah – masalah
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
143
yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural atau masalah
psikologis.
F. Langkah VI melaksanakan perencanaan.
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyekuruh di
langkah kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya.
G. Langkah VII evaluasi.
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar – benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam masalah dan diagnosis.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif bila memang benar efektif
dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
tersebut lebih efektif sedang sebagian belum efektif.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
144
VII Landasan Hukum Kebidanan
Muslihatun dkk ( 2009; 120 – 122 ) menyebutkan bahwa standar
asuhan kebidanan menurut KEPMENKES Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 adalah sebagai berikut :
A. Standar I Pengkajian
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan, dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
B. Standar II Perumusan diagnosis atau masalah kebidanan
Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan
diagnosis dan masalah kebidanan yang tepat.
C. Standar III Perencanaan
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosis dan
masalah yang ditegakkan.
D. Standar IV Implementasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan secara komprehensif, efektif,
efisien, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien / pasien
dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
E. Standar V Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
145
F. Standar VI Pencatatan asuhan kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan
jelas mengenai keadaan / kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan.
Syafrudin dan Hamidah ( 2013; 84 – 88 ) menjelaskan bahwa
standar asuhan kebidanan dilihat dari ruang lingkup standar pelayanan
kebidanan yang meliputi 25 standar yang dikelompokkan menjadi :
A. Standar pelayanan umum
1. Standar 1 ( persiapan untuk kehidupan keluarga sehat )
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan,
keluarga, dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan
dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi,
keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan
menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik
dan mendukung kebiasaan yang baik.
2. Standar 2 ( pencatatan dan pelaporan )
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya,
yaitu registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan
yang diberikan kepada setiap ibu hamil / bersalin / nifas dan bayi
baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada
masyarakat. Disamping itu, bidan hendaknya mengikutsertakan
kader untuk mencatat ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat
yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
146
B. Standar pelayanan antenatal
3. Standar 3 ( identifikasi ibu hamil )
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi
dengan masyarakat secara berkala untuk memberi
penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota
keluarganya agar mendukung ibu untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
4. Standar 4 ( pemeriksaan dan pemantauan antenatal )
Bidan memberi sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal dan
pemantauan ibu dan janin secara seksama untuk menilai
apakah perkembangan janin berlangsung normal. Bidan
juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan,
khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit
menular seksual ( PMS ) atau infeksi HIV. Bidan memberi
pelayanan imunisasi, nasihat, dan penyuluhan kesehatan,
serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat saat kunjungan.
Jika ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil
tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan
selanjutnya.
5. Standar 5 ( palpasi abdomen )
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama
dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia
kehamilan. Jika usia kehamilan bertambah, memeriksa
posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
147
ke dalam rongga panggul untuk mencari kelainan serta
melakukan rujukan tepat waktu.
6. Standar 6 ( pengelolaan anemia pada kehamilan )
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan, dan atau rujukan semua kasus anemia pada
kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Standar 7 ( pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan )
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan
darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
preeklamsia lainnya serta mengambil tindakan yang tepat
dan merujuknya.
8. Standar 8 ( persiapan persalinan )
Bidan memberi saran yang tepat kepada ibu hamil, suami,
serta keluarganya pada trimester 3 untuk memastikan
bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta
suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan
baik. Persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk jika
terjadi kegawat daruratan. Bidan hendaknya melakukan
kunjungan rumah untuk persiapan persalinan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
148
C. Standar pertolongan persalinan
9. Standar 9 ( asuhan saat persalinan )
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah
dimulai, kemudian memberi asuhan dan pemantauan yang
memadai, dengan memerhatikan kebutuhan klien selama
proses persalinan berlangsung.
10. Standar 10 ( persalinan yang aman )
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman,
dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta
memerhatikan tradisi setempat.
11. Standar 11 ( pengeluaran plasenta dan peregangan tali
pusat )
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar
untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput
ketuban secara lengkap.
12. Standar 12 ( penanganan kala II dengan gawat janin
melalui episiotomi )
Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin
pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi
dengan aman untuk memperlancat persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
149
D. Standar pelayanan nifas
13. Standar 13 ( perawatan bayi baru lahir )
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk
memastikan pernapasan spontan, mencegah hipoksia
sekunder, menentukan kelainan, dan melakukan tindakan
atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus
mencegah atau menangani hipotermia.
14. Standar 14 ( penanganan pada 2 jam pertama setelah
persalinan )
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap
terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan, serta
melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan
memberi penjelasan tentang hal – hal yang mempercepat
pemulihan kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk
memulai pemberian ASI.
15. Standar 15 ( pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
)
Bidan memberi pelayanan selama masa nifas melalui
kunjungan rumah pada minggu ke 2 dan minggu ke 6
setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu
dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar,
penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang
mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberi
penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
150
perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi abru lahir,
pemberian ASI, imunisasi, dan KB.
E. Standar penanganan kegawatan obstetri dan neonatus
16. Standar 16 ( penanganan perdarahan pada kehamilan )
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan
pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan
merujuknya.
17. Standar 17 ( penanganan kegawatan pada eklamsia )
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia
yang mengancam, serta merujuk dana tau memberi
pertolongan pertama.
18. Standar 18 ( penanganan kegawatan pada partus lama
atau macet )
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama
atau macet serta melakukan penanganan yang memadai
dan tepat waktu atau merujuknya.
19. Standar 19 ( persalinan dengan forseps rendah )
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi forseps
rendah, menggunakan forsep secara benar dan menolong
persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
20. Standar 20 ( persalinan dengan menggunakan vakum
ekstraksi )
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum,
melakukannya secara benar dalam memberikan
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
151
pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya
bagi ibu dan janin / bayinya.
21. Standar 21 ( penanganan retensio plasenta )
Bidan mempu mengenali retensio plasenta dan
memberikan pertolongan pertama, termasuk plasenta
manual dan penanganan perdarahan, sesuai kebutuhan.
22. Standar 22 ( penanganan perdarahan pascapartum primer
)
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan
dalam 24 jam pertama setelah persalinan ( perdarahan
pascapartum primer ) dan segera melakukan pertolongan
pertama untuk mengendalikan perdarahan.
23. Standar 23 ( penanganan perdarahan pascaprtum
sekunder )
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta
gejala perdarahan pascapartum sekunder dan melakukan
pertolongan pertama untuk menyelamatkan jiwa ibu dan
atau merujuknya.
24. Standar 24 ( penanganan sepsis puerpurium )
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala
sepsis puerpurium serta melakukan pertolongan pertama
atau merujuknya.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016
152
25. Standar 25 ( penanganan asfiksia )
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir
dengan asfiksfia, serta melakukan resusitasi secepatnya,
mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan
memberi perawatan lanjutan.
Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Ika Dimyati Fachriandini, Kebidanan DIII UMP, 2016