12
92 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kecerdasan Salah satu peneliti tentang kecerdasan manusia adalah Prof. Howard Gardner yang merupakan seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard. Howard Gardner memperkenalkan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang berkaitan dengan kecerdasan ganda (multipe intelligences). Gardner, menyatakan bahwa IQ tidak boleh dianggap sebagai tinggi atau rendah seperti tekanan darah manusia dan kecerdasan seseorang tidak dapat diukur secara mutlak dengan tes-tes IQ. Tes IQ hanya mampu mengukur kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes IQ tersebut saja. Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam kecerdasan dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua kecerdasan ini bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu saja berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-masing budaya. Namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasa-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. Berdasarkan pada teori Gardner, memberikan petunjuk untuk mengubah dan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan instrumentasinya dalam pembelajaran. Ia

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori II.pdf · Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan

  • Upload
    lyminh

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

92

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Kecerdasan

Salah satu peneliti tentang kecerdasan manusia adalah Prof. Howard Gardner yang

merupakan seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard. Howard Gardner

memperkenalkan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang

berkaitan dengan kecerdasan ganda (multipe intelligences). Gardner, menyatakan bahwa IQ tidak

boleh dianggap sebagai tinggi atau rendah seperti tekanan darah manusia dan kecerdasan

seseorang tidak dapat diukur secara mutlak dengan tes-tes IQ. Tes IQ hanya mampu mengukur

kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes IQ tersebut saja.

Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan

satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam

kecerdasan dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua

kecerdasan ini bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi

keterpaduannya tentu saja berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-masing

budaya. Namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan.

Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasa-kecerdasan lainnya dalam

memecahkan masalah.

Berdasarkan pada teori Gardner, memberikan petunjuk untuk mengubah dan meningkatkan

kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan instrumentasinya dalam pembelajaran. Ia

93

mengembangkan proses pembelajaran di kelas yang memanfaatkan dan mengembangkan proses

pembelajaran di kelas yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan

harapan dapat digunakan anak di luar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan yaitu.

Pengalaman

Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong

pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa

potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman

hidup yang dilaluinya.

Lingkungan

Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian

termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang

memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta

dukungan akan memperkuat otot mental dan kecerdasan.

Kemauan dan keputusan

Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu

meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah.

Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi.

Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan

lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang

menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak

94

yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi

intelektualnya.

Bawaan

Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran

pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan

kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit

banyak berpengaruh.

Gaya hidup

Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap

budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar

terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam

tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik.

Aktivitas belajar

Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang

sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali

kebiasaan hidup sehari-hari sangat membantu dalam memetakan

pengalaman belajar. Jika perilaku belajar kita baik dan kecerdasan emosional kita tinggi maka

kita akan dapat memahami segala sesuatu dengan baik.

(KBBI) (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2014), mengartikan kecerdasan sebagai perihal

cerdas (sebagai kata benda), atau kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian

dan ketajaman pikiran). Kecerdasan memiliki pengertian yang sangat luas. Para ahli psikologis

95

mengartikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh

pengetahuan, menguasai dan mempraktekkannya dalam pemecahan suatu masalah (Yanti, 2011).

Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melihat suatu masalah lalu

menyelesaikannya atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain (Dwijayanti, 2009).

Amstrong (2002) menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap

situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Binet seorang

psikologis Prancis, menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menetapkan dan

mempertahan suatu tujuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan untuk

untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri (Lesmana, 2010). Gardner seorang Psikologis Amerika

menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan

menghasilkan produk dalam suatu aturan yang bermacam-macam dan situasinya yang nyata

(Yanti, 2011). Dengan demikian dari beberapa pengertian diatas kecerdasan dapat diartikan

sebagai kesempurnaan akal budi seseorang yang diwujudkan dalam suatu kemampuan untuk

memperoleh kecakapan-kecakapan tertentu dan untuk memecahkan suatu persoalan atau masalah

dalam kehidupan secara nyata dan tepat.

2.1.2 Tingkat Pemahaman Akuntansi (Y)

(KBBI) (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2014), mendefinisikan paham (pa.ham) sebagai

berpengetahuan banyak, hal ini bisa diartikan paham adalah suatu tolak ukur mengerti atau

tidaknya individu terhadap suatu objek tertentu. Menurut Etter dan Ross (2013) pemahaman

dapat diartikan sebagai proses atau cara untuk memahami.

Dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah bagaimana individu mengerti atau paham

terhadap suatu objek atau individu lainnya. Sedangkan Akuntansi dalam KBBI didefinisikan

sebagai seni pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu

96

transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi (Ansharullah, 2013). Menurut Panangian (2012)

pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam

orang lain. Dengan demikian jelaslah, bahwa pemahaman merupakan unsur psikologi yang

sangat penting dalam belajar.

Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman akuntansi

adalah bagaimana suatu individu dapat mengerti dan paham terhadap apa yang sudah dipelajari

yang berhubungan dengan mata kuliah akuntansi, serta bisa menalarkan pencatatan dan transaksi

keuangan suatu kesatuan ekonomi.

2.1.3 Kecerdasan Emosional (X1)

Goleman (2007) menyatakan bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan

prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah

bekerja atau seberapa tingkat kesuksesan yang dicapainya dalam hidup. Menurut Bay dan

McKeage (2006) bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif

mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa saja, selain

kecerdasan akal yang memengaruhi keberhasilan orang dalam bekerja.

Menurut Amram (2009) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola

emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Rachmi

(2010) kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan

secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi

dan pengaruh yang manusiawi. Menurut Mehmet et al. (2013) bahwa kecerdasan emosi

menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain

serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan

97

sehari-hari. Selain itu kecerdasan emosional juga dapat dikatakan sebagai komponen yang

membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Emosi manusia berada di wilayah

dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan

dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih

utuh tentang diri sendiri dan orang lain.

Menurut Melandy dan Aziza (2006) kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk

menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga

memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun

hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Selain itu kecerdasan emosional dapat

dikatakan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan

untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan

secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi. Berdasarkan beberapa pendapat di

atas, peneliti berpendapat bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui

dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, dan dapat mengelola emosi dengan baik

pada diri sendiri agar dapat membina hubungan atau kerjasama yang baik dengan orang lain.

2.1.4 Perilaku Belajar (X2)

Suwardjono (2005) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan

srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap

mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual

dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi

pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri dan pengendalian proses belajar lebih

penting daripada hasil atau nilai ujian. Menurut Jeanne dan Patrick (2010) jika proses belajar

dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut. Pada proses

98

belajar diperlukan perilaku belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dimana dengan

perilaku belajar tersebut tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien, sehingga

prestasi akademik dapat ditingkatkan (Kadhiravan, 2012). Dengan demikian perilaku belajar

dapat diartikan sebagai aktivitas belajar yang dilakukan suatu individu secara berulang-ulang

agar menjadi suatu kebiasaan yang otomatis atau spontan, sehingga suatu individu tersebut dapat

memahami dari hal yang tidak tahu menjadi tahu dan dari hal yang tidak bisa menjadi bisa.

2.1.5 Kepercayaan Diri (X3)

Menurut Lynn et al. (2011) bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran yang kuat tentang

harga dan kemampuan diri sendiri. Orang dengan kecakapan ini akan berani tampil dengan

keyakinan diri, berani menyatakan keberadaannya, berani menyuarakan pandangan yang tidak

popular dan bersedia berkorban demi kebenaran serta tegas, mampu membuat keputusan yang

baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan.

Rini (2012) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan

dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap

lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu

dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Agustian (2011) menyatakan bahwa

seorang konsultan dari Deloitte dan Touche Consulting berpendapat jika seseorang yang

memiliki kepercayaan diri, di samping mampu mengendalikan dan menjaga keyakinan dirinya,

juga akan mampu membuat perubahan di lingkungannya, ini berarti bahwa kepercayaan diri

akan memengaruhi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.

Lauster (2003) menyatakan bahwa kepercayaan pada diri sendiri yang sangat berlebihan

tidak selalu berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak kenal lelah.

Orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-hati. Tingkah laku mereka sering

99

menyebabkan konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada

diri sendiri yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan dari

pada teman.

Rasa percaya diri yang kuat sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari

kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya

bahwa dia bisa, karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang

realistik terhadap diri sendiri. Bagi mereka yang kurang percaya diri, setiap kegagalan

mempertegas rasa tidak mampu mereka. Tidak adanya percaya diri dapat terwujud dalam bentuk

rasa putus asa, rasa tidak berdaya, dan meningkatkan keraguan kepada diri sendiri. Di pihak lain,

percaya diri berlebihan dapat membuat orang tampak sombong, terutama bila ia tidak

mempunyai keterampilan sosial. Orang yang memiliki rasa percaya diri umumnya memandang

diri sendiri sebagai orang yang produktif, mampu menghadapi tantangan dan mudah menguasai

pekerjaan atau keterampilan baru. Mereka mempercayai diri sendiri sebagai katalisator,

penggerak, dan pelopor, serta merasa bahwa kemampuan-kemampuan mereka lebih unggul

dibanding kebanyakan orang lain.

Dengan demikian kepercayaan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

lebih mampu mengenal dirinya, mengendalikan dirinya, memotivasi diri, empati terhadap orang

lain, dan kemampuan untuk dapat bersosialisasi pada lingkungan.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Kecerdasan Emosional pada Tingkat Pemahaman

Akuntansi

Goleman (2007) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki peran lebih dari 80%

dalam mencapai kesuksesan hidup, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan

100

professional. Menurut Bonner (1999) untuk menjadi seorang lulusan akuntansi yang berkualitas

diperlukan waktu yang panjang dan usaha yang keras serta dukungan dari pihak lain yang akan

memengaruhi pengalaman hidup lulusan tersebut tentunya kita juga jangan melupakan bahwa

pengukuran prestasi akademik juga sama pentingnya untuk mengetahui tingkat keberhasilan

yang dicapai mahasiswa dalam belajar.

Hasil penelitian Kennedy (2013) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif secara

signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa ditemukan oleh Ansharullah

(2013) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat

pemahaman akuntansi. Namun hasil penelitian Luqman (2010) bahwa kecerdasan emosional

tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa juga ditemukan oleh Dwi

et al. (2014) bahwa kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman

akuntansi.

Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai berikut.

H1: Kecerdasan Emosional Berpengaruh Positif pada Tingkat Pemahaman Akuntansi

Mahasiswa.

2.2.2 Pengaruh Perilaku Belajar pada Tingkat Pemahaman Akuntansi

Menurut Jen et al. (2012) terdapat aspek dalam belajar diperguruan tinggi, yakni: makna

kuliah, pengalaman belajar atau nilai, konsepsi dosen, kemandirian dalam belajar, konsep

memiliki buku, dan kemampuan berbahasa. Menurut Elias (2005) dalam semua aspek,

pengukuran prestasi akademik merupakan hal hal yang sangat penting untuk mengetahui tingkat

keberhasilan yang dicapai mahasiswa dalam belajar. Ini sesuai dengan pendapat Guina et al.

(2012) yang mengartikan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang tercapai. Jadi, jika

prestasi akademik mahasiswa baik, maka dikatakan bahwa mahasiswa tersebut telah memperoleh

hasil yang baik dari serangkaian proses belajar yang ditempuhnya.

101

Hasil penelitian Artana (2014) bahwa perilaku belajar berpengaruh positif secara signifikan

terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa ditemukan oleh Rachmi (2010) bahwa

perilaku belajar berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi.

Namun hasil penelitian Sahara (2014) bahwa perilaku belajar tidak berpengaruh terhadap tingkat

pemahaman akuntansi. Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai berikut.

H2: Perilaku Belajar Berpengaruh Positif pada Tingkat Pemahaman Akuntansi Mahasiswa.

2.2.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional pada Tingkat Pemahaman Akuntansi

dengan Kepercayaan Diri sebagai Pemoderasi

Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam

memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda

kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (Cetin, 2015). Kemampuan ini saling berbeda dan saling

melengkapi dengan kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ. Kecerdasan emosional

yang baik dapat dilihat dari kemampuan mengenal diri sendiri, mengendalikan diri, memotivasi

diri, berempati, dan kemampuan sosial. Oleh karena itu, mahasiswa yang memiliki keterampilan

emosi yang baik akan berhasil di dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk terus belajar.

Angelis (2005) menyatakan ada beberapa cara untuk mengembangkan kekuatan dan

kelemahan dalam pengenalan diri yaitu intropeksi diri, mengendalikan diri, membangun

kepercayan diri, mengenal dan mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan, dan berfikir positif

dan optimis tentang diri sendiri. Dari beberapa cara untuk mengembangkan pengenalan diri

diatas dapat diketahui bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu hal yang dapat

memengaruhi bagaimana mahasiswa mengenal dirinya. Kepercayaan diri mahasiswa akan

memengaruhi kemampuan untuk mengendalikan dirinya. Seseorang yang memiliki kepercayaan

diri kuat maka akan lebih percaya terhadap kemampuan dirinya sendiri, dan mampu

mengendalikan segala emosinya sehingga dalam memahami suatu pelajaran akan lebih terfokus

102

dan mampu mengendalikan dirinya untuk melakukan pekerjaan yang membawa manfaat baginya

dan dapat memotivasi dirinya sendiri untuk lebih memahami suatu pelajaran.

Hasil penelitian Ariantini et al. (2014) bahwa terdapat pengaruh interaksi yang positif dan

signifikan antara kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi dengan

kepercayaan diri sebagai pemoderasi. Namun hasil penelitian Hariyoga dan Suprianto (2011)

bahwa kepercayaan diri bukan merupakan variabel moderating antara kecerdasan emosional

dengan tingkat pemahaman akuntansi. Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai

berikut.

H3: Kepercayaan Diri memoderasi (memperkuat) pengaruh Kecerdasan Emosional pada Tingkat

Pemahaman Akuntansi.

2.2.4 Pengaruh Perilaku Belajar pada Tingkat Pemahaman Akuntansi

dengan Kepercayaan Diri sebagai Pemoderasi

Berbagai penelitian telah dilakukan berkenaan dengan faktor-faktor yang memengaruhi

perilaku dan prestasi belajar, Kim et al. (2014) menemukan bahwa masalah-masalah pokok yang

mengganggu prestasi akademik mahasiswa adalah kebiasaan belajar yang kurang baik, yaitu

waktu belajar yang tidak teratur (58%) dan kebiasaan membaca yang buruk (30%). Dampak

kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat

lolos tanpa gagal. Selain itu hasil belajar dapat dihubungan dengan terjadinya suatu perubahan,

kecakapan atau kepandaian seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap.

Gea et al. (2002) berpendapat bahwa mengenal diri berarti memahami kekhasan

fisiknya, kepribadian, watak dan temperamennya, mengenal bakat bakat alamiah yang di

milikinya serta punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala

kesulitan dan kelemahannya. Dengan mengenal diri, seseorang dapat mengenal kenyataan

dirinya, dan sekaligus kemungkinan-kemungkinannya, serta diharapkan mengetahui peran apa

yang harus dia mainkan untuk mewujudkannya.

103

Hasil penelitian Hariyoga dan Suprianto (2011) bahwa kepercayaan diri merupakan

variabel moderating antara perilaku belajar dengan tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa

ditemukan oleh Dwi et al. (2014) bahwa kepercayaan diri merupakan variabel moderating antara

perilaku belajar dengan tingkat pemahaman akuntansi. Namun hasil penelitian Febriastuti (2010)

bahwa kepercayaan diri bukan merupakan variabel moderating antara perilaku belajar dengan

tingkat pemahaman akuntansi.

H4: Kepercayaan Diri memoderasi (memperkuat) pengaruh Perilaku Belajar pada

Tingkat Pemahaman Akuntansi.