19
BAB II SISTEM PENGAPIAN Sistem pengapian pada motor bensin berfungsi mengatur proses pembakaran campuran bensin dan udara di dalam silinder sesuai waktu yang sudah ditentukan yaitu pada akhir langkah kompresi. Permulaan pembakaran diperlukan karena, pada motor bensin pembakaran tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Pembakaran campuran bensin-udara yang dikompresikan terjadi di dalam silinder setelah busi memercikkan bunga api, sehingga diperoleh tenaga akibat pemuaian gas (eksplosif) hasil pembakaran, mendorong piston ke TMB menjadi langkah usaha. Agar busi dapat memercikkan bunga api, maka diperlukan suatu system yang bekerja secara akurat. Sistem pengapian terdiri dari berbagai komponen, yang bekerja bersama-sama dalam waktu yang sangat cepat dan singkat. Pada sistem pengapian konvensional terdapat beberapa kelemahan yang selanjutnya akan menurunkan performance dari sistem pengapian tersebut apabila telah dipakai dalam kurun waktu tertentu, disamping itu juga bila putaran mesin bertambah, tegangan tinggi yang dihasilakan oleh ignition coil akan menurun sebanding dengan kenaikan putaran mesin. Untuk memperbaiki hal- hal tersebut pada sistem pengapian digunakan sistem pengapian transistor.

BAB II.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II.doc

BAB II

SISTEM PENGAPIAN

Sistem pengapian pada motor bensin berfungsi mengatur proses

pembakaran campuran bensin dan udara di dalam silinder sesuai waktu yang

sudah ditentukan yaitu pada akhir langkah kompresi. Permulaan pembakaran

diperlukan karena, pada motor bensin pembakaran tidak bisa terjadi dengan

sendirinya. Pembakaran campuran bensin-udara yang dikompresikan terjadi di

dalam silinder setelah busi memercikkan bunga api, sehingga diperoleh tenaga

akibat pemuaian gas (eksplosif) hasil pembakaran, mendorong piston ke TMB

menjadi langkah usaha. Agar busi dapat memercikkan bunga api, maka diperlukan

suatu system yang bekerja secara akurat. Sistem pengapian terdiri dari berbagai

komponen, yang bekerja bersama-sama dalam waktu yang sangat cepat dan

singkat.

Pada sistem pengapian konvensional terdapat beberapa kelemahan yang

selanjutnya akan menurunkan performance dari sistem pengapian tersebut apabila

telah dipakai dalam kurun waktu tertentu, disamping itu juga bila putaran mesin

bertambah, tegangan tinggi yang dihasilakan oleh ignition coil akan menurun

sebanding dengan kenaikan putaran mesin. Untuk memperbaiki hal-hal tersebut

pada sistem pengapian digunakan sistem pengapian transistor.

Breaker point pada sistem pengapian biasanya memerlukan pemeliharaan

berkala karena beroksidasi selama adanya loncatan bunga api. Sistem solid-state

transistorized ignition (yang selanjutnya disebut dengan sistem pengapian

transistor) yang dikembangkan untuk mengahapuskan perlunya pemeliharaan,

yang pada akhirnya mengurangi biaya pemeliharaan bagi pemakai. Kelengkapan

dari sistem pengapian transistor adalah sebagai berikut :

1. Distributor dengan signal rotor

2. Igniter

3. Ignition coil

4. Busi (Spark plug)

Pada sistem pengapian transistor, signal generator dipasang di dalam

distributor untuk menggantikan breaker point dan cam. Signal generator

Page 2: BAB II.doc

membangkitkan tegangan untuk mengaktifkan transistor pada igniter untuk

memutus arus primer pada ignition coil. Transistor yang dipergunakan untuk

memutus aliran arus primer tidak mengadakan kontak logam dengan logam,

sehingga tidak tejadi keausan dan penurunan tegangan sekunder.

Gambar. Transistorized ignition system

Gambar. Sistem pengapian full transistor

A. DISTRIBUTOR DAN SIGNAL GENERATOR

Bagian yang paling penting pada distributor untuk sistem pengapaian

full transistor adalah signal generator, signal generator terdiri dari :

Signal rotor

Pick-up coil

Bracket

Permanent magnet

Page 3: BAB II.doc

Signal generator adalah semacam generator AC (arus bolak balik)

berfungsi untuk menghidupkan power transistor didalam igniter untuk

memutuskan arus primer ignition coil pada saat pengapian yang tepat.

1. Konstruksi

Signal generator terdiri dari magnet permanen yang memberi

magnet kepada pick-up coil untuk membangkitkan arus bolak balik (AC)

dan signal rotor yang menginduksi tegangan AC didalam pick-up coil

sesuai dengan saat pengapian. Signal rotor mempunyai gigi-gigi sebanyak

jumlah silinder (4 gigi untuk 4 silinder dan 6 gigi untuk 6 silinder). Signal

rotor dipasang pada distributor shaft seperti pemasangan camlobe pada

sistem pengapaian konvensional.

Pick-up coil dipasang pada bracket yang berfungsi untuk merubah

fluksi magnet menjadi tegangan induksi. Bracket sebagai inti besi dari

pick-up coil yang nantinya akan menjadi magnet induksi pada saat terjadi

penghantaran medan magnet dari magnet permanen melalui signal

rotor.permanent magnet berfungsi sebagai sumber dari induksi untuk pick-

up coil yang dipasang pada bracket.

Gambar. Signal generator

2. Prinsip Pembangkitan EMF

Garis gaya magnet (magnetic flux) dari magnet permanen mengalir

dari sigal rotor melalui pick-up coil. Celah udara antara rotor dan pick-up

coil yang berubah-ubah, maka kepadatan garis gaya magnet pada pick-up

coil berubah. Perubahan kepadatan garis gaya (flux density) ini

membangkitkan EMF (tegangan) dalam pick-up coil.

Page 4: BAB II.doc

Gambar. Pick up coil magnet flux change and EMF

Gambar dibawah ini menunjukkan posisi signal rotor, perubahan

garis gaya yang terjadi dan EMF yang dibangkitkan pada pick-up coil.

Bila gigi rotor berada pada posisi A, celah dengan pick-up adalah celah

yang terbesar, jadi flux density amat lemah. Juga karena tingkat perubahan

pada (magnetic flux) garis gaya magnetnya nol, maka tidak ada EMF yang

dibangkitkan.

Signal rotor terus berputar lebih jauh dari posisi ini, maka celah

udara mengecil dan fluk density menjadi besar. Pada posisi B perubahan

flux (garis gayanya) yang terbesar dibangkitkan EMF maksimum. Pada

posisi antara B dan C, perubahan flux (garis gayanya) berkurang dan EMF

yang dibangkitkan pun berkurang.

Karena EMF dalam pick-up coil di induksikan dengan arah

melawan perubahan garis gaya, arah EMF terbalik pada saat gigi signal

rotor mendekati pick-up coil seperti terlihat pada B (pada saat celah udara

berkurang dan menambah garis gaya) dan pada saat signal rotor bergerak

menjauhi pick-up coil seperti terlihat pada D (pada waktu celah udara

bertambah dari garis gaya berkurang), sehingga keluar output AC.

Karena tegangan yang di bangkitkan bertambah bila variasi flux persatuan

waktu naik, maka tegangan yang dibangkitkan akan naik bila kecepatan

mesin meningkat.

Page 5: BAB II.doc

Gambar. Rotor position relative to pick-up coil

Jadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa apabila gerakan gigi

rotor mendekati inti pick-up coil. pada pick-up coil akan tegangan positif

dan sebaliknya apabila gigi rotor bergerak menjauhi inti pick-up coil akan

tercipta tegangan negatif. Disamping itu tegangan paling maksimum

tercipta saat gigi rotor akan mendekati atau mulai menjauhi posisi sejajar

dengan inti pick-up coil.

Sesuai dengan prinsip generator dimana tegangan yang dihasilkan akan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

E = N Volt

Dimana,

E ; Tegangan yang dihasilkan pick-up coil

N ; Jumlah lilitan pada pick-up coil

; Kecepatan pemutusan fluksi magnet pada inti pick-up coil

Dengan jumlah lilitan pada pick up coil yang harganya tetap dan

kecepatan pemutusan fluksi magnet pada inti pick-up coil yang harganya

tergantung dari kecepatan putar dari signal rotor, maka tegangan yang

dihasilkan oleh pick-up coil sangat bergantung pada kecepatan putar dari

signal rotor dimana bila kecepatannya lambat (putarannya rendah),

tegangan yang dihasilkan pick-up coil juga rendah sebaliknya jika putaran

tinggi tegangan yang dihasilkan juga tinggi.

Page 6: BAB II.doc

B. IGNITER

Igniter terdiri dari sebuah detekor yang mendeteksi EMF yang

dibangkitkan oleh signal generator dan berfungsi untuk mendeteksi signal dari

tegangan pick-up coil yang seterusnya akan mengontrol kerja dari igniter;

signal amlifier dan power transistor, yang melakukan pemutusan arus primer

ignition coil pada saat yang tepat sesuai dengan signal yang diperkuat.

Pengaturan dwell angle untuk mengoreksi primary signal sesuai

dengan bertambahnya putaran mesin disatukan didalam igniter. Beberapa type

igniter delengkapi dengan sirkuit pambatas arus (current limiting circuit)

untuk mengatur arus primer maksimum.

Gambar. Igniter

1. Prinsip kerja pengapian transistor

Mengingat Rumitnya sirkuit igniter karena penggunaan IC

(integrated cicuit), maka cara kerja igniter disini dijelaskan dengan

menggunakan sirkuit diagram yang disederhanakan.

a. Mesin mati

Pada saat kunci kontak ON maka tegangan dialirkan ketitik P.

tegangan pada titik P berada dibawah tegangan basis yang diperlukan

untuk mengaktifkan transistor melalui pengatur tegangan R1 dan R2.

akibatnya transistor akan tetap OFF selama mesin mati, sehingga tidak

ada arus primer yang mengalir pada ignition coil.

Page 7: BAB II.doc

Gambar. Engine stopped

b. Mesin hidup (tegangan positif dihasilkan pada pick-up coil)

Bila mesin dihidupkan, maka signal rotor pada distributor akan

berputar, meghasilkan tegangan AC dalam pick-up coil. Bila tegangan

yang dihasilkan adalah positif, tegangan ini ditambahkan dengan

tegangan dari baterai (yang dialirkan ketitik P), untuk menaikan

tegangan pada titik Q diatas tegangan kerjanya transistor, dan

transistor ON. Akubatnya, arus primer ignition coil mengalir ke

transistor dari colector ( P ) ke emiter ( E ).

Gambar. Transistor turn on

c. Mesin berputar (tegangan negatif dihasilkan dalam pick-up coil)

Bila tegangan AC yang dihasilkan dalam pick-up coil adalah

negatif, tegangan ini ditambahkan pada tegangan titik P sehingga

tegangan pada titk Q turun dibawah tegangan kerja transistor dan

transistor OFF. Akibatnya arus primer (primery current) terputus dan

tegangan tinggi di induksikan pada kumparan sekunder.

Page 8: BAB II.doc

Gambar. Transistor turn off

2. Pengaturan Dwell Angle

Lamanya arus mengalir melalui kumparan primer biasanya

menurun bila kecepatan mesin bertambah, dengan demikian tegangan

induksi pada kumparan sekunder berkurang

Gambar. Comparison of induced secondary voltage

Yang dimaksud dengan pengaturan dwell angle disini adalah

pengaturan secara elektronika lamanya pengaliran arus ke ignition coil

(disebut dwell angle) sesuai dengan kecepatan putaran poros distributor.

Pada kecepatan rendah, dwell angle dikurangi untuk mencegah pengaliran

arus primer yang berlebihan, dan dweel angle ditambah bila putaran

bertambah untuk mencegah arus primer menurun, pengaturan ini

dilakukan oleh dwell control.

Page 9: BAB II.doc

Gambar. Dwell angle control characteristic

3. Current Limiting Control

Current limiting control adalah suatu sistem yang mengontrol

aliran arus pada kumaparan primer, sehingga arus primer dipertahankan

konstan pada setiap saat, mulai dari kecepatan rendah sampai pada

kecepatan tinggi dan memungkinkan untuk menghasilkan tegangan

sekunder yang konstan.

Dengan mengurangi tahanan kumparan dan mengontrol aliran arus,

maka sistem ini akan meningkat pengaliran arus. Namun demikian,

dengan sistem ini dapat berakibat coil atau power transistor terbakar. Oleh

sebab itu, setelah arus kumparan primer mencapai tingkat tertentu, akan

diatur secara kelistrikan oleh igniter agar tidak terjadi pegaliran arus yang

berlebihan

Gambar. Current limiting control

Karena current limiting control membatasi aliran arus primer,

maka untuk ignition coil tipe ini tidak diperlukan external resistor.

Page 10: BAB II.doc

C. I I A

IIA adalah singkatan dari “Integrated Ignition Assembly “, IIA

menggabungkan igniter dan ignition coil dengan distributor, sedangkan pada

“non IIA“ di pasang secara terpisah. IIA dapat dijelaskan seperti berikut :

Kecil dan ringan

Tidak mengalami masalah putus sambungan, jadi kendalanya tinggi

Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap air

Tidak mudah terpengaruh oleh kondisi sekitarnya.

Gambar. IIA (external view)

D. E S A

ESA adalah singkatan “Electronica Spark Advancer “. Dalam sistem ini

harga saat pengapian optimum disimpan dalam engine control computer untuk

setiap kondisi mesin. Sistem ini bekerja mendeteksi kondisi mesin (putaran

mesin, aliran udara masuk, temperatur mesin dan lain-lain) berdasarkan sinyal

dari setiap engine sensor, selanjutnya menentukan saat pengapian yang

optimum sesuai dengan kondisi mesin dengan mengirim sinyal pemutus arus

primer ke igniter yang mengontrol saat pengapian.

Page 11: BAB II.doc

Dengan sistem ini dapat diwujudkan pengaturan yang lebih teliti

berdasarkan kondisi kerja mesin dan ini tidak dapat diperoleh pada sistem

Non-ESA yang hanya dapat mengatur putaran mesin dan manifold vaccum

dengan menggunakan vaccum advencer yang terdapat pada distributor.

Gambar. Advancing by engine RPM

Dengan penggunaan electronik spark advance sistem, maka pick-up

coil disatukan dalam distributor yang membangkitkan sinyal putaran

mesin (sinyal Ne) dan sinyal posisi sudut poros engkol sebagai pedoman

(G sinyal). Mekanisme vaccum controller dan governor tidak digunakan.

Page 12: BAB II.doc

Gambar. Distributor (cross section)

E. D L I ( DISTRIBUTOR LESS IGNITION) /

PENGAPIAN TANPA DISTRIBUTOR )

Pada sistem pengapian transistor yang lama tegangan tinggi dibangkitkan

oleh satu ignition coil yang didistribusikan ketiap busi oleh distributor.

Gambar. DLI system block diagram

DLI adalah suatu sistem pengapian motor bensin yang tidak menggunakan

distributor. Pada Toyota, sistem ini mempergunakan sebuah ignition coil

untuk setiap dua buah busi. ECU (electric Controll Unit) mendistribusikan

arus primer ketiap ignition coil secara langsung dan menyebabkan busi

melompatkan bunga api.

Page 13: BAB II.doc

Sistem ini mempunyai keuntungan seperti berikut :

a) Ignition coil dapat ditempatkan didekat busi, kabel tegangan dapat

diperpendek, jadi dapat mengurangi suara berisik.

b) Dengan ditiadakannya distributor, maka kerugian internal discharge dapat

dihilangkan dan kebisinganpun dapat ditiadakan. Dengan adanya

pengurangan komponen yang bergerak, maka kemungkinan gangguan

pada komponen-komponen akan menjadi sedikit.

c) Karena tidak ada pengaturan secara fisik terhadap pengapian, seperti jarak

side electrode, maka saat pengapian dapat diatur pada skala yang lebih

besar. Pada saat pengapian dengan distributor, bila pengapian dimajukan

terlalu banyak, maka arus akan mengalir pada sebuah kedua sisi elektroda.

Gambar. In the type using distributor

F. TROUBLE SHOOTING SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK

Bila mencari penyebab gangguan, pertama yang harus dilakukan

adalah mengkonsentrasikan perhatian pada gejala gangguan. Bila gejala

gangguan tidak difahami dengan jelas, maka dibutuhkan waktu yang lama

Page 14: BAB II.doc

untuk memperbaikinya. Untuk mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam

mendapat penyebab gangguan perlu dilakukan pemeriksaan pada sistem

dengan urutan mulai dari yang paling kuat kemungkinannya sebagai penyebab

gangguan. Demikian dilakukan satu persatu secara berurutan. Bila tidak

ditemukan penyebab gangguan pada sistem pengapian, maka perlu juga

diperiksa sistem yang lain (sistem bahan bakar dan bagian utama mesin)

1. PROSEDUR TROUBLE SHOOTING

Bila ada gangguan pada sistem pengapian, problem dapat

disebabkan oleh mesin yang tidak tepat peyetelannya, diantaranya :

Misfiring (campuran udara-bahan bakar tidak terbakar)

Saat pengapian tidak tepat

Kemungkinan ada penyebab-penyebab lainnya, tetapi inilah yang

paling umum. Untuk menentukan mana yang mungkin sebagai penyebab,

maka perlu dilakukan pemeriksaan. Table dan flow chart berikut

menunjukkan cara-cara mencari gangguan.

Gejala gangguan Penyebab gangguan

Mesin tidak dapat hidup/susah hidup

Idle kasar atau mati-mati

Mesin lemah/akselerasi lemah

Bensin boros

Kemungkinan pertama sebagai penyebab

adalah misfiring. Selanjutnya yang perlu di

pertimbangkan adalah saat pengapian

Terjadi ledakan terus menerus pada

muffler

Terjadi ledakan balik pada mesin

(backfire)

Mesin terlalu panas (over heat)

Bagian-bagian yang menunjukkan adanya

adalah saat pengapian.