9
BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengukuran DO di lakukan di kolam UNJA,Pada hari Selasa 31 maret 2015 pukul 08.33 WIB 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat DO meter botol sampel botol semprot tissue elenmeyer plastic 3.2.2 Bahan Air kolam UNJA, Air limbah domestik, Air sekolan FST Aquades 3.3 Prosedur Kerja Sambungkan DO meter dengan kabel pengukur selanjutnya alat DO meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan aquades,tekan tombol power seteleh alat hidup masukkan alat pengukur kedalam aquades lalu tekan tombol warna biru untuk kalibrasi hingga muncul pada layar anagka 100%. Untuk air kolam UNJA dilakukan tiga kali pengukuran yaitu permukaan,tengah dan dasar dimana alat

BAB III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab 3

Citation preview

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengukuran DO di lakukan di kolam UNJA,Pada hari Selasa 31 maret 2015 pukul 08.33 WIB

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

DO meter

botol sampel

botol semprot

tissue

elenmeyer plastic

3.2.2 Bahan

Air kolam UNJA, Air limbah domestik, Air sekolan FST

Aquades

3.3 Prosedur Kerja

Sambungkan DO meter dengan kabel pengukur selanjutnya alat DO meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan aquades,tekan tombol power seteleh alat hidup masukkan alat pengukur kedalam aquades lalu tekan tombol warna biru untuk kalibrasi hingga muncul pada layar anagka 100%. Untuk air kolam UNJA dilakukan tiga kali pengukuran yaitu permukaan,tengah dan dasar dimana alat langsung kolam,dimana kedalaman kolam diperkirakan sekitar 1.5 m.Pengukuran kedua untuk air limbah domestik dan air selokan FST yang pengambilan sampelnya dilakukan secara acak (random).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 Pengertian DO ( Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Odum.1971). Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain seperti COD dan BOD.

4.2 Hasil pengukuran DO kolam UNJA,air limbah domestic dan air selokan FST.

NO

Kolam UNJA

Limbah Domestik

Air Selokan FST UNJA

1.

DO Permukaan

6,00 ppm dan suhu 29.8 C

DO Air sampel

5.52 ppm dan suhu 28.2C

DO air sampel

4.78 ppm dan suhu 28.7C

2.

DO Tengah

5,99 ppm dan suhu 29.7C

3.

DO Dasar

5.92 ppm dan suhu 29.7C

Dari hasil tabel diatas diperoleh nilai DO untuk kolam UNJA dari permukaan kedasar semakin rendah.Menurut (Odum.1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.Suhu pada kolam UNJA juga mengalami penurunan dari permukaan kedasar hal ini dikarenakan daerah pada saat pengukuran tidak terdapat tumbuhan atau pohon yang menutupi permukaan air.Sehingga permukaan air langsung terkena sinar matahari.

Pada limbah domestik diperoleh nilai DO sebesar 5.52ppm hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan DO kolam UNJA. Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah yang masuk keperairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut.Begitu juga halnya dengan air selokan FST UNJA yang memiliki nilai DO rendah yaitu 4.78ppm hal ini kemungkinan terjadi karena adanya pencemaran lingkungan oleh zat-zat kimia yang sering digiunakan di Laboratorium.

4.3 Standar Baku Mutu DO

Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan lain-lain. Konsentrasi oksigen yang rendah dapat menimbulkan anorexia, stress, dan kematian pada ikan. Bila dalam suatu kolam kandungan oksigen terlarut sama dengan atau lebih besar dari 5 mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berjalan dengan baik. Pada perairan yang mengandung deterjen, suplai oksigen dari udara akan sangat lambat sehingga oksigen dalam air sangat sedikit.

Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati (Hutabarat dan Evans, 2006).

Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978).

4.4 Hubungan Antara Oksigen Terlarut (DO) Terhadap Parameter Lainya.

Menurut Fujaya ( 2000), tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2.

Kadar oksigen (O2) dalam perairan tawar akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurangnya kadar alkalinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas. Dengan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan (Salmin, 2000).

Kehadiran karbon dioksida (CO2) sangat erat kaitanya dengan kuantitas atau jumlah keberadaan kadar oksigen dalam air, dimana kenaikan kadar karbondioksida akan selalu diikuti oleh penurunan kadar oksigen sehingga ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisme yang hidup dalam lingkup perairan (Susanto, 1991).

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dissolved Oxygen (DO) adalah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.

2. Nilai DO untuk kolam UNJA berkisar 5,97 ppm, air limbah domestik sebesar 5.52 ppm dan air selokan FST sebesar 4.78 ppm.

3. Standar DO suatu perairan berkisar antara 2-3 ppm, sedangkan pada kolam UNJA memiliki nilai DO yang tinggi sehingga masih dikatakan aman untuk pertumbuhan ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Fujaya.2000.Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Cetakan pertama. Rineka Putra.

Huet, 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.

Hutabarat, sahala dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI

Odum.1971. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gajah Mada University press

Salmin.2000. Kadar Oksigen Terlarut diPerairan Sungai Dadap.Medan: UNIMED

Susanto,1991. Membuat Kolam Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya

Swingle.1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds.F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.

Wardoyo.1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds Dirjen Pengairan Dep. PU)