Upload
apelia
View
57
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pkpa rshs
Citation preview
BAB III
KEGIATAN DAN HASIL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung mulai tanggal 3-28 Maret 2014.
Rekapitulasi rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA periode Maret
2014 dapat dilihat pada Tabel 3.10, Lampiran 2.
3.1 Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung antara lain:
1. Pengenalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Dr. Hasan
Sadikin
2. Tim Farmasi dan Terapi
3. Mempelajari Pelayanan Farmasi Produk
4. Mempelajari Pelayanan Farmasi Klinik
5. Meninjau Sejumlah Depo dan Gudang Farmasi di RSUP Dr. Hasan
Sadikin
6. Melaksanakan Key Performance Indicator (KPI)
7. Mempelajari Sistem Distribusi Obat Unit Dose Dispensing (UDD)
8. Mempelajari Sistem Distribusi Obat Individual Prescription (IP)
9. Mempelajari Farmakoterapi Kanker dan Safe Handling Cytotoxic
10. Pembekalan Pembuatan Media Informasi, Penyuluhan dan Konseling
11. Pengkajian Jurnal Ilmiah (Journal Reading)
12. Pelaksanaan Penyuluhan.
13. Pelaksanaan Konseling kepada pasien.
14. Pemantauan Terapi Obat Pasien
15. Pelaksanaan Visite MIC (Medical Intermediet Care) dan Diskusi TPN
(Total Parenteral Nutrition)
16. Pelaksanaan Tugas Khusus
36
37
3.1.1 Pengenalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung
a. Visi dan Misi IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin memiliki visi untuk dicapai yaitu
dengan menjadi instalasi farmasi yang mandiri dan prima dalam
pelayanan farmasi rumah sakit berdasarkan Pharmaceutical Care,
sedangkan misi yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut adalah
menyediakan pelayanan farmasi rumah sakit yang menyeluruh dan
terjangkau dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan bagi
masyarakat.
b. Tugas IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Tugas Instalasi Farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
adalah:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal
dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang aman,
berkualitas, efektif dan efisien.
3. Melaksanakan pemantauan dan pengkajian penggunaan
perbekalan farmasi yang bertujuan untuk memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien.
5. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan
pelayanan kefarmasian.
6. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium rumah sakit.
38
c. Fungsi IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Instalasi Farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung memiliki
dan menyelenggarakan fungsi yaitu pengelolaan perbekalan farmasi
dan pelayanan farmasi klinik.
1) Pengelolaan perbekalan farmasi
Fungsi pengelolaan perbekalan farmasi yang diselenggarakan
oleh IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin antara lain:
1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan
rumah sakit.
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif,
efisien, dan optimal.
3. Memproduksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
4. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian.
6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
7. Melakukan penghapusan dan pemusnahan perbekalan farmasi
yang sudah tidak dapat digunakan.
8. Mengendalikan persediaan perbekalan farmasi.
9. Melakukan pencatatan dan pelaporan pengelolaan perbekalan
farmasi.
2) Pelayanan farmasi klinik
Fungsi pelayanan farmasi klinik yang diselenggarakan
IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin yaitu:
1. Mengkaji instruksi pengobatan pasien.
2. Melaksanakan pelayanan resep.
3. Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang
berhubungan dengan perbekalan farmasi.
39
4. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat pasien.
5. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada
tenaga kesehatan lain, pasien atau keluarga pasien,
masyarakat, dan institusi lain.
6. Memberikan konseling pada pasien dan keluarga.
7. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).
8. Melaksanakan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
9. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
10. Melaksanakan dispensing dan penanganan sediaan sitotoksik.
d. Struktur Organisasi Tata Kelola Instalasi Farmasi RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUP Dr. Hasan Sadikin
mengenai Struktur Organisasi Tata Kelola Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin, Tugas IFRS adalah membantu
Direktur Medik dan Keperawatan. IFRS Dr. Hasan Sadikin dipimpin
oleh kepala instalasi farmasi yang berkoordinasi dengan wakil
kepala instalasi farmasi dibantu oleh lima orang kepala Sub-Instalasi
(Sub-instalasi Perbekalan Farmasi, Sub-Instalasi Pelayanan Farmasi,
Sub-Instalasi Perencanaan dan Monitoring Evaluasi, Sub-Instalasi
Mutu dan Pengembangan, dan Sub-Instalasi Umum dan
Operasional). Struktur Organisasi Tata Kelola IFRS di RSUP Dr.
Hasan Sadikin dapat dilihat di dalam Gambar 3.11, Lampiran 3.
e. Fasilitas Instalasi Farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
IFRS Dr. Hasan Sadikin memiliki fasilitas yang memadai
sehingga mampu menunjang pelayanan kefarmasian di RSUP Dr.
Hasan Sadikin. IFRS memiliki kantor yang terdiri atas ruang
resepsionis dan tata usaha, ruang pertemuan, ruang apoteker, ruang
kepala instalasi farmasi dan ruang dokumentasi. Selain itu, IFRS
40
juga memiliki ruang pengadaaan dan perencanaan, perpustakaan
serta ruangan pelatihan (skill lab).
Berdasarkan Struktur Organisasi Tata Kelola Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) Dr. Hasan Sadikin Bandung memiliki 17 depo
farmasi. Dengan adanya Depo farmasi, dokter, perawat, dan pasien
atau keluarga pasien mendapat kemudahan dalam memperoleh
produk farmasi yang sering disebut Barang Medik Habis Pakai
(BMHP) dan pelayanan kefarmasian.
IFRS juga didukung dengan sistem informasi online dan
memiliki trolley, container, coolbox (distribusi BMHP dengan suhu
terkendali), dan Aerocom® pneumatic tube (distribusi BMHP antar
depo farmasi) untuk mendukung distribusi BMHP yang cepat dan
efektif. Depo Farmasi memiliki fasilitas diantaranya:
1. Fasilitas penyiapan obat yang terdiri dari meja peracikan,
penyiapan obat dan fasilitas pengemasan yang menjamin kualitas
dan keamanan penggunaan obat.
2. Fasilitas penyimpanan di tempat pelayanan terdiri atas lemari dan
kotak penyimpanan obat, lemari penyimpanan cairan infus, lemari
penyimpanan alat habis pakai serta lemari pendingin.
3. Fasilitas administrasi kefarmasian di tempat pelayanan terdiri atas
meja untuk kegiatan administrasi, lemari penyimpanan peralatan
administrasi, blanko resep, blanko salinan resep, kartu stok, buku
permintaan, dan alat tulis kantor.
4. Fasilitas pemberian informasi obat terkini melalui formularium
rumah sakit, buku informasi Spesialis Obat (ISO), buku Monthly
Index of Medical Specialitties (MIMS), dan ebook yang terdapat
dalam komputer di masing-mesing depo seperti Drug Information
Handbook.
5. Fasilitas pelayanan farmasi klinik, yaitu ruangan khusus untuk
memberikan pelayanan konseling kepada pasien.
41
3.1.2 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung sejak Maret 2012 disebut Tim Farmasi dan Terapi (TFT). TFT
ini berada di bawah Direktur Medik dan Keperawatan. Susunan organisai
TFT RSUP Dr. Hasan Sadikin terdiri atas ketua (dokter penyakit dalam)
dan wakil ketua (dokter bedah), Sekretaris (apoteker yang ditunjuk atau
kepala IFRS) dan anggota (dokter-dokter dari berbagai Staf Medis
Fungsional). Tugas TFT RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah memantau
pelaksanaan penggunaan obat yang rasional di RSHS, menyusun dan
merevisi formularium, serta mengkoordinasikan pemantauan efek
samping obat di RSHS. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan TFT antara
lain:
1. Pelaksanaan kegiatan organisasi seperti mengadakan rapat/pertemuan,
mempersiapkan agenda rapat, membuat dan mengirim undangan
rapat, menyiapkan daftar hadir, melaksanakan rapat dan membuat
notulensi rapat.
2. Pemantauan pelaksanaan penggunaan obat yang rasional seperti
mengkoordinasi penggunaan obat sesuai formularium nasional untuk
pasien JKN yang mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan
penggunaan obat rasional yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan dan membuat pedoman penggunaan antimikroba.
3. Menyusun dan merevisi formularium seperti mengkoordinir usulan
revisi Daftar Obat Esensial (DOEN), mengkoordinasi usulan revisi
Formularium dan mengkoordinasi usulan revisi Formularium RSHS.
4. Mengkoordinasi pemantauan efek samping obat (MESO) dengan
membuat sistem MESO di RSHS (alur dan format pemantauan),
sosialisasi MESO (pelatihan), mengkaji hasil MESO di RSHS,
mengirimkan laporan MESO perbulan ke Pusat MESO Nasional.
42
3.1.3 Mempelajari Pelayanan Farmasi Produk
Salah satu tugas pokok IFRS adalah melaksanakan pengelolaan
perbekalan farmasi yang efektif, aman, bermutu dan efisien dan
melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan perbekalan
farmasi guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta
meminimalkan risiko, hal ini dikenal dengan pelayanan farmasi produk.
Pengelolaan perbekalan farmasi memiliki tugas pokok yaitu
mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan
farmakoekonomi dalam pelayanan, meningkatkan kompetensi tenaga
kefarmasian, dan mewujudkan sistem informasi manajemen yang
berdaya guna dan tepat guna, dan mengendalikan kualitas pelayanan.
Bagian pengelolaan perbekalan farmasi bertanggung jawab atas
pengelolaan persediaan BMHP (Perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pengendalian, dan pengeluaran dari gudang), kegiatan produksi sediaan
farmasi (perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian), kualitas sediaan
yang diproduksi, dan evaluasi serta pelaporan kegiatan pengelolaan
BMHP.
Kategori Perbekalan Farmasi (BMHP) di RSUP Dr. Hasan Sadikin
meliputi:
a. Obat: obat suntik, obat pramedikasi, volatil anestesi, narkotika, infus,
vaksin, sirup alergen, tablet, sirup dan obat lainnya.
b. Obat dan alat gigi: obat gigi dan alat gigi
c. Bahan baku: bahan baku padat, bahan baku cair, desinfektan, kemasan
untuk produksi, bahan baku PA, BMHP kulit kelamin
d. Alat kesehatan: alat kesehatan disposable, alat kesehatan inventaris,
alat pembaut, alat jahit (jarum dan benang jahit), BMHP hemodialisa
dan BMHP CSSD.
e. Gas medis
f. BMHP radiologi: zat kontras dan X-ray Film.
43
g. BMHP sumbangan: program penanganan SARS, program DOTS,
program penanganan HIV/AIDS, sumbangan WHO, program
angiografi, sumbangan obat kanker, sumbangan Depkes.
Rangkaian kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi terdiri atas
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, pengendalian, penghapusan, pencatatan dan pelaporan, serta
monitoring dan evaluasi Barang Medis Habis Pakai (BMHP).
Gambar 3.1 Rangkaian kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi
1. Pemilihan
Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan perbekalan farmasi yang
menjadi kebutuhan pelayanan rumah sakit berdasarkan jumlah pasien
dan pola penyakit di rumah sakit. Apoteker dalam Tim Farmasi dan
Terapi berperan aktif dalam penentuan seleksi obat untuk menetapkan
kualitas dan efektifitas, yang dilakukan berdasarkan Drug of Choice
dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
2. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi bertujuan menetapkan jenis dan
jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan yang dilakukan
perencanaan antara lain:
44
a. Kompilasi penggunaan
Kompilasi penggunaan berfungsi untuk mengetahui penggunaan
bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum,
sehingga diperoleh informasi berupa jumlah penggunaaan tiap
jenis perbekalan farmasi pada setiap unit pelayanan, persentase
penggunaaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan seluruh unit pelayanan selama setahun dan
penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
b. Perhitungan kebutuhan
Perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi bertujuan agar
ketepatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang direncanakan
dan ketersediaan perbekalan farmasi pada saat dibutuhkan dapat
tercapai.
c. Evaluasi perencanaan
Hasil perhitungan perbekalan farmasi rumah sakit perlu dilakukan
evaluasi. Perencanaan di RSHS sesuai jenis anggaran. Perencanaan
BMHP di RSUP Dr. Hasan Sadikin dilakukan sesuai dengan jenis
anggaran. Perencanaan BMHP anggaran APBN untuk kebutuhan
setahun, menggunakan metode pengadaan lelang terbuka.
Perencanaan BMHP anggaran PNBP, untuk kebutuhan
pertriwulan, perbulan dan kebutuhan segera, menggunakan
metode pengadaan lelang tertutup, penunjukan langsung dan
pembelian langsung.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu kegiatan merealisasikan kebutuhan
yang direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi,
sumbangan/ droping/hibah dan bertujuan untuk memperoleh
perbekalan farmasi dengan kualitas terbaik, harga yang layak,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar
dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
45
Metode pengadaan barang atau jasa melalui pembelian sesuai
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, terdiri atas:
a. Pelelangan Umum
Pelelangan umum dapat diikuti oleh penyedia barang yang
memenuhi persyaratan.
b. Pelelangan Sederhana
Pelelangan sederhana merupaka metode pemilihan penyedia barang
untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi sebesar lima miliar
rupiah.
c. Penunjukan Langsung
Penunjukkan langsung merupakan metode pemilihan penyedia
barang dengan cara menunjuk langsung satu penyedia barang, yang
biasanya digunakan untuk pengadaan obat, alat kesehatan atau
barang/jasa lainnnya yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh
pemerintah.
d. Pengadaan Langsung
Pengadaan langsung adalah metode pengadaan barang langsung
yang dapat dilakukan terhadap barang/jasa dengan nilai paling
tinggi sebesar dua ratus juta rupiah, dengan ketentuan untuk
kebutuhan operasional, beresiko kecil, teknologi sederhana,
dilaksanakan oleh badan usaha kecil serta koperasi kecil.
e. Swakelola
Metode perencanaan dan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan
secara keseluruhan oleh satu unit lain.
4. Penerimaan
Penerimaan dilakukan oleh Panitia Penerima. Dalam kegiatan
penerimaan barang, pemeriksaan barang yang disesuaikan dengan
faktur dan Purchase Order (PO) dilakukan untuk menjamin
perbekalan sesuai dengan kontrak baik spesifikasi, kualitas maupun
waktu kedatangan barang. Saat penerimaan, hal yang perlu
46
diperhatikan adalah jumlah dan kondisi barang, nomor bets, merek,
waktu pengiriman, tanggal kadaluarsa, Certificate of Analysis (COA)
untuk bahan baku obat, Certificate of Origin khusus untuk alat
kesehatan, uji fungsi untuk alat kesehatan inventaris, dan Material
Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. Setelah proses
penerimaan, dibuat berita acara serah terima antara rumah sakit dan
distributor sebagai bukti apabila ada klaim.
5. Penyimpanan
Penyimpanan BMHP di RSUP Dr. Hasan Sadikin (gudang dan
depo farmasi) didasarkan atas beberapa metode yaitu bentuk sediaan,
alfabetis, dan aktivitas farmakologi dengan menerapkan prinsip First
In First Out (FIFO) dan First Experied First Out (FEFO) disertai
sistem informasi (digital dan manual) yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Selain itu, untuk
perbekalan farmasi yang dipengaruhi suhu, udara, cahaya dapat
disimpan di tempat yang sesuai dan untuk narkotika disimpan dalam
lemari khusus dengan kunci ganda. Tujuan dilakukannya
penyimpanan adalah memelihara kualitas perbekalan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan kegiatan penyaluran perbekalan farmasi
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap,
rawat darurat, rawat jalan dan pelayanan penunjang agar perbekalan
farmasi di unit-unit pelayanan tersedia tepat waktu, tepat jenis dan
tepat jumlah.
7. Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kelebihan atau kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit
pelayanan. Pengendalian perbekalan farmasi dilakukan dengan cara
47
pengisian kartu stok dan melakukan stock opname setiap enam bulan
sekali.
8. Penghapusan
Penghapusan merupakan suatu kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarasa, rusak, dan
tidak memenuhi standar dengan membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan. Penghapusan bertujuan untuk menjamin perbekalan
farmasi yang tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai standar yang
berlaku. Dengan adanya penghapusan, maka beban penyimpanan
maupun resiko penggunaan obat yang tidak memenuhi standar dapat
diminimalkan.
9. Pencatatan dan Pelaporan
Dalam pengelolaan perbekalan farmasi harus dilakukan pencatatan
dan pelaporan yang bertujuan untuk memantau transaksi perbekalan
farmasi di lingkungan IFRS dan memudahkan dalam penelusuran
apabila terdapat perbekalan farmasi yang tidak memenuhi standar dan
harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan secara
manual (kartu stok) dan digital.
Pelaporan harus menyediakan data yang akurat sebagai bahan
evaluasi, arsip yang dibutuhkan untuk penelusuran, dan data yang
lengkap untuk perencanaan. Laporan-laporan perbekalan farmasi di
RSHS terdiri atas: mutasi perbekalan farmasi, psikotropika dan
narkotika, stock opname, pendistribusian, penulisan resep generik dan
non-generik, penggunaan obat program, jumlah resep, kepatuhan
terhadap formularium dan DOEN, serta laporan keuangan.
10. Monitoring dan Evaluasi
Manfaat adanya kegiatan monitoring dan evaluasi adalah menjadi
masukan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan
perbekalan farmasi berdasarkan monitoring dan evaluasi yang telah
dilakukan.
48
3.1.4 Mempelajari Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian
pelayanan pasien yang memerlukan interaksi dengan pasien dan atau
profesional kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien.
Pelayanan farmasi klinik merupakan kegiatan yang menerapkan wawasan
dan pengetahuan tentang obat untuk kepentingan pasien, dengan
memperhatikan kondisi penyakit pasien dan kebutuhan dalam memahami
penggunaan obatnya. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di RSUP
Dr. Hasan Sadikin meliputi:
1. Pelaksanaan farmasi klinik dalam pelayanan rawat jalan
Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan dalam
pelayanan rawat jalan terdiri atas pengkajian rasionalitas order dokter,
penyuluhan dan edukasi terkait penyakit dan obat di ruang tunggu,
penyebaran informasi yang berhubungan dengan obat melalui media
seperti brosur dan leaflet, dan pemberian informasi obat, serta
konseling pasien.
Pada saat penyerahan obat, dilakukan pemberian informasi obat
kepada pasien atau yang mewakili. Informasi yang di sampaikan
meliputi nama obat dan khasiatnya, aturan dan waktu pemakaian obat,
lama pengobatan, kemungkinan efek samping yang akan terjadi, serta
penyimpanan obat. Pelayanan informasi obat berbeda dengan
konseling. Dalam pelayanan informasi obat dapat dilakukan di mana
saja, kepada pasien/ keluarga pasien/ tenaga kesehatan lain, dan dapat
diberikan oleh asisten apoteker atau apoteker, sedangkan konseling
dilakukan di tempat khusus, kepada pasien atau keluarag pasien yang
biasanya diberikan oleh apoteker.
Konseling adalah kegiatan pemberian informasi mengenai obat,
kondisi pasien, dan hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk
mencapai hasil terapi yang maksimal. Konseling biasanya dilakukan
kepada pasien dengan kriteria-kriteria tertentu seperti: pasien dengan
multiterapi (masalah terapi >1), pasien dengan polifarmasi (resep >5
49
jenis), penggunaan obat-obat khusus (obat indeks terapi sempit, oabat
dengan alat-alat tertentu), pasien geriatik dan pediatrik.
Konseling biasanya dilakukan lebih personal dan mendalam
kepada pasien, mendengarkan keluhan pasien pada saat pengobatan,
menggali hambatan-hambatan pasien dalam pengobatan sehingga
dapat memberikan solusi atas masalah pasien. Materi yang diberikan
pada saat konseling antara lain informasi obat (nama obat dan
indikasi, lama pengobatan, aturan pakai, efek samping yang mungkin
terjadi, interaksi obat baik dengan makanan atau obat-obat lain), hal-
hal yang baik untuk dilakukan dan harus dihindari selama pengobatan
serta motivasi kepatuhan kepada pasien dalam pengobatan yang baik
dan benar.
2. Pelaksanaan farmasi klinik dalam pelayanan rawat inap
Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan dalam
pelayanan rawat inap meliputi:
a. Pencatatan dan pemantauan penggunaan obat pasien.
Kegiatan ini dilakukan dengan memperbaharui Kartu Obat Pasien
(KOP), menyesuaikan KOP dengan lembar instruksi pemberian
obat, dan membuat jadwal pengobatan pasien (unit dose
dispensing).
b. Pengkajian resep, meliputi aspek administratif, farmasetik dan
klinis.
Pengkajian resep dilakukan berdasarkan Drug Relatif Problems
(DRP’s) seperti adanya indikasi tanpa terapi, adanya terapi tanpa
indikasi, dosis terlalu tinggi dan terlalu rendah, reaksi obat yang
merugikan (ROM), terjadinya masalah kesehatan akibat interaksi
obat, pasien memperoleh obat yang kurang tepat dan kegagalan
pasien dalam menerima obat.
c. Konsultasi, Informasi dan Edukasi (KIE) untuk dokter, perawat dan
pasien/ keluarga pasien. Konseling pasien diutamakan untuk pasien
baru dan pasien yang akan pulang dengan penyakit yang berisiko
50
atau penggunaan obat dengan indeks terapi sempit atau pengobatan
menggunakan alat tertentu.
d. Visite bersama tim kesehatan
Visite adalah kegiatan kunjungan untuk pemantauan kondisi pasien.
Visite dapat dilakukan bersama tim kesehatan dan mandiri. Dalam
melakukan visite bersama dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lain, apoteker berpartisipasi dalam pemilihan obat yang tepat untuk
pasien (drug of choice), pemilihan regimen obat, dosis penggunaan
obat, penjadwalan penggunaan obat pasien, pemberian informasi
pada pasien dan perawat tentang cara penggunaan obat dan efek
samping yang mungkin terjadi.
e. Monitoring efek samping obat (MESO)
Efek samping obat adalah reaksi yang terjadi dan tidak dikehendaki
oleh pasien Dalam menjalankan terapi, efek samping obat penting
untuk di-monitoring, terutama pada pasien kanker yang sedang
menjalani kemoterapi.
f. Evaluasi pengunaan obat dan pelaporan reaksi obat merugikan
(ROM).
3. Penanganan bahan-bahan sitotoksik (kemoterapi)
Dalam penyiapan obat sitotoksik untuk pasien, apoteker memiliki
tugas dalam memeriksa ketepatan pasien, regimen dan dosis,
ketepatan jadwal, ketepatan pengenceran dan pencampuran, cara
pemberian dan pembayaran. Ruang penanganan bahan-bahan
sitotoksik di RSUP Dr. Hasan Sadikin terdapat di ruang inap khusus 3
dan Eykman, merupakan salah satu fasilitas pelayanan farmasi yang
dikelola oleh instalasi farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin untuk
melayani pasien dengan diagnosa kanker dan membutuhkan
kemoterapi baik untuk kanker stadium awal ataupun lanjut.
4. Keikutsertaan IFRS dalam tim rumah sakit, antara lain:a. Tim DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse
Chemoterapy)
51
b. Tim MDR-TB (Multi Drug Resistance-Tuberculosis)
c. Tim HIV/AIDS
d. Tim PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
3.1.5 Peninjauan Lokasi ke Sejumlah Depo dan Gudang Farmasi di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung
Peninjauan lokasi dilakukan ke sejumlah Depo yaitu Depo Farmasi
ICU, Depo Farmasi COT, Depo Farmasi RIK 2/ RIK 3, Depo Farmasi
Kemoterapi RIK 3, Depo Farmasi Kemoterapi Eyckman, Depo Farmasi
Emergency, Depo Farmasi JKN Rawat Jalan, Depo Farmasi Gakin Rawat
Jalan, Depo Farmasi Kemuning, Depo Farmasi Apotek Pusat, dan
Gudang Farmasi.
a. Depo Farmasi
Depo Farmasi adalah suatu departemen atau unit di suatu rumah
sakit yang merupakan cabang dari IFRS yang berada di bawah pimpinan
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker dan atau
asisten apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, juga menjadi
temapat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri.
Depo farmasi merupakan suatu sistem distribusi pelayanan terbagi
(desentralisasi) dimana sistem pendistribusian perbekalan farmasi
mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Pada sistem
distribusi secara desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian
perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan
farmasi. IFRS dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan
keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinis dan kegiatan
administrasi (stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan
52
farmasi yang rusak/tidak sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan
pelayanan perbekalan farmasi dasar, distribusi perbekalan farmasi dan
pelayanan farmasi klinik).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Dr. Hasan Sadikin Bandung
memiliki 17 depo farmasi. Fasilitas yang terdapat pada depo farmasi
meliputi :
a. Bagian penyerahan resep
b. Bagian kendali
c. Bagian penyiapan obat
d. Bagian administrasi
e. Bagian penyerahan obat dan pemberian informasi
f. Bagian penyimpanan obat dan alat kesehatan
g. Bagian klaim
h. Ruang konseling
i. Ruang tunggu
Sistem distribusi dan jangkauan pelayanan depo farmasi RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.11, Lampiran 4.
b. Gudang Farmasi
Gudang farmasi merupakan tempat untuk menyimpan semua obat
dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh semua depo farmasi hingga
waktu pendistribusiannya ke ruangan, depo dan poliklinik di RSHS.
Tenaga kerja yang berada di gudang farmasi terdiri atas satu orang
Apoteker penanggungjawab, dan beberapa orang tenaga teknik
kefarmasian.
Berdasarkan sumbernya, BMHP di gudang farmasi dapat dibagi
menjadi dua antara lain:
1. BMHP rutin
Diperoleh dengan cara pembelian melalui tender yang dilakukan
tiga bulan sekali, terdiri atas:
53
a. Obat-obatan: infus, premedikasi, obat suntik (injeksi, vaksin untuk
poli anak, anestesi, alergen), tablet, sirup, dan zat kontras untuk
radiologi.
b. Alat kesehatan: disposable (contoh: pembalut), radiologi, inventari,
jarum jahit dan hemodialisa.
c. Bahan baku: cair (contoh: asam asetat), padat (contoh: vaselin),
desinfektan, kemasan produksi, kebutuhan patologi anatomi,
patologi klinis.
2. BMHP yang berhubungan dengan program pemerintah
BMHP jenis ini diperoleh dari Departemen Kesehatan RI dan Dinas
Kesehatan berupa sumbangan pada waktu-waktu tertentu, seperti:
a. Penanganan penyakit tertentu seperti HIV (untuk poli teratai),
ketergantungan obat (poli terapi rumatan metadon), DOTS, flu
burung, SARS.
b. Kasus temporer
Ruangan yang terdapat di gudang farmasi yaitu:
1. Ruang Administrasi
Kegiatan yang dilakukan pada ruangan ini meliputi penerimaan
pesanan sediaan farmasi dari ruangan, poliklinik ataupun depo yang
dibuat dengan menggunakan surat pesanan obat.
2. Ruang Penyimpanan Obat
Ruangan penyimpanan obat terdiri atas dua macam antara lain
ruang penyimpanan obat termostabil, termolabil, narkotika dan
psikotropika. Sistem penyimpanan obat di gudang farmasi dapat
berdasarkan bentuk sediian, kelas terapi (obat kemoterapi dan diabetes),
obat generik dan paten secara alfabetis dan juga ada yang diikuti dengan
label (LASA: kuning, HIGH ALERT: Merah, dan Sitostatika: ungu).
a. Ruang Penyimpanan Obat Termostabil
54
Secara umum obat-obatan termostabil dikelompokkan berdasarkan
bentuk sediaan secara alfabetis. Suhu dalam ruangan ini dijaga
dibawah 25oC dengan pengukuran melalui termometer ruangan.
b. Ruang Penyimpanan Obat Termolabil
Dalam ruangan ini terdapat lemari pendingin yang suhunya selalu
terpantau. Ruangan ini merupakan tempat penyimpanan sediaan
termolabil agar mutu dan kualitas tetap terjamin untuk barang-barang
seperti vaksin, suppositoria, insulin, obat sitotoksik dan obat-obatan
lain yang bersifat termolabil. Suhu dalam lemari pendingin selalu
dijaga 2-8oC kecuali dalam freezer. Pengukuran suhu ruangan
dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
c. Ruang Narkotika dan Psikotropika
Narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus
dengan sistem dua pintu dan dua kunci, masing-masing kunci/pintu
dipegang oleh dua orang yang berbeda. Terdapat kartu stok dan buku
narkotika dan psikotropika untuk mencatat pengeluaran obat-obat ke
depo, selain itu juga sudah menggunakan sistem komputerisasi.
Pelaporan penggunaan sediaan narkotika dan psikotropika dilakukan
sekali dalam sebulan.
3. Ruang Penyimpanan Alat Kesehatan
Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan alat kesehatan dan
bahan dasar seperti kapas, tisu dan lain-lain. Penyimpanan didasarkan
atas fungsi alat kesehatan dan dikelompokkan sesuai kategori barang,
Penempatannya berdasarkan ukuran dari yang kecil hingga besar
kemudian diurutkan secara alfabetis.
4. Ruang Produksi
Kegiatan yang dilakukan dalam ruang produksi meliputi
pengemasan ulang dan pengenceran. Pengemasan ulang dilakukan
pada sediaan yang berada dalam wadah yang besar menjadi beberapa
bagian dalam wadah-wadah yang kecil untuk selanjutnya akan
didistribusikan ke depo-depo, ruangan dan poliklinik. Sedangkan
55
pengenceran dilakukan terhadap cairan/bahan yang bersifat pekat
menjadi konsentrasi tertentu. Bahan -bahan yang digunakan di ruang
produksi di ambil dari ruang bahan baku.
5. Ruang Penyimpanan Bahan Baku, Reagen dan Bahan Berbahaya
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan bahan baku reagen dan
bahan berbahaya. Ruang bahan baku dan berbahaya ini hanya melayani
permintaan dari ruang produksi saja.
Setiap obat dan alat kesehatan yang ada di gudang dikendalikan
dengan penggunaan kartu stok dan sistem komputerisasi sehingga setiap
pemasukan dan pengeluaran obat selalu tercatat dan apabila ada
kekeliruan dapat mudah dilacak. Sistem pelayanan di gudang farmasi
dilakukan dengan membuat jadwal defekta untuk masing-masing depo
sesuai dengan kapasitas masing-masing depo (1 kali atau 2 kali
seminggu). Depo melakukan defekta melalui komputer, kemudian
disediakan kebutuhan barang, diperiksa ulang lalu data dimasukan.
Barang yang siap dikirim ke depo diletakkan di kontainer. Sistem
pemusnahan yang dilakukan yaitu obat-obat yang rusak dan kadaluarsa
dari depo ditarik oleh bagian monitoring evaluasi ke gudang farmasi,
kemudian dikumpulkan dan didata ulang yang selanjutnya diserahkan ke
Kesling untuk pemusnahan.
3.1.6 Key Performance Indicator (KPI)
Pelayanan farmasi di rumah sakit baik produk maupun klinis
memerlukan suatu evaluasi hasil dengan indikator-indikator tertentu
melalui Key Performance Indicator (KPI). Key Performance Indicator
(KPI) merupakan indikator atau ukuran yang bersifat countable, valid,
spesifik, sesuai kenyataan, relevan dan dipakai untuk mengukur tingkat
pencapaian kinerja terhadap sasaran strategi yang telah ditentukan.
KPI digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan,
mengkomuni-kasikan hasil, memotivasi petugas dalam pencapaian hasil,
membangun dasar untuk monitoring dan evaluasi, menciptakan
56
kesepakatan agar perbedaan interpretasi dapat dihindari. Metode yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan KPI adalah audit, observasi, review,
dan survei.
Pelaksanaan Key Performance Indicator (KPI)
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi RSUP Dr Hasan Sadikin
yaitu menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan dan
melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna dan prima, maka perlu
dilakukan evaluasi kinerja pelayanan supaya senantiasa menjaga mutu
pelayanan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan sebagai tolak
ukur untuk mengetahui adanya penyimpangan dari standar yang telah
ditentukan.
1. Waktu Pelaksanaan
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 4 – 6 Maret 2014 di
Depo Farmasi JKN Rawat Jalan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
2. Metode Pelaksanaan
Waktu tunggu pelayananan diukur melalui selisih waktu yang
diperlukan pasien untuk menunggu mulai dari penerimaan resep oleh
petugas depo hingga penyerahan obat. Waktu penerimaan resep yang
dicatat adalah waktu yang tercetak pada nomor antrian pasien,
sedangkan waktu penyerahan obat yang dicatat adalah pada saat
pertama kali petugas memanggil nama pasien untuk menyerahkan
obat. Selisih waktu yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah R/
yang terdapat pada lembar resep yang diamati. Standar yang
digunakan dalam waktu pelayanan obat jadi tiap R/ adalah ≤30 menit
dan standar pelayanan racikan tiap R/ adalah ≤60 menit. Kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan depo farmasi diukur dengan
menggunakan metode kuisioner
3. Kesimpulan dan Saran:
a. Waktu Tunggu Pelayanan Obat
Waktu tunggu pelayanan obat baik jadi atau obat racikan telah
memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan oleh RSHS
57
Bandung (≥80 %) dan standar Kementerian Kesehatan. Untuk itu,
kecepatan pelayanan obat pasien harus dipertahankan dan
ditingkatkan.
b. Kepuasan Pelanggan
Syarat kepuasan pelanggan di depo farmasi haruslah memenuhi
persyaratan (≥80%). Untuk mencapai pelayanan yang baik dan
sesuai standar, persediaan obat-obatan di depo dapat ditingkatkan
terutama obat-obat yang fast moving dan banyak dibutuhkan oleh
pelanggan, untuk waktu pelayanan, pelayanan yang diberikan di
depo farmasi sudah baik.
3.1.7 Sistem Distribusi Obat Unit Dose Dispensing (UDD)
a. Definisi
Sistem distribusi obat dosis unit adalah suatu sistem penyiapan dan
pengendalian obat di rumah sakit, obat disiapkan untuk penggunaan
tidak lebih dari 24 jam, dalam kemasan unit tunggal, siap untuk
dikonsumsi, dan dihantarkan ke atau tersedia di ruang penderita pada
setiap waktu.
b. Metode
Metode sistem distribusi dosis unit meliputi sentralisasi (satu IFRS
untuk seluruh ruang rawat); desentralisasi (satu cabang IFRS pada tiap
ruang rawat); kombinasi sentralisasi dan desentralisi (desentralisasi:
untuk dosis awal dan dosis darurat, sentralisasi: dosis lanjutan
pengemasan dan pencampuran intravena/TPN, penanganan obat
sitotoksik).
c. Tahap Pelaksanaan Sistem Distribusi Obat Dosis Unit
Ada empat tahapan dalam pelaksanaan sistem distribusi obat dosis
unit Tahapan pertama pada sistem distribusi obat dosis unit dilakukan
penyiapan pasien baru oleh petugas dengan pengisian data pasien
yang di-entry ke komputer. Selanjutnya tenaga teknis kefarmasian
menerima order dari instruksi dokter yang ada di rekam medik.
58
Apoteker mengkaji order tersebut dari segi kesesuaian farmasetika dan
pertimbangan klinis, yang selanjutnya dilakukan penjadwalan
penggunaan obat. Obat disiapkan/ diracik untuk satu kali penggunaan,
diberi etiket dan dikemas. Order dicatat dalam bentuk kartu obat
pasien. Apoteker melakukan pemeriksaan kembali mengenai jadwal
obat, KOP, dan etiket. Obat tersebut diserahkan kepada perawat
disertai informasi mengenai cara penggunaan obat. Perawat
melakukan pecatatan pemberian obat pada formulir khusus. Apoteker
selanjutnya memantaun pemebrian obat tersebut apakah sudah sesuai
atau terjadi kesalahan.
d. Keuntungan Sistem Distribusi Obat Dosis Unit
Keuntungan dari sistem distribusi obat dosis unit antara lain:
1. Pelayanan 24 jam, penderita membayar hanya obat yang
dikonsumsi.
2. Semua dosis disiapkan IFRS, waktu perawat efektif untuk
perawatan penderita.
3. Pemeriksaan ganda oleh apoteker dan perawat sehingga
mengurangi kesalahan obat.
4. Peniadaan duplikasi order.
5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar penderita.
6. Penyediaan sediaan intravena dan pencampuran oleh IFRS.
7. Efisiensi personel.
8. Menghemat ruang penyimpanan obat di ruang perawat.
9. Meniadakan pencurian dan pemborosan.
10.Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS dalam proses
penggunaan obat.
11.Mengurangi kesalahan obat karena dikemas per unit dosis.
12.Sistem komunikasi dan pengorderan lebih baik.
13.Visite apoteker ke unit perawatan dapat dilaksanakan.
14.Pengurangan biaya total perawatan.
15.Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan terapi obat.
59
16.Dapat dilakukan komputerisasi dan otomatisasi.
e. Pembahasan Kasus UDD
Tugas analisis resep unit dose bertujuan untuk mengetahui cara
menyiapkan obat sekali pakai serta menetapkan waktu penggunaan
obat dengan membuat jadwal obat pasien untuk pasien rawat inap.
1. Kasus
Gambar 3.2 KOP Kasus UDD
2. Persyaratan Administratif
Tabel 3.1 Persyaratan Administratif
Kelengkapan Keterangan (√ / x) Kelengkapan Keterangan (√ / x)Nama dokter X Jenis kelamin √SIP dokter X Berat badan XAlamat dokter X Nama obat √Tgl resep X Potensi obat √Paraf dokter X Jumlah diminta XNama pasien √ Cara
pemakaian√
60
Alamat pasien X Informasi lain XUmur pasien X
3. Kesesuaian Farmasetik
Tabel 3.2 Kesesuaian Farmasetik Kasus UDD
Nama Obat Bentuk sediaan StabilitasInkom
pabilitasCara dan lama
PemberianClopidogrel 75 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabIsosorbid Dinitrat 5 Tablet sublingual Stabil - PrnBisoprolol 2,5 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabSimvastatin 10 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabDiazepam 5 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabLaxadin Emulsi Stabil - p.o 1 x sehari 15 mlArixtra Injeksi Stabil - p.o 1 x sehari 1 ampulThrombo Aspilets Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tab Ramipril 2,5 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tab
a. Pertimbangan Klinis
Pertimbangan klinis dapat dilihat pada Tabel 3.16, Lampiran 5.
b. Interaksi Obat Yang Perlu Diperhatikan
1. Arixtra dengan Clopidogrel
Saling meningkatkan efek masing-masing obat secara
sinergis (farmakodinamik), beresiko terjadi pendarahan.
2. Thrombo Aspilets dengan Clopidogrel
Saling meningkatkan efek toksik masing-masing
(farmakodinamik), beresiko terjadi pendarahan pada ulkus.
3. Thrombo Aspilets dengan Ramipril
Thrombo Aspilets meningkatkan efek ramipril secara
antagonis (farmakodinamik).
c. Pembahasan
Permintaan obat oleh dokter tercatat dalam kartu obat
pasien (KOP). Hal yang harus dianalisis terlebih dahulu sebelum
membuat jadwal obat adalah mengkaji kesesuaian farmasetik,
pertimbangan klinis, serta memberikan solusi jika terdapat
DRPs (Drug Related Problems). Kasus yang diperoleh adalah
61
pasien yang menerima sembilan macam obat dengan diagnosis
Coronary Artery Disease (CAD) dan hipertensi. Dari analisis
interaksi obat, ditemukan interaksi yang sinergis dan antagonis
secara farmakodinamik.
Menurut literatur, penanganan yang perlu dilakukan
terhadap interaksi yang bersifat sinergis adalah dengan
memonitor efek klinis yang terjadi, karena bisa juga
meningkatkan resiko efek samping obat. Pada interaksi Arixtra
dengan Clopidogrel perlu dimonitor kondisi pasien karena efek
yang terjadi dapat berupa gangguan neurologis (nyeri pada garis
tengah punggung), mati rasa atau kelemahan pada tungkai
bawah, disfungsi usus dan kandung kemih. Interaksi Thrombo
Aspilets dengan Clopidogrel dapat menyebabkan pendarahan
dan ulkus pada gastrointestinal, ditandai dengan nyeri atau
pendarahan pada saat buang air besar. Sedangkan untuk
interaksi yang bersifat antagonis pada Thrombo Aspilets dengan
Ramipril, perlu dilakukan monitoring terhadap tekanan darah.
Pemberian obat-obat yang berinteraksi tersebut diatur
intervalnya untuk meminimalkan efek yang dapat terjadi.
Waktu pemberian obat juga perlu memperhatikan kondisi
fisiologis tubuh pasien, seperti pada penggunaan obat-obat
antihipertensi digunakan pada pagi hari, karena tekanan darah
seseorang sedang pada puncaknya, sehingga dapat
memaksimalkan efek yang diinginkan. Sedangkan obat untuk
penurun kadar kolesterol, simvastatin, diberikan pada saat
sebelum tidur karena pembentukan kolesterol paling banyak
terjadi pada malam hari.
d. Penyiapan Obat
1. Catatan penyiapan obat (BMHP) berisi nama obat dan jumlah
penyiapan obat yang dibuat bertujuan untuk mengetahui obat
apa saja yang disiapkan untuk pasien rawat inap dalam
62
penggunaanya untuk 1 hari. Catatan penyiapan obat dapat
dilihat pada Tabel 3.17, Lampiran 6.
2. Kartu pengobatan pasien nama obat yang dikonsumsi pasien
beserta rute dan jadwal pemberian obat. Kartu Obat Pasien
dapat dilihat pada Gambar 3.12, Lampiran 7.
3. Jadwal obat pasien merupakan formulir yang berisi waktu
(jam) pasien minum obat. Dengan jadwal obat pasien ini
dapat diketahui apakah pasien telah meminum obat yang
telah disiapkan. Jadwal obat pasien dapat dilihat pada
Gambar 3.13, Lampiran 8. Tahapan penyiapan obat adalah
sebagai berikut.
a. Menyiapkan obat dan wadah unit dose.
b. Etiketnya terlebih dahulu diberikan nomor resep dan
tanggal resep.
c. Menuliskan nama pasien pada etiket.
d. Diserahkan pada petugas lain untuk diperiksa.
4. Obat diserahkan kepada perawat disertai dengan informasi
tentang obat meliputi dosis, frekuensi pemakaian sehari,
waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan efek samping
obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat.
3.1.8 Sistem Distribusi Obat Individual Prescription
Sistem distribusi obat individual prescription adalah sistem
persiapan, pengendalian, dan penyerahan obat kepada pasien, sesuai
dengan jenis dan jumlah obat yang diorder oleh dokter yang dituliskan
dalam lembar resep. Resep merupakan permintaan tertulis dari seorang
dokter yang memiliki izin berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku kepada apoteker untuk menyiapkan, membuat atau meracik serta
menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Analisis atau
pengkajian resep merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi dalam
peningkatan mutu pasien.
63
Pengkajian resep meliputi pengkajian administratif, farmasetis dan
klinis. Persyaratan administrasi meliputi identitas pasien (nama, umur,
jenis kelamin dan berat badan pasien), identitas dokter (nama, nomor ijin,
alamat dan paraf dokter), dan keterangan resep, seperti tanggal resep dan
ruangan/unit asal resep. Pengkajian farmasetis meliputi bentuk dan
kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan,
aturan dan cara penggunaan, sedangkan pengkajian klinis meliputi
ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat, duplikasi
pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat, kontraindikasi dan
efek aditif.
Pengkajian resep secara administratif sangat penting dilakukan
untuk melihat kebenaran resep yang dilayani sehingga dapat mengurangi
penyalahgunaan obat. Selain pengkajian secara administratif, pengkajian
farmasetis dan klinis juga penting dilakukan. Pengkajian farmasetik yang
dilakukan bertujuan untuk melihat kestabilan farmasetis dari suatu obat,
terutama untuk obat-obatan dalam bentuk campuran, seperti injeksi atau
puyer, sedangkan pengkajian klinis bertujuan untuk melihat ada tidaknya
permasalahan obat mengenai terapi yang diberikan dan meminimalkan
efek samping atau efek yang tidak diinginkan dari suatu obat.
Pembahasan Kasus IP
Tugas analisis resep individual prescription dilakukan pada resep
dengan polifarmasi (minimal 3 obat) dan resep racikan. Pengambilan
data dilakukan di Depo Farmasi JKN rawat jalan RS. Hasan Sadikin
Bandung.
64
Resep Obat Jadi (polifarmasi)
Berikut resep obat jadi yang akan dianalisis.
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Jl. Pasteur
Nama Dokter : dr. x Poli Kardiovaskular RSHS
No. SIP : xxxxx Tgl xxxx
TTD : xxxxx
R/ ISDN tab 5 mg (7)sprn
R/ Bisoprolol film tab 5mg (11)S 1 dd 1 ½
R/ Furosemid 40 mg (4)S 1 dd ½
R/ Aptor tab 500 mg (7)S 1 dd 1
Nama Pasien: x BB: -
No. Rek med: - Riwayat alergi obat: -
Tanggal lahir: - Hamil/Menyusui: -
Gambar 3.4 Resep Pasien X yang menderita CAD
a. Kesesuaian Administrasi dan Farmasetik
Kelengkapan administrasi pada resep tersbut meliputi
tersedianya nama dokter, alamat dokter, tanggal resep, tanda tangan
dokter, nama pasien, usia pasien, potensi obat, jumlah obat, dan
cara pemakaian, sedangkan kelengkapan lainnya meliputi SIP
dokter, alamat dokter, alamat pasien, maupun berat badan pasien
tidak tersedia. Kesesuaian farmasetik meliputi Isosorbid dinitrat
merupakan sediaan tablet sublingual sedangkan obat lainnya
merupakan sediaan tablet oral.
b. Kesesuaian Klinis
Dosis pemberian Isosorbidinitrat (5 mg) telah sesuai dengan
dosis literatur (2,5-5 mg). Efek sampingnya adalah hipetensi,
unstable angina, hipotensi, takiaritmia, mual, pusing (Lacy et al.,
2008). Dosis pemberian bisoprolol (7.5 mg) telah sesuai dengan
dosis literatur (2,5-50 mg/hari). Efek sampingnya adalah pusing,
65
disomnia, bradiaritmia, diare, rhinitis, mual, muntah (Lacy et al.,
2008). Dosis pemberian (20 mg) telah sesuai dengan dosis literatur
(20-80 mg) terbagi 2x12 jam. Efek sampingnya adalah
hiperurisemia, hipokalemia (Lacy et al., 2008). Aptor merupakan
nama obat dagang dengan kandungan obatnya yaitu aspirin dengan
efek samping seperti gangguan gatro intestinal, pusing,
hipersensitivitas. Dosis pemberian dan literatur sesuai (1
tablet/hari) (Lacy et al., 2008).
c. Tahapan Pengambilan obat dan Etiket
Tahapan pengambilan obat secara umum sama. Etiket yang
diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut.
Gambar 3.5 Etiket Obat Pasien X penderita CAD
d. KIE Pasien
Pasien diberikan informasi dapat terjadi poliuria setelah
meminum furosemide, minum furosemid dengan makanan atau
susu untuk mengindari gangguan pencernaan. Pasien juga diberikan
informasi untuk makan makanan tinggi kalium (kentang, pisang,
alpukat, kurma, jeruk, dan semangka). Selain itu juga, pasien
dianjurkan untuk mengecek tekanan darah secara berkala,
Nama: X No: x
Seperlunya
Disisipkan di bawah lidah
ISDN tablet 5 mg (7)
Nama: X No: x
Sehari sekali ½ tablet
Furosemid tablet 40 mg (11)
Nama: X No: x
Sehari sekali ½ tablet
Bisoprolol tablet 5 mg (4)
Nama: X No: x
Sehari sekali 1 tablet
Setelah makan
Aptor 81 mg (7)
66
mengurangi konsumsi garam. Apabila pasien merasakan lelah
selama minggu-minggu awal terapi sebaiknya diinformasikan dan
diskusikan dengan dokter. Pasien juga dianjurkan untuk
menghindari paparan terhadap cahaya denga mengunakan
sunscreen atau pakaian tertutup untuk menghindari reaksi
fotosensitivitas. Selain itu juga, pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi Aptor saat atau setelah makan dengan segelas air
putih akibat efek samping mulut kering dan gangguan pencernaan.
Resep Obat Racikan
Berikut resep obat jadi yang akan dianalisis.
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Jl. Pasteur
Nama Dokter : dr. x Poli Anak RSHS
No. SIP : xxxxx Tgl xxxx
TTD : xxxxx
R/ INH 100 mg
m.f. la. Pulv dtd no. XIV
S 1 dd 1 pulv
R/ Rifampisin 150 mg
m.f. la. Pulv dtd no. XIV
S 1 dd 1 pulv
R/ Etambutol 200 mg
m.f. la. Pulv dtd no. XIV
S 1 dd 1 pulv
Nama Pasien: x BB: -
No. Rek med: - Riwayat alergi obat: -
Tanggal lahir: - Hamil/menyusui: -
Gambar 3.6 Resep Pasien X yang menderita tuberculosis
67
a. Kesesuaian Administrasi dan Farmasetik
Kelengkapan administrasi yang diperiksa meliputi nama, SIP,
alamat serta paraf dokter; tanggal penulisan resep; nama, alamat,
umur, jenis kelamin, serta berat badan pasien; nama, potensi, dosis
dan jumlah obat yang diminta, aturan pemakaian, dan bentuk
sediaan. Hampir keseluruhan parameter terpenuhi kecuali
ketidaktersediaan SIP, alamat pasien, jenis kelamin, dan nomor
telepon pasien. Obat-obatan di dalam resep harus dilengkapi
dengan keterangan bentuk sediaan, potensi, dosis, stabilitas,
inkompatibilitas, dan cara penggunaannya.
b. Kesesuaian Klinis
Dosis, frekuensi, jumlah, dan indikasi untuk isoniazid sudah
sesuai dengan literatur yakni 100 mg sehari sekali untuk pasien
14 kg. Adapun kontraindikasinya adalah kerusakan hati dengan
efek samping yaitu mual, muntah, penglihatan kabur, halusinasi
visual, respiratory distress, depresi SSP, koma, kejang berat.
Interaksi dengan rifampisin dapat meningkatkan laju hepatotoksik.
Dosis etambutol yang diberikan (200 mg) underdose yakni
lebih kecil daripada dosis minum literatur yang disyaratkan
(210 mg/kg BB). Adapun kontraindikasi obat ini adalah neuritis
optik dan hipersensitivitas. Efek samping nya adalah pusing , hilang
nafsu makan, dan menurunnya penglihatan atau kebutaan warna.
Dosis rifampisin yang diberikan (150 mg) telah sesuai
dengan kisaran dosis literatur untuk pasien 14 kg yaitu 140-
280 mg. Kontraindikasi adalah hipersensitivitas terhadap
rifampisin, disfungsi hati. Efek sampingnya adalah gangguan
gastrointestinal, reaksi kulit, trombositopenia, hepatitis.
68
c. Penyiapan Obat
Tabel 3.6 Perhitungan Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol
Tahapan peracikan pulveres isoniazid diawali dari penyiapan
mortir dan stemper yang bersih, kemudian lima tablet 300 mg
disiapkan dan empat tablet di gerus sebagai massa 1. Kemudian
satu tablet sisa digerus dan dibagi tiga bagian. Lalu dua bagian
diambil dan dicampurkan dengan massa 1 (massa 2). Sacharum
laktis ditambahkan sesuai perhitungan dan digerus homogen.
Setelah digerus, massa tersebut dibagi menjadi dua bagian sama
besar dan masing-masing bagian dibagi lagi menjadi tujuh bagian.
Lalu pulveres dikemas dan diberi etiket.
Nama Obat
Yang Diminta Dokter Total Hitungan
(dosis x jml)
Jumlah Yang Disiapkan
(total/kadar sediaan)Dosis Jumlah
Isoniazid 100 mg 14 pulv100 mg x 14 pulv = 1400 mg
4 2/3 tablet @ 300 mgatau14 tablet @100 mg
Rifampisin 150 mg 14 pulv150 mg x 14 pulv =2100 mg
3 ½ tablet @600 mg7 kapsul @ 300 mg4 2/3 kapsul @ 450 mg
Etambutol 200 mg 14 pulv200 mg x 14 pulv= 2800 mg
5 3/5 tablet @ 500 mg7 tablet @ 400 mg11 1/5 @ 250 mg
69
Tahapan peracikan pulveres rifampisin adalah pertama-tama
mortar bersih diambil, kemudian tujuh tablet 300 mg dan gerus
halus hingga homogen. Sacharum laktis ditambahkan sesuai
perhitungan dan digerus kembali hingga homogen. Setelah digerus,
massa tersebut dibagi menjadi dua bagian sama besar dan masing-
masing bagian dibagi lagi menjadi tujuh bagian. Lalu pulveres
dikemas dan diberi etiket.
Tahapan peracikan pulveres isoniazid adalah pertama-tama
mortar bersih diambil, kemudian tujuh tablet 400 mg disiapkan dan
gerus halus hingga homogen. Sacharum laktis ditambahkan sesuai
perhitungan dan digerus kembali hingga homogen. Setelah digerus,
massa tersebut dibagi menjadi dua bagian sama besar dan masing-
masing bagian dibagi lagi menjadi tujuh bagian. Lalu pulveres
dikemas dan diberi etiket.
d. Tahapan Pengambilan Obat dan Etiket
Tahapan pengambilan obat di awali dengan penerimaan
resep, lalu dilakukan entry data diikuti dengan skrining resep.
Apabila ada obat yang tidak terbaca, penggantian obat akibat stok
kosong, atau dosis obat yang terlalu rendah atau tinggi dapat segera
mengkonfirmasi ke dokter sebelum pemberian obat ke pasien.
Kemudian setelah proses skrining resep selesai, obat disiapkan,
dikemas, dan diberikan etiket. Lalu dilakukan pemeriksaan akhir
yaitu pengecekan obat dan etiket dengan resep asli yang diberikan
dan diakhiri dengan pemberian obat kepada pasien diikuti dengan
pemberian informasi penggunaan obat. Etiket yang diberikan
kepada pasien adalah sebagai berikut.Nama: X No: x
Sehari tiga kali satu bungkus
Isoniazid 100 mg (14 bungkus)
Nama: X No: x
Sehari tiga kali satu bungkus
Rifampisin 150 mg (14 bungkus)
100 mg (14 bungkus)
Nama: X No: x
Sehari tiga kali satu bungkus
Etambutol 200 mg (14 bungkus)
70
Gambar 3.7 Etiket Obat Pasien X penderita tuberculosis
e. KIE Pasien
Pasien diberikan informasi mengenai penggunaan obat
rifampisin dan isoniazid yaitu satu jam sebelum atau dua jam
sesudah makan. Selain itu, pasien diberikan informasi akan efek
dari penggunaan rifampisin yaitu urin atau cairan tubuh lain dapat
berubah oranye (Rifampisin) dan tidak melakukan aktivitas yg
membutuhkan kesadaran mental karena menyebabkan drowsiness
Penggunaan etambutol juga dapat dikonsumsi bersama makanan
dan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.
3.1.9 Farmakoterapi Kanker dan Safe Handling Cytotoxic
a. Farmakoterapi Kanker
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel
yang abnormal yang melampaui batas normal dan dapat menyebar ke bagian
tubuh lain. Terapi yang digunakan untuk mengobati kanker yaitu terapi
lokal dan sistemik. Terapi lokal biasanya berupa operasi dan radiasi,
sedangkan terapi sistemik meliputi terapi hormonal, kemoterapi
antineoplastik, dan imunoterapi. Prinsip pengobatan kanker adalah
menghilangkan sel kanker dengan pengobatan tunggal atau kombinasi.
Pengobatan tunggal biasanya berupa bedah, radiasi, kemoterapi, terapi
hormonal, dll., sedangkan pengobatan kombinasi terdiri dari dua jenis
71
pengobatan seperti bedah dengan radiasi, kemoterapi dengan radiasi, atau
bedah dengan kemoterapi.
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan yang dapat membunuh sel-
sel kanker, obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi disebut
sitostatika. Obat sitostatika bekerja dengan menghambat aktivitas sel yang
sedang tumbuh, siklus sel dan umumnya diberikan secara sistemik.
Kumpulan obat-obat sitostatika disebut sebagai regimen kemoterapi yang
dapat diberikan dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Dosis obat
kemoterapi ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh, berat badan, dan
AUC (Area Under Curve). Kemoterapi dapat dikombinasikan dengan
pengobatan lain, diantaranya terdiri dari kemoterapi adjuvant yaitu
kemoterapi yang dilakukan sesudah operasi, kemoterapi neo-adjuvant yaitu
kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi, dan kemoterapi paliatif yaitu
kemoterapi yang diberikan untuk mengurangi besar tumor yang dapat
menyebabkan nyeri atau sulit bernafas.
Dalam penggunaan obat kemoterapi, efek samping mungkin saja dapat
terjadi mulai dari efek yang ringan hingga efek yang berat tergantung dosis
dan regimen obat yang digunakan. Obat-obat kemoterapi yang digunakan
secara sistemik bertujuan untuk membunuh sel kanker, akan tetapi
memberikan dampak juga kepada sel-sel normal sehingga sel-sel normal di
sekitar sel kanker sebagian kecil mati.
Onset kemoterapi bervariasi antara lain immediate, ealy, late, delayed.
Efek samping immediate merupakan efek samping yang terjadi dalam waktu
beberapa hari setelah kemoterapi seperti mual, muntah, demam dan
menggigil, hiperurisemia, hipotensi, hipertensi, dan nekrosis jaringan lokal.
Efek samping ealy merupakan efek samping yang terjadi dalam waktu
beberapa hari hingga beberapa minggu setelah kemoterapi seperti
leukopenia, trombositopenia, diare, dan hiperglikemia. Efek samping
delayed adalah efek samping yang terjadi dalam waktu beberapa minggu
hingga beberapa bulan setelah kemoterapi seperti anemia, ikterus kolestatik,
hiperpigmentasi, dan nekrosis kardiak. Efek samping late adalah efek
72
samping yang terjadi dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun
setelah kemoterapi seperti leukimia akut, limpoma, tumor, dan penuaan dini.
Dalam kemoterapi, terapi pendukung yang diberikan dapat berupa
dukungan nutrisi, manajemen efek samping seperti nyeri, infeksi, mual,
muntah, diare, dan konstipasi.
b. Cytotoxic Handling
Obat sitostatika merupakan sediaan obat parenteral yang mempunyai
efek karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik terhadap petugas apabila
terpapar obat tersebut pada waktu penyiapan obat, pemberian obat kepada
pasien, penanganan buangan pasien, tumpahan, transportasi dan penanganan
limbah. Efek samping yang ditimbulkan apabila terpapar obat sitostatika
adalah pertumbuhan sel yang abnormal dan mutagenik, keguguran, rambut
rontok, nyeri abdominal, kerusakan hati, dan dermatitis.
Fasilitas yang digunakan antara lain clean room, Laminar Air Flow
(LAF), dan alat pelindung diri (APD). Fasilitas ini digunakan dengan tujuan
untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme dan partikel. Alat
pelindung diri (APD) digunakan untuk melindungi petugas dari paparan
obat sitostatika. APD yang digunakan terdiri dari: baju pelindung diri,
sarung tangan, kaca mata, masker, sepatu/pembungkus kaki, dan topi
disposable. Selain itu, digunakan Spill Kit untuk menangani
paparan/tumpahan obat sitostatika. Spill Kit kemoterapi berupa kotak yang
berisi APD lengkap, air sabun, larutan klorin 5 %, air, kasa/tisu, plastik
sampah khusus obat sitostatika, format laporan kecelakaan, dan protap
penanganan tumpahan obat sitostatika.
c. Pembahasan Kasus Kemoterapi
Kasus diperoleh dari Depo Farmasi Kemoterapi Eyckman dan analisis
yang dilakukan adalah skrining resep dan penyiapan obat.
1. Informasi Pasien
73
Gambar 3.8 Lembar Kendali Regimen Kemoterapi Pasien
2. Protokol Terapi
Gambar 3.9 Lembar Protokol Pengobatan Retinoblastoma
3. Kesesuaian Farmasetik
Tabel 3.7 Kesesuaian Farmasetik Kasus KemoterapiNama obat Vinkristin Etoposide CarboplatinBentuk sediaan Injeksi Injeksi InjeksiDosis nyata 0,05 mg/kgBB IV
(0, 525 mg)Etoposide 5 mg/kgBB IV (52,5 mg)
Carboplatin 18,6 mg/kgBB (195,3 mg)
Dosis literature 0,05 mg/kgBB IV Etoposide 5 mg/kgBB IV
Carboplatin 18,6 mg/kgBB
74
Potensi obat 1 mg/ mL 2 mg/2 mL
20 mg / 5 mL Serbuk Injeksi: 50 mg, 150 mg, 450 mgLarutan Injeksi: 5 ml, 15 ml, 45 ml
Stabilitas :Sediaan utuh
Setelah dilarutkan
Vial utuh disimpan di dalam lemari es. Dapat stabil hingga 30 hari pada suhu ruangan.
Stabil selama 7 hari di lemari es atau 2 hari di suhu ruangan.
disimpan pada suhu 2-8°C
dapat disimpan dalam gelas atau wadah plastik pada suhu 2-8 ° C selama 7 hari, pada suhu kamar 20-25 ° C selama 24 jam.
Simpan di tempat yang terlindung dari cahaya pada suhu ruang.
larutan stabil selama 8 jam di suhu ruangan (pelarut normal saline), larutan stabil di lemari es atau suhu ruangan selama 9 hari (pelarut desktosa)
Inkompatibilitas Cefepime, furosemid, idarubisin, sodium bikarbonat
Cefepime, filgrastim, idarubicin.
Amphotericin B, kompleks sulfa kolesteril, mesna fluorouracil.
Cara pemakaian Intravena Intravena IntravenaLama pemberian
6 siklus/ 4 minggu 6 siklus/ 4 minggu 6 siklus/ 4 minggu
4. Pertimbangan Klinis
Tabel 3.8 Pertimbangan Klinis Kasus KemoterapiKriteria
pemeriksaanVinkristin Etoposide Carboplatin
Alergi - - -Efek samping
Alopesia, neuropati perifer, hipertensi, hipotensi, mual, muntah, konstipasi, disuria, leukopenia, poliuria. Dosis tinggi/ terapi jangka panjang: ataksia, kram otot, kesulitan berjalan.
Leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati, meningkatkan BUN, mual, diare, muntah, ruam, kelainan EKG, anoreksia, kebotakan, sakit kepala, hipotensi
Hipotensi, nyeri, urtikaria, botak, hipokalemia, mual, muntah, anoreksia, kolitis hemoragik, konstipasi, leukopenia, trombosipenia, anemia, kelainan
75
fungsi hati dan ginjal, anafilaksis
Adanya interaksi
Derivat azole, digoksin, Echinacea, natalizumab, nifedipine, warfarin
Barbiturat, siklosporin, echinacea, natalizumab, phenitoin, warfarin.
Aminoglikosida, Echinacea, natalizumab, vaksin
Kesesuaian :• dosis• duras
i• juml
ah
SesuaiSesuaiSesuai
SesuaiSesuaiSesuai
SesuaiSesuaiSesuai
5. Permintaan Cairan Infus dan Alat Kesehatan Habis Pakai
Permintaan Cairan Infus dan Obat Insidentil
No Nama Infus dan obat
tambahannya (Nama,
konsentrasi/dosis, volume)
Jumlah Permintaan per hari
12/3
1 NaCl 0,9% (1000 cc/ hari) II
2 1:4 (1000 cc/ hari) II
Permintaan Alat Kesehatan Habis Pakai
No Nama Alat Kesehatan dan
spesifikasi (ukuran)
Jumlah Permintaan per hari
12/3
1 Abocath no.24 I
2 Transfusi set I
3 Spuit 3 cc II
4 Spuit 5 cc II
Gambar 3.10 Permintaan Cairan Infus dan Obat Insidentil
Pasien diberikan cairan infus NaCl 0,9% untuk pencucian
(washing out) setelah penggunaan obat pertama dan sebelum penggunaan
76
obat kedua. Selain itu, pasien juga diberikan terapi pendukung yaitu
terapi nutrisi.
6. Penyiapan Obat
1. Safe Handling Cytotoxic
a. Cuci tangan dan keringkan.
b. Pakai perlengkapan pelindung.
c. Persiapkan clean room:
1) Hidupkan blower atau exhaust system.
2) Desinfeksi 5 menit dengan alkohol 70 %.
3) Pengaturan tekanan (Work zone: -013Pa, Chamber: -25 Pa)
4) Meja kerja alas dengan alas kemoterapi.
5) Kantong buangan berwarna ungu disediakan untuk limbah.
d. Jenis alat lain disesuaikan dengan sediaan yg akan dibuat.
e. Proses pencampuran berdasarkan protap sesuai jenis sediaan secara
aseptis.
f. Membersihkan tutup vial dengan alkohol 70%.
g. Menarik larutan dari vial dengan spuit, diusahakan posisi 45o.
h. Membersihkan botol infus dengan alkohol 70 % dan keringkan.
i. Menyuntikan sediaan obat ke dalam botol infus.
j. Menutup botol infus dengan sealing.
2. Pencampuran etoposide 52,5 mg
a. Siapkan pelarut yang akan digunakan untuk pencampuran
b. Dibutuhkan 2,6 ml Etoposide
c. Diambil 1 vial (100 mg/ 5 mL)
d. Dilarutkan dalam 300 mL NS (Normal Saline)
e. Segel botol dengan parafilm dan beri etiket.
3. Pengobatan yang dilakukan pada pasien adalah siklus ketiga, minggu
pertama, obat yang digunakan hanya etoposide sesuai protokol terapi.
Untuk obat-obat yang lain tidak dilakukan pencampuran untuk tanggal
77
12 Maret 2014. Oleh karena itu, proses pencampuran tidak
dicantumkan.
7. KIE dan Monitoring Obat
7.1 KIE
a. Pasien diberikan informasi tentang efek samping yang
kemungkinan akan terjadi seperti mual, muntah, angina,
mukositis, esofagofaringitis, diare, anoreksia, gangguan saluran
gastrointestinal, dan hilang nafsu makan.
b. Pasien perlu menuntaskan terapi untuk memperoleh hasil yang
maksimal.
c. Pasien dianjurkan untuk tidak mengonsumsi obat lain selain dari
dokter.
d. Hati-hati dalam penyiapan dan penggunaan vinkristin karena
bersifat vesikan (merusak jaringan).
7.2 Monitoring Obat
a. Jumlah sel darah putih dan trombosit pasien perlu dimonitoring
secara berkala karena efek samping dari vinkristin, etoposide, dan
carboplatin dapat menurunkan sel darah putih secara drastis, juga
dapat menyebabkan trombositopenia.
b. Pemeriksaan ginjal dan fungsi hati perlu dilakukan karena efek
samping dari carboplatin dapat menyebabkan gangguan pada hati
dan ginjal yang nantinya dapat mengganggu aktivitas ekskresi
dalam tubuh.
3.1.10 Materi Journal Reading
Jurnal merupakan terbitan atau buku yang berisi kumpulan dari
penelitian atau hasil risetdan diterbitkan secara berkala. Journal reading
merupakan salah satu kegiatan farmasi klinik rumah sakit yang bertujuan
untuk membuka wawasan dan perkembangan pengetahuan baik mengenai
kefarmasian maupun kesehatan. Farmasis sebagai long life learner mempunyai
78
kewajiban untuk selalu up to date dengan informasi terkait obat-obatan dan
kesehatan sehingga dapat menerapkan informasi-informasi yang diperoleh
dalam menunjang pengobatan pasien. Dengan membaca jurnal, seorang
farmasis dapat mengetahui suatu hasil penelitian yang telah dilakukan, dan
tentu saja telah dijamin kebenarannya karena telah diterbitkan melalui
penerbit. Jurnal dapat dijadikan sumber referensi untuk mendapatkan kajian-
kajian dari penelitian terdahulu yang bisa digunakan untuk membuat makalah,
tugas, laporan maupun membuat proposal penelitian.
Tugas journal reading kali ini adalah mengkaji dan mempresentasikan
jurnal dengan tema pengobatan pasien hemofilia yang diambil dari jurnal
nasional/internasional dengan tahun publikasi yaitu tahun 2010-2014. Jurnal
yang digunakan adalah penelitian internasional berjudul “A Randomized
Comparison of Two Prophylaxis Regimens and a Paired Comparison of On
demand and Prophylaxis Treatments in Hemophilia a Management” oleh L.A
Valentino, V. Mamonov, et al.
Salah satu fungsi penelusuran pustaka dengan membaca jurnal ilmiah
terbaru adalah keilmuan kita bertambah, sehingga pada akhirnya kita sebagai
farmasis klinik dapat memberikan suatu informasi, saran, pendapat, dan
masukan kepada dokter serta tenaga medis lainnya tentang penggunaan obat
bagi pasien hemofilia A dimana dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hasil Journal Reading
Jurnal Penelitian Berjudul “A Randomized Comparison of Two
Prophylaxis Regimens and a Paired Comparison of On demand and
Prophylaxis Treatments in Hemophilia a Management”
Jurnal ini bertujuan untuk membandingkan dua regimen profilaksis
hemophilia A (primer), membandingkan terapi hemofilia A profilaksis dan
on-demand (sekunder), dan mengevaluasi imunogenitas dan keamanan
Antihemophilic Factor (recombinant) Plasma/Albumin Free Method
(rAHF-PFM).
Metode Penelitian
79
Terdapat kriteria inklusi maupun eksklusi untuk pasien yang akan
diikutsertakan dalam uji klinis ini. Desain studi yang digunakan dalam
uji klinis ini adalah sebagai berikut: sebelumnya pasien berusia 7-59
tahun yang ditangani dengan terapi on demand dengan level FVIII
≤ 2 % menerima terapi on demand (n=66) dan kemudian pasien
dirandomisasi dan dibagi dua kelompok menjadi standard-prophylaxis
maupun pharmacokinetic (PK)-tailored prophylaxis. Efikasi regimen
dievaluasi dengan menggunakan parameter annualized bleeding rates
(ABRs).
Hasil dan Pembahasan
Pengurangan ABRs sangat signifikan secara statistik (P < 0.0001)
pada saat subjek ditangani dengan prophylaxis treatment dibandingkan
dengan selama on-demand treatment. ABRs untuk seluruh tipe bleeding
(joint dan nonjoint) dan etiologi (spontaneous dan traumatic) menurun
secara signifikan pada (P < 0.0001) treatment any prophylaxis
dibandingkan selama on-demand.
Peneliti melakukan analisis post hoc untuk mendefinisikan subjek
adheren adalah yang menerima +/- 90% dari sejumlah infus yang
diresepkan. Hasilnya adalah 61 subjek dianggap adheren (30 pada
standard dan 31 pada PK-tailored prophylaxis), dan dua pada standard
prophylaxis dan tiga pada PK-tailored prophylaxis dianggap non
adheren. Bleeding episode ditangani dengan satu infus dan kebanyakan
terapi dinilai excellent oleh subjek atau memiliki respon hemostatif
yang baik.
Dua regimen profilaksis yang digunakan pada penelitian ini
menunjukkan kemiripan kefektifan dan keamanan (tidak ada perbedaan
yang bermakna antara ABRs dengan Nilai AE) untuk mencegah dan
mengobati perdarahan.
80
Regimen profilaksis dengan penyesuaian farmakokinetik yang
digunakan dengan rFVIII dengan jumlah yang sama dan frekuensi infus
yang lebih sedikit (sekali seminggu) merupakan terapi alternatif yang
layak terhadap standar profilaksis. Terapi dengan regimen profilaksis
baik secara signifikan (p < 0.0001) mengurangi ABRs untuk perdarahan
dari semua etiologi dan tipe dibandingkan dengan terapi on-demand.
Keefektifan dari pengobatan fase perdarahan (frekuensi infus yang
digunakan dan nilai keefektifan) sejalan dengan regimen yang
digunakan, yang tetap sama dengan hasil pengamatan sebelumnya
dengan raHF-PFM. Pemeriksaan AEs, parameter labolatorium, tanda
vital, dan immunogenetik menunjukkan bahwa raHF-PFM aman dan
berada pada toleransi yang baik untuk penggunaan profilaksis.
Kesimpulan
Hasil menunjukkan kesesuaian dari standar dan profilaksis dengan
penyesuaian farmakokinetik dari segi keamanan dan pencegahan
perdarahan pada pasien hemophilia A. Hal ini mengindikasikan bahwa
profilaksis dengan penyesuaian farmakokinetik merupakan terapi
alternatif yang efektif terhadap regimen standar dengan kesamaan
jumlah dari FVIII dan infus satu kali seminggu.
Regimen profilaksis secara signifikan menurunkan perdarahan
termasuk perdarahan spontan dan hemartrosis traumatik dibandingkan
dengan terapi on-demand dan meningkatkan kualitas hidup pasien
untuk remaja dan dewasa. Penelitian ini lebih jauh menegaskan dan
memperluas keamanan dan keefektifan dari raHF-PFM untuk mencegah
perdarahan dalam pengobatan hemofilia A.
3.1.11 Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan kegiatan belajar untuk
mencapai keadaan suatu individu atau masyarakat mendapatkan pengetahuan
tentang hidup sehat. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit adalah
penyuluhan yang dikembangkan untuk membantu pasien dan keluarganya
81
untuk bisa menangani kesehatannya. Tujuan dari kegiatan ini adalah
terciptanya masyarakat rumah sakit yang mendapatkan perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku pasien atau klien rumah sakit serta
pemeliharaan lingkungan rumah sakit dan termanfaatkannya dengan baik
semua pelayanan rumah sakit. Sasaran dari penyuluhan ini terdiri atas petugas,
pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan masyarakat yang tinggal/berada di
sekitar rumah sakit.
a. Pelaksanaan Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan di Depo Farmasi JKN Rawat Jalan RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung mengenai maag dan penanganannya. Maag
merupakan sekumpulan gejala seperti nyeri perut, mual, berkurangnya nafsu
makan, dan rasa terbakar pada hati. Maag disebabkan tingginya kadar asam
lambung yang menyebabkan iritasi pada dinding lambung dan
menyebabkan nyeri pada perut. Kadar asam lambung yang tinggi tersebut
berkaitan dengan beberapa penyebab diantaranya pola makan yang tidak
teratur, kelainan pada saluran cerna, adanya infeksi, konsumsi obat- obatan
dan makanan tertentu, serta keadaan depresi mental (WebMD, 2012).
Maag merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Sayangnya, tingkat kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini masih
sangat rendah. Padahal penyakit ini dapat berkembang menjadi penyakit
yang lebih berat seperti ulkus peptikum dan gastritis. Oleh karena itu,
penyuluhan ini layak dilakukan mengingat penyakit maag sering
disepelekan oleh sebagian besar masyarakat awam.
Penyuluhan ini bertujuan untuk menambah informasi pada masyarakat
tentang penyakit maag, penyebab, pencegahan, hingga pengobatannya (baik
obat resep maupun bebas). Peserta penyuluhan merupakan pasien atau
keluarga pasien yang berada pada ruang tunggu Depo Farmasi JKN Rawat
Jalan serta siapapun yang melewati Depo Farmasi JKN Rawat Jalan. Sesi
pertama yang dilakukan pada saat penyuluhan adalah pembukaan dengan
penyampaian maksud dan tujuan penyuluhan, dilanjutkan dengan penyajian
82
materi oleh mahasiswa PKPA melalui media powerpoint serta pembagian
leaflet materi, sedangkan sesi kedua digunakan sebagai sesi diskusi dengan
peserta penyuluhan. Materi penyuluhan dapat dilihat pada Gambar 3.14,
Lampiran 9.
b. Pembuatan Media Informasi
Media informasi adalah sarana komunikasi dalam bentuk bahasa
verbal dan non-verbal sebagai media pembelajaran dan penyajian informasi
yang diberikan ke masyarakat umum dan tenaga medis lainnya. Sasaran
untuk media informasi yaitu berbagai kalangan tenaga kesehatan seperti
dokter, perawat, maupun pasien. Pembuatan media informasi bertujuan
untuk memberikan informasi bagi tenaga kesehatan lain maupun masyarakat
mengenai hal-hal yang berkaitan tentang pelayanan kefarmasian seperti cara
penggunaan obat yang baik dan benar, serta informasi mengenai obat yang
dibutuhkan oleh tenaga kesehatan lain maupun masyarakat. Media dapat
berupa poster, brosur, leaflet, maupun berbentuk seperti kalender meja.
Media informasi yang dibuat dalam bentuk leaflet mengenai maag
dan penanganannya. Informasi yang terdapat pada leaflet didukung oleh
informasi langsung melalui penyuluhan dengan tujuan untuk mempermudah
pasien dalam menerima informasi yang diberikan sehingga pasien lebih
cepat memahami tentang informasi yang diberikan. Media informasi yang
dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.15, Lampiran 10.
3.1.12 Konseling
Konseling merupakan kegiatan penyelesaian masalah pasien yang
berkaitan dengan penggunaan obat. Tujuan dari konseling adalah memberikan
pemahaman kepada pasien mengenai obat, tujuan, jadwal, lama pengobatan,
efek samping obat, penyimpanan, dan penggunaan obat. Tahapan-tahapan
konseling adalah sebagai berikut:
1. Membuka komunikasi, biasanya dengan perkenalan diri dan memastikan
identitas pasien.
83
2. Menanyakan 3 prime question mengenai informasi yang telah diberikan
dokter mengenai obat yang diterima pasien (mengenai obat, cara pemakaian,
dan harapan setelah pengobatan).
3. Mengidentifikasi dan menjelaskan tentang informasi dan masalah
pengobatan yang belum didapatkan oleh pasien dari dokter (misalnya efek
samping) agar tercapai pengobatan yang optimal.
4. Verifikasi akhir: mengecek pemahaman pasien; dapat dilakukan dengan
menanyakan kembali hal yang telah dijelaskan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pasien biasanya berupa pasien
dengan kriteria tertentu seperti pasien rujukan dokter, penyakit kronis, pasien
golongan obat tertentu (obat dengan indeks terapi, cara pakai, resiko interaksi
tinggi, dan sering dihentikan sendiri oleh pasien) pasien usia tertentu
(pediatrik dan geriatrik), pasien yang tidak patuh, dan pasien pulang. Sarana
konseling juga perlu diperhatikan berupa ruangan khusus, kartu pasien dan
catatan konseling sebagai dokumentasi hasil konseling pasien.
Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat dan Konseling
Konseling adalah pemberian informasi kepada pasien untuk memberikan
motivasi dalam mendorong perubahan perilaku, meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman kepada pasien. Tujuan konseling yaitu agar masyarakat
mampu untuk memahami permasalahannya sendiri, baik yang terkait kesehatan
maupun penggunaan obat yang tepat. Konseling dilakukan di Depo Farmasi
Gakin Rawat Jalan dan OPD. Peserta PKPA masing-masing melakukan
konseling sebanyak dua pasien dengan resep yang difokuskan pada
penggunaan antibiotik. Hasil konseling terlampir.
3.1.13 Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses untuk memastikan
keamanan, efektivitas, dan rasionalitas penggunaan obat yang diberikan pada
pasien. Pemantauan dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara
periodik untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan terapi. Kegiatan yang
84
termasuk dalam PTO mencakup pengkajian (pemilihan obat, dosis obat, cara
pemberian obat), respon terapi, reaksi obat yang tidak diinginkan, rekomendasi
dan alternatif terapi.
Kategori pasien yang mendapatkan pemantauan terapi adalah pasien
yang berisiko mengalami masalah terkait obat yang cukup kompleks seperti
pasien polifarmasi, pasien kemoterapi, pasien dengan gangguan organ seperti
ginjal dan hati, pasien geriatri dan pediatrik, pasien hamil dan menyusui dan
pasien dengan perawatan intensif. Kategori obat yang perlu dipantau
penggunaannya antara lain obat yang berisiko tinggi (indeks terapi sempit,
nefrotoksik, hepatotoksik, sitotstatik, antikoagulan, kardiovaskular, obat
dengan frekuensi efeks samping tinggi) dan obat dengan penggunaan kompleks
(polifarmasi, variasi rute dan aturan pakai, pemberian khusus). Permasalahan
yang ditemukan selama pemantauan dirumuskan ke dalam masalah
penggunaan obat (DRPs/Drug related problems) yaitu:
1. Indikasi tanpa terapi
2. Terapi tanpa indikasi
3. Indikasi obat tidak tepat
4. Dosis terlalu tinggi
5. Dosis terlalu rendah
6. Efek obat yang tidak diinginkan
7. Interaksi obat
8. Kegagalan menerima terapi
Permasalahan yang ditemukan akan dijadikan bahan evaluasi dan dasar
untuk merekomendasikan terapi yang sesuai untuk melanjutkan ataumengganti
terapi yang sudah berjalan.
Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan terapi obat dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
yang diterima oleh pasien. Hal yang perlu diperhatikan dari pemantauan terapi
obat berhubungan dengan drug related problems (DRPs). Hal tersebut
mencakup indikasi (baik yang tidak ditangani, salah indikasi, dan tanpa
indikasi), reaksi obat yang tidak diinginkan, interaksi obat, dosis, dan
kegagalan penerimaan terapi.
Pasien diseleksi berdasarkan kriteria yang dibutuhkan dalam program
pemantauan terapi obat. Pemantauan terapi obat dilakukan dalam jangka waktu
85
yang telah ditetapkan atau hingga pasien pulang dari rumah sakit. Pemantauan
dilakukan dengan melihat catatan pemberian obat, rekam medik, serta data
pendukung lainnya seperti hasil laboratorium. Untuk mengumpulkan dan
melengkapi informasi, dilakukan wawancara dengan pasien yang mencakup
hal-hal seperti riwayat penggunaan obat, alergi, efek samping yang dirasakan
oleh pasien dll. Lalu setelah dilakukan kajian, dilakukan konseling kepada
pasien, yang bertujuan agar terapi yang dijalani oleh pasien maksimal.
Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien dengan kasus PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronis) ekserbasi akut dengan CAD (Coronary
Artery Disease), hipertensi, dan tinea corposis di Fresia lt. 2 (1/6)
3.1.14 Visite MIC dan Diskusi TPN
a. Kunjungan MIC (Medical Intermediet Care)
Kegiatan ini merupakan visite bersama antara tenaga medis dan tenaga
kesehatan lain di rumah sakit ke ruangan MIC untuk memantau kondisi pasien
dan merencanakan terapi yang akan diberikan selanjutnya. Apoteker memiliki
peran dalam memantau ada atau tidaknya DRPs (Drug Related Problems) dari
terapi yang telah diberikan pada pasien dan ikut merencanakan terapi lanjutan.
b. Diskusi TPN (Total Parenteral Nutrition)
Diskusi TPN merupakan suatu forum antara tenaga medis dan tenaga
kesehatan lain di rumah sakit mengenai kasus-kasus pasien yang berhubungan
dengan terapi nutrisi pasien. TPN diberikan untuk pasien yang tidak mungkin
mendapatkan nutrisi secara oral dan enteral. Apoteker berperan untuk
memberikan rekomendasi produk nutrisi parenteral yang tepat diberikan pada
pasien
3.2 Tugas Khusus
Tugas khusus yang diberikan bergantung pada pembimbing yang ada.
Tugas khusus yang diberikan adalah pengkajian sediaan nutrisi yang digunakan
RSUP Dr. Hasan Sadikin.
86
Pengkajian Sediaan Terapi Nutrisi
a. Latar Belakang
Nutrisi adalah proses penggunaan makanana dalam tubuh manusia untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan
berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi (Rock, 2004). Kebutuhan nutrisi harus selalu terpenuhi agar
setiap proses dan organ dalam tubuh dapat berfungsi dengan baik dan normal.
Malnutrisi adalah masalah umum yang ditemukan pada kebanyakan pasien
yang masuk ke rumah sakit. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh
defisiensi asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi.
Kelebihan atau kekurangan nutrisi dapat memberikan efek yang tidak diinginkan
terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh (Suastika,
1992). Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup serius pada
saat mereka tiba di rumah sakit dan dua pertiga dari semua pasien mengalami
perburukan status nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit (Barr, J. et al.,
2004).
Pemenuhan nutrisi pada pasien malnutrisi dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu diet oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Diet oral diberikan
kepada pasien yang masih bisa menelan makanan yang mengandung nutrisi yang
diperlukan tubuh. Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral dan formula nutrisi
diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT)
atau jejunum secara manual maupun bantuan pompa mesin (Akbaylar et al.,
2002), sedangkan nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaaan
digunakan apabila usus tidak dapat dipakai dan keadaan pasien yang tidak
memungkinkan untuk menerima asupan nutrisi oral (Setiati, 2000; Wiryana, 2007;
The Joint Formulary Committee, 2009).
Pada kenyataan, masalah-masalah mungkin dapat terjadi dalam
penggunaan sediaan nutrisi dan pemberian nutrisi yang tidak adekuat terutama
dalam penggunaan parenteral nutrisi akibat tenaga medis atau tenaga kesehatan
87
salah dalam memperkirakan dan memberikan kebutuhan nutrisi akibat
ketidaktahuan sediaan nutrisi (indikasi dan dosis) yang tepat dan perhitungan
nutrisi yang benar. Selain itu, produk-produk nutrisi juga harus diperiksa
kestabilannya baik sebelum digunakan maupun setelah kemasan dibuka. Masa
pakai produk nutrisi sesudah pembukaan kemasan dikenal dengan Beyond use
date (BUD) (Pharmlabs, 2013). BUD ini sangat diperlukan terutama untuk
menjamin stabilitas dari sediaan-sediaan nutrisi, akan tetapi BUD jarang
dicantumkan pabrik. Suatu produk obat yang stabil berarti memiliki karakteristik
kimia, fisika, mikrobiologi, terapetik, dan toksikologi yang tidak berubah dari
spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh pabrik obat, baik selama penyimpanan
maupun penggunaan.
Oleh karena itu, untuk menjamin penggunaan sediaan nutrisi yang benar
dan berkualitas baik indikasi, dosis, maupun stabilitas di Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin , maka suatu daftar informasi produk-produk nutrisi dalam formularium
Rumah Sakit Hasan Sadikin harus dibuat. Daftar tersebut dibuat dengan
melakukan pengkajian dan penelusuran pustaka mengenai komposisi, indikasi,
kontraindikasi, efek samping, interaksi, penyimpanan, dan BUD. Dengan adanya
daftar produk nutrisi ini diharapkan dapat memberikan informasi-informasi
kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya
kemungkinan kesalahan dalam pemberian sediaan nutrisi kepada pasien.
b. Tujuan
1) Untuk memberikan informasi mengenai indikasi dan dosis pemakaian
yang tepat sehingga terapi pemberian nutrisi pada pasien dapat dicapai
secara maksimal.
2) Untuk memberikan informasi tentang beyond use date dari produk nutrisi
(oral, enteral, ataupun parenteral) sehingga kualitas dan stabilitas sediaan
nutrisi dapat selalu terjaga dengan baik.
c. Hasil
Produk-produk nutrisi yang ada di formularium RSHS terdiri dari sedian
elektrolit (oral dan parenteral), karbohidrat (parenteral), asam amino (oral dan
parenteral), lipid (parenteral), sediaan campuran antara karbohidrat, asam amino,
88
lipid, dan elektrolit, serta nutrisi enteral. Pengkajian dan penelusuran pustaka yang
dilakukan terhadap produk-produk nutrisi dalam formularium RSHS meliputi
informasi-informasi tentang kandungan, indikasi, aturan pakai, dosis sediaan,
kontraindikasi, cara penyimpanan, dan beyond use date (BUD). Penelusuran
pustaka dilakukan melalui situs produsen, pustaka informasi obat dan brosur
produk. Dari hasil penelusuran pustaka, diperoleh informasi yang cukup lengkap
akan tetapi masih ada beberapa informasi yang belum diperoleh seperti BUD
karena beberapa produsen yang tidak mencantumkan BUD pada brosur, situs,
ataupun kemasan produk.