84
BAB III KEGIATAN DAN HASIL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung mulai tanggal 3-28 Maret 2014. Rekapitulasi rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA periode Maret 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.10, Lampiran 2. 3.1 Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung antara lain: 1.Pengenalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Dr. Hasan Sadikin 2. Tim Farmasi dan Terapi 3. Mempelajari Pelayanan Farmasi Produk 4. Mempelajari Pelayanan Farmasi Klinik 5.Meninjau Sejumlah Depo dan Gudang Farmasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin 6. Melaksanakan Key Performance Indicator (KPI) 7. Mempelajari Sistem Distribusi Obat Unit Dose Dispensing (UDD) 8. Mempelajari Sistem Distribusi Obat Individual Prescription (IP) 36

BAB III

  • Upload
    apelia

  • View
    57

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pkpa rshs

Citation preview

Page 1: BAB III

BAB III

KEGIATAN DAN HASIL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan di Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung mulai tanggal 3-28 Maret 2014.

Rekapitulasi rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA periode Maret

2014 dapat dilihat pada Tabel 3.10, Lampiran 2.

3.1 Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung antara lain:

1. Pengenalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Dr. Hasan

Sadikin

2. Tim Farmasi dan Terapi

3. Mempelajari Pelayanan Farmasi Produk

4. Mempelajari Pelayanan Farmasi Klinik

5. Meninjau Sejumlah Depo dan Gudang Farmasi di RSUP Dr. Hasan

Sadikin

6. Melaksanakan Key Performance Indicator (KPI)

7. Mempelajari Sistem Distribusi Obat Unit Dose Dispensing (UDD)

8. Mempelajari Sistem Distribusi Obat Individual Prescription (IP)

9. Mempelajari Farmakoterapi Kanker dan Safe Handling Cytotoxic

10. Pembekalan Pembuatan Media Informasi, Penyuluhan dan Konseling

11. Pengkajian Jurnal Ilmiah (Journal Reading)

12. Pelaksanaan Penyuluhan.

13. Pelaksanaan Konseling kepada pasien.

14. Pemantauan Terapi Obat Pasien

15. Pelaksanaan Visite MIC (Medical Intermediet Care) dan Diskusi TPN

(Total Parenteral Nutrition)

16. Pelaksanaan Tugas Khusus

36

Page 2: BAB III

37

3.1.1 Pengenalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Dr.

Hasan Sadikin Bandung

a. Visi dan Misi IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin memiliki visi untuk dicapai yaitu

dengan menjadi instalasi farmasi yang mandiri dan prima dalam

pelayanan farmasi rumah sakit berdasarkan Pharmaceutical Care,

sedangkan misi yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut adalah

menyediakan pelayanan farmasi rumah sakit yang menyeluruh dan

terjangkau dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan bagi

masyarakat.

b. Tugas IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Tugas Instalasi Farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

adalah:

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan

mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal

dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.

2. Melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang aman,

berkualitas, efektif dan efisien.

3. Melaksanakan pemantauan dan pengkajian penggunaan

perbekalan farmasi yang bertujuan untuk memaksimalkan efek

terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien.

5. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan

pelayanan kefarmasian.

6. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan

dan formularium rumah sakit.

Page 3: BAB III

38

c. Fungsi IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Instalasi Farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung memiliki

dan menyelenggarakan fungsi yaitu pengelolaan perbekalan farmasi

dan pelayanan farmasi klinik.

1) Pengelolaan perbekalan farmasi

Fungsi pengelolaan perbekalan farmasi yang diselenggarakan

oleh IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin antara lain:

1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan

rumah sakit.

2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif,

efisien, dan optimal.

3. Memproduksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

4. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

ketentuan yang berlaku.

5. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian.

6. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di

rumah sakit.

7. Melakukan penghapusan dan pemusnahan perbekalan farmasi

yang sudah tidak dapat digunakan.

8. Mengendalikan persediaan perbekalan farmasi.

9. Melakukan pencatatan dan pelaporan pengelolaan perbekalan

farmasi.

2) Pelayanan farmasi klinik

Fungsi pelayanan farmasi klinik yang diselenggarakan

IFRS RSUP Dr. Hasan Sadikin yaitu:

1. Mengkaji instruksi pengobatan pasien.

2. Melaksanakan pelayanan resep.

3. Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang

berhubungan dengan perbekalan farmasi.

Page 4: BAB III

39

4. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat pasien.

5. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada

tenaga kesehatan lain, pasien atau keluarga pasien,

masyarakat, dan institusi lain.

6. Memberikan konseling pada pasien dan keluarga.

7. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).

8. Melaksanakan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

9. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

10. Melaksanakan dispensing dan penanganan sediaan sitotoksik.

d. Struktur Organisasi Tata Kelola Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Hasan Sadikin Bandung

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUP Dr. Hasan Sadikin

mengenai Struktur Organisasi Tata Kelola Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin, Tugas IFRS adalah membantu

Direktur Medik dan Keperawatan. IFRS Dr. Hasan Sadikin dipimpin

oleh kepala instalasi farmasi yang berkoordinasi dengan wakil

kepala instalasi farmasi dibantu oleh lima orang kepala Sub-Instalasi

(Sub-instalasi Perbekalan Farmasi, Sub-Instalasi Pelayanan Farmasi,

Sub-Instalasi Perencanaan dan Monitoring Evaluasi, Sub-Instalasi

Mutu dan Pengembangan, dan Sub-Instalasi Umum dan

Operasional). Struktur Organisasi Tata Kelola IFRS di RSUP Dr.

Hasan Sadikin dapat dilihat di dalam Gambar 3.11, Lampiran 3.

e. Fasilitas Instalasi Farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

IFRS Dr. Hasan Sadikin memiliki fasilitas yang memadai

sehingga mampu menunjang pelayanan kefarmasian di RSUP Dr.

Hasan Sadikin. IFRS memiliki kantor yang terdiri atas ruang

resepsionis dan tata usaha, ruang pertemuan, ruang apoteker, ruang

kepala instalasi farmasi dan ruang dokumentasi. Selain itu, IFRS

Page 5: BAB III

40

juga memiliki ruang pengadaaan dan perencanaan, perpustakaan

serta ruangan pelatihan (skill lab).

Berdasarkan Struktur Organisasi Tata Kelola Instalasi Farmasi

Rumah Sakit (IFRS) Dr. Hasan Sadikin Bandung memiliki 17 depo

farmasi. Dengan adanya Depo farmasi, dokter, perawat, dan pasien

atau keluarga pasien mendapat kemudahan dalam memperoleh

produk farmasi yang sering disebut Barang Medik Habis Pakai

(BMHP) dan pelayanan kefarmasian.

IFRS juga didukung dengan sistem informasi online dan

memiliki trolley, container, coolbox (distribusi BMHP dengan suhu

terkendali), dan Aerocom® pneumatic tube (distribusi BMHP antar

depo farmasi) untuk mendukung distribusi BMHP yang cepat dan

efektif. Depo Farmasi memiliki fasilitas diantaranya:

1. Fasilitas penyiapan obat yang terdiri dari meja peracikan,

penyiapan obat dan fasilitas pengemasan yang menjamin kualitas

dan keamanan penggunaan obat.

2. Fasilitas penyimpanan di tempat pelayanan terdiri atas lemari dan

kotak penyimpanan obat, lemari penyimpanan cairan infus, lemari

penyimpanan alat habis pakai serta lemari pendingin.

3. Fasilitas administrasi kefarmasian di tempat pelayanan terdiri atas

meja untuk kegiatan administrasi, lemari penyimpanan peralatan

administrasi, blanko resep, blanko salinan resep, kartu stok, buku

permintaan, dan alat tulis kantor.

4. Fasilitas pemberian informasi obat terkini melalui formularium

rumah sakit, buku informasi Spesialis Obat (ISO), buku Monthly

Index of Medical Specialitties (MIMS), dan ebook yang terdapat

dalam komputer di masing-mesing depo seperti Drug Information

Handbook.

5. Fasilitas pelayanan farmasi klinik, yaitu ruangan khusus untuk

memberikan pelayanan konseling kepada pasien.

Page 6: BAB III

41

3.1.2 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) di RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung sejak Maret 2012 disebut Tim Farmasi dan Terapi (TFT). TFT

ini berada di bawah Direktur Medik dan Keperawatan. Susunan organisai

TFT RSUP Dr. Hasan Sadikin terdiri atas ketua (dokter penyakit dalam)

dan wakil ketua (dokter bedah), Sekretaris (apoteker yang ditunjuk atau

kepala IFRS) dan anggota (dokter-dokter dari berbagai Staf Medis

Fungsional). Tugas TFT RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah memantau

pelaksanaan penggunaan obat yang rasional di RSHS, menyusun dan

merevisi formularium, serta mengkoordinasikan pemantauan efek

samping obat di RSHS. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan TFT antara

lain:

1. Pelaksanaan kegiatan organisasi seperti mengadakan rapat/pertemuan,

mempersiapkan agenda rapat, membuat dan mengirim undangan

rapat, menyiapkan daftar hadir, melaksanakan rapat dan membuat

notulensi rapat.

2. Pemantauan pelaksanaan penggunaan obat yang rasional seperti

mengkoordinasi penggunaan obat sesuai formularium nasional untuk

pasien JKN yang mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan

penggunaan obat rasional yang diselenggarakan oleh Kementerian

Kesehatan dan membuat pedoman penggunaan antimikroba.

3. Menyusun dan merevisi formularium seperti mengkoordinir usulan

revisi Daftar Obat Esensial (DOEN), mengkoordinasi usulan revisi

Formularium dan mengkoordinasi usulan revisi Formularium RSHS.

4. Mengkoordinasi pemantauan efek samping obat (MESO) dengan

membuat sistem MESO di RSHS (alur dan format pemantauan),

sosialisasi MESO (pelatihan), mengkaji hasil MESO di RSHS,

mengirimkan laporan MESO perbulan ke Pusat MESO Nasional.

Page 7: BAB III

42

3.1.3 Mempelajari Pelayanan Farmasi Produk

Salah satu tugas pokok IFRS adalah melaksanakan pengelolaan

perbekalan farmasi yang efektif, aman, bermutu dan efisien dan

melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan perbekalan

farmasi guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta

meminimalkan risiko, hal ini dikenal dengan pelayanan farmasi produk.

Pengelolaan perbekalan farmasi memiliki tugas pokok yaitu

mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan

farmakoekonomi dalam pelayanan, meningkatkan kompetensi tenaga

kefarmasian, dan mewujudkan sistem informasi manajemen yang

berdaya guna dan tepat guna, dan mengendalikan kualitas pelayanan.

Bagian pengelolaan perbekalan farmasi bertanggung jawab atas

pengelolaan persediaan BMHP (Perencanaan, pengadaan, penyimpanan,

pengendalian, dan pengeluaran dari gudang), kegiatan produksi sediaan

farmasi (perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian), kualitas sediaan

yang diproduksi, dan evaluasi serta pelaporan kegiatan pengelolaan

BMHP.

Kategori Perbekalan Farmasi (BMHP) di RSUP Dr. Hasan Sadikin

meliputi:

a. Obat: obat suntik, obat pramedikasi, volatil anestesi, narkotika, infus,

vaksin, sirup alergen, tablet, sirup dan obat lainnya.

b. Obat dan alat gigi: obat gigi dan alat gigi

c. Bahan baku: bahan baku padat, bahan baku cair, desinfektan, kemasan

untuk produksi, bahan baku PA, BMHP kulit kelamin

d. Alat kesehatan: alat kesehatan disposable, alat kesehatan inventaris,

alat pembaut, alat jahit (jarum dan benang jahit), BMHP hemodialisa

dan BMHP CSSD.

e. Gas medis

f. BMHP radiologi: zat kontras dan X-ray Film.

Page 8: BAB III

43

g. BMHP sumbangan: program penanganan SARS, program DOTS,

program penanganan HIV/AIDS, sumbangan WHO, program

angiografi, sumbangan obat kanker, sumbangan Depkes.

Rangkaian kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi terdiri atas

pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

distribusi, pengendalian, penghapusan, pencatatan dan pelaporan, serta

monitoring dan evaluasi Barang Medis Habis Pakai (BMHP).

Gambar 3.1 Rangkaian kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi

1. Pemilihan

Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan perbekalan farmasi yang

menjadi kebutuhan pelayanan rumah sakit berdasarkan jumlah pasien

dan pola penyakit di rumah sakit. Apoteker dalam Tim Farmasi dan

Terapi berperan aktif dalam penentuan seleksi obat untuk menetapkan

kualitas dan efektifitas, yang dilakukan berdasarkan Drug of Choice

dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

2. Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi bertujuan menetapkan jenis dan

jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan yang dilakukan

perencanaan antara lain:

Page 9: BAB III

44

a. Kompilasi penggunaan

Kompilasi penggunaan berfungsi untuk mengetahui penggunaan

bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan

selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum,

sehingga diperoleh informasi berupa jumlah penggunaaan tiap

jenis perbekalan farmasi pada setiap unit pelayanan, persentase

penggunaaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total

penggunaan seluruh unit pelayanan selama setahun dan

penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.

b. Perhitungan kebutuhan

Perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi bertujuan agar

ketepatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang direncanakan

dan ketersediaan perbekalan farmasi pada saat dibutuhkan dapat

tercapai.

c. Evaluasi perencanaan

Hasil perhitungan perbekalan farmasi rumah sakit perlu dilakukan

evaluasi. Perencanaan di RSHS sesuai jenis anggaran. Perencanaan

BMHP di RSUP Dr. Hasan Sadikin dilakukan sesuai dengan jenis

anggaran. Perencanaan BMHP anggaran APBN untuk kebutuhan

setahun, menggunakan metode pengadaan lelang terbuka.

Perencanaan BMHP anggaran PNBP, untuk kebutuhan

pertriwulan, perbulan dan kebutuhan segera, menggunakan

metode pengadaan lelang tertutup, penunjukan langsung dan

pembelian langsung.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan suatu kegiatan merealisasikan kebutuhan

yang direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi,

sumbangan/ droping/hibah dan bertujuan untuk memperoleh

perbekalan farmasi dengan kualitas terbaik, harga yang layak,

pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar

dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.

Page 10: BAB III

45

Metode pengadaan barang atau jasa melalui pembelian sesuai

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah, terdiri atas:

a. Pelelangan Umum

Pelelangan umum dapat diikuti oleh penyedia barang yang

memenuhi persyaratan.

b. Pelelangan Sederhana

Pelelangan sederhana merupaka metode pemilihan penyedia barang

untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi sebesar lima miliar

rupiah.

c. Penunjukan Langsung

Penunjukkan langsung merupakan metode pemilihan penyedia

barang dengan cara menunjuk langsung satu penyedia barang, yang

biasanya digunakan untuk pengadaan obat, alat kesehatan atau

barang/jasa lainnnya yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh

pemerintah.

d. Pengadaan Langsung

Pengadaan langsung adalah metode pengadaan barang langsung

yang dapat dilakukan terhadap barang/jasa dengan nilai paling

tinggi sebesar dua ratus juta rupiah, dengan ketentuan untuk

kebutuhan operasional, beresiko kecil, teknologi sederhana,

dilaksanakan oleh badan usaha kecil serta koperasi kecil.

e. Swakelola

Metode perencanaan dan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan

secara keseluruhan oleh satu unit lain.

4. Penerimaan

Penerimaan dilakukan oleh Panitia Penerima. Dalam kegiatan

penerimaan barang, pemeriksaan barang yang disesuaikan dengan

faktur dan Purchase Order (PO) dilakukan untuk menjamin

perbekalan sesuai dengan kontrak baik spesifikasi, kualitas maupun

waktu kedatangan barang. Saat penerimaan, hal yang perlu

Page 11: BAB III

46

diperhatikan adalah jumlah dan kondisi barang, nomor bets, merek,

waktu pengiriman, tanggal kadaluarsa, Certificate of Analysis (COA)

untuk bahan baku obat, Certificate of Origin khusus untuk alat

kesehatan, uji fungsi untuk alat kesehatan inventaris, dan Material

Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. Setelah proses

penerimaan, dibuat berita acara serah terima antara rumah sakit dan

distributor sebagai bukti apabila ada klaim.

5. Penyimpanan

Penyimpanan BMHP di RSUP Dr. Hasan Sadikin (gudang dan

depo farmasi) didasarkan atas beberapa metode yaitu bentuk sediaan,

alfabetis, dan aktivitas farmakologi dengan menerapkan prinsip First

In First Out (FIFO) dan First Experied First Out (FEFO) disertai

sistem informasi (digital dan manual) yang selalu menjamin

ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Selain itu, untuk

perbekalan farmasi yang dipengaruhi suhu, udara, cahaya dapat

disimpan di tempat yang sesuai dan untuk narkotika disimpan dalam

lemari khusus dengan kunci ganda. Tujuan dilakukannya

penyimpanan adalah memelihara kualitas perbekalan farmasi,

menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga

ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.

6. Pendistribusian

Distribusi merupakan kegiatan penyaluran perbekalan farmasi

untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap,

rawat darurat, rawat jalan dan pelayanan penunjang agar perbekalan

farmasi di unit-unit pelayanan tersedia tepat waktu, tepat jenis dan

tepat jumlah.

7. Pengendalian

Pengendalian perbekalan farmasi perlu dilakukan untuk mencegah

terjadinya kelebihan atau kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit

pelayanan. Pengendalian perbekalan farmasi dilakukan dengan cara

Page 12: BAB III

47

pengisian kartu stok dan melakukan stock opname setiap enam bulan

sekali.

8. Penghapusan

Penghapusan merupakan suatu kegiatan penyelesaian terhadap

perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarasa, rusak, dan

tidak memenuhi standar dengan membuat usulan penghapusan

perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang

telah ditentukan. Penghapusan bertujuan untuk menjamin perbekalan

farmasi yang tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai standar yang

berlaku. Dengan adanya penghapusan, maka beban penyimpanan

maupun resiko penggunaan obat yang tidak memenuhi standar dapat

diminimalkan.

9. Pencatatan dan Pelaporan

Dalam pengelolaan perbekalan farmasi harus dilakukan pencatatan

dan pelaporan yang bertujuan untuk memantau transaksi perbekalan

farmasi di lingkungan IFRS dan memudahkan dalam penelusuran

apabila terdapat perbekalan farmasi yang tidak memenuhi standar dan

harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan secara

manual (kartu stok) dan digital.

Pelaporan harus menyediakan data yang akurat sebagai bahan

evaluasi, arsip yang dibutuhkan untuk penelusuran, dan data yang

lengkap untuk perencanaan. Laporan-laporan perbekalan farmasi di

RSHS terdiri atas: mutasi perbekalan farmasi, psikotropika dan

narkotika, stock opname, pendistribusian, penulisan resep generik dan

non-generik, penggunaan obat program, jumlah resep, kepatuhan

terhadap formularium dan DOEN, serta laporan keuangan.

10. Monitoring dan Evaluasi

Manfaat adanya kegiatan monitoring dan evaluasi adalah menjadi

masukan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan

perbekalan farmasi berdasarkan monitoring dan evaluasi yang telah

dilakukan.

Page 13: BAB III

48

3.1.4 Mempelajari Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian

pelayanan pasien yang memerlukan interaksi dengan pasien dan atau

profesional kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien.

Pelayanan farmasi klinik merupakan kegiatan yang menerapkan wawasan

dan pengetahuan tentang obat untuk kepentingan pasien, dengan

memperhatikan kondisi penyakit pasien dan kebutuhan dalam memahami

penggunaan obatnya. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di RSUP

Dr. Hasan Sadikin meliputi:

1. Pelaksanaan farmasi klinik dalam pelayanan rawat jalan

Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan dalam

pelayanan rawat jalan terdiri atas pengkajian rasionalitas order dokter,

penyuluhan dan edukasi terkait penyakit dan obat di ruang tunggu,

penyebaran informasi yang berhubungan dengan obat melalui media

seperti brosur dan leaflet, dan pemberian informasi obat, serta

konseling pasien.

Pada saat penyerahan obat, dilakukan pemberian informasi obat

kepada pasien atau yang mewakili. Informasi yang di sampaikan

meliputi nama obat dan khasiatnya, aturan dan waktu pemakaian obat,

lama pengobatan, kemungkinan efek samping yang akan terjadi, serta

penyimpanan obat. Pelayanan informasi obat berbeda dengan

konseling. Dalam pelayanan informasi obat dapat dilakukan di mana

saja, kepada pasien/ keluarga pasien/ tenaga kesehatan lain, dan dapat

diberikan oleh asisten apoteker atau apoteker, sedangkan konseling

dilakukan di tempat khusus, kepada pasien atau keluarag pasien yang

biasanya diberikan oleh apoteker.

Konseling adalah kegiatan pemberian informasi mengenai obat,

kondisi pasien, dan hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk

mencapai hasil terapi yang maksimal. Konseling biasanya dilakukan

kepada pasien dengan kriteria-kriteria tertentu seperti: pasien dengan

multiterapi (masalah terapi >1), pasien dengan polifarmasi (resep >5

Page 14: BAB III

49

jenis), penggunaan obat-obat khusus (obat indeks terapi sempit, oabat

dengan alat-alat tertentu), pasien geriatik dan pediatrik.

Konseling biasanya dilakukan lebih personal dan mendalam

kepada pasien, mendengarkan keluhan pasien pada saat pengobatan,

menggali hambatan-hambatan pasien dalam pengobatan sehingga

dapat memberikan solusi atas masalah pasien. Materi yang diberikan

pada saat konseling antara lain informasi obat (nama obat dan

indikasi, lama pengobatan, aturan pakai, efek samping yang mungkin

terjadi, interaksi obat baik dengan makanan atau obat-obat lain), hal-

hal yang baik untuk dilakukan dan harus dihindari selama pengobatan

serta motivasi kepatuhan kepada pasien dalam pengobatan yang baik

dan benar.

2. Pelaksanaan farmasi klinik dalam pelayanan rawat inap

Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang dilakukan dalam

pelayanan rawat inap meliputi:

a. Pencatatan dan pemantauan penggunaan obat pasien.

Kegiatan ini dilakukan dengan memperbaharui Kartu Obat Pasien

(KOP), menyesuaikan KOP dengan lembar instruksi pemberian

obat, dan membuat jadwal pengobatan pasien (unit dose

dispensing).

b. Pengkajian resep, meliputi aspek administratif, farmasetik dan

klinis.

Pengkajian resep dilakukan berdasarkan Drug Relatif Problems

(DRP’s) seperti adanya indikasi tanpa terapi, adanya terapi tanpa

indikasi, dosis terlalu tinggi dan terlalu rendah, reaksi obat yang

merugikan (ROM), terjadinya masalah kesehatan akibat interaksi

obat, pasien memperoleh obat yang kurang tepat dan kegagalan

pasien dalam menerima obat.

c. Konsultasi, Informasi dan Edukasi (KIE) untuk dokter, perawat dan

pasien/ keluarga pasien. Konseling pasien diutamakan untuk pasien

baru dan pasien yang akan pulang dengan penyakit yang berisiko

Page 15: BAB III

50

atau penggunaan obat dengan indeks terapi sempit atau pengobatan

menggunakan alat tertentu.

d. Visite bersama tim kesehatan

Visite adalah kegiatan kunjungan untuk pemantauan kondisi pasien.

Visite dapat dilakukan bersama tim kesehatan dan mandiri. Dalam

melakukan visite bersama dokter, perawat dan tenaga kesehatan

lain, apoteker berpartisipasi dalam pemilihan obat yang tepat untuk

pasien (drug of choice), pemilihan regimen obat, dosis penggunaan

obat, penjadwalan penggunaan obat pasien, pemberian informasi

pada pasien dan perawat tentang cara penggunaan obat dan efek

samping yang mungkin terjadi.

e. Monitoring efek samping obat (MESO)

Efek samping obat adalah reaksi yang terjadi dan tidak dikehendaki

oleh pasien Dalam menjalankan terapi, efek samping obat penting

untuk di-monitoring, terutama pada pasien kanker yang sedang

menjalani kemoterapi.

f. Evaluasi pengunaan obat dan pelaporan reaksi obat merugikan

(ROM).

3. Penanganan bahan-bahan sitotoksik (kemoterapi)

Dalam penyiapan obat sitotoksik untuk pasien, apoteker memiliki

tugas dalam memeriksa ketepatan pasien, regimen dan dosis,

ketepatan jadwal, ketepatan pengenceran dan pencampuran, cara

pemberian dan pembayaran. Ruang penanganan bahan-bahan

sitotoksik di RSUP Dr. Hasan Sadikin terdapat di ruang inap khusus 3

dan Eykman, merupakan salah satu fasilitas pelayanan farmasi yang

dikelola oleh instalasi farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin untuk

melayani pasien dengan diagnosa kanker dan membutuhkan

kemoterapi baik untuk kanker stadium awal ataupun lanjut.

4. Keikutsertaan IFRS dalam tim rumah sakit, antara lain:a. Tim DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse

Chemoterapy)

Page 16: BAB III

51

b. Tim MDR-TB (Multi Drug Resistance-Tuberculosis)

c. Tim HIV/AIDS

d. Tim PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)

3.1.5 Peninjauan Lokasi ke Sejumlah Depo dan Gudang Farmasi di RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung

Peninjauan lokasi dilakukan ke sejumlah Depo yaitu Depo Farmasi

ICU, Depo Farmasi COT, Depo Farmasi RIK 2/ RIK 3, Depo Farmasi

Kemoterapi RIK 3, Depo Farmasi Kemoterapi Eyckman, Depo Farmasi

Emergency, Depo Farmasi JKN Rawat Jalan, Depo Farmasi Gakin Rawat

Jalan, Depo Farmasi Kemuning, Depo Farmasi Apotek Pusat, dan

Gudang Farmasi.

a. Depo Farmasi

Depo Farmasi adalah suatu departemen atau unit di suatu rumah

sakit yang merupakan cabang dari IFRS yang berada di bawah pimpinan

seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker dan atau

asisten apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, juga menjadi

temapat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk

keperluan rumah sakit itu sendiri.

Depo farmasi merupakan suatu sistem distribusi pelayanan terbagi

(desentralisasi) dimana sistem pendistribusian perbekalan farmasi

mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Pada sistem

distribusi secara desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian

perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan

farmasi. IFRS dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan

keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

Ruang lingkup kegiatan pelayanan depo farmasi adalah

pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinis dan kegiatan

administrasi (stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan

Page 17: BAB III

52

farmasi yang rusak/tidak sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan

pelayanan perbekalan farmasi dasar, distribusi perbekalan farmasi dan

pelayanan farmasi klinik).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Dr. Hasan Sadikin Bandung

memiliki 17 depo farmasi. Fasilitas yang terdapat pada depo farmasi

meliputi :

a. Bagian penyerahan resep

b. Bagian kendali

c. Bagian penyiapan obat

d. Bagian administrasi

e. Bagian penyerahan obat dan pemberian informasi

f. Bagian penyimpanan obat dan alat kesehatan

g. Bagian klaim

h. Ruang konseling

i. Ruang tunggu

Sistem distribusi dan jangkauan pelayanan depo farmasi RSUP Dr.

Hasan Sadikin Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.11, Lampiran 4.

b. Gudang Farmasi

Gudang farmasi merupakan tempat untuk menyimpan semua obat

dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh semua depo farmasi hingga

waktu pendistribusiannya ke ruangan, depo dan poliklinik di RSHS.

Tenaga kerja yang berada di gudang farmasi terdiri atas satu orang

Apoteker penanggungjawab, dan beberapa orang tenaga teknik

kefarmasian.

Berdasarkan sumbernya, BMHP di gudang farmasi dapat dibagi

menjadi dua antara lain:

1. BMHP rutin

Diperoleh dengan cara pembelian melalui tender yang dilakukan

tiga bulan sekali, terdiri atas:

Page 18: BAB III

53

a. Obat-obatan: infus, premedikasi, obat suntik (injeksi, vaksin untuk

poli anak, anestesi, alergen), tablet, sirup, dan zat kontras untuk

radiologi.

b. Alat kesehatan: disposable (contoh: pembalut), radiologi, inventari,

jarum jahit dan hemodialisa.

c. Bahan baku: cair (contoh: asam asetat), padat (contoh: vaselin),

desinfektan, kemasan produksi, kebutuhan patologi anatomi,

patologi klinis.

2. BMHP yang berhubungan dengan program pemerintah

BMHP jenis ini diperoleh dari Departemen Kesehatan RI dan Dinas

Kesehatan berupa sumbangan pada waktu-waktu tertentu, seperti:

a. Penanganan penyakit tertentu seperti HIV (untuk poli teratai),

ketergantungan obat (poli terapi rumatan metadon), DOTS, flu

burung, SARS.

b. Kasus temporer

Ruangan yang terdapat di gudang farmasi yaitu:

1. Ruang Administrasi

Kegiatan yang dilakukan pada ruangan ini meliputi penerimaan

pesanan sediaan farmasi dari ruangan, poliklinik ataupun depo yang

dibuat dengan menggunakan surat pesanan obat.

2. Ruang Penyimpanan Obat

Ruangan penyimpanan obat terdiri atas dua macam antara lain

ruang penyimpanan obat termostabil, termolabil, narkotika dan

psikotropika. Sistem penyimpanan obat di gudang farmasi dapat

berdasarkan bentuk sediian, kelas terapi (obat kemoterapi dan diabetes),

obat generik dan paten secara alfabetis dan juga ada yang diikuti dengan

label (LASA: kuning, HIGH ALERT: Merah, dan Sitostatika: ungu).

a. Ruang Penyimpanan Obat Termostabil

Page 19: BAB III

54

Secara umum obat-obatan termostabil dikelompokkan berdasarkan

bentuk sediaan secara alfabetis. Suhu dalam ruangan ini dijaga

dibawah 25oC dengan pengukuran melalui termometer ruangan.

b. Ruang Penyimpanan Obat Termolabil

Dalam ruangan ini terdapat lemari pendingin yang suhunya selalu

terpantau. Ruangan ini merupakan tempat penyimpanan sediaan

termolabil agar mutu dan kualitas tetap terjamin untuk barang-barang

seperti vaksin, suppositoria, insulin, obat sitotoksik dan obat-obatan

lain yang bersifat termolabil. Suhu dalam lemari pendingin selalu

dijaga 2-8oC kecuali dalam freezer. Pengukuran suhu ruangan

dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

c. Ruang Narkotika dan Psikotropika

Narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus

dengan sistem dua pintu dan dua kunci, masing-masing kunci/pintu

dipegang oleh dua orang yang berbeda. Terdapat kartu stok dan buku

narkotika dan psikotropika untuk mencatat pengeluaran obat-obat ke

depo, selain itu juga sudah menggunakan sistem komputerisasi.

Pelaporan penggunaan sediaan narkotika dan psikotropika dilakukan

sekali dalam sebulan.

3. Ruang Penyimpanan Alat Kesehatan

Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan alat kesehatan dan

bahan dasar seperti kapas, tisu dan lain-lain. Penyimpanan didasarkan

atas fungsi alat kesehatan dan dikelompokkan sesuai kategori barang,

Penempatannya berdasarkan ukuran dari yang kecil hingga besar

kemudian diurutkan secara alfabetis.

4. Ruang Produksi

Kegiatan yang dilakukan dalam ruang produksi meliputi

pengemasan ulang dan pengenceran. Pengemasan ulang dilakukan

pada sediaan yang berada dalam wadah yang besar menjadi beberapa

bagian dalam wadah-wadah yang kecil untuk selanjutnya akan

didistribusikan ke depo-depo, ruangan dan poliklinik. Sedangkan

Page 20: BAB III

55

pengenceran dilakukan terhadap cairan/bahan yang bersifat pekat

menjadi konsentrasi tertentu. Bahan -bahan yang digunakan di ruang

produksi di ambil dari ruang bahan baku.

5. Ruang Penyimpanan Bahan Baku, Reagen dan Bahan Berbahaya

Ruangan ini digunakan untuk menyimpan bahan baku reagen dan

bahan berbahaya. Ruang bahan baku dan berbahaya ini hanya melayani

permintaan dari ruang produksi saja.

Setiap obat dan alat kesehatan yang ada di gudang dikendalikan

dengan penggunaan kartu stok dan sistem komputerisasi sehingga setiap

pemasukan dan pengeluaran obat selalu tercatat dan apabila ada

kekeliruan dapat mudah dilacak. Sistem pelayanan di gudang farmasi

dilakukan dengan membuat jadwal defekta untuk masing-masing depo

sesuai dengan kapasitas masing-masing depo (1 kali atau 2 kali

seminggu). Depo melakukan defekta melalui komputer, kemudian

disediakan kebutuhan barang, diperiksa ulang lalu data dimasukan.

Barang yang siap dikirim ke depo diletakkan di kontainer. Sistem

pemusnahan yang dilakukan yaitu obat-obat yang rusak dan kadaluarsa

dari depo ditarik oleh bagian monitoring evaluasi ke gudang farmasi,

kemudian dikumpulkan dan didata ulang yang selanjutnya diserahkan ke

Kesling untuk pemusnahan.

3.1.6 Key Performance Indicator (KPI)

Pelayanan farmasi di rumah sakit baik produk maupun klinis

memerlukan suatu evaluasi hasil dengan indikator-indikator tertentu

melalui Key Performance Indicator (KPI). Key Performance Indicator

(KPI) merupakan indikator atau ukuran yang bersifat countable, valid,

spesifik, sesuai kenyataan, relevan dan dipakai untuk mengukur tingkat

pencapaian kinerja terhadap sasaran strategi yang telah ditentukan.

KPI digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan,

mengkomuni-kasikan hasil, memotivasi petugas dalam pencapaian hasil,

membangun dasar untuk monitoring dan evaluasi, menciptakan

Page 21: BAB III

56

kesepakatan agar perbedaan interpretasi dapat dihindari. Metode yang

dapat digunakan dalam pelaksanaan KPI adalah audit, observasi, review,

dan survei.

Pelaksanaan Key Performance Indicator (KPI)

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi RSUP Dr Hasan Sadikin

yaitu menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan dan

melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna dan prima, maka perlu

dilakukan evaluasi kinerja pelayanan supaya senantiasa menjaga mutu

pelayanan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan sebagai tolak

ukur untuk mengetahui adanya penyimpangan dari standar yang telah

ditentukan.

1. Waktu Pelaksanaan

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 4 – 6 Maret 2014 di

Depo Farmasi JKN Rawat Jalan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

2. Metode Pelaksanaan

Waktu tunggu pelayananan diukur melalui selisih waktu yang

diperlukan pasien untuk menunggu mulai dari penerimaan resep oleh

petugas depo hingga penyerahan obat. Waktu penerimaan resep yang

dicatat adalah waktu yang tercetak pada nomor antrian pasien,

sedangkan waktu penyerahan obat yang dicatat adalah pada saat

pertama kali petugas memanggil nama pasien untuk menyerahkan

obat. Selisih waktu yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah R/

yang terdapat pada lembar resep yang diamati. Standar yang

digunakan dalam waktu pelayanan obat jadi tiap R/ adalah ≤30 menit

dan standar pelayanan racikan tiap R/ adalah ≤60 menit. Kepuasan

pelanggan terhadap pelayanan depo farmasi diukur dengan

menggunakan metode kuisioner

3. Kesimpulan dan Saran:

a. Waktu Tunggu Pelayanan Obat

Waktu tunggu pelayanan obat baik jadi atau obat racikan telah

memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan oleh RSHS

Page 22: BAB III

57

Bandung (≥80 %) dan standar Kementerian Kesehatan. Untuk itu,

kecepatan pelayanan obat pasien harus dipertahankan dan

ditingkatkan.

b. Kepuasan Pelanggan

Syarat kepuasan pelanggan di depo farmasi haruslah memenuhi

persyaratan (≥80%). Untuk mencapai pelayanan yang baik dan

sesuai standar, persediaan obat-obatan di depo dapat ditingkatkan

terutama obat-obat yang fast moving dan banyak dibutuhkan oleh

pelanggan, untuk waktu pelayanan, pelayanan yang diberikan di

depo farmasi sudah baik.

3.1.7 Sistem Distribusi Obat Unit Dose Dispensing (UDD)

a. Definisi

Sistem distribusi obat dosis unit adalah suatu sistem penyiapan dan

pengendalian obat di rumah sakit, obat disiapkan untuk penggunaan

tidak lebih dari 24 jam, dalam kemasan unit tunggal, siap untuk

dikonsumsi, dan dihantarkan ke atau tersedia di ruang penderita pada

setiap waktu.

b. Metode

Metode sistem distribusi dosis unit meliputi sentralisasi (satu IFRS

untuk seluruh ruang rawat); desentralisasi (satu cabang IFRS pada tiap

ruang rawat); kombinasi sentralisasi dan desentralisi (desentralisasi:

untuk dosis awal dan dosis darurat, sentralisasi: dosis lanjutan

pengemasan dan pencampuran intravena/TPN, penanganan obat

sitotoksik).

c. Tahap Pelaksanaan Sistem Distribusi Obat Dosis Unit

Ada empat tahapan dalam pelaksanaan sistem distribusi obat dosis

unit Tahapan pertama pada sistem distribusi obat dosis unit dilakukan

penyiapan pasien baru oleh petugas dengan pengisian data pasien

yang di-entry ke komputer. Selanjutnya tenaga teknis kefarmasian

menerima order dari instruksi dokter yang ada di rekam medik.

Page 23: BAB III

58

Apoteker mengkaji order tersebut dari segi kesesuaian farmasetika dan

pertimbangan klinis, yang selanjutnya dilakukan penjadwalan

penggunaan obat. Obat disiapkan/ diracik untuk satu kali penggunaan,

diberi etiket dan dikemas. Order dicatat dalam bentuk kartu obat

pasien. Apoteker melakukan pemeriksaan kembali mengenai jadwal

obat, KOP, dan etiket. Obat tersebut diserahkan kepada perawat

disertai informasi mengenai cara penggunaan obat. Perawat

melakukan pecatatan pemberian obat pada formulir khusus. Apoteker

selanjutnya memantaun pemebrian obat tersebut apakah sudah sesuai

atau terjadi kesalahan.

d. Keuntungan Sistem Distribusi Obat Dosis Unit

Keuntungan dari sistem distribusi obat dosis unit antara lain:

1. Pelayanan 24 jam, penderita membayar hanya obat yang

dikonsumsi.

2. Semua dosis disiapkan IFRS, waktu perawat efektif untuk

perawatan penderita.

3. Pemeriksaan ganda oleh apoteker dan perawat sehingga

mengurangi kesalahan obat.

4. Peniadaan duplikasi order.

5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar penderita.

6. Penyediaan sediaan intravena dan pencampuran oleh IFRS.

7. Efisiensi personel.

8. Menghemat ruang penyimpanan obat di ruang perawat.

9. Meniadakan pencurian dan pemborosan.

10.Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS dalam proses

penggunaan obat.

11.Mengurangi kesalahan obat karena dikemas per unit dosis.

12.Sistem komunikasi dan pengorderan lebih baik.

13.Visite apoteker ke unit perawatan dapat dilaksanakan.

14.Pengurangan biaya total perawatan.

15.Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan terapi obat.

Page 24: BAB III

59

16.Dapat dilakukan komputerisasi dan otomatisasi.

e. Pembahasan Kasus UDD

Tugas analisis resep unit dose bertujuan untuk mengetahui cara

menyiapkan obat sekali pakai serta menetapkan waktu penggunaan

obat dengan membuat jadwal obat pasien untuk pasien rawat inap.

1. Kasus

Gambar 3.2 KOP Kasus UDD

2. Persyaratan Administratif

Tabel 3.1 Persyaratan Administratif

Kelengkapan Keterangan (√ / x) Kelengkapan Keterangan (√ / x)Nama dokter X Jenis kelamin √SIP dokter X Berat badan XAlamat dokter X Nama obat √Tgl resep X Potensi obat √Paraf dokter X Jumlah diminta XNama pasien √ Cara

pemakaian√

Page 25: BAB III

60

Alamat pasien X Informasi lain XUmur pasien X

3. Kesesuaian Farmasetik

Tabel 3.2 Kesesuaian Farmasetik Kasus UDD

Nama Obat Bentuk sediaan StabilitasInkom

pabilitasCara dan lama

PemberianClopidogrel 75 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabIsosorbid Dinitrat 5 Tablet sublingual Stabil - PrnBisoprolol 2,5 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabSimvastatin 10 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabDiazepam 5 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tabLaxadin Emulsi Stabil - p.o 1 x sehari 15 mlArixtra Injeksi Stabil - p.o 1 x sehari 1 ampulThrombo Aspilets Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tab Ramipril 2,5 Tablet Stabil - p.o 1 x sehari 1 tab

a. Pertimbangan Klinis

Pertimbangan klinis dapat dilihat pada Tabel 3.16, Lampiran 5.

b. Interaksi Obat Yang Perlu Diperhatikan

1. Arixtra dengan Clopidogrel

Saling meningkatkan efek masing-masing obat secara

sinergis (farmakodinamik), beresiko terjadi pendarahan.

2. Thrombo Aspilets dengan Clopidogrel

Saling meningkatkan efek toksik masing-masing

(farmakodinamik), beresiko terjadi pendarahan pada ulkus.

3. Thrombo Aspilets dengan Ramipril

Thrombo Aspilets meningkatkan efek ramipril secara

antagonis (farmakodinamik).

c. Pembahasan

Permintaan obat oleh dokter tercatat dalam kartu obat

pasien (KOP). Hal yang harus dianalisis terlebih dahulu sebelum

membuat jadwal obat adalah mengkaji kesesuaian farmasetik,

pertimbangan klinis, serta memberikan solusi jika terdapat

DRPs (Drug Related Problems). Kasus yang diperoleh adalah

Page 26: BAB III

61

pasien yang menerima sembilan macam obat dengan diagnosis

Coronary Artery Disease (CAD) dan hipertensi. Dari analisis

interaksi obat, ditemukan interaksi yang sinergis dan antagonis

secara farmakodinamik.

Menurut literatur, penanganan yang perlu dilakukan

terhadap interaksi yang bersifat sinergis adalah dengan

memonitor efek klinis yang terjadi, karena bisa juga

meningkatkan resiko efek samping obat. Pada interaksi Arixtra

dengan Clopidogrel perlu dimonitor kondisi pasien karena efek

yang terjadi dapat berupa gangguan neurologis (nyeri pada garis

tengah punggung), mati rasa atau kelemahan pada tungkai

bawah, disfungsi usus dan kandung kemih. Interaksi Thrombo

Aspilets dengan Clopidogrel dapat menyebabkan pendarahan

dan ulkus pada gastrointestinal, ditandai dengan nyeri atau

pendarahan pada saat buang air besar. Sedangkan untuk

interaksi yang bersifat antagonis pada Thrombo Aspilets dengan

Ramipril, perlu dilakukan monitoring terhadap tekanan darah.

Pemberian obat-obat yang berinteraksi tersebut diatur

intervalnya untuk meminimalkan efek yang dapat terjadi.

Waktu pemberian obat juga perlu memperhatikan kondisi

fisiologis tubuh pasien, seperti pada penggunaan obat-obat

antihipertensi digunakan pada pagi hari, karena tekanan darah

seseorang sedang pada puncaknya, sehingga dapat

memaksimalkan efek yang diinginkan. Sedangkan obat untuk

penurun kadar kolesterol, simvastatin, diberikan pada saat

sebelum tidur karena pembentukan kolesterol paling banyak

terjadi pada malam hari.

d. Penyiapan Obat

1. Catatan penyiapan obat (BMHP) berisi nama obat dan jumlah

penyiapan obat yang dibuat bertujuan untuk mengetahui obat

apa saja yang disiapkan untuk pasien rawat inap dalam

Page 27: BAB III

62

penggunaanya untuk 1 hari. Catatan penyiapan obat dapat

dilihat pada Tabel 3.17, Lampiran 6.

2. Kartu pengobatan pasien nama obat yang dikonsumsi pasien

beserta rute dan jadwal pemberian obat. Kartu Obat Pasien

dapat dilihat pada Gambar 3.12, Lampiran 7.

3. Jadwal obat pasien merupakan formulir yang berisi waktu

(jam) pasien minum obat. Dengan jadwal obat pasien ini

dapat diketahui apakah pasien telah meminum obat yang

telah disiapkan. Jadwal obat pasien dapat dilihat pada

Gambar 3.13, Lampiran 8. Tahapan penyiapan obat adalah

sebagai berikut.

a. Menyiapkan obat dan wadah unit dose.

b. Etiketnya terlebih dahulu diberikan nomor resep dan

tanggal resep.

c. Menuliskan nama pasien pada etiket.

d. Diserahkan pada petugas lain untuk diperiksa.

4. Obat diserahkan kepada perawat disertai dengan informasi

tentang obat meliputi dosis, frekuensi pemakaian sehari,

waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan efek samping

obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat.

3.1.8 Sistem Distribusi Obat Individual Prescription

Sistem distribusi obat individual prescription adalah sistem

persiapan, pengendalian, dan penyerahan obat kepada pasien, sesuai

dengan jenis dan jumlah obat yang diorder oleh dokter yang dituliskan

dalam lembar resep. Resep merupakan permintaan tertulis dari seorang

dokter yang memiliki izin berdasarkan perundang-undangan yang

berlaku kepada apoteker untuk menyiapkan, membuat atau meracik serta

menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Analisis atau

pengkajian resep merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi dalam

peningkatan mutu pasien.

Page 28: BAB III

63

Pengkajian resep meliputi pengkajian administratif, farmasetis dan

klinis. Persyaratan administrasi meliputi identitas pasien (nama, umur,

jenis kelamin dan berat badan pasien), identitas dokter (nama, nomor ijin,

alamat dan paraf dokter), dan keterangan resep, seperti tanggal resep dan

ruangan/unit asal resep. Pengkajian farmasetis meliputi bentuk dan

kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan,

aturan dan cara penggunaan, sedangkan pengkajian klinis meliputi

ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat, duplikasi

pengobatan, alergi, interaksi dan efek samping obat, kontraindikasi dan

efek aditif.

Pengkajian resep secara administratif sangat penting dilakukan

untuk melihat kebenaran resep yang dilayani sehingga dapat mengurangi

penyalahgunaan obat. Selain pengkajian secara administratif, pengkajian

farmasetis dan klinis juga penting dilakukan. Pengkajian farmasetik yang

dilakukan bertujuan untuk melihat kestabilan farmasetis dari suatu obat,

terutama untuk obat-obatan dalam bentuk campuran, seperti injeksi atau

puyer, sedangkan pengkajian klinis bertujuan untuk melihat ada tidaknya

permasalahan obat mengenai terapi yang diberikan dan meminimalkan

efek samping atau efek yang tidak diinginkan dari suatu obat.

Pembahasan Kasus IP

Tugas analisis resep individual prescription dilakukan pada resep

dengan polifarmasi (minimal 3 obat) dan resep racikan. Pengambilan

data dilakukan di Depo Farmasi JKN rawat jalan RS. Hasan Sadikin

Bandung.

Page 29: BAB III

64

Resep Obat Jadi (polifarmasi)

Berikut resep obat jadi yang akan dianalisis.

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Jl. Pasteur

Nama Dokter : dr. x Poli Kardiovaskular RSHS

No. SIP : xxxxx Tgl xxxx

TTD : xxxxx

R/ ISDN tab 5 mg (7)sprn

R/ Bisoprolol film tab 5mg (11)S 1 dd 1 ½

R/ Furosemid 40 mg (4)S 1 dd ½

R/ Aptor tab 500 mg (7)S 1 dd 1

Nama Pasien: x BB: -

No. Rek med: - Riwayat alergi obat: -

Tanggal lahir: - Hamil/Menyusui: -

Gambar 3.4 Resep Pasien X yang menderita CAD

a. Kesesuaian Administrasi dan Farmasetik

Kelengkapan administrasi pada resep tersbut meliputi

tersedianya nama dokter, alamat dokter, tanggal resep, tanda tangan

dokter, nama pasien, usia pasien, potensi obat, jumlah obat, dan

cara pemakaian, sedangkan kelengkapan lainnya meliputi SIP

dokter, alamat dokter, alamat pasien, maupun berat badan pasien

tidak tersedia. Kesesuaian farmasetik meliputi Isosorbid dinitrat

merupakan sediaan tablet sublingual sedangkan obat lainnya

merupakan sediaan tablet oral.

b. Kesesuaian Klinis

Dosis pemberian Isosorbidinitrat (5 mg) telah sesuai dengan

dosis literatur (2,5-5 mg). Efek sampingnya adalah hipetensi,

unstable angina, hipotensi, takiaritmia, mual, pusing (Lacy et al.,

2008). Dosis pemberian bisoprolol (7.5 mg) telah sesuai dengan

dosis literatur (2,5-50 mg/hari). Efek sampingnya adalah pusing,

Page 30: BAB III

65

disomnia, bradiaritmia, diare, rhinitis, mual, muntah (Lacy et al.,

2008). Dosis pemberian (20 mg) telah sesuai dengan dosis literatur

(20-80 mg) terbagi 2x12 jam. Efek sampingnya adalah

hiperurisemia, hipokalemia (Lacy et al., 2008). Aptor merupakan

nama obat dagang dengan kandungan obatnya yaitu aspirin dengan

efek samping seperti gangguan gatro intestinal, pusing,

hipersensitivitas. Dosis pemberian dan literatur sesuai (1

tablet/hari) (Lacy et al., 2008).

c. Tahapan Pengambilan obat dan Etiket

Tahapan pengambilan obat secara umum sama. Etiket yang

diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut.

Gambar 3.5 Etiket Obat Pasien X penderita CAD

d. KIE Pasien

Pasien diberikan informasi dapat terjadi poliuria setelah

meminum furosemide, minum furosemid dengan makanan atau

susu untuk mengindari gangguan pencernaan. Pasien juga diberikan

informasi untuk makan makanan tinggi kalium (kentang, pisang,

alpukat, kurma, jeruk, dan semangka). Selain itu juga, pasien

dianjurkan untuk mengecek tekanan darah secara berkala,

Nama: X No: x

Seperlunya

Disisipkan di bawah lidah

ISDN tablet 5 mg (7)

Nama: X No: x

Sehari sekali ½ tablet

Furosemid tablet 40 mg (11)

Nama: X No: x

Sehari sekali ½ tablet

Bisoprolol tablet 5 mg (4)

Nama: X No: x

Sehari sekali 1 tablet

Setelah makan

Aptor 81 mg (7)

Page 31: BAB III

66

mengurangi konsumsi garam. Apabila pasien merasakan lelah

selama minggu-minggu awal terapi sebaiknya diinformasikan dan

diskusikan dengan dokter. Pasien juga dianjurkan untuk

menghindari paparan terhadap cahaya denga mengunakan

sunscreen atau pakaian tertutup untuk menghindari reaksi

fotosensitivitas. Selain itu juga, pasien dianjurkan untuk

mengkonsumsi Aptor saat atau setelah makan dengan segelas air

putih akibat efek samping mulut kering dan gangguan pencernaan.

Resep Obat Racikan

Berikut resep obat jadi yang akan dianalisis.

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Jl. Pasteur

Nama Dokter : dr. x Poli Anak RSHS

No. SIP : xxxxx Tgl xxxx

TTD : xxxxx

R/ INH 100 mg

m.f. la. Pulv dtd no. XIV

S 1 dd 1 pulv

R/ Rifampisin 150 mg

m.f. la. Pulv dtd no. XIV

S 1 dd 1 pulv

R/ Etambutol 200 mg

m.f. la. Pulv dtd no. XIV

S 1 dd 1 pulv

Nama Pasien: x BB: -

No. Rek med: - Riwayat alergi obat: -

Tanggal lahir: - Hamil/menyusui: -

Gambar 3.6 Resep Pasien X yang menderita tuberculosis

Page 32: BAB III

67

a. Kesesuaian Administrasi dan Farmasetik

Kelengkapan administrasi yang diperiksa meliputi nama, SIP,

alamat serta paraf dokter; tanggal penulisan resep; nama, alamat,

umur, jenis kelamin, serta berat badan pasien; nama, potensi, dosis

dan jumlah obat yang diminta, aturan pemakaian, dan bentuk

sediaan. Hampir keseluruhan parameter terpenuhi kecuali

ketidaktersediaan SIP, alamat pasien, jenis kelamin, dan nomor

telepon pasien. Obat-obatan di dalam resep harus dilengkapi

dengan keterangan bentuk sediaan, potensi, dosis, stabilitas,

inkompatibilitas, dan cara penggunaannya.

b. Kesesuaian Klinis

Dosis, frekuensi, jumlah, dan indikasi untuk isoniazid sudah

sesuai dengan literatur yakni 100 mg sehari sekali untuk pasien

14 kg. Adapun kontraindikasinya adalah kerusakan hati dengan

efek samping yaitu mual, muntah, penglihatan kabur, halusinasi

visual, respiratory distress, depresi SSP, koma, kejang berat.

Interaksi dengan rifampisin dapat meningkatkan laju hepatotoksik.

Dosis etambutol yang diberikan (200 mg) underdose yakni

lebih kecil daripada dosis minum literatur yang disyaratkan

(210 mg/kg BB). Adapun kontraindikasi obat ini adalah neuritis

optik dan hipersensitivitas. Efek samping nya adalah pusing , hilang

nafsu makan, dan menurunnya penglihatan atau kebutaan warna.

Dosis rifampisin yang diberikan (150 mg) telah sesuai

dengan kisaran dosis literatur untuk pasien 14 kg yaitu 140-

280 mg. Kontraindikasi adalah hipersensitivitas terhadap

rifampisin, disfungsi hati. Efek sampingnya adalah gangguan

gastrointestinal, reaksi kulit, trombositopenia, hepatitis.

Page 33: BAB III

68

c. Penyiapan Obat

Tabel 3.6 Perhitungan Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol

Tahapan peracikan pulveres isoniazid diawali dari penyiapan

mortir dan stemper yang bersih, kemudian lima tablet 300 mg

disiapkan dan empat tablet di gerus sebagai massa 1. Kemudian

satu tablet sisa digerus dan dibagi tiga bagian. Lalu dua bagian

diambil dan dicampurkan dengan massa 1 (massa 2). Sacharum

laktis ditambahkan sesuai perhitungan dan digerus homogen.

Setelah digerus, massa tersebut dibagi menjadi dua bagian sama

besar dan masing-masing bagian dibagi lagi menjadi tujuh bagian.

Lalu pulveres dikemas dan diberi etiket.

Nama Obat

Yang Diminta Dokter Total Hitungan

(dosis x jml)

Jumlah Yang Disiapkan

(total/kadar sediaan)Dosis Jumlah

Isoniazid 100 mg 14 pulv100 mg x 14 pulv = 1400 mg

4 2/3 tablet @ 300 mgatau14 tablet @100 mg

Rifampisin 150 mg 14 pulv150 mg x 14 pulv =2100 mg

3 ½ tablet @600 mg7 kapsul @ 300 mg4 2/3 kapsul @ 450 mg

Etambutol 200 mg 14 pulv200 mg x 14 pulv= 2800 mg

5 3/5 tablet @ 500 mg7 tablet @ 400 mg11 1/5 @ 250 mg

Page 34: BAB III

69

Tahapan peracikan pulveres rifampisin adalah pertama-tama

mortar bersih diambil, kemudian tujuh tablet 300 mg dan gerus

halus hingga homogen. Sacharum laktis ditambahkan sesuai

perhitungan dan digerus kembali hingga homogen. Setelah digerus,

massa tersebut dibagi menjadi dua bagian sama besar dan masing-

masing bagian dibagi lagi menjadi tujuh bagian. Lalu pulveres

dikemas dan diberi etiket.

Tahapan peracikan pulveres isoniazid adalah pertama-tama

mortar bersih diambil, kemudian tujuh tablet 400 mg disiapkan dan

gerus halus hingga homogen. Sacharum laktis ditambahkan sesuai

perhitungan dan digerus kembali hingga homogen. Setelah digerus,

massa tersebut dibagi menjadi dua bagian sama besar dan masing-

masing bagian dibagi lagi menjadi tujuh bagian. Lalu pulveres

dikemas dan diberi etiket.

d. Tahapan Pengambilan Obat dan Etiket

Tahapan pengambilan obat di awali dengan penerimaan

resep, lalu dilakukan entry data diikuti dengan skrining resep.

Apabila ada obat yang tidak terbaca, penggantian obat akibat stok

kosong, atau dosis obat yang terlalu rendah atau tinggi dapat segera

mengkonfirmasi ke dokter sebelum pemberian obat ke pasien.

Kemudian setelah proses skrining resep selesai, obat disiapkan,

dikemas, dan diberikan etiket. Lalu dilakukan pemeriksaan akhir

yaitu pengecekan obat dan etiket dengan resep asli yang diberikan

dan diakhiri dengan pemberian obat kepada pasien diikuti dengan

pemberian informasi penggunaan obat. Etiket yang diberikan

kepada pasien adalah sebagai berikut.Nama: X No: x

Sehari tiga kali satu bungkus

Isoniazid 100 mg (14 bungkus)

Nama: X No: x

Sehari tiga kali satu bungkus

Rifampisin 150 mg (14 bungkus)

100 mg (14 bungkus)

Nama: X No: x

Sehari tiga kali satu bungkus

Etambutol 200 mg (14 bungkus)

Page 35: BAB III

70

Gambar 3.7 Etiket Obat Pasien X penderita tuberculosis

e. KIE Pasien

Pasien diberikan informasi mengenai penggunaan obat

rifampisin dan isoniazid yaitu satu jam sebelum atau dua jam

sesudah makan. Selain itu, pasien diberikan informasi akan efek

dari penggunaan rifampisin yaitu urin atau cairan tubuh lain dapat

berubah oranye (Rifampisin) dan tidak melakukan aktivitas yg

membutuhkan kesadaran mental karena menyebabkan drowsiness

Penggunaan etambutol juga dapat dikonsumsi bersama makanan

dan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.

3.1.9 Farmakoterapi Kanker dan Safe Handling Cytotoxic

a. Farmakoterapi Kanker

Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

yang abnormal yang melampaui batas normal dan dapat menyebar ke bagian

tubuh lain. Terapi yang digunakan untuk mengobati kanker yaitu terapi

lokal dan sistemik. Terapi lokal biasanya berupa operasi dan radiasi,

sedangkan terapi sistemik meliputi terapi hormonal, kemoterapi

antineoplastik, dan imunoterapi. Prinsip pengobatan kanker adalah

menghilangkan sel kanker dengan pengobatan tunggal atau kombinasi.

Pengobatan tunggal biasanya berupa bedah, radiasi, kemoterapi, terapi

hormonal, dll., sedangkan pengobatan kombinasi terdiri dari dua jenis

Page 36: BAB III

71

pengobatan seperti bedah dengan radiasi, kemoterapi dengan radiasi, atau

bedah dengan kemoterapi.

Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan yang dapat membunuh sel-

sel kanker, obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi disebut

sitostatika. Obat sitostatika bekerja dengan menghambat aktivitas sel yang

sedang tumbuh, siklus sel dan umumnya diberikan secara sistemik.

Kumpulan obat-obat sitostatika disebut sebagai regimen kemoterapi yang

dapat diberikan dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Dosis obat

kemoterapi ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh, berat badan, dan

AUC (Area Under Curve). Kemoterapi dapat dikombinasikan dengan

pengobatan lain, diantaranya terdiri dari kemoterapi adjuvant yaitu

kemoterapi yang dilakukan sesudah operasi, kemoterapi neo-adjuvant yaitu

kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi, dan kemoterapi paliatif yaitu

kemoterapi yang diberikan untuk mengurangi besar tumor yang dapat

menyebabkan nyeri atau sulit bernafas.

Dalam penggunaan obat kemoterapi, efek samping mungkin saja dapat

terjadi mulai dari efek yang ringan hingga efek yang berat tergantung dosis

dan regimen obat yang digunakan. Obat-obat kemoterapi yang digunakan

secara sistemik bertujuan untuk membunuh sel kanker, akan tetapi

memberikan dampak juga kepada sel-sel normal sehingga sel-sel normal di

sekitar sel kanker sebagian kecil mati.

Onset kemoterapi bervariasi antara lain immediate, ealy, late, delayed.

Efek samping immediate merupakan efek samping yang terjadi dalam waktu

beberapa hari setelah kemoterapi seperti mual, muntah, demam dan

menggigil, hiperurisemia, hipotensi, hipertensi, dan nekrosis jaringan lokal.

Efek samping ealy merupakan efek samping yang terjadi dalam waktu

beberapa hari hingga beberapa minggu setelah kemoterapi seperti

leukopenia, trombositopenia, diare, dan hiperglikemia. Efek samping

delayed adalah efek samping yang terjadi dalam waktu beberapa minggu

hingga beberapa bulan setelah kemoterapi seperti anemia, ikterus kolestatik,

hiperpigmentasi, dan nekrosis kardiak. Efek samping late adalah efek

Page 37: BAB III

72

samping yang terjadi dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun

setelah kemoterapi seperti leukimia akut, limpoma, tumor, dan penuaan dini.

Dalam kemoterapi, terapi pendukung yang diberikan dapat berupa

dukungan nutrisi, manajemen efek samping seperti nyeri, infeksi, mual,

muntah, diare, dan konstipasi.

b. Cytotoxic Handling

Obat sitostatika merupakan sediaan obat parenteral yang mempunyai

efek karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik terhadap petugas apabila

terpapar obat tersebut pada waktu penyiapan obat, pemberian obat kepada

pasien, penanganan buangan pasien, tumpahan, transportasi dan penanganan

limbah. Efek samping yang ditimbulkan apabila terpapar obat sitostatika

adalah pertumbuhan sel yang abnormal dan mutagenik, keguguran, rambut

rontok, nyeri abdominal, kerusakan hati, dan dermatitis.

Fasilitas yang digunakan antara lain clean room, Laminar Air Flow

(LAF), dan alat pelindung diri (APD). Fasilitas ini digunakan dengan tujuan

untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme dan partikel. Alat

pelindung diri (APD) digunakan untuk melindungi petugas dari paparan

obat sitostatika. APD yang digunakan terdiri dari: baju pelindung diri,

sarung tangan, kaca mata, masker, sepatu/pembungkus kaki, dan topi

disposable. Selain itu, digunakan Spill Kit untuk menangani

paparan/tumpahan obat sitostatika. Spill Kit kemoterapi berupa kotak yang

berisi APD lengkap, air sabun, larutan klorin 5 %, air, kasa/tisu, plastik

sampah khusus obat sitostatika, format laporan kecelakaan, dan protap

penanganan tumpahan obat sitostatika.

c. Pembahasan Kasus Kemoterapi

Kasus diperoleh dari Depo Farmasi Kemoterapi Eyckman dan analisis

yang dilakukan adalah skrining resep dan penyiapan obat.

1. Informasi Pasien

Page 38: BAB III

73

Gambar 3.8 Lembar Kendali Regimen Kemoterapi Pasien

2. Protokol Terapi

Gambar 3.9 Lembar Protokol Pengobatan Retinoblastoma

3. Kesesuaian Farmasetik

Tabel 3.7 Kesesuaian Farmasetik Kasus KemoterapiNama obat Vinkristin Etoposide CarboplatinBentuk sediaan Injeksi Injeksi InjeksiDosis nyata 0,05 mg/kgBB IV

(0, 525 mg)Etoposide 5 mg/kgBB IV (52,5 mg)

Carboplatin 18,6 mg/kgBB (195,3 mg)

Dosis literature 0,05 mg/kgBB IV Etoposide 5 mg/kgBB IV

Carboplatin 18,6 mg/kgBB

Page 39: BAB III

74

Potensi obat 1 mg/ mL 2 mg/2 mL

20 mg / 5 mL Serbuk Injeksi: 50 mg, 150 mg, 450 mgLarutan Injeksi: 5 ml, 15 ml, 45 ml

Stabilitas :Sediaan utuh

Setelah dilarutkan

Vial utuh disimpan di dalam lemari es. Dapat stabil hingga 30 hari pada suhu ruangan.

Stabil selama 7 hari di lemari es atau 2 hari di suhu ruangan.

disimpan pada suhu 2-8°C

dapat disimpan dalam gelas atau wadah plastik pada suhu 2-8 ° C selama 7 hari, pada suhu kamar 20-25 ° C selama 24 jam.

Simpan di tempat yang terlindung dari cahaya pada suhu ruang.

larutan stabil selama 8 jam di suhu ruangan (pelarut normal saline), larutan stabil di lemari es atau suhu ruangan selama 9 hari (pelarut desktosa)

Inkompatibilitas Cefepime, furosemid, idarubisin, sodium bikarbonat

Cefepime, filgrastim, idarubicin.

Amphotericin B, kompleks sulfa kolesteril, mesna fluorouracil.

Cara pemakaian Intravena Intravena IntravenaLama pemberian

6 siklus/ 4 minggu 6 siklus/ 4 minggu 6 siklus/ 4 minggu

4. Pertimbangan Klinis

Tabel 3.8 Pertimbangan Klinis Kasus KemoterapiKriteria

pemeriksaanVinkristin Etoposide Carboplatin

Alergi - - -Efek samping

Alopesia, neuropati perifer, hipertensi, hipotensi, mual, muntah, konstipasi, disuria, leukopenia, poliuria. Dosis tinggi/ terapi jangka panjang: ataksia, kram otot, kesulitan berjalan.

Leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati, meningkatkan BUN, mual, diare, muntah, ruam, kelainan EKG, anoreksia, kebotakan, sakit kepala, hipotensi

Hipotensi, nyeri, urtikaria, botak, hipokalemia, mual, muntah, anoreksia, kolitis hemoragik, konstipasi, leukopenia, trombosipenia, anemia, kelainan

Page 40: BAB III

75

fungsi hati dan ginjal, anafilaksis

Adanya interaksi

Derivat azole, digoksin, Echinacea, natalizumab, nifedipine, warfarin

Barbiturat, siklosporin, echinacea, natalizumab, phenitoin, warfarin.

Aminoglikosida, Echinacea, natalizumab, vaksin

Kesesuaian :• dosis• duras

i• juml

ah

SesuaiSesuaiSesuai

SesuaiSesuaiSesuai

SesuaiSesuaiSesuai

5. Permintaan Cairan Infus dan Alat Kesehatan Habis Pakai

Permintaan Cairan Infus dan Obat Insidentil

No Nama Infus dan obat

tambahannya (Nama,

konsentrasi/dosis, volume)

Jumlah Permintaan per hari

12/3

1 NaCl 0,9% (1000 cc/ hari) II

2 1:4 (1000 cc/ hari) II

Permintaan Alat Kesehatan Habis Pakai

No Nama Alat Kesehatan dan

spesifikasi (ukuran)

Jumlah Permintaan per hari

12/3

1 Abocath no.24 I

2 Transfusi set I

3 Spuit 3 cc II

4 Spuit 5 cc II

Gambar 3.10 Permintaan Cairan Infus dan Obat Insidentil

Pasien diberikan cairan infus NaCl 0,9% untuk pencucian

(washing out) setelah penggunaan obat pertama dan sebelum penggunaan

Page 41: BAB III

76

obat kedua. Selain itu, pasien juga diberikan terapi pendukung yaitu

terapi nutrisi.

6. Penyiapan Obat

1. Safe Handling Cytotoxic

a. Cuci tangan dan keringkan.

b. Pakai perlengkapan pelindung.

c. Persiapkan clean room:

1) Hidupkan blower atau exhaust system.

2) Desinfeksi 5 menit dengan alkohol 70 %.

3) Pengaturan tekanan (Work zone: -013Pa, Chamber: -25 Pa)

4) Meja kerja alas dengan alas kemoterapi.

5) Kantong buangan berwarna ungu disediakan untuk limbah.

d. Jenis alat lain disesuaikan dengan sediaan yg akan dibuat.

e. Proses pencampuran berdasarkan protap sesuai jenis sediaan secara

aseptis.

f. Membersihkan tutup vial dengan alkohol 70%.

g. Menarik larutan dari vial dengan spuit, diusahakan posisi 45o.

h. Membersihkan botol infus dengan alkohol 70 % dan keringkan.

i. Menyuntikan sediaan obat ke dalam botol infus.

j. Menutup botol infus dengan sealing.

2. Pencampuran etoposide 52,5 mg

a. Siapkan pelarut yang akan digunakan untuk pencampuran

b. Dibutuhkan 2,6 ml Etoposide

c. Diambil 1 vial (100 mg/ 5 mL)

d. Dilarutkan dalam 300 mL NS (Normal Saline)

e. Segel botol dengan parafilm dan beri etiket.

3. Pengobatan yang dilakukan pada pasien adalah siklus ketiga, minggu

pertama, obat yang digunakan hanya etoposide sesuai protokol terapi.

Untuk obat-obat yang lain tidak dilakukan pencampuran untuk tanggal

Page 42: BAB III

77

12 Maret 2014. Oleh karena itu, proses pencampuran tidak

dicantumkan.

7. KIE dan Monitoring Obat

7.1 KIE

a. Pasien diberikan informasi tentang efek samping yang

kemungkinan akan terjadi seperti mual, muntah, angina,

mukositis, esofagofaringitis, diare, anoreksia, gangguan saluran

gastrointestinal, dan hilang nafsu makan.

b. Pasien perlu menuntaskan terapi untuk memperoleh hasil yang

maksimal.

c. Pasien dianjurkan untuk tidak mengonsumsi obat lain selain dari

dokter.

d. Hati-hati dalam penyiapan dan penggunaan vinkristin karena

bersifat vesikan (merusak jaringan).

7.2 Monitoring Obat

a. Jumlah sel darah putih dan trombosit pasien perlu dimonitoring

secara berkala karena efek samping dari vinkristin, etoposide, dan

carboplatin dapat menurunkan sel darah putih secara drastis, juga

dapat menyebabkan trombositopenia.

b. Pemeriksaan ginjal dan fungsi hati perlu dilakukan karena efek

samping dari carboplatin dapat menyebabkan gangguan pada hati

dan ginjal yang nantinya dapat mengganggu aktivitas ekskresi

dalam tubuh.

3.1.10 Materi Journal Reading

Jurnal merupakan terbitan atau buku yang berisi kumpulan dari

penelitian atau hasil risetdan diterbitkan secara berkala. Journal reading

merupakan salah satu kegiatan farmasi klinik rumah sakit yang bertujuan

untuk membuka wawasan dan perkembangan pengetahuan baik mengenai

kefarmasian maupun kesehatan. Farmasis sebagai long life learner mempunyai

Page 43: BAB III

78

kewajiban untuk selalu up to date dengan informasi terkait obat-obatan dan

kesehatan sehingga dapat menerapkan informasi-informasi yang diperoleh

dalam menunjang pengobatan pasien. Dengan membaca jurnal, seorang

farmasis dapat mengetahui suatu hasil penelitian yang telah dilakukan, dan

tentu saja telah dijamin kebenarannya karena telah diterbitkan melalui

penerbit. Jurnal dapat dijadikan sumber referensi untuk mendapatkan kajian-

kajian dari penelitian terdahulu yang bisa digunakan untuk membuat makalah,

tugas, laporan maupun membuat proposal penelitian.

Tugas journal reading kali ini adalah mengkaji dan mempresentasikan

jurnal dengan tema pengobatan pasien hemofilia yang diambil dari jurnal

nasional/internasional dengan tahun publikasi yaitu tahun 2010-2014. Jurnal

yang digunakan adalah penelitian internasional berjudul “A Randomized

Comparison of Two Prophylaxis Regimens and a Paired Comparison of On

demand and Prophylaxis Treatments in Hemophilia a Management” oleh L.A

Valentino, V. Mamonov, et al.

Salah satu fungsi penelusuran pustaka dengan membaca jurnal ilmiah

terbaru adalah keilmuan kita bertambah, sehingga pada akhirnya kita sebagai

farmasis klinik dapat memberikan suatu informasi, saran, pendapat, dan

masukan kepada dokter serta tenaga medis lainnya tentang penggunaan obat

bagi pasien hemofilia A dimana dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Hasil Journal Reading

Jurnal Penelitian Berjudul “A Randomized Comparison of Two

Prophylaxis Regimens and a Paired Comparison of On demand and

Prophylaxis Treatments in Hemophilia a Management”

Jurnal ini bertujuan untuk membandingkan dua regimen profilaksis

hemophilia A (primer), membandingkan terapi hemofilia A profilaksis dan

on-demand (sekunder), dan mengevaluasi imunogenitas dan keamanan

Antihemophilic Factor (recombinant) Plasma/Albumin Free Method

(rAHF-PFM).

Metode Penelitian

Page 44: BAB III

79

Terdapat kriteria inklusi maupun eksklusi untuk pasien yang akan

diikutsertakan dalam uji klinis ini. Desain studi yang digunakan dalam

uji klinis ini adalah sebagai berikut: sebelumnya pasien berusia 7-59

tahun yang ditangani dengan terapi on demand dengan level FVIII

≤ 2 % menerima terapi on demand (n=66) dan kemudian pasien

dirandomisasi dan dibagi dua kelompok menjadi standard-prophylaxis

maupun pharmacokinetic (PK)-tailored prophylaxis. Efikasi regimen

dievaluasi dengan menggunakan parameter annualized bleeding rates

(ABRs).

Hasil dan Pembahasan

Pengurangan ABRs sangat signifikan secara statistik (P < 0.0001)

pada saat subjek ditangani dengan prophylaxis treatment dibandingkan

dengan selama on-demand treatment. ABRs untuk seluruh tipe bleeding

(joint dan nonjoint) dan etiologi (spontaneous dan traumatic) menurun

secara signifikan pada (P < 0.0001) treatment any prophylaxis

dibandingkan selama on-demand.

Peneliti melakukan analisis post hoc untuk mendefinisikan subjek

adheren adalah yang menerima +/- 90% dari sejumlah infus yang

diresepkan. Hasilnya adalah 61 subjek dianggap adheren (30 pada

standard dan 31 pada PK-tailored prophylaxis), dan dua pada standard

prophylaxis dan tiga pada PK-tailored prophylaxis dianggap non

adheren. Bleeding episode ditangani dengan satu infus dan kebanyakan

terapi dinilai excellent oleh subjek atau memiliki respon hemostatif

yang baik.

Dua regimen profilaksis yang digunakan pada penelitian ini

menunjukkan kemiripan kefektifan dan keamanan (tidak ada perbedaan

yang bermakna antara ABRs dengan Nilai AE) untuk mencegah dan

mengobati perdarahan.

Page 45: BAB III

80

Regimen profilaksis dengan penyesuaian farmakokinetik yang

digunakan dengan rFVIII dengan jumlah yang sama dan frekuensi infus

yang lebih sedikit (sekali seminggu) merupakan terapi alternatif yang

layak terhadap standar profilaksis. Terapi dengan regimen profilaksis

baik secara signifikan (p < 0.0001) mengurangi ABRs untuk perdarahan

dari semua etiologi dan tipe dibandingkan dengan terapi on-demand.

Keefektifan dari pengobatan fase perdarahan (frekuensi infus yang

digunakan dan nilai keefektifan) sejalan dengan regimen yang

digunakan, yang tetap sama dengan hasil pengamatan sebelumnya

dengan raHF-PFM. Pemeriksaan AEs, parameter labolatorium, tanda

vital, dan immunogenetik menunjukkan bahwa raHF-PFM aman dan

berada pada toleransi yang baik untuk penggunaan profilaksis.

Kesimpulan

Hasil menunjukkan kesesuaian dari standar dan profilaksis dengan

penyesuaian farmakokinetik dari segi keamanan dan pencegahan

perdarahan pada pasien hemophilia A. Hal ini mengindikasikan bahwa

profilaksis dengan penyesuaian farmakokinetik merupakan terapi

alternatif yang efektif terhadap regimen standar dengan kesamaan

jumlah dari FVIII dan infus satu kali seminggu.

Regimen profilaksis secara signifikan menurunkan perdarahan

termasuk perdarahan spontan dan hemartrosis traumatik dibandingkan

dengan terapi on-demand dan meningkatkan kualitas hidup pasien

untuk remaja dan dewasa. Penelitian ini lebih jauh menegaskan dan

memperluas keamanan dan keefektifan dari raHF-PFM untuk mencegah

perdarahan dalam pengobatan hemofilia A.

3.1.11 Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan kegiatan belajar untuk

mencapai keadaan suatu individu atau masyarakat mendapatkan pengetahuan

tentang hidup sehat. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit adalah

penyuluhan yang dikembangkan untuk membantu pasien dan keluarganya

Page 46: BAB III

81

untuk bisa menangani kesehatannya. Tujuan dari kegiatan ini adalah

terciptanya masyarakat rumah sakit yang mendapatkan perubahan

pengetahuan, sikap dan perilaku pasien atau klien rumah sakit serta

pemeliharaan lingkungan rumah sakit dan termanfaatkannya dengan baik

semua pelayanan rumah sakit. Sasaran dari penyuluhan ini terdiri atas petugas,

pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan masyarakat yang tinggal/berada di

sekitar rumah sakit.

a. Pelaksanaan Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan di Depo Farmasi JKN Rawat Jalan RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung mengenai maag dan penanganannya. Maag

merupakan sekumpulan gejala seperti nyeri perut, mual, berkurangnya nafsu

makan, dan rasa terbakar pada hati. Maag disebabkan tingginya kadar asam

lambung yang menyebabkan iritasi pada dinding lambung dan

menyebabkan nyeri pada perut. Kadar asam lambung yang tinggi tersebut

berkaitan dengan beberapa penyebab diantaranya pola makan yang tidak

teratur, kelainan pada saluran cerna, adanya infeksi, konsumsi obat- obatan

dan makanan tertentu, serta keadaan depresi mental (WebMD, 2012).

Maag merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia.

Sayangnya, tingkat kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini masih

sangat rendah. Padahal penyakit ini dapat berkembang menjadi penyakit

yang lebih berat seperti ulkus peptikum dan gastritis. Oleh karena itu,

penyuluhan ini layak dilakukan mengingat penyakit maag sering

disepelekan oleh sebagian besar masyarakat awam.

Penyuluhan ini bertujuan untuk menambah informasi pada masyarakat

tentang penyakit maag, penyebab, pencegahan, hingga pengobatannya (baik

obat resep maupun bebas). Peserta penyuluhan merupakan pasien atau

keluarga pasien yang berada pada ruang tunggu Depo Farmasi JKN Rawat

Jalan serta siapapun yang melewati Depo Farmasi JKN Rawat Jalan. Sesi

pertama yang dilakukan pada saat penyuluhan adalah pembukaan dengan

penyampaian maksud dan tujuan penyuluhan, dilanjutkan dengan penyajian

Page 47: BAB III

82

materi oleh mahasiswa PKPA melalui media powerpoint serta pembagian

leaflet materi, sedangkan sesi kedua digunakan sebagai sesi diskusi dengan

peserta penyuluhan. Materi penyuluhan dapat dilihat pada Gambar 3.14,

Lampiran 9.

b. Pembuatan Media Informasi

Media informasi adalah sarana komunikasi dalam bentuk bahasa

verbal dan non-verbal sebagai media pembelajaran dan penyajian informasi

yang diberikan ke masyarakat umum dan tenaga medis lainnya. Sasaran

untuk media informasi yaitu berbagai kalangan tenaga kesehatan seperti

dokter, perawat, maupun pasien. Pembuatan media informasi bertujuan

untuk memberikan informasi bagi tenaga kesehatan lain maupun masyarakat

mengenai hal-hal yang berkaitan tentang pelayanan kefarmasian seperti cara

penggunaan obat yang baik dan benar, serta informasi mengenai obat yang

dibutuhkan oleh tenaga kesehatan lain maupun masyarakat. Media dapat

berupa poster, brosur, leaflet, maupun berbentuk seperti kalender meja.

Media informasi yang dibuat dalam bentuk leaflet mengenai maag

dan penanganannya. Informasi yang terdapat pada leaflet didukung oleh

informasi langsung melalui penyuluhan dengan tujuan untuk mempermudah

pasien dalam menerima informasi yang diberikan sehingga pasien lebih

cepat memahami tentang informasi yang diberikan. Media informasi yang

dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.15, Lampiran 10.

3.1.12 Konseling

Konseling merupakan kegiatan penyelesaian masalah pasien yang

berkaitan dengan penggunaan obat. Tujuan dari konseling adalah memberikan

pemahaman kepada pasien mengenai obat, tujuan, jadwal, lama pengobatan,

efek samping obat, penyimpanan, dan penggunaan obat. Tahapan-tahapan

konseling adalah sebagai berikut:

1. Membuka komunikasi, biasanya dengan perkenalan diri dan memastikan

identitas pasien.

Page 48: BAB III

83

2. Menanyakan 3 prime question mengenai informasi yang telah diberikan

dokter mengenai obat yang diterima pasien (mengenai obat, cara pemakaian,

dan harapan setelah pengobatan).

3. Mengidentifikasi dan menjelaskan tentang informasi dan masalah

pengobatan yang belum didapatkan oleh pasien dari dokter (misalnya efek

samping) agar tercapai pengobatan yang optimal.

4. Verifikasi akhir: mengecek pemahaman pasien; dapat dilakukan dengan

menanyakan kembali hal yang telah dijelaskan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah pasien biasanya berupa pasien

dengan kriteria tertentu seperti pasien rujukan dokter, penyakit kronis, pasien

golongan obat tertentu (obat dengan indeks terapi, cara pakai, resiko interaksi

tinggi, dan sering dihentikan sendiri oleh pasien) pasien usia tertentu

(pediatrik dan geriatrik), pasien yang tidak patuh, dan pasien pulang. Sarana

konseling juga perlu diperhatikan berupa ruangan khusus, kartu pasien dan

catatan konseling sebagai dokumentasi hasil konseling pasien.

Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat dan Konseling

Konseling adalah pemberian informasi kepada pasien untuk memberikan

motivasi dalam mendorong perubahan perilaku, meningkatkan pengetahuan

dan pemahaman kepada pasien. Tujuan konseling yaitu agar masyarakat

mampu untuk memahami permasalahannya sendiri, baik yang terkait kesehatan

maupun penggunaan obat yang tepat. Konseling dilakukan di Depo Farmasi

Gakin Rawat Jalan dan OPD. Peserta PKPA masing-masing melakukan

konseling sebanyak dua pasien dengan resep yang difokuskan pada

penggunaan antibiotik. Hasil konseling terlampir.

3.1.13 Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses untuk memastikan

keamanan, efektivitas, dan rasionalitas penggunaan obat yang diberikan pada

pasien. Pemantauan dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara

periodik untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan terapi. Kegiatan yang

Page 49: BAB III

84

termasuk dalam PTO mencakup pengkajian (pemilihan obat, dosis obat, cara

pemberian obat), respon terapi, reaksi obat yang tidak diinginkan, rekomendasi

dan alternatif terapi.

Kategori pasien yang mendapatkan pemantauan terapi adalah pasien

yang berisiko mengalami masalah terkait obat yang cukup kompleks seperti

pasien polifarmasi, pasien kemoterapi, pasien dengan gangguan organ seperti

ginjal dan hati, pasien geriatri dan pediatrik, pasien hamil dan menyusui dan

pasien dengan perawatan intensif. Kategori obat yang perlu dipantau

penggunaannya antara lain obat yang berisiko tinggi (indeks terapi sempit,

nefrotoksik, hepatotoksik, sitotstatik, antikoagulan, kardiovaskular, obat

dengan frekuensi efeks samping tinggi) dan obat dengan penggunaan kompleks

(polifarmasi, variasi rute dan aturan pakai, pemberian khusus). Permasalahan

yang ditemukan selama pemantauan dirumuskan ke dalam masalah

penggunaan obat (DRPs/Drug related problems) yaitu:

1. Indikasi tanpa terapi

2. Terapi tanpa indikasi

3. Indikasi obat tidak tepat

4. Dosis terlalu tinggi

5. Dosis terlalu rendah

6. Efek obat yang tidak diinginkan

7. Interaksi obat

8. Kegagalan menerima terapi

Permasalahan yang ditemukan akan dijadikan bahan evaluasi dan dasar

untuk merekomendasikan terapi yang sesuai untuk melanjutkan ataumengganti

terapi yang sudah berjalan.

Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat dilakukan untuk memantau keefektifan terapi

yang diterima oleh pasien. Hal yang perlu diperhatikan dari pemantauan terapi

obat berhubungan dengan drug related problems (DRPs). Hal tersebut

mencakup indikasi (baik yang tidak ditangani, salah indikasi, dan tanpa

indikasi), reaksi obat yang tidak diinginkan, interaksi obat, dosis, dan

kegagalan penerimaan terapi.

Pasien diseleksi berdasarkan kriteria yang dibutuhkan dalam program

pemantauan terapi obat. Pemantauan terapi obat dilakukan dalam jangka waktu

Page 50: BAB III

85

yang telah ditetapkan atau hingga pasien pulang dari rumah sakit. Pemantauan

dilakukan dengan melihat catatan pemberian obat, rekam medik, serta data

pendukung lainnya seperti hasil laboratorium. Untuk mengumpulkan dan

melengkapi informasi, dilakukan wawancara dengan pasien yang mencakup

hal-hal seperti riwayat penggunaan obat, alergi, efek samping yang dirasakan

oleh pasien dll. Lalu setelah dilakukan kajian, dilakukan konseling kepada

pasien, yang bertujuan agar terapi yang dijalani oleh pasien maksimal.

Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien dengan kasus PPOK

(Penyakit Paru Obstruktif Kronis) ekserbasi akut dengan CAD (Coronary

Artery Disease), hipertensi, dan tinea corposis di Fresia lt. 2 (1/6)

3.1.14 Visite MIC dan Diskusi TPN

a. Kunjungan MIC (Medical Intermediet Care)

Kegiatan ini merupakan visite bersama antara tenaga medis dan tenaga

kesehatan lain di rumah sakit ke ruangan MIC untuk memantau kondisi pasien

dan merencanakan terapi yang akan diberikan selanjutnya. Apoteker memiliki

peran dalam memantau ada atau tidaknya DRPs (Drug Related Problems) dari

terapi yang telah diberikan pada pasien dan ikut merencanakan terapi lanjutan.

b. Diskusi TPN (Total Parenteral Nutrition)

Diskusi TPN merupakan suatu forum antara tenaga medis dan tenaga

kesehatan lain di rumah sakit mengenai kasus-kasus pasien yang berhubungan

dengan terapi nutrisi pasien. TPN diberikan untuk pasien yang tidak mungkin

mendapatkan nutrisi secara oral dan enteral. Apoteker berperan untuk

memberikan rekomendasi produk nutrisi parenteral yang tepat diberikan pada

pasien

3.2 Tugas Khusus

Tugas khusus yang diberikan bergantung pada pembimbing yang ada.

Tugas khusus yang diberikan adalah pengkajian sediaan nutrisi yang digunakan

RSUP Dr. Hasan Sadikin.

Page 51: BAB III

86

Pengkajian Sediaan Terapi Nutrisi

a. Latar Belakang

Nutrisi adalah proses penggunaan makanana dalam tubuh manusia untuk

membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan

berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan

kebutuhan nutrisi (Rock, 2004). Kebutuhan nutrisi harus selalu terpenuhi agar

setiap proses dan organ dalam tubuh dapat berfungsi dengan baik dan normal.

Malnutrisi adalah masalah umum yang ditemukan pada kebanyakan pasien

yang masuk ke rumah sakit. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh

defisiensi asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi.

Kelebihan atau kekurangan nutrisi dapat memberikan efek yang tidak diinginkan

terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh (Suastika,

1992). Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup serius pada

saat mereka tiba di rumah sakit dan dua pertiga dari semua pasien mengalami

perburukan status nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit (Barr, J. et al.,

2004).

Pemenuhan nutrisi pada pasien malnutrisi dapat dilakukan dengan tiga

cara yaitu diet oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Diet oral diberikan

kepada pasien yang masih bisa menelan makanan yang mengandung nutrisi yang

diperlukan tubuh. Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang

tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral dan formula nutrisi

diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT)

atau jejunum secara manual maupun bantuan pompa mesin (Akbaylar et al.,

2002), sedangkan nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang

diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaaan

digunakan apabila usus tidak dapat dipakai dan keadaan pasien yang tidak

memungkinkan untuk menerima asupan nutrisi oral (Setiati, 2000; Wiryana, 2007;

The Joint Formulary Committee, 2009).

Pada kenyataan, masalah-masalah mungkin dapat terjadi dalam

penggunaan sediaan nutrisi dan pemberian nutrisi yang tidak adekuat terutama

dalam penggunaan parenteral nutrisi akibat tenaga medis atau tenaga kesehatan

Page 52: BAB III

87

salah dalam memperkirakan dan memberikan kebutuhan nutrisi akibat

ketidaktahuan sediaan nutrisi (indikasi dan dosis) yang tepat dan perhitungan

nutrisi yang benar. Selain itu, produk-produk nutrisi juga harus diperiksa

kestabilannya baik sebelum digunakan maupun setelah kemasan dibuka. Masa

pakai produk nutrisi sesudah pembukaan kemasan dikenal dengan Beyond use

date (BUD) (Pharmlabs, 2013). BUD ini sangat diperlukan terutama untuk

menjamin stabilitas dari sediaan-sediaan nutrisi, akan tetapi BUD jarang

dicantumkan pabrik. Suatu produk obat yang stabil berarti memiliki karakteristik

kimia, fisika, mikrobiologi, terapetik, dan toksikologi yang tidak berubah dari

spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh pabrik obat, baik selama penyimpanan

maupun penggunaan.

Oleh karena itu, untuk menjamin penggunaan sediaan nutrisi yang benar

dan berkualitas baik indikasi, dosis, maupun stabilitas di Rumah Sakit Dr. Hasan

Sadikin , maka suatu daftar informasi produk-produk nutrisi dalam formularium

Rumah Sakit Hasan Sadikin harus dibuat. Daftar tersebut dibuat dengan

melakukan pengkajian dan penelusuran pustaka mengenai komposisi, indikasi,

kontraindikasi, efek samping, interaksi, penyimpanan, dan BUD. Dengan adanya

daftar produk nutrisi ini diharapkan dapat memberikan informasi-informasi

kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya

kemungkinan kesalahan dalam pemberian sediaan nutrisi kepada pasien.

b. Tujuan

1) Untuk memberikan informasi mengenai indikasi dan dosis pemakaian

yang tepat sehingga terapi pemberian nutrisi pada pasien dapat dicapai

secara maksimal.

2) Untuk memberikan informasi tentang beyond use date dari produk nutrisi

(oral, enteral, ataupun parenteral) sehingga kualitas dan stabilitas sediaan

nutrisi dapat selalu terjaga dengan baik.

c. Hasil

Produk-produk nutrisi yang ada di formularium RSHS terdiri dari sedian

elektrolit (oral dan parenteral), karbohidrat (parenteral), asam amino (oral dan

parenteral), lipid (parenteral), sediaan campuran antara karbohidrat, asam amino,

Page 53: BAB III

88

lipid, dan elektrolit, serta nutrisi enteral. Pengkajian dan penelusuran pustaka yang

dilakukan terhadap produk-produk nutrisi dalam formularium RSHS meliputi

informasi-informasi tentang kandungan, indikasi, aturan pakai, dosis sediaan,

kontraindikasi, cara penyimpanan, dan beyond use date (BUD). Penelusuran

pustaka dilakukan melalui situs produsen, pustaka informasi obat dan brosur

produk. Dari hasil penelusuran pustaka, diperoleh informasi yang cukup lengkap

akan tetapi masih ada beberapa informasi yang belum diperoleh seperti BUD

karena beberapa produsen yang tidak mencantumkan BUD pada brosur, situs,

ataupun kemasan produk.