Upload
dinhdat
View
227
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
32
BAB III
BIOGRAFI DR. YUSUF AL-QARADHAWI
A. Riwayat Hidup Yusuf Al-Qaradhawi (09 September 1926 M)
Nama lengkapnya adalah Yusuf Abdullah al-Qaradhawi, tetapi
dikenal di dunia Islam dan yang digunakan dalam berbagai karangannya
adalah Yusuf al-Qaradhawi. Ia digelari juga dengan ―Abu Muhammad‖,
karena anaknya yang terbesar bernama Muhammad. Yusuf al-Qaradhawi
dilahirkan pada tanggal 9 September 1926 M di Desa Shafth Turab, yang
masih ikut pada Pusat Distrik Besar, yang merupakan bagian dari aktivitas
Propinsi Barat di Mesir.1
Yusuf Al-Qaradhawi berasal dari keluarga yang taat beragama dan
hidup sederhana. Ayahnya seorang petani, sedangkan ibunya seorang
pedagang. Ayahnya meninggal dunia ketika Yusuf al-Qaradhawi berusia dua
tahun, kemudian ia dipelihara oleh pamannya. Pada waktu berusia lima tahun,
al-Qardhawi dimasukkan kepada salah satu kuttab di desanya.2 Ketika berusia
tujuh tahun, ia diserahkan ke Madrasah Ilzamiyah yang berada di bawah
Departemen Pendidikan Mesir. Di sekolah ini ia mempelajari ilmu
pengetahuan umum seperti, matematika, sejarah, ilmu kesehatan, dan
sebagainya. Sejak saat itu, al-Qaradhawi bersekolah dua kali sehari, pagi hari
1 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku,. Terj. H. Cecep Taufiqurrahma, Lc. Dan H.
Nandang Burhanuddin. Lc., (Jakarta: Pustak al-Kautsar, 2001), h. 1-2 2 Kuttab adalah semacam pesantren di Indonesia atau pendidikan non formal di masjid-
masjid yang terdapat hampir di setiap pelosok Mesir. Lihat kupasan ‗Biografi singkat Dr. Yusuf
Qaradhawi dan Karya-Karyanya‘ dalam buku Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam
Timbangan, karangan Sulaiman bin Shalih Al-Khuraisyi.
33
di Madrasah Ilzamiyah, sedangkan sore harinya di pendidikan kuttab. Al-
Qaradhawi telah berhasil menghafal seluruh Al-Qur‘an pada usia sepuluh
tahun, suaranya merdu dan bacaannya fasih. Sejak saat itu al-Qaradhawi kecil
sering diangkat menjadi imam salat oleh penduduk desanya, terutama dalam
salat berjama‘ah jahriyah (maghrib, isya dan subuh). Tidak sedikit orang
yang menangis ketika mengikuti shalat bersama al-Qardhawi. Penduduk desa
menyebutnya Syeikh Yusuf. Penghargaan ini menyebabkan al-Qaradhawi
kecil tidak bisa banyak bermain seperti anak-anak lain sebayanya. Dari sini
dapat dipahami bahwa al-Qaradhawi berasal dari keluarga yang taat
beragama, kondisi tersebut tidak lepas dari lingkungan desanya yang agamis.
Setamat dari Madrasah Ilzamiyah, al-Qaradhawi berkeinginan kuat
untuk melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah di Thanta. Namun, pamannya
yang berekonomi lemah merasa keberatan. Karena perjalanan menuntut ilmu
adalah perjalanan panjang yang membutuhkan biaya besar. Pamannya
mengusulkan agar al-Qaradhawi remaja menempuh jalan pintas dengan
memilih sekolah ketrampilan (kejuruan). Karena kuatnya kemauan al-
Qaradhawi dan kesediaannya untuk bersekolah secara prihatin, akhirnya ia
direstui pamannya untuk bersekolah di Thanta. Madrasah Ibtidaiyah
diselesaikannya selama lima tahun. Karena kecerdasan yang luar biasa ia
selalu mendapatkan rangking pertama, maka guru-gurunya memberi gelar
‗Allamah.3 Kemudian selanjutnya ia kuliah di Fakultas Ushuluddin
universitas al-Azhar di Kairo. Yusuf al-Qaradhawi lulus dari Fakultas
Ushuluddin (program S1) pada tahun 1953 dengan prestasi juara pertama dari
dua ratus orang mahasiswa. Setelah itu ia mengambil spesialisasi dalam
Bahas Arab pada Fakultas Bahasa Arab selama dua tahun, dan berhasil
mendapatkan ijazah pengajaran bahasa Arab dengan peringkat pertama dari
lima ratus orang mahasiswa al-Azhar.4
3 „Allamah adalah sebuah gelar yang biasanya diberikan kepada seseorang yang memiliki
ilmu yang sangat luas. Lihat ‗Isam Talimah, dalam Mnhaj Figh Yusuf al-Qaradhawi, tej. Samson
Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 4 4 Muhammad al-Mahjūb, „Ulama wa Mutafakkirūn „Araftuhum, (Beirut: Dār al-Nafāis,
1977), h. 442
34
Pada tahun 1957, al-Qaradhawi melanjutkan kuliahnya pada Institut
Penelitian dan Pengajaran Bahasa Arab (Ma‟had al-Buhuts wa al-Dirasat al-
„Arabiyyah al-„Aliyah) yang berada di bawah Liga Arab. Ia berhasil mendapat
diploma tinggi dari jurusan Bahasa Arab dan Sastra Arab. Pada tahun 1957
itu pula al-Qaradhawi mengikuti kuliah pada Fakultas Ushuluddin Universitas
al-Azhar untuk tingkat pascasarjana (S2, Magister) dengan spesialisasi tafsir
hadits. Ia menyelesaikan program magisternya itu selama tiga tahun dan
berakhir pada tahun 1960. setelah berhasil mendapatkan magister dalam studi
tafsir hadits, ia melanjutkan ketingkat doktor (S3) pada fakultas dan
spesialisasi yang sama. Disertasi yang diajukan berjudul “al-Zakat fi al-
Islam”. Disertasi itu direncanakan akan selesai dalam waktu dua tahun, tetapi
karena terjadi krisis politik di Mesir sehingga penyelesaiannya tertunda
selama tiga belas tahun dan baru berhasil mendapat gelar doktor pada tahun
1973 dengan peringkat cumlaude. Dalam suasana gejolak politik Mesir yang
tidak menentu, beliau aktif berdakwah meneruskan cita-cita gerakan
Ikhwanul Muslimin dan menulis buletin, majalah dan lain sebagainya.
Klimaksnya tahun 70-an beliau sempat meninggalkan Mesir menuju Doha,
Qatar. Itulah sekilas latar belakang sejarah pendidikan Yusuf al-Qardhawi.
Memahami aktivitasnya setelah menyelesaikan studinya (S1), tahun
1956 Yusuf al-Qaradhawi pernah bekerja di bagian pengawasan pendidikan
agama pada Kementerian Wakaf, Mesir. Kemudian pada tahun 1959, ia
pindah kebiro umum bidang kebudayaan Islam al-Azhar bagian pembinaan
dakwah. Pada saat yang sama pula ia pun menjadi dosen pada Fakultas
Ushuluddin Universitas al-Azhar.5
Kendati demikian, beliau termasuk sosok yang banyak terlibat intens
dalam bidang dakwah dan pergerakan yang kemudian membawa beliau
masuk dalam kegiatan gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh tokoh
gerakan Mesir, Hasan al-Banna.6
5 Yusuf al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinar Algesindo,
1995), h.3 6 Hasan al-Banna dilahirkan bulan Oktober 1906 di Propinsi Bukhaira, arah timur laut
dari Kairo. Ayahnya seorang imam dan pengajar di masjid setempat. Pada usia belasan tahun,
35
Perjalanan beliau sebagai anggota Ikhwanul Muslimin banyak
mengalami rintangan dari Pemerintah Mesir yang waktu itu dipimpin oleh
Jamal Abd. Al-Naser. Klimaksnya terjadi pada tahun 1954 ketika Pemerintah
Mesir membubarkan gerakan ini.7
Implikasi dari keputusan tersebut kekayaan gerakan Ikhwanul
Muslimin dirampas, para pengikutnya disiksa dan sebagian dijebloskan ke
dalam penjara, termasuk di dalamnya Yusuf al-Qaradhawi bersama beberapa
orang kawan pengikut gerakan Ikhwanul Muslimin.8 Pada tahun 1956, beliau
masih menulis makalah di majalah Mimbar Islam dengan nama samaran
Yusuf ‗Abdallah. Hal itu beliau lakukan untuk menghindari intel yang terus
mengikuti dan mengawasi beliau.9
Sekitar tahun 70-an, akibat kejamnya rezim yang berkuasa pada masa
itu al-Qaradhawi meninggalkan Mesir menuju Doha, Qatar. Di sana beliau
diangkat menjadi Direktur Lembaga Pendidikan Agama Tingkat Lanjut Atas
(Aliyah). Ia melaksanakan kerangka dasar materi pelajaran agama sehingga
menjadi model bagi sekolah-sekolah lainnya. Sekolah ini merupakan cikal
beliau mengikuti ajaran sufi, mengajar, berorganisasi, gerakan nasionalisme dan aktif dalam
berbagai kegiatan. Bahkan selanjutnya beliau termasuk ke dalam anggota tarekat sufi hasyafiyah.
Pada usia 13 tahun al-Banna kecil terpilih menjadi sekretaris Jama‘ah Amal Hasyafiyah yang
bertujuan mempertahankan moralitas Islam dan menangkis misionaris Kristen. Ahmad al-Sukkari,
pemimpin tarekat hasyafiyah, belakangan membantu al-Banna dalam mengembangkan gagasan
Ikhwanul Muslimin. Al-Banna memasuki usia dewasa ketika Sa‘ad Zaghlul dan partai Wa‘id yang
dipimpinnya menyerukan kemerdekaan dari Inggris Raya dan menyerukan untuk menjalankan
politik liberal. Pada tahun 1923 ia memasuki Daru al-Ulum (sekolah guru) dan lulus pada tahun
1927 pada usia 21 tahun. Ia mendapat pendidikan modern bidang sain, begitu pula kelanjutan
pelajaran Islam klasiknya. Dengan gabungan pengaruh dari pengetahuan yang ragam; sufisme,
pemikiran Rasyid Ridha, nasionalisme, serta ajaran dari ayahnya, al-Banna mengembangkan basis
intelektual yang beragam untuk misinya sendiri, pada tanggal 12 Februari 1949, Hasan al-Banna
terbunuh oleh Polisi. Posisinya sebagai Mursyid „amm digantikan oleh Hasan al-Hudhaibi. Lihat
Jhon L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), cet.
Ke-1, jilid 1, h. 271 7 Jhon L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan,
2001), cet. Ke-1, jilid 1, h. 271 8 Yusuf al-Qaradhawi, Syaikh Muhammad al-Ghazali yang Saya Kenal: Setengah Abad
Perjalanan Pemikiran dan Gerakan Islam, (Jakarta: Robbani, Press, 1997), cet. Ke-1, h. 14. Di
antara tokoh Ikhwanul Muslimin yang mendapatkan perlakuan diskriminatif selain Yusuf
Qaradhawi adalah Dr. Ahmad ‗Assal, Ir. Hikmah Bakir, Ir. Syafiq Abu Basya, Haji Ibrahim al-
Bajuri, Ustadz Hasan al-Zamrani, Haji Mahmud ‗Aibah, dan Ustadz Jamal al-Din Fukaih. Lihat:
Yusuf Qaradhawi, Syaikh Muhammad al-Ghazali, h. 23 9 Yusuf al-Qaradhawi, Membangun Masyarakat Baru, terj. Rusydi Helmi, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2000), cet. Ke-2, h. 10
36
bakal lahirnya Fakultas Syari‘ah yang didirikannya bersama Ibrahim Qadim,
dan kemudian diperluas menjadi Universitas Qatar dengan beberapa fakultas.
Pada tahun 1977, al-Qaradhawi ditugaskan untuk memimpin pendirian dan
sekaligus menjadi dekan pertama Fakultas Syari;ah dan Studi Islam di
Universitas Qatar. Beliau menjadi dekan di fakultas itu hingga akhir tahun
ajaran 1989-1990, dan sekarang menjadi Dewan Pendiri dari Pusat Riset
Sunnah dan Sirah Nabi di Universitas Qatar.10
Beliau kini menjadi anggota di berbagai lembaga ilmiah, dakwah,
bahasa Arab, dan bidang keislaman, baik di kalangan nasional maupun
internasional. Di antaranya adalah Lembaga Fiqh di Rabithah al-„Alam al-
Islam, Lembaga kerajaan Bidang Studi Peradaban Islam di Yordania, Pusat
Studi Islam di Oxford, Majelis Sekretaris Islam Dunia di Islamabad, Lembaga
Dakwah Islam di Khortum, beliau juga mengepalai unit Pengawasan Syari‘ah
di berbagai bank Islam dan lain-lain.
Beliau pernah menguji berbagai wilayah dunia Islam, diundang di
berbagai forum seminar kampus maupun di luar kampus dan terkenal dengan
sebutan ―Da‘i Moderat‖ karena beliau mendakwahkan Islam dengan format
menghimpun antara semangat salaf dan pembaharuan, antara pemikiran dan
gerakan, antara teks dan konteks serta antara kebekuan hukum dan elastisitas
zaman.11
Selain penghargaan dan jabatan yang telah beliau sandang dan
peroleh, ia juga banyak terlibat di berbagai lembaga-lembaga dunia yang
bergerak dalam bidang keislaman serta lembaga-lembaga riset, baik sebagai
ketua maupun anggotanya.
B. Karya-karya dan Produktivitasnya
Al-Qaradhawi merupakan tokoh, ulama, ilmuwan dan cendikiawan
yang mumpuni, berwawasan luas dan memiliki produktivitas yang tinggi
10
Muhammad al-Mahjūb, „Ulama wa Mutafakkirūn „Araftuhum, (Beirut: Dār al-Nafāis,
1977), h. 452 11
Isam Talimah, Mnhaj Figh Yusuf al-Qaradhawi, tej. Samson Rahman, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 4-5
37
dalam menulis melalui artikel dalam majalah, belutin maupun dalam bentuk
buku. Bila masa produktivitasnya di mulai pasca beliau lulus S1 tahun 1953,
terbentang waktu 51 tahun, namun tentunya harus dipahami pula aktivitas
beliau dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin dan dunia pendidikan yang telah
menyita waktu. Pada tahun 1997 saja, buku-buku karyanya sudah mencapai
73 judul buku dan memasuki tahun 2003 karyanya telah bertambah menjadi
96 judul buku. Al-Qaradhawi termasuk ulama yang berwawasan luas, karya-
karyanya banyak membahas masalah-masalah syariah (fiqh, ushul al-fiqh),
tafsir, hadits, tauhid (al-„aqidah), pemikiran politik (fiqh al-siyasyah) dan
gerakan dakwah. Fantastisnya buku-buku al-Qaradhawi banyak
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia Islam.
Berbicara tentang karya seorang tokoh berarti kita membicarakan
corak pemikirannya. Seorang Yusuf al-Qaradhawi pun tidak lepas dari
figurisme, sosok yang dikaguminya. Tersebutlah Hasan al-Banna pendiri
Gerakan Ikhwanul Muslimin tahun 1928 di Islmailliyah, Mesir merupakan
salah seorang figure dan idola al-Qaradhawi muda. Baginya al-Banna adalah
seorang pemurni ajaran Islam yang tidak terpengaruh oleh paham
nasionalisme dan sekulerisme yang dibawa oleh paara pembaharu Mesir yang
sekuler. Bertolak dari itu, wajar bila pengaruh pemikiran al-Banna begitu
kental dalam pandangan-pandangan al-Qaradhawi. Salah satu contoh
bagaimana al-Qaradhawi mengutamakan persatuan dan kesatuan umat,
menganggap perbedaan furu‟iyyah adalah suatu kemestian (wajar) dan
membebaskan diri dari fanatisme mazhab.12
Selain Hasan al-Banna ada
beberapa tokoh yang cukup dikagumi dan mempengaruhi corak pemikirannya
yaitu, Imam Abu Hamid al-Ghazali (w.505 H), Ibnu Taimiyah (1263-1328
M), Rasyid Ridha (1865-1935 M),13
Muhammad Abdullah Darraz, Syeikh
Muhamad Syaltut, dan Dr. ‗Abd. Halim Mahmud. Meskipun demikian al-
Qaradhawi menolak bila dirinya disebut duplikat salah seorang dari tokoh-
12
Yusuf al-Qaradhawi, Fiqul Ikhtilaf, terj. Ainur Rafiq Saleh Tamhid, (Jakarta: Robbani
Press, 1995), cet. Ke-3, h. 207 13
Muhammad al-Mahjub, „Ulama wa Mutafakkirūn „Araftuhum, (Beirut: Dār al-Nafāis,
1977), h. 446
38
tokoh terdahulu. Kekagumannya terhadap seseorang tidak sampai
membuatnya meniru secara membabi buta (Taqlid al-A‟ma). Terkadang ada
sisi negative pada seorang tokoh, baik dalam pemikiran maupun sebagian
perilakunya, tetapi hal itu tidak menghalangi al-Qardhawi untuk mengambil
sisi positif yang terdapat pada tokoh tersebut. Buku-buku al-Qaradhawi
mungkin menjadi bukti yang menunjukkan bahwa pemikirannya mempunyai
cirri dan karakter tersendiri.
Namun menurut komentar Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi dalam
bukunya Al-Qaradhawi fi al-Mizan, karya al-Qardhawi terbilang banyak
dibanding waktu luang yang dimiliki olehnya untuk menulis. Tetapi jika
diperhatikan secara seksama, niscaya pemikiran-pemikiran yang disampaikan
dalam buku-buku tersebut banyak bersifat pengulangan. Bahkan sebagian
kitab hanya sebatas pembahasan terhadap bab tersendiri dari kitab lain.14
Berikut ini beberapa judul buku yang telah ditulis oleh Yusuf al-
Qaradhawi:
1. Al-Halal wa al-Haram
2. Al-Ibadah fi al-Islam
3. Al-Iman wa al-Hayat
4. Al-Khasha-ish al-„Ammah li al-Islam
5. Musyqilat al-Faqr wa Kayfa „Alajah al-Islam
6. Fiqh al-Zakat (ada dua jild)
7. Bai‟ al-Murabahah li al-Amir bi as-Syira‟
8. Al-Ijtihad Fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah ma‟a Nazharat Tahliliyyah fi al-
Ijtihad al-Mu‟ashir
9. Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa Tasayyub
10. Hady Al-Islam Fatawa Mu‟ashirah
11. Awamil al-Syi‟ah wa Murunah fi al-Syari‟ah al-Islamiyyah
12. Kayfa Nata‟amal ma‟a al-Sunnah an-Nabawiyyah
13. Taisir al-Fiqh fi Dhau‟I al-Qur‟an wa al-Sunnah
14
Sulaiman bin Shalih Al-Khuraisyi, Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qaradhawi Dalam
Timbangan, terj. M. Abdul Ghofar, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi‘i, 2003), cet. Ke-1, h.
pendahuluan
39
14. Saur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtishad al-Islami
15. Qadlaya Mu‟ashirah „ala Bahshat al-Bahts
16. Fawa‟id al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Muharram
17. Al-Hulu al-Mustauridah wa Kayfa Janat „ala Ummatina?
18. Al-Hal al-Islami Faridlatan wa Dlaruratan
19. Bayanat al-Hal al-Islami wa Syubuhat al-„Ilmaniyyin wa al-
Mutagharribun
20. Asy-Syab fi al-Qur‟an al-Karim
21. An-Nas wa al-Haq
22. Ghair al-Muslimin fi al-Mujtama‟I al-Islami
23. Darsun Naqbah ats-Tsaniyah
24. Tsaqafatu al-Da‟iyyah
25. At-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Madrast al-Hasan al-Banna
26. Risalat al-Azhar bain al-Amsi wa al-Yaum wa al-Ghad
27. Jilu an-Nashr al-Masyud
28. Zhahirat al-Ghuluw fi at-Takfir
29. Ash-Shahwah al-Islamiyyah bain al-Juhud wa at-Tatharruf
30. Ash-Shahwah al-Islamiyyah wa Humun al-Wathan al-„Arabi wa al-
Islami
31. Ash-Shahwah al-Islamiyyah bain al-Ikhtilaf al-Masyru‟ wa at-Tafarruq
al-Mazmum
32. Min Ajli Shalawatin Rasyidatin, Tujaddidu al-Din wa Tanhadlu bi-al-
Dunya
33. Aulawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah fi al-Marhalat al-Qadimah
34. Al-Islam al-„Ilmaniyyah Wajhan li Wajhin
35. Ar-Rasul wa‟Ilm
36. Al-Waqt fi Hayat al-Muslim
37. Wujud al-Allah
38. Haqiqat al-Tauhid
39. Nisa‟un Mu‟minatun
40. Al-Fiqh al-Islam bain al-Shalah wa al-Tajdid
40
41. Al-„Aql wa al-„Ilm fi al-Qur‟an al-Karim
42. Syari‟at al-Islam Shalihatun li kulli Zamanin wa Makanin
43. Madkhal li Dirasat al-Sunnah an-Nabawiyyah
44. Taisir al-Fiqh: Fiqh as-Shiyam
45. Al-Imam al-Ghazali baina Madihi wa Naqihi
Demikian antara lain karya-karya Yusuf al-Qardhawi yang dapat
penulis kemukakan dalam tulisan ini dan masih banyak lagi, kurang lebih
sekitar 50 judul lagi yang belum disebutkan. Mengingat wawasan beliau yang
cukup luas, meskipun usianya sudah lanjut penulis yakin Yusuf al-Qardhawi
masih akan cukup produktif untuk terus berkarya memperkaya khazanah
pengetahuan dan peradaban Islam dengan buku-bukunya yang mayoritas
berisi komentar problamatika kehidupan kontemporer.
C. Penafsiran DR. Yusuf Al-Qaradhawi Terhadap Makna Jihad
1. Makna Jihad Menurut Yusuf Al-Qaradhawi
Dalam konsepsi Islam yang orisinal terdapat dua buah kata yang
berasal dari satu subtansi yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
Islam dan umatnya sepanjang sejarah.15
Kedua kata tersebut adalah, kata-kata “ijtihad” dan “jihad” , yang
keduanya berasal dari huruf-huruf ( جهد ) yang mengandung arti ;
mencurahkan kemampuan atau menanggung kesulitan.16
Kata-kata ijtihad bergerak di bidang pemikiran dan penelitian
sedangkan kata-kata jihad bergerak dalam ruang lingkup perbuatan dan
tingkah laku.
Hasil pemikiran ijtihad boleh jadi akan hilang bila tidak ada orang
kuat yang mengadopsi hasil pemikiran ijtihad tadi, begitu juga hasil jihad
15
Yusuf al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syariat Islam Beberapa Pandangan Analitis
tentang Ijtihad Kontemporer, terj. Drs. H. Achmad Syathori, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987),
hal. Pendahuluan 16
Yusuf al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syariat Islam Beberapa Pandangan Analitis
tentang Ijtihad Kontemporer, terj. Drs. H. Achmad Syathori, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987),
hal. Pendahuluan
41
akan musnah bila tidak ada orang berilmu yang menyinari jalan buat
lajunya jalan hasil jihad tadi.17
Inilah yang menjadikan para pembaharu pada hari ini menyerukan
wajibnya mendahulukan pendidikan daripada peperangan, mendahulukan
pembentukan pribadi daripada menduduki pos-pos yang penting.18
Yang dimaksudkan oleh Yusuf al-Qaradhawi dengan pendidikan dan
pembentukan di sini ialah membina manusia Mu‘min yang dapat
mengemban misi da‘wah; bertanggung jawab menyebarkan risalah Islam;
tidak kikir terhadap harta benda; tidak sayang kepada jiwanya dalam
melakukan perjuangan di jalan Allah SWT. Pembinaan dan pembentukan
manusia seperti itu, merupakan gambaran yang paling tepat bagi generasi
Mu‘min Yang hendak mengemban panji perbaikan dan kebangkitan.
Usaha seperti itu harus mendahului perjuangan bersenjata untuk mengubah
suatu masyarakat dan mendirikan negara.
Oleh karena itu tugas penting yang dilakukan oleh Al-Qur‘an pada
masa Makkah –selama tiga belas tahun— adalah membina manusia,
mendidik generasi baru dengan pendidikan keimanan, akhlak dan akal
pikirannya secara sempurna. Teladan yang paling sempurna bagi generasi
baru ini adalah Rasulullah saw.19
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu. “ (QS. al-Ahzāb: 21)
Pekerjaan yang menuntut kesabaran, keteguhan, ketegaran,
pengorbanan dalam membela kebenaran dan melawan kebatilan, dalam
membersihkan akal pikiran dari peniruan yang buta terhadap para nenek
17
Yusuf al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syariat Islam Beberapa Pandangan Analitis
tentang Ijtihad Kontemporer, terj. Drs. H. Achmad Syathori, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987),
hal. Pendahuluan 18
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press 1996) cet. Pertama, hal. 245 19
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press 1996) cet. Pertama, hal. 245
42
moyang, pemimpin dan pembesar yang sesat. Pendidikan seperti mesti ini
dilakukan sebelum turunnya satu ayat yang memerintahkann peperangan
bersenjata, pertumpahan darah terhadap orang-orang musyrik dan para
penyembah Taghut.
Bahkan para sahabat datang kepada Nabi saw mengadukan
kepadanya bahwa di antara mereka ada yang dipukul dan dilukai oleh
orang-orang musyrik. Para sahabat menuntut kepada Nabi saw untuk
mengangkat senjata sebagai usaha membela diri, memerangi musuh
mereka dan musuh agama mereka. Akan tetapi Nabi saw berkata kepada
mereka, sebagaimana dikisahkan oleh al-Qur‘an :
...
“ Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang...” (QS.
an-Nisā: 77)
Jawaban itu bukan berarti melecehkan perjuangan bersenjata, yang
merupakan puncak pengabdian dalam Islam. Akan tetapi jawaban itu ada
kaitannya dengan pelbagai pemberian prioritas; khususnya prioritas
terhadap pendidikan dan pembentukan pribadi muslim.20
Islam memang mengizinkan berperang, tapi dengan syarat-syarat
tertentu. Perang dalam Islam diizinkan tatkala ada sekelompok orang yang
berusaha menghancurkan agama Islam dengan senjata, mengusir umat
Islam dari negeri mereka dan menindas umat Islam. Orang yang tidak
memusuhi dan menghancurkan umat Islam dan agamanya dilarang
diperangi. Karena hakekat jihad membela dan menegakkan agama Allah.
Pembelaan dan penegakan agama Allah bisa dengan pikiran, harta dan
jiwa. Jihad bisa juga bermakna berperang di jalan Allah. Tapi yang perlu
kita sadari, perang adalah salah satu makna dari jihad. 21
Imam Ibn Qayyim menyebutkan dalam al-Hady al-Nabawi,
20
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press 1996) cet. Pertama, hal.246 21
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A1764_0_3_0_m. akses tanggal 12
februari 2010
43
terdapat tiga belas tingkatan jihad. Empat tingkatan jihad yang berkaitan
dengan jihad terhadap hawa nafsu, dua tingkatan jihad terhadap setan, tiga
tingkatan jihad kepada pelaku kezaliman, bid‘ah dan kemungkaran dan
empat tingkatan lainnya jihad terhadap orang-orang kafir dan jihad dengan
hati, lidah dan harta benda. Jihad yang mesti ditempatkan pada urutan
yang terakhir ialah jihad dengan jiwa dan tangan kita.
Dia melanjutkan, ‖ karena jihad yang paling utama itu adalah
mengatakan sesuatu yang benar di hadapan suasana yang sangat keras;
seperti mengucapkan kebenaran di hadapan orang yang ditakutkan
siksaannya, maka dalam hal ini Rasulullah saw menduduki tempat jihad
yang tertinggi dan paling sempurna.‖22
Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar
betul-betul berjuang, sebagaimana mereka diperintahkan agar betul-betul
bertaqwa kepada-Nya. Taqwa yang benar ialah mentaati Allah SWT dan
tidak bermaksiat kepada-Nya, ingat kepada-Nya dan tidak melupakan,
bersyukur kepada-Nya dan tidak mengingkari-Nya. Dan jihad yang benar
ialah berjihad terhadap hawa nafsunya, untuk menyerahkan hati, lidah dan
seluruh anggota tubuhnya kepada Allah.
Ibn Qayyim berkata, ‖Jika perkara itu telah dipahami, maka
sesungguhnya jihad itu memiliki empat tingkatan: Jihad terhadap hawa
nafsu, jihad terhadap setan, jihad terhadap orang-orang kafir dan jihad
terhadap orang-orang munafiq.‖23
Sementara jihad terhadap diri sendiri, musuh yang ada di dalam diri
manusia itu juga memiliki empat timgkatan:
Pertama, berjihad terhadap diri sendiri untuk mengajarkan
petunjuk kepadanya, petunjuk agama yang benar yang tidak ada
kemenangan, kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kecuali
dengannya.
22
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press) cet. Pertama, hal. 247 23
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press) cet. Pertama, hal. 249
44
Kedua, berjihad terhadapnya untuk melaksanakan petunjuk tersebut
setelah diketahuinya. Jika tidak, maka pengetahuan yang dimilikinya
hanya akan berwujud ilmu pengetahuan tanpa amal.
Ketiga, berjuang terhadap diri sendiri untuk mengajak orang lain
kepada petunjuk tersebut, mengajari orang yang belum mengetahuinya.
Keempat, berjuang dengan penuh kesabaran dalam menghadapi
berbagai kesulitan dalam mengajak orang lain kepada petunjuk Allah
SWT. Dia bertahan terhadap berbagai kesulitan itu karena Allah SWT.24
Adapun berjuang melawan setan itu ada dua tingkatan:
Pertama, berjihad untuk menolak berbagai bentuk syubhat dan
keraguan yang mengotori iman agar tidak sampai kepada hamba Allah
SWT.
Kedua, berjihad untuk menolak berbagai kehendak yang merusak
dan nafsu syahwat agar tidak sampai kepada mereka. Jihad yang pertama
harus dilakukan dengan keyakinan dan jihad yang kedua harus dilawan
dengan kesabaran.
Allah SWT berfirman:
Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah:24)
Jadi jelas bahwa jihad menurut Yusuf al-Qardhawi adalah
mencurahkan segala kemampuan atau menanggung kesulitan dalam taqwa
kepada Allah. Islam memang mengizinkan berperang, tapi dengan syarat-
syarat tertentu. Perang dalam Islam diizinkan tatkala ada sekelompok
orang yang berusaha menghancurkan agama Islam dengan senjata,
mengusir umat Islam dari negeri mereka dan menindas umat Islam. Pada
24
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press) cet. Pertama hal. 250
45
saat ini yang harus diprioritaskan adalah berjihad dalam pendidikan dan
pembentukan pribadi Muslim25
.
25
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press) cet. Pertama., hal 250
46
BAB IV
KONSEP JIHAD DALAM PENDIDIKAN MENURUT DR.
YUSUF AL QARADHAWI
A. Konsep Jihad Dalam Pendidikan Menurut Yusuf Qaradhawi
Telah menjadi kebiasaan orang-orang barat, mengungkapkan kata
”jihad” dengan ”perang suci”( holy war) Jika mereka menerjemahkannya ke
bahasa mereka. Masalahnya telah menjadi sedemikian jauh sehingga kata
“jihad” menurut mereka telah menjadi suatu ungkapan yang memberikan
kesan keganasan karakter dan akhlak, kebiadaban, dan pertumpahan darah.
Diantara dari kepiawaian mereka dan distorsi yang mereka buat mengenai
segi-segi fakta yang jelas adalah bahwa setiap kali mendengar kata jihad di
mata mereka akan terbayang sebuah gambaran kefanatikan dan kemarahan,
pembunuhan, dan perampasan di barengi dengan suara “Allahu Akbar” ,
merambah ke depan dimana nila ia melihat orang kafir, ia memegang leher
orang itu dan memberikan dua pilihan :mengucap “La ilaha illallah”
sehingga dirinya akan selamat atau lehernya dipenggal sampai mengalir darah
di kepalanya.1
Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa kata ”jihad” lebih luas
pengertiannya daripada kata ”perang”. Setiap muslim wajib menjadi mujahid,
1 Al-Maududi, dkk, Jihad Bukan Konfrontasi; meluruskan makna jihad islam dalam
realitas dalam kehidupan masyarakat modern (jakarta: cendekia sentra muslim) 2001. hal 23-24
47
dan tidak dengan sendirinya harus menjadi seorang ”pejuang perang” karena
perang menjadi wajib dengan sebab-sebabnya.2
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka jihad
pun memiliki arti luas, sebagaimana firman Allah SWT:
(الفرقان
:٥٢) ”Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan: 52)
Jihad ini tetap abadi hingga hari kiamat. Sarana-sarana dewasa ini
sangat banyak melalui siaran-siaran televisi, radio, jaringan internet dan lain-
lain. Kini belum muncul satu orang mujahid yang tidak tertandingi oleh
ribuan orang yang konsisten dalam bidang dakwah ini.3
Tidak hanya cukup dengan perintah berjihad, tetapi perintah berjihad
dengan jihad yang yang sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah SWT:
…
Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
(Al-Hajj: 77-78)
Ayat ini juga menunjukan tugas jamaah muslimin dalam tiga
kelompok besar; kelompok tugas yang berkaitan dengan hubungan dengan
Allah, yang disebutkan seperti ruku‟, sujud dan menyembah kepada Allah;
kelompok tugas yang berkaitan dengan interaksi dengan masyarakat, yang
direpresentasikan dalam berbuat baik; dan kelompok yang berkaitan dengan
2 Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah
Islam, terj. H. M. Abdillah Noor Ridlo. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2007) cet. II, hal. 210 3 Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah
Islam…, hal. 213
48
kekuatan buruk (kejahatan), yang diwakili oleh jihad. Kemudian Al-Qur‟an
tidak hanya menyebut jihad secara mutlak, tetapi memberi stressing
”Berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.”
Sebenar-benar jihad yaitu manakala seseorang telah mengerahkan seluruh
potensinya yang paling maksimal demi menolong kebenaran, melawan
kebatilan, menyebar kebaikan dan mengusir kejahatan.4
Menurut Yusuf al-Qaradhawi tindak kekerasan adalah pemakaian
kekuatan material oleh pihak tertentu yang tidak pada tempatnya, dan tanpa
batasan-batasan moral, syariat, atau hukum. Maksud ”tidak pada tempatnya”
yakni, penggunaannya pada tempat yang memungkinkan digunakannya cara
persuasif atau argumentasi dengan kata-kata, dakwah, dialog dengan cara
yang terbaik, dan dalam pemakaiannya itu tidak mempedulikan siapa orang-
orang yang dibunuh, dan siapa saja yang boleh dibunuh? Pelakunya
memberikan justifikasi kepada dirinya dengan menghimpun kekuasaan
berfatwa, mengadili dan menghukum dalam genggamannya sendiri.5
Termasuk tindakan ini juga peristiwa yang terjadi di Pulau Bali
Indonesia, tidak ada problema langsung yang terjadi antara pelaku dengan
para turis itu, melainkan untuk mengguncang pemerintahan Indonesia dan
menampakkan permusuhan terhadap politik Amerika dan Inggris.6
Menurut Yusuf al-Qaradhawi selain lemahnya pandangan tentang
agama, ada pula kelemahan pandangan tentang hidup, sejarah, kenyataan dan
sunnah-sunnah Allah SWT. pada makhluk-Nya. Ia tidak mampu memahami
suatu kejadian sesuai dengan hakikatnya, selalu menafsirkannya sesuai
dengan perkiraan-perkiraan keliru yang telah tertanam dalam benaknya, dan
yang sama sekali tidak memiliki suatu dasar dari sunnah-sunnah Allah SWT.
pada makhluk-Nya, tidak pula dari hukum-hukum dalam syariat-Nya. Ia
hendak mengubah masyarakat secara total; pikiran-pikirannya, perasaan-
4 Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah
Islam…, hal. 211 5 Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam
…, hal. 206 6 Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah
Islam…,, hal. 207
49
perasaannya, tradisi-tradisinya, akhlaknya, dan sistem-sistemnya; baik sosial,
politik, maupun ekonominya, dengan pranata-pranata dan cara-cara khayali.
Diiringi keberanimatian yang tidak menghiraukan besarnya pengorbanan,
betapapun mahalnya, tidak memedulikan maut yang akan menimpanya,
ataupun ia sendiri menerjangnya, tidak juga kesudahan apa yang akan terjadi,
selama niatnya demi Allah dan tujuannya meninggikan kalimat-Nya.7
Berdasarkan hal itu, tidaklah mengherankan apabila ia melakukan
beberapa tindakan dan perbuatan yang dinamakan oleh sebagian orang
sebagai tindakan ”bunuh diri”. Ini oleh orang-orang yang lain lagi dianggap
sebagai suatu ”kegilaan” yang mengakibatkan jatuhnya beberapa orang dari
mereka sebagai korban, sedangkan mereka sendiri tidak memedulikan sesuatu
tentang itu.8
Sekiranya mereka mau memperhatikan sejarah Nabi SAW., niscaya
mereka akan mendapati bahwa Rasulullah SAW. selama tiga belas tahun
berdakwah dan mendidik, sementara kemusyrikan merajalela di kiri-kanan
beliau. Ka‟bah Al-Bait Al-Haram di kelilingi berhala-berhala yang jumlahnya
mencapai 360 buah, dan beliau bershalat di sisi Ka‟bah dan bertawaf di
sekelilingnya, sementara patung-patung itu berada di sana. Beliau dan
sahabat-sahabatnya tidak berpikir untuk menyerang dan menghancurkan
berhala-berhala tersebut. Sekiranya hal itu beliau lakukan, niscaya akan
membawa diri beliau sendiri dan sahabat-sahabatnya pada kebinasaan, sebab
belum ada perimbangan kekuatan untuk melawan.9
Karena itulah, Rasulullah SAW membiarkannya seraya menyibukkan
diri dengan dakwah, guna memerdekakan akal dengan tauhid, membersihkan
hati dengan takwa, mempersiapkan barisan Muslim untuk secara teratur dapat
menandingi kekuatan kafir yang sudah siap menyerang dan yang bermakar
terhadapnya secara sembunyi-sembunyi. Beliau pun senantiasa mendidik para
sahabatnya agar bersikap sabar dan berlapang dada, sampai tiba masanya
7 Yusuf Qardhawi, Membedah Islam Ekstrem, terj. Alwi A.M (Bandung: Mizan Media
Utama 2001) cet. IX, hal. 91-92 8 Yusuf Qardhawi, Membedah Islam Ekstrem, terj. Alwi A.M..., hal. 92
9 Yusuf Qardhawi, Membedah Islam Ekstrem, terj. Alwi A.M..., hal. 92
50
untuk berhadapan langsung dengan para penyembah berhala itu di suatu
waktu yang akan datang, yang tidak diragukan lagi.
Pernah beliau menyaksikan Ammar bin Yasir dan kedua orangtuanya
sedang disiksa. Beliau pun tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mengatakan
kepada mereka: ”Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya
balasan kallian adalah surga.” Keadaannya tetap demikian sampai Allah
SWT. memberikan izin kepada kaum Mukmin untuk berperang, demi
membela diri mereka serta kebebasan dakwah mereka:
(٤-٣٩: الحج )
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena
Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-
benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang Telah
diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali
Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah (QS. Al-Hajj : 39-
40).
Pada saat itulah dimulai pertempuran bersenjata melawan paganisme;
pedang berhadapan dengan pedang dan kekuatan melawan kekuatan.
Tetapi, kapankah yang demikian itu terjadi? Hanya ketika Nabi SAW.
dan orang-orang yang beriman telah memiliki negara dan kekuasaan. Maka,
berlangsunglah peperangan demi peperangan sehingga datang kesempatan
besar yang disediakan Allah SWT. bagi Rasul-Nya, agar beliau memasuki
kota Makkah sebagai pemenang, setelah keluar dari sana sebagai orang
tertindas. 10
Kita jangan sampai lupa bahwa kita sekarang berada di abad XV
Hijriyah bukan pada abad X Hijriyah atau sebelumnya. Kita memiliki
kebutuhan dan menghadapi problema-problema yang belum pernah dihadapi
oleh ulama sebelum kita baik ulama salaf atau khalaf. Kita dituntut untuk
berijtihad buat masalah-masalah kita, bukanlah yang harus berijtihad itu
10
Yusuf Qardhawi, Membedah Islam Ekstrem, terj. Alwi A.M..., hal. 93
51
mereka yang telah meninggal beberapa abad sebelum kita, dan seandainya
mereka hidup di zaman kita sekarang ini dan mereka marasakan apa yang kita
hadapi, tentunya mereka akan meninjau kembali pendapat-pendapat mereka
dan merubah kebanyakan hasil ijtihad mereka karena pendapat-pendapat
tersebut dilontarkan sesuai dengan zaman mereka bukan untuk zaman kita.11
Kita melihat beberapa sahabat, Imam-imam mazhab dan murid-murid
mereka berbeda pendapat setelah meninggalnya Imam-imam tersebut.
Padahal mereka mengikuti kaidah-kaidah pokok Imamnya tersebut. Padahal
mereka mengikuti kaidah-kaidah pokok Imamnya disebabkan karena
berubahnya zaman berikutnya dari zaman sebelumnya walaupun jarak
masanya masih dekat dan pendek.12
Nah, bagaimana lagi dengan abad kita sekarang ini, segalanya telah
berubah setelah masa revolusi industri masa kemajuan teknologi, masa
perang bintang, komputer dan masa revolusi ilmu biologi yang hampir-
hampir merubah masa depan manusia!13
Allah SWT. berfirman dalam Surat Al-Furqan yang turun di Makkah:
(٥٢ : الفرقان)
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap
mereka dengan jihad yang benar. (QS. Al-Furqan: 52)
Menurut Yusuf al-Qaradhawi Jihad ini terbuka luas, belum pernah
seluas sekarang ini, yaitu melalui audio visual, melalui media elektronik,
saluran satelit dan jaringan internet serta media-media lainnya yang
membutuhkan tenaga dan dana besar. Ini yang DR. Yusuf Qaradhawi
katakan, jihad modern.14
11
Yusuf Al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syari’at Islam Beberapa Pandangan Analitis
Tentang Ijtihad Kontemporer, terj. Drs. H. Achmad Syathori (Jakarta: PT Bulan Bintang 1987)
cet. Pertama, hal. 267 12
Yusuf Al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syari’at Islam Beberapa Pandangan Analitis
Tentang Ijtihad Kontemporer..., hal 267 13
Yusuf Al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syari’at Islam Beberapa Pandangan Analitis
Tentang Ijtihad Kontemporer..., hal. 268 14
Yusuf Al-Qaradhawi, 70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun Kilas Balik Dakwah Tarbiyah
dan Jihad. terj. H. Mustolah Maufur, MA. & H. Abdurrahman Husain, MA. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar 1999) hal. 242
52
Jihad dengan mengemban beban cobaan dan ujian dalam rangka
dakwah serta tabah menjalaninya adalah salah satu urutan-urutan ini. Yang
disebutkan dalam surah Al-‟Ankabut, yang turun di Makkah:
(٦-٢ : العنكبىت )
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-
orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu
mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) Kami? Amatlah buruk apa yang
mereka tetapkan itu. Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah,
Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. dan dialah
yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan barangsiapa yang berjihad,
Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
(QS. Al-’Ankabūt: 2-6)
Jihad terhadap orang-orang zhalim dan pendurhaka adalah dengan
amar ma’ruf nahi munkar dan menghalangi kebatilan, mengatakan ”tidak”
kepada orang orang yang hidup berfoya-foya dan melakukan kerusakan di
muka bumi adalah salah satu dari urutan ini.15
Jihad terhadap penguasa yang zhalim dengan tangan, yakni dengan
kekuatan senjata adalah hanya bagi yang mampu. Bagi orang yang tidak
memiliki kekuatan ini maka kewajibannya kembali pada jihad dengan lisan.
15
. Yusuf Al-Qaradhawi, 70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun Kilas Balik Dakwah Tarbiyah
dan Jihad...,hal. 242
53
Jika itu pun tidak mampu maka berpindah pada kewajiban jihad dengan hati,
meskipun yang demikian adalah selemah-lemah iman.16
Islam memperketat penggunaan fisik agar upaya memberantas
kemungkaran tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Inilah yang
dicatat oleh sejarah dan terbukti dalam kenyataannya. Pada masa sekarang
tidak ada yang mampu menggunakan kekuatan jihad dengan tangan kecuali
kekuatan pemerintah karena ia bagian dari aparaturnya. Bagi orang-orang
yang berfikir untuk melawan pasukan bersenjata dengan sekelompok kecil
masyarakat secara keyakinan tidak dapat dibenarkan dan secara militer juga
salah karena mereka belum memahami kekuatan pasukan modern. Mereka
juga salah secara agama karena mencampakkan diri ke dalam kehancuran dan
menempatkan diri pada sasaran yang berbahaya. Sedangkan hadits Nabi
SAW. mengatakan, ”Tidak selayaknya bagi seorang mukmin merendahkan
diri sendiri”. Dikatakan, ”Bagaimana ia merendahkan dirinya sendiri, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Menempatkan dirinya menjadi sasaran
petaka yang tidak mampu ia tahan.”17
Di sini mereka juga bisa jadi
membunuh orang yang tidak boleh dibunuh, sedangkan pada dasarnya
mengenai darah dilarang ketat (larangan ketat mengenai petumpahan darah).18
Oleh sebab itu, menurut Yusuf Al-Qardhawi kita mesti memberikan
perhatian terhadap persoalan yang hakiki ini dari segi pemikiran dan
tindakan. Kita harus membuat rencana pengembangan dan rancangan yang
sesuai untuk mempersiapkan ”Pendidikan Islam yang sempurna dan Modern”
yang terus mengikuti perkembangan anak-anak muslim sejak dari buaian,
hingga mereka keluar dari universitas, dengan menggunakan metode yang
sesuai, sistem yang menarik, sarana audio visual, teknologi canggih, yang
16
Yusuf Al-Qaradhawi, 70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun Kilas Balik Dakwah Tarbiyah
dan Jihad..., hal. 242 17
Riwayat At-Tirmidzi dalam bab Al-Fitan dari Hudzaifah no. 2255 dan ia berkata,
“Hadits ini hasan gharib.” Dan dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir dinisbatkan kepada Ahmad
dan An-Nasa‟I juga, no. 7797. Sedangkan yang diriwayatkan Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari
Ibnu Umar dalam isnad Ath-Thabrani jayyid, sebagaimana dalam Al-Mujma’ juz 7 hal. 274. 18
Yusuf Al-Qaradhawi, 70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun Kilas Balik Dakwah Tarbiyah
dan Jihad. terj. H. Mustolah Maufur, MA. & H. Abdurrahman Husain, MA. (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar 1999) hal. 243
54
dapat mewujudkan pentingnya agama bagi kehidupan, dan menegaskan
kesempurnaan Islam, keadilan hukum-hukumnya, kemu‟jizatan kitab sucinya,
keagungan Rasul, keseimbangan peradaban dan kekekalan umatnya.19
Di samping itu kita juga mesti membuat penelitian dan pengembangan
dalam bidang lainnya, misalnya dalam bidang informasi dan kebudayaan,
yang memiliki pengaruh dan kesan yang luar biasa terhadap kehidupan
individu dan masyarakat. Perangkat informasi yang membentuk pemikiran,
kecendrungan, perasaan, trend pemikiran dan jiwa manusia.20
Ada dua titik tolak yang saling menyempurnakan dalam tindakan yang
dapat kita lakukan:
Pertama, mempersiapkan ahli informasi Muslim dalam semua bidang
kehidupan, pada semua peringkatnya, yang mampu menampilkan bahwa
Islam mempunyai berbagai kemampuan yang besar untuk setiap zaman.
Termasuk dalam kelompok ini adalah para seniman dari berbagai
bidang; seniman dalam bidang nasyid, drama dan lakon.
Atas dasar itu, kita memerlukan orang yang dapat menulis skenario,
sutradara (pengarah), artis, juru kamera dan juga eksekutifnya.
Perkara ini tidaklah mudah, karena berkaitan dengan hukum-hukum
agama dan non-agama. Kita harus membuat target tertentu, prasarana yang
jelas, pentahapan yang jelas, agar tidak mengalami kekurangan dan
pembinaan manusia dapat dilakukan dengan sempurna.
Kedua, kita berusaha mempengaruhi para ahli informasi dan seniman
di masa kini. Karena sesungguhnya di antara mereka ada orang-orang Islam
yang shalat dan mau berpuasa, tetapi mereka karena latar belakang
pendidikan dan budayanya menyangka bahwa apa yang mereka lakukan tidak
bertentangan dengan Islam, dan tidak mendatangkan kemurkaan Allah.
Pada tahun-tahun terakhir ini saya telah menyaksikan beberapa orang
seniman dan artis yang bertobat, dan para bintang film wanita. Akan tetapi
19
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press 1996) cet. Pertama, hal. 261-262 20
. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press 1996) cet. Pertama, hal. 261-262
55
kebanyakan meraka telah menjauhkan diri dari seni dan para seniman, untuk
menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka lari membawa agamanya.
Sebetulnya, ada tindakan yang lebih baik yang dapat mereka lakukan.
Ialah tetap berada dalam bidang sulit itu, dan mempergunakan perkataan
Umar bin Khattab setelah dia masuk Islam sebagai pedoman mereka:
الإسالم فيه أعلنث إال الجاهلية فيه أعله كنث مكان يبقى لا واهلل
Demi Allah, tidak ada suatu tempat yang dahulu saya pergunakan
untuk menyebarkan kejahiliyahan kecuali tempat itu harus saya
pergunakan juga untuk menyebarkan Islam 21
Tindakan seperti ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan melakukan
kerja sama berbagai pihak, dan menyingkirkan kerikil-kerikil tajam di
jalanan.22
Bagaimanapun, semua institusi yang ada di dalam umat (masjid dan
universitas, buku dan surat kabar, televisi dan radio) mesti melakukan kerja
sama yang baik, sehingga tidak ada satu institusi yang naik sementara
institusi yang lainnya tenggelam, atau ada satu perangkat yang dibangun dan
pada saat yang sama perangkat lainnya dihancurkan. Pernyataan di atas
dibenarkan oleh ucapan penyair terdahulu:23
! ؟ يهدم وغيرك جبنيه كنث إذا
جمامه يىما البنيان يبلغ وهل
Apabila engkau membangunnya, dan orang lain menghancurkannya;
Dapatkah sebuah bangunan diselesaikan?
Pada saat ini, tidak ada lagi halangan bagi kita untuk melakukan
da‟wah, khususnya di negara-negara yang terbuka yang menganut aliran
pluralisme. Kaum Muslimin dapat menyampaikan da‟wah mereka melalui
tulisan, suara dan juga gambar. Mereka dapat menyampaikan da‟wah melaui
21
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah..., hal 263 22
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah..., hal. 263 23
. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah...,, hal.244
56
radio yang gelombangnya dipancarkan ke seluruh dunia. Mereka dapat
berbicara kepada semua bangsa dengan bahasa kaum itu agar ajaran yang
disampaikan dapat diterima dengan jelas.24
Kita di abad modern ini tidak bertujuan mendirikan masyarakat yang
demikian ini besar, tetapi kita hendak mendirikan masyarakat yang sama atau
seimbang dari segi kultur materialnya (minimal) dengan masyarakat
sekarang, dan pada saat itu pula masyarakat tersebut memiliki jiwa, arah dan
hakekat masyarakat Islam yang pertama yang lahir atas dasar ajaran Allah, di
mana masyarakat Islam pertama dianggap sebagai puncak tertinggi dalam
perihal jiwa, arah hakikat keimanannya dan konsepsinya tentang kehidupan,
tentang tujuan diciptakannya manusia dan kedudukannya di alam ini,
keistimewaannya, hak-haknya serta kewajibannya.25
Catatan pertama dan paling penting ialah: bahwa masyarakat di mana
kita hidup sekarang ini tidak serupa dengan masyarakat Makkah yang
dihadapi oleh Rasulullah SAW, saat-saat tumbuhnya dakwah Islam pertama.
Sebab masyarakat Makkah waktu itu adalah masyarakat jahiliyah murni yaitu
masyarakat penyembah berhala yang kafir, yang tidak percaya kepada Tauhid
"الاله الااهلل " ”Lā ilāha illā Allah” (Tiada Tuhan selain Allah) dan tidak percaya
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, suatu masyarakat yang
mengatakan bahwa al-Qur‟an adalah sihir, dusta, yang diada-ada dan legenda-
legenda orang terdahulu. Adapun masyarakat kita yang berada di negara
orang-orang Islam adalah masyarakat campuran, Islam dan jahiliyah terdapat
di dalamnya unsur-unsur Islam murni dan unsur-unsur jahiliyah yang
dimasukkan.
Terdapat di dalamnya orang murtad yang terang-terangan, seperti
penyeru komunis, sekularis non agamis, mereka adalah sekelompok kecil dari
24
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah...., hal. 100 25
Yusuf Al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syari’at Islam Beberapa Pandangan Analitis
Tentang Ijtihad Kontemporer, terj. Drs. H. Achmad Syathori (Jakarta: PT Bulan Bintang 1987)
cet. Pertama, hal. 279
57
pemerintah, tokoh-tokoh kelompok kepercayaan dan sebagainya. Mereka ini
dihukumi sebagai orang-orang murtad.
Demikian pula terdapat di dalamnya (selain orang murtad dan
munafiq) segolongan besar dan mayoritas umat yang komitmen dengan
Islam, semua individu-individunya memegang agamanya erat-erat,
melaksanakan upacara ibadah yang wajib walaupun terkadang meraka
mengabaikan ibadah tersebut dan terkadang melakukan perbuatan dosa, tapi
pada prinsipnya mereka adalah takut kepada Allah, suka bertaubat,
terpengaruh oleh nasehat-nasehat agama, menghormati al-Qur‟an, mencintai
Rasul SAW. dan lain-lain perbuatan yang menandakan kebenaran pokok
akidah Islam mereka.
Atas dasar ini, amat keterlaluan dan gegabah kalau menetapkan bahwa
mereka semua dianggap jahiliyah seperti penduduk Makkah yang dihadapi
Rasul SAW. menjelang fajar seruan Islam, dan kita tidak boleh memaparkan
pada mereka kecuali akidah yaitu akidah Islam satu-satunya sehingga mereka
bersaksi bahwa ”Tiada Tuhan selain Allah” dengan konotasinya yang benar
dan tidak boleh memberi jawaban atas permohonan fatwa yang diharapkan
mereka dalam perihal masyarakat Islam.26
Satu hal yang sangat diperlukan oleh umat kita pada abad ini ialah
teknologi canggih, sehingga umat dapat memasuki abad ini dengan senjata
ilmu pengetahuannya dan tidak ketinggalan zaman. Umat tidak akan dapat
membangkitkan misi Islamnya yang sangat dihormati oleh Allah SWT. dan
diberi kenikmatan yang sempurna sehingga mereka dapat mengajak seluruh
dunia kepadanya, kalau umat ini kalah dengan yang lainnya dalam peralatan
dan senjata yang canggih.
Jika dulu beban persiapan kekutan militer dan persenjataan dipikul
secara individual, maka sesudah didirikannya baitul maal beban dana itu
ditanggung oleh kas Negara (baitul maal), dan bukan dibebankan pada zakat.
Infak untuk tentara , persenjataan, dan biaya perang diambil dari harta fa‟I,
26
Yusuf Al-Qaradhawi, Ijtihad Dalam Syari’at Islam Beberapa Pandangan Analitis
Tentang Ijtihad Kontemporer..., hal. 288-289
58
jizyah, dan sebagainya. Adapun dari uang zakat itu hanya sekedar dipakai
sebagai penggenap beberapa hal saja, seperti untuk nafkah para sukarelawan
(jundullah) atau sejenisnya. Jelas akan sangat kecil, bahkan jauh dari
mencukupi ,jika pembiayaan persiapan jundullah dan persenjataan tersebut
dibebankan pada zakat.
Oleh karena itu , sabilillah masa kini lebih sesuai untuk jihad diidang
kebudayaan, pendidikan, media massa, dengan syarat bahwa jihad-jihad itu
haruslah sebenar-benarnya jihad (di sisi Allah), sejalan dengan ajaran islam
yang baik, tidak dicampuri oleh unsur-unsur ashabiyah (kesukuan atau
nasionalisme), dan tidak pula oleh paham-paham Barat maupun Timur (dalam
arti tidak membela islam) atau dari idiologi negara, aturan, system,
perundang-undangan, Negara, kedudukan, atau pribadi-pribadi islam yang
tidak Islamis.27
Telah banyak terjadi/dikemukakan, lembaga-lembaga islam yang
sekuler dan bahkan sangat menyimpang dari islam. Oleh karena itu kita harus
waspada dan harus menjadikan islam sebagai referen (maroji’) dan nara
sumber,sebagai sumber dan bukan alatnya, serta sebagai pedoman dan
penuntutan sehingga aktivitas-aktivitas itu layak dinisbatkan kepada Allah
SWT dan termasuk dalam kategori jihad fi sabilillah.
Dengan demikian aktivitas-aktivitas yang dapat dimasukkan dalam
kategori jihad fi sabilillah untuk masa sekarang ini antara lain :
1. Mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam yang representatif sebagai pusat
ta‟lim dan tarbiyah bagi generasi muda islam, menyampaikan/mengajarkan
ajaran islam secara shahih dan benar, membentengi akidah dari bahaya
kemusyrikan dan kekufuran, memeihara kemurnian pola pikir Islami agar
tidak tergelincir, serta mempersiapkan diri untuk membela Islam dan
menghalau musuh-musuhnya.
27
Yusuf qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press), 1992 hal.
20
59
2. Mendirikan pusat kegiatan bagi kepentingan penyiaran dakwah islam ke
luar di semua benua, terutama yang sedang berkecamuk dalam berbagai
pergoalakan pemikiran dan idiologi.
3. Mendirikan unit usaha di bidang percetakan, baik yang berupa surat kabar,
majalah, tabloid, maupun brosur-brosur untuk menagkis berita-berita dari
luar yang merusak dan memutar-balikkan fakta kebenaran islam,membuka
tabir kebohongan musuh-musuh islam, serta menjelaskan islam yang
sebenarnya.
4. Termasuk kedalamnya adalah penyebaaran buku-buku Islam dari penulis-
penulis Islam yang bersih, yang mampu menyebarkan ide/fikrah Islam dan
membagkitkan semangat Islam, yang mampu mengungkap mutiara-
mutiara Islam yang selama ini tertutupi oleh deranya buku-buku islam
karya orientalis,Ismolog-ismolog Barat dan Timur yang kafir.28
Oleh sebab itu. Metodologi dan sistem pendidikan harus ditingkatkan
untuk mencapai tujuan tersebut dan mengembalikan lagi kedudukan Islam
yang terhormat di mata dunia. Ketika itu Islam mempunyai peradaban yang
sangat maju, dengan akar yang mendalam, cabang yang sangat luas, serta siap
menyongsong masa depan. Metodologi dan sistem pendidikan itu harus
melihat kepada hal-hal yang sangat diperlukan oleh Islam dan umat Islam,
serta perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang dipadukan dengan akidah,
sistem dan peradaban Islam.
Sesungguhnya penguasaan teknologi canggih dan ilmu-ilmu yang
menjadi perantara ke arah itu merupakan satu kewajiban sekaligus
kepentingan. Kewajiban yang diwajibkan oleh agama, dan kepentingan yang
didesak oleh kehidupan nyata kaum Muslimin. Itulah prioritas yang harus
didahulukan oleh umat kita sekarang ini.29
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
Dengan berkembangnya IPTEK maka jihad pun terbuka luas, yaitu melalui
audio visual, melalui media elektronik, saluran satelit dan jaringan internet,
28
Yusuf qaradhawi,dkk, berjuang di jalan Allah..., hal 21-22 29
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, terj. Bahruddin F. (Jakarta: Robbani Press 1996) cet. Pertama, hal. 136
60
serta media-media lainnya. Untuk itu semua diperlukan tenaga-tenaga
tangguh, berdedikasi, jujur, amanat, penuh ideaelis, dan penuh cita-cita,
beriltizam pada manhaj islam,bekerja penuh perhitungan, dan ikhlas karena
Allah semata.
B. Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam Dan
Relevansinya Dengan Konsep Jihad Dalam Pendidikan
Menurut DR. Yusuf Al-Qaradhawi
Setelah menjelaskan tentang keutamaan belajar, adab-adabnya, dan
batasan-batasannya di dalam As-Sunnah An-Nabawiyah, selanjutnya syekh
Yusuf Al-Qaradhawi akan menjelaskan tentang keutamaan pengajarannya,
kedudukannya syarat-syaratnya dan etikanya serta ketinggian kedudukan
(manzilah) para pengajar (guru). Rasulullah SAW bersabda .30
sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan
mengajarkannya”(HR.Al-Bukhari)31
Lebih lanjut dalam hal ini Yusuf Qardhawi akan membahas esensi nilai-nilai
dan persepsi pendidikan dan pengajaran yang telah diperinci dalam As-
Sunnah dan selalu diperhatikan oleh para sahabat dan ulama salaf umat ini,
dengan harapan dapat mengembalikan kepercayaan generasi penerus umat
islam terhadap agama dan warisan kenabiaannya. Agar mereka memahami
dengan sungguh-sungguh mana warisan asli peninggalan pendahulu mereka
dan mana warisan tambahan yang sengaja dimasukkan dalam islam dari pola
hidup dan perkembangan mereka, sehingga mereka dapat meniti kembali
jalan para pendahulu mereka menuju puncak kebangkitan ilmu pengetahuan
30
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 11 31
Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Damsyiq, Dar al-„Ulum, 1999.). No.4739. hal 1919. Juz 4
61
dan peningkatan pendidikan dengan landasan ketakwaan kepada Allah SWT
dan mencapai ridha-Nya.32
Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan dan
pengajaran agama islam sekarang ialah bagaimana cara mengajarkan agama
kepada anak didik sehingga dapat memperoleh hasil semaksimal mungkin.
Cara mengajar tersebut kita kenal dengan sekarang dengan istilah metodologi
pengajaran. Dalam kaitan ini, H.M Quraish shihab menggunakan istilah
metode penyampaian materi. Menurutnya, Al-Qur‟an al-karim memandang,
dalam mengarahkan pendidikannya kepada manusia sebagaimana
dikemukakan diatas, menghadapi dan memperlakukan makhluk tersebut
sejalan dengan unsur penciptaannya: jasmani,akal dan jiwa. Atau dengan kata
lain, ”mengarahkannya menjadi manusia seutuhnya.”karena itu, materi-materi
pendidikan yang disajikan oleh Al-Qur‟an hampir selalu mengarah kepada
jiwa, akal dan raga manusia. 33
Asal kata” metode” mengandung pengertian ”suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai suatu tujuan”, metode berasal dari dua perkataan yaitu meta
ditambah dengan logi sehingga menjadi metodologi berarti ”Ilmu
pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui” untuk mencapai suatu
tujuan. Jadi, Metodologi pendidikan islam adalah suatu ilmu pengetahuan
tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik.34
Metode merupakan aspek penting untuk mentransfer ilmu
pengetahuan dari guru kepada siswa. Sehingga terjdi proses internalisasi dan
pemilikan ilmu oleh siswa. Dalam pendidikan islam, metode mendapat
perhatian yang sangat besar. Al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai sumber ajaran
Islam berisi petunjuk dan prinsip-prinsip yang dapat diinterpretasikan
menjadi konsep tentang metode.35
32
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 12 33
Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), cet. 1 hal. 369 34
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),cet.1 h. 65 35
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 1, hal, 17-
18
62
Metodologi pendidikan islam dalam penerapannya banyak
menyangkut wawasan keilmuan pendidikan yang bersumber pada al-qur‟an
dan hadits. Oleh karena itu , untuk mendalaminya kita perlu mengungkapkan
implikasi-implikasi metodologis kependidikan dalam kitab suci Al-Qur‟an
dan hadis antara lain sebagai berikut:
1) Gaya bahasa dan ungkapan yang terdapat dalam al-qur‟an
menunjukan fenomena bahwa firman-firman Allah itu
mengandung nilai-nilai metodologis yang mempunyai corak dan
ragam sesuai tempat dan waktu sasaran yang dihadapi.
2) Dalam memberikan perintah dan larangan (imperative dan
preventif) Allah senantiasa memperhatikan kadar kemampuan
masing-masing hamba-Nya, sehingga taklif ( beban)-nya berbeda–
beda meskipun diberikan tugas yang sama.
3) Sistem pendidikan metodologis yang dinyatakan dalam al-Qur‟an
bersifat multi approach yang meliputi antara lain:36
a) Pendekatan religius yang menitikberatkan kepada pandangan
bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan
bakat-bakat keagamaan.
b) Pendekatan filosofis yang memandang bahwa manusia adalah
makhluk rasional atau homo rationale, sehingga segala
sesuatu yang menyangkut pengembangannya didasarkan pada
sejauh mana kemampuan berpikirnya dapat dikembangkan
sampai pada titik maksimal perkembangannya.
c) Pendekatan sosiokultural yang bertumpu pada pandangan
bahwa manusia adalah makhluk yang bernusyarakat dan
berkebudayaan sehingga dipandang sebagai homo sosius dan
homo sapiens dalam kehidupan bermasyarakat yang
berkebudayaan. Dengan demikian pengaruh lingkungan dan
perkembangan kebudayaannya sangat besar artinya bagi
proses pendidikan individualnya.
36
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam…hal 67
63
d) Pendekatan scientific yang dititikberatkan pada pandangan
bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan
(kognitif), berkemauan (kognitif), dan merasa (emosional
atau afektif). Pendekatan harus dapat mengembangkan
kemampuan analitis-sintetis dan reflektif dalam berpikir.
Bila kita pahami metode sebagai suatu subsistem ilmu pendidikan
islam yang berfungsi sebagai alat pendidikan, maka seluruh firman Allah
SWT dalam al-Qur‟an sebagai sumber ilmu pendidikan islam mengandung
implikasi-implikasi metodologis yang komprehensif mencakup semua aspek
kemungkinan pertumbuhan dan perkembangan pribadi manusia.37
Dengan demikan dapat ditarik kesimpulan bahwa demikian urgennya
metode dalam proses pendidikan dan pengajaran, sebuah proses belajar
mengajar (PBM) bisa dikatakan tidak berhasil bila dalam proses PBM tidak
menggunakan metode pendidikan dan pengajaran. Metode jauh lebih penting
daripada materi, karena metode menempati posisi penting dari sederetan
komponen-komponen pembelajaran; tujuan, metode, materi, dan evaluasi.
Penjelasan tentang metode-metode yang dapat dipakai dalam
pendidikan dan pengajaran agama islam, dapat dilihat sebagai berikut:
1. Metode Keteladanan38
Diantara adab seorang guru yang lain dalam ajaran islam adalah
bersikap lemah lembut terhadap murid dan memperlakukannya dengan
perlakukan seorang ayah kepada anaknya, berdasarkan apa yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW. Dan beliaupun menegaskan dengan sabdanya39
:
37
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),cet.1. hal.67 38
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 116 39
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 37
64
sesungguhnya perumpamaanku terhadap kalian adalah seperti seorang ayah
terhadap anaknya (HR. Abu daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari
Abu Hurairah)40
Faktor terpenting yang memperjelas hubungan sifat orangtua dengan
sifat kenabian adalah kasih sayang, lemah lembut, dan pendekatan. Inilah
sifat-sifat yng lazim dirasakan oleh seorang murid dari gurunya di samping
merasakan kecintaannya sumbangsihnya dalam membimbing untuk mencapai
keselamatan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Seorang guru pun
lazim untuk menanamkan rasa persaudaraan diantara murid-muridnya seperti
ia menumbuhkan kecintaan di antara anak-anaknya samapi mereka saling
menyayangi dan saling mencintai, tidak saling membenci dan tidak saling
menghasud.41
Bila dicermati historis pendidikan di zaman Rasulullah SAW dapat
dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada
keberhasilan adalah keteladanan(uswah). Rasulullah ternyata banyak
memberikan keteladanan dalam mendidik para sahabat-sahabatnya.42
Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendidikan dengan dengan memberi contoh
keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik
maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan
memberikan kontribusi yang besar dalam pendidikan ibadah, akhlak,
kesenian, dan lain-lain.43
Imam Bawani menjelaskan, bahwa faktor-faktor pendukung
keberhasilan pendidikan pesantren adalah:
Pertama, terwujudnya keteladanan kyai.44
Kelebihan seorang kyai dalam memimpin sebuah pesantren adalah
karena ia memiliki pamor atau kelebihan yang baik dan terkenal di
40
Abu Daud, Sunan Abu Daud (Damsyiq, Dar al-„Ulum, 1999.) No. 40. Hal 41. Juz 1 41
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 38 42
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 116 43
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam …,hal 120 44
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam pendidikan islam , (Surabaya: Al-Ikhlas, 1972), hal 5
65
masyarakat luas. Pamor dan kelebihan itu ia bangun dengan keteladanan yang
selalu ia lakonkan dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan, sesuai antara
perkataan dan perbuatan.
Kedua, terciptanya hubungan yang harmonis antara kyai yang satu
dengan kyai yang lain, dan hubungan antara kyai dengan santrinya, serta
hubungan santri dengan santri yang lainnya. Hubungan semacam ini
mayoritasnya selalu berlandaskan kepada dasar kemanusiaan dan ikatan
ukhuwah antar sesama muslim.
Ketiga, mencuatnya kematangan output atau lulusan pesantren dalam
menjalankan agama ditengah masyarakat. Hal ini membuat lembaga
pesantren menjadi panutan, disayangi, dan disegani serta dicintai oleh hampir
semua kalangan masyarakat luas.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa, ketiga faktor diatas merupakan modal
dalam mendukung keberhasilan lembaga pendidikan pesantren,oleh karena
itu, suasana di lembaga pesantren hendaknya dapat dijadikan sebagai uswah
oleh dunia pendidikan modern saat ini. Upaya pemaduan antara pengetahuan
agama dan umum, penyelarasan antara perkataaan dan perbuatan, merupakan
sistem pendidikan yang perlu untuk dikembangkan, khususnya di abad ke- 21
ini. Diantara bahwa faktor penyebab kenakalan anak adalah karena terjadinya
krisis prinsip, qudwah, dan lingkungan. Nabi Muhammad SAW adalah
manusia yang paling lembut terhadap murid-muridnya, manusia yang paling
jauh dari sikap kejam, sulit, keras, dan kasar. Hal keteladanan seperti inilah
yang patut dilaksanakan oleh seorang pendidik (guru) dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, karena secara psikologis anak didik banyak meniru
dan mencontoh perilaku sosok figurnya termasuk diantaranya adalah para
pendidik.
2. Metode Pemberian Ganjaran45
Jika diantara asas-asas pengajaran yang bermanfaat adalah
membetulkan yang salah dan mencurahkan kelemah lembutan terhadapnya,
45
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 125
66
maka asas lain sebagai pelengkapnya adalah memberikan sugesti kepada yang
benar dan bagus serta memberikan pujian baginya agar bertambah
kesemangatannya dalam kebaikan dan bertambah pula perhatiannya terhadap
ilmu dan amal. Demikian yang dilakukan oleh Nabi SAW, menambah
kebaikan kepada yang baik. Abu Hasan Al-Asy‟ari adalah orang yang bagus
bacaan al-Qur‟annya, beliau berkata kepadanya.46
engkau telah dianugerahi salah satu seruling dari seruling seruling keluarga Daud
(HR. Muttafaq ’alaih dari hadist Abu Musa)47
Demikianlah Rasulullah SAW mengangkat kadar orang-orang yang
mempunyai kelebihan di antara sahabat-sahabatnya agar diketahui oleh
khalayak, sehingga mereka mempelajari sesuatu dari ahlinya dan
memanfaatkannya. Berangkat dari situ, lazimlah seorang pendidik (Guru)
untuk senantiasa memanfaatkan kondisi baik murid-muridnya, mengangkat
(menjunjung) setiap kelebihan atau kemampuan yang dimiliki murid-
muridnya, menumbuhkan ambisi mereka terhadap Al-Haq, berlomba-lomba
dalam keadilan serta mengabarkan kepada yang lainnya tentang kelebihan
murid-muridnya sehingga mereka mau berusaha untuk menyainginya dalam
kebaikan jika mampu.48
Sementara itu, dalam bahasa arab ”ganjaran” diistilahkan dengan kata
”tsawab”. Kata ”tsawab” banyak ditemukan dalam Qur‟an, khususnya
ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seseorang
baik di dunia maupun diakhirat dari amal dan perbuatannya. Kata”tsawab”
tersebut dalam surah Ali Imran ayat 145, 148, dan 195, surah An-Nisa ayat
46
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 69 47
Imam Muslim, shahih muslim(Amman: Al-Maktab al-Islami, 2000) no 793. H 546 juz 1. 48
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 71-72
67
134, surah Al-Kahfi ayat 31, dan surah Al-Qashash ayat 8049
. Sebagaimana
dapat dilihat dari firman Allah SWT :
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang Telah ditentukan waktunya. barang siapa
menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala dunia
itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan (pula)
kepadanya pahala akhirat itu. dan kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.(QS.Ali Imran : 145)
Kata ”tsawab” identik dengan ganjaran yang baik, seiring dengan hal ini,
maka yang dimaksud dengann kata tsawab dalam kaitannya dengan
pendidikan islam adalah pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik
terhadap anak didik. Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam
memberikan ganjaran, antara lain:
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak didik lebih bersemangat dalam
belajar.
b. Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi
dengan pemberian hadiah.
c. Do‟a, misalnya ”semoga Allah SWT menambah kebaikan padamu ”.
d. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang-kenangan bagi
murid atas prestasi yang diperolehnya.
e. Wasiat kepada orang tua, maksudnya melaporkan segala sesuatu yang
berkenaan dengan kebaikan murid di sekolah, kepada orangtuanya
dirumah.50
49
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 125
68
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
memberikan ganjaran dalam makna memberikan sugesti yang baik dan
lainnya harus diberikan seorang pendidik (Guru) karena hal itu dapat memacu
semangat anak didik dalam belajar.
3. Metode Pemberian Hukuman
Sikap kelembutan akan tampak lebih jelas lagi dalam mencurahkan rasa
kasih sayang terhadap yang salah. Sebab kesalahan tidak harus dihadapi
dengan kekerasan dan paksaan atau dengan penghinaan dan olok-olokan,
karena sikap ini akan merendahkan kepribadiannya dan mengecilkan
nyalinya. Contoh yang paling baik dalam menyikapi yang berbuat kesalahan
adalah sikap Rasulullah SAW, beliaulah manusia yang paling mampu
membaca situasi dan mengimbangi kondisi serta memahami setiap orang.
Sehingga ketika orang Badui yang kurang sopan dan tidak tahu malu_buang
air kecil (kencing) sembarangan di salah satu sudut mesjid di tengah-tengah
orang banyak, beliau tidak marah. Beliau malah mendekatinya dengan sikap
yang sesuai untuk orang tersebut yakni dengan lemah-lembut. Dengan
mempertimbangkan latar belakang dan kondisi kehidupan orang badui
tersebut, Rasulullah SAW tidak memperkenankan protes yang dilancarkan
oleh para sahabatnya terhadap orang dimaksud, lalu memberitahu mereka
bahwa mengatasi masalah tersebut tidak sulit, sebab dimesjid tidak dipelatari
oleh tembok melainkan hanya kerikil-kerikil, maka cukup dengan
menyiramkan air untuk mencucinya. Kemudian mengingatkan mereka ( para
sahabat) yang akan diterapkan kepada segenap manusia harus bersifat
mempermudah dan bukan mempersulit.51
Dalam Bahasa Arab ”hukuman” diistilahkan dengan ”iqab, jaza, dan
’uqubah”. Kata ”Iqab” bisa juga berarti balasan. Firman Allah SWT dalam
Surat Al-Anfal ayat 13;
50
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam …, hal 127-128 51
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 47-49
69
(Ketentuan) yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya mereka
menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-
Anfal : 13)
Dapat dipahami bahwa kata ”iqab” ditujukan kepada balasan dosa
sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya dengan
pendidikan islam ”iqab” berarti:
a. Alat pendidikan Preventif dan represif yang paling tidak
menyenangkan.
b. Imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari peserta anak didik.
Istilah ”Iqab” sedikit berbeda dengan ”tarhib”, dimana ”iqab”
telah berbentuk aktifitas dalam memberikan hukuman, seperti
memukul, menampar, menonjok, dan lain-lain. Sementara ”tarhib”
adalah berupa ancaman pada anak didik bila ia melakukan suatu
tindakan yang menyalahi aturan.
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa
hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan
tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk
menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Oleh
karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap
pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman,
yaitu;
a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang.
b. Harus didasarkan pada alasan ”keharusan”
c. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
d. Harus menimbulkan kesan di hati anak.
70
e. Diikuti dengan permintaan maaf dan harapan serta kepercayaan.52
Sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa,
pemberian hukuman haruslah ditempuh sebagai jalan terakhir dalam proses
pendidikan. Seorang pendidik harus dapat mengambil pelajaran dari cara
Rasulullah dalam memberikan hukuman kepada orang yang berbuat kesalahan
tidaklah baik bagi seorang pendidik untuk seenaknya mengaplikasikan
hukuman kepada anak didik terlebih lagi hukuman fisik, hendaknya pendidik
harus memperhatikan syarat dalam hukuman peserta didik yaitu, hukuman
harus mengandung makna edukasi, harus tetap dalam jalinan kasih sayang,
dan lain-lain yang bermakna positif.
4. Metode Tanya Jawab53
Betapa banyak metode yang dipakai Rasulullah SAW, diantara
metode lainnya adalah metode konklusi yang dimaksudkan untuk
menyimpulkan hakikat ilmiah dari murid-muridnya atau paling tidak untuk
membuka cakrawala pemikiran mereka, sehingga pada akhirnya mereka
mampu untuk lebih mendalaminya lagi setelah terlebih dahulu dirangsang
jiwanya, mampu mengkonsentransikan pikiran mereka untuk mengetahuinya,
yaitu dengan cara melontarkan pertanyaan kepada mereka untuk dijawab jika
mereka tahu, atau mendengarkan jawabannya yang benar dari beliau jika
mereka belum tahu.54
Sebagai contoh adalah ucapan beliau pada suatu hari kepada para
sahabatnya: ”siapa yang kalian anggap kuat diantara kalian?” mereka
menjawab; ”yang tidak terkalahkan oleh orang lain”. ”Beliau bersabda:
52
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 129-131 53
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam …, hal 140 54
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 117
71
Bukan itu, akan tetapi yang menguasai dirinya ketika marah (Shahih Muslim dari
Ibnu Mas’ud)55
Pada kisah diatas Rasulullah SAW tidak langsung menyebutkan apa
yang dimaksudnya, kecuali setelah terjadi dialog dan tanya jawab serta diskusi
yang melahirkan kepenasaran mereka untuk mengetahui hakikat yang
sebenarnya, muncullah jawaban yang terang dan jelas dari lidah beliau.56
Pengertian lain dari metode tanya jawab adalah: cara penyajian
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru
kepada murid atau dapat juga dari murid kepada guru. Dalam sejarah
perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab, karena metode ini
sering dipakai Nabi SAW dalam mengajarkan ajaran yang dibawanya kepada
umatnya. Metode ini termasuk metode yang paling tua di samping metode
ceramah, namun efektifitasnya lebih besar daripada metode lain. Karena,
dengan metode tanya jawab, pengertian dan pemahaman dapat diperoleh lebih
mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap
terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.57
Dalam ajaran islam, orang yang berilmu apabila ditanya tentang ilmu
pengetahuan ia wajib menjawab sebatas kemampuannya, bila tidak maka Allah
akan mengancamnya dengan siksaan yang amat pedih. Sebagaimana sabda
Nabi SAW:
Barang siapa yang ditanya tentang ilmu yang memang dia ketahui tetapi enggan
memberi tahu (menyembunyikan) maka mulutnya akan dikekang dengan kendali api
neraka (HR.Imam Turmudzi dan Abu Daud)58
55
Imam Muslim, shahih muslim (Amman: Al-Maktab al-Islami, 2000) cet.1. no.6807. h 30.juz 8
56 Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 119-120 57
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 141 58
Shahih Muslim, shahih muslim (Amman: Al-Maktab al-Islami, 2000) No 2861. Hal 151. Hal 10
72
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa metode tanya
jawab adalah penyampaian materi pelajaran dengan cara mengajukan
pertanyaan dan murid menjawab. Hal ini sudah diterapkan oleh Raulullah
SAW, Beliau dalam menyampaikan pelajaran terkadang selalu membuat
sahabat penasaran dan akhirnya menimbulkan pertanyaan oleh para sahabat
inilah bagian dari metode tanya jawab.
5. Metode Demonstrasi59
Diantara asas-asas dasar pengajaran dari Sunnah Rasulullah SAW
yang lain adalah: menggunakan alat bantu yang dapat dilihat atau didengar
untuk membantu penjelasan materi yang dimaksud. Berikut ini adalah sebagian
dalil-dalil yang menguatkan pendapat diatas:60
Diriwayatkan dari Ibnu Mas‟ud ra, bahwa Rasulullah SAW pernah
mencoretkan suatu garis dengan tangannya, lalu berkata: ”inilah adalah jalan
allah yang lurus”, kemudian beliau mencoretkan garis lain disamping kanan
dan kiri garis pertama tadi lalu berkata: ”pada jalan-jalan ini sebenarnya tidak
ada jalan Allah, kecuali di atasnya terdapat syaithan yang mengajak
kepadanya”. Kemudian beliau membacakan ayat:
Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka
ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.(QS. Al-An’am 153)
Nabi SAW sering menggunakan metode ini untuk mengundang perhatian
orang yang lengah, diantara contohnya adalah sabda beliau yang diriwayatkan
oleh Muslim dan lainnya:
59
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 190 60
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 103
73
ketakwaan ada disini, seraya beliau menunjuk ke dadanya tiga kali.”(HR.Imam
Muslim)61
Isyarat ke arah dadanya menunjukkan hakikat dan tempat ketakwaan.
Sebagai penjelasan yang lebih gamblang dari ucapannya :”ketakwaan
tempatnya adalah hati”. Ucapan ini sering kali diungkapkan kepada orang-
orang dan didengar oleh mereka tapi tidak disertai dengan hati.62
Metode demonstrasi titik tekannya adalah memperagakan tentang
jalannya suatu proses tertentu. Metode demonstrasi dapat digunakan dalam
penyampaian bahan pelajaran fiqh, misalnya bagaimana cara berwudhu yang
benar, bagaimana cara shalat yang benar, dan lain-lain. Sebab kata-kata
demonstrasi diambil dari kata ”domontration”(to show) yang artinya
memperagakan atau memperlihatkan proses kelangsungan sesuatu.63
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan dari metode
demonstrasi yang antara lain metode ini dapat membantu siswa untuk
mengingat lebih lama tentang materi pelajaran yang disampaikan, karena siswa
tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat bahkan mempraktekannya secara
langsung. Sungguh hal ini telah diajarkan Rasulullah SAW pada masa hidup
beliau, hendaknya bagi para pendidik (Guru) dapat menggunakan metode
demonstrasi dalam kegiatan belajar mengajar.
6. Metode Ceramah64
Diantara etika pengajaran dan asas-asas dasarnya yang tersirat dari As-
Sunnah An-Nabawiyah adalah: memilih ungkapan dan ucapan yang paling
mendekati kadar penalaran murid dan hatinya serta paling berkesan pada
pendengaran dan penglihatannya. Hal itu dimaksudkan untuk membantu guru,
agar dapat menyampaikan ilmunya kepada murid-muridnya dengan baik dan
61
Imam Muslim, shahih muslim (Amman: Al-Maktab al-Islami, 2000) No 2564. Hal 1986 juz 4 62
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 104 63
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 190 64
64
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam …, hal 135
74
membantunya agar dapat memantapkannya pada telinga dan jiwa mereka.
Orang yang mempelajari as-Sunnah dan banyak menggali kitab-kitab hadits
akan banyak menemukan ungkapan-ungkapan pendidikan dan pemakaian alat
bantu/alat peraga (audio visual) yang dianggap oleh mayoritas pakar
pendidikan sebagai sesuatu yang aneh yang berasal dari warisan islam.
Rasulullah SAW menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan
khutbahnya yang bersifat umum, waktu shalat Jum‟at, hari raya (Idul fitri dan
idul Qurban) dan semacamnya. Karena metode inilah yang paling cocok.
Kendati begitu, beliau tidk sepenuhnya menggunakan metode ceramah, beliau
membubuhinya dengan unsur-unsur pengajaran tertentu yang mengundang
pandangan (penglihatan), perhatian dan konsentrasi. Sebagai contoh yaitu
khutbah haji wada‟ yang beliau sampaikan di hadapan khalayak banyak, yang
diketahui oleh seluruh jaziarah Arab masa itu. Saat mengawali khutbahnya,
beliau menggunakan metode yang tidak pernah dipakai oleh kebanyakan orator
dalam menyampaikan pidatonya dan tidak pernah digunakan oleh kebanyakan
para pemimpin dalam menyampaikan sambutannya.65
Metode ceramah dikenal juga sebagai metode kuliah, karena umumnya
banyak dipakai diperguruan tinggi, dan disebut pula sebagai metode pidato
atau khutbah. Dalam bahasa inggris metode ceramah disebut dengan ”lecturing
method” atau ”telling method” metode ini adalah metode yang sangat sering
digunakan, karena metode ini sangat mudah untuk dilakukan. Sejak zaman
Rasulullah SAW metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan wahyu kepada umat
dalam sebuah hadist, Nabi SAW bersabda:
sampaikanlah olehmu walaupun itu satu ayat (Al-Hadist)
Hal ini berkenaan dengan firman Allah SWT:
65
Yusuf Al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus, 1994), cet.1 hal 109-110
75
Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa
Arab, agar kamu memahaminya.
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.
(QS. Yusuf 2-3)
Ayat diatas menerangkan bahwa tuhan menurunkan al-Qur‟an dengan
memakai bahasa arab dan menyampaikannya kepada Nabi SAW dengan jalan
cerita dan ceramah. Dari pemaparan sebelumnya dapat dikatakan bahwa
metode ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih dominan dan
paling banyak dipakai.66
Dengan demikian dari metode ceramah dapat diambil kesimpulan
bahwa metode ceramah di mana cara penyampaian materi pelajaran kepada
anak didik dengan penuturan/lisan. Pendidik mempersiapkan metode ceramah
yang efektif dan tidak membuat anak didik bosan dan jenuh karena metode ini
semuanya berpusat pada seorang guru.
Islam dalam persepsi As-Sunnah telah menetapkan asas-asas dan
kaidah-kaidah belajar dan pengajaran yang telah menjadi tolak ukur seperti
yang telah dikemukakan beberapa kerangka metode pembelajaran dalam
pendidikan. Bahwa pengajaran, dan pengajaran tersebut telah membentuk
pribadi muslim yang mampu berjihad dalam bidang pendidikan. Maka dalam
hal ini perlunya diperhatikan kerangka-kerangka konsep metode pengajaran
tersebut.
66
Armai Arief, pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat pers, 2002) cet.
1 hal 136-137
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian skripsi ini, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan di bawah ini bahwa :
1. Pengertian jihad bukan hanya perang saja karena perang menjadi wajib
dengan sebab-sebabnya, tetapi lebih luas dari itu jihad adalah
mencurahkan segala kemampuan dengan sesungguhnya baik berupa harta,
ilmu, tenaga, pikiran, dan sebagainya yang didasari oleh keikhlasan demi
memuliakan agama Allah SWT dan memperoleh Ridha Nya.
2. Ayat Al-Qur’an pada surat At-Taubah ayat 122 jelas menunjukkan
wajibnya kepada kita untuk berjihad di jalan Allah melalui pendidikan
yakni mengentaskan kebodohan dan memperbaiki akhlak.
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Qs.At-Taubah:122)
77
Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tidak seharusnya untuk
semuanya berjihad ke (medan perang) tapi kita juga diharuskan untuk
berjihad dalam pengajaran dan pendidikan, hal ini mengingatkan betapa
pentingnya pendidikan dan pengajaran diniyah. Kata nafar dalam ayat
diatas jelas menuju kepada pendidikan dan pengajaran yang biasa di
gunakan untuk berjihad.
3. Menurut Yusuf al-Qaradhawi Jihad ini terbuka luas, belum pernah seluas
sekarang ini, yaitu melalui audio visual, melalui media elektronik, saluran
satelit dan jaringan internet serta media-media lainnya yang membutuhkan
tenaga dan dana besar. Ini yang selalu penulis katakan, jihad modern. Oleh
sebab itu, kita mesti memberikan perhatian terhadap persoalan yang hakiki
ini dari segi pemikiran dan tindakan. Kita harus membuat rencana
pengembangan dan rancangan yang sesuai untuk mempersiapkan
”Pendidikan Islam yang sempurna dan Modern” yang terus mengikuti
perkembangan anak-anak muslim sejak dari buaian, hingga mereka keluar
dari universitas, dengan menggunakan metode yang sesuai, sistem yang
menarik, sarana audio visual, teknologi canggih, yang dapat mewujudkan
pentingnya agama bagi kehidupan, dan menegaskan kesempurnaan Islam,
keadilan hukum-hukumnya, kemu’jizatan kitab sucinya, keagungan Rasul,
keseimbangan peradaban dan kekekalan umatnya.
4. Untuk melaksanakan pendidikan yang sempurna dan modern sebagai
bagian daripada makna jihad dalam kategori jihad dalam pendidikan dan
pengajaran hendaknya dalam pengajaran di sekolah menggunakan metode-
metode yang sesuai dengan perkembangannya.
5. Menuntut ilmu adalah jihad. Orang yang menuntut ilmu sama pahala nya
dengan orang yang berjihad (berperang di jalan Allah). Karena orang yang
menuntut ilmu memerlukan perjuangan, kesungguhan, ketekunan dan
memerangi segala bentuk godaan dan cobaan. Jihad melalui jalur ilmu ini
untuk saat ini sangat mendesak agar umat islam dapat maju dan
berkembang dalam segala bidang.
78
B. Saran
Berkenaan dengan skripsi ini, maka penulis menyampaikan saran-
saran sebagai berikut:
1. Para ulama dan ahli hukum Islam hendaknya harus selalu memberikan
penjelasan dan pengertian kepada Umat muslim pada umumnya bahwa
kata “jihad” tidak selamanya tepat diartikan sebatas satu pengertian seperti
peperangan bersenjata saja, namun meliputi segala bentuk kebajikan yang
diridhai Allah SWT.
2. Kepada semua komponen masyarakat hendaknya mewaspadai gerakan-
gerakan yang mengarah kepada kekerasan (gerakan radikal) yang
mengatasnamakan ajaran islam. Karena pada hakekatnya islam adalah
agama yang damai sesuai dengan konsepnya rahmatan lil ‘alamin dan
sama sekali islam tidak mengajarkan kekerasan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
3. Agar umat Islam mampu bangkit dari keterpurukan dan ketertinggalan
dalam berbagai bidang kehidupan, terutama di Indonesia yang merupakan
mayoritas muslim di dunia, maka sangatlah diperlukan untuk
mengembangkan potensi umat yaitu dengan ilmu (melalui pendidikan) dan
iman, dan inilah yang menurut penulis hakikat jihad yang sebenarnya,
yakni mengembangkan potensi umat. Guru berjihad dengan ilmu dan
pendidikannya dengan baik, orang kaya dengan hartanya, karyawan
dengan pekerjaannya yang baik, seniman dengan hasilnya yang baik, dan
seterusnya. Masing-masing orang berjihad dengan kadar kemampuannya.
4. Hendaknya bagi para pendidik (guru) mengajarkan kepada anak didik
dengan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan
zaman . Sebaiknya bagi para pendidik memanfaatkan perkembangan Ilmu
Teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas dalam kegiatan
pembelajaran.
5. Bagi para umat islam hendaknya apabila ingin memahami ayat-ayat jihad
dipahami dengan penuh kehati-hatian, maka pahamilah ayat-ayat tersebut
dengan keilmuan, jangan memahami ayat al-qur’an dari lafadznya saja.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi, dkk, jihad bukan konfrontasi; meluruskan makna jihad islam dalam
realitas dalam kehidupan masyarakat modern ( jakarta: cendekia sentra
muslim) 2001
Ahmadi, Abu Metodik Khusus Pendidikan Agama (MKPA), (Bandung: CV.
Armico,1985)
Arifin, H M Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),cet.1
Arief, Armai,pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam (Jakarta; ciputat
pers, 2002) cet. 1
Asqalani, Ibnu Hajar. Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, kaherah: Dar al-
Rayyan, 1986.
Azzam, Abdullah. Tarbiyah Jihadiyah, Solo: Pustaka al-‘Alaq, 2003.
Bukhari, Imam. Mukhtasar Shahih Bukhari, Damsyiq, Dar al-‘Ulum, 1999.
Djaelani, Abdul Qadir. Jihad fi sabilillah dan tantangan-tantangannya.(
jakarta:CV. Pedoman ilmu jaya) cet.1
Chirzin, Muhammad. Jihad menurut Sayyid Quthub dalam Tafsir Zhilal, Solo:
Era Intermedia, 2001
Esposito, Jhon L. (ed.), Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, Bandung:
Mizan, 2001.
Ghazali, Syeikh Muhammad Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, terj. Drs. HM.
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, S.Ag. (Jakarta: Gaya Media Pratama),
cet.
Harun, Salman tahdzib jurnal pendidikan agama islam. ( jakarta: jurusan
pendidikan agama islam FITK 2008.
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A1764_0_3_0_m. 25 april 2010
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4016_0_3_0_M. 25 april 2010
http://hujanderas.wordpress.com/2007/02/24/reaktualisasi-makna-jihad-di-era-
global/. 19 mei 2010
Haekal, Mohammad Khair. Al-Jihaad wa Al-Qitaal, juz 2.
Ibnu Hajar, Al-Hafidz. Fath Al-Bariy, juz 6.
80
Khuraisyi, Sulaiman bin Shalih. Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qaradhawi Dalam
Timbangan, terj. M. Abdul Ghofar, Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2003.
Komari dan Ahmadi, A. Perang dan Damai dalam Islam, Bandung: CV. Pustka
Setia, 1995.
L, Amin widodo fiqh siasah dalam hubungan internasional (Yogyakarta:Tiara
Wacana Yogya,1994)
Ma’arif, A.Syafii. meluruskan makna jihad,(jakarta:CMM 2005) cet.pertama
Mahjub, Muhammad. ‘Ulama wa Mutafakkirun ‘Araftuhum, Beirut: Daar al-
Nafais, 1977.
Mascaty, Hilmi Bakar. Panduan Jihad untuk Aktivis Gerakan Islam, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.
Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnani, t.t. jilid 2.
Manzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Kaherah: ad-Dar al-Mishriyyah li al-Ta’lifil wa al-
Tarjamah, t.t. jilid 3.
Muslim, Imam. Mukhtashar Shahih Muslim, (Amman: Al-Maktab al-Islami,
2000) cet.1.
Nata, Abudin. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
_______, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet.1
Nawiy, Syamsudin Ramadhan. “Hukum Islam Seputar Jihad dan Mati Syahid”.
Omar Muhammad Al- Toumy Al- Syaibany, falsafah pendidikan islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), cet. 1
Qaradhawi, Yusuf. Terjemah Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-
Qur’an dan As-sunnah, Jakarta: Penerbit Robbani Press, 1996.
_______. Syaikh Muhammad al-Ghazali yang Saya Kenal: Setengah Abad
Perjalanan Pemikiran dan Gerakan Islam, Jakarta: Robbani, Press, 1997.
_______. Membangun Masyarakat Baru, terj. Rusydi Helmi, Jakarta: Gema
Insani Press, 2000.
_______. Fiqhul Ikhtilaf, terj. Ainur Rafiq Saleh Tamhid, Jakarta: Robbani Press,
1995), cet. Ke-3,
81
_______. Ijtihad Dalam Syariat Islam Beberapa Pandangan Analitis tentang
Ijtihad Kontemporer, terj. Drs. H. Achmad Syathori, Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1987.
_______. Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan As-
Sunnah, terj. Bahruddin F. Jakarta: Robbani Press 1996.
_______. Konsep Islam Solusi Utama Bagi Umat, terj. M. Wahib Aziz, Lc.
Jakarta: Senayan Abadi Publishing 2004.
_______. Membedah Islam Ekstrem, terj. Alwi A.M, Bandung: Mizan Media
Utama 2001.
_______.70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun Kilas Balik Dakwah Tarbiyah dan
Jihad. terj. H. Mustolah Maufur, MA. & H. Abdurrahman Husain, MA.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 1999.
_______.Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, terj.
H.M. Abdillah Noor Ridlo. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2001.
_______, Konsepsi Ilmu Dalam Persepsi Rasulullah ( Kerangka Dasar Metode
Pengajaran) terj. Amir Hamzah Fakhrudin dkk, (Jakarta: CV Firdaus,
1994),
Qasimi, Syaikh Dzafir. al-Jihad wa al-Huquq ad-Dauliyah al-Ammah fi al-Islam,
Beirut: Dar al-Ilm li al-Malayin, 1986.
Qayyim, Ibnu. Zaad al-Ma’ad, Beirut: al-Risalah Publishers, 1998.
Qudamah, Ibnu. Al-Mughniy juz 10.
Qurthubiy, Imam. Jaami’ Al-bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, juz 2.
Ramadhan, Abdul Baqi. al-Jihad Sabiluna, Tabuk: Muthobi’ al-Shamal al-Qubra,
1986.
Rusyd, Ibnu. Muqaddimah, Beirut: Dar al-Fiqr, t.t.
Sofyan, Ahmadi. Islam On Jihad, Jakarta: Lintas Pustaka, 2005
Taimiyah, Ibnu. Majmu’ al-Fatawa, Beirut: Dar Fiqr, t.t.
Talimah, Isam. Minhaj Figh Yusuf al-Qaradhawi, tej. Samson Rahman, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001.
Yazdi, Mishbah. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan
Terorisme, terj. Akmal Kamil, Jakarta: Al-Huda, 2006.
82
Zuhairini Dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Biro Ilmiah
Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983),