15
BAB III DASAR TEORI 3.1 Baja Baja adalah logam yang paling banyak digunakan. Pada dasarnya baja merupakan besi dan karbon dengan unsur lainnya, yang dinamakan baja karbon ( plain carbon steel ). Sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbonnya, di samping juga unsur paduan komposisinya). Pada proses pembuatannya, komposisi kimia yang dibutuhkan di baja dalam bentuk fasa cair pada suhu yang tinggi. Pada baja hypoeutectoid , strukturnya terdiri dari ferrit yang sangat ulet dan luna perlit yang lebih kuat, keras, dan sedikit getas. Pada kadar karbon yang rendah jum banyak dan perlit lebih sedikit, tentu mudah dimengerti bahwa kekuatannya naiknya kadar karbon jumlah perlit bertambah maka kekuatan dan kekerasan pula. Dan akan mencapai maksimum bila strukturnya keseluruhan perlit (baja eutectoid 0,8%C). Gambar 3.1 Diagram fase Fe-Fe3C Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada proses pendinginan perubahan- pada struktur kristal dan struktur mikro sangat bergantung pada komposisi kimia.

Bab III Dasar Teori (Kp II)

Embed Size (px)

Citation preview

BAB III DASAR TEORI

3.1 Baja Baja adalah logam yang paling banyak digunakan. Pada dasarnya baja merupakan paduan besi dan karbon dengan unsur lainnya, yang dinamakan baja karbon (plain carbon steel). Sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbonnya, di samping juga unsur paduannya (jenis dan komposisinya). Pada proses pembuatannya, komposisi kimia yang dibutuhkan diperoleh ketika baja dalam bentuk fasa cair pada suhu yang tinggi. Pada baja hypoeutectoid, strukturnya terdiri dari ferrit yang sangat ulet dan lunak, serta perlit yang lebih kuat, keras, dan sedikit getas. Pada kadar karbon yang rendah jumlah ferritnya banyak dan perlit lebih sedikit, tentu mudah dimengerti bahwa kekuatannya rendah. Dengan naiknya kadar karbon jumlah perlit bertambah maka kekuatan dan kekerasan akan bertambah pula. Dan akan mencapai maksimum bila strukturnya keseluruhan perlit (baja eutectoid 0,8%C).

Gambar 3.1

Diagram fase Fe-Fe3C

Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada proses pendinginan perubahan-perubahan pada struktur kristal dan struktur mikro sangat bergantung pada komposisi kimia.

Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro dinamakan sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical paling kanan). Sifat-sifat cementitte adalah sangat keras dan sangat getas. Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit. Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid. Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titik eutectoid, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit. Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan 6.67%, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sementit. Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah, akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi struktur mikro Austenit. Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi Austenit. Penekanan terletak pada kandungan karbon, garis-garis, dan struktur mikro: a. Kandungan carbon 0,008%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature kamar 0,025%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature 723 oC 0,83%C = Titik Eutectoid 2%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Gamma pada temperature 1130oC 4,3%C = Titik Eutectic 0,1%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Delta pada temperature 1493 oC b. Garis-garis Garis Liquidus ialah garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan). Garis Solidus ialah garis yang menunjukan akhir dari proses pembekuan (pendinginan). Garis Solvus ialah garis yang menunjukan batas antara fasa padat denga fasa padat atau solid solution dengan solid solution. Garis Acm = garis kelarutan Carbon pada besi Gamma (Austenite) Garis A3 = garis temperature dimana terjadi perubahan Ferrit menjadi Autenite (Gamma) pada pemanasan. Garis A1 = garis temperature dimana terjadi perubahan Austenite (Gamma) menjadi Ferrit pada pendinginan.

Garis A0 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Cementid. Garis A2 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Ferrite. c. Struktur mikro Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 0,025%C pada temperatur 723oC, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada temperatur kamar mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008%C. Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 2%C pada temperatur 1130oC, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic). Cementid ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan perbandingan tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya Orthohombic. Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementid yang dibentuk pada temperatur 1130oC dengan kandungan Carbon 4,3%C. Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang dibentuk pada temperature 723oC dengan kandungan Carbon 0,83%C.

Gambar 3.2

Struktur mikro baja hypoeutectoid

3.2 Heat Treatment Proses laku panas (heat treatment) adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap material logam/paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat mekanis tertentu. Heat treatment dapat digunakan untuk melakukan manipulasi sifat mekanik sesuai dengan kebutuhan/keperluan. Proses laku panas yang sama pada material tertentu dimungkinkan menghasilkan sifat yang berbeda jika proses pengerjaan sebelum/sesudah juga berbeda.

Gambar 3.3

Daerah suhu pemanasan baja karbon

Proses heat treatment pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan hingga temperatur tertentu dan diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, kemudian dilakukan pendinginan dengan laju tertentu. Faktor yang membedakan suatu proses heat treatment satu dengan yang lain dalam sifat mekanik yang dihasilkan, diantaranya: - Tingginya temperatur pemanasan - Lamanya waktu penahan (holding time) - Laju pendinginan. Selama pemanasan yang dilakukan hingga mencapai daerah austenit, baja akan mengalami transformasi fase dan terbentuk austenit. Dengan memberikan holding time yang cukup, atomatom akan berdiffusi menjadikan austenit homogen yang baru terbentuk. Pada proses pendinginan, austenit akan bertransformasi kembali dan struktur mikro yang terbentuk tergantung pada kecepatan pendinginan.

3.2.1 Hardening Proses pengerasan/hardening adalah proses pengerasan baja dengan cara memberikan perlakuan panas pada kondisi non-equilibrium untuk membentuk struktur martensit, dan pendinginan secara cepat. Hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai

temperatur austenit dan dipertahankan beberapa saat pada temperatur tersebut, lalu didinginkan dengan cepat sehingga diperoleh martensit yang keras. Kekerasan maksimum yang dicapai dari proses hardening sangat tergantung pada kadar karbon, semakin tinggi kadarnya maka kekerasan maksimum juga tinggi. Pada baja dengan kadar karbon rendah, kenaikan kekerasan setelah hardening hampir tidak berarti. Karena itu, pengerasan hanya dilakukan pada baja dengan kadar karbon yang memadai (baja hypoeutectoid). Nilai kekerasan yang diperoleh tidak akan naik apabila baja memiliki kandungan karbon sebesar 0,4%. Pada suatu kondisi pemanasan, belum tentu semua karbon dalam baja akan larut di dalam austenit, tergantung juga pada temperatur pemanasan. Karena itu hasil kekerasan proses hardening banyak tergantung pada tingginya temperatur austenitising, homogenity dari austenit, laju pendinginan/media pendinginan, kondisi permukaan, dan ukuran/berat benda kerja serta hardenability dari baja tersebut. Temperatur Austenitising Temperatur austenitising yang dianjurkan adalah 25-50 oC di atas temperatur kritis A3 untuk baja hypoeutectoid. Pemanasan yang hanya sampai antara temperatur A1 dan A3 memang sudah menghasilkan autenit, namun masih terdapat ferrit yang apabila didinginkan baja akan tetap lunak. Apabila temperatur pemanasan terlalu tinggi, maka kadar karbon di dalam austenit terlalu besar sehingga banyak tersisa austenit yang tidak bertransformasi (retained austenit). Hal ini membuat tidak tercapainya kekerasan maksimum dan kemungkinan terjadinya distorsi/retak lebih besar. Homogenity Austenit Pada pemanasan secara equilibrium akan diperoleh struktur yang mempunyai komposisi yang homogen karena pada pemanasan yang lambat ini atom-atom akan berdifusi secara sempurna untuk mencapai keadaan homogen. Namun, jika austenit didinginkan cepat (quenching) maka diperoleh martensit dengan kekerasan yang berbeda (tergantung dengan kadar karbon). Pada baja hypoeutectoid, saat pemanasan mencapai suhu kritis bawah maka perlit mulai bertransformasi menjadi austenit dengan karbon sekitar 0,8%. Pada suhu lebih tinggi, ferrit juga menjadi austenit yang juga masih terkandung sedikit karbon. Ketika suhu mencapai temperatur kritis atas tentu masih ada austenit dengan komposisi berbeda satu sama lain. Apabila

selanjutnya dilakukan quench maka didapatkan martensit dengan kadar karbon berbeda, bahkan mungkin ada austenit yang tidak menjadi martensit. Untuk membuat austenit lebih homogen diperlukan holding time yang cukup saat pemanasan berlangsung. Waktu penahanan temperatur ini tergantung pada laju pemanasan, semakin tinggi laju pemanasan maka holding time semakin lama harus diberikan. Laju Pendinginan Untuk mendapatkan struktur yang sepenuhnya martensitik maka laju pendinginan harus mencapai laju pendinginan kritis (Critical Cooling Rate/CCR). Jika laju pendinginan kurang dari CCR mengakibatkan sebagian austenit tidak bertransformasi menjasi martensit namun struktur lain, sehingga kekerasan maksimum tidak didapatkan. Laju pendinginan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: Jenis media pendinginan (kalor jenis, konduktifitas, dll) Temperatur media pendingin Sirkulasi pada media pendingin

Gambar 3.4

Kurva laju pendinginan spesimen stainless steel (dia. & panjang 0,5in)

Keterangan : - Brine (air + 10 % garam dapur) - Air - Salt bath (garam dipanaskan hingga mencair) - Larutan minyak dalam air

- Minyak - Udara

Kondisi Permukaan Apabila baja berhubungan dengan atmosfer yang oxydising karena adanya uap, air,

ataupun oksigen di dalam dapur pemanas maka dimungkinkan terbentuk lapisan kulit yang terdiri dari oksid besi, biasa disebut scale/terak. Terak dengan tebal 0,005in akan menghambat laju pendinginan sehingga tidak tercapainya CCR. Selain itu, terak cenderung pecah dan terlepas sehingga laju pendinginan di permukaan benda kerja tidak merata. Ukuran dan Berat Benda Kerja Permukaan benda kerja mengalami kontak langsung dengan media pendingin, maka rasio luas permukaan dengan berat benda kerja menjadi faktor penting dalam menentukan laju pendinginan. Rasio yang besar menjadikan laju pendinginan berlangsung cepat. Pada bentuk benda kerja yang sama, dengan ukuran yang lebih besar akan memperkecil rasio luas permukaan per berat. Maka, laju pendinginan akan lebih rendah pada jenis media pendinginan yang sama. Benda kerja yang lebih kecil lebih mudah dalam pembentukan martensit. Hardenability Hardenability merupakan sifat kemampuan baja yang menggambarkan mudah tidaknya suatu baja tersebut dikeraskan dengan membentuk struktur mikro martensit melalui proses perlakuan panas. Hardenability biasanya dikaitkan dengan ketebalan lapisan benda kerja pada penampangnya. Misalnya, baja AISI D2 dengan hardness penetration yang dalam mempunyai hardenability yang tinggi, seangkan AISI W1 hardenability rendah. Hardenability ditentukan oleh letak kurva awal transformasinya pada CCT diagram. Semakin kurva awal transformasinya ke kanan maka hardenability baja tersebut semakin tinggi. Jadi, hardenability baja sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia dan austenitic grain size saat pemanasan. 3.2.2 Quenching Proses quenching adalah suatu proses pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja.

Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi ferrit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan diffusi dan bentuk sementit oleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon. 3.2.3 Tempering Tempering adalah proses laku panas yang dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah mengalami pengerasan (hardening) hingga mencapai temperatur di bawah austenisasi dan menahannya selama 15 menit lalu didinginkan. Baja yang telah mengalami proses hardening menjadi martensit umumnya bersifat sangat keras namun juga getas. Dengan proses tempering maka sifat keuletan baja hasil hardening dapat diperbaiki meskipun kekerasannya menurun. Selain itu, tempering mampu menghilangkan/mengurangi tegangan sisa (residual stress) dan sebagai peningkatan usia pakai dari material. Dengan pemanasan kembali ini, martensit yang merupakan struktur metastabil yang berupa larutan padat supersaturated dimana karbon terperangkap dalam struktur BCT (Body Centered Tetragonal) akan mulai mengeluarkan karbon yang berpresipitasi sebagai karbida besi dan BCT berangsur menjadi BCC (Body Centered Cubic/besi alpha ferrit). Dengan keluarnya karbon maka tegangan di dalam struktur BCT akan berkurang sehingga kekerasan menurun. Turunnya kekerasan ini semakin banyak jika temperatur pemanasan semakin tinggi dan atau holding time yang lama.

Gambar 3.5

Struktur kristal BCT dan BCC

Turunnya kekerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu temperatur tempering dan holding time. Proses tempering dilakukan pada temperatur 500-600oC, dengan temperatur tersebut maka akan memberikan penurunan kekerasan hingga sesuai dengan spesifikasi produk. Peningkatan temperatur kali ini tanpa diikuti variasi holding time karena hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap perubahan sifat mekanik. Waktu tempering lebih dari satu jam dirasa cukup lama dan dapat menimbulkan kerugian apabila material tersebut berada pada sistem di industri. Hal ini

dikarenakan bahwa dengan temperatur yang tinggi maka atom-atom logam memiliki energi tinggi, sehingga atom-atom tersebut akan bergerak bebas dan cenderung menuju pada keadaan yang lebih stabil. Selain itu, dari distribusi kekerasan yang dihasilkan didapatkan bahwa distribusi kekerasan lebih homogen dibandingkan dengan sebelumnya.

3.3 Proses Produksi Proses produksi yang pertama dilakukan adalah pembuatan pola/matrass berdasarkan material VCL. Material VCL terkandung komposisi: 0,4-0,5%C; 0,3-0,4%Si; 0,6-0,8%Mn; 0,04%P max; 0,04%S max; 0,8-1,2%Cr; dan 0,15-0,35% Mo, sehingga material tersebut dapat diekivalensikan dengan AISI 4140 berdasarkan tabel 12.1. Pola ini nantinya tidak akan menghasilkan benda kerja yang sama dengan ukuran head shaft sprocket, melainkan akan menyimpang baik ukuran maupun bentuknya. Hal ini dikarenakan pola memberikan kompensasi untuk terjadi penyusutan hasil coran sebesar 2%. Pola dibentuk dari kayu triplek dengan dimensi sesuai dengan gambar pada OK dan ditambahi lapisan dempul pada permukaan terluar.

Hasil pengecoran nantinya akan terdapat lubang untuk penempatan poros dan lubang pasak, sehingga diperlukan inti untuk mencegah pengisian logam cair bagian suatu produk yang diinginkan berongga. Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas baik, tahan panas, dan tidak mudah hancur (tidak rapuh) sehingga inti dibuat dari pasir cetakan atau biasa disebut inti pasir

basah. Agar inti tidak mudah bergeser dan terapung saat penuangan logam cair, diperlukan penahan core/dudukan dan pengikat yang juga berfungsi sebagai pemberat. Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan pasir silica juga pengikat dan air. Ketiga bahan tersebut diaduk pada mesin sand mixer dengan waktu selama 3 menit dan siap dipakai sebagai bahan pembuat cetakan. Jenis pasir silica curah (basah) yang digunakan memiliki ukuran mesh 30-60 dan untuk pasir silica kering memiliki ukuran mesh 30-40. Antara pasir kering dan basah dicampur berbanding 50% dan ditambahkan waterglass berbanding 6-8% dari total kg pasir. Cetakan ini sebelum dituangkan logam cair, terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau pengerasan cetakan dengan CO2. Pembuat cetakan head shaft sprocket menggunakan tangan.

Gambar 3.6

Mesin sand mixer

Proses peleburan baja dilakukan pada mesin induction casting. Pada dapur induksi ini dibuat tertutup rapat sehingga atmosfer di atas permukaan cairan dapat diatur dengan mudah, apakah diisi dengan gas yang netral (gas mulia); oksigen; ataupun vakum, sehingga gas-gas yang terlarut akan ditarik keluar dari dalam baja.

Gambar 3.7

Induction casting machine

Pemindahan logam cair dari dapur peleburan ke cetakan dapat dilakukan dengan krusibel dan ladle (lebih umum digunakan) seperti dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.

Gambar 3.8 Jenis ladle (a) ladle kran ; (b) ladle dua orang

Penuangan dengan memiringkan perlahan-lahan sehingga cairan baja akan tertuang masuk ke dalam ladle. Di dalam ladle biasanya dilakukan skimming (slag dikeluarkan secara manual oleh satu batang besi yang ujungnya diberi kayu memanjang) untuk membersihkan terak dari permukaan baja cair. Proses pengecoran dilakukan pada cetakan yang telah terdapat inti beserta pengikatnya. Besi tuang cair diambil dari dapur induksi menggunakan ladle dengan temperature tapping 1500-1520C sedangkan temperatur penuangan besi tuang ke dalam cetakan berkisar 1490-1500C. Hal ini dimaksudkan agar logam cair yang masih dalam keadaan cair tidak diinginkan menjadi solid pada saat pemindahan ke dalam cetakan melalui ladle. Proses pendinginan dalam cetakan diperlukan waktu lebih dari 2-3 hari.

Gambar 3.9 Penuangan logam cair ke cetakan

Gambar 3.10

Cetakan head shaft sprocket

Cetakan yang digunakan pengecoran besi tuang dalam pembuatan head shaft sprocket merupakan cetakan habis pakai (expendable mold) yang hanya dapat digunakan untuk sekali pakai, sehingga cetakan ini harus dirusak untuk mengeluarkan logam hasil pengecoran. Proses ini dilakukan dengan cara mengoyak / memberi goncangan pada produk hasil pengecoran. Proses shake out ini dilakukan secara manual, yaitu dengan menggunakan mesin jig hammer. Untuk proses finishing dilakukan grinding untuk meratakan dan membersihkan permukaan hasil coran yang tidak rata serta pemotongan bekas riser serta hasil coran lainnya yang tidak dibutuhkan. Benda/produk dikirim ke Divisi Machinery guna proses produksi lebih lanjut. Setelah head shaft sprocket diproses hingga finishing di Div. Pengecoran, produk tersebut akan dikirim ke Workshop Head Staff sesuai dengan jumlah piece pada surat OK. Setiap piece produk tersebut memiliki angka kekerasan yang berbeda dikarenakan waktu penuangan logam cairan tidak bersamaan. Selain itu, pembuatan cetakan yang relatif tidak sama satu sama lain. Sehingga pada proses permesinan terdapat waktu pengerjaan yang berbeda-beda. Proses awal machinery dimulai dari pengurangan penampang permukaan head shaft sprocket dengan tebal 5mm menggunakan mesin bubut konvensional. Saat proses ini ada kalanya ditemukan cavity (cacat yang terjadi akibat adanya gelembung-gelembung udara saat proses penuangan). Jika masih terdapat cacat di permukaan yang di-machining maka perlu dilakukan repair. Proses permesinan selanjutnya adalah pembuatan lubang spey/pasak sesuai dengan gambar menggunakan mesin stick. Proses grinding juga dilakukan guna meratakan permukaan tooth dengan maksud agar proses selanjutnya dapat berlangsung secara sempurna. Proses surface hardening akan dilakukan pada produk yang telah sesuai dengan gambar kerja pada OK. Surface hardening diperlakukan pada seluruh permukaan tooth dengan menggunakan brander las (gas oksigen dan asetilin) nyala carburazy. Timing treatment ini dilakukan berdasarkan material dan angka kekerasan yang dibutuhkan (190-250 HBN). Berdasarkan praktek di lapangan diperlukan waktu selama 2 3 menit pada temperatur 300 450 oC per tooth. Setelah itu, tooth yang telah disepuh langsung didinginkan pada media air. Ketebalan lapisan yang terbentuk sekitar 0,1-0,25 mm pada permukaan tooth.

Gambar 3.11

Flame hardening

Management kualitas yang dilakukan untuk surface hardening dan quenching adalah dengan melakukan test hardness. Uji tingkat kekerasan ini menggunakan metode tekan dengan alat hardness tester. Apabila nilai kekerasan produk belum sesuai dengan OK maka dilakukan hardening dan quenching hingga didapatkan 190-250HBN. Proses ulang ini hanya dapat dilakukan sebanyak dua kali untuk mengantisipasi terjadinya crack/keretakan pada produk. Jika produk telah mengalami hardening dan quenching sebanyak dua kali tetapi angka kekerasan masih belum terpenuhi, maka produk tersebut akan dilimpahkan ke Div. Pengecoran untuk dilakukan pengecoran kembali. Proses finishing menggunakan mesin grinding poles dan dilakukan kontrol kualitas secara keseluruhan pada produk berdasarkan OK.

Gambar 3.12

Head shaft sprocket

Gambar 3.13

Hardness tester

start

produk hasil foundry proses fondry marking

bubut & pembuatan spy untuk pasak

repair

Tidak QC dimensi Sesuai surface harden ability pimpinan QC/Manager produksi (decision maker) ya solutio Tes HRC?sesuai

Tidak sesuai

bad defect

ya

NCR (non conforming report) by QC

ada

Tidak sesuai