BAB III FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fitokimia

Citation preview

BAB IIIALAT, BAHAN DAN METODE 3.1 ALATPeralatan yang dipakai adalah labu, kompor listrik, kondensor, pipet, cawan petri, cawan krus, tanur, eksikator, oven, penangas, chamber, pipa kapiler, kertas saring.3.2BAHAN PENELITIAN3.2.1. Bahan Tumbuhan Pisang nangka (Musa paradisiaca. L) yang diperoleh di perkebunan cililin, kabupaten bandung barat.3.2.2. Bahan KimiaEtanol 95%, aseton, eter, n-heksan, amoniak, etil asetat, pereaksi dragendroff, asam klorida 2 N.3.3METODE PENELITIAN3.3.1 Pengolahan BahanPisang nangka dibersihkan dari kotoran, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan lalu digiling menggunakan blander hingga berbetuk serbuk halus.3.3.2 Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode refluks, yaitu ekstrak dengan cara panas menggunakan pelarut etanol. Penggunaan pelarut etanol sebagai pelarut karena metabolit yang akan di tarik adalah flavonoid yang merupakan suatu senyawa polar.Pisang nangka dibersihkan dari kotoran, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan lalu digiling menggunakan blander hingga berbentuk serbuk halus. Pisang yang sudah halus kemudian dimasukkan ke dalam alat refluks, ditambahkan pelarut etanol. Rendam simplesia. Setiap 3 jam pelarut dig anti dengan menggunakan pelarut yang baru, ekstrak cair yang didapat diuapkan diatas cawan hingga ekstrak mengental.3.3.3Karakteristik Simplisia dan Ekstrak3.3.3.1 Penetapan kadar abuPenetapan kadar abu total dilakukan dengan cara menimbang lebih kurang 2 gram sampai 3 gram zat yang telah digerus, kemudian zat tersebut dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara. Perlahan-lahan krus dipijarkan hingga arang habis, dinginkan, dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka kedalamnya ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Dimasukkan bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan. (MMI, 1989).3.3.3.2Penetapan Kadar Abu Larut AirAbu yang diperboleh dari penetapan kadar abu total, dididihkan dalam 25 ml air selama 5 menit. Bagian yang tidak larut disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, residu dan kertas saring bebas abu dipijarkan sampai bobot tetap. Kadar sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air dihitung dalam persen b/b terhadap bahan kering (MMI, 1989).

3.3.3.3Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disarig melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (MMI, 1989).3.3.3.4Penetapan Kadar Sari Larut AirPenetapan kadar sari larut air bertujuan untuk mengetahui kadar sari dari bahan yang terlarut didalam pelarut air.Serbuk simplisia kering terlebih dahulu dikeringkan di udara, kemudian 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan 100 ml air kloroform P (1000:2,5), dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, dan 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, kemudian dihitung terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan (KemenKes RI, 1989).

3.3.3.5. Penetapan Kadar Sari Larut EtanolPenetapan kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui kadar sari dari bahan yang terlarut didalam pelarut etanol. Serbuk simplisia terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat dengan menghindari penguapan etanol. Kemudian 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, kemudian sisa dipanaskan pada suhu 105C hingga bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bobot yang sudah dikeringkan (KemenKes RI, 1989).

3.3.4 Penapisan Fitokimia EkstrakPenapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak dan dan simplisia yang sudah dibubukkan untuk memeriksa adanya senyawa metabolit sekunder. Secara umum pemeriksaan ini meliputi alkaloid, flavonoid, tannin, polifenol, triterpenoid & steroid, kuinon, saponin, monoterpen & sesquiterpen, fenolat. Adapun tahapannya sebagai berikut:3.3.4.1 AlkaloidSampel dibasakan dengan ammonia, kemudian ditambahkan kloroform, digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform diambil kemudian ditambahkan asam klorida 2N. Setelah dikocok kuat-kuat dan terbentuk dua lapisan, lapisan asam diambil, dibagi menjadi tiga bagian.Bagian 1 ditambahkan pereaksi Mayer. Jika terjadi kekeruhan atau endapan berwarna putih, berarti sampel kemungkinan mengandung alkaloid.Bagian 2 ditambahkan pereaksi Dragendorf. Jika terjadi kekeruhan atau endapan berwarna jingga-kuning berarti sampel mengandung alkaloid.Bagian 3 digunakan sebagai blanko (KemenKes RI, 1989).

3.3.4.2 FlavonoidSampel dalam tabung reaksi dicampur dengan Mg dan HCl 2N. Campuran dipanaskan dan disaring. Kedalam filtrat ditambahkan amil alkohol, dikocok kuat-kuat, Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning hingga merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol (KemenKes RI, 1989).

3.3.4.3 TanninSampel ditambahkan air dalam tabung reaksi dipanaskan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan larutan gelatin 1%, adanya tannin ditandai dengan terjadinya endapan putih (KemenKes RI, 1989). 3.3.4.4 FenolatSampel ditambahkan air dalam tabung reaksi, kemudian dipanasakna dan disaring. Pada filtrat ditambahkan pereaksi FeCl3. Adanya fenolat ditandai dengan terbetuknya warna hijau-biru hitam hingga hitam (KemenKes RI, 1989).

3.3.4.5 Monoterpen dan SesquiterpenSampel digerus dengan eter, filtratnya diambil dan ditempatkan dalam cawan penguap, dan dibiarkan kering, kemudian ditambahkan larutan vanillin 10% dalam H2SO4 kental. Terjadinya warna-warna menunjukkan adanya senyawa monoterpen dan sesquiterpen (KemenKes RI, 1989). 3.3.4.6 Steroid dan TriterpenoidSampel digerus dengan eter, filtratnya diambil dan ditempatkan dalam cawan penguap, dan dibiarkan kering, kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Burchard. Terjadinya warna ungu menunjukkan adanya senyawa triterpenoid. Terjadinya warna hijau biru menunjukkan adanya steroid (KemenKes RI, 1989).

3.3.4.7 KuinonSampel ditambahkan air dalam tabung reaksi, lalu dipanaskan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan KOH 5%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna kuning (KemenKes RI, 1989).

3.3.4.8 SaponinSampel ditambahkan air dalam tabung reaksi, lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dikocok kuat-kuat. Terbentuknya busa yang mantap dan tidak hilang selama 10 menit dengan tinggi busa minimal 1 cm menunjukkan adanya saponin (KemenKes RI, 1989).