Upload
truongtram
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan, Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif digunakan untuk memperolah gambaran perilaku mencontek pada
siswa kelas X SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung. Gambaran
perilaku mencontek yang dimaksud meliputi intensitas perilaku mencontek siswa
kelas X SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung. Hasil data yang
diperoleh mengenai gambaran perilaku siswa yang mencontek digunakan untuk
menjaring siswa yang mencontek dengan intensitas tinggi dan sedang. Dengan
demikian siswa yang memiliki intensitas mencontek tinggi dan sedang dijadikan
sampel untuk diberikan treatment menggunakan teknik modeling dengan tujuan
untuk meningkatkan self-efficacy siswa yang mencontek.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan yakni pra-eksperimen, dengan desain pra tes-
pasca tes satu kelompok atau one group pretest-postest design. Pengukuran
pertama dilakukan sebelum diberikan intervensi yakni dengan menggunakan
teknik modeling dan pengukuran kedua dilakukan setelah diberikan intervensi
kepada subyek penelitian. Dalam desain ini diuji mengenai keefektifan teknik
modeling untuk meningkatkan self-efficacy siswa yang mencontek.
Skema model penelitian pra-eksperimen dengan desain one group pretest-
posttest, sebagai berikut.
52
01 X 02
(Arikunto, 2006: 78)
Keterangan: 01 : Hasil pengukuran (observasi) yang dilakukan sebelum perlakuan
(treatment) X : Perlakuan (treatment) 02 : Hasil pengukuran (observasi) setelah pemberian treatment (pasca-uji). Keefektifan perlakuan (teknik) yang tengah dikaji ditandai oleh perubahan
(perbedaan) antara rata-rata 01 (µ1) dengan rata-rata 02 (µ2).
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penyebaran alat
pengumpulan data berupa angket. Angket terdiri dari dua bentuk, pertama untuk
mengumpulkan data mengenai gambaran perilaku mencontek siswa kelas X SMA
Laboratorium-Percontohan UPI Bandung, yang meliputi bentuk serta penyebab
mencontek, kedua untuk mengukur self-efficacy siswa yang mencontek dengan
mengacu pada tiga aspek yakni magnitude, strength, dan generality.
B. Definisi Operasional Variabel
1. Self-Efficacy Siswa yang Mencontek
Self-efficacy menurut Bandura merupakan belief atau keyakinan seseorang
bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif
(Santrock, 2001). Self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi
tindakan yang akan dilakukannya. Tinggi rendahnya self-efficacy meliputi tiga
dimensi, hal ini dikemukakan oleh Bandura (1997:42) antara lain sebagai berikut.
53
a. Magnitude, yaitu suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan
yang dapat ia lakukan.
b. Strength, yaitu suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang
dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu.
c. Generality, diartikan sebagai keleluasaan dari bentuk self efficacy yang dimiliki
seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda.
Mencontek merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh
seseorang melalui cara-cara yang tidak baik dengan tujuan untuk memperoleh
keberhasilan akademik dan menghindari kegagalan akademik (Anderman dan
Murdock, 2007:34). Penelitian Murdock, Miller, & Kohlhardt, 2005; McCabe &
Trevino, 1993; (Anderman dan Murdock, 2007:10) menggolongkan faktor
personal yang menyebabkan mencontek adalah sebagai berikut.
1. Kepribadian (dorongan dari dalam diri yang kuat untuk mencontek, adanya
keinginan untuk mencari sensasi, penalaran moral rendah, dan terakhir dari
segi sikap serta letak kendali eksternal yang dimiliki siswa).
2. Motivasi (self-efficacy yang rendah serta pandangan terhadap tujuan dan alasan
dalam pembelajaran).
3. Situasional (materi ujian atau tes yang sulit, pengaturan tempat duduk,
pengawasan yang terlalu “longgar”, adanya pengaruh teman).
Cizek (Anderman dan Murdock, 2007:34) membagi perilaku mencontek
menjadi tiga kategori: 1) memberi, mengambil, atau menerima informasi, 2)
menggunakan media apapun yang dilarang, dan 3) memanfaatkan kelemahan
orang atau prosedur yang ada untuk mendapatkan keuntungan.
54
Dengan demikian yang dimaksud self-efficacy siswa yang mencontek
dalam penelitian ini merupakan keyakinan diri yang dimiliki oleh siswa ketika
menghadapi soal-soal dalam ujian, pekerjaan rumah ataupun tugas yang diberikan
guru. Siswa yang mencontek, tidak memiliki keyakinan untuk dapat
menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru ketika ujian ataupun tugas sehingga
untuk menutupi rasa tidak yakin tersebut siswa mengambil jalan pintas yakni
dengan mencontek. Adapun untuk mengukur tinggi rendahnya self-efficacy siswa
yang mencontek merujuk pada dimensi magnitude, strength dan generality adalah
sebagai berikut.
1. Magnitude: Keyakinan siswa untuk dapat menyelesaikan soal dengan baik
ketika menghadapi ujian atau tugas yang diberikan berdasarkan tingkat
kesulitan soal serta situasi ketika ujian berlangsung.
2. Strength: Keyakinan siswa akan kemampuannya dalam menjawab soal
berdasarkan ketekunan dan konsistensi siswa menjawab soal.
3. Generality: Kemampuan siswa dalam membangun keyakinan diri berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya ketika menghadapi ujian atau tugas.
2. Teknik Modeling
Teknik modeling berasal dari social learning theory yang dipelopori oleh
Bandura. Modeling merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan
mengamati (Feist, 2008:409). Bandura yakin bahwa pembelajaran dengan
mengamati jauh lebih efisien dari pada pembelajaran dengan mengalami langsung
karena belajar melalui modeling mencakup penambahan dan pencarian perilaku
55
yang diamati, untuk kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke
pengamatan lain (Feist, 2008: 49).
Bandura (Feist, 2008:409) menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat
memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi
dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil
belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu –
individu lain yang menjadi model (Santrock, 53:2003). Teknik modeling untuk
meningkatkan self-efficacy siswa yang mencontek bertujuan agar siswa yang
mencontek dengan self-efficacy yang rendah dapat mengamati dan meniru
perilaku model. Adapun teknik modeling yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan rangkaian proses pembelajaran terhadap siswa yang mencontek
dengan mengamati perilaku model. Teknik modeling dilakukan melalui beberapa
proses kegiatan, yaitu:
1. attentional proses (mengembangkan proses-proses kognitif untuk
memperhatikan model sehingga lebih memungkinkan untuk dikembangkan
proses perhatian yang lebih baik);
2. retention processes (untuk meniru perilaku dari model maka observer perlu
mengingat aspek perilaku dan selanjutnya menyimpan informasi tersebut);
3. production processes (mengambil imaginal dan representasi verbal dan
menerjemahan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima
umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru
perilaku model);
56
4. incentive and motivational processes (pembelajaran dengan mengamati paling
efektif ketika observer termotivasi untuk melakukan perilaku yang
dimodelkan).
Proses pembelajaran dalam teknik modeling dilakukan dalam bentuk live
modeling dan symbolic modeling. Keduanya merupakan bentuk spesifik dari
teknik modeling. Live modeling merupakan jenis modeling yang menghadirkan
model untuk ditiru dan dijadikan observasi untuk pembelajaran. Social modeling
merupakan bentuk dari live modeling, dimana konselor menghadirkan model yang
memberikan motivasi dan semangat bagi siswa sehingga dapat meningkatkan self-
efficacy bagi observer (siswa yang mencontek). Symbolic modeling merupakan
bentuk modeling yang diberikan kepada siswa tidak secara langsung atau melalui
media seperti video, rekaman atau film. Siswa diajak oleh konselor untuk
menonton tayangan yang menggugah imajinasinya serta cerita-cerita inspiratif
mengenai berbagai tokoh, sehingga siswa dapat termotivasi untuk rajin belajar dan
tidak mengulangi lagi perilaku mencontek.
C. Langkah Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data
1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Penelitian mengenai teknik modeling untuk meningkatkan self-efficacy
siswa yang mencontek, menggunakan data primer yang diambil dari alat ukur
berupa angket yang digunakan sebagai alat pengumpul data sekaligus alat ukur
untuk mencapai tujuan penelitian.
57
Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap tingkat mencontek dan self-
efficacy yang dimiliki siswa, dikembangkan dari definisi operasional variabel
penelitian. Terdapat dua poin kisi-kisi instrumen yaitu: 1) kisi-kisi instrumen
untuk mengukur bentuk dan penyebab perilaku mencontek siswa. Kisi-kisi ini
dikembangkan berdasarkan penelitian dari Murdock, Miller, & Kohlhardt, 2005;
McCabe & Trevino, 1993. 2) kisi-kisi instrumen untuk mengukur self-efficacy
siswa yang mencontek mengacu pada dimensi magnitude, strength dan generality.
Instrumen untuk mengukur self-efficacy berpedoman pada skala yang
dikembangkan oleh Bandura (2006: 307:319), yaitu “Guide for Constructing Self-
Efficacy Scales”. Angket menggunakan format ratting scale (skala penilaian)
model Thurstone dengan alternatif respon subjek dalam skala 10 dengan interval
1-10. Jarak antara satu interval sama dan pengurutan dilakukan dari nilai yang
terendah (1) sampai dengan nilai tertinggi (10).
Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian telah melalui tahap uji
coba terhadap populasi di luar sampel penelitian, sehingga dapat diketahui
kelayakan serta validitas instrumen yang akan dipergunakan untuk penelitian.
Berikut disajikan dalam tabel kisi-kisi instrumen sebelum dan setelah dilakukan
uji coba. Kisi-kisi instrumen bentuk dan penyebab perilaku mencontek (sebelum
uji coba) disajikan dalam Tabel 3.1, kisi-kisi instrumen bentuk dan penyebab
perilaku mencontek (setelah uji coba) disajikan dalam Tabel 3.2. Kisi-kisi
instrumen untuk mengukur self-efficacy siswa yang mencontek (sebelum uji coba)
disajikan dalam Tabel 3.3, kisi-kisi instrumen untuk mengukur self-efficacy siswa
yang mencontek (setelah uji coba) disajikan dalam Tabel 3.4.
58
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen
Pengungkap Perilaku Mencontek Siswa (Sebelum Uji Coba)
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Bentuk Perilaku Mencontek Siswa
Mencontek dengan Usaha Sendiri
Membuat contekan atau catatan yang ditulis di kertas, meja atau anggota badan (telapak tangan, paha atau bagian yang tersembunyi).
1, 2, 3, 4, 5, 6
Mencari bocoran soal 7, 8, 9, 10 Melihat buku catatan/pelajaran 11, 12, 13,
14, 15 Menggunakan media yang dilarang (Handphone)
16, 17, 18, 19
Mencontek dengan Bantuan Orang Lain
Bertanya kepada teman 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26
Melihat jawaban teman 27, 28, 29, 30, 31, 32
Mengambil jawaban teman 33, 34, 35 Meminta teman untuk mengerjakan soal
36, 37, 38
Faktor Penyebab Perilaku Mencontek Siswa
Pribadi
Adanya dorongan dalam diri untuk mencari sensasi supaya dianggap pintar karena mendapatkan nilai yang besar
1, 2, 3, 4
Lemahnya kontrol diri 5, 6, 7 Kurangnya Pemahaman moral 8, 9, 10 Letak kendali eksternal 11, 12, 13
Motivasi Tidak yakin terhadap kemampuan diri
14, 15, 16, 17,
Orientasi lebih besar terhadap nilai dari pada ilmu
18, 19
Malas belajar 20, 21, 22 Situasional Materi ujian sulit 23, 24, 25
Pengaturan tempat duduk 26, 27 Pengawasan yang “longgar” 28, 29, 30,
31, 32 Adanya pengaruh teman 33, 34, 35
59
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen
Pengungkap Perilaku Mencontek Siswa (Setelah Uji Coba)
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Bentuk Perilaku Mencontek Siswa
Mencontek dengan Usaha Sendiri
Membuat contekan atau catatan yang ditulis di kertas, meja atau anggota badan (telapak tangan, paha atau bagian yang tersembunyi).
1, 2, 3, 4, 5
Mencari bocoran soal 6, 7 Melihat buku catatan/pelajaran 8, 9, 10 Menggunakan media yang dilarang (Handphone)
11, 12, 13, 14
Mencontek dengan Bantuan Orang Lain
Bertanya kepada teman 15, 16, 17, 18, 19, 20
Melihat jawaban teman 21, 22, 23, 24, 25
Mengambil jawaban teman 26, 27, 28 Meminta teman untuk mengerjakan soal
29, 30
Faktor Penyebab Perilaku Mencontek Siswa
Pribadi
Adanya dorongan dalam diri untuk mencari sensasi supaya dianggap pintar karena mendapatkan nilai yang lebih besar
1, 2, 3
Lemahnya kontrol diri 4, 5 Pemahaman moral yang kurang 6, 7, 8 Letak kendali eksternal 9, 10
Motivasi Tidak yakin terhadap kemampuan diri
11, 12, 13, 14
Orientasi lebih besar terhadap nilai dari pada ilmu
15, 16, 17
Malas belajar 18, 19, 20 Situasional Materi ujian sulit 21, 22, 23
Pengaturan tempat duduk 24, 25 Pengawasan yang “longgar” 26, 27, 28 Adanya pengaruh teman 29, 30
60
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Self-Efficacy Siswa yang Mencontek
(Sebelum Uji Coba)
Aspek Indikator No. Item Magnitude Memiliki pandangan optimis dalam melaksanakan ujian 1, 2
Memandang ujian sebagai tantangan bukan sebagai beban 3, 4, 5 Memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi ketika ujian
6, 7, 8
Strength Memiliki komitmen untuk menyelesaikan ujian dengan baik
9, 10, 11, 12
Mampu menyelesaikan ujian apapun bentuk soal yang diberikan
13, 14, 15, 16
Memiliki ketekunan untuk mengerjakan soal ujian 17, 18, 19, 20 Merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki 21, 22, 23, 24
Generality Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman 25, 26 ,27, 28, 29
Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam ketika ujian dengan sikap yang positif
30, 31 , 32
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Self-Efficacy Siswa yang Mencontek
(Setelah Uji Coba)
Aspek Indikator No. Item Magnitude Memiliki pandangan optimis dalam melaksanakan ujian 1, 2
Memandang ujian sebagai tantangan bukan sebagai beban 3, 4 Memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi ketika ujian
5, 6, 7
Strength Memiliki komitmen untuk menyelesaikan ujian dengan baik
8, 9, 10, 11
Mampu menyelesaikan ujian apapun bentuk soal yang diberikan
12, 13, 14, 15
Memiliki ketekunan untuk mengerjakan soal ujian 16, 17, 18, 19 Merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki 20, 21, 22, 23
Generality Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman 24, 25, 26, 27 Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam ketika ujian dengan sikap yang positif
28, 29, 30
61
2. Pedoman Skoring
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sehingga
menghasilkan item-item pernyataan dan kemungkinan jawabannya. Instrumen
digunakan untuk mengukur respon siswa mengenai perilaku mencontek yang yang
meliputi faktor penyebab serta bentuk perilaku mencontek. Item pernyataan
bentuk mencontek menggunakan skala tiga dengan alternatif jawaban yaitu sering,
jarang dan tidak pernah. Alternatif jawaban penyebab mencontek yaitu setuju,
kurang setuju dan tidak setuju. Skor yang diberikan untuk setiap item pernyataan
bentuk mencontek yang dijawab oleh responden yaitu 3 (sering), 2 (jarang) dan 1
(tidak pernah). Begitu pula untuk pernyataan faktor penyebab perilaku mencontek
yakni setuju (3), kurang setuju (2) dan tidak setuju (1).
Instrumen untuk mengukur self-efficacy siswa mencontek menggunakan
format ratting scale (skala penilaian) model Thurstone. Metode skala Thurstone
merupakan salah satu model penskalaan pernyataan sikap dengan pendekatan
stimulus (Azwar, 2008:127). Pendekatan stimulus memiliki artian bahwa
pernyataan sikap pada suatu kontinum psikologis menunjukkan derajat keyakinan
atau ketidakyakinan terhadap pernyataan yang bersangkutan (Azwar, 2008:126).
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Netral Ketidakyakinan Keyakinan
Gambar 3.1
Kontinum Interval Skala Sepuluh
62
3. Uji Coba Alat Pengumpul Data
Angket sebagai alat pengumpul data yang dipergunakan telah melalui
beberapa tahap pengujian, sebagai berikut.
a. Uji Kelayakan Instrumen
Uji kelayakan instrumen melalui penimbangan (judgement) dalam
pengembangan alat pengumpul data bertujuan untuk mengetahui tingkat
kelayakan instrumen dari aspek kesesuaian dengan landasan teoritis, kesesuaian
dengan format dilihat dari sudut ilmu pengukuran serta ketepatan bahasa yang
digunakan, dilihat dari sudut bahasa baku dan subjek yang memberikan respon.
Penimbangan dilakukan oleh tiga dosen ahli yakni dosen dari jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan. Penilaian oleh 3 dosen ahli dilakukan dengan
memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan
Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan bahwa item tersebut
bisa digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua kemungkinan
yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau diperlukan revisi pada item tersebut.
b. Uji Keterbacaan
Langkah selanjutnya setelah uji kelayakan instrumen, maka penelitian ini
melakukan uji coba dengan uji keterbacaan terhadap siswa-siswi SMA
Laboratorium-Percontohan UPI Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel
penelitian tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel
penelitian. Hasilnya, seluruh item pernyataan yang diberikan dapat dimengerti
oleh siswa baik dari segi bahasa maupun makna dari pernyataan itu sendiri.
63
c. Uji Validitas dan reliabilitas
1) Uji Validitas Butir Item
Pengujian validitas alat pengumpul data yang dilakukan dalam penelitian
adalah seluruh item yang terdapat dalam angket yang mengungkap perilaku
mencontek siswa (bentuk dan penyebabnya) serta self-efficacy siswa yang
mencontek. Uji validitas alat pengumpul data dilakukan untuk mengetahui
apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat digunakan untuk
mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2002 : 145). Pengujian validitas alat
pengumpul data ini menggunakan rumus korelasi product-moment dengan angka
kasar. Pengolahan validitas mengggunakan metode statistika dengan
memanfaatkan program komputer Microsoft Excel 2007.
ryx =
) )(() }{({ ) }(∑∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−2222 yynxxn
yxxyn
(Arikunto, 2002: 146)
Keterangan: r xy : Koefisien korelasi yang dicari
xy : Jumlah perkalian antara skor x dan skor y x 2 : Jumlah skor x yang dikuadratkan y 2 : Jumlah skor y yang dikuadratkan
Hasil validitas terhadap instrumen yang diuji coba, terdapat beberapa item
pernyataan yang tidak valid, sehingga item tersebut tidak dapat digunakan dalam
penelitian (Hasil validitas terlampir). Item pernyataan yang menunjukkan tidak
valid untuk selanjutnya tidak dipergunakan dalam penelitian. Berikut disajikan
item-item pernyataan yang tidak valid dalam Tabel 3.5.
64
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Item
Jenis Instrumen Banyaknya Pernyataan
Tidak Valid Nomor Item
Bentuk perilaku mencontek 5 2, 6, 9, 14, 37
Faktor penyebab perilaku
mencontek
6 6, 12, 30, 32,
34
Self-efficacy siswa yang
mencontek
2 5, 29
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen merupakan derajat keajegan (konsistensi) skor yang
diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang
berbeda (Arikunto, 2002: 154). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen
diolah dengan metode statistika memanfaatkan program komputer Microsoft
Excel 2007. Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen
menggunakan rumus Alpha karena instrumen yang digunakan memiliki skala 1-3.
r11 = [ �
(���) ] [1 -
∑�
�� ]
(Arikunto, 2006: 171)
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
∑� � = jumlah varians butir
��� = varians total
65
Guilford mengatakan harga reliabilitas berkisar antara -1 sampai dengan +1,
harga reliabilitas yang diperoleh berada di antara rentangan tersebut (Ambarina,
2008: 88). Semakin tinggi harga reliabilitas instrumen maka semakin kecil kesalahan
yang terjadi, dan makin kecil harga reliabilitas maka semakin tinggi kesalahan yang
terjadi. Fraenkel&Wallen (Ambarina, 2008: 88) mempunyai patokan bahwa
sedikitnya 0,70 sebagai harga minimal bagi reliabilitas instrumen pengumpul data
yang dikumpulkan. Hasil reliabilitas untuk setiap angket yang di uji coba terlampir.
D. Lokasi dan Sampel Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.
Alasan pemilihan lokasi penelitian meliputi beberapa hal berikut.
1. Hasil wawancara dengan guru BK bahwa fenomenan mencontek di SMA-
Laboratorium percontohan UPI bukan masalah baru karena sering kali di
setiap ujian tengah semester atau ujian akhir semester terjadi perilaku
mencontek.
2. Motivasi belajar siswa SMA-Laboratorium percontohan UPI yang cukup
rendah membuat siswa lebih berpeluang untuk mencontek.
3. Belum adanya tata tertib sekolah yang khusus menindaklanjuti perilaku
mencontek.
Populasi dalam penelitian ini yakni siswa kelas X SMA Laboratorium
Percontohan UPI Bandung. Alasan pemilihan populasi terhadap kelas X antara
lain sebagai berikut.
66
1. Pada tingkat awal sekolah tidak sedikit siswa yang kurang mampu mengikuti
pelajaran yang dianggap sulit karena belum dapat menyesuaikan terhadap
transisi dari masa SMP ke Masa SMA, dengan demikian mencontek menjadi
salah satu cara siswa untuk mengimbangi tuntutan yang tidak sesuai dengan
keinginan.
2. Alasan pemilihan populasi terhadap kelas X memiliki tujuan untuk
meminimalisir bahkan menghentikan perilaku mencontek dari tingkat awal
sekolah menengah.
Teknik sampling yang digunakan dengan purposive sampling, sehingga
setiap sampel tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih, karena teknik
ini dilakukan berdasarkan tujuan khusus untuk penelitian (Arikunto, 2006:117).
Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling karena dalam
penelitian ini diungkap mengenai gambaran self-efficacy siswa yang mencontek
dengan intensitas mencontek tinggi dan sedang, sehingga dapat diungkap
mengenai gambaran self efficacy siswa yang mencontek dengan melakukan uji pre
test terhadap siswa yang mencontek. Karakteristik siswa yang dijadikan sampel
adalah sebagai berikut.
1. Siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung;
2. Siswa yang diberikan perlakuan (treatment) yakni siswa yang memiliki
intensitas mencontek pada kategori tinggi dan sedang.
3. Perlakuan diberikan kepada 15 orang siswa yang terdiri dari tujuh orang
siswa dengan intensitas mencontek tinggi serta keyakinan dirinya rendah dan
delapan orang siswa dengan intensitas menconteknya sedang serta keyakinan
67
diri yang rendah pula. Alasan pemilihan sampel sebanyak 15 orang siswa
berdasarkan pendekatan kelompok dengan jumlah anggota kelompok 10-15
orang.
E. Langkah-Langkah Penelitian
1. Penyusunan Proposal Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu menyusun proposal
penelitian. Proses penyusunan proposal dimulai dari pengajuan tema bahasan
penelitian kepada dewan skripsi. Setelah tema disetujui oleh dewan skripsi,
selanjutnya proposal tersebut diseminarkan untuk mendapatkan berbagai masukan
dari dewan skripsi dan dari teman-teman mahasiswa lainnya sebagai peserta
seminar. Setelah tema tersebut disetujui oleh Dewan Skripsi, peneliti merumuskan
judul penelitian dalam bentuk proposal. Berdasarkan masukan-masukan yang
diperoleh ketika seminar, proposal kemudian direvisi dan hasil revisi diajukan
kembali untuk memperoleh pengesahan dan pengangkatan dosen pembimbing
skripsi.
2. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilaksanakan dengan melakukan wawancara kepada
pihak sekolah sperti Guru BK, Guru Bidang Studi dan Wakasek Kesiswaan
mengenai fenomena mencontek yang terjadi di SMA Laboratorium-Percontohan
UPI. Selain itu, peneliti juga diberikan kesempatan untuk melihat secara langsung
proses ujian tengah semester yang sedang dilaksanakan oleh siswa sehingga
peneliti dapat mengetahui kondisi dan perilaku nyata di lapangan mengenai
perilaku mencontek siswa ketika ujian.
68
3. Perizinan Penelitian
Perizinan penelitian dilakukan sebagai persiapan selanjutnya untuk
mengumpulkan data. Proses perizinan penelitian dimaksudkan untuk
memperlancar pelaksanaan pengumpulan data. Perizinan penelitian diperoleh dari
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Direktorat Akademik UPI, dan Kepala SMA Laboratorium-Percontohan UPI
Bandung.
4. Pelaksanaan Pengumpulan Data
1. Pre-test
Pelaksanaan pre-test dilangsungkan pada tanggal 16 April 2010. Pre-test
dilaksanakan di ruang kelas X-A dan diikuti oleh 15 konseli. Konselor
membagikan angket kemudian menjelaskan petunjuk pengisian agar siswa lebih
memahami apa yang harus mereka kerjakan karena angket yang digunakan untuk
pre-test ini sedikit berbeda dengan angket yang diberikan pada tes awal. Hasil
pre-test menunjukkan tinggi rendahnya dimensi self-efficacy yang dimiliki
konseli.
2. Sesi 1
Sesi 1 dilaksanakan pada tanggal 20 april 2010. Sesi ini merupakan
langkah permulaan untuk memperkenalkan kegiatan konseling yang akan
berlangsung dengan menggunakan teknik modeling. Siswa diberikan pengarahan
serta pemahaman mengenai kegiatan yang akan berlangsung serta hal-hal yang
berkaitan dengan proses intervensi. Pertemuan pertama dilaksanakan dengan
69
NAMA : PANGGILAN : TANGGAL LAHIR : USIA : ALAMAT : ANAK KE/DARI : DAN SAYA AKAN MENJADI .................................... Karena...........................................................................
setting bimbingan kelompok, konseli dibagi kedalam dua kelompok yakni
kelompok laki-laki dan kelompok perempuan.
Topik dari pertemuan pertama berjudul “saatnya kenalkan dirimu”. Jenis
modeling yang digunakan yakni symbolic modeling dengan memberikan cerita
mengenai “kapal kehidupan”. Tujuan dari sesi pertama ini yaitu supaya konseli
memiliki pandangan yang optimis dalam setiap sendi kehidupan dan mereka dapat
mengambil satu peran dalam kehidupan sesuai dengan keinginan dan kemampuan
yang mereka miliki. Konselor menceritakan setiap peran yang harus dimiliki oleh
manusia beserta tanggung jawabnya, kemudian konseli mengerjakan isian
pertemuan ke-1 seperti dalam Gambar 3.2
Gambar 3.2
Format Isian Pertemuan 1 “Saatnya Kenalkan Dirimu”
KehidupanKehidupanKehidupanKehidupan Ini Tidak akan pernahIni Tidak akan pernahIni Tidak akan pernahIni Tidak akan pernah BerartiBerartiBerartiBerarti, , , ,
manakalamanakalamanakalamanakala TIDAKTIDAKTIDAKTIDAK ADAADAADAADA sesuatu yang kitasesuatu yang kitasesuatu yang kitasesuatu yang kita
PERJUANGKANPERJUANGKANPERJUANGKANPERJUANGKAN
70
HADAPI HAYATI
NIKMATI
COBA MENGATASI COBA MENGATASI
KEKHAWATIRANKU KESULITANKU
KETIKA UJIAN KETIKA BELAJAR
3. Sesi 2
Sesi kedua dilaksanakan pada tanggal 23 April 2010, setting konseling
yang dipergunakan yakni kelompok. Pada pertemuan kedua ini konseling
dilaksanakan dalam tiga kelompok. Topik pertemuan kedua berjudul “hadapi
hayati dan nikmati”. Jenis modeling yang dipergunakan yakni symbolic modeling
dengan memanfaatkan video sebagai media. Video ini menggambarkan cara
untuk menghadapi masalah, atau hambatan tanpa dijadikan beban. Konselor
menjelaskan maksud dari video tersebut dan mengaplikasikannya kedalam
kehidupan konseli disekolah. Penerapan konselor tertuju pada masalah yang
mungkin dihadapi siswa di sekolah. Sebagai evaluasi, konselor memberikan
format isian seperti dalam Gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3
Format Isian Pertemuan Ke-2 “Hadapi, Hayati dan Nikmati”
71
4. Sesi 3
Sesi ke-3 dilaksanakan pada tanggal 27 april 2010. Setting yang
dipergunakan yakni kelompok karena menggunakan media video sehingga akan
lebih mengefektifkan waktu apabila dilakukan secara kelompok. Topik pada
pertemuan ketiga berjudul “belive in your self”. Pada sesi ini, konseli diberikan
video mengenai bagaimana seseorang tetap percaya pada keyakinannya walaupun
orang lain tidak percaya dan menganggap bahwa langkahnya itu cukup berani.
Pada sesi ini konseli diminta untuk menuliskan langkah yang akan
ditempuhnya untuk mengatasi kesulitan dalam belajar khususnya ketika
menghadapi ujian. Video yang diberikan sebagai modeling agar siswa termotivasi
dengan semangat yang digambarkan dalam video tersebut. Konselor menjelaskan
makna yang terkandung dalam video tersebut dan langsung menghubungkannya
ke dalam keseharian konseli. Konselor memberikan format isian seperti dalam
Gambar 3.4.
Ternyata Saya BISA Melakukannya ....
Kesulitan yang saya hadapi ketika ujian
Apa saja yang biasa saya lakukan
Perasaan saya setelah melakukan hal itu
SAYA AKAN MENGUBAH KESULITAN DENGAN CARA...
“Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan”
“ dan Saya Akan Menambahkan Bahwa
Gambar 3.4 Format Isian Sesi ke-Tiga “Believe in Your Self”
72
5. Sesi 4
Sesi keempat dilaksanakan pada tanggal 3 mei 2010 bertempat di ruang
BK. Sesi ini berjudul “tentukan visi dan misi hidupmu”. Jenis modeling yang
digunakan masih symbolic modeling dengan memberikan cerita mengenai “tujuan
kehidupan”. Konselor membacakan cerita dan menjelaskan mengenai pengertian
visi, misi dan tujuan dalam kehidupan. Tujuan yang akan diraih tidak akan
selamanya berada pada jalan yang lurus karena tidak jarang terdapat rintangan
yang menghadang akan tetapi ada satu hal yang bisa dipertahankan apabila
seseorang ingin memperoleh tujuan tersebut yakni komitmen yang kuat untuk
melaksanakan setiap langkah yang ditempuh. Begitupula dalam sesi ini konselor
mengaplikasikan visi dan misi konseli untuk mencapai tujuan yang ingin
diraihnya. Konselor meminta konseli untuk menuliskan visi dan misi hidupnya
dalam format isian yang telah disediakan seperti dalam Gambar 3.5 berikut.
Gambar 3.5
Format Isian Sesi ke-Empat “Tentukan Visi dan Misi Hidupmu”
Visi Visi Visi Visi dan TaRgetTaRgetTaRgetTaRget utamaku di sekolah adalah................................................................
Sedangkan Misiku adalah.............................................................................................
Untuk Meraih ITU SEMUA Maka Saya Harus......................................................
Apabila Saya Tidak BerusahaBerusahaBerusahaBerusaha Sekuat Tenaga Untuk Mencapai IMPIANIMPIANIMPIANIMPIAN
Maka Saya akan ..................................................................................................
Tetapi Untuk Mencapai semuanya Saya tidak boleh...........................
...................................................Karena..................................................
Dengan Demikian Saya Harus ..........................................................
...............................................................Supaya............................................
......................................................................................................
Allah Tidak menciptakan MIMPI, Kecuali Hanya Untuk Menjadi Kenyataan
Visi Misi Orang Sukses
73
6. Sesi 5
Sesi 5 dilaksanakan pada tanggal 6 mei 2001 bertempat di kelas X-A. Sesi
ke lima berjudul “Tidak ada kata tidak bisa”. Dalam sesi ini konselor
memberikan symbolic modeling yaitu berupa kata-kata motivasi dari beberapa
tokoh motivator. Konseli diberikan kesempatan untuk memilih satu dari beberapa
kalimat motivasi yang tersedia yang sesuai dengan keinginan mereka.
Tujuan dari sesi ini yakni agar konseli memiliki keyakinan untuk
menyelesaikan setiap kesulitan yang mereka hadapi dalam ujian atau ulangan
sehingga pada akhirnya konseli memiliki keyakinan diri untuk menyelesaikannya
walaupun dalam bentuk soal yang mereka anggap sulit sekalipun. Konselor
memberikan format isian yang didalamnya terdapat kata-kata motivasi dari
berbagai tokoh motivator, konseli diminta untuk memilihnya dan menjelaskan
alasannya.
7. Sesi 6
Sesi keenam dilaksanakan pada tanggal 10 mei 2010 bertempat di kelas
XA. Sesi ke enam berjudul “Facing the giants”. Dalam sesi ini konselor
memberikan tontonan berupa bagian dari film facing the giants. Cuplikan film
ini menggambarkan tentang usaha serta kegigihan dari para pemain American
football. Semangat serta kegigihan yang dipertontonkan dijadikan modeling bagi
konseli dengan tujuan agar konseli memiliki ketekunan dalam setiap kegiatan
yang mereka lakukan. Refleksi yang diambil dari cuplikan film tersebut yakni
bagaimana konseli dapat memaknai hikmah yang dapat diambil dari film tersebut
serta mengaplikasikanya ketika mereka menemukan kesulitan dalam belajar
74
The Mirracle
Makna yang terkandung dari film Facing the giants adalah................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
Apabila dicerminkan dengan kesulitan yang saya alami ketika
belajar termasuk waktu ujian atau ulangan, makna yang dapat saya
ambil dari film Facing the giants adalah...........................................
...............................................................................................................................
............................................................................................................................... Jika Kau Merasa Lelah dan Tak Berdaya dari Usaha
yang Sepertinya Sia-Sia.... Allah Tahu Seberapa Keras Engkau Berusaha....
termasuk kesulitan waktu ujian atau ulangan. Evaluasi dalam sesi ini diberikan
format isia seperti dalam Gambar 3.6
Gambar 3.6
Format Isian Sesi ke-Enam “Facing the Giants”
8. Sesi 7
Sesi ketujuh dilaksanakan pada tanggal 12 mei 2010 bertempat di ruang
kesenian. Sesi ke tujuh berjudul “follow your dreams”. Jenis modeling yang
digunakan dalam sesi ini yakni live modeling. Bentuk modeling ini menyajikan
atau menghadirkan model secara langsung sehingga konseli dapat mendengarkan
secara langsung cerita-cerita dari model yang dihadirkan. Model yang dihadirkan
merupakan siswa kelas X-G yaitu “Vaisya Alexis”. Model merupakan siswa yang
aktif dalam organisasi-organisasi kemanusiaan sehingga pengalamnnya begitu
banyak bahkan model telah mngikuti kegiatan sampai ke luar negeri. Tujuan dari
social modeling ini agar konseli yakin terhadap kemampuan yang dimilikinya,
75
Follow Your Dreams...
selain itu konseli dapat mengobservasi pengalaman yang diceritakan oleh model
sehingga konseli termotivasi untuk merealisasikan mimpi-mimpi konseli. Berikut
format evaluasi sesi ini seperti dalam Gambar 3.7.
Gambar 3.7
Format Isian Sesi ke-Delapan “Follow Your Dreams”
9. Sesi 8
Sesi kedelapan dilaksanakan pada tanggal 19 mei 2010. Sesi ke delapan
berjudul “Refleksi kesuksesan Adam Khoo”. Dalam sesi ini konselor
menggunakan cerita kesuksesan Adam Khoo sebagai modeling. Konselor
menceritakan mengenai kesuksesan Adam Khoo yang masa lalunya di cap sebagai
anak yang sangat bodoh. Perubahan konseli dari tiap sesi terlihat cukup baik,
sehingga pada sesi ini konselor tidak mengalami kesulitan untuk menjelaskan dan
menceritakan kesuksesan Adam Khoo.
Tujuan dari sesi ini yakni agar konseli memiliki kemampuan untuk belajar
dari pengalaman-pengalamannya. Konseli diberikan lembaran evaluasi sebagai
KELEBIHAN SAYA?????
KEKURANGAN SAYA?????
IMPIAN SAYA (TULISKAN MINIMAL 10
IMPIAN YANG INGIN DIRAIH)
IMPIAN SAYA (URUTKAN IMPIAN
TERSEBUT DARI YANG TERPENTING)
76
refleksi dari cerita yang disampaikan. Evaluasi tersebut berisi mengenai
pengalaman keberhasilan serta kegagalan yang pernah dialami konseli sehingga
konseli bisa menyikapi pengalaman-pengalaman tersebut sebagai motivasi atau
jalan sukses di masa yang akan datang.
10. Sesi 9
Sesi kesembilan dilaksanakan pada tanggal 24 mei 2010 bertempat di
ruangan kelas XA. Sesi ini merupakan sesi terakhir dalam proses intervensi untuk
meningkatkan self-efficacy konseli, Sesi ini berjudul “No matter what”, dalam
sesi ini konselor memberikan video mengenai gambaran kegagalan serta
kesuksesan seseorang. Tujuan dari sesi yang terakhir yaitu supaya konseli mampu
menyikapi situasi dan kondisi yang beragam yang ia temui dalam belajar
khususnya ketika ujian. Sikap tersebut diharapkan mampu konseli aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga pada akhirnya konseli memiliki satu
keyakinan diri untuk tidak bergantung pada ucapan atau perilaku orang lain yang
dapat membuatnya down sehingga dapat mempengaruhi motivasinya.
11. Post-test
Langkah terakhir memberikan post-test untuk mengetahui keberhasilan
bantuan yang diberikan dengan menggunakan teknik modeling. Pada tahap ini
dilakukan tes akhir kepada siswa yang mencontek apakah terjadi perubahan
tingkat self-efficacy sebelum diberikan treatment, apabila terlihat perubahan self-
efficacy dalam diri siswa setelah pemberian bantuan (treatment) maka dilihat
apakah intensitas menconteknya berkurang. Dengan demikian apabila
77
peningkatan self-efficacy disertai dengan penurunan intensitas mencontek maka
hipotesis mengenai teknik modeling yang diberikan dikatakan efektif.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis data untuk pertanyaan penelitian pertama, kedua dan ketiga yakni
mengenai intensitas perilaku mencontek, penyebab perilaku mencontek serta
gambaran sself-efficacy siswa yang mencontek menggunakan rumus yang
sama. Data yang terkumpul dikategorikan menjadi tiga bagian yakni tinggi,
sedang dan rendah. Rumus yang digunakan untuk membuat kategori
intensitas perilaku mencontek, faktor penyebab perilaku mencontek serta
gambaran self-efficacy siswa yang mencontek adalah sebagai berikut.
X > µ + 1� Tinggi
µ -1� ≤ X ≤ µ + 1� Sedang
X < µ - 1� Rendah
(Ihsan, 2009)
2. Analisis data penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai
“keefektifan teknik modeling untuk meningkatkan self-efficacy siswa yang
mencontek di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung” menggunakan
uji-t. Nilai pre-test dan post-test dibandingkan menggunakan uji-t, dengan
mengajukan pertanyaan apakah ada perbedaan antara kedua nilai yang
didapatkan secara signifikan. Langkah-langkah analisis data pra eksperimen
dengan model pretest-posttest design, sebagai berikut.
1) Mencari rerata nilai tes awal (01).
2) Mencari rerata nilai tes akhir (02).
78
3) Menghitung perbedaan rerata dengan uji-t, dengan rumus:
)1(
)( 22
−
−
=
∑∑
NNN
DD
Dt
(Arikunto, 2006: 306)
Keterangan: t = harga t untuk sampel berkorelasi Ð = (difference), perbedaan antara skor tes awal dengan skor tes akhir
untuk setiap individu D = rerata dari nilai perbedaan (rerata dari Ð) D2 = kuadrat dari D N = banyaknya subjek penelitian
Setelah diperoleh nilai thitung, maka langkah selanjutnya adalah
membandingkan dengan ttabel untuk mengetahui tingkat signifikasinya dengan
ketentuan thitung > ttabel.