Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian siswa autis tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa (SD LB)
kelas IV. Subjek penelitian terdapat tiga siswa autis yang memiliki karakter
tingkat autis rendah dan autis tingkat sedang. Siswa I masuk ke dalam
karakteristik tingkat autis ringan. Siswa II masuk ke dalam karakteristik tingkat
autis sedang. Siswa III masuk ke dalam karakteristik tingkat autis sedang.
Penelitian dilakukan di SLB Negeri Metro Jalan Raya Gatot Kaca
sumbersari Metro Selatan Kota Metro Lampung. SLB Negeri Metro merupakan
sekolah luar biasa yang terdapat tingkat sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar
Luar Biasa (SD LB) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA
LB). Lokasi sekolah dari tingkat SD LB sampai SMA LB terdapat dalam satu
lokasi bangunan. SLB Negeri Metro terdapat asrama yang digunakan untuk siswa
yang sekolah di SLB Negeri Metro dan setiap asrama terdapat pengasuh yang
membinmbing siswa. SLB Negeri Metro terdapat lapangan olahraga yaitu
lapangan basket dan lapangan untuk bulu tangkis. SLB Negeri Metro berlokasi di
tengah pemukiman penduduk. Pemelihan SLB Negeri Metro sebagai lokasi
penelitian karena SLB Negeri Metro sering mewakili Propinsi Lampung dalam
lomba seni tingkat Nasional.
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung dalam pengertian psikologi meliputi
kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakn seluruh
alat indera. Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba dan pengecap. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara,
yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi yaitu: (1) observasi
non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrumen penelitian; (2) observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat
dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Pedoman
observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan
diamati (Arikunto, 2010: 200).
Observasi yang dilakukan termasuk ke dalam observasi sistematis.
Observasi ini dilakukan pada bulan Januari yang merupakan observasi awal
bertujuan untuk mengetahui kondisi awal di lingkungan sekolah, kategori
siswaautis dan proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Pada awal observasi,
peneliti menenemui kepala sekolah untuk meminta izin secara langsung, sambil
mengamati lokasi penelitian SLB Negeri Metro. Setelah mendapatkan izin dari
kepala sekolah peneliti menemui guru seni untuk meminta izin melakukan
penelitian pada siswa autis. Setelah mendapat izin dari guru seni, kemudian guru
seni mengantarkan peneliti menemui guru kelas IV yang mengajar siswa autis.
Supaya penelitian ini mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan peneliti
membuat pedomana observasi.
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Data pertama diperoleh SLB Negeri Metro adalah SLB yang
menyelenggarakan pendidikan untuk semua jenis ketunaan dan autis dari tingkat
Sekolah Dasar (SD LB) hingga SMA (SMA LB). SD LB hingga SMA LB ada
dalam satu lokasi bangunan dan mailiki asrama yang dihuni oleh peserta didik,
setiap asrama memiliki guru pembimbing atau oranngtua asuh yang sudah
ditetapkan oleh sekolah. Orangtua asuh adalah guru yang mengajar di SLB
tersebut. SLB Negeri Metro terletak jauh dari jalan raya tetapi berada
dopertengahan pemukiman penduduk dan jalan untuk menuju kesekolah tersebut
sudah baik keadaannya.
Pembelajaran seni tari belum diberikan untuk siswa autis, pembelajaran
seni tari masih diberikan untuk siswa tunagrahita dan tunarungu. Pembelajaran
seni tari belum diberikan karena pada saat itu guru seni masih harus kuliah di
Bandung untuk melanjutkan kuliah untuk jurusan pedidikan berkebutuhan khusus,
sehingga ada keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru. Guru yang mengajar
seni bukan lulusan dari jurusan pendidikan seni melainkan Sarjana Agama, tetapi
saat ini guru sudah melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan berkebutuhan
khusus. Walaupun guru yang mengajar tari bukan dari lulusan jurusan seni tetapi
SLB Negeri Metro sering mendapatkan juara dalam bidang seni di tingkat
propinsi maupun tingkat nasional. Siswa autis SD LB kelas IV termasuk dalam
kategori siswa autis ringan dan autis sedang.
Pada saat peneliti masuk ke dalam kelas dari tiga siswa yang ada di dalam
kelas ketiga siswa itu memeberikan respon masing-masing. Siswa I mau menyapa
dan memamerkna semua barang yang ada di dalam kelas dengan bercerita tentang
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
benda yang dipegangnya. Siswa II menyapa dan menceritakan hal yang baru
dilakukan dengan kata yang diulang-ulang. Siswa III hanya diam dan asyik
melakukan aktivitas mencoret-coret kerta yang ada di atas meja.
Metode pembelajaran yang digunakan pada saat peneliti masuk ke dalam
kelas adalah metode ceramah pada saat itu guru memberikan materi pembelajaran
pengembangan diri. pada saat itu guru memberikan botol kepada siswa sebagai
media yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Guru meminta siswa untuk
memainkan botol tersebut. Siswa memainkan dengan memukul botol dengan
botol, mengisi botol dengan batu yang kemudian dikocok-kocok ada juga yang
melakukan dengan meremas-remas botol.
Interaksi siswa dengan guru termasuk baik, siswa sudah mau bertanya dan
melakukan yang diintruksikan oleh guru. Siswa dalam bertanya walaupun belum
mau menatap mata guru. Interaksi dengan teman, siswa asyik duduk ditempatnya
masing-masing. Interaksi dengan orang lain seperti yang sudah dikemukakan di
atas. Kemampuan gerak yang teramati pada saat observasi masih sebatas
kemampuan siswa berjalan dan gerak pada saat memainkan botol plastik. Siswa
mampu melakukan dengan baik.
2. Wawancara
Wawancara atau interviu adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewer). Wawancara dilakukan peneliti untuk menilai keadaan seseorang.
Secara fisik wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur (Arikunto, 2010: 198).
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Untuk mengumpulkan data penelitian selain observasi peneliti
menggunakan wawancara berupa pertanyaan yang ditujukan kepada Kepala
Sekolah, guru seni tari, guru kelas.
a. Kepala Sekolah, untuk mengetahui latar belakang sekolah, jenis ABK
yang ada di SLB Negeri Metro tersebut, dukungan kepala sekolah
terhadap pembelajaran seni yang ada di SLB Negeri Metro.
b. Guru seni, untuk mendapatkan informasi model, metode, media serta
tari yang diajarkan di SLB Negeri Metro
c. Guru kelas, untuk mendapatkan informasi model, metode, media yang
digunakan dalam pembelajaran untuk siswa autis, interaksi sosial
siswa autis, serta kemampuan gerak siswa autis.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang
tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-
benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen,
catatan harian (Arikunto, 2010: 201).
Penelitain ini menggunakan dokumentasi untuk memberikan kejelasan
mengenai hasil dari penelitian yang berkaitan dengan proses pembelajaran dalam
bentuk video dan foto, serta data-data yang ada disekolah yang berkaitan dengan
siswa autis SD LB kelas IV untuk medukung hasil pengamatan peneliti.
4. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat bantu yang digunakan oleh pengamat
atau observer untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berlangsung. Observer yang ditunjuk dalam penelitian ini adalah guru kelas selain
menggunakan observer peneliti juga menggunakan rekaman video dan
dokumentasi berupa foto. Hal-hal yang diamati oleh observer selama proses
pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut:
1. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan guru
2. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung
3. Interaksi siswa dengan guru pada saat pembelajaran berlangsung
4. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan badan
5. Kesesuaian gerak yang dilakukan oleh siswa dengan intruksi guru
6. Metode, media dan materi yang diberikan oleh guru
7. Stimulus yang digunakan.
Hasil dari catatan observer akan dipaparkan pada BAB IV dan lembar observasi
akan ada pada lampiran.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian kaji tindak atau action research. Kaji tindak dalam penelitian ini adalah
mengkaji model pembelajaran yang selama ini digunakan dalam pembelajaran tari
di Sekolah Luar Biasa. Selanjutnya tindakannya adalah menerapkan model
pembelajaran sinektik dalam pembelajaran tari di Sekolah Luar Biasa untuk siswa
autis.
Sukmadinata mengatakan perkembangan penelitian tindakan diawali oleh
karya Kurt Lewin pada awal tahun 1940an. Lewin menyimpulkan bahwa
penelitian tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pengembangan kekuatan berpikir reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan
tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya.
Pengembangan lebih lanjut dilakukan di Amerika Serikat dalam penerapan
konsep pendidikan oleh John Dewey ( Sukmadinata, 2007: 142).
Alwasilah (2010: 63) menjelaskan kaji tindak atau action research artinya
ada kajian dan ada tindakan. Kata action sengaja dipilih, bukan behavior, karena
bagi peneliti kualitatif, yang diteliti adalah tindakan sosial bukan perilaku manusia
yang lazim diteliti oleh peneliti psikologi tingkah laku. Dalam penelitian
kualitatif, action diasumsikan memiliki sifat-sifat purposif, intensional, dan
berorientasi tujuan. Action research selanjutnya diadaptasi oleh berbagai bidang,
terutama pendidikan.
Menurut Arikunto (2010: 129) penelitian tindakan adalah penelitian
tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran dan hasilnya
langsung dapat dikenakan dalam masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau
karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan
kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan
adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata
dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang “dicoba sambil jalan” dalam
mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Arikunto (2010: 129-130) menjelaskan penelitian tindakan yang dilakukan
harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Permaslahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteris, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta berada
dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
2. Kegiatan peneliti, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efesien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dan, dan tenaga.
4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dan tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang berminat terhadap
penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan
terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi
tantangan sepanjang waktu.
Model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin menurut Arikunto (2010)
didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat
komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu:
1. Perencanaan atau planning
2. Tindakan atau acting
3. Pengamatan atau observing
4. Refleksi atau reflecting
Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah siklus atau
kegiatan berulang. “Siklus” inilah yang sebetulnya menjadi salah satu ciri utama
dari penelitian tindakan, yaitu bahwa penelitian tindakan harus dilaksanakan
dalam bentuk siklus, bukan hanya satu kali intervensi saja.
Madya (2009) gagasan sentral penelitian partisipan ini adalah bahwa orang
yang akan melakukan tindakan harus juga terlibat dalam proses penelitian dari
awal. Dengan demikian, mereka itu tidak hanya menyadari perlunya
melaksanakan program tindakan tertentu, tetapi secara jiwa raga akan terlibat
dalam program tindakan tersebut. Tanpa kolaborasi ini, diagnosis dan
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
rekomendasi tindakan untuk mengubah situasi cenderung mendorong tibulnya
ketidakamanan, agresi dan rasionalisasi daripada kecenderungan untuk
mendorong adanya perubahan yang diharapkan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan yang termasuk
dalam penelitian tindakan kolaborasi atau partisipan karena dalam penelitian,
peneliti tidak melakukan proses penelitian tidak sendiri dan peneliti terlibat dalam
penelitian tersebut, akan tetapi peniliti bersama dengan guru kelas pada saat
proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Selama penelitian, peneliti
menjadi praktikan atau guru yang memberikan pembelajaran secara langsung
kepada peserta didik, sedangkan guru kelas menjadi pengamat atau observer yang
membantu mencacat selama proses pembelajaran dan rekan diskusi pada saat
melakukan refleksi.
Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran tari yang menggunakan
model sinektik untuk siswaautis, visualisasi siklus tersebut sebagai berikut,
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 1. 1 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research
Siklus Pertama (Arikunto, 2010)
a. Siklus Pertama
1. Tahap 1: Perencanaan/ Planning .
Pada tahap perencanaan peneliti membuat sebuah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran, materi yang
diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan tahap-tahap pelaksanaan
pembelajaran serta sistem evaluasi yang digunakan, penjabaran yang lebih rinci
dipaparkan pada bab IV. Siswa autis yang ada di dalam kelas memiliki tingkat
keuatisan yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda antara siswa yang
satu dengan siswa yang lain. Siklus pertama rencana pelaksanaan pembelajaran
yang dibuat masih umum untuk semua siswa autis yang ada di dalam kelas
tersebut.
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Rencana peleksanaan pembelajaran dibikin oleh peneliti dalam siklus
pertama peneliti membuat tiga rancangan rencana pelaksaan pembelajaran, dalam
satu rencana pelaksaan pembelajaran 40 menit. pelaksanaan pembelajaran
dilakukan di dalam kelas.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama tujuan pembelajarannya
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan, materi yang diberikan
adalah unsur tari yaitu unsur ruang dengan memberikan materi lintasan yang
menerapkan langkah kaki dari hasil stimulus melihat vidoe lebah. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dan coxtectual teaching learning
(CTL). Langkah-langkah pembelajarannya dibagi menjadi tiga tahapan yaitu:
tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi
pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang kedua tujuan pembelajaran
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan dengan langkah kaki
dan ditambah dengan gerak kepala. Materi yang diberikan adalah lintasan dengan
langkah kaki dan gerak kepala, siswa menggerakkan kepala dari hasil stimulus
melihat video lebah. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, CTL
dan metode kreatif. Langkah-langkah pembelajaran dibagi dalam tiga tahapan
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap penutup. Sistem evaluasi yang digunakan
adalah pengamatan yang melihat interaksi sosial, kemampuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial peserta didik, kemempuan gerak,
analogi, deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang
terjadi pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang ketiga tujuan pembelajaran siswa
mampu membuat dan memperagakan unsur flowing dalam unsur tenaga. Materi
yang diberikan adalah flowing berupa gerak tangan dari stimulus melihat video
lebah. Metode pembelajaran yang digunakan metode kreatif, metode ceramah,
metode CTL dan metode kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari
tiga tahap yaitu: tahap awal, tahap inti dan tahap penutup.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan interaksi sosial,
kemampuan gerak, kooperatif, deskripsi, analogi, empati dan kreasi menyusun
gerak.
2. Tahap 2: Perlakuan/ Acting.
a. Renacana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Pada tahap perlakuan adalah melaksanakan perencaan yang telah disusun.
Pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama diberikan dalam waktu 40
menit. Pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka
pembelajaran dengan salam, peneliti bertanya kepada siswa apakah pembelajaran
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tari sudah diberikan di dalam kelas dan apakah siswa pernah belajar tari diluar
pembelajaran di dalam kelas. Siswa I menjawab belum pernah belajar tari di
dalam kelas tetapi siswa mengatakan bisa menari. Siswa II menjawab belajar tari
belajar tari. Siswa III hanya diam dan menunduk. Peneliti kemudian
mengkondisikan kelas dengan cara melakukan pemanasan dengan melakukan
gerak secara bersama-sama. Selanjutnya peneliti bertanya kepada siswa tentang
binatang yang kehidupannya berkelompok pada tahap ini guru menggunakan
metode ceramah dan CTL. Guru menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan
pada pertemuan pertama pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah.
Tahap inti peneliti menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan secara
bersama-sama yaitu pembelajaran yang menggunakan media pembelajaran video
binatang lebah yang kemudian siswa diminta untuk beranalogi dengan
menggunakan hasil melihat video lebah. Setelah melihat video lebah siswa
diminta untuk mengungkapkan bagaimana arah binatang lebah terbang. Siswa
diminta untuk beranalogi menjadi binatang lebah kemudian siswa diberikan waktu
untuk bereksplorasi membuat gerak langkah kaki membuat lintasan dari arah
binatang lebah yang ada dalam video lebah yang telah disaksikan. Siswa
bereksplorasi membuat lintasan dengan langkah kaki, siswa melakukan eksplorasi
secara individu dan kemudian diminta untuk melakukan secara bersama-sama.
Tahap penutup siswa diminta untuk berlatih gerak dari hasil eksplorasi
yang telah dilakukan. Siswa setelah berlatih peneliti meminta kepada siswa untuk
menjelaskan lintasan yang telah dibuat oleh siswa secara lisan. Siswa mencoba
untuk menjelaskan lintasan langkah kaki yang dibuat secara lisan. Setelah
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menjelaskan siswa diminta untuk memperlihatkan lintasan yang telah dibuat
secara bersama-sama.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi
pada siswa dilihat dan dicacat secara teliti.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang kedua dilaksnakan selama 40
menit pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka
pembelajaran dengan salam, kemudian peneliti mengajak siswa untuk melakukan
pemanasan yaitu dengan melakukan gerak secara bersama-sama. Setelah
melakukan pemanasan siswa diminta untuk mengulang kembali gerak hasil
eksplorasi pada pertemuan pertama. Siswa melakukan gerak yang telah dilakukan
pada tahap eksplorasi pada petemuan pertama.
Tahap inti siswa diminta untuk beranalogi menjadi binatang lebah dari
hasil menyaksikan video lebah yang telah diputar pada pertemuan pertama. Siswa
diminta untuk beranalogi personal menjadi binatang lebah. Siswa melakukan
analogi. Setelah beranalogi siswa diminta untuk bereksplorasi membuat gerak
kepala dari hasil beranalogi menjadi binatang lebah. Siswa diberi kesempatan
untuk bereksplorasi membuat gerak kepala dari hasil beranalogi. Setelah
beresplorasi siswa diminta untuk memperlihatkan hasil eksplorasi membuat gerak.
siswa memperlihatkan hasil eksplorasi gerak kepala yang telah dibuat oleh siswa.
Eksplorasi yang telah dilakukan pada pertemuan pertama siswa diminta untuk
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menggabungkan hasil eksplorasi yang dilakukan pada tahap kedua. Tahap ini
dinamakan kreasi yaitu menyusun hasil gerak pada pertemuan pertama dan
perteuan kedua. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan kreasi dengan
bimbingan peneliti. Tahap kreasi dilakukan secara bersama-sama atau kelompok
kecil.
Tahap penutup siswa diminta untuk berlatih hasil kreasi yang dibuat oleh
siswa dengan bimbingan peneliti. Siswa berlatih secara bersama-sama dengan
bimbingan peneliti. Selanjutnya peneliti memberikan suatu penjelasan tentang
unsur-unsur tari yang telah dipelajari pada proses pembelajaran.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati. Selama proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi
pada siswa dilihat dan dicatat secara teliti.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ketiga
Rencana pelaksanaan pembelajaran ketiga dilakuakan selama 40 menit
dilakukan di dalam kelas. Tahap awal peneliti membuka pembelajaran dengan
salam, kemudian melakukan pemanasan secara bersama-sama. Siswa diminta
untuk mengulang gerak yang telah dibuat oleh siswa pada pertemuan kedua.
Peneliti menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan pada proses pembelajaran
yang akan dilakukan secara bersama-sama.
Tahap inti siswa diminta untuk beranalogi langsung, analogi langsung
yang dilakukan oleh siswa adalah membandingkan bintang lebah dengan binatang
burung. Siswa diberi kesempatan untuk bereksplorasi membuat gerak terbang dari
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hasil analogi yang dilakukan oleh siswa. Siswa melakukan eksplorasi membuat
gerak terbang dengan mengepakkan kedua tangan. Siswa setelah bereksplorasi
dengan membuat gerak terbang siswa diminta untuk berkreasi yaitu
menggabungkan gerak pada pertemuan pertama, kedua dan pertemuan ketiga.
Proses kreasi dibimbing oleh peneliti. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan
proses kreasi secara individu dan bersama-sama dengan bantuan peneliti.
Tahap penutup, pada tahap penutup siswa diberi kesempatan untuk
melakukan latihan gerak hasil kreasi yang dibuat oleh siswa. Siswa
mempresentasikan hasil kreasi walaupun presentasi masih harus dengan
bimbingan oleh peneliti.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan interaksi sosial,
kemampuan gerak, kooperatif, deskripsi, analogi, empati dan kreasi menyusun
gerak.
3. Tahap 3: Pengamatan,
Tahap pengamatan, pelaksanaan pengamatan oleh guru kelas. Pada saat
pengamatan pengamat mencacat apa yang sedang terjadi. Pengamatan dalam
penelitian ini dilakukan oleh pengamat yaitu guru kelas, serta menggunakan
bantuan rekaman video dan foto yang berfungsi untuk melihat kembali proses
pembelajaran dan hal-hal yang tercacat oleh pengamat. Pengamatan dilakukan
secara pengamatan siswa secara individu dan pengamatan siswa secara kelompok.
Dalam melakukan pengamatan pengamat memcacat hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran dalam lembar observasi. Hal-hal yang diamati dalam proses
pembelajaran adalah
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan peneliti
Pada saat berbicara siswa I sudah menunjukkan adanya tatapan mata
dengan lawan bicara. Siswa II belum menunjukkan tatapan mata pada saat
berbicara dengan teman atau dengan peneliti. Siswa II ketika diajak bicara
menjawab namun kadang masih asyik dengan benda yang sedang dimainkan.
Tetapi pada saat proses pembelajaran dengan melakukan pendekatan ketika diajak
berbicara siswa II mulai mau menatap mata dan tidak lagi asyik bermain dengan
benda yang sedang dipegang. Siswa III ketika bicara masih menunduk dan
mengikuti apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, akan tetapi apabila
diingatkan siswa III mau mengangkat kepala dan mencoba untuk mengangkat
kepala pada saat berbicara.
b. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung
Pada saat pembelajaran di dalam kelas siswa bersama dengan teman
menyaksikan video lebah yang diputar. Pada saat melakukan pemanasan siswa
melakukan pemanasan secara bersama-sama antara siswa dan peneliti. Siswa I
kadang mengingatkan teman dengan cara menyuruh teman untuk melakukan
eksplorasi yang diintruksikan oleh peneliti. Siswa II dan siswa III ketika
diingatkan oleh siswa I mereka melakukan eksplorasi yang diintruksikan oleh
peneliti. Siswa melakukan eksplorasi secara bersama-sama.
c. Interaksi siswa dengan peneliti pada saat pembelajaran berlangsung
Ketika siswa diminta oleh siswa melakukan intruksi yang diberikan oleh
peneliti siswa melakukan intruksi yang diberikan. Siswa kadang bertanya kepada
peneliti pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Siswa tidak
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
melakukan penolakan ketika peneliti mencoba mendekati siswa untuk
membimbing pada saat proses pembelajaran. Siswa I ketika berbicara dengan
peneliti dengan manatap mata, siswa II pada saat berbicara atau ketika ditanya dan
menjawab pertanyaan belum mau menatap mata peneliti, siswa III ketika diajak
bicara atau ditanya ketika menjawab masih menunduh dan kadang menirukan
perkataan peneliti tetapi apabila diingatkan siswa III mau mengangkat kepala dan
mencoba menatap mata peneliti.
d. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan kaki
Pada saat melakukan pemanasan bersama, siswa I mampu menggerakkan
kepala, tangan, dan kaki ketika ketiganya digerakkan secara bersama siswa I
mampu melakukannya. Siswa II mampu menggerakkan kepala, tangan, dan kaki.
Pada saat ketiganya digerakkan secara bersama siswa II mengalami kesulitan
dalam hal keseimbangan badan namun ketika proses pembelajaran dengan latihan
dan bimbingan siswa mulai mampu belajar keseimbangan dari gerak koordinasi
ketiga bagian tubuh. Siswa III mamapu melakukan gerak kepala, tangan, dan kaki,
dalam melakukan gerak siswa III harus dalam bimbingan peneliti secara berlahan-
lahan. Pada saat ketiga digerakkan secara bersama siswa III mengalami kesulitan
dalam hal koordinasi tubuh.
e. Stimulus yang digunakan.
Pada proses pembelajrn stimulus yang digunakan dengan menggunakan
video yang menanyangkan tentang lebah. Penggunaan stimulus tersebut bertujuan
untuk memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan analogi dan
bereksplorasi gerak.
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
f. Analogi yang dilakukan oleh siswa
Siswa melakukan analogi secara personal dan analogi langsung yang
dilakukan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas. Analogi yang dilakukan
untuk membantu siswa untuk melakukan eksplorasi mencari gerak yaitu gerak
kaki, kepala dan tangan. Siswa I mampu melakukan analogi pesersonal dan
analogi langsung. Siswa II mampu melakukan analogi dengan bimbingan dan
arahan dari peneliti. Siswa III dalam malakukan analogi harus dibimbing dan
dibantu oleh peneliti.
g. Deskripsi yang dikemukan oleh siswa
Siswa I mengungkapkan deskripsi tentang binatang yang kehidupannya
berkelompok adalah burung. Siswa I mengungkapan lebah binatang yang
berkelompok dan kadang ada dirumah, lebah binatang yang bisa terbang dan
menghasilkan madu. Siswa II dibantu dengan peneliti mencoba mengungkapkan
binatang yang hidupnya berkelompok burung. Lebah adalah binatang yang bisa
terbang dan kelompok. Siswa III mengalami kesulitan pada saat mendeskripsikan
tentang binatang yang kehidupannya berkelompok dan tentang lebah, namun
ketika peneliti membing dan mengarahkan secara berlahan-lahan siswa mulai
mengungkapkan binatang yang berkelompok adalah burung dan lebah binatang
yang terbang.
h. Kreasi atau menyusunan gerak yang dilakukan oleh siswa
Siswa menyusun gerak dari hasil eksplorasi yang dilakukan secara
individu dan bersama dengan teman. Siswa menyusun gerak langkah kaki, gerak
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kaki, dan gerak tangan. Dalam menyusun gerak siswa bersama dengan teman-
teman dan dengan bimbingan peneliti.
4. Tahap 4: Refleksi,
Tahap refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah terjadi. Pada tahap refleksi ini peneliti mendiskusikan apa yang sudat terjadi
dalam proses pembelajaran dengan pengamat. Diskusi dilakukan setelah proses
pembelajaran selesai proses refleksi dilakukan di dalam kelas. Pengamat
memberikan masukan kepada peneliti. Pengamat memberikan masukan pada
peneliti untuk melakukan pendekatan kepada siswa secara individu pada saat
pembelajaran berlangsung. Pendekatan individu yaitu mendekati siswa yang
mengalami kesulitan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas. Pada saat
pembelajaran siklus pertama selesai guru kelas berdasarkan hasil diskusi dan
pengamatan guru kelas selama proses pembelajaran. Pengamat memberikan
masukan yaitu menggunakan media boneka atau media gambar bercerita. Pada
dasarnya siswa menyukai suatu bentuk yang nyata yaitu boneka dan suatu gambar
sehingga dalam beranalogi siswa akan lebih mudah dan pada saat
mendeskripsikan siswa akan lebih terbantu.
Siklus yang diberikan dalam proses pembelajaran tari yang menggunakan
model sinektik untuk siswa autis, visualisasi siklus tersebut sebagai berikut
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 1. 2 Mekanisme Kerja Penelitian Tindakan/ Action Research
Siklus Kedua (Arikunto, 2010)
b. Siklus Kedua
1. Tahap I Perencanaan / Planning
Pada tahap perencanaan peneliti membuat sebuah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang di dalamnya terdapat tujuan pembelajaran, materi yang
diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan tahap-tahap pelaksanaan
pembelajaran serta sistem evaluasi yang digunakan, penjabaran yang lebih jelas
dipaparkan pada bab IV. Siswa autis yang ada di dalam kelas memiliki tingkat
autis yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain. Siklus kedua rencana pelaksanaan pembelajaran yang
dibuat masih umum untuk semua siswa autis yang ada di dalam kelas tersebut.
Rencana peleksanaan pembelajaran dibuat oleh peneliti dalam siklus
kedua peneliti membuat dua rancangan rencana pelaksaan pembelajaran, dalam
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
satu rencana pelaksaan pembelajaran 40 menit. pelaksanaan pembelajaran
dilakukan di dalam kelas.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama tujuan pembelajarannya
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan lintasan, materi yang diberikan
adalah unsur tari yaitu unsur ruang dengan memberikan materi lintasan yang
menerapkan langkah kaki dari hasil dengan menggunakan media boneka. Dengan
menggunakan boneka siswa diminta untuk beranalogi personal dan analogi
langsung. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah coxtectual
teaching learning (CTL) dan metode kreatif. Langkah-langkah pembelajarannya
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran
yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan
empati.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Rencana pelaksanaan pembelajarn yang kedua tujuan pembelajarannya
adalah siswa mampu membuat dan memperagakan unsur tenaga yaitu flowing
yang menerapakan gerak kepala dan gerak tangan menggunakan media gambar
bercerita tentang binatang lebah. Setelah dieksplorasi siswa berkreasi untuk
dipresentasikan. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah,
contextual teaching learming (CTL). Metode cooperative learning dan metode
kreatif. Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pembelajaran yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi,
deskripsi dan empati.
2. Tahap II Perlakuan /Acting
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertama
Pada tahap perlakuan adalah melaksanakan perencaan yang telah disusun.
Pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang pertama diberikan dalam waktu 40
menit. Pelaksanaan dilakukan di dalam kelas. Pada tahap awal peneliti membuka
pembelajaran dengan salam, kemudian melakukan pemanasan dengan melakukan
gerak secara bersama-sama dengan peserta didik. Setelah melakukan pemanasan
peneliti menjelaskan kepada siswa pembelajaran yang akan dilakukan secara
bersama-sama.
Tahap inti, peneliti meinta kepada siswa untuk melakukan analogi
langsung yaitu mejadi boneka yang berukuran besar dan boneka yang berukuran
kecil. Peneliti meminta kepada siswa bagaimana ketika menjadi boneka yang
besar dan bagaimana ketika menjadi boneka yang berukuran lebih kecil. Peneliti
bertanya kepada siswa bagaimana kalo menjadi boneka kecil, siswa menjawab
akalo boneka kecil geraknya kecil-kecil tapi cepat. Sedangkan apabila boneka
besar geraknya lebar dan lambat. Setelah siswa melakukan analogi langsung,
peneliti meminta kepada siswa untuk melakukan eksplorasi, melalui analogi yang
telah dilakukan oleh siswa. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan eksplorasi. Siswa melakukan eksplorasi gerak kaki yaitu dengan jalan
kaki ditempat. siswa melakukan langkah kaki berdua dengan siswa yang lain
dengan cara berhadapan. Setelah melakukan gerak kaki bersama teman siswa
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mencoba menunjukkan gerak kepada peneliti, kaki ditempat yang diikuti dengan
gerak tangan yang melambai dengan memegang boneka.
Tahap penutup, pada tahap penutup siswa melakukan latihan gerak
bersama dengan teman di dalam kelas. Siswa melakukan gerak di depan peneliti.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran
yang melihat interaksi sosial sosial, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan
empati.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua
Renacan pelaksaan pembelajaran yang kedua dilakukan selama 40 menit
di dalam kelas. Tahap awal, peneliti membuka pembelajaran dengan salam. Siswa
meminta kepada peneliti untuk menggambar binatang lebah, sambil menggambar
peneliti bertanya kepada siswa tentang binatang yang kehidupannya berkelompok.
Siswa menjawab binatang yang hidupnya berkelompok adalah burung, dan ular.
Tahap inti, peneliti membagikan buku yang bergambarkan binatang lebah,
setelah siswa melihat gambar lebah peneliti membacakan cerita tentang binatang
lebah. Siswa mendengarkan cerita yang sedang dibicarakan oleh peneliti, siswa
mendengarkan sambil duduk ditempat duduk masing-masing. Setelah
mendengarkan cerita siswa diminta untuk beranalogi personal. Siswa diminta
untuk beranalogi menjadi binatang lebah yang dilihat di dalam gambar dan dari
cerita yang disampaikan oleh peneliti. Siswa menunjukkan gerak yang dibuat oleh
siswa dari hasil melihat gambar dan mendengarkan cerita. Siswa I mengajak
teman-temannya untuk melakukan gerak, siswa II dan siswa III melakukan gerak
mengikuti gerak siswa I. Selanjutnya siswa melakukan gerak langkah kaki
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ditempat tetapi dilakukan dengan siswa jonggkok dan melopat-lompat. Gerakan
tersebut dilakukan secara bersma-sama.
Tahap penutup siswa melakukan presentasi di dalam kelas secara bersama-
sama. Siswa melakukan gerak langkah kaki, gerak kepala dan gerak tangan.
Sistem evaluasi yang digunakan adalah pengamatan selama proses pembelajaran
yang melihat interaksi sosial siswa, kemempuan gerak, analogi, deskripsi dan
empati.
3. Tahap 3: Pengamatan,
Tahap pengamatan, pelaksanaan pengamatan oleh pengamat. Pada saat
pengamatan pengamat mencacat apa yang sedang terjadi. Pengamatan dalam
penelitian ini dilakukan oleh pengamat yaitu guru kelas, serta menggunakan
bantuan rekaman video dan foto yang berfungsi untuk melihat kembali proses
pembelajaran dan hal-hal yang tercacat oleh pengamat. Pengamatan dilakukan
secara pengamatan siswa secara individu dan pengamatan siswa secara kelompok.
Dalam melakukan pengamatan pengamat memcacat hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran dalam lembar observasi. Hal-hal yang diamati dalam proses
pembelajaran adalah
a. Tatapan mata saat berbicara dengan teman dan guru
Siswa I ketika berbicara sudah menunjukkan tatapan mata dengan lawan
bicaranya. Siswa II sudah mulai menunjukkan tatapan mata pada saat berbicara
walaupun hanya dalam waktu yang sebentar. Siswa III ketika diingatkan sudah
mulai mau mengangkat kepala dan mulai mau melihat mata lawan bicara
walaupun hanya sebentar.
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Interaksi dengan teman saat pembelajaran berlangsung
Siswa pada saat proses eksplorasi dilakukan bersama dengan teman-
temannya. Siswa I sudah mau mengajak teman untuk melakukan gerak bersama
dengan teman, cara menganjaknya yaitu dengan kata-kata dan menyentuh
temannya untuk mengajak melakukan gerak bersama. Siswa I dan siswa II
melakukan gerak bersama secara berhadapan. Siswa II ketika diajak oleh siswa I
untuk melakukan gerak bersama siswa II mau, yaitu siswa II dan siswa I
melakukan gerak bersama dengan arah berhadapan. Siswa III ketika diminta untuk
melakukan gerak bersama siswa mau melakukan bersama walaupun masih sering
dengan kepala menunduk.
c. Interaksi siswa dengan peneliti pada saat pembelajaran berlangsung
Siswa ketika dalam proses pembelajaran sudah mulai mau bertanya
kepada peneliti. Siswa I selalu bertanya apabila ada hal-hal yang baru yang
dibawa oleh peneliti, siswa mau melakukan tatapan mata pada saat berbicara dan
mau menjawab apabila diberi pertanyaan. Siswa II sudah mau apabila diminta
untuk melakukan gerak dengan teman, ketika ditanya siswa mencoba untuk
menjawab walaupun masih dalam bimbingan peneliti dan sudah mulai mau
menatap mata peneliti walaupun hanya sebentar, dan kebiasaan mengamuk tiba-
tiba sudah tidak dilakukan lagi oleh peserta didik. Siswa III untuk mengangkat
kepala dan manatap mata pada saat berbicara masih harus diingatkan, tetapi siswa
III sudah mau menjawab apabila ditanya dan kadang siswa III mulai bertanya
kepada peneliti.
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d. Koordinasi gerak antara bagian-bagian tubuh kepala, tangan, dan kaki
Siswa I mampu melakukan gerak kepala, tangan dan kaki dan mampu
melakukan gerak tersebut secara bersamaam atau secara koordinasi gerak siswa I
mampu melakukannya. Siswa II mampu melakukan gerak kepala, tangan dan
kaki. Siswa II sudah mulai mampu melakukan ketiga gerak tersebut secara
bersamaan, walaupun dalam melakukan gerak masih dalam bimbingan peneliti.
Siswa III sudah mampu melakukan gerak kepala, tangan, dan kaki, siswa
walaupun masih dalam bimbingan peneliti sudah mulai mampu melakukan gerak
tersebut secara bersamaan.
e. Stimulus yang digunakan.
Stimulus yang digunakan adalah dengan menggunakan boneka yang
berukuran besar dan berukuran kecil dan menggunakan gambar yang bercerita
tentang binatang lebah.
f. Analogi yang dilakukan oleh siswa
Analogi yang digunakan adalah analogi langsung dan analogi personal.
Analogi langsung yaitu menggunakan boneka yang berukuran bersar dan
berukuran kecil. Analogi personal menggunakan gambar yang bercerita.
g. Deskripsi yang dikemukan oleh peserta didik
Siswa I mendeskripkan gerak apabila boneka yang digunakan boneka kecil
gerak tangannya kecil dan apabila boneka yang digunakan besar geraknya lebar.
Pada saat menggunakan gambar bercerita siswa mengungkapkan lebah yang
sedang membuat madu. Siswa II ketika diminta untuk mendeskripsikan siswa II
mengungkapkan boneka kecil dan boneka besar, dengan bimbingan peneliti siswa
Susi Wendhaningsih, 2012 Peningkatan Kemampuan Gerak Dan Interaksi Sosial Siswa Autis Melalui Pembelajaran
Seni Tari Berbasis Model Sinektik
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
II belajar untuk mengungkapakan, dan dari gambar bercerita siswa II dengan
bantuan peneliti siswa II belajar untuk mendeskripsikan. Siswa III dalam
mengungkapkan pendapat harus selalu dibimbing oleh peneliti, tetapi siswa III
mencoba untuk mengungkapakan pendapatnya.
h. Kreasi atau menyusunan gerak yang dilakukan oleh siswa
Siswa dalam menyusun gerak secara bersama-sama dan dalam bimbingan
peneliti. Siswa membuat gerak jalan kaki ditempat dan mengepakkan kedua
tangan. Siswa I menyususn gerak jalan ditemapat dan mengepakkan kedua tangan.
Siswa II menyusun gerak bersama dengan siswa I yaitu berjalan ditemapat dan
mengepakkan tangan. Siswa III dalam menyusun gerak mengikuti siswa I dan
siswa II.
4. Tahap 4: Refleksi,
Tahap refleksi yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah terjadi. Pada tahap refleksi ini peneliti mendiskusikan apa yang sudat terjadi
dalam proses pembelajaran dengan pengamat. Pengamat memberikan masukan
pada peneiti setelah proses pembelajaran sudah selesai pengamat memberikan
masukan untuk melakukan proses pembelajaran yang menggunakan model
sinektik tidak hanya untuk kepentingan penelitian akan tetapi model pembelajaran
sinektik dapat diterapkan dalam pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.