Upload
ngodat
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
30
Bab III Metodologi Penelitian
Penelitian dapat dilakukan melalui banyak jalan. Bab ini berisikan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian, terkait pengumpulan data,
penentuan sampel penelitian, dan pengolahan data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Malhotra (2004)
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai “unstructured, exploratory research
methodology based on small sample that provides small insights and
understanding of the problem setting.” Menurut Denzin dan Lincoln (1994),
penelitian kualitatif menekankan pada “the socially constructed nature of reality,
the intimate relationship between the researcher and what it studied, and the
situational constraints that shape inquiry.” Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menganalisis data-data
kualitatif, data-data yang lebih menitikberatkan pada arti (meanings) daripada data
angka (numbers) ( Dey, 1993).
Pada penelitian kualitatif ini, dipilih teknik penelitian eksploratori dengan
metode studi kasus. Studi kasus dianggap tepat digunakan dalam penelitian ini
karena pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini berkenaan dengan how
atau why dan peneliti sedikit memiliki peluang untuk mengontrol peristiwa yang
akan diselidiki serta fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer
(masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003).
Analisis yang bersifat eksploratorik, yaitu analisis yang hanya
mengeksplorasi data yang bersifat deskriptif digunakan dalam penelitian ini; dan
dirancang untuk mengetahui pengaruh packaging (kemasan) terhadap perceived
quality. Penelitian ini menggunakan in-depth interview sejumlah sembilan orang
informan biasa yaitu konsumen wanita pengguna produk sampo Sunsilk. Peneliti
menggunakan in-depth interview dalam pengumpulan data karena penelitian ini
bertujuan mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai konsep
kemasan (packaging) yang dihubungkan dengan kesan kualitas (perceived
quality) dari sebuah produk berdasar pada pengalaman pribadi masing-masing
31
informan. Di bawah ini merupakan tabel 3.1 yang menjelaskan perbandingan
antara Focus Group dan In-depth Interview dalam penelitian kualitatif.
Tabel III.1 Perbandingan antara Focus Group dan In-Depth Interview dalam
penelitian kualitatif FOCUS GROUP IN-DEPTH INTERVIEW
DEFINISI
Sebuah wawancara yang dipandu oleh seorang
moderator terlatih di tengah-tengah sebuah kelompok kecil informan dengan
suasan yang tak terstruktur dan natural (biasa)
Sebuah wawancara terstruktur, langsung dan secara personal diamana
seorang informan dipandu oleh pewawancara yang terlatih untuk membuka
motivasi, keyakinan, perilaku dan perasaan
tersembunyi yang berhubungan dengan topik
penelitian
KRITERIA:
Terstruktur Relatif tinggi Relatif medium
Eksplorasi terhadap responen secara individu
Rendah Tinggi
Bias karena moderator Relatif medium Relatif tinggi
Bias dalam interpretasi Relatif rendah Relatif medium
Membuka ‘informasi bawah-sadar’
Rendah Medium ke tinggi
Menemukan informasi inovatif
Tinggi Medium
Memperoleh informasi sensitif
Rendah Medium
Melibatkan pertanyaan/hal yang kurang lazim
Tidak Sampai batas tertentu
Berhasil-guna
(secara keseluruhan)
Sangat berhasil-guna Berhasil-guna
Dimodifikasi dari Malhotra (2004)
Pada tahap wawancara (interview), para informan akan diberi pertanyaan-
pertanyaan yang terkait dengan pengaruh kemasan terhadap kesan kualitas
(perceived quality) produk sampo dan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan
untuk mengetahui unsur-unsur kemasan produk sampo yang paling berpengaruh
terhadap kesan kualitas (perceived quality) secara lebih dalam.
32
III.1. Definisi Operasional
III.1.1. Definisi Konseptual
1. Kemasan (packaging): aktivitas atau kegiatan dalam merancang dan
memproduksi wadah atau bungkus suatu produk (Kotler, 2004; Keller, 1998).
2. Kesan kualitas (perceived quality): persepsi pelanggan atas keseluruhan mutu
atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan tujuan yang
diharapkan oleh pelanggan, berhubungan dengan alternatif-alternatif (Aaker,
1991).
III.1.2. Profil Perusahaan
PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933
sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever, anak perusahaan Lever Brother (yang awalnya
sebagai produsen sabun di Angke, Jakarta), dengan akta No. 33 yang dibuat oleh
Tn.A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur
Jenderal van Nederlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember
1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22
Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari
1934 Tambahan No. 3.
Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi
tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia.
Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30
Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini
disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-
1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita
Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998 Tambahan No. 39.
Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin,
minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan
minuman dari teh dan produk-produk kosmetik. PT Unilever memulai operasi
komersialnya pada tahun 1933.
33
Unilever Indonesia merupakan mitra joint venture PT Anugrah Indah
Pelangi di dalam PT Anugrah Lever, dan dengan Technopia Singapore Pte. Ltd di
dalam PT Technopia Lever. PT Knorr Indonesia, perusahan lain milik Unilever
telah bergabung ke dalam Unilever Indonesia melalui proses merger pada 4 Juli
2004.
III.1.3. Profil Produk
Sunsilk adalah salah satu produk sampo yang dikeluarkan oleh PT
Unilever untuk memenuhi kebutuhan segmen produk sampo wanita. Hal ini sesuai
dengan pesan yang ingin disampaikan produsen sampo Sunsilk kepada para
pelanggannya, yaitu: Sunsilk ingin dilihat sebagai merek yang mengetahui apa
yang dirasakan wanita, apa yang mereka perlukan dan bagaimana berbicara
dengan mereka. Sunsilk melihat apa yang mereka lihat.
Di Indonesia, Sunsilk diluncurkan pada tahun 1952, sebagai salah satu
merek tertua Unilever Indonesia. Saat pertama kali diluncurkan, kemasannya
masih berbentuk botol kaca. Pada tahun 1970, Sunsilk relaunched dengan
kemasan botol rancangan internasional. Sejarah singkat dan tahun-tahun penting
merek ini adalah:
1952 : Diluncurkan untuk pertama kalinya di pasar Indonesia (dalam botol kaca).
1970 : Sunsilk diluncurkan kembali dengan menggunakan botol rancangan
Internasional dan pada saat yang sama varian kedua “lemon” diluncurkan.
1975 : Sunsilk hitam – sampo hitam pertama yang diperkenalkan di pasar dan
kemudian menjadi varian tulang punggung merek ini.
1995 : Pendekatan bahan ganda (yaitu varian minyak kelapa dan mawar)
diperkenalkan di pasar.
1997 : Peluncuran kembali jajaran produk (5 varian) dengan menggunakan
pendekatan varian ganda dan juga bentuk botol baru.
1999 : Peluncuran kembali deretan produk dengan menggunakan Fruitamin
sebagai pendekatan baru teknologi ilmu alam (Proyek Apolo).
2001 : Peluncuran kembali jajaran produk dengan menggunakan bahan bergizi
sebagai pendekatan teknologi baru (Proyek Voyager).
34
2003 : Peluncuran kembali deretan produk dengan menggunakan bentuk botol
baru (Proyek Merkuri).
2006 : Peluncuran kembali jajaran produk dengan rancangan permukaan baru
(Proyek Aurous).
2008 : Peluncuran kembali deretan produk dengan menggunakan bentuk botol
baru dengan logo baru
Selama bertahun-tahun, Sunsilk terus menghebohkan pasar dengan adanya
varian inovatif yang terpisah dari varian inti yaitu Silky Straight, Weighty &
Smooth dan Colour Lock. Upaya peluncuran varian dengan aksen modern ini
dimaksudkan untuk menampilkan keahlian dan citra modern produk Sunsilk.
Pada awal tahun 2008 ini, Sunsilk, merek perawatan rambut dari PT
Unilever Indonesia Tbk., melakukan perubahan besar dengan meluncurkan logo
dan kemasan baru, memperkenalkan kampanye global ’Sebab Hidup Tak Bisa
Menunggu’ dan menunjuk Madonna, Marylin Monroe sebagai global brand
ambassador dan Krisdayanti sebagai local brand ambassador untuk
memperkenalkan semangat perubahan besar ini. Semangat ini tercermin dalam
perubahan logo serta kemasan produk Sunsilk. Tanda seru pada kemasan Sunsilk
yang baru mengkomunikasikan semangat hidup tak bisa menunggu, yang sesuai
dengan semangat hidup wanita usia 20-an. Lakukan saat ini!
Pesan yang ingin dikomunikasikan Sunsilk kepada konsumennya di atas
diperkuat oleh hasil temuan riset internal Sunsilk yang menyimpulkan bahwa bila
seorang perempuan merasa bahagia dengan rambutnya, bahkan mampu
mengatakan karakter dirinya, maka akan melahirkan energi positif untuk
menjalani hidup. Setengah dari jumlah total perempuan dari berbagai belahan
dunia, memilih untuk bersembunyi di dalam rumah karena tidak percaya diri saat
mereka merasa tidak bahagia dengan rambutnya. Riset yang Sunsilk lakukan di
Indonesia menemukan fakta bahwa 97% perempuan berpendapat rambut memiliki
peran penting dalam penampilan, yang membuatnya lebih bahagia dan tampil
percaya diri. Bahkan lebih dari 50% perempuan di Surabaya dan Makassar
mengatakan bahwa rambut lebih penting dibanding pakaian. Hasil temuan lain
35
adalah bahwa 94% perempuan di Indonesia menyatakan bahwa rambut dapat
mengubah penampilan dalam seketika yang melahirkan rasa bahagia, percaya diri
dan yakin dalam menjalani hidup saat ini dan meraih cita-citanya.
Seiring dengan peluncuran logo barunya, Sunsilk juga meluncurkan
kampanye global ‘Sebab Hidup Tak Bisa Menunggu’ dengan menjadikan profil
Marilyn Monroe dan Madonna sebagai inspirasi bagi perempuan di berbagai
belahan dunia, juga gaya rambut mereka yang turut menandai setiap perubahan
hidup yang mereka alami. Karena rambut tidak hanya sebagai simbol identitas diri
seorang perempuan. Namun lebih dari itu, rambut memainkan peran penting
dalam fase kehidupan selanjutnya yang harus diputuskan oleh setiap perempuan.
Sunsilk berharap lewat kampanye ‘Sebab Hidup Tak Bisa Menunggu’, mampu
mengajak perempuan untuk berani menyatakan keinginannya, membangun rasa
percaya diri dan yakin untuk mulai meraih mimpi.
Produk Sunsilk kini cukup bervariasi, antara lain Sunsilk Shampo, Leave
on Moisturizer, Hair Nourisher, Sunsilk Hair Fall, Golden Highligths, Dazzling
Shiny Black, Vibrant. Gambar kemasan dan varian terbaru produk Sunsilk ini
dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar III.1. Pack shot produk Sunsilk terbaru
36
III.2. Pendekatan Teori: Grounded Research
Pendekatan teori yang digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah
Grounded research karena penelitian ini bertujuan membentuk konsep dan
kedalaman ilmu mengenai desain kemasan (packaging design) dan kesan kualitas
(perceived quality) produk. Grounded research merupakan turunan dari
pendekatan grounded theory. Pendekatan grounded research pada dasarnya
sejalan dengan prinsip penelitian yang menggunakan pendekatan grounded
theory. Yang membedakan dari kedua pendekatan ini adalah dalam pendekatan
grounded research penelitian dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu isu,
teori, atau informasi lain yang terkait dengan tema penelitian, sedangkan pada
pendekatan grounded theory peneliti diharuskan ‘know nothing’ terkait dengan isu
atau tema penelitian.
Pendekatan grounded theory diciptakan oleh Barney G. Glaser dan
Anselm L. Strauss pada tahun 1967 (Denzin dan Lincoln, 1994). Menurut
Charmaz (Denzin dan Lincoln, 1994), metode grounded theory adalah “a set of
flexible analytic guidelines that enable researchers to focus their data collection
and to build inductive middle-range theories through successive levels of data
analysis and conceptual development.” Whiteley (2004) menambahkan bahwa
grounded theory adalah sebuah pendekatan teoritikal dalam penelitian kualitatif
yang menyediakan sebuah prosedur penelitian yang sistematik untuk data naratif.
Hal ini berarti “a research practice of developing theory from respondents’ ideas
would allow (some) data to emerge and tell respondents’ stories”. Metode
grounded theory menawarkan protokol analisis isi (content analysis) dari
pengkategorisasian, pembentukan konsep, dan kepekaan teoritis. Whiteley (2004)
juga menambahkan bahwa “theory is to be generated from emergent data. The
data is speaking for itself and the researcher is helping this process by way of
systematically analysing, comparing, questioning, and allowing concepts to
emerge”.
Secara detail Whiteley (2002) dalam Thoha et.al. (2006) menjelaskan
mengenai grounded theory sebagai berikut:
37
“Grounded Theory (Glaser & Strauss, 1967) is a field of research method that
seeks to discover respondents’ versions of social phenomena through the act of
emergence. It can use quantitative or qualitative data but concepts and theories
that emerge are not arrived at by statistical methods. Basically data analysis in
grounded theory is qualitative. For example, an examination of timesheets could
show a severe level of lateness in a department. This quantitative data need to be
interpreted by the people involved. They need to give the researcher their
‘theories’ about what is happening. These theories are qualitative in nature and
they need to be analysed qualitatively.” Inti dari pendekatan grounded theory
adalah penemuan dari arti peristiwa-peristiwa yang dibangun oleh pelaku-pelaku
sosial, di mana peneliti melakukan penelitian tanpa ada dugaan sebelumnya
mengenai peristiwa tersebut. Tetapi menurut Whiteley (2004) hal tersebut sulit
diaplikasikan dalam ruang lingkup bisnis.
Whiteley (2004) berpendapat bahwa pendekatan grounded research
merupakan pendekatan yang mengikuti prinsip-prinsip pendekatan grounded
theory. Namun tidak seperti pendekatan grounded theory dimana peneliti dalam
kondisi yang “know nothing”, pada pendekatan grounded research isu atau
permasalahan yang akan diteliti telah diketahui sebelumnya. Pada penelitian ini
menggunakan pendekatan grounded research.
38
III.3. Proses Penelitian
Gambar III.2. Flowchart Proses Penelitian
39
III.4. Studi Kasus
Menurut Yin (2003), studi kasus merupakan metode penelitian yang
memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan
bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata. Adapun definisi yang lebih
teknis mengenai studi kasus adalah sebagai berikut:
1. Sebuah studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang:
• Menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana:
• Batasan antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas
2. Inkuiri studi kasus
• Terkait dengan situasi yang secara teknis khas, di mana mungkin akan
dijumpai jumlah variabel yang jauh lebih banyak daripada jumlah sumber
datanya sendiri,
• Bergantung pada multisumber kejadian, dengan data-data yang diperlukan
untuk menjangkau triangulasi dan hasil lainnya, dan
• Diuntungkan oleh peneliti dan teori yang ditemukan terlebih dahulu
terutama pada tahap pengumpulan dan analisis data.
Dengan kata lain, studi kasus adalah strategi penelitian meliputi seluruh metode,
baik mencakup desain pemikiran (the logic of design), teknik-teknik pengumpulan
data, dan pendekatan tertentu yang digunakan dalam analisis data (Yin, 2003).
Dalam penelitian kualitatif menggunakan studi kasus terdapat beberapa uji
yang terkait dengan uji validitas konstruk, validitas internal, validitas eksternal,
dan reliabilitas (Yin, 2003). Menurut Yin (2003):
• Validitas konstruk: menetapkan ukuran operasional yang benar untukkonsep-
konsep yang akan diteliti
• Validitas internal (hanya untuk penelitian eksplanatoris dan kausal, dan bukan
untuk penelitian deskriptif dan eksploratoris): menetapkan hubungan kausal,
di mana konsisi-kondisi tertentu diperlihatkan untuk mengarahkan kondisi-
kondisi lain, sebagaimana dibedakan dari hubungan semu (spurious
relationships).
• Validitas eksternal: menetapkan daerah dimana temuan penelitian dapat
diterapkan (generalized)
40
• Reliabilitas: menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu penelitian –seperti
prosedur pengumpulan data- dapat diulang kembali, dengan hasil yang sama
Penjelasan di atas secara terperinci terangkum pada tabel di bawah ini:
Tabel III.2. Taktik-taktik studi kasus untuk empat uji validitas
Uji Taktik pada studi kasus Taktik muncul pada tahap
Validitas Konstruk
• Menggunakan lebih dari satu sumber bukti
• Menciptakan ‘rantai-bukti’ (rangkaian bukti)
• Meminta informan kunci untuk meninjau ulang draft laporan studi kasus yang bersangkutan
Pengumpulan data Pengumpulan data Pengumpulan data
Validitas Internal
• Melakukan pencocokan pola • Membangun penjelasan • Mencari penjelasan yang kontra • Menggunakan model yang logis
Analisis data Analisis data Analisis data Analisis data
Validitas Eksternal
• Menggunakan teori pada studi kasus tunggal
• Menggunakan logika replikasi pada studi multi-kasus
Desain penelitian Desain penelitian
Reliabilitas • Menyusun protokol studi kasus • Mengembangkan database studi
kasus
Pengumpulan data Pengumpulan data
III.5. Validitas dan Realibilitas dalam Penelitian Kualitatif
Menurut Sanggar Kanto (2003) dalam Putriyanty (2005), penelitian
kualitatif lebih terfokus kepada representasi terhadap fenomena sosial yang ada.
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial
yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regulitas atau pola tertentu,
namun penuh dengan variasi (keragaman). Data atau informasi harus ditelusuri
seluas-luasnya (dan sedalam mungkin) sesuai dengan variasi yang ada. Hanya
dengan cara demikian, peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang diteliti
secara utuh.
Seiring dengan tujuan penelitian kualitatif di atas, maka hal terpenting
dalam prosedur mengambilan sampel pada penelitian kualitatif adalah bagaimana
menentukan dan menemukan informan kunci (key informan) serta informan biasa
(ordinary informan), atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai
41
dengan topik penelitian. Dalam proses pemilihan dan pengambilan sampel pada
penelitian kualitatif lebih tepat bila dilakukan secara sengaja dan bertujuan
(purposive sampling). Jika dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi
ditemukan variasi informasi (saturated), maka peneliti tidak perlu lagi
menentukan dan menemukan informan baru sehingga dapat dikatakan proses
pengumpulan data dalam penelitian ini dianggap telah selesai. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak dipersoalkan
jumlah sampel. Penentuan jumlah sampel (informan) penelitian sepenuhnya
merupakan hak peneliti. Dengan kata lain, jumlah sampel (informan) penelitian
bisa sedikit, tetapi tidak menutup kemungkinan dalam jumlah banyak, tergantung
pada pertimbangan peneliti dalam melihat ketepatan pemilihan informan kunci
dan informan biasa serta kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang
diteliti.
Pada umumya terdapat tiga tahap pemilihan sampel dalam penelitian
kualitatif, yakni: 1) pemilihan sampel awal, apakah itu informan (untuk
diwawancarai) atau situasi sosial (untuk diobservasi) yang terkait dengan fokus
penelitian, 2) pemilihan sampel lanjutan guna memperluas deskripsi informasi dan
melacak variasi informasi yang mungkin ada, dan 3) menghentikan pemilihan
sampel lanjutan bilamana dianggap sudah tidak ditemukan lagi variasi informasi
(Putriyanti, 2005).
Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam Putriyanti (2005) dan Yunita H.
(2005) terdapat empat kriteria utama untuk menjamin keabsahan hasil penelitian
kualitatif, yaitu:
1. Standar Kredibilitas. Standar ini identik dengan validitas internal dalam
penelitian kuantitif. Untuk memenuhi standar kredibilitas, peneliti perlu
melakukan hal-hal berikut ini:
a. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses di lapangan, dengan
terjun langsung ke lapangan, tidak melibatkan enumerator dan melakukan
observasi secara terus menerus dan sungguh-sunguh, untuk mendalami
fenomena sosial yang diteliti seperti apa adanya
b. Melakukan triangulasi metode (menggunakan lintas metode pengumpulan
data) yaitu dengan metode observasi dan wawancara mendalam. Hal-hal
42
yang terobservasi seperti situasi konsumen di toko ritel modern
(supermarket, pasar swalayan, hipermarket dan sebagainya) yang terlihat
secara kasar mata, ditanyakan pada saat wawancara, kemudian
menggunakan triangulasi sumber data (memilih informan yang sesuai
dengan topik penelitian), dengan cara mengecek ulang informasi melalui
sumber informan/sampel yang berbeda, misalnya mengecek informasi
mengenai konsep kemasan (packaging) dari sumber package design
engineer-nya.
c. Melibatkan teman sejawat (yang tidak ikut melakukan penelitian) yaitu
mahasiswa-mahasiswa S2 untuk berdiskusi, memberi masukan, bahkan
kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil
penelitian (peer debriefing)
d. Melakukan analisis/kasus kajian negatif, yaitu mempelajari penelitian-
penelitian yang berbeda dari penelitian yang tengah dilakukan yang
kemudian dapat dibandingkan dan ditarik garis merahnya
e. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data.
f. Mengecek secara keseluruhan penelitian tersebut, baik tentang data yang
dikumpulkan, kategorisasi analisis, penafsiran dan kesimpulan hasil
penelitian
2. Standar Transferabilitas. Standar ini merupakan pertanyaan empirik yang tidak
dapat terjawab oleh peneliti kualitatif itu sendiri, tetapi dapat dijawab dan
dinilai pleh pembaca laporan penelitian. Hasil penelitian kualitatif memiliki
standar transferabilitas yang tinggi bilamana pembaca laporan penelitian ini
memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus
penelitian.
3. Standar Dependabilitas. Standar ini mirip dengan reliabilitas pada penelitian
kuantitatif. Pengecekan atau penilaian akan ketepatan peneliti dalam
mengkonseptualisasikan apa yang diteliti merupakan cerminan dari
kemantapan dan ketepatan menurut standar dependabilitas. Makin konsisten
peneliti dalam keseluruhan proses penelitian, baik dalam kegiatan
pengumpulan data, intrepetasi temuan maupun dalam melaporkan hasil
penelitian, maka semakin memenuhi standar dependabilitas. Salah satu upaya
43
untuk menilai dependabilitas adalah dengan melakukan audit (pemeriksaan)
dependabilitas itu sendiri. Ini dapat dilakukan oleh auditor yang independen,
dengan melakukan review terhadap seluruh hasil penelitian.
4. Standar Konfirmabilitas. Standar ini lebih terfokus pada audit (pemeriksaan)
kualitas dan kepastian hasil penelitian, apa benar berasal dari pengumpulan
data di lapangan. Audit komfirmabilitas ini biasanya dilakuakn bersamaan
dengan audit dependabilitas.
III.5.1. Rigour
Rigour merupakan kriteria goodness/validity pada penelitian kualitatif.
Agar rigour dapat tercapai, maka selama melakukan penelitian kualitatif, peneliti
melakukan langkah-langkah yang dianggap dapat menjaga rigour tersebut, seperti
penentuan informan yang sesuai dengan tema penelitian; pembuatan pertanyaan
wawancara (interview) yang baik secara tata bahasa maupun intonasi nada/suara
ketika peneliti menanyakan pertanyaan tersebut kepada informan. Selain itu,
pertanyaan wawancara tidak mengarahkan (leading) informan kepada suatu
jawaban yang diinginkan oleh peneliti dan pertanyaan tersebut dapat
mengungkapkan opini/ide original informan mengenai topik yang ditanyakan oleh
peneliti. Terakhir, jumlah sampel penelitian telah mewakili seluruh populasi objek
penelitian.
III.6. Pengambilan Sampel
Langkah awal dalam proses pengambilan sampel pada penelitian ini
adalah menentukan informan kunci (key informan) dan informan biasa (ordiary
informan). Informan kunci adalah para pakar akademisi maupun praktisi yang ahli
di bidangnya dan memahami konsep-konsep terkait (relevan) dengan topik yang
dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini menentukan praktisi bagian kemasan
(packaging) atau produk development dari PT. Unilever Tbk. sebagai informan
kunci agar mendapat informasi (data) yang lebih mendalam dan komprehensif.
Sedangkan informan biasa pada penelitian ini adalah para konsumen pengguna
produk sampo Sunsilk. Adapun jumlah informan (sampel) yang dibutuhkan
44
merupakan hak peneliti, tergantung pada ketepatan pemilihan informan serta
kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang diteliti.
Pada penelitian ini, informan kunci pertama mempunyai jabatan sebagai
senior brand manager Sunsilk telah bekerja di perusahaan PT. Unilever Tbk.
selama lebih kurang 8 tahun dan telah menduduki posisi sebagai senior brand
manager Sunsilk sejak tahun 2006. Sedangkan informan kunci kedua mempunyai
jabatan sebagai package design engineer di PT. Unilever Tbk. selama lebih
kurang 4 tahun.
Sebanyak sembilan orang konsumen wanita produk sampo Sunsilk yang
telah menggunakan produk sampo Sunsilk lebih dari satu tahun dan telah
menggunakan produk sampo Sunsilk kemasan terbaru sebagai informan biasa
pada penelitian ini. Informan biasa dipilih berdasarkan pengamatan peneliti bahwa
informan yang bersangkutan telah menggunakan produk sampo Sunsilk, mulai
dari awal mereka memakai sampo Sunsilk hingga sekarang, sampo Sunsilk
dengan kemasan terbaru. Kisaran umur informan biasa antara 24 tahun hingga 45
tahun, mempunyai pekerjaan sebagai mahasiswa, peneliti, programmer, dan ibu
rumah tangga. Latar belakang pendidikan mereka adalah SMA dan sarjana dari
berbagai latar belakang ilmu. Sampel informan biasa penelitian ini adalah para
wanita yang pada saat observasi diketahui oleh peneliti telah melihat, memegang,
memperhatikan desain kemasan produk sampo Sunsilk secara teliti sebelum
mereka memutuskan untuk mengambil produk sampo tersebut untuk selanjutnya
dibeli. Observasi dilakukan oleh peneliti di dalam supermarket Griya Pahlawan,
Alfamart Dipati Ukur, dan Kokesma ITB dalam kurun waktu antara bulan Januari
hingga bulan Juni 2008. Lokasi semua tempat observasi penelitian berada di
wilayah Bandung Utara, Jawa Barat.
Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada penilaian (judgment) peneliti
mengenai karakteristik informan yang sesuai sampel yang diteliti, yaitu wanita
pemakai sampo Sunsilk yang bertempat tinggal di wilayah Bandung, Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan in-depth interview sejumlah sembilan orang informan
wanita pemakai produk sampo Sunsilk dan dua informan kunci (informan ahli)
dari produsen produk sampo Sunsilk (PT. Unilever Tbk.).
45
Proses observasi dimulai dengan pengamatan peneliti pada rak-rak yang
memajang produk-produk sampo yang dijual oleh supermarket atau toko yang
menjadi tempat observasi. Tujuan pengamatan ini adalah untuk memastikan
bahwa produk-produk sampo yang dijual tidak menambahkan bonus berupa
hadiah (merchandise) agar konsumen membelinya, sehingga positioning produk-
produk sampo yang dijual di toko tersebut dalam keadaan yang sama (even) ketika
diobservasi pada penelitian ini. Positioning produk-produk sampo yang dijual di
toko tersebut dalam keadaan yang sama memberi arti bahwa yang ditawarkan oleh
produk-produk sampo tersebut untuk memenangkan perhatian konsumen adalah
semata-mata berasal dari desain kemasan yang ada, bukan karena faktor lain
seperti tambahan hadiah.
Selanjutnya, peneliti menetapkan waktu sebagai batas berapa kali kejadian
konsumen berhenti, memerhatikan, memegang dan mengambil produk sampo
Sunsilk di rak-rak yang memajang produk-produk sampo. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana perilaku konsumen atas desain kemasan produk sampo
Sunsilk dan produk-produk sampo yang lainnya. Ketika peneliti berdiri
memperhatikan di ujung rak-rak yang memajang produk-produk sampo (dengan
tujuan agar tidak diperhatikan dan menjadi intervensi atas perilaku konsumen
yang diobservasi), dalam kurun waktu 10 menit telah terjadi lima kejadian
konsumen berhenti, memerhatikan, memegang dan mengambil salah satu produk
sampo di rak-rak tersebut. Dari lima kejadian tersebut, tiga orang konsumen
memilih dan mengambil produk sampo Sunsilk serta sisanya mengambil produk
sampo dengan merek pesaing lain. Konsumen yang telah memilih produk sampo
Sunsilk tersebut selanjutnya dimintai kesediaannya untuk diwawancarai oleh
peneliti. Jika konsumen bersedia diwawancarai (sebagai informan biasa),
selanjutnya peneliti memilih tempat yang nyaman untuk proses wawancara.
Berdasar hasil temuan di lapangan, ditemukan bahwa konsumen lebih memilih
desain kemasan produk sampo Sunsilk daripada produk sampo merek pesaing.
III.7. Pengumpulan Data
Data primer didapatkan melalui in-dept interview dua informan kunci dari
produsen produk sampo Sunsilk dan sembilan orang informan biasa yaitu
46
konsumen wanita pengguna produk sampo Sunsilk. In-depth interview adalah
“unstructured personal interview in which the interviewer attempts to get
respondent to talk freely and to express their true feeling” (Churchill dan
Iacobucci, 2005). Schiffman dan Kanuk (2007) menambahkan bahwa dalam ruang
lingkup perilaku konsumen, in-depth interview dilakukan dengan tujuan “to
uncover a consumer’s underlying attitudes and/or motivations.”
Menurut Moleong (2007), jika pewawancara hendak mempersiapkan suatu
wawancara, ia perlu membuat beberapa keputusan. Keputusan itu berkenaan
dengan pertanyaan apa yang perlu ditanyakan, bagaimana mengurutkannya,
sejauh mana kekhususan pertanyaan itu, berapa lama wawancara itu, dan
bagaimana memformulasikan pertanyaan itu. Pada saat wawancara (interview),
informan akan ditanya beberapa pertanyaan yang terkait dengan pengaruh
kemasan terhadap perceived quality of product untuk produk sampo dan
pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur kemasan
produk sampo yang paling berpengaruh terhadap perceived quality secara lebih
dalam. Pertanyaan-pertanyaan tersebut telah disiapkan terlebih dahulu oleh
peneliti sebelum melakukan wawancara kepada informan. Daftar pertanyaan
tersebut terkategori sebagai Semi Structured Qualitative Interview, yang berarti
pada saat wawancara, peneliti fokus pada daftar pertanyaan utama yang telah
dibuat sebelumnya dan tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan-
pertanyaan baru yang dapat memperkaya dan memperdalam informasi yang
didapatkan ketika wawancara berlangsung.
Pendekatan Semi Structured Qualitative Interview dipilih pada penelitian
ini karena pendekatan tersebut memungkinkan peneliti untuk bertanya dengan
open-ended questions dan memperbolehkan peneliti untuk lebih bebas menggali
informasi yang terkait dengan topik penelitian (May, 1997 dalam Thoha, 2006).
Format ini memberikan informan kesempatan untuk menceritakan cerita mereka
berdasar pengalaman mereka sendiri, karena pendekatan ini mengikuti tradisi
‘giving voice’ kepada informan (Charmaz, 2000 dalam Thoha, 2006).
Data sekunder penelitian ini didapatkan melalui studi literatur dari artikel-
artikel, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku teks yang terkait dengan konsep kemasan
(packaging) dan kesan kualitas (perceived quality). Data yang telah dikumpulkan
47
memerlukan pengelolaan data (Data Management) yang baik agar data yang
diperoleh merupakan data yang berkualitas, terdokumentasikan dengan baik, dan
dapat membantu bagi penelitian selanjutnya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
peneliti melakukan aktivitas manajemen data dengan menggunakan alat:
• Alat perekam (digital)/transkrip
Alat perekam berguna untuk merekam semua percakapan selama wawancara
berlangsung. Hasil wawancara tersebut selanjutnya diubah ke dalam bentuk
transkrip yang akan berguna pada saat pengkodingan (coding) data.
• Memo-ing
Memo-ing adalah catatan mengenai bahasa tubuh informan selama wawancara
berlangsung yang terkadang dapat membantu peneliti untuk menginterpretasi
pendapat yang diberikan oleh informan.
• Teknologi
Selain menggunakan alat perekam digital, penelitian ini juga menggunakan
software Nvivo versi 7 sebagai alat bantu agar proses manajemen
pengkodingan (coding) data menjadi lebih cepat dan akurat.
III.8. Pengolahan dan Analisis Data
Menurut Dey (1993), inti dari analisis kualitatif terletak pada proses
keterkaitan antara penjelasan atas suatu fenomena, pengklasifikasian fenomena
tersebut dan melihat bagaimana konsep-konsep yang dibangun saling
berhubungan (inteconnect), seperti yang diperlihatkan pada gambar III.3 di bawah
ini.
Gambar III.3. Analisis kualitatif sebagai sebuah proses yang saling terkait
48
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diproses dan dianalisis. Hal
pertama yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengubah hasil wawancara ke
dalam bentuk transkrip yang akan berguna pada saat manajemen pengkodingan
(coding) data dengan menggunakan software NVivo 7.
Menurut Morse dan Richards (2002), koding adalah strategi mengubah
data tulisan (texts) yang berantakan menjadi ide-ide yang terorganisir sehingga
dapat diketahui peristiwa apa yang terjadi. Terdapat tiga bentuk koding, yaitu:
1. Koding deskriptif (descriptive coding), digunakan sebagai tempat
penyimpanan informasi (the storage of information)
2. Koding topik (topic coding), digunakan untuk mengumpulkan materi-materi
data berdasar tema-tema atau kategori-kategori
3. Koding analisa (analytic coding), digunakan untuk membangun sebuah
konsep.
Pada penelitian ini menggunakan koding analisa karena bertujuan untuk
membangun sebuah konsep pengaruh desain kemasan terhadap kesan kualitas
produk sampo.
Langkah selanjutnya adalah memprosesan data. Pada langkah ini data hasil
pengkodingan (coding) data dikelompokkan berdasar pada kategori, tema atau
pola yang berhubungan dengan topik penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti
mendapat gambaran yang lengkap dan komprehensif (findings) mengenai objek
penelitian.
Adapun proses pengkodingan data dengan menggunakan software Nvivo 7
akan dijelaskan sebagai berikut:
49
1. Membuat project baru untuk me-manage data dan mengkodingnya menjadi
tema-tema.
2. Memasukkan hasil transkrip wawancara informan (biasa dan kunci) ke source
dalam file project yang telah dibuat.
50
3. Memasukkan hasil memo lapangan (field note) ketika melakukan wawancara
informan (biasa dan kunci) ke source dalam file project yang telah dibuat.
4. Tampilan jendela pada NVIVO ketika akan dimulai proses koding.
51
5. Proses pengkodingan. Transkrip hasil interview yang merupakan pernyataan
sesungguhnya dari informan dikelompokkan berdasarkan tema yang muncul
ke dalam nodes.
6. Tampilan jendela pada NVIVO setelah proses koding. Terlihat pada gambar,
sebagian tema utama (nodes) dengan beberapa anak tema yang muncul dari
hasil pengkodingan transkrip wawancara.
52
7. Garis di sebelah kanan disebut sebagai coding stripe, garis ini menunukkan
seberapa sering pernyataan dari informan tersebut dikoding ke dalam tema
yang berbeda. Makin rapat (density tinggi), maka segmen garisnya akan makin
gelap.
8. Hasil proses pengkodingan dapat langsung diolah menjadi model pada
NVIVO, namun untuk tampilan yang lebih baik, maka model digambar ulang
pada Microsoft Visio.
53
III.9. Kesimpulan dan Laporan (Conclusions and Report)
Hasil temuan selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti. Pada tahap ini,
peneliti juga menggunakan studi literatur (studi literatur 1 dan 2) dan data
sekunder sebagai bahan pertimbangan ketika menginterpretasikan data yang telah
diperoleh, membahasnya (diskusi), dan terakhir menyimpulkan. Hal ini dilakukan
agar temuan yang dihasilkan dari penelitian ini akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam bentuk laporan penelitian ilmiah.