18
19 BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK PADA SISTEM GRID SKALA RAGAM Untuk mendapatkan informasi populasi kependudukan secara spasial, perlu dilakukan pembangunan sistem yang dapat menyimpan data spasial dan non-spasial dalam suatu basis data atau bisa disebut dengan basis data spasial. Dengan basis data spasial populasi ini, tidak hanya data non-spasial seperti jumlah penduduk per kecamatan saja yang dapat diperoleh, tapi juga dapat menampilkan data spasial, seperti posisi geografis di permukaan bumi. Dan untuk penyimpanan data spasial yang dapat merepresentasikan fenomena geografis yang bersifat kontinyu dan berubah secara gradual, seperti halnya distribusi populasi penduduk, digunakanlah sistem grid skala ragam. Dalam pembangunan basis data spasial populasi dengan sistem grid ini, dilakukan beberapa tahapan pekerjaan, diantaranya: 1. Pembangunan sistem grid skala ragam wilayah Bandung; 2. Penggabungan data tutupan dan penggunaan lahan dan data batas administrasi dengan data grid skala ragam wilayah Bandung; 3. Pembuatan model matematis untuk menentukan densitas populasi penduduk di wilayah Bandung; 4. Visualisasi distribusi populasi penduduk. 3.1 Pembangunan Sistem Grid Skala Ragam Wilayah Bandung Pembuatan grid skala ragam untuk wilayah Bandung ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AutoCAD Land Desktop 2009. Dalam penelitian ini ukuran grid yang diperlukan untuk penelitian adalah ukuran 5” x 5”, namun untuk mendapatkan grid dengan ukuran 5” x 5” perlu dibuatkan grid dari ukuran grid Indonesia yang paling besar, yaitu ukuran 1° 30’ x 1°. Untuk mengetahui ukuran grid beserta resolusinya dapat dilihat pada tabel 2.1.

BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

  • Upload
    habao

  • View
    228

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

19

BAB III

PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK

PADA SISTEM GRID SKALA RAGAM

Untuk mendapatkan informasi populasi kependudukan secara spasial, perlu

dilakukan pembangunan sistem yang dapat menyimpan data spasial dan non-spasial

dalam suatu basis data atau bisa disebut dengan basis data spasial. Dengan basis data

spasial populasi ini, tidak hanya data non-spasial seperti jumlah penduduk per

kecamatan saja yang dapat diperoleh, tapi juga dapat menampilkan data spasial,

seperti posisi geografis di permukaan bumi. Dan untuk penyimpanan data spasial

yang dapat merepresentasikan fenomena geografis yang bersifat kontinyu dan

berubah secara gradual, seperti halnya distribusi populasi penduduk, digunakanlah

sistem grid skala ragam.

Dalam pembangunan basis data spasial populasi dengan sistem grid ini, dilakukan

beberapa tahapan pekerjaan, diantaranya:

1. Pembangunan sistem grid skala ragam wilayah Bandung;

2. Penggabungan data tutupan dan penggunaan lahan dan data batas administrasi

dengan data grid skala ragam wilayah Bandung;

3. Pembuatan model matematis untuk menentukan densitas populasi penduduk di

wilayah Bandung;

4. Visualisasi distribusi populasi penduduk.

3.1 Pembangunan Sistem Grid Skala Ragam Wilayah Bandung

Pembuatan grid skala ragam untuk wilayah Bandung ini dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak AutoCAD Land Desktop 2009. Dalam penelitian

ini ukuran grid yang diperlukan untuk penelitian adalah ukuran 5” x 5”, namun

untuk mendapatkan grid dengan ukuran 5” x 5” perlu dibuatkan grid dari ukuran

grid Indonesia yang paling besar, yaitu ukuran 1° 30’ x 1°. Untuk mengetahui

ukuran grid beserta resolusinya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Page 2: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

20

Adapun tahapan dalam pembuatan grid skala ragam wilayah Bandung tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan batas-batas atau penentuan titik-titik origin dari sistem grid.

Titik origin dari sistem grid Indonesia terletak pada 90° BT- 144° BT dan

15° LS – 10° LU.

2. Pembuatan garis-garis sesuai dengan jumlah baris dan kolom yang

membentuk suatu grid dengan besaran resolusi grid yang dibutuhkan untuk

penelitian. Gambar 3.1 merupakan gambaran dari grid yang dibuat dengan

perangkat lunak AutoCAD Land Desktop 2009.

3. Konversi data dari format (*.dwg) menjadi data berformat (*.shp).

4. Penentuan sistem koordinat dan datum yang digunakan. Dalam penelitian

ini, berdasarkan penelitian sebelumnya (Fitria, 2009), sistem koordinat yang

digunakan adalah sistem koordinat geodetik dengan datum WGS (World

Geodetic System) 1984 yang besaran parameternya sama dengan DGN

1995.

Gambar 3.1 Pembuatan Grid dengan Perangkat Lunak AutoCAD Land

Desktop 2009

Dari pembuatan sistem grid di wilayah penelitian (wilayah Bandung) tersebut

hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.2. Pada gambar 3.2 ini sistem grid yang

Page 3: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

21

dibuat berada di wilayah penelitian (wilayah Bandung) dengan ukuran grid

sebesar 5” x 5”. Dari sistem grid tersebut terbentuk sebanyak 188.657 sel grid.

Gambar 3.2 Hasil Grid di Wilayah Penelitian (ukuran grid 5” x 5”)

Page 4: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

22

3.2 Penggabungan Data Landuse/Landcover dan Data Batas Administrasi

dengan Data Grid Skala Ragam Wilayah Bandung

3.2.1 Penggabungan Data Landuse/Landcover dengan Data Grid Skala

Ragam Wilayah Bandung

Pada tahapan ini dilakukan penggabungan data grid skala ragam

wilayah Bandung yang telah dibuat pada tahapan sebelumnnya dengan

data landuse/landcover wilayah Bandung yang telah berformat

shapefile (*.shp). Sebelum melakukan penggabungan data, harus

dipastikan sistem koordinat dan datum yang digunakan pada kedua data

telah seragam, yaitu menggunakan sistem koordinat geodetik dan datum

WGS 1984. Untuk hasil penggabungan data sistem grid skala ragam

dengan data landuse/landcover pada sampel di beberapa kecamatan di

Kota Bandung dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut.

Page 5: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

23

Gambar 3.3 Contoh Hasil Penggabungan Data Sistem Grid Skala

Ragam dengan Data Landuse/landcover

Pada gambar 3.3 dapat dilihat bahwa pada satu sel grid bisa memiliki

satu atau lebih kelas lahan berdasarkan data landuse/landcover.

Penggabungan data ini bertujuan untuk menggabungkan data-data

spasial dan non-spasial dari data grid skala ragam dengan data

landuse/landcover. Pada penelitian ini penggabungan data dilakukan

dengan menggunakan operasi join table pada perangkat lunak yang

digunakan. Operasi joint table ini merupakan operasi untuk

menggabungkan tabel atribut dari dua tabel atribut shapefile yang

Page 6: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

24

berbeda. Sehingga data grid skala ragam dan data landuse/landcover

pada tabel atribut dapat terekam dalam satu record.

3.2.2 Pengklasifikasian Kelas Lahan Tiap Grid

Pengklasifikasian kelas lahan untuk masing-masing grid ini

dimaksudkan agar setiap grid hanya memiliki satu kelas lahan. Hal ini

bertujuan untuk menghindari adanya data yang redundant, sehingga

nomor grid masih bisa dijadikan indentifier (ID) untuk setiap grid.

Pengklasifikasian/penyortiran grid per tiap kelas lahan ini dilakukan

berdasarkan luasan kelas lahan yang terbesar. Jadi, penentuan kelas

lahan dilakukan dengan melihat dominasi dari kelas lahan pada satu

grid (jika dalam satu grid terkandung beberapa macam kelas lahan).

Luas dari kelas lahan yang dominan (terbesar) ditentukan sebagai kelas

lahan untuk satu grid. Untuk hasil pengklasifikasian kelas lahan tiap

grid pada sampel dibeberapa kecamatan di Kota Bandung dapat dilihat

pada gambar 3.4 berikut.

Page 7: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

25

Gambar 3.4 Contoh Hasil Klasifikasi Kelas Lahan Tiap Grid

Pada gambar 3.4 di atas dapat dilihat bahwa pada tiap grid hanya

memiliki satu jenis kelas lahan yang dibedakan berdasarkan warnanya.

Sehingga kode grid pada setiap grid dapat dijadikan identitas

(identifier) yang dapat digunakan untuk mempermudah pencarian data.

Page 8: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

26

Tabel 3.1 Contoh Database Hasil Penggabungan Data Grid dengan Data

Landuse/Landcover

kode_grid Kelas Lahan

120853481211 HUTAN

120853481212 HUTAN

120853481213 HUTAN

120853481214 TEGAL/LADANG

120853481215 TEGAL/LADANG

120853481216 BELUKAR

120853481217 TEGAL/LADANG

120853481218 BELUKAR

120853481219 BELUKAR

120853481220 BELUKAR

... ...

Pada tabel 3.2 diatas menunjukan contoh dari hasil pengklasifikasian

kelas lahan pada tiap grid ukuran 5” x 5” berdasarkan luasan kelas

lahan yang dominan pada tabel atribut. Dari tabel ini dapat dilihat

bahwa pada setiap identitas nomor grid hanya memiliki satu kelas

lahan.

3.2.3 Penggabungan Data Batas Administrasi dengan Data Grid Skala

Ragam Wilayah Bandung

Data batas administrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

administrasi tingkat kecamatan di wilayah Bandung. Sama halnya

dengan penggabungan data landuse/landcover, terlebih dahulu

dilakukan penyamaan sistem koordinat dan datum yang digunakan.

Setelah masing-masing grid dengan ukuran 5” x 5” telah memiliki

nomor grid dan kelas lahan untuk tiap grid, dilakukan penggabungan

data dengan data batas administrasi. Penggabungan data ini dilakukan

dengan operasi intersect pada perangkat lunak yang digunakan. Operasi

intersect ini berfungsi untuk memperoleh data yang saling berpotongan

Page 9: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

27

antara beberapa shapefile. Sehingga data hasil yang diperoleh hanya

data yang memiliki perpotongan (intersect) antar data.

Tabel 3.2 Contoh Database Hasil Penggabungan Data Grid dengan Data

Batas Administrasi

kode_grid Kelas Lahan Kecamatan

120931181202 PERUMAHAN /KOMPLEK

PERMUKIMAN

ANDIR

120931281314 PERUMAHAN /KOMPLEK

PERMUKIMAN

ARCAMANIK

120864382233 SAWAH CIKANCUNG

... ... ...

Pada tabel 3.2 diatas menunjukan beberapa contoh dari tabel atribut

pada shapefile hasil penggabungan data wilayah administrasi dan data

grid skala ragam yang masing-masing gridnya sudah memiliki

informasi nomor grid dan kelas lahan. Dari tabel 3.2 tersebut dapat

dilihat bahwa pada tabel atribut terdapat kolom kelas lahan, kecamatan,

dan nomor grid untuk masing-masing grid. Dari tabel tersebut, di dalam

satu grid bisa saja memiliki satu atau lebih kelas kecamatan.

3.3 Pembuatan Model Matematis Distribusi Densitas Populasi Penduduk

3.3.1. Pembobotan Kelas Lahan Berdasarkan Nilai Fungsi Lahan Pada

Data Landuse/Landcover

Setiap tipe tutupan dan penggunaan lahan memiliki jumlah populasi

yang berbeda di suatu wilayah. Contohnya, tipe lahan permukiman

memiliki tingkat populasi yang tinggi dibandingkan dengan tipe lahan

industri. Oleh karena itu untuk masing-masing tipe tutupan dan

penggunaan lahan akan ditentukan populasinya menggunakan

pembobotan. Semakin tinggi tingkat populasi penduduknya, maka

bobot yang diberikan juga akan semakin besar. Besaran bobot

ditentukan berdasarkan nilai fungsi lahan (Riqqi, 2008), nilai fungsi

Page 10: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

28

lahan untuk masing-masing kelas lahan dapat dilihat pada tabel 3.3

berikut ini.

Tabel 3.3 Nilai Fungsi Lahan (Riqqi, 2008) dan Bobot Kelas Lahan Kelas Lahan Fungsi

Sosial

Fungsi

Ekonomi

Σ Fungsi Sosial-

Fungsi Ekonomi

Bobot

Danau 0.249957 0.244512 0.005445 0.05445

Rawa 0.031414 0.024122 0.007292 0.07292

Perkebunan 0.34205 0.32509 0.01696 0.1696

Sawah Tadah Hujan 0.289754 0.311516 0.021762 0.21762

Bandara 0.42994 0.45409 0.02415 0.2415

Stasiun 0.42994 0.45409 0.02415 0.2415

Hutan 0.20663 0.1544 0.05223 0.5223

Tegal/Ladang 0.34439 0.28391 0.06048 0.6048

Kebun Campur 0.34382 0.27979 0.06403 0.6403

Sungai 0.27121 0.17858 0.09263 0.9263

Sawah 0.38529 0.24712 0.13817 1.3817

Pasar/Pertokoan 0.53344 0.3827 0.15074 1.5074

Semak 0.45382 0.25891 0.19491 1.9491

Belukar 0.46751 0.25581 0.2117 2.117

Taman 0.46751 0.25581 0.2117 2.117

Tanah Kosong 0.52303 0.26716 0.25587 2.5587

Industri 0.31923 0.60299 0.28376 2.8376

Institusi 0.30524 0.59827 0.29303 2.9303

Rumput 0.5399 0.21913 0.32077 3.2077

Tambang 0.214842 0.585543 0.370701 3.70701

Lapangan Golf 0.62701 0.209 0.41801 4.1801

Stadion 0.62701 0.209 0.41801 4.1801

Perumahan 0.90187 0.065653 0.836217 8.36217

Pada tabel 3.3 terlihat bahwa setiap tipe tutupan lahan memiliki nilai

lahan yang berbeda berdasarkan fungsi ekologi, fungsi sosial, dan

fungsi ekonomi (Riqqi, 2008). Nilai bobot untuk masing-masing kelas

lahan ini diperoleh dari proses ranking nilai selisih dari fungsi sosial

lahan dengan fungsi ekonomi lahan.

Page 11: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

29

3.3.2. Pembuatan Model Matematis Distribusi Densitas Populasi

Penduduk

Untuk memperoleh nilai dari densitas populasi kependudukan

berdasarkan data landuse/landcover ini dilakukan dengan metode

pendekatan. Metode pendekatan yang digunakan adalah penyajian

informasi kepadatan penduduk berdasarkan perbedaan tipe tutupan dan

penggunaan lahan (landuse/landcover). Model matematika yang

dijadikan sebagai pendekatannya adalah persamaan yang telah dibuat

oleh Min, et al., 2002 (persamaan 1)

Dari pendekatan model matematis untuk memperoleh nilai densitas

populasi penduduk pada persamaan 1 tersebut, kemudian dibuatlah

pendekatan model matematis baru dengan menambahkan parameter

bobot untuk setiap tipe landuse/landcover sehingga diperoleh

pendekatan model matematis berikut.

𝑃 = (𝐴𝑖 𝑊𝑖 𝐷𝑖

𝑛

𝑖=1

)

... (2)

dimana:

P : jumlah penduduk total

Ai: luas area setiap kelas lahan dari data tutupan dan penggunaan lahan

(landuse/landcover)

Di: kepadatan penduduk setiap kelas lahan dari data tutupan dan

penggunaan lahan (landuse/landcover)

Wi: bobot setiap kelas lahan

Dalam membangun model matematis distribusi densitas populasi

penduduk, dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

1. Misalnya terdapat j wilayah yang telah diketahui jumlah

penduduknya, j= 1,2, 3, .., m. Jumlah total penduduk untuk tiap

wilayah didefinisikan dengan Pj.

2. Selanjutnya dapat didefinisikan terdapat i kelas landuse/landcover,

i = 1, 2, 3, .., n.

Page 12: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

30

3. Dengan, W1,2,...,n merupakan bobot kepentingan dari tiap-tiap kelas

lahan landuse/landcover.

4. Sedangkan, Aij merupakan jumlah grid ukuran 5” x 5” untuk suatu

kelas lahan pada tiap kecamatan.

5. Sehingga berdasarkan pendekatan model matematis pada

persamaan 2, didapatkan persamaan matematis distribusi populasi

penduduk untuk masing-masing kecamatan di wilayah Bandung,

adalah sebagai berikut:

P1 = A11W1D1 + A12W2D2 + ... + A1nWnDn ... (3)

P2 = A21W1D1 + A22 W2D2 + ... + A1nWnDn ... (4)

Pm = Am1W1D1 + Am2W2D2 + ... + AmnWnDn ... (5)

6. Untuk memperoleh nilai dari densitas populasi penduduk tiap kelas

lahan masing-masing kecamatan digunakan persamaan matematis

sebagai berikut:

𝐴′𝑖𝑗 = 𝐴𝑖𝑗 × 𝑊𝑖 ... (6)

𝐷𝑖𝑗 =

(𝐴 ′𝑖𝑗 𝐴 ′𝑖𝑗 ×𝐴𝑖𝑗 )

(𝐴 ′𝑖𝑗 𝐴 ′𝑖𝑗 ×𝐴𝑖𝑗 )

×𝑃𝑗

𝐴𝑖𝑗 ... (7)

Dengan,

Dij : densitas populasi penduduk untuk setiap kelas lahan per

kecamatan

Aij : jumlah grid setiap kelas lahan per kecamatan

i : kelas lahan (landuse/landcover)

j : kecamatan

Dengan menggunakan persamaan 7 dari model matematis di atas dapat

diperoleh densitas populasi penduduk per grid untuk tiap kelas lahan

masing-masing kecamatan. Densitas populasi penduduk per grid tiap

kelas lahan untuk satu kecamatan dengan kecamatan lain di wilayah

Page 13: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

31

Bandung dapat berbeda antar kecamatan. Nilai dari densitas populasi

per grid kelas lahan masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel

3.4 berikut.

Tabel 3.4 Contoh Nilai Densitas Populasi Penduduk/grid Tiap Kelas

Lahan per Kecamatan

Kelas Lahan Densitas Populasi Penduduk/grid

Satu Desimal Pembulatan

Kecamatan Sukasari

Tegal/Ladang 0.2 0

Kebun Campur 1.5 1

Sawah 4.7 5

Pasar 0.7 1

Semak 0.8 1

Belukar 3.0 3

Taman 0.8 1

Tanah Kosong 0.7 1

Industri 0.5 0

Institusi 11.3 11

Stadion/Lapangan 2.7 3

Permukiman 373.7 374

Kecamatan Padalarang

Danau 0.0 0

Perkebunan 0.1 0

Hutan 1.1 1

Tegal/Ladang 42.1 42

Kebun Campur 33.7 34

Sawah 81.3 81

Semak 2.1 2

Belukar 10.3 10

Taman 1.1 1

Tanah Kosong 28.8 29

Industri 22.0 22

Institusi 0.3 0

Tambang 9.5 10

Permukiman 227.8 228

Page 14: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

32

Dari tabel 3.5 diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaaan nilai

densitas populasi pada masing-masing kecamatan untuk kelas lahan

yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan variasi dari kelas lahan yang

dapat berpengaruh pada densitas kelas lahan pada masing-masing

kecamatan. Untuk nilai densitas setiap kecamatan di wilayah Bandung

dapat dilihat pada tabel lampiran A.

3.4 Visualisasi Distribusi Populasi Penduduk

Dalam tahapan ini, dilakukan visualisasi dari data yang telah memiliki nilai

populasi untuk masing-masing grid ukuran 5” x 5”. Dimana dalam setiap grid

telah memiliki nilai dari jumlah populasi penduduk. Sehingga distribusi populasi

jumlah penduduk di wilayah Bandung dapat terlihat. Nilai dari populasi tersebut

diperoleh dari nilai densitas yang didapatkan dari model matematis yang telah

dibuat. Hasil dari visualisasi distribusi populasi penduduk wilayah Bandung

dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut.

Gambar 3.5 Visualisasi Distribusi Populasi Penduduk Wilayah Bandung

Page 15: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

33

Untuk membandingkan hasil visualisasi distribusi populasi penduduk di wilayah

Bandung dengan data landuse/landcover wilayah Bandung, dapat dilihat dengan

mengambil sampel beberapa kecamatan di Kota Bandung, yaitu kecamatan

Andir, kecamatan Cicendo, kecamatan Sukajadi, dan kecamatan Sukasari

(gambar 3.6 dan gambar 3.7).

Gambar 3.6 Landuse/landcover di Sebagian Kota Bandung (Kec.

Sukajadi, Kec. Sukasari, Kec. Cicendo, Kec. Andir)

Page 16: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

34

Gambar 3.7 Contoh Hasil Visualisasi Distribusi Populasi Penduduk di

Sebagian Kota Bandung (Kec. Sukajadi, Kec. Sukasari, Kec. Cicendo,

Kec. Andir)

Dari gambar 3.6 dan gambar 3.7 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

pada visualisasi distribusi populasi penduduk sesuai dengan data

landuse/landcover-nya. Gambar 3.7 memperlihatkan distribusi populasi

penduduk yang jika jumlah populasi penduduknya dibandingkan dengan kelas

lahan pada gambar 3.6 memiliki kesesuaian. Dimana kelas lahan yang biasanya

memiliki populasi terbesar, misalnya kelas lahan permukiman, pada visualisasi

distribusi populasi penduduk pun memiliki jumlah penduduk yang terpadat jika

dibandingkan dengan kelas lahan lainnya.

Page 17: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

35

3.5 Validasi Model Distribusi Populasi Penduduk

Dari hasil model distribusi populasi penduduk untuk wilayah Bandung,

diperoleh nilai densitas populasi untuk masing-masing kelas lahan pada wilayah

administrasi tingkat kecamatan. Dari nilai densitas tersebut dapat diperoleh

jumlah populasi penduduk di suatu wilayah administrasi. Untuk melihat kualitas

model distribusi populasi penduduk yang telah dibuat, perlu dilakukan proses

validasi dari model distribusi populasi penduduk tersebut. Validasi model

distribusi populasi penduduk tersebut dilakukan dengan mengambil beberapa

sampel jumlah populasi penduduk dari model pada wilayah administrasi yang

lebih kecil (tingkat kelurahan) dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan data

statistik populasi penduduk yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik)

Jawa Barat. Perbandingan jumlah populasi penduduk dari hasil model distribusi

penduduk dengan data statisti BPS dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Perbandingan Antara Jumlah Populasi Penduduk Berdasarkan Hasil

Model Dengan Data Statistik BPS

Kecamatan Kelurahan

KELURAHAN KECAMATAN Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Selisih Persentase

Selisih dan

Rata-rata Persentase

Jumlah Penduduk (Jiwa) Selisih Persentase

Selisih per

BPS Model (jiwa) Data BPS (%)

Kelurahan (%) BPS Model (jiwa)

Data BPS Kecamatan

(%) Cibeunying Kidul Cicadas 15,967 14776 1,191 7.5

6.8 109,416 109424 8 0.007311545

Cibeunying Kidul Cikutra 24,239 24291 52 0.2

Cibeunying Kidul Padasuka 17,581 15894 1,687 9.6

Cibeunying Kidul Pasirlayung 19,746 22848 3,102 15.7

Cibeunying Kidul Sukamaju 12,067 11387 680 5.6

Cibeunying Kidul Sukapada 19,816 20228 412 2.1

Dari tabel 3.5 dapat dilihat bahwa terdapat selisih antara jumlah populasi

penduduk hasil model distribusi populasi penduduk dengan data statistik dari

BPS untuk wilayah administrasi tingkat kelurahan. Selisih populasi penduduk

yang diperoleh cukup tinggi dibeberapa kelurahan, misalnya persentase yang

berada di Kelurahan Pasirlayung Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung

dengan nilai selisih 15.7% terhadap jumlah populasi penduduk berdasarkan data

BPS. Pada tabel 3.5 dapat dilihat persentase rata-rata dari perbedaan jumlah

Page 18: BAB III PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-reneicaayu-22726-4... · PEMBANGUNAN MODEL DISTRIBUSI POPULASI PENDUDUK ... lahan

36

penduduk antara data yang didapatkan dari model dengan data dari BPS sebesar

6.8% pada tingkat kelurahan. Sedangkan pada tingkat kecamatan diperoleh

persentase perbedaan jumlah penduduk antara jumlah yang diperoleh dari data

model dengan jumlah dari data BPS sebesar 0.007%. Hal menunjukan bahwa

nilai densitas populasi penduduk yang didapatkan dari model distribusi populasi

penduduk lebih baik digunakan untuk menghitung jumlah populasi penduduk

pada tingkat kecamatan dibandingkan pada tingkat kelurahan.