Upload
others
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
35
BAB III
PERKEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN GERABAH
DI DESA MELIKAN TAHUN 1980-2006
A. Perkembangan Industri Kerajinan Gerabah di Desa Melikan Tahun
1980-1995
Industri kerajinan rumah tangga yang mempunyai rekaman sejarah cukup
lama dan membentuk sentra-sentra merupakan usaha kecil yang paling bisa lama
bertahan. Tekanan penduduk yang mengusir banyak buruh tani dan tani miskin
dari pertanian serta tersedianya bahan baku di sekitar sentra memungkinkan usaha
jenis ini mengembangkan diri.1 Salah satu alasan utama yang melandasi
pentingnya berbagai usaha pengembangan industri kerajinan rumah tangga adalah
potensi alamiahnya yang besar dalam memberi andil bagi penyelesaian masalah
kesempatan kerja.2
Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan dari tahun ke tahun
menunjukkan perkembangan yang signifikan. Para pengrajin selalu berusaha
mengembangkan usahanya agar tetap maju. Mereka memanfaatkan kreativitas
yang dimiliki dalam menghasilkan berbagai jenis gerabah. Dengan kata lain, para
pengrajin dituntut untuk menghasilkan gerabah yang lebih bervariasi sesuai
perkembangan zaman. Di samping itu, mereka juga harus memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari yang semakin meningkat.
1 Dede Mulyanto, Usaha Kecil dan Persoalannya di Indonesia, (Bandung:Yayasan AKATIGA, 2006), hlm. 8.
2 Irsan Azhary Saleh, op.cit., hlm. 123.
36
Pada tahun 1980 sampai 1995 merupakan masa peralihan dari tradisional3
menuju ke modern.4 Beberapa hal yang mengalami perkembangan diantaranya
adalah pengrajin gerabah, teknologi produksi, finishing, jenis produksi, dan
pemasarannya.
1. Pengrajin Gerabah
Masyarakat Desa Melikan memiliki dinamika kehidupan pengrajin
gerabah yang tercermin melalui besarnya semangat dan ketekunan dalam
menekuni usahanya. Mereka berusaha memaksimalkan kreativitasnya untuk
berkarya melalui seni gerabah. Hal tersebut dilakukan dengan penuh keyakinan,
bahwa aktivitas membuat gerabah mampu memberi manfaat bagi kehidupannya.
Oleh karena itu, gerabah yang dihasilkan mengandung nilai seni dan inovasi
desain yang melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia pada
umumnya.
Keberadaan pengrajin gerabah di Desa Melikan awalnya dimulai hanya
beberapa orang yang membuat gerabah dan dikerjakan oleh anggota keluarga.
Selanjutnya, aktivitas membuat gerabah berkembang sehingga tidak hanya sebatas
pada keluarga saja, tetapi orang-orang di sekitar mulai membuat gerabah. Pada
3 Sebelum tahun 1980, gerabah Melikan semula hanya sebuah tradisipembuatan gerabah dengan teknik dan bentuk sederhana. Gerabah yang dihasilkanmasih ditunjukan sebagai benda fungsional peralatan dapur seperti kendhi, kwali,wajan, dan celengan.
4 Tahun 1990-an, para pengrajin gerabah di Desa Melikan mulaimenggunakan teknologi produksi yang maju dan bersifat efisien. Kondisi inimenunjukan bahwa mereka mengalami perkembangan pada teknologi produksi.
37
perkembangannya, semakin banyak masyarakat Desa Melikan yang mulai
menekuni pekerjaan ini.5
Pengrajin gerabah di Desa Melikan dilihat dari jumlahnya selalu
mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Hanya saja, data mengenai jumlah
pengrajin tahun 1980 sampai 1995 tidak tersedia. Namun, berdasarkan penuturan
beberapa pengrajin, jumlah pengrajin gerabah di Desa Melikan tahun 1980-an
sudah lebih dari 60 orang.6 Selanjutnya, tahun 1990-an industri kerajinan gerabah
membawa angin segar bagi masyarakat Desa Melikan karena mampu
menyediakan lapangan pekerjaan. Kondisi ini menyebabkan pada meningkatnya
jumlah pengrajin yang cukup signifikan, yaitu sekitar 150 orang.7
Sebagian besar masyarakat pengrajin gerabah di Desa Melikan adalah
meneruskan usaha milik orang tua atau turun-temurun. Mereka adalah pengrajin
yang pada waktu kecil sudah membantu orang tua dalam membuat gerabah. Di
samping itu, ada pula pengrajin yang sebelumnya hanya membantu dan sebagai
buruh pengrajin di tempat usaha milik tetangga. Selanjutnya, mereka
memanfaatkan pengalamannya selama bekerja sebagai buruh pengrajin dengan
cara membuka usaha gerabah sendiri. Selain itu, sebagian kecil masyarakat Desa
Desa Melikan menjadi pengrajin gerabah adalah karena faktor lingkungan.
Mereka adalah orang-orang sebelumnya merantau ke kota dan tak kunjung
mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, mereka kembali ke Desa Melikan dan
5 Wawancara dengan Sukanta tanggal 7 September 2015.6 Wawancara dengan Sukanta tanggal 1 Maret 2015.7 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.
38
akhirnya menjadi pengrajin gerabah karena melihat lingkungan yang sebagian
besar bekerja sebagai pengrajin gerabah..8
Pengrajin gerabah yang ada di Desa Melikan dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu pengrajin utama dan pengrajin pembantu teknik. Pengrajin utama
adalah pengrajin yang mampu membuat gerabah dengan teknik perbot miring,
biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Sedangkan, pengrajin pembantu teknik
adalah pengrajin yang bertugas pada tahap finishing, terdiri dari pengrajin
perempuan dan laki-laki yang masih produktif.9
Gambar. 4Pengrajin pembantu teknik.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015).
8 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.9 Wawancara dengan Sugiman tanggal 7 September 2015.
39
Sebagian besar pengrajin gerabah di Desa Melikan memiliki bengkel
kerja10 yang menjadi satu dengan tempat tinggal. Bengkel kerja biasanya dibuat
luas dan berada di belakang rumah. Setiap bengkel kerja pada industri kerajinan
gerabah biasanya terdapat satu sampai tiga pengrajin utama. Sedangkan pengrajin
pembantu teknik dalam sebuah industri kerajinan gerabah berbeda-beda, yaitu
antara satu sampai tujuh orang. Bengkel kerja yang cukup luas mampu
menyimpan onggokan tanah liat yang diletakkan di salah satu sudut ruangan.
Alat-alat yang dipakai pengrajin biasanya tersebar di sekitar lantai agar
memudahkan dalam menggunakannya. Gerabah-gerabah juga diatur berjajar di
sudut-sudut ruangan bengkel kerja, baik setengah jadi maupun yang sudah kering.
2. Teknologi Produksi
Kapitalisme yang telah muncul di Asia Tenggara mempunyai beberapa
masalah yang sulit diatasi. Salah satu yang timbul adalah dari rendahnya tingkat
teknologi. Sekalipun industrialisasi yag lalu kelihatan mengesankan di
permukaan, namun tingkat yang telah dicapainya tidak sebanding dengan tingkat
teknologi milik kawasan itu sendiri. Oleh karena itu, ada kebutuhan besar untuk
melakukan usaha yang terarah khususnya bagi industri kerajinan rumah tangga
guna mempertinggi tingkat teknologi dan mendorong kemajuan teknologi.11
Teknologi produksi adalah peralatan untuk memenuhi kebutuhan manusia
yang diciptakan dan berkembang atau secara endogen di dalam masyarakat.
Gagasan untuk mengembangkan teknologi produksi tepat guna sebenarnya
10 Bengkel kerja merupakan sebuah ruangan khusus yang digunakanpengrajin dalam proses produksi gerabah.
11 Yoshihara Kunio, Kapitalisme Semu Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES,1990), hlm. 178.
40
memang bukan masalah baru, tapi belajar dari pengalaman-pengalaman
pembangunan Dunia Ketiga selama tahun 1950-an dan berulang kembali pada
tahun 1960-an. Bahkan di Indonesia, pemilihan teknologi produksi tepat guna
baru muncul menjelang pertengahan 1970-an setelah penerapan strategi Revolusi
Hijau di bidang pertanian.12
Industri kerajinan rumah tangga kebanyakan sudah menerapkan teknologi
produksi tepat guna sejak adanya modernisasi teknologi di bidang industri.
Penerapan teknologi tersebut, yaitu yang bercirikan menghemat modal, cukup
efisien dalam menghasilkan output, cocok untuk mengolah sumber-sumber
setempat, mempergunakan bahan energi lokal atau energi yang murah, mudah
dikerjakan dan dipelihara dengan keterampilan yang ada.13
Para pengrajin gerabah di Desa Melikan menerapkan teknologi produksi
yang lebih maju dan berkembang pada tahun 1990-an. Penerapan teknologi
produksi tersebut tentunya untuk menunjang proses produksi dan sebagai modal
tetap yang dimiliki para pengrajin.14 Berikut beberapa teknologi produksi yang
mengalami perkembangan dan diterapkan di Desa Melikan, yaitu tungku
pembakaran, molen dan perbot tegak.
a. Tungku Pembakaran
Proses pembakaran tradisional untuk gerabah terdapat dua macam, yaitu
pembakaran terbuka dan pembakaran menggunakan tungku. Pembakaran terbuka
biasanya menggunakan jerami sebagai bahan bakar utamanya. Pembakaran ini
12 M. Dawam Rahardjo, Transformasi Pertanian, Industrialisasi danKesempatan Kerja, (Jakarta: UI-Press, 1984), hlm. 127.
13 Ibid., hlm. 149.14 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.
41
dilakukan dengan menggali lubang di lahan terbuka atau tanah lapang.
Pembakarannya memiliki suhu antara 2000-4000 Celcius. Hasil gerabah yang
didapatkan dari pembakaran ini berwarna kehitaman yang tidak merata atau
terkesan gosong. Pembakaran gerabah menggunakan tungku juga sudah banyak
dilakukan oleh pengrajin zaman dahulu. Bahan bakar yang digunakan biasanya
berupa kayu, jerami, dan daun-daun kering.15 Pembakaran ini banyak ditemui di
daerah Jawa Tengah, salah satunya ada di Desa Melikan.
Tahun 1980-an, para pengrajin di Desa Melikan untuk membakar gerabah
menggunakan tungku berbentuk silindris atau menyerupai sumur. Tungku ini
biasanya disebut sebagai tungku kecil dengan diameter sekitar 2 meter. Bahan
bakar yang digunakan adalah kayu dan daun-daun kering atau uwuh yang dengan
mudah didapatkan di sekitar rumah. Selanjutnya, tahun 1990, sebagian besar
pengrajin mulai menggunakan tungku besar dalam proses pembakaran gerabah.
Tungku besar tersebut masih sama berbentuk menyerupai sumur, namun dengan
diameter sekitar 5 meter. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu, baik untuk
pembakaran kecil maupun pembakaran besar.
15 Santoso Soegondho, op.cit., hlm. 49-58.
42
Gambar. 5Tungku bakar gerabah berbentuk sumur
Sumber: koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015)
Selain itu, terdapat pengrajin yang menggunakan tungku kotak dengan
empat lubang di sekelilingnya. Keempat lubang tersebut digunakan untuk
memasukan kayu bakar ketika proses pembakaran. Tungku bakar jenis ini
biasanya digunakan para pengrajin dalam membakar gerabah yang berukuran
besar.16
16 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.
43
Gambar. 6Tungku bakar gerabah berbentuk kotak
Sumber: koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015)
Sebagian besar pengrajin di Desa Melikan dalam proses membakar
gerabah menggunakan tungku bakar yang berbentuk menyerupai sumur, hanya
ada beberapa yang menggunakan tungku kotak tersebut. Mereka lebih
mempertahankan penggunaan tungku tradisional yang memang sudah lama
digunakan turun-temurun.
b. Molen
Tahun 1980-an, para pengrajin gerabah di Desa Melikan dalam mengolah
tanah liat menggunakan peralatan tradisional dan sederhana berupa lesung, irik
dan aloe. Mereka membutuhkan waktu selama berminggu-minggu untuk
mengolah bahan baku menjadi lempung siap pakai. Sedangkan, ketika memasuki
musim hujan mereka menghabiskan waktu lebih lama lagi yaitu selama berbulan-
bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengrajin pada waktu itu membutuhkan
44
usaha kerja keras dan kesabaran dalam mengolah bahan baku. Pada
perkembangannya, tahun 1993 para pengrajin dalam mengolah bahan baku mulai
menggunakan mesin giling atau yang dikenal sebagai molen. Molen tersebut
merupakan bantuan dari pemerintah daerah Klaten sebagai teknologi produksi
bersama guna menunjang di dalam proses produksi. Para pengrajin dalam
mengolah bahan baku menggunakan molen mampu menghabiskan sekitar Rp.
1.500.000 dalam 3-5 gerobak penuh. Biaya tersebut diantaranya untuk membayar
buruh yang menggiling tanah liat dan konsumsi serta rokok buruh.17
Keberadaan molen di dalam proses produksi bagi para pengrajin sangatlah
memudahkan mereka dalam mengolah tanah liat yang siap pakai. Penggunaan
molen tersebut mampu menggiling tanah liat dalam jumlah besar dengan waktu
yang singkat. Hal ini menunjukkan bahwa molen merupakan teknologi produksi
yang efisien dan hemat waktu.
Gambar. 7Molen yang sudah digunakan sejak tahun 1990-an.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).
17 Wawancara dengan Suranto tanggal 24 Februari 2015.
45
c. Perbot Tegak
Sejak awal keberadaan industri kerajinan gerabah di Desa Melikan, para
pengrajin dalam membentuk gerabah sudah menggunakan perbot miring. Teknik
perbot miring tersebut merupakan warisan turun-temurun dari pengrajin
sebelumnya yang tetap digunakan oleh para pengrajin dalam membentuk gerabah.
Oleh karena itu, perbot miring menjadi daya tarik tersendiri bagi Desa Melikan
karena berbeda dengan daerah lain. Di samping itu, perkembangan zaman
menuntut mereka berkreativitas dalam menghasilkan gerabah agar tidak monoton
dan tetap laku di pasaran.
Pada tahun 1990, para pengrajin di Desa Melikan dalam membentuk
gerabah, tidak hanya menggunakan perbot miring saja, tetapi juga mulai
menggunakan perbot tegak.18 Penggunaan perbot tegak tersebut mampu
menghasilkan berbagai macam jenis gerabah dengan ukuran yang bervariasi.
Selanjutnya, pada tahun 1995, pengrajin juga mulai memakai teknik cetak yang
desainnya disesuaikan dengan alat cetak yang digunakan. Alat cetak tersebut
terbuat dari gip, fiber, kayu dan semen.19
18 Wawancara dengan Sukanta tanggal 7 September 2015.19 Wawancara dengan Budi tanggal 9 September 2015.
46
Gambar. 8Perbot tegak dan teknik cetak.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).
Para pengrajin dalam menggunakan perbot miring dan perbot tegak
sebenarnya hampir sama, yaitu membuat gerabah dengan bentuk simetris.
Perbedaannya adalah perbot miring hanya bisa menghasilkan gerabah berukuran
kecil dan pendek, namun waktu produksinya sangat cepat, sedangkan perbot tegak
untuk produksinya tidak bisa cepat, namun mampu menghasilkan gerabah
berukuran besar dan tinggi.
3. Jenis Produksi
Pada mulanya tradisi pembuatan gerabah di Desa Melikan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri akan peralatan rumah tangga. Jenis gerabah yang
dihasilkan masih tradisional dan monoton seperti kendhi, kwali, celengan, kendhil
dan cowek. Namun di dalam perkembangannya, gerabah-gerabah tersebut juga
mulai diperjualbelikan sebagai barang dagangan. Bahkan, para pengrajin dalam
47
menjalankan usahanya lebih mengarah pada kegiatan yang bersifat ekonomis.20
Hal ini antara lain tampak pada jumlah produksinya yang meningkat, serta
munculnya bentuk-bentuk gerabah baru yang ditujukan untuk memenuhi selera
pembeli. Di samping itu, beberapa pengrajin juga memberikan sedikit
perkembangan pada gerabahnya, yaitu memberikan warna dengan menggunakan
teres yang dibubuhkan pada jenis gerabah celengan.21
Para pengrajin di Desa Melikan awalnya membuat gerabah tradisional
jenis kendhi yang banyak digunakan masyarakat sebagai peralatan yang bersifat
praktis dan ekonomis. Gerabah kendhi juga berperan dalam aspek-aspek
kehidupan sosial, budaya, dan religi bagi para penggunanya. Kendhi pada
dasarnya digunakan sebagai tempat air minum. Namun, di dalam masyarakat
kendhi juga digunakan sebagai perlengkapan upacara adat dan keagamaan.
Bahkan, dalam upacara keagamaan jenis gerabah kendhi menjadi sebuah simbol
sebagai tempat air suci. Air yang terdapat dalam kendhi tersebut dianggap suci,
murni, dan menyejukan.22
20 Wawancara dengan Suranto tanggal 24 Februari 2015.21 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.22 Ni Komang Ayu Astiti, “Tembikar dari Situs Batu Berak dan Batu
Tameng, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat”, Amerta, nomor23, Oktober 2004, hlm. 48.
48
Gambar. 9Model kendhi tradisional tahun 1600-an buatan pengrajin Desa Melikan yangtidak jauh berbeda dengan kendhi tradisional yang dibuat pada tahun 1980-an
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015)
Pada perkembangannya, tahun 1990-an para pengrajin mampu
menghasilkan bentuk-bentuk gerabah baru dengan cara mengembangkannya dari
bentuk dasar kendhi. Seiring perkembangan teknologi dan teknik pembuatannya
yang berkembang berdampak pada produk gerabah Desa Melikan yang semakin
bervariasi jenisnya. Proses produksi juga mengalami perkembangan, yaitu adanya
tahap finishing yang meliputi teknik upam, uker, dan pengasapan daun munggur
ketika proses pembakaran yang menghasilkan menghasilkan warna coklat
mengkilat dan tekstur gerabah tidak lagi kasar.23
23 Wawancara dengan Harno tanggal 20 Mei 2015.
49
Gambar. 10Salah satu desain kendhi yang sudah melalui tahap finishing berwarna coklat
mengkilat dengan tekstur yang halusSumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
Di samping jenis produksi yang terus berkembang, jumlah produksi
gerabah di Desa Melikan juga semakin meningkat. Berawal dari jumlah puluhan
gerabah dari masa ke masa meningkat menjadi ratusan, bahkan mencapai ribuan
gerabah yang diproduksi para pengrajin. Banyaknya pesanan gerabah dari
masyarakat membuat mereka untuk bersikap mau menerima ide-ide baru. Kondisi
seperti inilah kemudian memberikan ruang bagi para pengrajin untuk
mengembangkan kreatifitasnya dalam membuat berbagai jenis gerabah dengan
berbagai ukuran.24
24 Wawancara dengan Harjono tanggal 20 Mei 2015.
50
Gambar. 11Kendhil
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
Kendhil merupakan jenis gerabah yang berbentuk gelembung dengan
bagian atas berlubang agak lebar. Kendhil ini dalam masyarakat Jawa sering
digunakan sebagai wadah ari-ari bayi yang baru lahir. Penggunaan kendhil
tersebut memiliki kepercayaan agar sang bayi nantinya ketika tumbuh besar akan
selalu mengingat tanah kelahirannya. Istilahnya, tidak menjadi kacang yang lupa
kulitnya.25 Selain sebagai wadah ari-ari bayi, kendil juga digunakan masyarakat
sebagai alat dapur untuk mengolah masakan yang berkuah. Namun, fungsi periuk
bermacam-macam tergantung besaran ukurannya. Kendhil ukuran kecil biasanya
digunakan untuk memasak bubur, kendhil ukuran sedang digunakan untuk
25 Wawancara dengan Sukanta tanggal 4 Maret 2015.
51
memasak sayuran dan daging, sedangkan kendhil ukuran besar seringnya
digunakan sebagai tempat makan siap saji.26
Gambar. 12Panci yang diproduksi pengrajin Desa Melikan sejak tahun 1995.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
Para pengrajin memproduksi jenis gerabah dengan berbagai ukuran, salah
satunya adalah panci yang mulai diproduksi tahun 1990-an. Panci dengan
berbagai ukuran tersebut umumnya digunakan masyarakat atau para pedagang di
pasar tradisional untuk tempat masakan yang berkuah.
26 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.
52
Gambar. 13Anglo mini untuk membatik buatan pengrajin Desa Melikan.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).
Tungku tradisional adalah tungku yang umumnya menggunakan bahan
bakar kayu atau arang kayu. Salah satu contoh tungku tradisional adalah anglo.
Anglo umumnya banyak digunakan oleh masyarakat desa atau pedagang-
pedagang makanan tradisional. Seiring dengan perkembangan jaman, para
pengrajin mengembangkan bentuk anglo yang beraneka macam salah satunya
adalah anglo mini. Anglo mini atau anglo kecil ini umumnya dipesan oleh
pengrajin batik tradisional sebagai tempat mencairkan malam untuk membatik.27
27 Wawancara dengan Harjono tanggal 9 September 2015.
53
Tabel. 1
Daftar Harga Gerabah Tahun 1980-1995
JenisGerabah
Harga (Rupiah) Tahun
1980an
1990 1991 1992 1993 1994 1995
Kendi - 100 125 150 175 200 250
Kwali - 75 100 125 150 175 200
Anglo - 50 75 100 125 150 175
Celengan - 25 25 50 50 100 100
Wajan - 25 50 50 100 100 150Sumber: Wawancara dengan beberapa pengrajin gerabah di Desa Melikan.
4. Pemasaran Gerabah
Pemasaran dalam industri kerajinan merupakan usaha yang telah lama
dilakukan untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan keuntungan. Bagi
pengrajin, pemasaran adalah seluruh proses penyaluran gerabah yang mereka
produksi ke masyarakat yang memakainya. Pemasaran mempunyai peran penting
karena memberikan kontribusi langsung terhadap kelangsungan sebuah usaha.
Oleh karena itu, persoalan pemasaran menjadi hal yang paling kritis di tingkat
pengrajin.
Pada mulanya, para pengrajin di Desa Melikan dalam memasarkan
gerabahnya hanya di sekitar desa dan mengandalkan pasar-pasar tradisional. Di
dalam perkembangannya, bentuk gerabah mulai bervariasi dan jumlah
produksinya yang cukup banyak membuat gerabah Melikan dikenal dan diminati
pasaran. Di samping itu, fungsi gerabah pada waktu itu sangat vital bagi
masyarakat sebagai peralatan rumah tangga. Kondisi ini tentu saja berdampak
54
pada daerah pemasarannya yang semakin luas, tidak hanya di sekitar desa tetapi
sudah sampai ke beberapa kota besar. Bahkan, tahun 1988, gerabah Desa Melikan
telah dilirik wisatawan asing seperti Australia, Belanda, dan Jepang.28 Australia
adalah negara pertama yang tertarik dengan gerabah khas Desa Melikan. Orang-
orang Australia biasanya langsung datang membeli ke Desa Melikan. Namun,
para pengrajin dalam menjual gerabah ke wisatawan asing kebanyakan bukan
sebagai tangan pertama, melainkan tangan kedua dan ketiga.29
Para pengrajin gerabah di Desa Melikan dalam memasarkan gerabah
dengan sistem pemesanan melalui pengepul dan tengkulak. Sebenarnya, penjualan
melalui pengepul dan tengkulak tersebut mulai dikenal para pengrajin gerabah di
Desa Melikan sekitar tahun 1970-an.30 Para pengrajin biasanya mempunyai
langganan yang setiap beberapa minggu atau beberapa bulan sekali melakukan
pemesanan gerabah.
Pengepul adalah pengusaha yang memesan gerabah ke beberapa pengrajin
untuk dijual kembali melalui showroom pribadi. Pengepul biasanya melakukan
pemesanan setiap beberapa minggu atau beberapa bulan dalam jumlah tertentu.
Tengkulak adalah para pedagang yang datang membeli gerabah di rumah
pengrajin. Mereka biasanya membawa kendaraan bermotor yang dilengkapi
beronjong di belakangnya untuk tempat memuat gerabah.31 Ada pula tengkulak
28 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015. Ia sudahmenjual gerabahnya sampai ke Belanda, Jepang, dan Australia. Selain itu, BapakSuranto juga menuturkan bahwa ia menjual gerabahnya ke Australia.
29 Wawancara dengan Suranto tanggal 24 Februari 2015, dan Wawancaradengan Sumilih tanggal 7 September 2015.
30 Wawancara dengan Sumilih tanggal 26 Februari 2015.31 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.
55
yang datang membeli langsung di pengepul, biasanya berasal dari Klaten dan
Yogyakarta.32
Gambar. 14Motor yang dilengkapi beronjong milik Eni, tengkulak dari Klaten.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 7 September 2015).
Pada tahun 1980-an, para pengrajin melakukan pengiriman gerabah ke luar
kota menggunakan transportasi kereta barang. Stasiun Srowot merupakan tempat
pemberangkatan para pengrajin dalam mengirimkan gerabah sampai ke tempat
tujuan. Mereka menggunakan kereta barang tersebut biasanya mengirim gerabah
ke Solo, Yogyakarta, dan Jakarta.33 Penggunaan kereta barang tersebut dirasa
memudahkan para pengrajin dalam proses pengiriman gerabah. Mengingat, pada
waktu itu mereka belum ada transportasi yang mampu menjangkau ke luar kota.34
32 Wawancara dengan Eni tanggal 7 September 2015. Ia menjadi tengkulaksejak tahun 1990-an dan berasal dari Klaten. Biasanya melakukan pembeliangerabah sebulan 3-4 kali.
33 Wawancara dengan Wagimin tanggal 16 Juni 2015.34 Wawancara dengan Tukijo tanggal 1 Juli 2015.
56
Namun, seringkali beberapa gerabah mengalami keretakan karena perjalanan jauh
yang memakan waktu berminggu-minggu.35 Selain penggunaan kereta barang, ada
beberapa pengrajin yang masih menggunakan sepeda berkeliling di sekitar desa
untuk menjual gerabahnya.36
Pada awal tahun 1990-an, para pengrajin kemudian beralih menggunakan
truk barang atau colt L 300. Mereka menggunakan truk barang tersebut sebagai
transportasi pemasaran ke Solo, Yogyakarta, Magelang, Temanggung, Semarang,
Surabaya, Jakarta, Madiun, dan Bali.37 Penggunaan truk barang dinilai lebih
efisien dalam hal waktu pengiriman dan keawetan gerabah. Disamping itu,
beberapa pengrajin juga sudah memiliki kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor
tersebut menjadi salah satu transportasi untuk mengantarkan pesanan gerabah ke
pelanggan mereka.38
B. Perkembangan Industri Kerajinan Gerabah di Desa Melikan Tahun
1996-2006.
Perkembangan sebuah industri kerajinan sangatlah dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor tersebut bisa muncul, baik dari dalam maupun dari luar
lingkungan industri. Faktor dari dalam berasal dari para pelaku usaha dan
masyarakatnya, sedangkan dari luar berasal dari pemerintah setempat atau pihak-
pihak lain. Begitu pula dengan industri kerajinan gerabah di Desa Melikan yang
35 Wawancara dengan Wagimin tanggal 1 Juli 2015.36 Wawancara dengan Sumilih tanggal 7 September 2015.37 Wawancara dengan Sudarmi dan Wagimin tanggal 16 Juni 2015.38 Wawancara dengan Yidan Diharjo tanggal 7 September 2015. Ia
merupakan seorang pengepul sejak tahun 1990 an, biasanya menggunakan sepedamotor dengan bronjong bermuatan gerabah sampai Semarang dan sekitarnya.
57
selalu menunjukkan perkembangannya. Para pengrajin beserta masyarakat
setempat mampu bekerjasama dengan pihak-pihak lain guna menunjang
kelangsungan industri kerajinan gerabah di daerah tersebut.
Pemerintah daerah Klaten dalam memperhatikan industri kecil, khususnya
industri kerajinan rakyat telah membantu para pengrajin dalam mengembangkan
kreativitasnya. Peran pemerintah daerah melalui program-programnya telah
dilakukan, yaitu mengadakan pameran-pameran hasil kerajinan daerah,
mempublikasikan potensi yang dimiliki Desa Melikan pada masyarakat luas dan
bersosialisasi bersama para pengrajin terkait industri kerajinan gerabah di Desa
Melikan.39 Selain itu, pemerintah daerah juga menyediakan perkreditan melalui
beberapa bank yang ada di tingkat kecamatan untuk mengatasi masalah
permodalan. Para pengrajin umumnya memiliki modal yang terbatas dan kurang
mampu jika mau membuka usaha. Modal usaha yang dibutuhkan para pengrajin,
jumlahnya berbeda-beda sesuai besar kecilnya usaha yang mereka jalankan. Para
pengrajin yang meminjam modal harus disertai dengan anjungan.40
Pada tahun 1997, Chitaru Kawasaki datang ke Desa Melikan untuk
meneliti teknik perbot miring. Ia adalah seorang profesor dari Kyoto Seika
University, Jepang. Chitaru Kawasaki turut berperan dalam melestarikan budaya
putar miring melalui pembangunan laboratorium, atas bantuan kedutaan Jepang di
Jakarta. Laboratorium tersebut bernama Gedung Pusat Keramik Putaran Miring
39 Wawancara dengan Suranto tanggal 26 Februari 2015.40 Wawancara dengan Sariyono tanggal 4 Maret 2015. Ia mengungkapkan,
meminjam modal sebesar Rp. 5.000.000,- untuk mengelola industri kerajinangerabah miliknya.
58
dan diresmikan pada tanggal 14 April 2005.41 Di samping itu, Chitaru Kawasaki
juga melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada para pengrajin, khususnya
pengrajin muda. Ia juga mengenalkan hasil karyanya yang ia pelajari bersama
para pengrajin, dengan cara mengikuti pameran-pameran.42
Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan selalu menunjukkan
peningkatan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Para pengrajin selalu
berusaha mempertahankan dan memperbaiki kualitas gerabah, baik mengenai
bentuk, presisi ukuran, warna, dan bahkan kekuatan gerabahnya. Mereka juga
mengendalikan kualitas produksi, dari proses awal sampai proses akhir agar
kualitas produksi tetap terjamin. Hal tersebut dilakukan agar gerabah khas
Melikan tetap menarik minat masyarakat, baik lokal maupun asing.
1. Pengrajin Gerabah
Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan berkembang beriringan dengan
jumlah pengrajinnya yang juga meningkat. Berdasarkan penuturan masyarakat
setempat, jumlah pengrajin yang ada di Desa Melikan dipastikan setiap tahun
bertambah. Hanya saja, data mengenai jumlah pengrajin tahun 1990-an terbatas.
Berdasarkan daftar sentra industri kecil dan menengah Dinas Perindagkop
dan UMKM Klaten, pada tahun 2000 jumlah pengrajin gerabah di Desa Melikan
berjumlah 178 orang, tahun 2001 berjumlah 184 orang, tahun 2002 berjumlah 196
orang, tahun 2003 berjumlah 204 orang, tahun 2004 berjumlah 211 orang, tahun
41 Wawancara dengan Harno tanggal 9 September 2015.42 Wawancara dengan Sumilih tanggal 9 September 2015.
59
2005 dan 2006 masing-masing berjumlah 218 orang dan 224 orang.43 Data
tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah pengrajin sebesar dua
sampai enam persen, yaitu sekitar enam sampai dua belas orang.
Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan terjalin hubungan saling
ketergantungan antara pengrajin dengan buruh pengrajin, yaitu orang-orang yang
bekerja pada pemilik industri kerajinan gerabah. Penggunaan buruh biasanya
dilakukan oleh pengrajin yang sukses mengelola usahanya atau biasa yang disebut
sebagai pengusaha. Mereka umumnya menyewa buruh yang masih muda dan
produktif. Namun, industri kerajinan gerabah yang dikelola sendiri bersama
anggota keluarga biasanya istri dan anak-anaknya ikut membantu dalam proses
produksi. Sedangkan pengrajin yang mempunyai usaha sudah besar, pada
umumnya anggota keluarga hanya ikut membantu dalam hal pemasaran dan
proses produksi tetap dikerjakan oleh buruh pengrajin.
Para pengrajin kebanyakan mempekerjakan orang-orang dari Desa
Melikan sendiri dan sebagian lainnya dari desa sekitar. Sebagian besar buruh yang
bekerja masih muda, terutama mereka yang mampu membuat desain dengan
tingkat kerumitan agak tinggi. Penggunaan buruh yang berasal dari luar desa
dibutuhkan pelatihan khusus sampai mempunyai keterampilan membuat gerabah.
Pelatihan tersebut dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman dan belum
terampil dalam membuat gerabah. Sistem upah yang berlaku pada industri
kerajinan gerabah di Desa Melikan adalah upah harian dan upah borongan. Akan
tetapi, mereka lebih memilih bekerja dengan sistem upah harian. Upah harian
43 Daftar Sentra Industri Kecil dan Menengah Kabupaten Klaten Tahun2000-2006.
60
tersebut berkisar antara Rp. 17.000-30.000,- per hari sesuai dengan keterampilan
dan pengalaman yang dimiliki masing-masing. Buruh pengrajin yang bertugas
pada tahap finishing biasanya dibayar Rp. 17.000-20.000,-44 Sedangkan, buruh
pengrajin yang bertugas membakar dan pengepakan gerabah yang akan
dipasarkan dibayar Rp. 30.000,-.45
Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan bagi sebagian besar
masyarakatnya sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial, ekonomi dan budaya
setempat. Pengrajin bersama masyarakat desa merupakan pelaku utama dalam
meneruskan usaha turun-temurun agar tetap terjaga, sekaligus
mengembangkannya. Oleh karena itu, upaya masyarakat Desa Melikan bersama
perangkat desa melakukan penyuluhan guna regenerasi pengrajin. Namun
demikian, pendapatan dari kerajinan gerabah yang tidak terlalu besar membuat
pekerjaan membuat gerabah bagi generasi muda menjadi pilihan terakhir.
Sebagian besar pemuda lebih memilih untuk merantau. Sementara itu, perempuan
ada sedikitnya yang memilih menjadi pengrajin karena meneruskan usaha orang
tuanya.46
2. Jenis Produksi
Di Desa Melikan terjadi kecenderungan perkembangan gerabah tradisional
menjadi kerajinan keramik. Perkembangan produksi kerajinan gerabah sangat
beragam, baik jenisnya, ukurannya, bentuk dan warnanya. Jenis gerabah yang
dihasilkan pun tidak lagi bersifat fungsional saja, melainkan sudah masuk sebagai
44 Wawancara dengan Jumiati, Pujiati, dan Iswanti tanggal 1 Juli 2015.45 Wawancara dengan Suwardi tanggal 1 Juli 2015.46 Wawancara dengan Ana tanggal 29 September 2016.
61
kebutuhan dekoratif. Perkembangan tersebut umumnya disertai dengan bentuk
usaha dari industri rumah tangga menjadi industri kecil. Meskipun perkembangan
gerabah di Desa Melikan sudah memasuki produk kerajinan keramik dan produk
gerabahnya yang inovatif, bukan berarti tidak ada pengrajin gerabah tradisional.
Mereka masih setia dengan peralatan sederhana untuk membuat berbagai jenis
gerabah tradisional.
Industri kerajinan gerabah di Desa Melikan terbagi menjadi kerajinan
gerabah tradisional dan kerajinan keramik. Pengrajin yang sudah lama menekuni
gerabah, terutama para pengrajin yang sudah tua masih tetap membuat gerabah
tradisional, seperti kendhi, celengan, anglo, jembangan dan wajan. Pengrajin yang
memproduksi kerajinan keramik sebagai barang hias, baik untuk hiasan di dalam
ruangan atau pun hiasan di luar ruangan umumnya pengrajin muda. Mereka
membuat kerajinan keramik dengan jenis produksi yang bermacam-macam
dengan motif yang sudah berkembang di antaranya berbagai macam souvenir
gerabah, vas bunga, pot, jembangan air, dan guci.47
47 Wawancara dengan Wagimin tanggal 3 Juli 2015.
62
Gambar. 15Berbagai macam souvenir gerabah dan vas bunga buatan pengrajin Desa Melikan
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
Gambar. 16Desain jembangan air buatan pengrajin Desa Melikan yang diproduksi mulai
tahun 2000.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
Kerajinan keramik buatan Desa Melikan sebagai barang hias sangat
menarik karena memiliki karya seni tinggi. Para pengrajin yang masih muda dan
kreatif mampu membuat kerajinan keramik yang beraneka ragam jenis dan
63
bentuknya. Kerajinan gerabah tradisional sendiri juga tidak tergeser dengan
kerajinan keramik yang mampu bersaing karena keunggulan-keunggulannya.
Namun demikian, para pengrajin, baik muda maupun tua mampu bekerjasama
dengan saling menguntungkan. Kerjasama ini khususnya pada segi pengerjaannya
sedangkan usaha pemasarannya masing-masing memiliki jalur tersendiri. Gerabah
tradisional tetap dikerjakan sebagai usaha rumah tangga, sedangkan gerabah hias
sudah dikerjakan dalam bentuk industri kecil.
64
Tabel. 2
Daftar Harga Gerabah Tahun 1996-2006
JenisGerabah
Harga (Rupiah)/Tahun
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Kendi Kecil 300 400 500 600 650 800 950 1150 1400 1700 2100
Kendi Sedang 350 450 550 650 800 1000 1300 1600 2000 2500 3100
Kendi Besar 450 500 600 900 1300 1800 2500 3100 3400 3850 4000
Kendi Gepeng 500 700 1000 1400 1500 1850 2300 2850 3550 4400 5450
Kendi Jamu air 800 1000 1300 1600 2000 2500 3100 4000 5000 6000 7500
Anglo Kecil 300 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800 2200 2700
Anglo Sedang 400 600 700 850 1000 1300 1600 2000 2500 3100 3850
Anglo Besar 600 800 1250 1500 1600 1800 2300 2850 3350 4400 4850
Anglo Kotak 400 500 650 800 1.000 1200 1450 1800 2200 2750 3400
Celengan 150 150 200 200 250 300 350 400 450 550 650
CelenganWaloh
200 250 300 400 450 500 550 600 750 800 850
Kendil 400 450 550 650 800 950 1150 1400 1700 2100 2600
Panci Kecil 400 450 550 650 800 950 1150 1400 1700 2100 2600
64
43
65
JenisGerabah
Harga (Rupiah)/Tahun
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Panci Sedang 500 650 800 1000 1250 1550 1900 2350 2900 3600 4550
Panci Besar 650 800 1200 1500 1850 2300 2850 3550 4400 5450 6800
Kwali Kecil 50 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650
Kwali Sedang 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800
Kwali Besar 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800 950
Wajan Kecil 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800 2200 2750 3400
Wajan Sedang 550 650 800 1000 1500 1800 2300 2800 3500 4400 5450
Wajan Besar 800 1000 1300 1500 2000 2500 3100 3850 4800 6000 7450
Piring 200 250 300 350 400 450 550 650 800 950 1150
Piring Bulat 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3100 3850 4800
Piring Kotak 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800 2200 2750 3400
Piring DaunPepaya
800 1000 1200 1500 1850 2300 2850 3550 4400 5450 6800
Piring DaunPisang
500 600 700 850 1100 1300 1500 2000 2300 2800 3400
Piring Pincuk - - - - 800 1000 1200 1450 1800 2200 2750
Set Poci 800 950 1150 1400 1700 2100 2600 3200 4000 5000 6000
Set Cobek - - - 2600 3200 4000 5000 6300 7800 9800 12200
43
65
43
66
Sumber: Wawancara beberapa pengrajin gerabah di Desa Melikan.
VJenisGerabah
Harga (Rupiah)/Tahun
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
MangkokTutup
200 250 350 400 500 650 800 1000 1200 1450 1800
Mangkok 200 250 300 350 400 500 00 750 900 1200 1500
Mangkok Oval 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3100 3850 5950
MangkokDaun
400 500 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3850
GentongDawet
600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3100 3850 5950
Pot 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800
Pot Bambu 400 500 600 700 850 1050 1300 1600 2000 2500 3850
Jembangan - - - - 2500 3950 4900 6000 8000 10000 12500
Vas Bunga 100 150 200 250 300 350 400 450 550 650 800
Poci 400 500 600 700 850 1050 1300 1600 1950 2400 3000
Anglo Srabi 300 350 400 450 550 650 800 1000 1200 1450 1800
66
43
67
Di samping bervariasi produknya, setiap pengrajin dalam menentukan harga
gerabahnya berbeda-beda. Variasi harga gerabah tergantung kepada tingkat
kualitas dalam produksi dan kualitas bahan baku yang digunakan. Selain itu,
pengrajin dalam menaikkan harganya pun juga berbeda. Ada pengrajin yang
menaikkan harga setiap enam bulan sekali, ada pula pengrajin yang menaikkan
harga mengikuti kenaikan BBM. Meskipun demikian, harga produksi kerajinan
gerabah di Desa Melikan mampu bersaing.48
3. Pemasaran Gerabah
Desa Melikan dikenal sebagai salah satu daerah sentra gerabah di
Kecamatan Wedi. Permintaan masyarakat terhadap gerabah buatan Desa Melikan
yang cukup besar berdampak pada wilayah pemasaran yang semakin luas. Di
samping itu, minat wisatawan asing terhadap gerabah pun juga tetap ada, baik
yang langsung datang membeli maupun pengiriman melalui tangan kedua atau
ketiga.
Para pengrajin melakukan sistem pemasaran yang pada umumnya masih
sama, yaitu melalui pengepul, tengkulak, dan diantar ke pasar-pasar. Selain itu,
mereka juga menjual gerabahnya ke showroom pengrajin dan showroom luar kota.
Pemilik showroom gerabah meminta pengrajin untuk membuat gerabah dengan
jumlah tertentu. Setelah itu, pengrajin mulai menyetorkan pemesanan gerabah
langsung ke showroom pengrajin atau luar kota. Para pengrajin juga ada yang
menjual sisa hasil kerajinan yang kurang laku ke showroom yang ada di sepanjang
jalan Desa Melikan. Para pengrajin juga melakukan sistem pemesanan, baik oleh
48 Wawancara dengan Sumilih tanggal 9 September 2015.
68
brooker maupun eksportir. Namun, sebenarnya pemesanan gerabah yang
menguntungkan, baik pemesanan dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar
tetap bisa.49
Tempat pemasaran untuk gerabah tradisional seperti alat-alat rumah tangga
biasanya adalah di daerah Klaten, Jogja, Solo, dan Semarang, sedangkan kerajinan
gerabah sebagai barang hias dipasarkan di toko-toko besar di luar kota dan
sebagian lainnya dipasarka ke luar negeri, seperti Australia, Belanda, dan Kanada.
Salah satu industri kerajinan gerabah yang cukup berhasil dan terkenal adalah
industri milik Triyanto. Ia pernah menjual gerabah mencapai tiga kontainer ke
luar negeri.50
C. Proses Pembuatan Gerabah di Desa Melikan
Desa Melikan memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan subur. Lahan
pertanian di daerah ini memiliki karakteristik tanah liat yang bagus untuk
membuat gerabah. Tanah liat merupakan salah satu bahan baku yang digunakan
para pengrajin dalam pembuatan gerabah. Oleh karena itu, awal proses membuat
gerabah yaitu menyediakan tanah liat yang siap pakai (lempung).
Para pengrajin memanfaatkan lahan pertanian sebagai sumber bahan baku
pembuatan gerabah. Mereka biasanya menyebut tempat tersebut dengan tanah kas
desa. Pemanfaatan tanah kas desa sebagai sumber bahan baku memunculkan
dilema bagi para pengrajin. Sebagian besar pengrajin dalam mengambil tanah liat
secara tidak langsung akan berdampak pada kelestarian lingkungan alam sekitar
49 Wawancara dengan Harjono dan Mantarejo tanggal 26 Februari 2015.50 Wawancara dengan Harno tanggal 9 September 2015.
69
desa. Sementara itu, potensi yang dimiliki Desa Melikan adalah pada industri
kerajinan gerabahnya yang sumber bahan bakunya berasal dari lingkungan alam
di sekitar desa. Oleh karena itu, upaya pemerintah daerah Klaten melalui
Disperindagkop selalu melakukan penyuluhan guna mencari jalan keluar terkait
permasalahan yang muncul. Pemerintah daerah Klaten dan masyarakat pengrajin
tentunya selalu bekerjasama guna industri kerajinan gerabah di Desa Melikan
tetap bertahan dan berkembang.
Para pengrajin mengambil tanah dari tanah kas desa sebenarnya tidak ada
sistem pembelian. Namun, mereka harus membayar orang-orang yang
dipekerjakan untuk mengambil tanah, umumnya dari kaum laki-laki. Mereka
memikul dengan menggunakan sebuah keranjang yang kemudian dimasukkan ke
dalam gerobak. Para pengrajin biasanya membayar buruh pengrajin sebesar Rp.
15.000 untuk satu gerobak tanah hitam dan Rp. 20.000 untuk satu gerobak tanah
merah. Sedangkan pembelian tanah merah di luar desa biasanya pengrajin
membeli sebesar Rp. 150.000 untuk satu colt.
Gambar. 17Tempat mengambil bahan baku pembuatan gerabah dan tampak dua orang yang
sedang mengambil tanah liat.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
70
Proses pembuatan gerabah di Desa Melikan dari awal keberadaan tidak
terlalu mengalami perubahan yang mendasar. Para pengrajin dalam memproduksi
gerabah selalu melalui tiga tahap, yaitu tanah liat dibentuk sesuai dengan
keinginan, kemudian dikeringkan dan masuk pada proses pembakaran agar
gerabah tersebut kuat. Untuk lebih jelasnya, berikut tahap-tahap proses pembuatan
gerabah:51
1. Pengolahan Tanah sebagai Bahan Dasar
Pada mulanya, tanah yang akan dibuat menjadi gerabah harus digemblong
atau diuli agar menjadi plastis dan pulen. Tujuan digemblong ini untuk
menghilangkan kantong udara di dalam struktur tanah liat. Pengrajin gerabah
Melikan mencampurkan tanah dengan pasir dan air. Mereka mengambil pasir dari
sungai yang ada di Desa tersebut, yaitu Sungai Ujung. Selanjutnya, tanah, pasir,
dan air yang sudah tercampur merata kemudian pengrajin menginjak-injak tanah
sampai menjadi plastis. Proses gemblong biasanya dilakukan kaum laki-laki
dalam jumlah banyak.
Pemerintah mulai memperhatikan kesulitan para pengrajin gerabah di Desa
Melikan dalam proses pengolahan tanah. Pemerintah menyediakan mesin
penggiling tanah yang biasa disebut molen. Molen tersebut membantu pengrajin
dalam proses memecah, mencampur, dan meratakan besaran struktur tanah. Selain
itu, mereka juga dapat nguli tanah dalam jumlah besar. Molen ini menjadi alat
produksi bersama.
51 Wawancara dengan Wagimin tanggal 16 Juni 2015.
71
Gambar. 18Proses menggiling tanah liat dengan molen.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
Tanah yang sudah menjadi plastis tersebut kemudian disimpan agar
keelastisannya terjaga. Para pengrajin biasanya menyimpan di sudut-sudut ruang
bengkel yang jauh dari sinar matahari. Selain itu, mereka juga menyiramkan
sedikit air secara merata setiap hari dan menutupinya dengan kantong plastik. Hal
tersebut dilakukan agar kondisi tanah tetap baik dan siap pakai untuk pembuatan
gerabah berikutnya.
Kebutuhan bahan baku yang diperlukan para pengrajin setiap bulannya
tidak dapat ditentukan, karena mareka dalam mengolah bahan baku sangat
tergantung dengan banyak sedikitnya pesanan. Apabila mereka mendapatkan
pesanan dalam jumlah banyak, maka kebutuhan bahan baku juga banyak,
sebaliknya apabila pesanan sedikit, kebutuhan bahan baku juga sedikit. Meskipun
demikian, pengrajin biasanya menghabiskan bahan baku dalam waktu 3 bulan.52
52 Wawancara dengan Budi tanggal 9 September 2015.
72
Gambar. 19Bahan baku tanah liat yang ditutup menggunakan kantong plastik agar tetap
lembab.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015)
2. Pembentukkan Gerabah
Pada proses pembentukan awal, pengrajin memijit, menekan atau meninju
tanah liat berupa adonan yang berbentuk bulatan sampai bentuk dasar tercipta.
Setelah itu, pengrajin menaruh tanah liat di tengah perbot berdasarkan ukuran
gerabah yang akan dibuat. Tahap berikutnya, pengrajin mulai membuat gerabah
dengan keterampilannya memutar perbot. Selama proses pembentukan gerabah
tersebut, pengrajin selalu menggunakan air untuk melicinkan gerabah saat diputar.
73
Gambar. 20Pengrajin sedang membuat cangkir
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 9 September 2015).
Proses pembentukan gerabah dengan menggunakan perbot miring dan
perbot tegak tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada jenis dan ukuran
gerabahnya. Namun, perbot tegak mempunyai kelebihan dalam hal menghasilkan
gerabah berukuran besar dan bervariasi. Jenis gerabah berupa pot teratai besar
merupakan salah satu contoh pembuatan dengan perbot tegak.53
3. Finishing
Finishing adalah tahap akhir dalam pembuatan gerabah. Tujuan finishing
yang dilakukan pengrajin untuk menyempurnakan bentuk gerabah. Penambahan
material dan pengurangan bagian gerabah yang kurang sempurna merupakan
bagian dari finishing. Beberapa alat yang digunakan pengrajin dalam finishing
adalah upam dan oker, serta daun munggur.
53 Wawancara dengan Warsidi tanggal 4 Maret 2015.
74
a. Upam dan Oker
Pengrajin melakukan penghalusan pada gerabah yang sudah dikeringkan.
Mereka biasanya menghaluskan gerabah dengan bekas kaleng cat dan bekas infus
yang sudah dipotong dan dibentuk segi empat. Alat tersebut kemudian digosokkan
pada bagian gerabah yang kurang sempurna. Proses ini dikenal dengan teknik
upam.
Gambar. 21Buruh pengrajin sedang menghaluskan cangkir atau teknik upam.Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015).
Gerabah yang sudah halus kemudian dipoles dengan oker. Pemolesannya
ke seluruh bagian gerabah. Pemolesan oker tersebut akan berhubungan dengan
pengasapan daun munggur dalam proses pembakaran. Setelah oker pada gerabah
kering kemudian dihaluskan dengan digosok menggunakan sejenis serat nylon
atau kain kelambu. Proses penggosokkan tersebut dikenal sebagai nglambu.
75
Tahap berikutnya, pengrajin mulai menggosok lagi menggunakan logam sampai
mengkilat.
b. Daun Munggur
Pengrajin menggunakan daun munggur ketika masuk proses pembakaran.
Mereka mulai meletakkan daun munggur di mulut api ketika kayu bakar habis
menjadi bara. Efek panas bara tersebut menyebabkan daun munggur
mengeluarkan asap. Proses pengasapan ini berlangsung antara tiga sampai lima
jam. Pengasapan daun munggur tersebut memberikan efek warna coklat
mengkilat.
Gambar. 22Daun munggur.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015).
Daun munggur tersebut bisa didapatkan di sekitar Desa Melikan atau
dengan membelinya ke pedagang keliling. Pengrajin biasanya membeli dengan
76
harga Rp. 7.000 untuk satu kering kecil, dan Rp. 15.000 untuk satu karung
besar.54
4. Pengeringan Gerabah
Para pengrajin gerabah dalam mengeringkan gerabahnya mengenal dua
cara, yaitu pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan secara
langsung adalah dengan cara menjemur calon gerabah di bawah terik panas sinar
matahari. Para pengrajin biasanya menjemur gerabah di tempat terbuka seperti di
halaman rumah dan pinggir jalan. Pengeringan secara tidak langsung adalah
dengan hanya mengangin-anginkan calon gerabah di sudut-sudut rumah. Cara ini
biasanya dilakukan ketika memasuki musim hujan. Proses pengeringan tersebut
bertujuan untuk menghasilkan calon gerabah dalam kondisi kuat dan siap bakar.
Para pengrajin gerabah di Desa Melikan selalu melakukan pengeringan
secara langsung. Mereka menilai menjemur calon gerabah di bawah sinar
matahari lebih cepat kering. Para pengrajin biasanya membutuhkan waktu tiga
hari untuk penjemuran gerabah berukuran kecil. Gerabah berukuran besar
tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu antara lima sampai enam
hari.55
54 Wawancara dengan Juwari tanggal 6 September 2015.55 Wawancara dengan Sariyono tanggal 16 Juni 2015.
77
Gambar. 23Pengrajin sedang menjemur calon gerabah di bawah terik sinar matahari.
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 6 September 2015)
Para pengrajin dalam mengeringkan calon gerabah juga tidak selalu
memanfaatkan sinar matahari, terutama pada musim hujan. Mereka
memanfaatkan sudut-sudut rumah sebagai tempat penjemuran calon gerabah.
Proses pengeringan ini tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu lebih
dari satu minggu.56
5. Pembakaran Gerabah
Gerabah yang sudah kering dan selesai di finishing, maka gerabah mulai
masuk proses pembakaran. Para pengrajin menggunakan beberapa macam model
tungku bakar, yaitu tungku tradisional dan tungku kotak. Namun, sebagian besar
pengrajin menggunakan tungku tradisional. Tungku tradisional ini berbentuk
silindris seperti sumur dengan diameter sekitar 2 meter. Bahan bakar yang
56 Wawancara dengan Rubinem tanggal 11 Agustus 2015.
78
digunakan adalah daun-daun kering (uwoh), jerami, dan kayu yang dapat
diperoleh di sekitar desa.57
Gerabah yang akan dibakar, diletakkan ke dalam tungku bakar sampai
penuh dan tersusun rapi. Setelah tungku penuh kemudian bagian atasnya ditutup
menggunakan genting. Hal ini bertujuan agar api di dalam tungku bakar berputar
sempurna. Proses pembakaran menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar
utama. Suhu pembakarannya berkisar antara 8000 sampai 8500 celcius.58
Gambar. 24Proses membakar gerabah
Sumber: Koleksi pribadi (foto diambil tanggal 16 Juni 2015)
Pengrajin gerabah di Desa Melikan mengenal tiga proses secara berurutan,
yaitu ngintiri, nyugoni, dan ngitem. Ngintiri adalah proses pembakaran yang
dimulai dengan menyalakan api kecil. Proses ngintiri berlangsung selama delapan
57 Wawancara dengan Suharno tanggal 24 Februari 2015.58 Wawancara dengan Harno tanggal 16 Juni 2015.
79
jam dan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada masing-masing gerabah.59
Setelah proses ngintiri selesai, kemudian dilanjutkan dengan nyugoni. Pengrajin
mulai menambah kayu berukuran kecil secara bertahap agar api nyalanya merata.
Proses ini biasanya berlangsung selama tiga jam. Apabila gerabah yang ada di
dalam tungku sudah berwarna merah menyala dan kayu menjadi bara, maka
proses pembakaran selesai. Selanjutnya, pengrajin mulai melakukan proses
pengasapan atau ngitemi. Pengasapan dilakukan dengan cara memasukkan daun
munggur ke mulut api dan berlangsung sekitar tiga jam.60
Demikianlah pembahasan tentang perkembangan industri kerajinan
gerabah di Desa Melikan, yang diwariskan secara turun-temurun lewat pendidikan
non-formal di lingkungan keluarga, baik mengenai bentuk maupun teknik
pembuatannya.
59 Wawancara dengan Sugiman tanggal 7 September 2015.60 Wawancara dengan Ngadiman tanggal 6 September 2015.