Upload
trinhngoc
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
37
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI
MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI
3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro
Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan kewajiban dan
hak penanggung dan tertanggung yang berkaitan dengan perjanjian asuransi
tersebut.39
Kewajiban dan hak tersebut wajib dipatuhi oleh penanggung dan
tertanggung agar tidak terjadi perselisihan mengenai asuransi yang diperjanjikan
dan perjanjian asuransi dapat terlaksana dengan baik berkaitan dengan asas itikad
baik. Pengertian penanggung secara umum adalah pihak yang menerima
pengalihan risiko dengan mendapat premi dan memberikan ganti rugi ketika
terjadi peristiwa yang dipertanggungkan yang menimbulkan kerugian bagi
tertanggung. Sedangkan pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang
mengalihkan risikonya kepada perusahaan asuransi dengan membayar premi
sesuai kesepakatan. Dalam asuransi mikro kewajiban dan hak penanggung dan
tertanggung tidak berbeda dengan asuransi pada umumnya, yaitu
1. Kewajiban tertanggung adalah :
a. Membayar premi kepada penanggung, sesuai pasal 1338 ayat 3 BW
b. Memberikan keterangan yang sesuai kepada penanggung mengenai
objek yang diasuransikan, sesuai Pasal 251 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang; dan
39
H.Man Suparman, Op.Cit, h.20
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
38
c. Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan
kerugian terhadap objek yang diasuransikan dapat dihindari, jika
terbukti oleh penanggung bahwa tertanggung tidak berusaha untuk
mencegah terjadinya peristiwa tersebut maka dapat menjadi salah satu
alasan penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian dan
bahkan bisa sebaliknya yaitu menuntut ganti kerugian kepada
tertanggung, sesuai pasal 283 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
2. Hak tertanggung adalah:
a. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung, sesuai pasal 259
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
b. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung, sesuai pasal
260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
c. Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena lalai
menandatangani dan menyerahkan polis yang menimbulkan kerugian
bagi tertanggung, sesuai pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang;
d. Mengadakan solvabiliteit verzekering apabila tertanggung meragukan
kemampuan penanggung dan harus secara tegas tertanggung hanya
akan mendapat ganti kerugian dari satu penanggung saja, sesuai pasal
280 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
e. Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian jika
perjanjian asuransi batal atau gugur, dengan ketentuan apabila
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
39
tertanggung beritikad baik, sesuai pasal 281 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang; dan
f. Menuntut ganti kerugian kepada penanggung apabila peristiwa yang
diperjanjikan dalam polis terjadi.
3. Kewajiban penanggung adalah:
a. Memberikan ganti kerugian kepada tertanggung jika peristiwa yang
diperjanjikan terjadi, kecuali terdapat hal yang dapat menjadi alasan
untuk membebaskan dari kewajiban tersebut;
b. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung, sesuai
pasal 259,260 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
c. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau
gugur dengan syarat penanggung belum menanggung risiko sebagian
atau seluruhnya, sesuai pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang; dan
d. Dalam asuransi kebakaran maka penanggung juka harus mengganti
biaya yang diperlukan untuk membangun kembali jika diperjanjikan
dalam asuransi, sesuai pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang.
4. Hak penanggung adalah:
a. Menuntut pembayaran premi sesuai dengan perjanjian kepada
tertanggung;
b. Meminta keterangan kepada tertanggung yang benar, sesuai, dan
lengkap berkaitan dengan objek yang diasuransikan;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
40
c. Memiliki premi dan menuntutnya ketika peristiwa yang diperjanjikan
terjadi oleh kesalahan tertanggung sendiri, sesuai pasal 276 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang;
d. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau
gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang yang dilakukan
tertanggung, sesuai pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
dan
e. Melakukan asuransi kembali (Reinsurance) kepada penanggung yang
lain dengan maksud membagi risiko yang dihadapinya, sesuai pasal
271 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3.2 Perlindungan Hukum bagi Tertanggung dalam Asuransi Mikro
Dalam perjanjian asuransi, para pihak diperbolehkan mengatur sendiri
kepentingan mereka dalam perjanjian antara tertanggung dan penanggung dan
perjanjian tersebut secara sah berlaku sebagai undang-undang yang biasa disebut
dengan asas pacta sunt servanda. Jika ada hal yang tidak diatur dalam perjanjian
asuransi maka mengenai hal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Dalam
asuransi mikro, perjanjian asuransi diterbitkan dalam bentuk polis. Polis yang
dibuat tersebut tidak dapat dilepaskan dari perikatan yang dibuat diantara kedua
belah pihak yaitu tertanggung dan penanggung. Dalam perjanjian asuransi
tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu:40
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
40
Pasal 1320 BW
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
41
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang diperbolehkan.
Dalam perjanjian asuransi mikro, pihak tertanggung berhak mendapat informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,
hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3821) dimana mengenai hal tersebut juga diatur dalam pasal
pasal 31 ayat (2) Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618).
Terkait dengan perlindungan tertanggung sebagai pemegang polis ada
beberapa ketentuan yang mengaturnya, yaitu:
1. Berdasarkan Pasal 1320 BW yang mengatur tentang syarat sahnya
perjanjian maka memberikan konsekuensi bahwa para pihak dalam
membuat perjanjian asuransi didasarkan bahwa kesepakatan kedua belah
pihak tidak diakibatkan karena adanya tekanan atau paksaan (dwang),
penipuan (bedrog), atau kekhilafan (dwaling) dari pihak lainnya. Jika
syarat tersebut tidak terpenuhi dalam pembentukan perjanjian maka akan
mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Tertanggung dalam
hal ini dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian asuransi ke
pengadilan dan jika perjanjian asurans tersebut dinyatakan batal baik
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
42
sebagian atau seluruhnya maka tertanggung atau pemegang polis yang
didasari pada itikad baik berhak menuntut pengembalian premi yang telah
dibayarkan.
2. Berdasarkan pasal 1266 BW diatur bahwa syarat batal dianggap selalu
dicantumkan dalam perjanjian timbal balik jika salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya. Bagi tertanggung atau pemegang polis harus
diperhatikan mengenai waktu pembayaran premi, meskipun hal tersebut
tidak dapat menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya tetapi harus
dimintakan pembatalan kepada hakim.
3. Dalam pasal 1267 BW juga diatur tentang penanggung yang memiliki
kewajiban memberikan ganti rugi terhadap tertanggung pada kenyataannya
ingkar janji maka tertanggung berhak menuntut penggantian biaya,ganti
rugi, dan bunga.
4. Pasal 1365 BW melindungi tertanggung dengan dapat menuntut
penanggung dengan membuktikan bahwa penanggung telah melakukan
perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung.
5. Dalam pasal 19 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)
memberikan perlindungan hukum kepada tertanggung dengan menetapkan
bahwa perusahaan asuransi bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerugian yang diderita pemegang polis. Hal di atas dapat tidak berlaku jika
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
43
ternyata perusahaan asuransi dapat membuktikan bahwa kerugian yang
diderita pemegang polis merupakan kesalahan dari tertanggung itu sendiri.
6. Dalam pasal 23 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821) juga diatur
mengenai perlindungan bagi tertanggung dengan mengatur hak untuk
menggugat pelaku usaha atau penanggung yang menolak, dan/atau tidak
memberi tanggapan, dan/atau tdak memenuhi ganti rugi atas tuntutan
tertanggung yang dimaksud dalam Pasal 19, baik melalui badan
penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di
tempat kedudukan tertanggung.
3.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh bagi Penanggung dalam Hal
Pembayaran Ganti Rugi pada Tertanggung ketika Terjadi Peristiwa Tidak
Pasti
Dalam asuransi mikro terdapat karakteristik yang membedakan dengan
asuransi pada umumnya yaitu ekonomis. Hal ini dimaksudkan agar asuransi mikro
dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Contohnya seperti
asuransi mikro demam berdarah milik ACA Asuransi yang terdiri dari beberapa
pilihan premi yaitu41
:
1. Dengan premi Rp 10.000,00 (Sepuluh ribu rupiah) dengan masa
pertanggungan selama 3 bulan dengan nilai santunan senilai Rp
1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah);
41
www.aca.co.id, diakses pada 25 Juli 2015
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
44
2. Premi Rp 25.000,00 (Dua puluh lima ribu rupiah) dengan masa
pertanggungan selama 12 bulan dengan nilai santunan sebesar Rp
1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah); dan
3. Premi Rp 50.000 (Lima puluh ribu rupiah) dengan masa pertanggungan
selama 12 bulan dengan nilai santunan senilai Rp 2.000.000,00 (Dua juta
rupiah).
Dalam asuransi mikro demam berdarah di atas peserta asuransi membeli asuransi
dengan bentuk voucher sekali pakai. Sehingga ketika masa pertanggungan habis
tertanggung dapat memutuskan untuk berhenti atau membeli lagi voucher yang
baru. Setiap peserta asuransi mikro demam berdarah ACA Asuransi
diperbolehkan membeli lebih dari satu voucher asuransi demam berdarah hingga
maksimum santunan mencapain Rp 10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah). Dalam
asuransi mikro demam berdarah milik ACA maka peserta asuransi wajib
mengaktifkan PIN yang tercetak pada kartu peserta asuransi dengan mengirim
SMS agar supaya kartu asuransi tersebut aktif dan akan dikonfirmasi oleh ACA
Asuransi tentang mulai berlakunya asuransi demam berdarah sejak 15 hari setelah
PIN diaktifkan. Setelah peserta menerima konfirmasi maka sejak saat itulah
peserta dilindungi oleh asuransi demam berdarah ACA. Asuransi mikro juga
memiliki karakteristik segera, yang dimaksud segera dalam hal ini adalah
pembayaran klaim asuransi. Proses pembayaran klaim asuransi mikro tidak lebih
dari 10 hari sejak perusahaan asuransi menerima dokumen klaim yang
dipersyaratkan secara lengkap. Proses klaim dalam asuransi demam berdarah
ACA adalah dengan melaporkan klaim melalui SMS ke nomor yang telah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
45
ditentukan atau menghubungi Hotline ACA dengan sekaligus menyiapkan 3 jenis
dokumen klaim yaitu:
1. Surat keterangan dokter yang menyatakan peserta asuransi terdiagnosa
demam berdarah;
2. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan nilai trombosit berada
pada level di bawah 100.000 sel per mm3; dan
3. Bukti identitas diri seperti KTP atau Kartu Keluarga.
Perusahaan asuransi ACA akan membayarkan klaim jika peserta asuransi
dinyatakan terkena penyakit demam berdarah dan nilai trombositnya berada pada
level di bawah 100.000 sel per mm3.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam hal pembayaran ganti rugi oleh
penanggung terdiri dari beberapa hal, seperti:
1. Apakah klaim yang diajukan tertanggung juga termasuk yang dicover
dalam asuransi
2. Apakah klaim yang diajukan benar-benar dapat diverifikasi kebenarannya
3. Apakah klaim yang diajukan masih dalam batas waktu asuransi
Hal-hal diatas merupakan contoh faktor-faktor yang diperhatikan pihak
penanggung dalam hal pembayaran ganti rugi kepada tertanggung. Dalam
pembayaran ganti rugi lama proses pembayaran ganti ruginya dikarenakan pihak
penanggung harus melakukan beberapa hal sebagai verifikasi kebenaran klaim,
yaitu:
1. Memeriksa semua dokumen klaim yang diterima secara teliti dan hati-hati;
2. Meneliti status polis dan historis pembayaran premi;
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
46
3. Mengidentifikasi tertanggung;
4. Meneliti keabsahan penerima manfaat asuransi; dan
5. Melakukan investigasi. Fungsinya agar dapat membuktikan kebenaran
pernyataan yang diberikan.
3.4 Penyelesaian Sengketa Ketika Terjadi Penolakan Klaim Asuransi
Seperti kita ketahui perjanjian asuransi terjadi kata sepakat para pihak yaitu
penanggung dan tertanggung yang bentuk akta yang disebut Polis yang diatur
dalam pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jika di kemudian hari
terjadi sengketa maka sengketa tesebut merupakan sengketa perdata. Pada
dasarnya penyelesaian sengketa antara asuransi mikro hampir sama dengan
asuransi pada umunya. Penyelesaian perselisihan pada asuransi mikro diupayakan
dengan cepat, murah, adil, dan efisien. Oleh karena itu, penyelesaian perselisihan
dapat dilakukan melalui mediasi, ajudikasi dan arbitrase, misalnya melalui BMAI
atau Basyarnas dan sedapat mungkin, penyelesaian perselisihan tidak dilakukan di
pengadilan.
Dalam perjanjian asuransi ketika terjadi sengketa penolakan pembayaran
klaim asuransi maka secara hukum sengketa tersebut adalah sengketa perdata
sehingga penyelesaian sengketa tersebut hanya dapat dilakukan di Pengadilan
Negeri, seiring berkembangnya zaman maka saat ini terdapat penyelesaian
sengketa melalui Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Penyelesaian
Sengketa Alternatif (PSA). Dalam penyelesaian sengketa dibagi menjadi 3 (tiga)
tipologi, yaitu:42
42
Sujayadi, Kuliah Penyelesaian Sengketa Alternatif, Fakultas Hukum Universitas Airlangga
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
47
1. Fasilitative process adalah negoisasi dan mediasi. Hasil yang didapat
berupa kesepakatan;
2. Evaluative process adalah fact finding (pencari fakta) dan binding opinion
(pendapat mengikat). Hasil yang didapat berupa pendapat dan
rekomendasi;
3. Adjudicative process adalah penyelesaian sengketa di Pengadilan dan
arbitrase. Hasil yang didapat berupa putusan yang mengikat.
Semua polis dalam asuransi berdasar ketentuan KMK 422/KMK.06/2003
diwajibkan mencantumkan klausula penyelesaian sengketa (dispute clause) yang
pada umumnya dicantumkan dua pilihan forum penyelesaian sengketa yaitu
pengadilan dan arbitrase.
Penyelesaian sengketa asuransi melalui arbitrase adalah salah satu cara
penyelesaian sengketa perdata yang berada diluar mekanisme peradilan. Arbitrase
ada dua yaitu arbitrase Ad Hoc yang bersifat sementara dan dibentuk oleh para
pihak yang bersengketa dan arbitrase institusi seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) yang merupakan badan arbitrase yang mempunyai jasa khusus
untuk penyelesaian sengketa. Kedua arbitrase tersebut mengacu pada Undang-
Undang No 30 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872) dan
putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak (Final and binding), dan
agar putusan bersifat kekuatan eksekutorial maka dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah putusan dibacakan harus segera didaftarkan di Pengadilan
Negeri.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
48
Dalam hal ini penyelesaian sengketa asuransi mikro diusahakan tidak sampai
ke pengadilan, oleh sebab itu ada cara penyelesaian sengketa asuransi mikro
melalui mediasi dan ajudikasi. Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi
melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini hanya sebagai mediator dan
tidak punya wewenang untuk mengambil suatu keputusan dan juga hanya sebagai
fasilitator. Untuk hal tersebut industri perasuransian mendirikan Badan Mediasi
Asuransi Indonesia (BMAI) yang khusus memediasi sengketa klaim asuransi yang
punya nilai maksimum sebesar Rp 750.000.000,00 (Tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah) pada sengketa klaim asuransi kerugian dan maksimum Rp 500.000.000,00
(Lima ratus juta rupiah) pada sengketa klaim asuransi jiwa dan sosial.43
Putusan
yang dihasilkan BMAI hanya mengikat pihak penanggung tidak tertanggung.
Mediasi melalui BMAI melalui 2 (dua) tahap yaitu tahap mediasi dan tahap
ajudikasi. Ketika sengketa klaim asuransi mikro tersebut tidak dapat diselesaikan
melalui mediasi maka pihak pemohon dapat mengajukan permohonan kepada
Ketua BMAI agar sengketa tersebut diselesaikan melalui proses ajudikasi dan
sengketa diputuskan oleh Majelis Ajudikasi yang ditunjuk oleh BMAI. Proses
penyelesaian sengketa di BMAI bertujuan untuk memberikan fasilitas yang
terbaik bagi tertanggung asuransi mikro yang memenuhi kriteria dalam
mempertahankan hak-haknya serta memahami kewajibannya terkait sengketa
yang terjadi. Pilihan untuk menyelesaikan sengketa asuransi mikro melalui BMAI
merupakan kewenangan yang diberikan kepada tertanggung bukan kepada
perusahaan asuransi. Dan sesuai dengan karakteristik asuransi mikro yang
43
Ricardo Simanjutak, “Berbagai Sengketa Hukum Yang Dapat Muncul dari Kontrak Asuransi
serta Penyelesaiannya”, Jurnal Hukum Bisnis., Jakarta, 2007, h.77
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI
49
ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, penyelesaian perselisihan
melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi di Indonesia (BMAI) tidak
dipungut biaya, hal tersebut jelas akan sangat meringankan dan membantu
tertanggung.44
44 www.bmai.or.id
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi ASURANSI MIKRO DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI PERASURANSIAN DI INDONESIA
AISYAH NIKITA PERMATA PUTRI