Upload
yohana-trichia
View
216
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien pertama laki- laki 15 th, visus kedua mata 6/15, berarti visus mata
pasien masih dalam batas normal. Mata tenang mengartikan bahwa pada pasien
tidak didapatkan mata merah atau ada kelainan dari luar, setelah dilakukan koreksi
OD dengan S -4.00 D yang berarti mata kanan dikoreksi dengan lensa spheris
minus 4.00 D yang mengindikasikan mata kanan pasien tidak dapat melihat jauh
(miopi), sehingga setelah dikoreksi visus dapat mencapai 6/6 yang berarti mata
kanan pasien dapat melihat 6 meter yang pada orang normal dapat melihat pada
jarak 6 meter. Sementara untuk mata kiri dengan kelainan miopi dan astigmastisma,
visus mencapai normal 6/6 setelah dikoreksi dengan lensa S -0.75 C -0.50 axis 90o.
Untuk penatalaksanaan miopi dan astigmastisma perlu diberikan lensa cekung
(concave) dan lensa silindris agar focus mata bias kembali lagi jatuh tepat di retina
dan penglihatan normal kembali.
Pasien kedua seorang laki – laki usia 40 th, datang dengan keluhan seperti
pasien pertama. Dari hasil pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus mata
kanan 6/6 E, artinya pasien dapat melihat suatu objek sesuai dengan jarak yang
seharusnya objek tersebut dapat terlihat, mata pasien normal (emetrop), mata
dapat dikatakan emetrop jika cahaya sejajar dari obyek jauh difokuskan di retina
sehingga semua obyek jauh dapat dilihat jelas pada keadaan otot cilliaris relaksasi
total. Keluhan penurunan visus terjadi pada mata kiri (3/60), hal ini berdasarkan
kategori penurunan tajam penglihatan yang ditetapkan oleh WHO, pasien tergolong
kategori 2 yaitu kategori rabun (visus < 6/60). Penurunan visus dapat disebabkan
beberapa kelainan, tergantung penurunan tersebut terjadi secara perlahan maupun
mendadak. Penurunan visus secara perlahan bias disebabkan karena adanya
glaucoma dan katarak, sedangkan penurunan visus mendadak bias timbul bila ada
ablasi retina dan neuritis optic. Meskipun didapatkan mata tenang dimana mata
tidak menunjukkan kelainan luar, seperti radang, pasien juga mengeluh adanya
nyeri pada bola mata. Dari keluhan sering nyeri tersebut dapat diketahui bahwa
gejala- gejala penurunan visus pasien terjadi secara perlahan dan dapat disebabkan
oleh glaucoma atau katarak. Pemeriksaan kemudian difokuskan pada mata kiri
pasien yang mengalami penurunan visus. Uji pinhole berguna untuk menentukan
apakah penurunan visus disebabkan karena adanya kelainan media refraksi atau
kelainan organic pada media penglihatan, hasil uji pinhole tidak maju
menunjukkan penurunan visus bukan disebabkan karena kelainan refraksi
melainkan karena adanya kelainan organic. Hal ini juga didukung dengan fakta
bahwa setelah dilakukan koreksi juga tidak mengalami kemajuan. Dari hasil
tersebut kemudian senior meminta untuk dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu
pemeriksaan persepsi warna, proyeksi sinar, tonometry, konfrontasi dan
reflex fundus. Hasil pemeriksaan tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
kasus pasien. Dari data – data yang ada pada scenario, kemungkinan pasien
menderita glaucoma, dimana untuk diagnosis glaucoma tekanan bola mata melalui
tonometry menunjukkan peningkatan, nilai dianggap mencurigakan bila berkisar
antara 21-25 mmHg dna dianggap patologis jika > 25mmHg, sedangkan pada
funduskopi ditemukan warna memucat bahkan dapat terjadi perdarahan papil dan
hasil pemeriksaan lapang pandang pasien menunjukkan adanya penyempitan.
Penatalaksanaan yang diberikan juga harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
penunjang.