Upload
vanquynh
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
99
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1. Paparan Data Hasil Penelitian
4.1.1. Perkembangan Ekspor Industri Karet
A. Gambaran Umum Industri Karet Alam
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa
jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan
internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae).
Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang
sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin),
sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya,
serta dandelion. Pada masa Perang Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk
mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Sekarang, getah perca dipakai
dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo manila biasa dipakai
untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara
sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan.
1) Jenis-Jenis Karet Alam
Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga
dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet
sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-
fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah
100
SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet
silikon, Urethane, dan karet EPDM (Ethilene Propilene Di Monomer).
Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea
Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet
sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk
lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan
keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama
oleh industri ban. Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis,
yakni lateks pekat, karet sit asap, karet krep dan crumb rubber.
1. Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses
pemekatan yang umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya
turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak
dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet,
balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat
dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering,
kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.
2. Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet)
dan karet krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga
dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu
menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran
tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan
dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep.
Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan
101
lembaran karet. Mutu karet akani makin tinggi bila permukaannya
makin seragam, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada
kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh.
3. Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi
teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya
tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-
sifat fisiko-kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N,
plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Crumb rubber produksi
Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber).
Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari
perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses
pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan
pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.
2) Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional
Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain :
1. Sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk
2. Sumber devisa negara dari ekspor non-migas
3. Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan
4. Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman
karet pada tahun 2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64
juta ton atau 27,3% produksi karet alam dunia (9.2 juta ton),
menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar
kedua setelah Thailand (IRSG, 2007)
102
Pada tahun 2005, karet mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58
milyar, naik menjadi US $ 3,77 milyar pad tahun 2006, menempatkan karet
sebagai komoditas penghasil devisa terbesar diantara komoditas perkebunan.
Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya
peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun
1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan devisa dari komoditi ini
pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat tajam menjadi
US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga karet
dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind,
2007).
3) Prospek Perdagangan Karet Alam
Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek
perdagangan karet alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang,
perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ramalan ahli
pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal International Rubber
Study Group, Dr. Hidde P. Smit, mennunjukkan bahwa konsumsi karet
alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton
di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi
11,9 juta ton pada tahun 2020
Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada
tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi
menjadi 11,4 juta ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga
diprediksikan tetap bertahan pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada
103
tahun 2013 diperkirakan bisa menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level
harga tersebut telah dicapai pada tahun 2006 ini. Pada tahun 2020
diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap bertahan pada angka
US $ 1,9 per kg.
4) Kondisi Industri Primer Karet Alam
Selama lebih dari 35 tahun (1970-2006), areal perkebunan karet di
Indonesia meningkat sekitar 4,8% per tahun, namun pertumbuhan yang
nyata terutama terjadi pada areal karet rakyat, sedangkan pada perkebunan
besar negara dan swasta sangat rendah, dibawah 1% pertahun. Dari
keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%)
dikembangkan secara swadaya murni, dan sisanya (± 9 %) dibangun
melalui proyek-proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan
Swadaya Berbantuan. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan
karet nasional adalah rendahnya produktivitas karet rakyat (600-800
kg/ha/th), antara lain karena sebagian besar tanaman masih menggunakan
bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan
tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak
produktif (± 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha areal
karet berada dalam kondisi tua dan rusak dan sekitar 2-3% dari areal
tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan
peremajaan.
Sebagian besar produk karet Indonesia diolah menjadi karet remah
(crumb rubber) dengan kodifikasi “Standard Indonesian Rubber” (SIR),
104
sedangkan lainnya diolah dalam bentuk RSS dan lateks pekat. Kapasitas
pabrik pengolahan crumb rubber pada saat ini sesungguhnya sudah
melebihi dari kapasitas penyediaan bokar dari perkebunan rakyat, namun
pada lima tahun mendatang diperlukan investasi baik untuk merehabilitasi
pabrik yang ada maupun untuk membangun pabrik pengolahan baru untuk
menampung pertumbuhan pasokan bahan baku yang diperhitungkan akan
meningkat seiring dengan gencarnya upaya-upaya peremajaan dan
perluasan areal kebun karet yang baru.
Prospek bisnis pengolahan crumb rubber ke depan diperkirakan
tetap menarik, karena marjin keuntungan yang diperoleh pabrik relatif
pasti. Marjin pemasaran, antara tahun 2000-2006 berkisar antara 3,7%-
32,5% dan marjin keuntungan pabrik pengolahan antara 2-4% dari harga
FOB, tergantung pada tingkat harga yang berlaku. Tingkat harga FOB itu
sendiri sangat dipengaruhi oleh harga dunia yang mencerminkan
permintaan dan penawaran karet alam, dan harga beli pabrik dipengaruhi
kontrak pabrik dengan pembeli/buyer (biasanya pabrik ban) yang harus
dipenuhi. Pada umumnya marjin yang diterima pabrik akan semakin besar
jika harga meningkat.
B. Perkembangan Ekspor Industri Karet
Karet adalah salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup besar
peranannya sebagai penyumbang devisa nonmigas. Lebih dari 80 persen
produksi karet alam Indonesia di ekspor ke manca negara dan sebagian kecil
yang dikonsumsi di dalam negeri. Disamping perannya sebagai penyumbang
105
devisa nonmigas, karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja di
sektor ini karena sebagian besar perkebunan karet Indonesia diusahakan oleh
rakyat. Diperkenalkannya karet sintetis pada dekade 1950-an, kebutuhan
karet alam mengalami penurunan karena banyak fungsi karet alam yang
tergantikan oleh karet sintetis. Apalagi karet sintetis dapat diproduksi dalam
jumlah sesuai kebuuhan tanpa mempengaruhi harga. Namun demikian
keunggulan karet alam masih belum bisa ditandingi oleh karet sintetis,
terutama daya elastisitas dan plastisitasnya yang lebih bagus. Hal ini bisa
dilihat dalam pembuatan ban radial meskipun bahan bakunya karet sintetis,
tetap saja harus dicampur dengan karet alam. Kebutuhan dunia terhadap karet
terus meningkat dari tahun ke tahun seiring berkembangnya industri yang
menggunakan bahan baku karet di negar-negara maju. Pada tahun 2002
kebutuhan karet dunia mencapai 27,7 juta ton, jauh di atas estimasi 18,5 juta
ton pada tahun sebelumnya (Setiawan dan Andoko , 2005 dalam Samanhudi,
2009 : 47).
Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan
dalam bentuk karet lembaran yakni karet sit asap (RSS = ribbed smoked
sheet), Namun sejak diperkenalkan teknologi karet remah (crumb rubber)
pada tahun 1968, produksi karet sit secara dramastis menurun, beralih ke
karet remah, tidak kurang dari 90% produksi karet alam nasional setiap
tahunnya merupakan karet remah.
Tingginya permintaan pasar terhadap karet remah untuk dijadikan
bahan pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor, dan
106
ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet),
menyebabkan perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian
pesat. Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik, kini sekitar 115 pabrik karet remah
yang aktif beroperasi di Indonesia. Tuntutan permintaan yang tinggi dari
sektor transportasi terhadap karet alam sukar dipenuhi oleh karet lembaran,
karena karet jenis ini memerlukan waktu pengolahan yang cukup lama yakni
7-14 hari. Dengan teknologi karet remah, bahan olah karet secara cepat,
kurang dari 1 hari dapat diolah menjadi karet mentah yang siap untuk dijual.
Selain itu, mutu karet remah dinilai berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia,
sehingga dianggap lebih “fair” dibandingkan mutu karet lembaran yang
dinilai hanya berdasarkan pengamatan visual dan bersifat subyektif.
Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam,
petani berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus
sebagai pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun sejak penerapan
teknologi karet remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia
bahan olah berupa lump dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang
dibuat dari lateks yang dikumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter
sekitar 10-15 cm, sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran
sekitar 35cmx50cm, tebal 20 cm. Bahan olah karet dari petani dijual ke
prosesor akhir yakni pabrik karet remah untuk diolah menjadi karet remah
jenis SIR (Standard Indonesian Rubber) 10, atau SIR 20. Pengolahan
melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan ukuran, pencucian,
homogenisasi, pengeringan dan pengemasan.
107
Sejak dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi
jenis karet remah yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar
85%. Dengan demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat
penting peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah. Pada
Tabel 4.1 berikut ditampilkan perkembangan volume ekspor karet alam
selama beberapa tahun terakhir. Tampak untuk kurun waktu 5 tahun terakhir,
karet SIR 20 sangat dominan sebagai produks ekspor, rata-rata porsinya
mencapai hampir 90% (http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/06/01/prospek-
pengembangan-industri-ka ret/).
Tabel 4.1 Ekspor Karet Alam Indonesia Menurut Jenis Mutu Tahun : 2009-2011
(dalam metrik ton)
JENIS MUTU 2009 2010 2011 Lateks Pekat 9,147 12,929 9,502 RSS *) 77,040 60,166 67,333 RSS 1 - 57,888 59,997 RSS 2 - 564 766 RSS 3 - 151 191 RSS 4 - 128 378 RSS 5 - 630 430 Karet Alam dalam Bentuk Lembaga Lainnya - 804 5,571 SIR 1,905,016 2,278,820 2,478,904 3L 59,868 11,296 7,516 3CV 1,812,929 34,465 34,423 10 11,702 63,733 65,322 20 14,828 2,165,418 2,370,274 SIR Lain 5,689 3,907 1,369 Lain-lain*) 60 - - TOTAL 1,991,263 2,351,915 2,555,739 Nilai (USD) 3,241,363,935 7,326,605,391 11,762,317,277
Sumber : BPS, Statistik Indonesia, disusun oleh Gapkindo, 2011
*) Pale Crepe, Brown Crepe, Lembar udara kering dan Skim Karet termasuk dalam Jenis Lain NR
108
Untuk jumlah konsumsi karet dunia dalam beberapa tahun terakhir
terjadi peningkatan, jika pada tahun 2009 konsumsi karet dunia sebesar 9,277
juta ton, untuk tahun 2010 naik menjadi 10,664 juta ton. Sementara produksi
karet mentah dunia hanya mampu memberikan sebanyak 10,219 juta ton pada
tahun 2010 naik dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 9,702 juta ton
karet alam atau minus sekitar 445.000 ton. Harga karet di pasar dunia tersebut
dipengaruhi oleh tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut dari
negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti
China, India, dan Asia Pasifik.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik bahwa untuk luas areal karet
Indonesia sebagai yang terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar, diikuti
Thailand seluas 2,6 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar. Meski memiliki
lahan terluas, produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau di
bawah produksi Thailand yang mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi
karet Malaysia mencapai 951 ribu ton. Untuk mutu bahan olah karet rakyat
(bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar
International. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar
jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering
Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu
bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap
pengolahan akhir.
Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi
untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan
109
kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Menurut data Gabungan
Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet
alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk
konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan
pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam dunia
di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di
beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina
yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses
penyadapan karet. Kemudian di Thailand asosiasi natural rubber producing
countries di Thailand memperkirakan produk karet alam pada musim dingin
yang berlangsung mulai Febuari-Mei berdampak pada menurunnya produk
karet hingga 50 persen. Dengan adanya asumsi tersebut, dipastikan Indonesia
berpeluang besar untuk memasok karet alam hasil produk Indonesia ke luar
negeri/ekspor dan tentunya dengan catatan untuk produk karet Indonesia agar
lebih ditingkatkan. Untuk tahun 2010 ekspor karet Indonesia sebesar 1,9 juta
ton. Diperkirakan untuk targetnya tahun ini ekspor karet bisa naik hingga
10% (http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1185/potensi_dan_perk
embangan_pasar_ekspor_karet_indonesiadi_pasar_dunia.html).
Nilai ekspor Indonesia Oktober 2012 mencapai 15,67 miliar dollar AS
atau mengalami penurunan sebesar 1,45 persen dibandingkan dengan ekspor
September 2012. Sementara bila dibandingkan dengan Oktober 2011, nilai
ekspor mengalami penurunan sebesar 7,61 persen. Ekspor nonmigas Oktober
2012 mencapai 12,68 miliar dollar AS, turun 3,42 persen dibandingkan
110
dengan September 2012, sementara bila dibandingkan dengan ekspor Oktober
2011 turun 8,75 persen. Demikian rilis Badan Pusat Statistik, Senin
(3/12/2012), yang dibacakan Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa
Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2012
mencapai 158,66 miliar dollar AS atau turun 6,22 persen dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2011, demikian juga ekspor nonmigas
mencapai 127,03 miliar dollar AS atau turun 5,70 persen. Penurunan ekspor
nonmigas terbesar Oktober 2012 terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati
sebesar 519,2 juta dollar AS, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada
bahan bakar mineral sebesar 254,2 juta dollar AS.
Ekspor nonmigas ke China Oktober 2012 mencapai angka terbesar,
yaitu 1,82 miliar dollar AS, disusul Jepang 1,42 miliar dollar AS, dan
Amerika Serikat 1,15 miliar dollar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai
34,66 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar 1,48 miliar
dollar AS.
Berdasarkan sektornya, ekspor hasil industri periode Januari-Oktober
2012 turun 5,30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011,
demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya turun 9,53 persen, sedangkan
ekspor hasil pertanian naik sebesar 10,54 persen (http://bisnis keuangan
.kompas.com/read/2012/12/03/13524072/Ekspor.Bulan.Oktober.Kembali.Tur
un).
111
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai total ekspor Indonesia
pada Oktober 2012 mencapai 15,67 miliar dolar AS atau turun 1,45 persen
dari nilai ekspor bulan sebelumnya dan turun 7,61 persen dibandingkan
dengan kurun yang sama tahun lalu. "Penurunan ekspor terutama didorong
merosotnya nilai dan volume ekspor nonmigas," kata Deputi Bidang Statistik
Distribusi dan Jasa BPS, Sasmita Hadi Wibowo, di Kantor BPS Jakarta,
Senin. Nilai ekspor nonmigas selama Oktober 2012 turun 3,42 persen dari
bulan sebelumnya menjadi 12,68 miliar dolar AS, dengan penurunan terbesar
terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati.
Namun, lebih lanjut Sasmita menjelaskan, nilai ekspor biasanya akan
kembali meningkat pada bulan November dan Desember, seiring dengan
peningkatan permintaan dari sejumlah negara untuk memenuhi kebutuhan
akhir tahun. Sementara nilai total ekspor kumulatif sepanjang Januari-
Oktober 2012, menurut data BPS, mencapai 158,66 miliar dolar AS atau
turun 6,22 persen dibanding periode sama tahun lalu. Nilai ekspor nonmigas
sepanjang periode itu juga turun 5,70 miliar dolar AS dari tahun lalu menjadi
127,03 miliar dolar AS. Negara yang paling banyak menerima komoditas
nonmigas dari Indonesia tercatat China (1,82 miliar dolar AS), kemudian
Jepang (1,42 miliar dolar AS) dan Amerika Serikat (1,15 miliar dolar AS).
"Ekspor nonmigas Indonesia ketiga negara tersebut mencapai 34,66 persen
dari total ekspor nasional," ujarnya. BPS juga mencatat bahwa pada Oktober
2012 terjadi penurunan ekspor ke sejumlah negara seperti India, Singapura,
Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Jerman dan Inggris.
112
Peningkatan ekspor hanya terjadi dalam perdagangan dengan China,
Australia, Taiwan, Thailand dan Prancis (http://www.antaranews.
com/berita/346595/nilai-ekspor-menurun).
Harga karet ekspor Indonesia di pasar bursa Singapura hingga
mendekati akhir November bertahan rendah, yakni di bawah 3 dolar AS per
kilogram atau 2,80 Dolar AS. “Masih tetap di bawah 3 dolar AS per kilogram
setelah sempat menembus 3 dolar AS per kilogram pada awal Oktober dan itu
menyebabkan harga bokar (bahan olah karet) di pabrik juga bertahan rendah
Rp 22.400- Rp 24.400 per kilogram,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan
Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansah, di Medan,
Selasa.
Harga karet jenis SIR 20 di bursa Singapura, Selasa (20/11) ditutup
dengan angka 2,80 dolar AS per kg untuk pengapalan Desember dan naik
sedikit atau menjadi 2,82 dolar AS dan 2,83 dolar AS per kg untuk
pengiriman di Bulan Januari dan Februari 2013. Kondisi harga karet itu,
katanya disebabkan harga minyak mentah yang juga tren melemah pada
kisaran 88 dolar AS per barel dan permintaan yang sepi akibat dampak krisis
global. Harga jual semakin melemah karena pemerintah Jepang yang
negaranya sebagai salah satu pengimpor karet, memperketat keuangannya.
Padahal, hal itu terbalik dengan rencana semula, yakni akan menjalankan
stimulus keuangannya.
Menyikapi bertahan rendahnya harga karet di pasar internasional,
semakin memperkuat Indonesia, Malaysia dan Thailand untuk melakukan
113
berbaga cara guna memulihkan harga jual. “Mudah-mudahan harga bergerak
naik karena biasanya menjelang dan di awal Desember, permintaan menguat
untuk stok perusahaan yang segera libur akhir tahun,”katanya. Pedagang karet
Sumut, M.Harahap menyebutkan, harga karet yang bertahan di kisaran Rp 22
ribuan per kg di pabrikan membuat pedagang semakin sulit membeli karet ke
petani. Dengan harga di pabrikan sebesar Rp 22 ribuan per kg, harga karet
petani dihargai sekitar Rp14 ribu - Rp16 ribu per kg.
Akibat harga murah, kata dia, petani semakin malas menderes di
tengah produksi yang juga lagi ketat akibat anomali cuaca. “Pedagang juga
semakin berhati-hati bertransaksi karet karena flkuktuasi harga dengan tren
melemah itu mengkhawatirkan menimbulkan kerugian,”katanya. (http://
www.ptpn12.com/rolas/index.php/berita2/925-harga-karet-ekspor-indonesia-
rendah)
4.1.2. Gambaran Umum Objek Penelitian
PTPN XII merupakan Badan Usaha Milik Negara dengan status
Perseroan Terbatas yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Republik Indonesia. PTPN XII didirikan berdasarkan PP nomor 17 tahun
1996, dituangkan dalam akte notaris Harun Kamil, SH nomor 45 tanggal 11
Maret 1996 dan disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
Indonesiadengan SK nomor C.2-8340 HT.01.01 tanggal 8 Agustus 1996.
Akte perubahan Anggaran Dasar perusahaan nomor 62 tanggal 24
Mei 2000 dibuat oleh notaris Justisia Soetandio, SH dan disahkan Menteri
Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia dengan SK No. C.
114
22950 HT 01.04 tahun 2000. Selanjutnya, Akte Notaris Nomor 62 diubah
menjadi Akte Nomor 30 Notaris Habib Adjie, SH., M.Hum tanggal 16
Agustus 2008.
A. Visi dan Misi Perusahaan
a) Visi
PTPN XII memiliki visi "Menjadi Perusahaan Agribisnis yang
berdaya saing tinggi dan mampu tumbuh-kembang berkelanjutan".
Dengan visi tersebut PT Pekebunan Nusantara XII (Persero)
diarahkan menjadi perusahaan agribisnis perkebunan yang terintegrasi dan
memiliki keunggulan daya saing melalui inovasi sehingga nanpu tumbuh dan
berkembang dengan menerapkan prinsip-prinsip Good corporate Governance
dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan untuk meningkatkan nilai bagi
Shareholders dan Stakeholders lainnya.
b) Misi
Misi dari PTPN XII adalah :
1) Melaksanakan reformasi bisnis, strategi, struktur, dan budaya
perusahaan untuk mewujudkan profesionalisme berdasarkan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance.
2) Meningkatkan nilai dan daya saing perusahaan (competitive advantage)
melalui inovasi serta peningkatan produktifitas dan efisiensi dalam
penyediaan produk berkualitas dengan harga kompetitif dan pelayanan
bermutu tinggi.
115
3) Menghasilkan laba yang dapat membawa perusahaan tumbuh dan
berkembang untuk meningkatkan nilai bagi shareholders dan
stakeholders lainnya.
4) Mengembangkan usaha agribisnis dengan tata kelola yang baik serta
peduli pada kelestarian alam dan tanggung jawab sosial pada
lingkungan usaha (community development).
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, perusahaan berusaha untuk :
a) Menghasilkan produk unggulan dengan memberikan perhatian pada
peningkatan mutu dan jumlah serta kontinyuitas pasok produk agar
mampu bersaing dengan produk sejenis, baik dari dalam maupun luar
negeri.
b) Menghasilkan pendapatan dengan laba optimal untuk :
1) Mendukung kegiatan operasional dan pengembangan perusahaan.
2) Memberikan deviden bagi negara/pemegang saham.
c) Mempererat hubungan baik dengan para Stakeholder.
Karyawan : Perusahaan menghargai dan memberi kesempatan bagi
pengembangan kreativitas dan daya inovasi yang dapat memberikan
nilai tambah bagi perusahaan; berupaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan dan melaksanakan Reward & Punishment secara konsekuen
Pemerintah : Perusahaan berusaha memenuhi peraturan, kewajiban
dan ketentuan yang berlaku serta meningkatkan kemanfaatan
keberadaan perusahaan bagi masyarakat.
116
Mitra : Perusahaan menjalin hubungan yang harmonis dan saling
menguntungkan dengan fokus pada kepuasan pelanggan.
Masyarakat : mengembangkan program kemitraan dan Bina
Lingkungan menggunakan sebagian laba yang disisihkan dan besarnya
ditetapkan RUPS. Mengikutsertakan masyarakat dalam kerjasama/
kemitraan untuk menghasilkan produk-produk tertentu.
"Tumbuh, Lestasi dan Bermakna" merupakan slogan PTPN XII.
B. Struktur Organisasi Perusahaan
Susunan Dewan Komisaris dan Direksi PT. Perkebunan Nusantara
XII (Persero)
Dewan Komisaris :
Komisaris Utama : Dr. Ir. Hj. Delima H. Azhari, MSi
Komisaris : Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA.
Komisaris : Hambra, SH, M.Hum
Komisaris : Drs. Nukman Chalid Sangiadji (s.d 06-02-2012)
Imam Bustomi S.Si (t.m.t 06-02-2012)
Komisaris : Drs. H. Abdul Djalil Madjid, MM
Direksi :
Direktur Utama : Ir. Nurhidayat, MM (s.d 01-03-2012)
Drs. Singgih Irwan Basri, MM. (t.m.t 01-
03-2012)
Direktur Produksi : Ir. Danu Rianto (s.d. 01-03-2012)
Ir. Soewarno, MM. (t.m.t 01-03-2012)
117
Direktur Keuangan : Drs. Sahala Hutasoit
Direktur Pemasaran dan Renbang : Ir. Sugeng Budi Rahardjo
Direktur SDM & Umum : Ir, Soewarno, MM. (s.d 01-03-
2012)
Drs. Bambang Widjanarko, Ak.,
MM. (t.m.t 01-03- 2012)
Di kantor Direksi terdapat 13 Kepala Bagian dan 1 Sekretaris
Perusahaan.
Unit kerja terdiri dari 3 wilayah yang dipimpin oleh Manajer Wilayah,
Meliputi 34 kebun yang masing-masing dipimpin oleh Manajer Kebun, 1
Unit Usaha Industri Hilir dipimpin oleh Manajer Unit dan 2 Rumah Sakit,
masing-masing dipimpin oleh Kepala Rumah Sakit.
Jumlah tenagakerja tetap per 31 Desember 2011 = 4.862 orang, terdiri
dari 448 karyawaan pimpinan dan 4414 orang karyawan pelaksana.
Gambar 4.1 Bagan Organisasi PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)
118
C. Ruang Lingkup Usaha PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)
Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan yang baru disahkan pada
bulan Agustus 2008, maksud dan tujuan perusahaan adalah melakukan usaha
di bidang agro bisnis dan agro industri serta optimalisasi pemanfaatan sumber
daya perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu
tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan
nilai perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud di atas, Perseroan
menjalankan kegiatan usaha antara lain:
a) Pengusahaan budidaya tanaman, meliputi pembukaan dan pengolahan
lahan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman pada lahan
HGU (Hak Guna Usaha) serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang
sehubungan dengan pengusahaan budidaya tanaman tersebut. Adapun
luas HGU (Hak Guna Usaha) yang dimiliki adalah 81.278,4740 ha.
b) Produksi, meliputi pemungutan hasil tanaman dan pengolahan hasil dari
kebun sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi atau
barang jadi.
c) Perdagangan, meliputi penyelenggaran kegiatan pemasaran berbagai
macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan barang
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan Perseroan.
d) Pengembangan usaha bidang perkebunan, aneka kayu, agrowisata,
agribisnis dan industri hilir lainnya.
119
e) Selain kegiatan tersebut, perusahaan juga melakukan kegiatan usaha
dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
trading house, pengembangan kawasan industri, agro industri kompleks,
pusat perbelanjaan/mall, perkantoran, pergudangan, pariwisata,
perhotelan, resort, olahraga dan rekreasi, rest area, rumah sakit,
pendidikan dan penelitian, prasarana telekomunikasi dan sumber daya
energi, jasa penyewaan, jasa konsultasi bidang perkebunan, jasa
pembangunan kebun, dan pengusahaan sarana dan prasarana yang
dimiliki perusahaan.
Adapun beberapa produk yang dimiliki oleh PT Perkebunan
Nusantara XII (Persero) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Jumlah Produksi Komoditas Th 2010
Untuk produksi karet sendiri, perusahaan memiliki beberapa
mutu, diantaranya : RSS -1, RSS – 2, RSS – 3, Cutting, Th. Br. Cr 1X,
Th. Br. Cr 2X, Th. Br. Cr 3X, dan Th. Br. Cr 3”X” Hitam. Namun yang
Budidaya Areal (Ha)
Karet 7.816,80 Kakao Edel 1.632,76 Kakoa Bulk 4,789,94 Kopi Arabika 4.275,89 Kopi Robutska 4.648,88 Teh 1.313,4
120
menjadi mutu ekspor hanyalah RSS – 1, sedangkan lainnya dipasarkan di
pasar lokal.
Untuk Negara tujuan ekspor terbesar adalah Singapura, hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Realisasi Pengapalan Karet Ekspor Per Negara Tujuan
Januari s/d Desember 2011
MUTU KUANTUM Singapore 2.542.500 U.S.A 1.720.080 Jepang 1.478.400 Belanda 825.600 Taiwan 732.240 Brazil 288.000 India 274.590 Belgia 268.800 China 193.230 Turki 192.000 Afrika Selatan 57.600 Ukraine 54.918 Rusia 36.612 Slovenia 19.200 Jerman 19.200
Jumlah 8.702.970 Sumber: PTPN XII
Selain komoditi di atas, PTPN XII (Persero) juga membudidayakan
kayu dan tanaman semusim lainnya, dan Agro Wisata serta dua Rumah Sakit
yaitu Rsu Kaliwates Jember Dan Rsu Bhakti Husada Krikilan-Glenmore.
PTPN XII mengelola areal perkebunan seluas 80.000 ha dan tersebar
di seluruh wilayah Jawa Timur yang terbagi menjadi 3 wilayah dan 34 unit
kebun. Arah pengembangan perusahaan adalah terbentuknya PTPN XII
sebagai perusahaan Wolrd Class ditinjau dari segi nilai penjualan serta
terciptanya Good Corporate Governance (www.ptpn12.com).
121
4.1.3. Deskripsi Hasil Penelitian
A. Ekspor
Ekspor adalah penjualan barang atau jasa dari suatu negara ke
negara lain. Jadi, ekspor merupakan salah satu sumber bagi penerimaan
devisa negara. Untuk dapat mengekpor, suatu negara harus memenuhi
beberapa kondisi sebagai berikut:
a) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan
tersebut dapat dijual ke luar negeri melalui kebijakan ekspor.
b) Adanya permintaan keluar negeri terhadap suatu produk.
c) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar negeri
dari pada penjualan di dalam negeri.
Menurut Sukirno (2000: 110) faktor-faktor yang menentukan
ekspor adalah sebagai berikut :
1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain
Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas,
kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada
kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar
internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan
oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di
berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.
2. Proteksi di negara-negara lain
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor
suatu negara. Proteksi yang lazim digunakan yaitu penetapan tarif yaitu
122
dengan menambah biaya bagi barang impor dan kuota pada barang impor
yaitu dengan membatasi jumlah barang impor .Dengan tarif dan kuota
,harga barang impor cendrung lebih tinggi serta kuantitasnya lebih sedikit
dibandingkan barang domestik sehingga dapat mendorong daya saing
industi dalam negeri, namun bagi negara pengekspor hal tersebut akan
menurunkan nilai ekspor.
3. Kurs Valuta Asing
Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang
negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang
mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.
Tabel 4.4 Data Realisasi Ekspor Karet
Realisasi
Ekspor Karet 2009 (Rp)
2010 (Rp)
2011 (Rp)
Januari 5.136.643.450 8.992.419.474 27.318.518.635
Februari 5.721.145.075 18.439.762.684 16.502.415.822
Maret 23.074.481.361 30.841.275.678 60.304.390.590
April 15.002.915.558 27.304.780.438 50.026.477.324
Mei 21.414.550.460 23.962.208.107 43.352.654.433
Juni 25.233.660.801 52.998.028.241 43.255.269.851
Juli 23.843.890.530 41.213.219.827 42.788.066.109
Agustus 20.287.864.389 24.941.413.087 28.622.940.012
September 8.532.276.835 14.746.285.534 16.688.365.714
Oktober 10.350.379.023 12.246.728.493 21.284.413.716
November 13.254.714.964 14.205.604.046 10.803.279.468
Desember 13.408.387.298 21.760.239.502 20.217.735.384
Total 185.260.909.744 291.651.965.111 381.164.527.058
Sumber: Data sekunder diolah oleh peneliti
123
Gambar 4.2 Nilai Ekspor Komoditi Karet PTPN XII Tahun 2009-2011
Dari grafik di atas, terlihat jelas bahwasanya pada tahun 2011 nilai
ekspor yang dimiliki PTPN XII paling tinggi dengan nilai Rp
381.164.527.058 dibandingkan dengan periode tahun lainnya dalam kurun
waktu 4 tahun terakhir.
B. Kurs Valuta Asing
Yang disebut dengan kurs (exchange rate) antara dua negara
adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling
melakukan perdagangan (Mankiw, 2003: 123). Pendapat lain dari N.
Gregory Mankiw (2000: 192) tentang kurs (exchange rate) di antara dua
negara adalah di mana penduduk kedua negara saling melakukan
perdagangan. Ada dua macam kurs yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs
nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua
negara. Sebagai contoh jika kurs antara dolar AS dengan yen Jepang
adalah 120 yen per dolar, maka anda bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen
0
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
2009 2010 2011
Nilai Ekspor
Nilai Ekspor
124
di pasar uang. Orang Jepang nyang ingin memiliki doalr akan membayar
120 yen untuk setiap dolar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin
memiliki yen akan mendapatkan 120 yen untuk setiap dolar yang ia bayar.
Sedangkan kurs riil atau (real exchange rate) adalah harga relatif dari
barang-barang di antara dua negara. Kurs riil ini menyatakan tingkat
dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara
untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut
terms of trade.
Tabel 4.5
Data Kurs Rupiah Terhadap US$
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS
(X1) Per tgl 1 dan per 1$
USD
2009 (Rp)
2010 (Rp)
2011 (Rp)
Januari 11.074 9.300 9.041 Februari 11.821 9.359 8.967 Maret 11.795 9.215 8.810 April 11.088 9.050 8.709 Mei 10.358 9.140 8.592 Juni 10.237 9.213 8.539 Juli 10.177 9.057 8.559
Agustus 9.978 8.989 8.519 September 10.016 8.979 8.621
Oktober 9.560 9.111 8.918 November 9.460 9.098 8.945 Desember 9.463 9.088 9.108
Total 125.027 109.599 105.328 Sumber: Data sekunder Bank Indonesia
Dari data kurs yang diperoleh, dapat diketahui bahwasanya jumlah
total kurs terbesar yaitu terjadi pada tahun 2009 dengan nilai Rp 125.027,
hal ini sesuai dengan kejadian atau fenomena yang terjadi pada tahun 2008
125
akhir. Fenomena itu ialah krisis subprime atau krisis ekonomi global yang
terjadi di Amerika Serikat, dimana hal ini sedikit banyak akan
mempengaruhi pergerakan kurs.
C. Inflasi
Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku
dalam sesuatu perekonomian. Tingkat inflasi (presentasi pertambahan
kenaikan harga) berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan
berbeda pula dari suatu negara ke negara lain (Sukirno, 2000: 15).
Pendapat lain dari Rudiger dronbusch (2008: 39) menyatakan inflasi
adalah tingkat perubahan dalam harga-harga, dan tingkat harga adalah
akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu. Sedangkan menurut Sukirno,
(2000: 302) Seperti pengangguran, inflasi juga masalah yang selalu
dihadapi setiap perekonomian. Sampai dimana buruknya masalah ini
berbeda diantara satu waktu ke waktu lainnya, dan berbada pila dari satu
negara ke negara lainnya. Tingkat inflasi, yaitu presentasi kecepatan
kenaikan harga-harga dalam satu tahun tertentu, biasanya digunakan
sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah
ekonomi yang dihadapi.
126
Tabel 4.6 Data Inflasi
Inflasi 2009 (%)
2010 (%)
2011 (%)
Januari 9,17 3,72 7,02 Februari 8,60 3,81 6,84 Maret 7,92 3,43 6,65 April 7,31 3,91 6,16 Mei 6,04 4,16 5,98 Juni 3,65 5,05 5,54 Juli 2,71 6,22 4,61
Agustus 2,75 6,44 4,79 September 2,83 5,80 4,61
Oktober 2,57 5,67 4,42 November 2,41 6,33 4,15 Desember 2,78 6,96 3,79
Total 58.74 61.50 64.56 Sumber: Data sekunder Bank Indonesia
Dari tabel di atas, terlihat jelas bahwasanya inflasi tertinggi dalam
kurun waktu 4 tahun adalah pada tahun 2011. Hal ini mengindikasikan
bahwasanya pada tahun 2011 harga – harga barang mulai naik.
D. SBI (Suku Bunga Indonesia)
Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu
yang disebut sebagai presentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan
kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang.
Biaya peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun per dolar yang
dipinjam, adalah suku bunga. (Samuelson dan Nordhaus, 2004:190).
Tingkat bunga nominal mempunyai peran penting dalam pembangunan
keuangan karena tingkat nominal menentukan tingginya tingkat bunga riil.
Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal yang disesuaikan dengan
127
laju inflasi (tepatnya laju inflasi yang diharapkan oleh masyarakat). Jika
tidak ada penetapan pagu tingkat bunga nominal oleh pemerintah, tingkat
bunga nominal akan cenderung menyesuaikan diri dengan gerak inflasi.
Tetapi dengan adanya pagu tingkat bunga nominal, tingkat bunga nominal
bisa lebih kecil dari inflasi, sehingga terciptalah tingkat bunga riil yang
negatif yang sekali lagi akan mengurangi jumlah deposito dalam
perekonomian.
Penurunan tingkat bunga akan mendorong kenaikan investasi (dan
dengan demikian juga pengeluaran total). Akibat selanjutnya pendapatan
naik. Jumlah barang-barang modal yang diminta bergantung pada tingkat
bunga yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai
investasi. Agar proyek investasi menguntungkan, hasilnya (penerimaan
dari kenaikan produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi
biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat,
lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-
barang investasi yang diminta akan turun.
128
Tabel 4.7 Data SBI (Suku Bunga Indonesia)
Suku Bunga
Indonesia 2009 (%)
2010 (%)
2011 (%)
Januari 8,75 6,50 6,50 Februari 8,25 6,50 6,75 Maret 7,75 6,50 6,75 April 7,50 6,50 6,75 Mei 7,25 6,50 6,75 Juni 7,00 6,50 6,75 Juli 6,75 6,50 6,75
Agustus 6,50 6,50 6,75 September 6,50 6,50 6,75
Oktober 6,50 6,50 6,50 November 6,50 6,50 6,00 Desember 6,50 6,50 6,00
Total 85,75 78,00 79,00 Sumber: Data sekunder Bank Indonesia
Untuk suku bunga, selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Hal ini dibuktikan dari tahun 2009 -2011, dimana semula total suku bunga
diketahui sebesar 85,75% turun pada tahun berikutnya menjadi 78,00%
dan kembali naik pada tahun 2011 menjadi 79,00%.
E. Harga Minyak Dunia
Minyak merupakan salah satu komponen penting dalam biaya
produksi yang harus ditanggung perusahaan. Meningkatnya harga minyak
akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan
mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi
jumlah tenaga kerja. Akibatnya terjadi penurunan penawaran. Penurunan
penawaran akan berdampak pada kenaikan harga (Dyah Restyani, 2012:
20).
129
Tabel 4.8 Data Harga Minyak Dunia
Harga Minyak
Dunia 2009 (US$)
2010 (US$)
2011 (US$)
Januari 41,74 78,22 89,42 Februari 39,16 76,42 89,58 Maret 47,98 81,24 102,94 April 49,79 84,48 110,04 Mei 59,16 73,84 101,33 Juni 69,68 75,35 96,29 Juli 64,09 76,37 97,19
Agustus 71,06 76,82 86,33 September 69,46 75,31 85,61
Oktober 75,82 81,90 86,41 November 78,08 84,14 97,21 Desember 74,30 89,04 98,57
Total 740,32 953,13 1140,92 Sumber: Data sekunder Akumulasi permintaan dan penawaran Light Sweet dari pelaku pasar di Okhlahoma, Texas
Harga minyak dunia selalu berfluktuasi, dan pada tahun 2011 harga
minyak berada pada posisi tertinggi dengan nilai $ 1140,92. Hal ini
mengidikasikan bahwasanya dari tahun ke tahun harga minyak dunia
selalu mengalami kenaikan. Buktinya dari tahun 2009 nilai totalnya hanya
sebesar $ 740,32 dan 2 tahun kemudian atau pada tahun 2011 sudah
melonjak menjadi $ 1140,92.
F. Harga Emas Dunia
Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh
dunia adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas London
(en.wikipedia.org). Sistem ini dinamakan London Gold Fixing. London
Gold Fixing adalah prosedur dimana harga emas ditentukan dua kali sehari
setiap hari kerja di pasar London oleh lima anggota Pasar London Gold
Fixing Ltd (www.goldfixing.com). Kelima anggota tersebut adalah :
130
1. Bank of Nova Scottia
2. Barclays Capital
3. Deutsche Bank
4. HSBC
5. Societe Generale
Proses penentuan harga adalah melalui lelang diantara kelima
member tersebut. Pada setiap awal tiap periode perdagangan, Presiden
London Gold Fixing Ltd akan mengumumkan suatu harga tertentu.
Kemudian kelima anggota tersebut akan mengabarkan harga tersebut 53
kepada dealer. Dealer inilah yang berhubungan langsung dengan para
pembeli sebenarnya dari emas yang diperdagangkan tersebut. Posisi akhir
harga yang ditawarkan oleh setiap dealer kepada anggota Gold London
Fixing merupakan posisi bersih dari hasil akumulasi permintaan dan
penawaran klien mereka. Dari sinilah harga emas akan terbentuk. Apabila
permintaan lebih banyak dari penawaran, secara otomatis harga akan naik,
demikian pula sebaliknya. Penentuan harga yang pasti menunggu hingga
tercapainya titik keseimbangan. Ketika harga sudah pasti, maka Presiden
akan mengakhiri rapat dan mengatakan “There are no flags, and we're
fixed”.
131
Tabel 4.9 Data Harga Emas Dunia
Harga Emas Dunia 2009 2010 2011
Januari 858.69 1117.96 1356.40 Februari 943.16 1095.41 1372.73 Maret 924.27 1113.34 1424.01 April 890.20 1148.69 1473.81 Mei 928.64 1205.43 1510.44 Juni 945.67 1232.92 1528.66 Juli 934.23 1192.97 1572.81
Agustus 949.38 1215.81 1755.81 September 996.59 1270.98 1771.85
Oktober 1043.16 1342.02 1665.21 November 1127.04 1369.89 1738.98 Desember 1134.72 1390.55 1652.31
Total 13684.75 16705.97 20834.00 Sumber: Data sekunder Gold Fixing
Data harga emas diketahui sama dengan data harga minyak dunia
yaitu pada tahun 2011 total harga emas dunia merupakan jumlah yang
paling tinggi senilai $ 20834,00.
4.1.4. Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan realisasi
penjualan ekspor komoditi karet PT Perkebunan Nusantara XII (Persero).
Data tersebut merupakan data sekunder PT Perkebunan Nusantara XII
(Persero) tahun 2009 – 2011. Laporan realisasi penjualan tersebut di gunakan
untuk menghitung ekspor komoditi karet yang telah di lakukan oleh
perusahaan setiap bulannya.
Untuk mengetahui pola pengaruh variabel bebas dalam penelitian ini,
maka di susun persamaan regresi berganda. Regresi berganda dalam
penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas
132
(Kurs Rupiah Terhadap US$, Inflasi, SBI, Harga Minyak Dunia, dan Harga
Emas Dunia) terhadap variabel terikat (Realisasi Ekspor). Analisis regresi
tersebut menghasilkan koefisien-koefisien regresi yang menunjukkan arah
hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat.
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas adalah tentang kenormalan distribusi data.
Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik,
asumsi yang harus oleh data adalah bahwa data tersebut terdistribusi
secara normal. Jika nilai signifikiansi dari hasil uji Kolmoorov – Smirnov >
0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi.
Tabel 4.10 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 36 Normal Parametersa Mean -.0068629
Std. Deviation .45080313 Most Extreme Differences Absolute .102
Positive .083 Negative -.102
Kolmogorov-Smirnov Z .612 Asymp. Sig. (2-tailed) .849 a. Test distribution is Normal.
Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Dari tabel 4.8, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.849 > 0.05, maka
asumsi normalitas terpenuhi. Jadi dapat dikatakan bahwasanya residual model
regresi yang diteliti berdistribusi normal.
133
b. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas pertama kali dikemukakan oleh Ragner Frish.
Frish menyatakan multikolinier adalah adanya lebih dari satu hubungan
lenier yang sempurna. Apabila terjadi multikolinier apalagi kolinier yang
sempurna (koefesien korelasi antarvariabel = 1), maka koefesien regresi
dari variabel bebas tidak dapat ditentukan dan standar eror-nya tidak
terhingga.
Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 38.459 31.697 1.213 .234
ln_kurs -2.357 1.929 -.342 -1.222 .231 .234 4.274 ln_inflasi .415 .312 .254 1.329 .194 .502 1.992
ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 .958 .346 .246 4.070 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751 2.623 .014 .224 4.471
ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 -1.873 .071 .478 2.091 a. Dependent Variable: ln_eksporkaret Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Pada bagian coeficient di atas terlihat nilai VIF untuk X1 sampai X5
tidak melebihi nilai 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1. Hal ini
menunjukkan pada model ini tidak terdapat masalah multikolinieritas.
134
Tabel 4.12 Nilai Koefesien Korelai untuk Uji Multikolinieritas
Coefficient Correlationsa
Model ln_hargaemas ln_inflasi ln_kurs ln_sukubunga ln_hargaminy
ak 1Correlations ln_hargaemas 1.000 -.345 .285 -.034 -.248
ln_inflasi -.345 1.000 .160 -.571 .023 ln_kurs .285 .160 1.000 -.335 .492 ln_sukubunga -.034 -.571 -.335 1.000 .369 ln_hargaminyak -.248 .023 .492 .369 1.000
Covariances ln_hargaemas .612 -.084 .431 -.057 -.205 ln_inflasi -.084 .098 .096 -.378 .007
ln_kurs .431 .096 3.720 -1.372 1.003 ln_sukubunga -.057 -.378 -1.372 4.504 .828 ln_hargaminyak -.205 .007 1.003 .828 1.117
a. Dependent Variable: ln_eksporkaret Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Panduan suatu model regresi yang bebas dari multiko adalah koefisien
korelasi antara variabel Independent haruslah lemah. Dari hasil analisis untuk
korelasi variabel bebas pada bagian coeficient correlations, terlihat tidak ada
korelasi yang tinggi antar variabel bebas mulai variabel X1 sampai dengan
X5.
2) Uji Heteroskedastisitas
Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual antara satu pengamatan
dengan pengamatan yang lain. Jika varians dari residual antara satu
pengamatan dengan pengamatan yang lain berbeda disebut
heteroskedaktisitas, sedangkan model yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedaktisitas.
135
Tabel 4.13 Tabel Uji Heteroskedastisitas
Correlations
abs_res Spearman's rho ln_kurs Correlation Coefficient .138
Sig. (2-tailed) .423 N 36
ln_inflasi Correlation Coefficient .104 Sig. (2-tailed) .545
N 36 ln_sukubunga Correlation Coefficient .135
Sig. (2-tailed) .431 N 36
ln_hargaminyak Correlation Coefficient -.157 Sig. (2-tailed) .361
N 36 ln_hargaemas Correlation Coefficient -.085
Sig. (2-tailed) .623 N 36
Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Hasilnya akan dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.14 Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Bebas R Sig Keterangan
Kurs (X1) 0.138 0.423 Homokedastisitas Inflasi (X2) 0.104 0.545 Homokedastisitas Suku Bunga (X3) 0.135 0.431 Homokedastisitas Harga Minyak Dunia (X4) -0.157 0.361 Homokedastisitas Harga Emas Dunia (X5) -0.085 0.623 Homokedastisitas
Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Heterokedastisitas diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi
Rank Spearman yaitu mengkorelasikan antara absolut residual hasil regresi
dengan semua variabel bebas. Bila hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%)
maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedastisitas dan
sebaliknya adalah non heteroskedastisitas aatau homokedastisitas.
136
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa variabel yang diuji tidak
mengandung heteroskedastisitas atau homokedastisitas. Artinya tidak ada
korelasi antara besarnya data dengan residual sehingga bila data diperbesar
tidak menyebabkan residual (kesalahan) semakin besar pula.
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka disebut problem korelasi.
Tabel 4.15 Uji Autokorelasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate 1 .671a .450 .358 .47952 a. Predictors: (Constant), ln_hargaemas, ln_inflasi, ln_kurs, ln_sukubunga, ln_hargaminyak
Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Dari hasil pengujian yang telah dihasilkan SPSS di atas, terlihat pada
kolom Durbin-Watson (D-W) bahwa nilainya adalah sebesar (< DW < +2).
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada model regresi tidak terjadi
auktokorelasi.
c. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil analisi dengan menggunakan model regresi linier berganda yang
telah memenuhi uji normalitas dan uji asumsi klasik antara variabel bebas
(Kurs, Inflasi, Suku Bunga, Harga Minyak Dunia, dan Harga Emas Dunia)
terhadap variabel terikat (Ekspor Komoditi Karet), dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
137
Tabel 4.16 Analisis Regresi Linier Berganda
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 38.459 31.697
ln_kurs -2.357 1.929 -.342 ln_inflasi .415 .312 .254 ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751
ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 a. Dependent Variable: ln_eksporkaret
Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Berdasarkan data hasil regresi yang ditunjukkan pada tabel 4.16 di
atas, dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 38.459 – 2.357 Kurs + 0.415 Inflasi + 2.033 Suku Bunga + 2.773 Harga
Minyak Dunia – 1.465 Harga Emas Dunia.
1. 38.459 (a)
Nilai konstanta regresi sebesar 38.459 menunjukkan bahwa Ekspor
Komoditi Karet akan mengalami kenaikan, dengan asumsi variabel bebas
adalah tetap.
2. -2.357 Kurs (b1,X1)
Nilai koefisien Kurs sebesar -2.357 menunjukkan bahwa jika
variabel Kurs berubah sebesar satu satuan atau 1%, maka Ekspor
Komoditi Karet akan berubah atau turun sebesar 2.357 % dengan asumsi
variabel bebas lain adalah tetap.
138
3. 0.415 Inflasi (b2,X2)
Nilai koefisien Inflasi sebesar 0.415 menunjukkan bahwa jika
variabel Inflasi berubah sebesar satu satuan atau 1%, maka Ekspor
Komoditi Karet akan berubah atau naik sebesar 0.415 % dengan asumsi
variabel bebas lain adalah tetap.
4. 2.033 Suku Bunga (b3,X3)
Nilai koefisien Suku Bunga sebesar 2.033 menunjukkan bahwa jika
variabel Suku Bunga berubah sebesar satu satuan atau 1%, maka Ekspor
Komoditi Karet akan berubah atau naik sebesar 2.033 % dengan asumsi
variabel bebas lain adalah tetap.
5. 2.773 Harga Minyak Dunia (b4,X4)
Nilai koefisien Harga Minyak Dunia sebesar 2.773 menunjukkan
bahwa jika variabel Harga Minyak Dunia berubah sebesar satu satuan
atau 1%, maka Ekspor Komoditi Karet akan berubah atau naik sebesar
2.773 % dengan asumsi variabel bebas lain adalah tetap.
6. – 1.465 Harga Emas Dunia (b5,X5)
Nilai koefisien Harga Emas Dunia sebesar – 1.465 menunjukkan
bahwa jika variabel Harga Emas Dunia berubah sebesar satu satuan atau
1%, maka Ekspor Komoditi Karet akan berubah atau turun sebesar 1.465
% dengan asumsi variabel bebas lain adalah tetap.
139
d. Uji Hipotesis
1) Pengujian Hipotesis Pertama
Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan uji Koefesiensi
Determinasi variabel bebas terhadap variabel terikat, uji signifikansi
variabel bebas terhadap variabel terikat baik secara bersama-sama
(simultan) maupun secara individu (parsial). Untuk lebih memperjelas
pengujian hipotesis, dapat dilihat hasil regresi pada tabel di berikut ini:
Tabel 4.17 Hasil Regresi Untuk Koefisien Determinasi (܀)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .671a .450 .358 .47952 Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Dari tabel 4.17 di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi
(Rଶ) sebesar 0,450. Hal ini berarti bahwa variabel bebas hanya dapat
menjelaskan pola pergerakan variabel terikat yaitu Ekspor Karet
sebesar 40,5%, sedangkan sisanya sebesar 59,5% dijelaskan oleh
variabel bebas lain. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Thorny Samanhudi (2009) yang menyimpulkan
bahwa Hasil penelitian diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 99,9% yang berarti variabel bebas seperti harga, kurs, GDP
Amerika Serikat, dan penduduk Amerika Serikat dapat menjelaskan
volume ekspor pertanian (Komoditas Karet, Coklat dan Cpo atau
Crude Palm Oil/ Minyak Kelapa Sawit) sebesar 99,9% dan sisanya
sebesar 0.1% dijelaskan oleh veriabel lain yang tidak disertakan dalam
140
model penelitian ini. Sedangkan yang tercantum dalam penelitian ini
hanyalah variabel kurs saja. Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil
penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Ella Hapsari
Hendratno (2008) yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia di
Negara Cina adalah harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina tahun
sebelumnya, harga karet sintesis dunia, GDP per kapita Cina, nilai
tukar yuan per dollar US dan volume ekspor karet alam Indonesia ke
Cina tahun sebelumnya.
Mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Ratih
Nuralitha Pratika (2007) menjelaskan faktor – faktor yang
berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi karet adalah jumlah
ekspor karet itu sendiri, harga domestik, Industrial Index Production
(sama dengan GDP), dan harga negara kompetitor. Marwanta Dace
(2008) juga menemukan hasil penelitian yang sama, dimana faktor-
faktor yang mempengaruhi nilai ekspor komoditi karet adalah harga
ekspor karet, volume ekspor karet, dan kurs. Jadi, dari beberapa
penelitian di atas banyak menggunakan variabel harga karet itu
sendiri, kurs, dan GDP sebagai variabel bebasnya. Sedangkan dalam
penelitian ini hanya variabel kurs yang dijadikan variabel bebas dan
variabel lainnya seperti Inflasi, Suku Bunga, Harga Minyak, dan
Harga Emas.
141
Berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
dengan salah satu staf Bagian Pemasaran dan beliau juga cukup lama
ditempatkan di kebun yang notabeni mengetahui faktor – faktor yang
ada atau terjadi di lapangan berhubungan dengan karet, menurut
pendapat beliau banyak faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor
komoditi karet itu sendiri terutama berkaitan dengan masalah teknis
atau internal perusahaan, hal non tekhnis atau di luar produksi seperti
kurs, inflasi, suku bunga, dan lain sebagainya dianggap tidak begitu
mempengaruhi kinerja ekspor komoditi karet. Berbeda halnya dengan
komoditi lainnya seperti kopi, teh, kakao, dsb. Adapun faktor – faktor
yang mempengaruhi ekspor komoditi karet adalah sebagai berikut:
1. Teknis dan Kebijakan atau masalah internal perusahaan, seperti
.Kriminal yaitu contohnya pencurian, contohnya seperti wanita
yang menyamar menjadi orang gila atau banyaknya anak kecil
yang bermain di kebun dan mengambil karet. Diperoleh data
pencurian hampir terjadi setiap tahunnya, paling tidak satu sampai
dua kali dalam setahun, namun akhir-akhir ini (periode 2009 s/d
sekarang) sudah berkurang dan alhamdulillah selama tahun 2012
kemarin sudah tidak terjadi lagi pencurian.
2. Peremajaan tanaman, karena dirasa masih belum tua (belum siap
panen). Untuk peremajaan sendiri hanyalah dilakukan 25% dari
luas lahan. Jadi jika peremajaan tersebut melebihi batas, maka
akan menyebabkan pengurangan produksi.
142
3. Pesaing, yaitu pesaing terdekat dari industri karet alam adalah
karet sintetis atau karet yang berasal dari minyak bumi. Jika harga
minyak mahal, maka konsumen akan membeli karet alam, dan
begitupun sebaliknya, jika harga minyak murah, maka konsumen
akan membeli karet sintetis. Hal ini dibuktikan pada tabel 4.8 di
atas yang menunjukkan harga rata-rata dari minyak dunia setiap
tahunnya (periode tahun 2009-2011) mengalami kenaikan sebesar
16% - 17%. Tentunya hal ini akan menyebabkan kenaikan ekspor
komoditi karet yang dimiliki oleh PTPN XII (Persero), dan
terbukti pada tabel 4.4 realisasi ekspor karet PTPN XII (Persero)
dari tahun 2009-2011 selalu mengalami kenaikan yaitu pada
tahun 2009 muncul angka Rp 185.260.909.744, 2010 Rp
291.651.965.111, dan 2011 Rp 381.164.527.058. Dari fakta ini
saja sudah dapat dibuktikan bahwasanya ada pengaruh harga
minyak dunia terhadap ekspor komoditi karet PTPN XII
(Persero).
4. Belum tercapainya produksi sesuai RKAP atau Realisasi yang ada
tidak sama dengan hasil RKAP yang telah dibentuk, penyebab
dari faktor ini adalah pada RKAP semuanya disama ratakan, baik
itu tanaman yang sudah tua maupun tanaman yang masih muda.
Jadi otomatis realisasi yang sering terjadi yaitu tanaman yang
masih muda tadi tidak menjangkau waktu panendari tanaman
yang sudah tua. Hal ini dapat terlihat dari lampiran 4, dimana
143
nilai RKAP dengan nilai realisasi tidak menunjukkan angka yang
sama. Realisasi yang diperoleh lebih kecil daripada nilai ekspor
yang dianggarkan oleh perusahaan.
5. Seringnya terjadi demo besar-besaran yang dilakukan oleh warga
sekitar perkebunan yang menuntut bahwasanya lahan milik
perusahaan adalah merupakan lahan miliknya, hal ini pernah
terjadi di salah satu kebun milik perusahaan tepatnya di daerah
Banyuwangi, akibat dari kasus ini perusahaan harus menaggung
kerugian dan harus merelakan sebagian lahannya kepada warga
karena dalam sidang di pengadilan dimenangkan oleh warga,
padahal peta yang digunakan oleh perusahaan merupakan peta
belanda yang diisolir sebagai barang bukti yang kuat.
Tabel 4.18 Hasil Regresi Untuk Uji F (Simultan)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 5.644 5 1.129 4.909 .002a
Residual 6.898 30 .230 Total 12.542 35
Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Dari hasil uji F pada tabel pada tabel 4.18, didapat nilai Fhitung sebesar
4,909, sedangkan Ftabel yaitu F (0,05;5,30) didapat nilai 2,533 sehingga
Fhitung > Ftabel dan signifikansi pada tingkat 0,002. Hasil tersebut
membuktikan bahwa variabel bebas (Kurs, Inflasi, Suku Bunga, Harga
Minyak Dunia, dan Harga Emas Dunia) secara bersama-sama berpengaruh
144
secara signifikan terhadap Ekspor Karet atau dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak dan H1 diterima.
Tabel 4.19 Hasil Regresi Untuk Uji t (Parsial)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 38.459 31.697 1.213 .234 ln_kurs -2.357 1.929 -.342 -1.222 .231 .234 4.274 ln_inflasi .415 .312 .254 1.329 .194 .502 1.992 ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 .958 .346 .246 4.070 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751 2.623 .014 .224 4.471
ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 -1.873 .071 .478 2.091 Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Dari uji t yang telah dilakukan, didapatkan nilai ttabel atau t
(0,05;30) yaitu sebesar 2,042. Dari uji t pada tabel 4.19 dapat disimpulkan
bahwa secara individual (parsial) variabel yang berpengaruh terhadap
Ekspor Karet adalah variabel Harga Minyak Dunia. Hal ini disebabkan
thitung (2,263) > ttabel (2,042) dan tingkat signifikansi 0,014. Minyak
merupakan salah satu pesaing terdekat karet alam, karena minyak juga
menghasilkan produk karet yang disebut karet sintetis. Jika harga minyak
mahal, maka otomatis konsumen akan beralih pada karet alam, begitupun
sebaliknya jika harga minyak rendah, maka konsumen akan lebih memilih
karet sintetis. Sedangkan variabel Kurs, Inflasi, Suku Bunga, dan Harga
Emas Dunia tidak berpengaruh terhadap ekspor karet karena thitung < ttabel
dan tingkat signifikan > 0,05. Sama halnya dengan Minyak, karet
dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh para pelaku industri. Jadi,
145
meskipun harga suatu karet mahal, maka pelaku industri akan tetap
membelinya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwasanya ekspor
karet tidak terlalu dipengaruhi oleh variabel makro seperti kurs, inflasi,
tingkat suku bunga, dan harga emas dunia.
2) Pengujian Hipotesis Kedua
Pengujian hipotesis yang kedua yaitu untuk menentukan variabel
bebas yang paling dominan mempengaruhi ekspor karet. Pengujian ini
ditentukan dengan melihat pada nilai Standardized Coefficients atau beta
pada masing-masing variabel bebas yang diteliti.
Tabel 4.20 Nilai Standardized Coefficients tiap variabel
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 38.459 31.697 1.213 .234
ln_kurs -2.357 1.929 -.342 -1.222 .231 .234 4.274 ln_inflasi .415 .312 .254 1.329 .194 .502 1.992
ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 .958 .346 .246 4.070 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751 2.623 .014 .224 4.471
ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 -1.873 .071 .478 2.091 Sumber: Data sekunder diolah peneliti
Dari data tabel di atas, tampak bahwa variabel Harga Minyak
Dunia yang mempunyai nilai beta sebesar 0,751 atau yang tertinggi
diantara variabel bebas lainnya. Nilai ini menunjukkan bahwa Harga
Minyak Dunia mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap
Ekspor Komoditi Karet PTPN XII. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
146
variabel Harga Minyak Dunia terbukti sebagai variabel yang mempunyai
pengaruh paling dominan terhadap Ekspor Komoditi Karet PTPN XII.
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.1. Pembahasan Tiap Variabel Bebas
Berdasarkan hasil uji regresi menunjukkan bahwa beberapa variabel
tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap ekspor komoditi karet PTPN
XII. Berikut penjelasan dari hasil uji analisis dari masing-masing variabel:
1. Kurs (Valuta Asing)
Analisis kurs dilakukan untuk mengukur pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y). Artinya jika salah satu dari variabel bebas
mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi variabel terikat, maka
perusahaan dapat mengantisipasi terlebih dahulu atau membuat strategi untuk
menghindari pengaruh itu. Nilai tukar valuta asing adalah harga satu satuan
mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan
dalam pasar valuta asing, yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang
berbeda diperdagangkan.
Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,
diperoleh nilai thitung sebesar -1.222 dengan tingkat signifikansi 0,231, yang
artinya secara parsial variabel kurs tidak berpengaruh terhadap ekspor
komoditi karet. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hendratno (2008) yang menyimpulkan bahwa dari Hasil
regresi OLS terlihat bahwasanya koefisien nilai tukar berpengaruh negatif dan
147
nyata pada taraf 20 persen terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia
di Cina. Hasil penelitian ini juga menguatkan penelitian yang dilakukan oleh
Samanhudi (2009) yang menyatakan bahwa pengaruh harga Kurs terhadap
ekspor produk pertanian bersifat inelastis.
Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Pratika (2007)
dalam penelitiannya menyimpulkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
fluktuasi nilai tukar tidak memiliki pengaruh terhadap nilai ekspor komoditi
karet dan kopi. Khairunnisa (2009) juga menemukan hasil penelitian yang
sama yaitu Variabel yang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor
TPT adalah harga ekspor dan nilai tukar riil. Penelitian serupa pernah
dilakukan oleh Nugroho (2011) yang menghasilkan bahwa Kurs rupiah dan
GDP perkapita China tidak signifikan mempengaruhi permintaan ekspor
TPT Indonesia ke China.
Hal ini disebabkan karena Nilai ekspor komoditi karet lebih
dipengaruhi oleh harga pasar internasional. Nilai ekspor memiliki hubungan
negatif dengan fluktuasi nilai tukar sedangkan harga pasar internasional
memiliki hubungan positif dengan nilai ekspor komoditi karet.
2. Inflasi
Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam
sesuatu perekonomian. Tingkat inflasi (presentasi pertambahan kenaikan
harga) berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari
suatu negara ke negara lain.
148
Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,
diperoleh nilai thitung sebesar 1,329 dengan tingkat signifikansi 0,194, yang
artinya secara parsial variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap ekspor
komoditi karet, namun pengaruhnya tidak signifikan.
Hasil penelitian ini telah mendukung hasil penelitian dari Hanjaswara
yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali periode 1992-2005.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Muh. Nurul (2012) yang
menyimpulkan bahwa tingkat inflasi mempunyai hubungan yang positif
terhadap ekspor non-migas.
Naiknya inflasi menyebabkan biaya produksi barang ekspor akan
semakin tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan eksportir tidak mampu
berproduksi maksimal sehingga menyebabkan ekspor menjadi turun karena
untuk memproduksi barang komoditi ekspor diperlukan biaya yang tinggi.
Namun diketahui data inflasi Indonesia periode 2009-2011 masih tergolong
tipe ketegangan inflasi yang rendah, karena nilainya berada pada kisaran 2%-
9% dan tidak pernah menyentuh angka 10%. Sedangkan tipe ketegangan
inflasi yang tergolong melambung adalah dengan nilai 20-100%. Jadi harga
biaya produksi ekspor masih tergolong stabil, sehingga dalam hal ini inflasi
tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor komoditi karet.
3. Suku Bunga
Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu
yang disebut sebagai presentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata
149
lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya
peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun per dolar yang dipinjam,
adalah suku bunga.
Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,
diperoleh nilai thitung sebesar 0,958 dengan tingkat signifikansi 0,346, yang
artinya secara parsial variabel suku bunga memiliki pengaruh positif terhadap
ekspor komoditi karet, namun pengaruhnya tidak signifikan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hanjaswara yang menyatakan bahwa suku bunga kredit tidak berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi
Bali periode 1992-2005.
Hal ini disebabkan karena struktur ekspor non-migas Indonesia
(termasuk di dalamnya komoditi karet) masih ditopong oleh jasa dan hasil
pertanian dan kehutanan (perkebunan) yang tidak terpengaruh oleh variabel
moneter tersebut (suku bunga). Selain itu, kebijakan melalui saluran suku
bunga memiliki jalur terlalu banyak dan lag time untuk sampai kepada
ekspor. Perubahan suku bunga akan dipandang positif, karena dapat
mencegah larinya modal dalam negeri ke luar negeri (capital fleight).
Sehingga para pemilik modal tidak jadi memindahkan dananya ke luar negeri
jika di dalam negeri dipandang lebih menguntungkan, kemudian dana
tersebut bisa digunakan oleh perusahaan untuk ekspansi, meningkatkan
produktivitas menambah volume produksi komoditas ekspor (Hariadi, 2008:
246).
150
4. Harga Minyak Dunia
Minyak merupakan salah satu komponen penting dalam biaya
produksi yang harus ditanggung perusahaan. Meningkatnya harga minyak
akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan
mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah
tenaga kerja. Akibatnya terjadi penurunan penawaran. Penurunan penawaran
akan berdampak pada kenaikan harga.
Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,
diperoleh nilai thitung sebesar 2.623 dengan tingkat signifikansi 0,014, yang
artinya secara parsial variabel harga minyak dunia mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap ekspor komoditi karet. Selain itu variabel bebas harga
minyak dunia memiliki koefisien regresi yang bertanda positif, hal ini
menunjukkan bahwasanya kenaikan harga minyak dunia akan mendorong
kenaikan ekspor komoditi karet.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Asmara, dkk (2011) yang menyatakan bahwa diketahui sejumlah industri
termasuk karet relatif peka terhadap volatilitas harga minyak dunia. Penelitian
serupa pernah dilakukan oleh Elmas (2010) yang menyimpulkan bahwa harga
minyak berpengaruh secara signifikan terhadap omzet penjualan (ekspor
TPT) toko sakinah probolinggo.
Minyak merupakan salah satu pesaing terdekat karet alam, karena
minyak juga menghasilkan produk karet yang disebut karet sintetis. Jika
harga minyak mahal, maka otomatis konsumen akan beralih pada karet alam,
151
begitupun sebaliknya jika harga minyak rendah, maka konsumen akan lebih
memilih karet sintetis.
5. Harga Emas Dunia
Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena
nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun.
Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi
yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, investor akan
memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan resiko
tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan 54 resiko yang rendah.
Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,
diperoleh nilai thitung sebesar -1.873 dengan tingkat signifikansi 0,071, yang
artinya secara parsial variabel kurs tidak berpengaruh terhadap ekspor
komoditi karet atau dapat disimpulkan pengaruhnya negatif namun tidak
signifikan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Elmas (2010) yang menyimpulkan bahwa harga emas tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap omzet penjualan (ekspor TPT) toko sakinah
probolinggo.
Hal ini disebabkan karena harga emas lebih berhubungan langsung
dengan Investor atau masyarakat. Investor yang hendak mengurangi resiko
dari kerugian di pasar keuangan atau menamkan modal (saham) di suatu
perusahaan mengalihkan sebagian besar investasinya ke emas. Alasan dari
mereka adalah untuk mengurangi resiko. Salah satu keunggulan dari
152
berinvestasi pada emas adalah nilainya yang cenderung naik, selain itu
pemilik emas dapat dengan mudah menjualnya kapan saja ia membutuhkan
dana tanpa mengalami kerugian yang besar. Hal ini mengakibatkan kenaikan
harga emas dunia dari bulan Agustus tahun 2007 hingga sekarang. Disamping
itu, PT Perkebunan Nusantara ini 100% sahamnya adalah milik pemerintah,
jadi perusahaan tidak membuka bursa saham untuk investor. Maka dari itu
harga emas tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor komoditi karet.
Dari hasil analisis dengan menggunakan analisis regresi berganda,
diperoleh bahwa variabel bebas (Kurs, Inflasi, Suku Bunga, Harga Minyak
Dunia, dan Harga Emas Dunia) secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap Ekspor Karet atau dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
dan H1 diterima. Namun uji secara individual (parsial) variabel yang
berpengaruh terhadap Ekspor Karet adalah variabel Harga Minyak Dunia. Hal
ini disebabkan thitung > ttabel dan tingkat signifikansi 0,014. Sedangkan variabel
Kurs, Inflasi, Suku Bunga, dan Harga Emas Dunia tidak berpengaruh
terhadap ekspor karet karena thitung < ttabel dan tingkat signifikan > 0,05.
Hal ini berarti dari semua variabel hanya ada satu variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor komoditi karet. Dugaan yang
muncul berkaitan dengan faktor permintaan ekspor adalah berkaitan dengan
harga dan kekuatan tawar menawar antara negara pengekspor dengan negara
pengimpor. Mengacu pada teori permintaan ekspor yang dikemukakan oleh
Lipsey yaitu Pengertian dari permintaan itu sendiri menurut adalah jumlah
suatu komoditi yang akan dibeli oleh rumah tangga. Hubungan antara harga
153
dengan jumlah yang diminta adalah negatif sehingga hukum permintaan
menyebutkan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang
akan diminta semakin besar, begitu pula sebaliknya. Sementara itu, penentuan
permintaan dari suatu pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor (Lipsey, 1995
dalam Khairunnisa, 2009: 28-29), yaitu:
a) Harga komoditi itu sendiri
b) Rata-rata pendapatan rumah tangga.
Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah
komoditi yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu.
c) Harga-harga lainnya.
Harga-harga lainnya yang dimaksud adalah harga barang substitusi dan
harga barang komplementer. Naiknya harga pada barang substitusi suatu
komoditi maka akan menyebabkan permintaan dari komoditi itu
meningkat. Sedangkan naiknya harga barang komplementer suatu
komoditi akan menyebabkan permintaan dari komoditi itu turun.
d) Selera
Selera mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan
keputusan seseorang untuk membeli suatu barang.
e) Distribusi pendapatan
Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan semakin
banyak jumlah komoditi atau barang yang akan dibeli bagi mereka
yang memperoleh tambahan pendapatan, begitu pula sebaliknya.
154
f) Jumlah penduduk
Kenaikan jumlah penduduk akan menyebabkan lebih banyak komoditi
yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.
Hukum Islam memberikan apresiasi positif terhadap kegiatan dan
transaksi perdagangan internasional ini selama masih berada dalam kendali
nilai-nilai moral dan etika serta aspek hukum. Salah satu mekanisme ekonomi
dan keuanagn Islam yang dijadikan instrumen untuk mendukung perdagangan
internasional ini adalah instrumen letter and credit yang dilakukan melalui
produk perbankan syariah. Para ulama telah menetapkan fatwa dalam hal ini
dengan mengajukan sejumlah argumen normatif sebagai hukum transaksi
menggunakan instrumen L/C dalam perdagangan internasional.
Sejumlah ayat yang dirujuk para ulama untuk dijadikan justifikasi
sebagai instrumen perdaganagn internasional ini adalah QS. An-Nisa’ (4): 29;
QS. Al Maidah ayat 1; QS. Al kafi ayat 19; QS. Al Baqarah: 283 dan
sebagainya. Dalam fatwanya Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwa
letter and credit impor yang sesuai dengan prinsip syariah adalah yang
menggunakan akad-akad seperti wakalah bil ujrah, qardh, murabahah,
salam, istisna, dan mudharabah yang merupakan instrumen-instrumen
penting yang dimiliki bank Islam untuk mendukung kelancaran transaksi
bisnis dan perdagangan (Muhammad, 2007: 100-102).
Nabi Muhammad saw di utus Allah sedang pada waktu itu bangsa
Arab telah memiliki berbagai macam model jual beli dan melakukan tukar
menukar. Kemudian Nabi saw membenarkan sebagiannya, asalkan tidak
155
bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at yang dibawanya, dan melarang
sebagian yang lain karena tidak sesuai dengan tujuan dan jiwa syari’at.
Larangan ini berkisar pada beberapa sebab, antara lain karena membantu
kemaksiatan, ada unsur-unsur penipuan, karena adanya tindakan zalim oleh
salah satu pihak yang mengadakan transaksi, dan sebagainya (Dr. Yusuf
Qardhawi, 2001: 293).
Dalam aktivitas perdagangan, Islam mensyaratkan batasan-batasan
tegas dan kejelasan objek (barang) yang akan dijualbelikan, yaitu (1) barang
tersebut tidak bertentangan dengan anjuran syariah Islam, memenuhi unsur
halal baik dari sisi substansi (dzatihi) maupun halal dari sisi memperolehnya
(ghairu dzatihi); (2) obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan
bukan tipuan. (3) barang yangdijual belikan memerlikan media pengiriman
dan distribusi yang tidak hanya tepat, tetapi juga memenuhi standar yang baik
menurut Islam, dan; (4) kualitas dan nilai yang dijual itu harus sesuai dan
melekat dengan barang yang akan diperjual belikan.
Jual beli (perdagangan) dalam konsep Islam merupakan wasilat al
hayat, sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan jasadiyah dan ruhiyah agar
manusia dapat meningkatkan martabat dan citra dirinya dengan baik sesuai
fitrahnya sebagai makhluk Allah yang memiliki potensi ketuhanan (divine
spirit), sarana mendidik dan melatih jiwa manusia sebagai khalifah di muka
bumi untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dan memiliki
kejujuran.
156
Nilai-nilai kejujuran ini secara historis telah diterapkan Rasulullah
dalam melaksanakan aktivitas perdagangan . rasulullah selalu memainkan
takaran timbangan dan bahkan melakukan audit terhadap barang dagangan
yang dijual produsen di pasar. Bahkan diriwayatkan oleh Abu Hurairah
bahwa Nabi pernah melakukan inspeksi dengan jalan-jalan ke pasar dan
didapatinya seorang pedagang yang menjual buah-buahan. Hasil audit beliau
menemukan ketidakjujuran penjual dengan cara menjajakkan produk (buah)
yang baik pada tingkatpermukaan sedangkan produk (buah) yang tidak baik
ditumpuk di bagian bawah dengan niat menyembunyikannya di bawah
produk yang baik-baik. Rasulullah mendapati buah-buahan dalam keadaan
basah seraya mengajukan pertanyaan kepada penjual buah:
apa ini wahai pedagang buah? Maka dengan wajah ketakutan
pedagang buah menjawab” Hujan telah menimpa ya Rasulullah”
kemudian nabi balik bertanya mengapa engkau ntidak
menempatkannya di atas, sehingga orang lain dapat melihatnya?
Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku
(Muhammad, 2007: 93-95).
4.2.2 Variabel yang Merupakan Diskriminator Dominan
Berdasarkan hasil analisis regresi di atas, dilihat dari nilai
Standardized Coefficients atau beta tampak bahwa variabel harga minyak
dunia (X4) mempunyai nilai beta yang tertinggi sebesar 0,618 atau tertinggi
diantara variabel bebas lainnya. Dengan demikian hipotesis 6 yang
157
menyatakan bahwa variabel yang merupakan diskriminator dominan adalah
kurs tidak terbukti.
Dengan asumsi bahwa dari kelima variabel bebas yang ada dalam
model regresi, variabel harga minyak merupakan variabel yang paling
dominan berpengaruh terhadap ekspor komoditi karet. Sedangkan kurs
menunjukkan ukuran nilai tukar rupiah terhadap dolar, inflasi lebih menilai
pada perkembangan perekonomian suatu negara, suku bunga menggambarkan
kebijakan yang diambil oleh suatu negara, dan harga emas menunjukkan
pembanding harga komoditi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Asmara, dkk (2011) yang menyatakan bahwa
diketahui sejumlah industri termasuk karet relatif peka terhadap volatilitas
harga minyak dunia.