59
99 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1. Paparan Data Hasil Penelitian 4.1.1. Perkembangan Ekspor Industri Karet A. Gambaran Umum Industri Karet Alam Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Pada masa Perang Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Sekarang, getah perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo manila biasa dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan. 1) Jenis-Jenis Karet Alam Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi- fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL …etheses.uin-malang.ac.id/2438/8/09510007_Bab_4.pdf · SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet silikon,

Embed Size (px)

Citation preview

99

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1. Paparan Data Hasil Penelitian

4.1.1. Perkembangan Ekspor Industri Karet

A. Gambaran Umum Industri Karet Alam

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa

jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan

internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae).

Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang

sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin),

sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya,

serta dandelion. Pada masa Perang Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk

mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Sekarang, getah perca dipakai

dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo manila biasa dipakai

untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara

sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan.

1) Jenis-Jenis Karet Alam

Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga

dinamakan pula sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet

sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-

fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah

100

SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet

silikon, Urethane, dan karet EPDM (Ethilene Propilene Di Monomer).

Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea

Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet

sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk

lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan

keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama

oleh industri ban. Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis,

yakni lateks pekat, karet sit asap, karet krep dan crumb rubber.

1. Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses

pemekatan yang umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya

turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak

dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet,

balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat

dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering,

kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.

2. Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet)

dan karet krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga

dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu

menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran

tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan

dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep.

Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan

101

lembaran karet. Mutu karet akani makin tinggi bila permukaannya

makin seragam, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada

kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh.

3. Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi

teknis (TSR=Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya

tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-

sifat fisiko-kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N,

plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Crumb rubber produksi

Indonesia dikenal dengan nama SIR (Standard Indonesian Rubber).

Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari

perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses

pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan

pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.

2) Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional

Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain :

1. Sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk

2. Sumber devisa negara dari ekspor non-migas

3. Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan

4. Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan. Luas areal tanaman

karet pada tahun 2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64

juta ton atau 27,3% produksi karet alam dunia (9.2 juta ton),

menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar

kedua setelah Thailand (IRSG, 2007)

102

Pada tahun 2005, karet mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58

milyar, naik menjadi US $ 3,77 milyar pad tahun 2006, menempatkan karet

sebagai komoditas penghasil devisa terbesar diantara komoditas perkebunan.

Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun

1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan devisa dari komoditi ini

pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat tajam menjadi

US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga karet

dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind,

2007).

3) Prospek Perdagangan Karet Alam

Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek

perdagangan karet alam dunia sangat baik. Dalam jangka panjang,

perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ramalan ahli

pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal International Rubber

Study Group, Dr. Hidde P. Smit, mennunjukkan bahwa konsumsi karet

alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton

di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi

11,9 juta ton pada tahun 2020

Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada

tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi

menjadi 11,4 juta ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga

diprediksikan tetap bertahan pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada

103

tahun 2013 diperkirakan bisa menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level

harga tersebut telah dicapai pada tahun 2006 ini. Pada tahun 2020

diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap bertahan pada angka

US $ 1,9 per kg.

4) Kondisi Industri Primer Karet Alam

Selama lebih dari 35 tahun (1970-2006), areal perkebunan karet di

Indonesia meningkat sekitar 4,8% per tahun, namun pertumbuhan yang

nyata terutama terjadi pada areal karet rakyat, sedangkan pada perkebunan

besar negara dan swasta sangat rendah, dibawah 1% pertahun. Dari

keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%)

dikembangkan secara swadaya murni, dan sisanya (± 9 %) dibangun

melalui proyek-proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan

Swadaya Berbantuan. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan

karet nasional adalah rendahnya produktivitas karet rakyat (600-800

kg/ha/th), antara lain karena sebagian besar tanaman masih menggunakan

bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan

tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak

produktif (± 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha areal

karet berada dalam kondisi tua dan rusak dan sekitar 2-3% dari areal

tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan

peremajaan.

Sebagian besar produk karet Indonesia diolah menjadi karet remah

(crumb rubber) dengan kodifikasi “Standard Indonesian Rubber” (SIR),

104

sedangkan lainnya diolah dalam bentuk RSS dan lateks pekat. Kapasitas

pabrik pengolahan crumb rubber pada saat ini sesungguhnya sudah

melebihi dari kapasitas penyediaan bokar dari perkebunan rakyat, namun

pada lima tahun mendatang diperlukan investasi baik untuk merehabilitasi

pabrik yang ada maupun untuk membangun pabrik pengolahan baru untuk

menampung pertumbuhan pasokan bahan baku yang diperhitungkan akan

meningkat seiring dengan gencarnya upaya-upaya peremajaan dan

perluasan areal kebun karet yang baru.

Prospek bisnis pengolahan crumb rubber ke depan diperkirakan

tetap menarik, karena marjin keuntungan yang diperoleh pabrik relatif

pasti. Marjin pemasaran, antara tahun 2000-2006 berkisar antara 3,7%-

32,5% dan marjin keuntungan pabrik pengolahan antara 2-4% dari harga

FOB, tergantung pada tingkat harga yang berlaku. Tingkat harga FOB itu

sendiri sangat dipengaruhi oleh harga dunia yang mencerminkan

permintaan dan penawaran karet alam, dan harga beli pabrik dipengaruhi

kontrak pabrik dengan pembeli/buyer (biasanya pabrik ban) yang harus

dipenuhi. Pada umumnya marjin yang diterima pabrik akan semakin besar

jika harga meningkat.

B. Perkembangan Ekspor Industri Karet

Karet adalah salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup besar

peranannya sebagai penyumbang devisa nonmigas. Lebih dari 80 persen

produksi karet alam Indonesia di ekspor ke manca negara dan sebagian kecil

yang dikonsumsi di dalam negeri. Disamping perannya sebagai penyumbang

105

devisa nonmigas, karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja di

sektor ini karena sebagian besar perkebunan karet Indonesia diusahakan oleh

rakyat. Diperkenalkannya karet sintetis pada dekade 1950-an, kebutuhan

karet alam mengalami penurunan karena banyak fungsi karet alam yang

tergantikan oleh karet sintetis. Apalagi karet sintetis dapat diproduksi dalam

jumlah sesuai kebuuhan tanpa mempengaruhi harga. Namun demikian

keunggulan karet alam masih belum bisa ditandingi oleh karet sintetis,

terutama daya elastisitas dan plastisitasnya yang lebih bagus. Hal ini bisa

dilihat dalam pembuatan ban radial meskipun bahan bakunya karet sintetis,

tetap saja harus dicampur dengan karet alam. Kebutuhan dunia terhadap karet

terus meningkat dari tahun ke tahun seiring berkembangnya industri yang

menggunakan bahan baku karet di negar-negara maju. Pada tahun 2002

kebutuhan karet dunia mencapai 27,7 juta ton, jauh di atas estimasi 18,5 juta

ton pada tahun sebelumnya (Setiawan dan Andoko , 2005 dalam Samanhudi,

2009 : 47).

Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan

dalam bentuk karet lembaran yakni karet sit asap (RSS = ribbed smoked

sheet), Namun sejak diperkenalkan teknologi karet remah (crumb rubber)

pada tahun 1968, produksi karet sit secara dramastis menurun, beralih ke

karet remah, tidak kurang dari 90% produksi karet alam nasional setiap

tahunnya merupakan karet remah.

Tingginya permintaan pasar terhadap karet remah untuk dijadikan

bahan pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor, dan

106

ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet),

menyebabkan perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian

pesat. Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik, kini sekitar 115 pabrik karet remah

yang aktif beroperasi di Indonesia. Tuntutan permintaan yang tinggi dari

sektor transportasi terhadap karet alam sukar dipenuhi oleh karet lembaran,

karena karet jenis ini memerlukan waktu pengolahan yang cukup lama yakni

7-14 hari. Dengan teknologi karet remah, bahan olah karet secara cepat,

kurang dari 1 hari dapat diolah menjadi karet mentah yang siap untuk dijual.

Selain itu, mutu karet remah dinilai berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia,

sehingga dianggap lebih “fair” dibandingkan mutu karet lembaran yang

dinilai hanya berdasarkan pengamatan visual dan bersifat subyektif.

Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam,

petani berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus

sebagai pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun sejak penerapan

teknologi karet remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia

bahan olah berupa lump dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang

dibuat dari lateks yang dikumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter

sekitar 10-15 cm, sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran

sekitar 35cmx50cm, tebal 20 cm. Bahan olah karet dari petani dijual ke

prosesor akhir yakni pabrik karet remah untuk diolah menjadi karet remah

jenis SIR (Standard Indonesian Rubber) 10, atau SIR 20. Pengolahan

melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan ukuran, pencucian,

homogenisasi, pengeringan dan pengemasan.

107

Sejak dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi

jenis karet remah yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar

85%. Dengan demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat

penting peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah. Pada

Tabel 4.1 berikut ditampilkan perkembangan volume ekspor karet alam

selama beberapa tahun terakhir. Tampak untuk kurun waktu 5 tahun terakhir,

karet SIR 20 sangat dominan sebagai produks ekspor, rata-rata porsinya

mencapai hampir 90% (http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/06/01/prospek-

pengembangan-industri-ka ret/).

Tabel 4.1 Ekspor Karet Alam Indonesia Menurut Jenis Mutu Tahun : 2009-2011

(dalam metrik ton)

JENIS MUTU 2009 2010 2011 Lateks Pekat 9,147 12,929 9,502 RSS *) 77,040 60,166 67,333 RSS 1 - 57,888 59,997 RSS 2 - 564 766 RSS 3 - 151 191 RSS 4 - 128 378 RSS 5 - 630 430 Karet Alam dalam Bentuk Lembaga Lainnya - 804 5,571 SIR 1,905,016 2,278,820 2,478,904 3L 59,868 11,296 7,516 3CV 1,812,929 34,465 34,423 10 11,702 63,733 65,322 20 14,828 2,165,418 2,370,274 SIR Lain 5,689 3,907 1,369 Lain-lain*) 60 - - TOTAL 1,991,263 2,351,915 2,555,739 Nilai (USD) 3,241,363,935 7,326,605,391 11,762,317,277

Sumber : BPS, Statistik Indonesia, disusun oleh Gapkindo, 2011

*) Pale Crepe, Brown Crepe, Lembar udara kering dan Skim Karet termasuk dalam Jenis Lain NR

108

Untuk jumlah konsumsi karet dunia dalam beberapa tahun terakhir

terjadi peningkatan, jika pada tahun 2009 konsumsi karet dunia sebesar 9,277

juta ton, untuk tahun 2010 naik menjadi 10,664 juta ton. Sementara produksi

karet mentah dunia hanya mampu memberikan sebanyak 10,219 juta ton pada

tahun 2010 naik dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 9,702 juta ton

karet alam atau minus sekitar 445.000 ton. Harga karet di pasar dunia tersebut

dipengaruhi oleh tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut dari

negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti

China, India, dan Asia Pasifik.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik bahwa untuk luas areal karet

Indonesia sebagai yang terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar, diikuti

Thailand seluas 2,6 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar. Meski memiliki

lahan terluas, produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau di

bawah produksi Thailand yang mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi

karet Malaysia mencapai 951 ribu ton. Untuk mutu bahan olah karet rakyat

(bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar

International. Dengan mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar

jangkan panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh Kadar Kering

Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang tinggi. Upaya perbaikan mutu

bokar harus dimulai sejak penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap

pengolahan akhir.

Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi

untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan

109

kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Menurut data Gabungan

Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), untuk tahun 2011 produksi karet

alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk

konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan

pasokan atau minus sekitar 181.000 ton. Kurangnya produk karet alam dunia

di tahun 2011 salah satunya di karenakan terganggunya produksi karet di

beberapa negara seperti Australia, hujan deras yang disebabkan oleh lamina

yang juga menyebabkan banjir di negara tersebut telah mengganggu proses

penyadapan karet. Kemudian di Thailand asosiasi natural rubber producing

countries di Thailand memperkirakan produk karet alam pada musim dingin

yang berlangsung mulai Febuari-Mei berdampak pada menurunnya produk

karet hingga 50 persen. Dengan adanya asumsi tersebut, dipastikan Indonesia

berpeluang besar untuk memasok karet alam hasil produk Indonesia ke luar

negeri/ekspor dan tentunya dengan catatan untuk produk karet Indonesia agar

lebih ditingkatkan. Untuk tahun 2010 ekspor karet Indonesia sebesar 1,9 juta

ton. Diperkirakan untuk targetnya tahun ini ekspor karet bisa naik hingga

10% (http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1185/potensi_dan_perk

embangan_pasar_ekspor_karet_indonesiadi_pasar_dunia.html).

Nilai ekspor Indonesia Oktober 2012 mencapai 15,67 miliar dollar AS

atau mengalami penurunan sebesar 1,45 persen dibandingkan dengan ekspor

September 2012. Sementara bila dibandingkan dengan Oktober 2011, nilai

ekspor mengalami penurunan sebesar 7,61 persen. Ekspor nonmigas Oktober

2012 mencapai 12,68 miliar dollar AS, turun 3,42 persen dibandingkan

110

dengan September 2012, sementara bila dibandingkan dengan ekspor Oktober

2011 turun 8,75 persen. Demikian rilis Badan Pusat Statistik, Senin

(3/12/2012), yang dibacakan Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa

Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo.

Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2012

mencapai 158,66 miliar dollar AS atau turun 6,22 persen dibandingkan

dengan periode yang sama tahun 2011, demikian juga ekspor nonmigas

mencapai 127,03 miliar dollar AS atau turun 5,70 persen. Penurunan ekspor

nonmigas terbesar Oktober 2012 terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati

sebesar 519,2 juta dollar AS, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada

bahan bakar mineral sebesar 254,2 juta dollar AS.

Ekspor nonmigas ke China Oktober 2012 mencapai angka terbesar,

yaitu 1,82 miliar dollar AS, disusul Jepang 1,42 miliar dollar AS, dan

Amerika Serikat 1,15 miliar dollar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai

34,66 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar 1,48 miliar

dollar AS.

Berdasarkan sektornya, ekspor hasil industri periode Januari-Oktober

2012 turun 5,30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011,

demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya turun 9,53 persen, sedangkan

ekspor hasil pertanian naik sebesar 10,54 persen (http://bisnis keuangan

.kompas.com/read/2012/12/03/13524072/Ekspor.Bulan.Oktober.Kembali.Tur

un).

111

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai total ekspor Indonesia

pada Oktober 2012 mencapai 15,67 miliar dolar AS atau turun 1,45 persen

dari nilai ekspor bulan sebelumnya dan turun 7,61 persen dibandingkan

dengan kurun yang sama tahun lalu. "Penurunan ekspor terutama didorong

merosotnya nilai dan volume ekspor nonmigas," kata Deputi Bidang Statistik

Distribusi dan Jasa BPS, Sasmita Hadi Wibowo, di Kantor BPS Jakarta,

Senin. Nilai ekspor nonmigas selama Oktober 2012 turun 3,42 persen dari

bulan sebelumnya menjadi 12,68 miliar dolar AS, dengan penurunan terbesar

terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati.

Namun, lebih lanjut Sasmita menjelaskan, nilai ekspor biasanya akan

kembali meningkat pada bulan November dan Desember, seiring dengan

peningkatan permintaan dari sejumlah negara untuk memenuhi kebutuhan

akhir tahun. Sementara nilai total ekspor kumulatif sepanjang Januari-

Oktober 2012, menurut data BPS, mencapai 158,66 miliar dolar AS atau

turun 6,22 persen dibanding periode sama tahun lalu. Nilai ekspor nonmigas

sepanjang periode itu juga turun 5,70 miliar dolar AS dari tahun lalu menjadi

127,03 miliar dolar AS. Negara yang paling banyak menerima komoditas

nonmigas dari Indonesia tercatat China (1,82 miliar dolar AS), kemudian

Jepang (1,42 miliar dolar AS) dan Amerika Serikat (1,15 miliar dolar AS).

"Ekspor nonmigas Indonesia ketiga negara tersebut mencapai 34,66 persen

dari total ekspor nasional," ujarnya. BPS juga mencatat bahwa pada Oktober

2012 terjadi penurunan ekspor ke sejumlah negara seperti India, Singapura,

Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Jerman dan Inggris.

112

Peningkatan ekspor hanya terjadi dalam perdagangan dengan China,

Australia, Taiwan, Thailand dan Prancis (http://www.antaranews.

com/berita/346595/nilai-ekspor-menurun).

Harga karet ekspor Indonesia di pasar bursa Singapura hingga

mendekati akhir November bertahan rendah, yakni di bawah 3 dolar AS per

kilogram atau 2,80 Dolar AS. “Masih tetap di bawah 3 dolar AS per kilogram

setelah sempat menembus 3 dolar AS per kilogram pada awal Oktober dan itu

menyebabkan harga bokar (bahan olah karet) di pabrik juga bertahan rendah

Rp 22.400- Rp 24.400 per kilogram,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan

Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansah, di Medan,

Selasa.

Harga karet jenis SIR 20 di bursa Singapura, Selasa (20/11) ditutup

dengan angka 2,80 dolar AS per kg untuk pengapalan Desember dan naik

sedikit atau menjadi 2,82 dolar AS dan 2,83 dolar AS per kg untuk

pengiriman di Bulan Januari dan Februari 2013. Kondisi harga karet itu,

katanya disebabkan harga minyak mentah yang juga tren melemah pada

kisaran 88 dolar AS per barel dan permintaan yang sepi akibat dampak krisis

global. Harga jual semakin melemah karena pemerintah Jepang yang

negaranya sebagai salah satu pengimpor karet, memperketat keuangannya.

Padahal, hal itu terbalik dengan rencana semula, yakni akan menjalankan

stimulus keuangannya.

Menyikapi bertahan rendahnya harga karet di pasar internasional,

semakin memperkuat Indonesia, Malaysia dan Thailand untuk melakukan

113

berbaga cara guna memulihkan harga jual. “Mudah-mudahan harga bergerak

naik karena biasanya menjelang dan di awal Desember, permintaan menguat

untuk stok perusahaan yang segera libur akhir tahun,”katanya. Pedagang karet

Sumut, M.Harahap menyebutkan, harga karet yang bertahan di kisaran Rp 22

ribuan per kg di pabrikan membuat pedagang semakin sulit membeli karet ke

petani. Dengan harga di pabrikan sebesar Rp 22 ribuan per kg, harga karet

petani dihargai sekitar Rp14 ribu - Rp16 ribu per kg.

Akibat harga murah, kata dia, petani semakin malas menderes di

tengah produksi yang juga lagi ketat akibat anomali cuaca. “Pedagang juga

semakin berhati-hati bertransaksi karet karena flkuktuasi harga dengan tren

melemah itu mengkhawatirkan menimbulkan kerugian,”katanya. (http://

www.ptpn12.com/rolas/index.php/berita2/925-harga-karet-ekspor-indonesia-

rendah)

4.1.2. Gambaran Umum Objek Penelitian

PTPN XII merupakan Badan Usaha Milik Negara dengan status

Perseroan Terbatas yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah

Republik Indonesia. PTPN XII didirikan berdasarkan PP nomor 17 tahun

1996, dituangkan dalam akte notaris Harun Kamil, SH nomor 45 tanggal 11

Maret 1996 dan disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik

Indonesiadengan SK nomor C.2-8340 HT.01.01 tanggal 8 Agustus 1996.

Akte perubahan Anggaran Dasar perusahaan nomor 62 tanggal 24

Mei 2000 dibuat oleh notaris Justisia Soetandio, SH dan disahkan Menteri

Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia dengan SK No. C.

114

22950 HT 01.04 tahun 2000. Selanjutnya, Akte Notaris Nomor 62 diubah

menjadi Akte Nomor 30 Notaris Habib Adjie, SH., M.Hum tanggal 16

Agustus 2008.

A. Visi dan Misi Perusahaan

a) Visi

PTPN XII memiliki visi "Menjadi Perusahaan Agribisnis yang

berdaya saing tinggi dan mampu tumbuh-kembang berkelanjutan".

Dengan visi tersebut PT Pekebunan Nusantara XII (Persero)

diarahkan menjadi perusahaan agribisnis perkebunan yang terintegrasi dan

memiliki keunggulan daya saing melalui inovasi sehingga nanpu tumbuh dan

berkembang dengan menerapkan prinsip-prinsip Good corporate Governance

dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan untuk meningkatkan nilai bagi

Shareholders dan Stakeholders lainnya.

b) Misi

Misi dari PTPN XII adalah :

1) Melaksanakan reformasi bisnis, strategi, struktur, dan budaya

perusahaan untuk mewujudkan profesionalisme berdasarkan prinsip-

prinsip Good Corporate Governance.

2) Meningkatkan nilai dan daya saing perusahaan (competitive advantage)

melalui inovasi serta peningkatan produktifitas dan efisiensi dalam

penyediaan produk berkualitas dengan harga kompetitif dan pelayanan

bermutu tinggi.

115

3) Menghasilkan laba yang dapat membawa perusahaan tumbuh dan

berkembang untuk meningkatkan nilai bagi shareholders dan

stakeholders lainnya.

4) Mengembangkan usaha agribisnis dengan tata kelola yang baik serta

peduli pada kelestarian alam dan tanggung jawab sosial pada

lingkungan usaha (community development).

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, perusahaan berusaha untuk :

a) Menghasilkan produk unggulan dengan memberikan perhatian pada

peningkatan mutu dan jumlah serta kontinyuitas pasok produk agar

mampu bersaing dengan produk sejenis, baik dari dalam maupun luar

negeri.

b) Menghasilkan pendapatan dengan laba optimal untuk :

1) Mendukung kegiatan operasional dan pengembangan perusahaan.

2) Memberikan deviden bagi negara/pemegang saham.

c) Mempererat hubungan baik dengan para Stakeholder.

Karyawan : Perusahaan menghargai dan memberi kesempatan bagi

pengembangan kreativitas dan daya inovasi yang dapat memberikan

nilai tambah bagi perusahaan; berupaya meningkatkan kesejahteraan

karyawan dan melaksanakan Reward & Punishment secara konsekuen

Pemerintah : Perusahaan berusaha memenuhi peraturan, kewajiban

dan ketentuan yang berlaku serta meningkatkan kemanfaatan

keberadaan perusahaan bagi masyarakat.

116

Mitra : Perusahaan menjalin hubungan yang harmonis dan saling

menguntungkan dengan fokus pada kepuasan pelanggan.

Masyarakat : mengembangkan program kemitraan dan Bina

Lingkungan menggunakan sebagian laba yang disisihkan dan besarnya

ditetapkan RUPS. Mengikutsertakan masyarakat dalam kerjasama/

kemitraan untuk menghasilkan produk-produk tertentu.

"Tumbuh, Lestasi dan Bermakna" merupakan slogan PTPN XII.

B. Struktur Organisasi Perusahaan

Susunan Dewan Komisaris dan Direksi PT. Perkebunan Nusantara

XII (Persero)

Dewan Komisaris :

Komisaris Utama : Dr. Ir. Hj. Delima H. Azhari, MSi

Komisaris : Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA.

Komisaris : Hambra, SH, M.Hum

Komisaris : Drs. Nukman Chalid Sangiadji (s.d 06-02-2012)

Imam Bustomi S.Si (t.m.t 06-02-2012)

Komisaris : Drs. H. Abdul Djalil Madjid, MM

Direksi :

Direktur Utama : Ir. Nurhidayat, MM (s.d 01-03-2012)

Drs. Singgih Irwan Basri, MM. (t.m.t 01-

03-2012)

Direktur Produksi : Ir. Danu Rianto (s.d. 01-03-2012)

Ir. Soewarno, MM. (t.m.t 01-03-2012)

117

Direktur Keuangan : Drs. Sahala Hutasoit

Direktur Pemasaran dan Renbang : Ir. Sugeng Budi Rahardjo

Direktur SDM & Umum : Ir, Soewarno, MM. (s.d 01-03-

2012)

Drs. Bambang Widjanarko, Ak.,

MM. (t.m.t 01-03- 2012)

Di kantor Direksi terdapat 13 Kepala Bagian dan 1 Sekretaris

Perusahaan.

Unit kerja terdiri dari 3 wilayah yang dipimpin oleh Manajer Wilayah,

Meliputi 34 kebun yang masing-masing dipimpin oleh Manajer Kebun, 1

Unit Usaha Industri Hilir dipimpin oleh Manajer Unit dan 2 Rumah Sakit,

masing-masing dipimpin oleh Kepala Rumah Sakit.

Jumlah tenagakerja tetap per 31 Desember 2011 = 4.862 orang, terdiri

dari 448 karyawaan pimpinan dan 4414 orang karyawan pelaksana.

Gambar 4.1 Bagan Organisasi PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)

118

C. Ruang Lingkup Usaha PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)

Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan yang baru disahkan pada

bulan Agustus 2008, maksud dan tujuan perusahaan adalah melakukan usaha

di bidang agro bisnis dan agro industri serta optimalisasi pemanfaatan sumber

daya perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu

tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan

nilai perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud di atas, Perseroan

menjalankan kegiatan usaha antara lain:

a) Pengusahaan budidaya tanaman, meliputi pembukaan dan pengolahan

lahan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman pada lahan

HGU (Hak Guna Usaha) serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang

sehubungan dengan pengusahaan budidaya tanaman tersebut. Adapun

luas HGU (Hak Guna Usaha) yang dimiliki adalah 81.278,4740 ha.

b) Produksi, meliputi pemungutan hasil tanaman dan pengolahan hasil dari

kebun sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi atau

barang jadi.

c) Perdagangan, meliputi penyelenggaran kegiatan pemasaran berbagai

macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan barang

lainnya yang berhubungan dengan kegiatan Perseroan.

d) Pengembangan usaha bidang perkebunan, aneka kayu, agrowisata,

agribisnis dan industri hilir lainnya.

119

e) Selain kegiatan tersebut, perusahaan juga melakukan kegiatan usaha

dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk

trading house, pengembangan kawasan industri, agro industri kompleks,

pusat perbelanjaan/mall, perkantoran, pergudangan, pariwisata,

perhotelan, resort, olahraga dan rekreasi, rest area, rumah sakit,

pendidikan dan penelitian, prasarana telekomunikasi dan sumber daya

energi, jasa penyewaan, jasa konsultasi bidang perkebunan, jasa

pembangunan kebun, dan pengusahaan sarana dan prasarana yang

dimiliki perusahaan.

Adapun beberapa produk yang dimiliki oleh PT Perkebunan

Nusantara XII (Persero) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Jumlah Produksi Komoditas Th 2010

Untuk produksi karet sendiri, perusahaan memiliki beberapa

mutu, diantaranya : RSS -1, RSS – 2, RSS – 3, Cutting, Th. Br. Cr 1X,

Th. Br. Cr 2X, Th. Br. Cr 3X, dan Th. Br. Cr 3”X” Hitam. Namun yang

Budidaya Areal (Ha)

Karet 7.816,80 Kakao Edel 1.632,76 Kakoa Bulk 4,789,94 Kopi Arabika 4.275,89 Kopi Robutska 4.648,88 Teh 1.313,4

120

menjadi mutu ekspor hanyalah RSS – 1, sedangkan lainnya dipasarkan di

pasar lokal.

Untuk Negara tujuan ekspor terbesar adalah Singapura, hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Realisasi Pengapalan Karet Ekspor Per Negara Tujuan

Januari s/d Desember 2011

MUTU KUANTUM Singapore 2.542.500 U.S.A 1.720.080 Jepang 1.478.400 Belanda 825.600 Taiwan 732.240 Brazil 288.000 India 274.590 Belgia 268.800 China 193.230 Turki 192.000 Afrika Selatan 57.600 Ukraine 54.918 Rusia 36.612 Slovenia 19.200 Jerman 19.200

Jumlah 8.702.970 Sumber: PTPN XII

Selain komoditi di atas, PTPN XII (Persero) juga membudidayakan

kayu dan tanaman semusim lainnya, dan Agro Wisata serta dua Rumah Sakit

yaitu Rsu Kaliwates Jember Dan Rsu Bhakti Husada Krikilan-Glenmore.

PTPN XII mengelola areal perkebunan seluas 80.000 ha dan tersebar

di seluruh wilayah Jawa Timur yang terbagi menjadi 3 wilayah dan 34 unit

kebun. Arah pengembangan perusahaan adalah terbentuknya PTPN XII

sebagai perusahaan Wolrd Class ditinjau dari segi nilai penjualan serta

terciptanya Good Corporate Governance (www.ptpn12.com).

121

4.1.3. Deskripsi Hasil Penelitian

A. Ekspor

Ekspor adalah penjualan barang atau jasa dari suatu negara ke

negara lain. Jadi, ekspor merupakan salah satu sumber bagi penerimaan

devisa negara. Untuk dapat mengekpor, suatu negara harus memenuhi

beberapa kondisi sebagai berikut:

a) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan

tersebut dapat dijual ke luar negeri melalui kebijakan ekspor.

b) Adanya permintaan keluar negeri terhadap suatu produk.

c) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan keluar negeri

dari pada penjualan di dalam negeri.

Menurut Sukirno (2000: 110) faktor-faktor yang menentukan

ekspor adalah sebagai berikut :

1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain

Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas,

kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada

kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar

internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan

oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di

berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.

2. Proteksi di negara-negara lain

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor

suatu negara. Proteksi yang lazim digunakan yaitu penetapan tarif yaitu

122

dengan menambah biaya bagi barang impor dan kuota pada barang impor

yaitu dengan membatasi jumlah barang impor .Dengan tarif dan kuota

,harga barang impor cendrung lebih tinggi serta kuantitasnya lebih sedikit

dibandingkan barang domestik sehingga dapat mendorong daya saing

industi dalam negeri, namun bagi negara pengekspor hal tersebut akan

menurunkan nilai ekspor.

3. Kurs Valuta Asing

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang

negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang

mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.

Tabel 4.4 Data Realisasi Ekspor Karet

Realisasi

Ekspor Karet 2009 (Rp)

2010 (Rp)

2011 (Rp)

Januari 5.136.643.450 8.992.419.474 27.318.518.635

Februari 5.721.145.075 18.439.762.684 16.502.415.822

Maret 23.074.481.361 30.841.275.678 60.304.390.590

April 15.002.915.558 27.304.780.438 50.026.477.324

Mei 21.414.550.460 23.962.208.107 43.352.654.433

Juni 25.233.660.801 52.998.028.241 43.255.269.851

Juli 23.843.890.530 41.213.219.827 42.788.066.109

Agustus 20.287.864.389 24.941.413.087 28.622.940.012

September 8.532.276.835 14.746.285.534 16.688.365.714

Oktober 10.350.379.023 12.246.728.493 21.284.413.716

November 13.254.714.964 14.205.604.046 10.803.279.468

Desember 13.408.387.298 21.760.239.502 20.217.735.384

Total 185.260.909.744 291.651.965.111 381.164.527.058

Sumber: Data sekunder diolah oleh peneliti

123

Gambar 4.2 Nilai Ekspor Komoditi Karet PTPN XII Tahun 2009-2011

Dari grafik di atas, terlihat jelas bahwasanya pada tahun 2011 nilai

ekspor yang dimiliki PTPN XII paling tinggi dengan nilai Rp

381.164.527.058 dibandingkan dengan periode tahun lainnya dalam kurun

waktu 4 tahun terakhir.

B. Kurs Valuta Asing

Yang disebut dengan kurs (exchange rate) antara dua negara

adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling

melakukan perdagangan (Mankiw, 2003: 123). Pendapat lain dari N.

Gregory Mankiw (2000: 192) tentang kurs (exchange rate) di antara dua

negara adalah di mana penduduk kedua negara saling melakukan

perdagangan. Ada dua macam kurs yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs

nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua

negara. Sebagai contoh jika kurs antara dolar AS dengan yen Jepang

adalah 120 yen per dolar, maka anda bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen

0

100,000,000,000

200,000,000,000

300,000,000,000

400,000,000,000

500,000,000,000

2009 2010 2011

Nilai Ekspor

Nilai Ekspor

124

di pasar uang. Orang Jepang nyang ingin memiliki doalr akan membayar

120 yen untuk setiap dolar yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin

memiliki yen akan mendapatkan 120 yen untuk setiap dolar yang ia bayar.

Sedangkan kurs riil atau (real exchange rate) adalah harga relatif dari

barang-barang di antara dua negara. Kurs riil ini menyatakan tingkat

dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara

untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut

terms of trade.

Tabel 4.5

Data Kurs Rupiah Terhadap US$

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS

(X1) Per tgl 1 dan per 1$

USD

2009 (Rp)

2010 (Rp)

2011 (Rp)

Januari 11.074 9.300 9.041 Februari 11.821 9.359 8.967 Maret 11.795 9.215 8.810 April 11.088 9.050 8.709 Mei 10.358 9.140 8.592 Juni 10.237 9.213 8.539 Juli 10.177 9.057 8.559

Agustus 9.978 8.989 8.519 September 10.016 8.979 8.621

Oktober 9.560 9.111 8.918 November 9.460 9.098 8.945 Desember 9.463 9.088 9.108

Total 125.027 109.599 105.328 Sumber: Data sekunder Bank Indonesia

Dari data kurs yang diperoleh, dapat diketahui bahwasanya jumlah

total kurs terbesar yaitu terjadi pada tahun 2009 dengan nilai Rp 125.027,

hal ini sesuai dengan kejadian atau fenomena yang terjadi pada tahun 2008

125

akhir. Fenomena itu ialah krisis subprime atau krisis ekonomi global yang

terjadi di Amerika Serikat, dimana hal ini sedikit banyak akan

mempengaruhi pergerakan kurs.

C. Inflasi

Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku

dalam sesuatu perekonomian. Tingkat inflasi (presentasi pertambahan

kenaikan harga) berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan

berbeda pula dari suatu negara ke negara lain (Sukirno, 2000: 15).

Pendapat lain dari Rudiger dronbusch (2008: 39) menyatakan inflasi

adalah tingkat perubahan dalam harga-harga, dan tingkat harga adalah

akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu. Sedangkan menurut Sukirno,

(2000: 302) Seperti pengangguran, inflasi juga masalah yang selalu

dihadapi setiap perekonomian. Sampai dimana buruknya masalah ini

berbeda diantara satu waktu ke waktu lainnya, dan berbada pila dari satu

negara ke negara lainnya. Tingkat inflasi, yaitu presentasi kecepatan

kenaikan harga-harga dalam satu tahun tertentu, biasanya digunakan

sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah

ekonomi yang dihadapi.

126

Tabel 4.6 Data Inflasi

Inflasi 2009 (%)

2010 (%)

2011 (%)

Januari 9,17 3,72 7,02 Februari 8,60 3,81 6,84 Maret 7,92 3,43 6,65 April 7,31 3,91 6,16 Mei 6,04 4,16 5,98 Juni 3,65 5,05 5,54 Juli 2,71 6,22 4,61

Agustus 2,75 6,44 4,79 September 2,83 5,80 4,61

Oktober 2,57 5,67 4,42 November 2,41 6,33 4,15 Desember 2,78 6,96 3,79

Total 58.74 61.50 64.56 Sumber: Data sekunder Bank Indonesia

Dari tabel di atas, terlihat jelas bahwasanya inflasi tertinggi dalam

kurun waktu 4 tahun adalah pada tahun 2011. Hal ini mengindikasikan

bahwasanya pada tahun 2011 harga – harga barang mulai naik.

D. SBI (Suku Bunga Indonesia)

Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu

yang disebut sebagai presentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan

kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang.

Biaya peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun per dolar yang

dipinjam, adalah suku bunga. (Samuelson dan Nordhaus, 2004:190).

Tingkat bunga nominal mempunyai peran penting dalam pembangunan

keuangan karena tingkat nominal menentukan tingginya tingkat bunga riil.

Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal yang disesuaikan dengan

127

laju inflasi (tepatnya laju inflasi yang diharapkan oleh masyarakat). Jika

tidak ada penetapan pagu tingkat bunga nominal oleh pemerintah, tingkat

bunga nominal akan cenderung menyesuaikan diri dengan gerak inflasi.

Tetapi dengan adanya pagu tingkat bunga nominal, tingkat bunga nominal

bisa lebih kecil dari inflasi, sehingga terciptalah tingkat bunga riil yang

negatif yang sekali lagi akan mengurangi jumlah deposito dalam

perekonomian.

Penurunan tingkat bunga akan mendorong kenaikan investasi (dan

dengan demikian juga pengeluaran total). Akibat selanjutnya pendapatan

naik. Jumlah barang-barang modal yang diminta bergantung pada tingkat

bunga yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai

investasi. Agar proyek investasi menguntungkan, hasilnya (penerimaan

dari kenaikan produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi

biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat,

lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-

barang investasi yang diminta akan turun.

128

Tabel 4.7 Data SBI (Suku Bunga Indonesia)

Suku Bunga

Indonesia 2009 (%)

2010 (%)

2011 (%)

Januari 8,75 6,50 6,50 Februari 8,25 6,50 6,75 Maret 7,75 6,50 6,75 April 7,50 6,50 6,75 Mei 7,25 6,50 6,75 Juni 7,00 6,50 6,75 Juli 6,75 6,50 6,75

Agustus 6,50 6,50 6,75 September 6,50 6,50 6,75

Oktober 6,50 6,50 6,50 November 6,50 6,50 6,00 Desember 6,50 6,50 6,00

Total 85,75 78,00 79,00 Sumber: Data sekunder Bank Indonesia

Untuk suku bunga, selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.

Hal ini dibuktikan dari tahun 2009 -2011, dimana semula total suku bunga

diketahui sebesar 85,75% turun pada tahun berikutnya menjadi 78,00%

dan kembali naik pada tahun 2011 menjadi 79,00%.

E. Harga Minyak Dunia

Minyak merupakan salah satu komponen penting dalam biaya

produksi yang harus ditanggung perusahaan. Meningkatnya harga minyak

akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan

mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi

jumlah tenaga kerja. Akibatnya terjadi penurunan penawaran. Penurunan

penawaran akan berdampak pada kenaikan harga (Dyah Restyani, 2012:

20).

129

Tabel 4.8 Data Harga Minyak Dunia

Harga Minyak

Dunia 2009 (US$)

2010 (US$)

2011 (US$)

Januari 41,74 78,22 89,42 Februari 39,16 76,42 89,58 Maret 47,98 81,24 102,94 April 49,79 84,48 110,04 Mei 59,16 73,84 101,33 Juni 69,68 75,35 96,29 Juli 64,09 76,37 97,19

Agustus 71,06 76,82 86,33 September 69,46 75,31 85,61

Oktober 75,82 81,90 86,41 November 78,08 84,14 97,21 Desember 74,30 89,04 98,57

Total 740,32 953,13 1140,92 Sumber: Data sekunder Akumulasi permintaan dan penawaran Light Sweet dari pelaku pasar di Okhlahoma, Texas

Harga minyak dunia selalu berfluktuasi, dan pada tahun 2011 harga

minyak berada pada posisi tertinggi dengan nilai $ 1140,92. Hal ini

mengidikasikan bahwasanya dari tahun ke tahun harga minyak dunia

selalu mengalami kenaikan. Buktinya dari tahun 2009 nilai totalnya hanya

sebesar $ 740,32 dan 2 tahun kemudian atau pada tahun 2011 sudah

melonjak menjadi $ 1140,92.

F. Harga Emas Dunia

Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh

dunia adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas London

(en.wikipedia.org). Sistem ini dinamakan London Gold Fixing. London

Gold Fixing adalah prosedur dimana harga emas ditentukan dua kali sehari

setiap hari kerja di pasar London oleh lima anggota Pasar London Gold

Fixing Ltd (www.goldfixing.com). Kelima anggota tersebut adalah :

130

1. Bank of Nova Scottia

2. Barclays Capital

3. Deutsche Bank

4. HSBC

5. Societe Generale

Proses penentuan harga adalah melalui lelang diantara kelima

member tersebut. Pada setiap awal tiap periode perdagangan, Presiden

London Gold Fixing Ltd akan mengumumkan suatu harga tertentu.

Kemudian kelima anggota tersebut akan mengabarkan harga tersebut 53

kepada dealer. Dealer inilah yang berhubungan langsung dengan para

pembeli sebenarnya dari emas yang diperdagangkan tersebut. Posisi akhir

harga yang ditawarkan oleh setiap dealer kepada anggota Gold London

Fixing merupakan posisi bersih dari hasil akumulasi permintaan dan

penawaran klien mereka. Dari sinilah harga emas akan terbentuk. Apabila

permintaan lebih banyak dari penawaran, secara otomatis harga akan naik,

demikian pula sebaliknya. Penentuan harga yang pasti menunggu hingga

tercapainya titik keseimbangan. Ketika harga sudah pasti, maka Presiden

akan mengakhiri rapat dan mengatakan “There are no flags, and we're

fixed”.

131

Tabel 4.9 Data Harga Emas Dunia

Harga Emas Dunia 2009 2010 2011

Januari 858.69 1117.96 1356.40 Februari 943.16 1095.41 1372.73 Maret 924.27 1113.34 1424.01 April 890.20 1148.69 1473.81 Mei 928.64 1205.43 1510.44 Juni 945.67 1232.92 1528.66 Juli 934.23 1192.97 1572.81

Agustus 949.38 1215.81 1755.81 September 996.59 1270.98 1771.85

Oktober 1043.16 1342.02 1665.21 November 1127.04 1369.89 1738.98 Desember 1134.72 1390.55 1652.31

Total 13684.75 16705.97 20834.00 Sumber: Data sekunder Gold Fixing

Data harga emas diketahui sama dengan data harga minyak dunia

yaitu pada tahun 2011 total harga emas dunia merupakan jumlah yang

paling tinggi senilai $ 20834,00.

4.1.4. Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan realisasi

penjualan ekspor komoditi karet PT Perkebunan Nusantara XII (Persero).

Data tersebut merupakan data sekunder PT Perkebunan Nusantara XII

(Persero) tahun 2009 – 2011. Laporan realisasi penjualan tersebut di gunakan

untuk menghitung ekspor komoditi karet yang telah di lakukan oleh

perusahaan setiap bulannya.

Untuk mengetahui pola pengaruh variabel bebas dalam penelitian ini,

maka di susun persamaan regresi berganda. Regresi berganda dalam

penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas

132

(Kurs Rupiah Terhadap US$, Inflasi, SBI, Harga Minyak Dunia, dan Harga

Emas Dunia) terhadap variabel terikat (Realisasi Ekspor). Analisis regresi

tersebut menghasilkan koefisien-koefisien regresi yang menunjukkan arah

hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat.

a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah tentang kenormalan distribusi data.

Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametrik,

asumsi yang harus oleh data adalah bahwa data tersebut terdistribusi

secara normal. Jika nilai signifikiansi dari hasil uji Kolmoorov – Smirnov >

0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi.

Tabel 4.10 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 36 Normal Parametersa Mean -.0068629

Std. Deviation .45080313 Most Extreme Differences Absolute .102

Positive .083 Negative -.102

Kolmogorov-Smirnov Z .612 Asymp. Sig. (2-tailed) .849 a. Test distribution is Normal.

Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Dari tabel 4.8, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.849 > 0.05, maka

asumsi normalitas terpenuhi. Jadi dapat dikatakan bahwasanya residual model

regresi yang diteliti berdistribusi normal.

133

b. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas pertama kali dikemukakan oleh Ragner Frish.

Frish menyatakan multikolinier adalah adanya lebih dari satu hubungan

lenier yang sempurna. Apabila terjadi multikolinier apalagi kolinier yang

sempurna (koefesien korelasi antarvariabel = 1), maka koefesien regresi

dari variabel bebas tidak dapat ditentukan dan standar eror-nya tidak

terhingga.

Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 38.459 31.697 1.213 .234

ln_kurs -2.357 1.929 -.342 -1.222 .231 .234 4.274 ln_inflasi .415 .312 .254 1.329 .194 .502 1.992

ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 .958 .346 .246 4.070 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751 2.623 .014 .224 4.471

ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 -1.873 .071 .478 2.091 a. Dependent Variable: ln_eksporkaret Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Pada bagian coeficient di atas terlihat nilai VIF untuk X1 sampai X5

tidak melebihi nilai 10 dan nilai tolerance mendekati angka 1. Hal ini

menunjukkan pada model ini tidak terdapat masalah multikolinieritas.

134

Tabel 4.12 Nilai Koefesien Korelai untuk Uji Multikolinieritas

Coefficient Correlationsa

Model ln_hargaemas ln_inflasi ln_kurs ln_sukubunga ln_hargaminy

ak 1Correlations ln_hargaemas 1.000 -.345 .285 -.034 -.248

ln_inflasi -.345 1.000 .160 -.571 .023 ln_kurs .285 .160 1.000 -.335 .492 ln_sukubunga -.034 -.571 -.335 1.000 .369 ln_hargaminyak -.248 .023 .492 .369 1.000

Covariances ln_hargaemas .612 -.084 .431 -.057 -.205 ln_inflasi -.084 .098 .096 -.378 .007

ln_kurs .431 .096 3.720 -1.372 1.003 ln_sukubunga -.057 -.378 -1.372 4.504 .828 ln_hargaminyak -.205 .007 1.003 .828 1.117

a. Dependent Variable: ln_eksporkaret Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Panduan suatu model regresi yang bebas dari multiko adalah koefisien

korelasi antara variabel Independent haruslah lemah. Dari hasil analisis untuk

korelasi variabel bebas pada bagian coeficient correlations, terlihat tidak ada

korelasi yang tinggi antar variabel bebas mulai variabel X1 sampai dengan

X5.

2) Uji Heteroskedastisitas

Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual antara satu pengamatan

dengan pengamatan yang lain. Jika varians dari residual antara satu

pengamatan dengan pengamatan yang lain berbeda disebut

heteroskedaktisitas, sedangkan model yang baik adalah tidak terjadi

heteroskedaktisitas.

135

Tabel 4.13 Tabel Uji Heteroskedastisitas

Correlations

abs_res Spearman's rho ln_kurs Correlation Coefficient .138

Sig. (2-tailed) .423 N 36

ln_inflasi Correlation Coefficient .104 Sig. (2-tailed) .545

N 36 ln_sukubunga Correlation Coefficient .135

Sig. (2-tailed) .431 N 36

ln_hargaminyak Correlation Coefficient -.157 Sig. (2-tailed) .361

N 36 ln_hargaemas Correlation Coefficient -.085

Sig. (2-tailed) .623 N 36

Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Hasilnya akan dijelaskan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.14 Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Bebas R Sig Keterangan

Kurs (X1) 0.138 0.423 Homokedastisitas Inflasi (X2) 0.104 0.545 Homokedastisitas Suku Bunga (X3) 0.135 0.431 Homokedastisitas Harga Minyak Dunia (X4) -0.157 0.361 Homokedastisitas Harga Emas Dunia (X5) -0.085 0.623 Homokedastisitas

Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Heterokedastisitas diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi

Rank Spearman yaitu mengkorelasikan antara absolut residual hasil regresi

dengan semua variabel bebas. Bila hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%)

maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedastisitas dan

sebaliknya adalah non heteroskedastisitas aatau homokedastisitas.

136

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa variabel yang diuji tidak

mengandung heteroskedastisitas atau homokedastisitas. Artinya tidak ada

korelasi antara besarnya data dengan residual sehingga bila data diperbesar

tidak menyebabkan residual (kesalahan) semakin besar pula.

3) Uji Autokorelasi

Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka disebut problem korelasi.

Tabel 4.15 Uji Autokorelasi

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate 1 .671a .450 .358 .47952 a. Predictors: (Constant), ln_hargaemas, ln_inflasi, ln_kurs, ln_sukubunga, ln_hargaminyak

Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Dari hasil pengujian yang telah dihasilkan SPSS di atas, terlihat pada

kolom Durbin-Watson (D-W) bahwa nilainya adalah sebesar (< DW < +2).

Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada model regresi tidak terjadi

auktokorelasi.

c. Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil analisi dengan menggunakan model regresi linier berganda yang

telah memenuhi uji normalitas dan uji asumsi klasik antara variabel bebas

(Kurs, Inflasi, Suku Bunga, Harga Minyak Dunia, dan Harga Emas Dunia)

terhadap variabel terikat (Ekspor Komoditi Karet), dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

137

Tabel 4.16 Analisis Regresi Linier Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) 38.459 31.697

ln_kurs -2.357 1.929 -.342 ln_inflasi .415 .312 .254 ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751

ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 a. Dependent Variable: ln_eksporkaret

Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Berdasarkan data hasil regresi yang ditunjukkan pada tabel 4.16 di

atas, dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 38.459 – 2.357 Kurs + 0.415 Inflasi + 2.033 Suku Bunga + 2.773 Harga

Minyak Dunia – 1.465 Harga Emas Dunia.

1. 38.459 (a)

Nilai konstanta regresi sebesar 38.459 menunjukkan bahwa Ekspor

Komoditi Karet akan mengalami kenaikan, dengan asumsi variabel bebas

adalah tetap.

2. -2.357 Kurs (b1,X1)

Nilai koefisien Kurs sebesar -2.357 menunjukkan bahwa jika

variabel Kurs berubah sebesar satu satuan atau 1%, maka Ekspor

Komoditi Karet akan berubah atau turun sebesar 2.357 % dengan asumsi

variabel bebas lain adalah tetap.

138

3. 0.415 Inflasi (b2,X2)

Nilai koefisien Inflasi sebesar 0.415 menunjukkan bahwa jika

variabel Inflasi berubah sebesar satu satuan atau 1%, maka Ekspor

Komoditi Karet akan berubah atau naik sebesar 0.415 % dengan asumsi

variabel bebas lain adalah tetap.

4. 2.033 Suku Bunga (b3,X3)

Nilai koefisien Suku Bunga sebesar 2.033 menunjukkan bahwa jika

variabel Suku Bunga berubah sebesar satu satuan atau 1%, maka Ekspor

Komoditi Karet akan berubah atau naik sebesar 2.033 % dengan asumsi

variabel bebas lain adalah tetap.

5. 2.773 Harga Minyak Dunia (b4,X4)

Nilai koefisien Harga Minyak Dunia sebesar 2.773 menunjukkan

bahwa jika variabel Harga Minyak Dunia berubah sebesar satu satuan

atau 1%, maka Ekspor Komoditi Karet akan berubah atau naik sebesar

2.773 % dengan asumsi variabel bebas lain adalah tetap.

6. – 1.465 Harga Emas Dunia (b5,X5)

Nilai koefisien Harga Emas Dunia sebesar – 1.465 menunjukkan

bahwa jika variabel Harga Emas Dunia berubah sebesar satu satuan atau

1%, maka Ekspor Komoditi Karet akan berubah atau turun sebesar 1.465

% dengan asumsi variabel bebas lain adalah tetap.

139

d. Uji Hipotesis

1) Pengujian Hipotesis Pertama

Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan uji Koefesiensi

Determinasi variabel bebas terhadap variabel terikat, uji signifikansi

variabel bebas terhadap variabel terikat baik secara bersama-sama

(simultan) maupun secara individu (parsial). Untuk lebih memperjelas

pengujian hipotesis, dapat dilihat hasil regresi pada tabel di berikut ini:

Tabel 4.17 Hasil Regresi Untuk Koefisien Determinasi (܀)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the

Estimate

1 .671a .450 .358 .47952 Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Dari tabel 4.17 di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi

(Rଶ) sebesar 0,450. Hal ini berarti bahwa variabel bebas hanya dapat

menjelaskan pola pergerakan variabel terikat yaitu Ekspor Karet

sebesar 40,5%, sedangkan sisanya sebesar 59,5% dijelaskan oleh

variabel bebas lain. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Thorny Samanhudi (2009) yang menyimpulkan

bahwa Hasil penelitian diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)

sebesar 99,9% yang berarti variabel bebas seperti harga, kurs, GDP

Amerika Serikat, dan penduduk Amerika Serikat dapat menjelaskan

volume ekspor pertanian (Komoditas Karet, Coklat dan Cpo atau

Crude Palm Oil/ Minyak Kelapa Sawit) sebesar 99,9% dan sisanya

sebesar 0.1% dijelaskan oleh veriabel lain yang tidak disertakan dalam

140

model penelitian ini. Sedangkan yang tercantum dalam penelitian ini

hanyalah variabel kurs saja. Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil

penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Ella Hapsari

Hendratno (2008) yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia di

Negara Cina adalah harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina tahun

sebelumnya, harga karet sintesis dunia, GDP per kapita Cina, nilai

tukar yuan per dollar US dan volume ekspor karet alam Indonesia ke

Cina tahun sebelumnya.

Mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Ratih

Nuralitha Pratika (2007) menjelaskan faktor – faktor yang

berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi karet adalah jumlah

ekspor karet itu sendiri, harga domestik, Industrial Index Production

(sama dengan GDP), dan harga negara kompetitor. Marwanta Dace

(2008) juga menemukan hasil penelitian yang sama, dimana faktor-

faktor yang mempengaruhi nilai ekspor komoditi karet adalah harga

ekspor karet, volume ekspor karet, dan kurs. Jadi, dari beberapa

penelitian di atas banyak menggunakan variabel harga karet itu

sendiri, kurs, dan GDP sebagai variabel bebasnya. Sedangkan dalam

penelitian ini hanya variabel kurs yang dijadikan variabel bebas dan

variabel lainnya seperti Inflasi, Suku Bunga, Harga Minyak, dan

Harga Emas.

141

Berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti

dengan salah satu staf Bagian Pemasaran dan beliau juga cukup lama

ditempatkan di kebun yang notabeni mengetahui faktor – faktor yang

ada atau terjadi di lapangan berhubungan dengan karet, menurut

pendapat beliau banyak faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor

komoditi karet itu sendiri terutama berkaitan dengan masalah teknis

atau internal perusahaan, hal non tekhnis atau di luar produksi seperti

kurs, inflasi, suku bunga, dan lain sebagainya dianggap tidak begitu

mempengaruhi kinerja ekspor komoditi karet. Berbeda halnya dengan

komoditi lainnya seperti kopi, teh, kakao, dsb. Adapun faktor – faktor

yang mempengaruhi ekspor komoditi karet adalah sebagai berikut:

1. Teknis dan Kebijakan atau masalah internal perusahaan, seperti

.Kriminal yaitu contohnya pencurian, contohnya seperti wanita

yang menyamar menjadi orang gila atau banyaknya anak kecil

yang bermain di kebun dan mengambil karet. Diperoleh data

pencurian hampir terjadi setiap tahunnya, paling tidak satu sampai

dua kali dalam setahun, namun akhir-akhir ini (periode 2009 s/d

sekarang) sudah berkurang dan alhamdulillah selama tahun 2012

kemarin sudah tidak terjadi lagi pencurian.

2. Peremajaan tanaman, karena dirasa masih belum tua (belum siap

panen). Untuk peremajaan sendiri hanyalah dilakukan 25% dari

luas lahan. Jadi jika peremajaan tersebut melebihi batas, maka

akan menyebabkan pengurangan produksi.

142

3. Pesaing, yaitu pesaing terdekat dari industri karet alam adalah

karet sintetis atau karet yang berasal dari minyak bumi. Jika harga

minyak mahal, maka konsumen akan membeli karet alam, dan

begitupun sebaliknya, jika harga minyak murah, maka konsumen

akan membeli karet sintetis. Hal ini dibuktikan pada tabel 4.8 di

atas yang menunjukkan harga rata-rata dari minyak dunia setiap

tahunnya (periode tahun 2009-2011) mengalami kenaikan sebesar

16% - 17%. Tentunya hal ini akan menyebabkan kenaikan ekspor

komoditi karet yang dimiliki oleh PTPN XII (Persero), dan

terbukti pada tabel 4.4 realisasi ekspor karet PTPN XII (Persero)

dari tahun 2009-2011 selalu mengalami kenaikan yaitu pada

tahun 2009 muncul angka Rp 185.260.909.744, 2010 Rp

291.651.965.111, dan 2011 Rp 381.164.527.058. Dari fakta ini

saja sudah dapat dibuktikan bahwasanya ada pengaruh harga

minyak dunia terhadap ekspor komoditi karet PTPN XII

(Persero).

4. Belum tercapainya produksi sesuai RKAP atau Realisasi yang ada

tidak sama dengan hasil RKAP yang telah dibentuk, penyebab

dari faktor ini adalah pada RKAP semuanya disama ratakan, baik

itu tanaman yang sudah tua maupun tanaman yang masih muda.

Jadi otomatis realisasi yang sering terjadi yaitu tanaman yang

masih muda tadi tidak menjangkau waktu panendari tanaman

yang sudah tua. Hal ini dapat terlihat dari lampiran 4, dimana

143

nilai RKAP dengan nilai realisasi tidak menunjukkan angka yang

sama. Realisasi yang diperoleh lebih kecil daripada nilai ekspor

yang dianggarkan oleh perusahaan.

5. Seringnya terjadi demo besar-besaran yang dilakukan oleh warga

sekitar perkebunan yang menuntut bahwasanya lahan milik

perusahaan adalah merupakan lahan miliknya, hal ini pernah

terjadi di salah satu kebun milik perusahaan tepatnya di daerah

Banyuwangi, akibat dari kasus ini perusahaan harus menaggung

kerugian dan harus merelakan sebagian lahannya kepada warga

karena dalam sidang di pengadilan dimenangkan oleh warga,

padahal peta yang digunakan oleh perusahaan merupakan peta

belanda yang diisolir sebagai barang bukti yang kuat.

Tabel 4.18 Hasil Regresi Untuk Uji F (Simultan)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 5.644 5 1.129 4.909 .002a

Residual 6.898 30 .230 Total 12.542 35

Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Dari hasil uji F pada tabel pada tabel 4.18, didapat nilai Fhitung sebesar

4,909, sedangkan Ftabel yaitu F (0,05;5,30) didapat nilai 2,533 sehingga

Fhitung > Ftabel dan signifikansi pada tingkat 0,002. Hasil tersebut

membuktikan bahwa variabel bebas (Kurs, Inflasi, Suku Bunga, Harga

Minyak Dunia, dan Harga Emas Dunia) secara bersama-sama berpengaruh

144

secara signifikan terhadap Ekspor Karet atau dapat disimpulkan bahwa H0

ditolak dan H1 diterima.

Tabel 4.19 Hasil Regresi Untuk Uji t (Parsial)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 38.459 31.697 1.213 .234 ln_kurs -2.357 1.929 -.342 -1.222 .231 .234 4.274 ln_inflasi .415 .312 .254 1.329 .194 .502 1.992 ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 .958 .346 .246 4.070 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751 2.623 .014 .224 4.471

ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 -1.873 .071 .478 2.091 Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Dari uji t yang telah dilakukan, didapatkan nilai ttabel atau t

(0,05;30) yaitu sebesar 2,042. Dari uji t pada tabel 4.19 dapat disimpulkan

bahwa secara individual (parsial) variabel yang berpengaruh terhadap

Ekspor Karet adalah variabel Harga Minyak Dunia. Hal ini disebabkan

thitung (2,263) > ttabel (2,042) dan tingkat signifikansi 0,014. Minyak

merupakan salah satu pesaing terdekat karet alam, karena minyak juga

menghasilkan produk karet yang disebut karet sintetis. Jika harga minyak

mahal, maka otomatis konsumen akan beralih pada karet alam, begitupun

sebaliknya jika harga minyak rendah, maka konsumen akan lebih memilih

karet sintetis. Sedangkan variabel Kurs, Inflasi, Suku Bunga, dan Harga

Emas Dunia tidak berpengaruh terhadap ekspor karet karena thitung < ttabel

dan tingkat signifikan > 0,05. Sama halnya dengan Minyak, karet

dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh para pelaku industri. Jadi,

145

meskipun harga suatu karet mahal, maka pelaku industri akan tetap

membelinya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwasanya ekspor

karet tidak terlalu dipengaruhi oleh variabel makro seperti kurs, inflasi,

tingkat suku bunga, dan harga emas dunia.

2) Pengujian Hipotesis Kedua

Pengujian hipotesis yang kedua yaitu untuk menentukan variabel

bebas yang paling dominan mempengaruhi ekspor karet. Pengujian ini

ditentukan dengan melihat pada nilai Standardized Coefficients atau beta

pada masing-masing variabel bebas yang diteliti.

Tabel 4.20 Nilai Standardized Coefficients tiap variabel

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 38.459 31.697 1.213 .234

ln_kurs -2.357 1.929 -.342 -1.222 .231 .234 4.274 ln_inflasi .415 .312 .254 1.329 .194 .502 1.992

ln_sukubunga 2.033 2.122 .262 .958 .346 .246 4.070 ln_hargaminyak 2.773 1.057 .751 2.623 .014 .224 4.471

ln_hargaemas -1.465 .782 -.367 -1.873 .071 .478 2.091 Sumber: Data sekunder diolah peneliti

Dari data tabel di atas, tampak bahwa variabel Harga Minyak

Dunia yang mempunyai nilai beta sebesar 0,751 atau yang tertinggi

diantara variabel bebas lainnya. Nilai ini menunjukkan bahwa Harga

Minyak Dunia mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap

Ekspor Komoditi Karet PTPN XII. Kesimpulan yang dapat diambil adalah

146

variabel Harga Minyak Dunia terbukti sebagai variabel yang mempunyai

pengaruh paling dominan terhadap Ekspor Komoditi Karet PTPN XII.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Pembahasan Tiap Variabel Bebas

Berdasarkan hasil uji regresi menunjukkan bahwa beberapa variabel

tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap ekspor komoditi karet PTPN

XII. Berikut penjelasan dari hasil uji analisis dari masing-masing variabel:

1. Kurs (Valuta Asing)

Analisis kurs dilakukan untuk mengukur pengaruh variabel bebas (X)

terhadap variabel terikat (Y). Artinya jika salah satu dari variabel bebas

mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi variabel terikat, maka

perusahaan dapat mengantisipasi terlebih dahulu atau membuat strategi untuk

menghindari pengaruh itu. Nilai tukar valuta asing adalah harga satu satuan

mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan

dalam pasar valuta asing, yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang

berbeda diperdagangkan.

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,

diperoleh nilai thitung sebesar -1.222 dengan tingkat signifikansi 0,231, yang

artinya secara parsial variabel kurs tidak berpengaruh terhadap ekspor

komoditi karet. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Hendratno (2008) yang menyimpulkan bahwa dari Hasil

regresi OLS terlihat bahwasanya koefisien nilai tukar berpengaruh negatif dan

147

nyata pada taraf 20 persen terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia

di Cina. Hasil penelitian ini juga menguatkan penelitian yang dilakukan oleh

Samanhudi (2009) yang menyatakan bahwa pengaruh harga Kurs terhadap

ekspor produk pertanian bersifat inelastis.

Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Pratika (2007)

dalam penelitiannya menyimpulkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

fluktuasi nilai tukar tidak memiliki pengaruh terhadap nilai ekspor komoditi

karet dan kopi. Khairunnisa (2009) juga menemukan hasil penelitian yang

sama yaitu Variabel yang berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor

TPT adalah harga ekspor dan nilai tukar riil. Penelitian serupa pernah

dilakukan oleh Nugroho (2011) yang menghasilkan bahwa Kurs rupiah dan

GDP perkapita China tidak signifikan mempengaruhi permintaan ekspor

TPT Indonesia ke China.

Hal ini disebabkan karena Nilai ekspor komoditi karet lebih

dipengaruhi oleh harga pasar internasional. Nilai ekspor memiliki hubungan

negatif dengan fluktuasi nilai tukar sedangkan harga pasar internasional

memiliki hubungan positif dengan nilai ekspor komoditi karet.

2. Inflasi

Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

sesuatu perekonomian. Tingkat inflasi (presentasi pertambahan kenaikan

harga) berbeda dari suatu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari

suatu negara ke negara lain.

148

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,

diperoleh nilai thitung sebesar 1,329 dengan tingkat signifikansi 0,194, yang

artinya secara parsial variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap ekspor

komoditi karet, namun pengaruhnya tidak signifikan.

Hasil penelitian ini telah mendukung hasil penelitian dari Hanjaswara

yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial

terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali periode 1992-2005.

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Muh. Nurul (2012) yang

menyimpulkan bahwa tingkat inflasi mempunyai hubungan yang positif

terhadap ekspor non-migas.

Naiknya inflasi menyebabkan biaya produksi barang ekspor akan

semakin tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan eksportir tidak mampu

berproduksi maksimal sehingga menyebabkan ekspor menjadi turun karena

untuk memproduksi barang komoditi ekspor diperlukan biaya yang tinggi.

Namun diketahui data inflasi Indonesia periode 2009-2011 masih tergolong

tipe ketegangan inflasi yang rendah, karena nilainya berada pada kisaran 2%-

9% dan tidak pernah menyentuh angka 10%. Sedangkan tipe ketegangan

inflasi yang tergolong melambung adalah dengan nilai 20-100%. Jadi harga

biaya produksi ekspor masih tergolong stabil, sehingga dalam hal ini inflasi

tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor komoditi karet.

3. Suku Bunga

Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu

yang disebut sebagai presentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata

149

lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya

peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun per dolar yang dipinjam,

adalah suku bunga.

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,

diperoleh nilai thitung sebesar 0,958 dengan tingkat signifikansi 0,346, yang

artinya secara parsial variabel suku bunga memiliki pengaruh positif terhadap

ekspor komoditi karet, namun pengaruhnya tidak signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hanjaswara yang menyatakan bahwa suku bunga kredit tidak berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi

Bali periode 1992-2005.

Hal ini disebabkan karena struktur ekspor non-migas Indonesia

(termasuk di dalamnya komoditi karet) masih ditopong oleh jasa dan hasil

pertanian dan kehutanan (perkebunan) yang tidak terpengaruh oleh variabel

moneter tersebut (suku bunga). Selain itu, kebijakan melalui saluran suku

bunga memiliki jalur terlalu banyak dan lag time untuk sampai kepada

ekspor. Perubahan suku bunga akan dipandang positif, karena dapat

mencegah larinya modal dalam negeri ke luar negeri (capital fleight).

Sehingga para pemilik modal tidak jadi memindahkan dananya ke luar negeri

jika di dalam negeri dipandang lebih menguntungkan, kemudian dana

tersebut bisa digunakan oleh perusahaan untuk ekspansi, meningkatkan

produktivitas menambah volume produksi komoditas ekspor (Hariadi, 2008:

246).

150

4. Harga Minyak Dunia

Minyak merupakan salah satu komponen penting dalam biaya

produksi yang harus ditanggung perusahaan. Meningkatnya harga minyak

akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan

mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah

tenaga kerja. Akibatnya terjadi penurunan penawaran. Penurunan penawaran

akan berdampak pada kenaikan harga.

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,

diperoleh nilai thitung sebesar 2.623 dengan tingkat signifikansi 0,014, yang

artinya secara parsial variabel harga minyak dunia mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap ekspor komoditi karet. Selain itu variabel bebas harga

minyak dunia memiliki koefisien regresi yang bertanda positif, hal ini

menunjukkan bahwasanya kenaikan harga minyak dunia akan mendorong

kenaikan ekspor komoditi karet.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Asmara, dkk (2011) yang menyatakan bahwa diketahui sejumlah industri

termasuk karet relatif peka terhadap volatilitas harga minyak dunia. Penelitian

serupa pernah dilakukan oleh Elmas (2010) yang menyimpulkan bahwa harga

minyak berpengaruh secara signifikan terhadap omzet penjualan (ekspor

TPT) toko sakinah probolinggo.

Minyak merupakan salah satu pesaing terdekat karet alam, karena

minyak juga menghasilkan produk karet yang disebut karet sintetis. Jika

harga minyak mahal, maka otomatis konsumen akan beralih pada karet alam,

151

begitupun sebaliknya jika harga minyak rendah, maka konsumen akan lebih

memilih karet sintetis.

5. Harga Emas Dunia

Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena

nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun.

Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi

yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, investor akan

memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan resiko

tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan 54 resiko yang rendah.

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.19 (uji t) yang telah dilakukan,

diperoleh nilai thitung sebesar -1.873 dengan tingkat signifikansi 0,071, yang

artinya secara parsial variabel kurs tidak berpengaruh terhadap ekspor

komoditi karet atau dapat disimpulkan pengaruhnya negatif namun tidak

signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Elmas (2010) yang menyimpulkan bahwa harga emas tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap omzet penjualan (ekspor TPT) toko sakinah

probolinggo.

Hal ini disebabkan karena harga emas lebih berhubungan langsung

dengan Investor atau masyarakat. Investor yang hendak mengurangi resiko

dari kerugian di pasar keuangan atau menamkan modal (saham) di suatu

perusahaan mengalihkan sebagian besar investasinya ke emas. Alasan dari

mereka adalah untuk mengurangi resiko. Salah satu keunggulan dari

152

berinvestasi pada emas adalah nilainya yang cenderung naik, selain itu

pemilik emas dapat dengan mudah menjualnya kapan saja ia membutuhkan

dana tanpa mengalami kerugian yang besar. Hal ini mengakibatkan kenaikan

harga emas dunia dari bulan Agustus tahun 2007 hingga sekarang. Disamping

itu, PT Perkebunan Nusantara ini 100% sahamnya adalah milik pemerintah,

jadi perusahaan tidak membuka bursa saham untuk investor. Maka dari itu

harga emas tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor komoditi karet.

Dari hasil analisis dengan menggunakan analisis regresi berganda,

diperoleh bahwa variabel bebas (Kurs, Inflasi, Suku Bunga, Harga Minyak

Dunia, dan Harga Emas Dunia) secara bersama-sama berpengaruh secara

signifikan terhadap Ekspor Karet atau dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak

dan H1 diterima. Namun uji secara individual (parsial) variabel yang

berpengaruh terhadap Ekspor Karet adalah variabel Harga Minyak Dunia. Hal

ini disebabkan thitung > ttabel dan tingkat signifikansi 0,014. Sedangkan variabel

Kurs, Inflasi, Suku Bunga, dan Harga Emas Dunia tidak berpengaruh

terhadap ekspor karet karena thitung < ttabel dan tingkat signifikan > 0,05.

Hal ini berarti dari semua variabel hanya ada satu variabel yang

berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor komoditi karet. Dugaan yang

muncul berkaitan dengan faktor permintaan ekspor adalah berkaitan dengan

harga dan kekuatan tawar menawar antara negara pengekspor dengan negara

pengimpor. Mengacu pada teori permintaan ekspor yang dikemukakan oleh

Lipsey yaitu Pengertian dari permintaan itu sendiri menurut adalah jumlah

suatu komoditi yang akan dibeli oleh rumah tangga. Hubungan antara harga

153

dengan jumlah yang diminta adalah negatif sehingga hukum permintaan

menyebutkan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang

akan diminta semakin besar, begitu pula sebaliknya. Sementara itu, penentuan

permintaan dari suatu pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor (Lipsey, 1995

dalam Khairunnisa, 2009: 28-29), yaitu:

a) Harga komoditi itu sendiri

b) Rata-rata pendapatan rumah tangga.

Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah

komoditi yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu.

c) Harga-harga lainnya.

Harga-harga lainnya yang dimaksud adalah harga barang substitusi dan

harga barang komplementer. Naiknya harga pada barang substitusi suatu

komoditi maka akan menyebabkan permintaan dari komoditi itu

meningkat. Sedangkan naiknya harga barang komplementer suatu

komoditi akan menyebabkan permintaan dari komoditi itu turun.

d) Selera

Selera mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan

keputusan seseorang untuk membeli suatu barang.

e) Distribusi pendapatan

Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan semakin

banyak jumlah komoditi atau barang yang akan dibeli bagi mereka

yang memperoleh tambahan pendapatan, begitu pula sebaliknya.

154

f) Jumlah penduduk

Kenaikan jumlah penduduk akan menyebabkan lebih banyak komoditi

yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.

Hukum Islam memberikan apresiasi positif terhadap kegiatan dan

transaksi perdagangan internasional ini selama masih berada dalam kendali

nilai-nilai moral dan etika serta aspek hukum. Salah satu mekanisme ekonomi

dan keuanagn Islam yang dijadikan instrumen untuk mendukung perdagangan

internasional ini adalah instrumen letter and credit yang dilakukan melalui

produk perbankan syariah. Para ulama telah menetapkan fatwa dalam hal ini

dengan mengajukan sejumlah argumen normatif sebagai hukum transaksi

menggunakan instrumen L/C dalam perdagangan internasional.

Sejumlah ayat yang dirujuk para ulama untuk dijadikan justifikasi

sebagai instrumen perdaganagn internasional ini adalah QS. An-Nisa’ (4): 29;

QS. Al Maidah ayat 1; QS. Al kafi ayat 19; QS. Al Baqarah: 283 dan

sebagainya. Dalam fatwanya Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwa

letter and credit impor yang sesuai dengan prinsip syariah adalah yang

menggunakan akad-akad seperti wakalah bil ujrah, qardh, murabahah,

salam, istisna, dan mudharabah yang merupakan instrumen-instrumen

penting yang dimiliki bank Islam untuk mendukung kelancaran transaksi

bisnis dan perdagangan (Muhammad, 2007: 100-102).

Nabi Muhammad saw di utus Allah sedang pada waktu itu bangsa

Arab telah memiliki berbagai macam model jual beli dan melakukan tukar

menukar. Kemudian Nabi saw membenarkan sebagiannya, asalkan tidak

155

bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at yang dibawanya, dan melarang

sebagian yang lain karena tidak sesuai dengan tujuan dan jiwa syari’at.

Larangan ini berkisar pada beberapa sebab, antara lain karena membantu

kemaksiatan, ada unsur-unsur penipuan, karena adanya tindakan zalim oleh

salah satu pihak yang mengadakan transaksi, dan sebagainya (Dr. Yusuf

Qardhawi, 2001: 293).

Dalam aktivitas perdagangan, Islam mensyaratkan batasan-batasan

tegas dan kejelasan objek (barang) yang akan dijualbelikan, yaitu (1) barang

tersebut tidak bertentangan dengan anjuran syariah Islam, memenuhi unsur

halal baik dari sisi substansi (dzatihi) maupun halal dari sisi memperolehnya

(ghairu dzatihi); (2) obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan

bukan tipuan. (3) barang yangdijual belikan memerlikan media pengiriman

dan distribusi yang tidak hanya tepat, tetapi juga memenuhi standar yang baik

menurut Islam, dan; (4) kualitas dan nilai yang dijual itu harus sesuai dan

melekat dengan barang yang akan diperjual belikan.

Jual beli (perdagangan) dalam konsep Islam merupakan wasilat al

hayat, sarana manusia untuk memenuhi kebutuhan jasadiyah dan ruhiyah agar

manusia dapat meningkatkan martabat dan citra dirinya dengan baik sesuai

fitrahnya sebagai makhluk Allah yang memiliki potensi ketuhanan (divine

spirit), sarana mendidik dan melatih jiwa manusia sebagai khalifah di muka

bumi untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dan memiliki

kejujuran.

156

Nilai-nilai kejujuran ini secara historis telah diterapkan Rasulullah

dalam melaksanakan aktivitas perdagangan . rasulullah selalu memainkan

takaran timbangan dan bahkan melakukan audit terhadap barang dagangan

yang dijual produsen di pasar. Bahkan diriwayatkan oleh Abu Hurairah

bahwa Nabi pernah melakukan inspeksi dengan jalan-jalan ke pasar dan

didapatinya seorang pedagang yang menjual buah-buahan. Hasil audit beliau

menemukan ketidakjujuran penjual dengan cara menjajakkan produk (buah)

yang baik pada tingkatpermukaan sedangkan produk (buah) yang tidak baik

ditumpuk di bagian bawah dengan niat menyembunyikannya di bawah

produk yang baik-baik. Rasulullah mendapati buah-buahan dalam keadaan

basah seraya mengajukan pertanyaan kepada penjual buah:

apa ini wahai pedagang buah? Maka dengan wajah ketakutan

pedagang buah menjawab” Hujan telah menimpa ya Rasulullah”

kemudian nabi balik bertanya mengapa engkau ntidak

menempatkannya di atas, sehingga orang lain dapat melihatnya?

Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku

(Muhammad, 2007: 93-95).

4.2.2 Variabel yang Merupakan Diskriminator Dominan

Berdasarkan hasil analisis regresi di atas, dilihat dari nilai

Standardized Coefficients atau beta tampak bahwa variabel harga minyak

dunia (X4) mempunyai nilai beta yang tertinggi sebesar 0,618 atau tertinggi

diantara variabel bebas lainnya. Dengan demikian hipotesis 6 yang

157

menyatakan bahwa variabel yang merupakan diskriminator dominan adalah

kurs tidak terbukti.

Dengan asumsi bahwa dari kelima variabel bebas yang ada dalam

model regresi, variabel harga minyak merupakan variabel yang paling

dominan berpengaruh terhadap ekspor komoditi karet. Sedangkan kurs

menunjukkan ukuran nilai tukar rupiah terhadap dolar, inflasi lebih menilai

pada perkembangan perekonomian suatu negara, suku bunga menggambarkan

kebijakan yang diambil oleh suatu negara, dan harga emas menunjukkan

pembanding harga komoditi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Asmara, dkk (2011) yang menyatakan bahwa

diketahui sejumlah industri termasuk karet relatif peka terhadap volatilitas

harga minyak dunia.