44
114 BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA PERSALINAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STATUS ANAK A. Hukum Pembaharuan Nikah Pasca Persalinan Wanita Hamil di Luar Nikah Pembaharuan dalam bahasa arabnya tajdid mengandung arti membangun kembali, menghidupkan kembali, menyusun kembali, atau memperbaiki sebagaimana yang diharapkan. 1 Kata tajdid merupakan bentuk masdar dari kata jaddada- yujaddidu, yang artinya “memperbaharui” dan tajdid artinya “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid adalah kebalikan dari qadim). Qadim artinya “lama”. Kata tajdid mempunyai arti “pembaharuan”, berarti menjadikan sesuatu menjadi baru. 2 Menurut istilah, tajdid mempunyai dua makna. Pertama, apabila dilihat dari segi sasarannya, dasarnya, landasan dan sumber 1 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), p. 147. 2 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia..., p. 146.

BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

114

BAB IV

ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA

PERSALINAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STATUS ANAK

A. Hukum Pembaharuan Nikah Pasca Persalinan Wanita Hamil

di Luar Nikah

Pembaharuan dalam bahasa arabnya tajdid mengandung

arti membangun kembali, menghidupkan kembali, menyusun

kembali, atau memperbaiki sebagaimana yang diharapkan.1

Kata tajdid merupakan bentuk masdar dari kata jaddada-

yujaddidu, yang artinya “memperbaharui” dan tajdid artinya

“pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks

al-qadim (tajdid adalah kebalikan dari qadim). Qadim artinya

“lama”. Kata tajdid mempunyai arti “pembaharuan”, berarti

menjadikan sesuatu menjadi baru.2

Menurut istilah, tajdid mempunyai dua makna. Pertama,

apabila dilihat dari segi sasarannya, dasarnya, landasan dan sumber

1 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2006), p. 147. 2 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia..., p. 146.

Page 2: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

115

yang tidak berubah-ubah, maka tajdid bermakna mengembalikan

segala sesuatu kepada aslinya. Kedua, tajdid bermakna

modernisasi, apabila sasarannya mengenai hal-hal yang tidak

mempunyai sandaran, dasar, landasan dan sumber yang tidak

berubah-ubah untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta

ruang dan waktu.3

Kata tajdid mengandung suatu pengertian yang luas, sebab

di dalam kata ini terdapat tiga unsur yang saling berhubungan

yaitu: Pertama, al-i‟adah artinya mengembalikan masalah-masalah

agama terutama yang bersifat khilafiah kepada sumber agama

ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits. Kedua, al-ibanah yang

artinya purifikasi atau pemurnian agama Islam dari segala macam

bentuk bid‟ah dan khurafah serta pembebasan berfikir (liberalisasi)

ajaran agama Islam dari fanatik madzhab, aliran, ideologi yang

bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Ketiga,

al-ihya‟ artinya menghidupkan kembali, menggerakkan,

memajukan dan memperbaharui pemikiran dan melaksanakan

ajaran Islam.4

3 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia..., p. 147.

4 Masjfuk Zuhdi, Pembaharuan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum,

(Surabaya: PTA. Jawa Timur, 1995), p. 2-3.

Page 3: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

116

Kata perkawinan berasal dari bahasa arab yaitu nikah,

yang berarti pengumpulan atau bergabungnya sesuatu dengan

sesuatu yang lain.5 Menurut istilah nikah adalah suatu akad yang

suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadikan

sebab sahnya status sebagai suami istri, dan dihalalkannya

hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah,

mawaddah, penuh kasih dan sayang, kebajikan dan saling

menyantuni.6

Menurut ulama Hanafiah, perkawinan adalah akad yang

memberikan faedah untuk memiliki kebahagiaan bagi seorang laki-

laki untuk bersetubuh dengan perempuan sehingga bisa

memperoleh kebahagiaan.7

Hal tersebut sejalan dengan pemikiran ulama Syafi‟iah

dan Hanabilah yang memberikan suatu pengertian perkawinan

merupakan suatu akad yang menggunakan lafal nakaha atau

zawwaja atau perkataan lain yang mempunyai makna sama dengan

5 Muhammad Baqir Al-Habsyi, Fikih Praktis Munurut Al-Qur‟an, As-

Sunnah dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 2002), p. 3. 6 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2001),

p. 188. 7 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madhabib al-Arba‟ah, (Baerut:

Dharul Fikri, t.t), p. 5.

Page 4: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

117

salah satu kata tersebut dengan tujuan untuk memperoleh suatu

kebahagiaan.8

Dari beberapa penjelasan tentang pengertian tajdid dan

nikah yang telah disebutkan maka dapat ditarik suatu kesimpulan,

bahwa tajdidun nikah adalah pembaharuan terhadap akad nikah.

Arti secara luas yaitu pembaharuan, perbaikan terhadap suatu akad

yang nantinya akan menghalalkan hubungan suami istri antara

seorang laki-laki dan perempuan yang akhirnya akan mewujudkan

tujuan dari pernikahan yaitu adanya keluarga yang hidup dengan

penuh kasih sayang dan saling tolong menolong, serta sejahtera

dan bahagia.

Para ahli fikih cenderung berbeda pendapat mengenai

hukum pembaharuan nikah, ada yang memperbolehkan dan ada

yang melarangnya. Perbedaan tersebut terletak pada status akad

yang pertama, apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua.

Ismail Az-zain menyinggung tentang hukum tajdid al

nikah. Menanggapi pertanyaan tentang hukum tajdid al nikah yang

diajukan seseorang. Beliau menyatakan “Jika bertujuan untuk

memperkokoh perkawinan, hukum tajdid al nikah tidak apa-apa.

8 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madhabib al-Arba‟ah..., p. 6.

Page 5: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

118

Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya, dan Allah

SWT lebih mengetahui”.9

Dari redaksi tersebut dapat dipahami bahwa pada

dasarnya tajdid al nikah diperbolehkan apabila yang menjadi

tujuannya adalah untuk memperkokoh ikatan perkawinan, tetapi

Ismail Az-zain juga menyatakan meski diperbolehkan, akan lebih

baik apabila praktik tajdid al nikah tersebut ditinggalkan.

Tajdid al nikah merupakan tindakan sebagai langkah

untuk membuat kenyamanan hati dan ihtiyath (kehati-hatian)

sebagaimana sabda Nabi SAW yang berbunyi :

هات لا ي علمها كث ن هما مشب وب ي والرام بي ير من الناس فمن اللال بيرأ لدينو وعرضو هات است ب ات قى المشب

“Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan

diantara keduanya terdapat hal musyabbihat (samar-samar), yang

tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barang siapa

yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan

agama dan kehormatannya”. (HR. Bukhari).10

9 Ismail Utsman al-Yamanin al-Makki, Qurrotul „Ain bi Fatawi Ismail Az-

zain, p. 148. 10

Bukhari, Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. I, No. Hadits: 52, p.

20.

Page 6: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

119

Hadits Salamah, beliau berkata :

جر ة ف قا ل ل ي سلمة أ لا ت با يع بي عنا النب صلى ا لل عليو و سلم تت الش

ق لت ي ر سو ل ا لل قد ب ي عت ف ا ل و ل قا ل و ف ا لثا ن “Kami melakukan bai‟at kepada Nabi SAW di bawah

pohon kayu. Ketika itu, Nabi SAW menanyakan kepadaku: “Ya

Salamah, apakah kamu tidak melakukan bai‟at? Aku

menjawab:“Ya Rasulullah, aku sudah melakukan bai‟at pada

waktu pertama (sebelum ini).” Nabi SAW berkata : “Sekarang kali

kedua”. (HR.Bukhari).11

Hadits tersebut menceritakan bahwa Salamah sudah

pernah melakukan bai‟at kepada Nabi SAW, namun beliau tetap

menganjurkan Salamah melakukan sekali lagi bersama-sama

dengan para sahabat lain dengan tujuan menguatkan bai‟at

Salamah yang pertama.12

Karena itu, bai‟at Salamah kali kedua ini

tentunya tidak membatalkan bai‟atnya yang pertama. Tajdid nikah

dapat di qiyaskan kepada tindakan Salamah mengulangi bai‟at ini,

mengingat keduanya sama-sama merupakan ikatan janji antara

pihak-pihak.

Sayyid Abdurrahman memberikan pemaknaan tentang

hukum tajdid al nikah sebagai berikut: “Telah menikahkan

sebagian wali terhadap keluarganya dengan tidak ada kesepadanan

11

Bukhari, Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. IX, No. Hadits: 7208,

p. 98. 12

Ibnu Bathal, Syarah Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. XV, p. 30.

Page 7: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

120

dengan kerelaan orang-orang yang ada ditingkatnya, kemudian

suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki tajdid dari

suaminya, maka harus ada kerelaan dari semuanya. Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya

dan yang menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya

wali, meskipun diperbaharui dengan orang yang rela pada wali

yang pertama tetapi tajdid itu lebih utama dicegah dari sebagian

wali-wali”.13

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa hukum dari

tajdid al nikah itu boleh dilaksanakan tetapi lebih baiknya tidak

melaksanakan tajdid al nikah. Pelaksanaan tajdid al nikah

diperbolehkan dengan syarat harus adanya kerelaan antara suami

istri.

Ibnu Hajar al-Haitami, salah seorang ulama dibidang fiqih

madzhab Syafi‟i menjelaskan tentang tajdid al nikah sebagai

berikut : “Sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semerta-merta menjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama bukan untuk kinayah. Pendapat ini sudah

13

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar, Bughyah Al-

Mustarsyidin, Darul Khaya, p. 209.

Page 8: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

121

jelas. Dalam konteks ini yang menjadi tujuan atau yang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hati”.14

Jika dipahami redaksi di atas, al-Haitami tidak

menjelaskan secara jelas tentang kebolehan prosesi tajdid al nikah.

Al-Haitami hanya menyatakan bahwa akad yang kedua tidak

merusak akad yang pertama, dan ini hanya berfungsi untuk

memperindah dan ihtiyath (berhati-hati). Hal tersebut dapat

dipahami bahwa al-Haitami memperbolehkan pelaksanaan tajdid al

nikah.

Hukum tajdid al nikah adalah boleh dan tidak merusak

pada akad yang telah terjadi, karena memperbaharui akad itu hanya

sekedar keindahan (al-tajammul) atau berhati-hati (al-ihtiyath). Hal

ini juga diungkapkan oleh A. Qusyairi Ismail, bahwa hukum asal

memperbaharui akad nikah itu boleh karena bertujuan hati-hati

(ihtiyath), agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan atau

bertujuan tajammul (memperindah).15

Hukum dari tajdid al nikah adalah boleh, karena

mengulangi lafadz akad nikah dalam nikah yang kedua tidak

14

Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Munhtaj bi Syarh al-Minhaj, Juz V,

Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, p. 391. 15

Masduki Machfudh, Bahstul Masa‟il Diniyah, (Malang: PPSNH, 2000), p.

25.

Page 9: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

122

merusak akad nikah yang pertama. Kemudian dikuatkan oleh

argumen Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani, yang menyatakan

bahwa menurut jumhur ulama bahwa tajdid al nikah tidak merusak

akad yang pertama.16

Pembaharuan nikah menurut pendapat yang shahih,

hukumnya jawaz (boleh) dan tidak merusak pada akad nikah yang

pertama. Karena memperbaharui nikah itu hanya sekedar

keindahan (tajammul) atau berhati-hati (ihtiyath). Ihtiyath

digunakan dalam kitab-kitab fikih klasik menunjukan bahwa ulama

menggunakannya sebagai pendekatan dalam menetapkan hukum.

Mayoritas pendapat ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa

pernikahan ulang tersebut boleh dilakukan sebatas keindahan

(tajammul) atau berhati-hati (ihtiyath).17

Ulama yang menolak kebolehan tajdid al nikah adalah

Yusuf Ibn Ibrahim al Ardabili, berikut pendapat Ardabili dalam

kitabnya tentang tajdid al nikah: “Andaikan seorang laki-laki

memperbaharui nikahnya, maka wajib atasnya membayar mahar

baru, sebab hal tersebut adalah bentuk pengakuan untuk berpisah

16

Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Juz XII, Syarah

Shahih Bukhori, Darul Fikri, p. 199. 17 Syihab al-Din Ahmad bin Hajar al-Haitami al-Makky, Tuhfah al-Muhtaaj

Li Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz VII, p. 391.

Page 10: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

123

dengan istrinya, dan pada saat itulah sekaligus terjadi talak dan

membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi istrinya untuk yang ketiga kali”.18

Redaksi diatas menjelaskan al-Ardabili meyakini bahwa

memperbaharui nikah sama saja dengan mengakui perpisahan

(talak), sehingga wajib adanya mahar baru dalam akad. Karena

perkawinan merupakan hal yang sakral, sehingga jika

memperbaharui nikah diperbolehkan secara terbuka, dikhawatirkan

perkawinan hanya menjadi mainan yang bisa diperbaharui

kapanpun dan dimanapun.

Kalau seseorang melakukan akad nikah secara sir

(sembunyi-sembunyi) dengan mahar seribu, kemudian diulang

kembali akad itu secara terang-terangan dengan mahar dua ribu

dengan tujuan tajammul (memperindah), maka wajib maharnya

adalah seribu.19

Di sini, kedua ulama di atas mengakui bahwa akad nikah

kedua tidak membatalkan akad nikah pertama. Buktinya, beliau

berpendapat bahwa kewajiban mahar dikembalikan menurut yang

18

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili, Al-Anwar li a‟Mal al-Abrar, Juz II, (Beirut:

Dar Ad-Diya‟, 2006), p. 88. 19

Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab, Dicetak pada hamisy Bujairumy „ala

Fath al-Wahab, Dar Shadir, Beirut, Juz. III, p. 41. Lihat Jalaluddin al-Mahalli, Syarh

al-Mahalli a‟la al-Minhaj, Juz III, p. 281.

Page 11: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

124

disebutkan dalam akad yang pertama. Kalau akad yang kedua

membatalkan akad yang pertama, maka tentunya jumlah mahar

tidak dikembalikan kepada akad yang pertama. Oleh karena itu,

dipahami bahwa akad yang kedua hanyalah dengan tujuan

memperindah saja.

Dengan demikian, dari beberapa perspektif tentang hukum

dari tajdid al nikah yaitu ada yang membolehkan karena untuk

tajammul (memperindah) dan sebagai ihtiyath (berhati-hati), dan

ada pula yang tidak memperbolehkannya karena dengan

melakukan tajdid al nikah berarti suami telah mengakui adanya

talak.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum

pembaharuan nikah (tajdid al nikah) adalah boleh, karena hal ini

dilakukan sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian). Karena

persetujuan murni suami atas akad nikah yang kedua

(memperbaharui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya

tanggung jawab atas nikah yang pertama, dan juga bukan

merupakan kinayah dari pengakuan tadi. Hal ini juga tidak berarti

merusak akad nikah yang pertama, hanya saja untuk memperkokoh

perkawinan sebagai bentuk kehati-hatian. Pelaksanaan

Page 12: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

125

pembaharuan nikah ini hampir sama dengan akad nikah yang

pertama, meskipun tidak ada ketentuan yang pasti sebagai payung

hukum baik hukum Islam maupun hukum positif, namun praktik

pembaharuan nikah hampir terdapat dibeberapa daerah di

Indonesia. Tajdid nikah dijadikan sebagai sebuah solusi dalam

rangka memperbaiki akad nikah dan bukan mengulangi akad

nikah. Salah satu faktor penyebab dilakukannya tajdid nikah ini

yaitu karena keyakinan keagamaan dan tradisi yang berkembang di

masyarakat tertentu terkait dengan solusi permasalahan dalam

rumah tangga.

Praktik tajdid nikah yang dilakukan tersebut tidak wajib

membayar mahar, karena kewajiban mahar dikembalikan

menurut yang disebutkan dalam akad yang pertama. Kalau akad

yang kedua membatalkan akad yang pertama, maka tentunya

jumlah mahar tidak dikembalikan kepada akad yang pertama. Oleh

karena itu, dipahami bahwa akad yang kedua hanyalah dengan

tujuan memperindah saja.

Hal ini berdasarkan kepada hadits Salamah Riwayat

Bukhari, dalam hadits tersebut diceritakan bahwa Salamah sudah

pernah melakukan bai‟at kepada Nabi SAW, namun beliau tetap

Page 13: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

126

menganjurkan Salamah melakukan sekali lagi bersama-sama

dengan para sahabat lain dengan tujuan menguatkan bai‟at

Salamah yang pertama. Karena itu, bai‟at Salamah yang kedua ini

tentunya tidak membatalkan bai‟atnya yang pertama. Tajdid nikah

dapat diqiyaskan kepada tindakan Salamah mengulangi bai‟at ini,

mengingat keduanya sama-sama merupakan ikatan janji. Ini

menjadi dasar bolehnya memperbaharui nikah bagi wanita hamil

karena zina.

B. Implikasi hukum pembaharuan nikah pasca persalinan wanita

hamil di luar nikah terhadap anak dalam memperoleh hak

nafkah, perwalian dan kewarisan

Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil

hubungan di luar nikah. Dalam Islam yang dipandang sebagai anak

luar nikah adalah anak zina. Anak zina adalah anak yang lahir dari

hasil hubungan tanpa pernikahan, biasa juga disebut dengan anak

tidak sah. Karena dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau

disebut dengan anak haram, karena perbuatan zina dilakukan oleh

Page 14: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

127

orang yang menyebabkan kelahirannya adalah perbuatan keji yang

diharamkan oleh syara‟.20

Istilah anak haram pada prinsipnya kurang tepat dengan

istilah tersebut, karena di samping istilah itu tidak dikenal dalam

hukum positif, juga terdengar kurang nyaman bagi yang

bersangkutan, kelahirannya semata-mata merupakan kehendak

sadar kedua orang tuanya. Dengan demikian tidak ada alasan untuk

menyalahkan anak tersebut dengan menyebutnya sebagai anak

haram. Semestinya orang tuanya yang bersalah, terhadap anak

tersebut lebih tepatnya dikatakan sebagai anak yang lahir di luar

pernikahan.21

Di masyarakat tertentu, orang menyebut anak zina dengan

anak haram, anak jadah, dan anak terlaknat. Secara psikologis

sebutan ini dapat mempengaruhi jiwa si anak sehingga ia merasa

terkucil. Yang perlu diluruskan adalah bahwa sebutan tersebut

keliru dan salah sasaran. Karena seakan-akan dengan sebutan

tersebut si anaklah yang salah berdosa. Sebenarnya jika kita

melihatnya dengan lurus dan proporsional, sesungguhnya

20

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam

Kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005), p. 178. 21

Amir Syarifudin, Pembaharuan Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: Angkasa

Raya, 1993), p. 25.

Page 15: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

128

kehadiran anak dari hasil zina tidaklah salah dan berdosa. Dia tidak

lebih dari akibat perbuatan sepasang laki-laki dan perempuan yang

tidak bertanggung jawab. Seharusnya yang mendapat predikat

tidak baik adalah pasangan zina itu yang telah berbuat dosa besar.

Islam mengakui semua anak yang lahir ke alam ini suci dan bersih

tanpa memandang siapa kedua orang tuanya.22

Pernyataan tersebut didasarkan oleh hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

مولود ي ولد على الفطرة، حت ي عرب عنو لسانو كل “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga

ia fasih (berbicara).” (H.R.Bukhari dan Muslim).23

Sifat suci dan bersih menurut konsep Islam dapat dimiliki

oleh setiap anak yang lahir karena dalam Islam tidak dikenal

adanya dosa turunan. Dosa harus ditanggung oleh setiap manusia

yang melakukannya. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT :

ألا تزر وازرة وزر أخرى“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan

memikul dosa orang lain”. (Q.S.An-Najm: 38).24

22

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenadamedia Group,

2016), p. 103. 23

Al-Bukhari, 1/465 dan Muslim, no. 2658. 24

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro: 2010), p. 527.

Page 16: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

129

Oleh karena itu, anak zina harus diberlakukan secara

manusiawi sebagaimana anak hasil pernikahan yang sah. Mereka

harus diberi nafkah lahir dan batin serta diberi pendidikan dan

pengajaran sehingga diharapkan kelak menjadi anak yang sholeh.

Tanggung jawab ini terutama dari pihak ibu yang melahirkan dan

keluarga ibunya. Sebab anak zina hanya memiliki nasab atau

perdata dengan ibunya.25

Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Pernikahan telah mengatur bahwa anak yang dilahirkan di

luar pernikahan hanya mempunyai hubungan perdata dengan

ibunya dan keluarga ibunya. Ketentuan ini dipertegas pula dengan

pasal 100 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia bahwa anak

yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai hubungan nasab

dengan ibunya dan keluarga ibunya.26

Kedudukan hukum bagi anak zina tidak bernasab kepada

laki-laki yang melakukan zina terhadap ibunya. Ia tidak mengikuti

nasab laki-laki pemilik sperma yang menyebabkan kelahirannya,

tetapi nasabnya mengikuti kepada ibu yang melahirkannya. Anak

25

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer..., p. 104. 26

Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum

Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. Ke-2,

p. 243.

Page 17: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

130

tersebut dinasabkan kepada ibunya dan tidak dinasabkan kepada

laki-laki yang menzinahi ibunya (bapak zinanya). Tegasnya,

hubungan nasab antara anak dengan bapaknya terputus.27

Hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban atau

tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada

ayah. Antara keduanya adalah sebagai orang lain.28

Hal ini

diperkuat oleh hadits Nabi SAW :

ن هما أن النب صلى الله عليه وسلم لا عن ب ي رجل وامرأتو ، فان ت فى من ولدىا ، ف فرق ب ي ، والق الولد بلمرأة

“Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam mengadakan

mula‟anah antara seorang dengan istrinya. Lalu lelaki tersebut

mengingkari anaknya tersebut dan Nabi Shallallahu „alaihi wa

sallam memisahkan keduanya dan menasabkan anak tersebut

kepada ibunya”.29

Dalam hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya,

anak di luar nikah mempunyai kedudukan sebagai “anak”, artinya

hubungan hukumnya penuh tidak berkurang sedikitpun. Artinya

anak tersebut mempunyai hak dan kewajiban sebagai anak bahkan

sewaktu anak itu masih dalam kadungan. Dilihat dari segi macam-

macam hak, anak mempunyai hak :

27

Ibnu Taymiyyah, Majmu Fatawa, jilid 32, p. 134. 28

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah..., p. 178. 29

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer..., p. 104.

Page 18: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

131

a. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan;

b. Hak anak dalam kesucian keturunannya;

c. Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik;

d. Hak anak dalam menerima susuan;

e. Hak anak dalam mendapatkan asuhan, perawatan dan

pemeliharaan;

f. Hak anak dalam pemilihan harta benda atau hak waris demi

kelangsungan hidupnya;

g. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.30

Bila diperhatikan hak-hak tersebut maka terlihat bahwa :

a. Anak luar nikah tidak boleh dibunuh.

b. Anak luar nikah adalah suci dan tidak berdosa. Karenanya

tidak boleh diperlakukan sebagai orang yang bersalah dan

harus dilindungi dari penderitaan akibat penghukuman

(penahanan) terhadap ibunya.

c. Anak luar nikah memiliki hak untuk mendapat makanan yang

cukup, terutama ASI yang merupakan bakal hidup dan

kehidupan yang paling berharga.

30

Iman Jauhari, Kajian Yuridis Perlindungan Anak Luar Nikah, (Banda

Aceh: Laporan Penelitian Unsyiah Darussalam, 1998), p. 18.

Page 19: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

132

d. Anak luar nikah dapat mendapat hak untuk diasuh sebaik-

baiknya oleh ibunya dan keluarga ibunya. Ibunya dan keluarga

ibunya memiliki hak penuh karena anak luar nikah mempunyai

hubungan perdata dengan mereka. Para ahli hukum Islam

berpendapat bahwa ibunya dan keluarga ibunya mempunyai

hubungan kasih sayang yang tinggi. Walaupun demikian,

kepada laki-laki pembangkit anak luar nikah dapat

memberikan beban oleh Negara untuk menanggung

pembiayaan yang dapat di tetapkan oleh pengadilan.

e. Anak luar nikah (walaupun belum lahir) mempunyai hak atas

harta dan warisan sesuai dengan ketentuan hukum. Besarnya

haknya dalam kewarisan ditentukan setelah kelahirannya.

Sekarang ini karena kecanggihan ilmu pengetahuan dan

teknologi, telah dapat ditentukan jenis kelamin anak walaupun

masih dalam kandungan.

f. Kalau telah lahir dan mencapai usia pendidikan, anak luar

nikah mempunyai hak terhadap pendidikan dan pengajaran,

termasuk pendidikan agama dan pendiidkan moral dan mental

yang mengangkat derajat budi pekerti manusia. Pada dasarnya

ibunya dan keluarga ibunya berkewajiban menyelenggarakan

Page 20: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

133

hak anak ini. Hal tersebut mungkin saja dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan atau ditetapkan oleh hakim

pengadilan.31

Kemudian yang menjadi permasalahan hukum adalah

mengenai status anak tersebut jika sudah lahir. Para ulama sepakat

bahwa status anak itu termasuk anak zina. Apabila laki-laki yang

mengawininya bukan laki-laki yang menghamilinya, ulama

berselisih pendapat dalam hal nasab si anak tersebut.

Hukum wanita hamil yang menikah dengan orang yang

tidak menghamilinya menurut Imam Abu Yusuf bahwa tidak boleh

keduanya dinikahkan dengan orang lain. Karena jika dinikahkan,

maka hukumnya batal (fasid). Senada dengan Abu Yusuf adalah

pendapat Yusuf Qardhawi yang mengatakan bahwa haram

menikahi perempuan yang berzina sampai ia bertobat dan bersih

dari kehamilan ditandai dengan haid minimal satu kali. Pendapat

ini didasari oleh ayat al-Qur‟an dan Hadits Nabi SAW.32

31

Iman Jauhari, Kajian Yuridis Perlindungan Anak Luar Nikah..., p. 19. 32

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer..., p. 101.

Page 21: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

134

الزان لاينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لاينكحهآ إلازان أو مشرك وحرم ذلك على المؤمني

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan

perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan

perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki

yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan atas orang-orang yang mukmin”. (QS.An-Nuur: 3).33

Ibnu Qudamah mendukung pendapat ini dengan

mengangkat sebuah hadits, bahwa pada zaman Nabi terdapat

seorang laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan

kemudian didapati perempuan itu telah hamil. Kemudian Nabi

menyuruh laki-laki tadi untuk menceraikannya dan memberikan

maskawin dan perempuan itu didera sebanyak seratus kali.

Berlandaskan hadits ini, maka Ibnu Qudamah berpendapat bahwa

seorang perempuan yang hamil dikarenakan zina, boleh dikawini

jika perempuan itu telah melahirkan kandungannya dan telah

dijatuhi hukuman dera.34

Imam Muhammad As-Syaibani menyatakan bahwa

perkawinan dengan wanita yang dihamili laki-laki lain hukumnya

sah, tetapi haram baginya melakukan hubungan badan hingga bayi

yang dikandungnya lahir. Ibn Qudamah, pendapatnya sejalan

33 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., p. 350. 34

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer..., p. 101.

Page 22: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

135

dengan Imam Muhammad As-Syaibani, namun beliau

menambahkan bahwa wanita itu harus terlebih dahulu dipidana

dengan pidana cambuk.35

Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i sepakat bahwa

perkawinan laki-laki dengan wanita yang telah dihamili oleh orang

lain adalah sah karena tidak ada ikatan perkawinannya dengan

orang lain dan boleh mengumpulinya karena tidak mungkin nasab

(keturunan) bayi yang dikandungnya itu ternodai oleh sperma

suaminya. Namun konsekuensinya, bayi yang terlahir nanti tetap

dihukumi bukan keturunan orang yang mengawini ibunya

tersebut.36

Sedangkan hukum wanita hamil yang menikah dengan

orang yang menghamilinya, menurut Imam Malik dan Syafi‟i,

anak zina yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan bapaknya,

maka anak tersebut dapat dinasabkan kepada bapaknya. Karena

diduga kuat perempuan itu telah melakukan zina namun tidak

sampai pembuahan (hamil). Tapi jika anak itu lahir sebelum enam

bulan, maka dinasabkan kepada ibunya. Karena hal ini ada dugaan

35

Yusuf Qardawi, dkk, Ensiklopedi Muslimah Modern, (Depok: Pustaka

Iman, 2009). 36

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer..., p. 101.

Page 23: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

136

kuat si wanita telah melakukan hubungan seks dengan orang lain

dan terjadi pembuahan. Mengapa yang dijadikan standar adalah

enam bulan, sebab paling kurang masa kehamilan itu adalah enam

bulan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap

dinasabkan kepada suami ibunya (bapaknya) tanpa

mempertimbangkan waktu kehamilan si ibu.37

Dapat dipahami bahwa pendapat kedua yang dianut oleh

Imam Abu Hanifah lebih realistis dan tidak menimbulkan gejolak

hubungan antara mereka (anak, istri dan suami). Dengan demikian,

aib si istri yang telah melakukan perbuatan terlarang tidak

terbongkar dan si anak pun memiliki orang tua yang jelas.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa akad nikah itu

merupakan sebab utama timbulnya hubungan nasab antara seorang

anak dengan orang tuanya. Jika terjadi kehamilan tanpa adanya

hubungan kelamin diantara suami istri, maka anak tersebut dapat

dinasabkan kepada ayahnya, sebagaimana telah dijelaskan oleh

Imam Abu Hanifah, bahwa sesungguhnya akad nikah yang shahih

dengan sendirinya menjadi sebab tetapnya nasab seorang anak,

meskipun di dalam pernikahan itu antara suami istri itu tidak

37

Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer..., p. 105.

Page 24: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

137

pernah bertemu sama sekali, sehingga jika terjadi suatu pernikahan

dimana si istri berada di ujung Barat dan suami di ujung Timur dan

pernikahan keduanya hanya melalui surat, kemudian si istri

melahirkan anak, maka nasab anak itu dihubungkan kepada

ayahnya, meskipun tidak pernah bertemu sama sekali sesudah

terjadinya akad. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa akad nikah

dan hubungan kelamin (dukhul) merupakan sebab terjadinya

hubungan nasab, kemudian jika telah melahirkan sebelum enam

bulan semenjak terjadinya akad, maka anak tersebut tidak dapat di

hubungkan nasabnya pada ayahnya. Dengan demikian, dukhul

merupakan sebab utama timbulnya hubungan nasab di samping

akad nikah yang sah diantara kedua orang tuanya.38

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa anak yang

hamil di luar nikah, kemudian ibunya menikah dengan orang yang

menghamilinya dan minimal enam bulan dari akad nikah baru

melahirkan anak tersebut, maka anak itu dapat dihubungkan

nasabnya pada ayahnya, dengan demikian anak tersebut menjadi

anak yang sah dan berlaku baginya semua ketentuan yang berlaku

bagi anak yang sah. Ketentuan bahwa istri melahirkan anaknya

38

Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, (Medan: Pustaka Bangsa

Press, 2007), p. 4.

Page 25: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

138

setelah berlalu enam bulan dari akad adalah batas masa hamil yang

paling sedikit menurut hukum Islam, berdasarkan firman Allah

SWT dalam al-Qur‟an surat al-Ahqaf ayat 15 dan surat Lukman

ayat 14.

و كرىا ووضعتو كرىا وحلو نا الإنسان بوالديو إحسان حلتو أم ي ووصه وب لغ أربعي سنة قال رب وفصالو ثلاثون شهرا حت إذا ب لغ أشد

عن أن أشكر نعمتك الت أن عمت على وعلى والديذ وأن أعمل أوز صالا ت رضاه وأصلح ل ف ذريت إن ت بت إليك وإن من المسلمي

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik

kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan

susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).

Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,

sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat

puluh tahun ia berdo'a:"Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk

mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku

da kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang

saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan

(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku

bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-

orang yang berserah diri". (Q.S.Al-Ahqaf: 15).39

و وىنا على وىن وفصالو ف عامي أن نا الإنسان بوالديو حلتو أم ي ووص المصير اشكر ل ولوالديك إل

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)

kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya

dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya

dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang

39 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., p. 504.

Page 26: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

139

ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Q.S.Lukman:

14).40

Sedangkan mengenai status anak yang dilahirkan di luar

nikah, Imam Hanafi, Imamiyah, dan Hambali menyatakan

bahwasanya anak perempuan hasil zina itu haram di kawini

sebagaimana keharaman anak perempuan yang sah. Sebab, anak

perempuan tersebut merupakan darah dagingnya sendiri. Dari segi

bahasa dan tradisi masyarakat, dia adalah anaknya sendiri. Tidak

diakuinya ia sebagai anak oleh syar‟i dari sisi hukum waris, tidak

berarti ia bukan anak kandungnya secara hakiki, namun yang

dimaksud adalah menafikan akibat-akibat syar‟inya saja, misalnya

hukum perwalian, waris dan memberi nafkah.41

Mereka berdalil

dengan dalil naqli (nash) dan dalil aqli (akal) atas keharaman

menikahi anak zina, adapun dalil naqli adalah dalam al-Qur‟an

surat an-Nisa, Allah SWT berfirman :

هاتكم وب ناتكم حرمت عليكم أ م “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-

anakmu yang perempuan.” (Q.S. An-Nisa: 23).42

40 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., p. 412. 41

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera,

2008), p. 330. 42 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., p. 81.

Page 27: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

140

Dalil yang disebutkan di atas merupakan ketetapan nash

atas keharaman untuk menikahi setiap anak yang disandarkan

kepada kedua orang tuanya baik secara syar‟i ataupun hakiki. Oleh

karena itu tidak ada keraguan bahwa anak hasil zina adalah

anaknya yang hakiki, karena anak tersebut adalah makhluqah yang

lahir dari air maninya.

Adapun dalil aqli, mereka berpendapat bahwa

sesungguhnya anak yang lahir dari air mani bapak biologisnya,

maka anak tersebut adalah bagian (darah daging) dari bapak

biologisnya, oleh karena itu tidak dihalalkan atas bapak

biologisnya untuk menikahi anak tersebut sebagaimana tidak

dihalalkan baginya untuk menikahi anaknya yang lahir di dalam

perkawinan yang sah.43

Menurut madzhab Hanafi, bahwa anak yang lahir di luar

perkawinan yang sah merupakan makhluqah (yang diciptakan) dari

air mani bapak biologisnya, maka status anak tersebut adalah sama

dengan anak yang lahir dalam perkawinan yang sah. Seorang anak

43

Muhammad Amin asy-Syahin Ibnu Abidin, Raad al-Mukhtar, Juz 4,

(Riyadh: Dar al-Kutub, 2003), p. 102.

Page 28: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

141

dianggap merupakan anak dari bapaknya melainkan anak tersebut

merupakan hasil dari air mani bapaknya.44

Sebagaimana hadits berikut :

الولد للفراش وللعاىر الجر“Anak itu menjadi hak pemilik firasy, dan bagi pezina dia

mendapatkan kerugian.” (H.R.Muslim).45

Pengikut madzhab Hanafi berpendapat bahwa hadits

firasy hanya berlaku apabila pemilik firasy adalah seorang muslim,

karena sesungguhnya nasab yang ditetapkan oleh hadits firasy

kepada pemilik firasy adalah nasab secara syar‟i yang berimplikasi

terhadap hukum syar‟i yang berkenaan dengan nafkah, perwalian

dan kewarisan. Hal tersebut tidak menunjukan dinafikannya nasab

hakiki oleh selain pemilik firasy 46

Sedangkan Imam Malik dan Imam Syafi‟i berpendapat

bahwa dibolehkan bagi seseorang mengawini putrinya (anak zina),

saudara perempuannya, cucu perempuannya, keponakan

perempuannya yang semuanya itu hasil dari zina.47

44

Muhammad Amin asy-Syahin Ibnu Abidin, Raad al-Mukhtar…, p. 101. 45

Abu al-Hussayn Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, p. 1458. 46

Muhammad Amin asy-Syahin Ibnu Abidin, Raad al-Mukhtar..., p. 102. 47

Muhammad Jawad al-Mughniyah, al-Ahwal al-Syakhsiyah al-Mazabib al-

Khamsh, (Bairut: Dar al-Islami li al-Malayin, 1964), p. 79.

Page 29: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

142

Dari pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pendapat Imam Hanafi, Imamiyah, dan Hambali tersebut adalah

suatu pandangan yang manusiawi, artinya menempatkan

kedudukan manusia tetap pada tempatnya. Walaupun anak itu lahir

dari perbuatan zina, tetapi anak itu tetap dianggap sebagai anaknya.

Oleh karena itu, haram pulalah anak itu terhadap bapaknya.

Meskipun demikian, dalam segi hukum, anak itu bukanlah anak

yang sah menurut syara‟.

a. Hak nafkah anak yang lahir akibat zina

Nafkah adalah kebutuhan setiap anak sejak ia masih

dalam kandungan ibunya, nafkah juga akan menjadi kebutuhan

yang sangat mendesak ketika seorang anak terlahir kedunia,

karena akan sangat berkaitan dengan hak hidup, hak

pendidikan dan hak lain yang menjadi kebutuhan primer

setiap orang, hanya saja berdasarkan keputusan mayoritas

ulama yang meniadakan nasab anak yang lahir di luar

perkawinan, berarti seorang anak tidak akan pernah menikmati

nafkah dan keistimewaan di dalamnya dari bapak biologisnya,

Page 30: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

143

yaitu orang yang semestinya bertanggung jawab atas

kelahirannya.48

ق ول المهور وولد الزن لا ي لحق الزان ي ف “Menurut mayoritas ulama anak zina tidak

dinasabkan kepada lelaki pezina”.49

Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa anak

tersebut dianggap tidak memiliki pertalian darah dengan ayah

biologisnya, sehingga tanggung jawab sepenuhnya berada

dipundak sang ibu, termasuk di dalamnya adalah memberi

nafkah.

Hak nafkah tidak wajib bagi bapaknya memberi

nafkah kepada anak yang lahir dari hasil zina.50

Dalam hukum

Islam, anak diluar nikah karena zina hanya mempunyai

hubungan nasab dengan ibu dan keluarga ibunya, dan status

nasab anak luar nikah dengan laki-laki pezina terputus,

sehingga hak-hak keperdataan anak seperti halnya hak nafkah

terputus dengan laki-laki tersebut.

48

Asfuri, Mengawini Wanita Hamil yang dizinainya menurut Hukum Islam,

(Yogyakarta: Departemen Agama R.I, 1986). P. 30. 49

Ibnu Qudamah, al-Mughni, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1405 H, juz, 7, p.

130. 50

Abdurrahman bin abdirrahman Sumailah Al Ahsal, Al Ankihatul Faasidah,

p. 75.

Page 31: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

144

Menurut madzhab Hanafi, bahwa kewajiban

memperoleh nafkah dari orangtua kepada anaknya karena ada

hubungan nasab secara syar‟i, adapun anak luar nikah tidak

memperoleh nasab syar‟i terhadap bapak biologisnya, maka

dia tidak berhak memperoleh nafkah. Adapun nafkah terhadap

anak disebutkan dalam firman Allah SWT.

والوالدات ي رضعن أولادىن “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya.”

(Q.S.Al-Baqarah: 233).51

المولود لو رزق هن وعلى “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah mereka.”

(Q.S.Al-Baqarah: 233).52

Yang dimaksud رزق bagi ibu-ibu yang menyusui dari

ayat di atas, yaitu apabila yang dimaksud adalah ibu-ibu yang

menyusui yang telah diceraikan yang ditetapkannya masa

iddah, maka baginya kewajiban memperoleh nafkah atas

menyusui terhadap anak yang dilahirkan darinya, yaitu bagi

51 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., p. 37. 52 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI,

Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., p. 37.

Page 32: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

145

suami yang memiliki kewajiban mencari nafkah untuk

anaknya.53

Adapun anak luar nikah, sebagaimana yang

disebutkan oleh Imam Kasaniy, bahwa nasab hakiki anak luar

nikah terhadap bapak biologisnya adalah sabit (tetap),

sedangkan syari‟at menganggap adanya ketetapan nasab syar‟i

yaitu untuk melaksanakan kewajiban waris dan nafkah.54

Oleh karena itu bapak biologis tidak mempunyai

kewajiban untuk memenuhi nafkah anak luar nikahnya karena

keduanya tidak mempunyai hubungan nasab secara syar‟i,

melainkan hanya hubungan nasab secara hakiki.

b. Hak perwalian anak yang lahir akibat zina

Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada

seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai

wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak

mempunyai kedua orang tua, orang tua yang masih hidup,

tidak cakap melakukan perbuatan hukum.55

53

Al-Kasaniy, Bada‟i as-Sana‟i, Juz 5, p. 172. 54

Al-Kasaniy, Bada‟i as-Sana‟i, Juz 3, p. 409. 55

Pasal 1 huruf h Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Page 33: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

146

Wali nikah untuk anak yang lahir akibat dari

perbuatan zina (di luar pernikahan) adalah wali hakim,

sebagaimana ketentuan wali nikah yang ditentukan dalam

Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa :

a. Wali nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus

dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk

menikahkannya.

b. Yang berhak sebagai wali nikah ialah laki-laki yang

memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan

baligh.

c. Ketentuan hukum yang sama sebagaimana ketentuan

hukum terhadap anak luar nikah tersebut, sama halnya

dengan status hukum semua anak yang lahir di luar

pernikahan yang sah sebagaimana disebutkan di atas.56

Wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh

Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang

diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali

nikah.57

56

Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam 57

Pasal 1 huruf b Kompilasi Hukum Islam

Page 34: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

147

Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai

21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan pernikahan.

Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta

kekayaannya. Apabila wali tidak mampu berbuat atau lalai

melaksanakan tugas perwaliannya, maka Pengadilan Agama

dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai

wali atas permohonan kerabat tersebut. Wali sedapat-dapatnya

diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah

dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik atau

badan hukum.58

Orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau

badan hukum untuk melakukan perwalian atas diri dan

kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal

dunia.59

Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian

seseorang atau badan hukum dan memindahkannya kepada

pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut

pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau

58

Pasal 107 Kompilasi Hukum Islam 59

Pasal 108 Kompilasi Hukum Islam

Page 35: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

148

menyalahgunakan hak dan wewenang sebagai wali demi

kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya.60

Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang

yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya

dan berkewajiban memberikan bimbingan agama pendidikan

dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada

di bawah perwaliannya. Wali dilarang mengikatkan,

membebani dan mengasingkan harta orang yang berada di

bawah perwaliannya, kecuali apabila perbuatan tersebut

menguntungkan bagi orang yang berada di bawah

perwaliannya yang tidak dapat dihindarkan. Wali bertanggung

jawab terhadap harta orang yang berada di bawah

perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai

akibat kesalahan atau kelalaiannya. Dengan tidak mengurangi

ketentuan yang diatur dalam Pasal 51 ayat (4) Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974, pertanggung jawaban wali tersebut

harus dibuktikan pembukuan yang ditutup tiap satu tahun satu

kali.61

60

Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam 61

Pasal 110 Kompilasi Hukum Islam

Page 36: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

149

Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang

yang berada di bawah perwaliannya apabila yang

bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah

menikah. Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan

Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan

orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang

diserahkan kepadanya.62

Wali dapat mempergunakan harta yang berada di

bawah perwaliannya sepanjang diperlukan untuk kepentingan

menurut kepatutan atau bil ma‟ruf kalau wali fakir.63

Dalam madzhab Hanafi adanya wali bukan

merupakan syarat sahnya nikah terhadap wanita merdeka yang

mukallaf (baligh dan berakal), kecuali kepada wanita di bawah

umur, wanita yang kurang akal dan hamba sahaya.64

Menurut madzhab Hanafi, perwalian dalam

pernikahan terdiri dari dua kategori, pertama perwalian yang

dianjurkan atau disukai (Walayah Istihbab) yaitu perwalian

terhadap gadis atau janda yang telah baligh dan berakal.

62

Pasal 111 Kompilasi Hukum Islam 63

Pasal 112 Kompilasi Hukum Islam 64

Muhammad Amin asy-Syahin Ibnu Abidin, Raad al-Mukhtar..., p. 155.

Page 37: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

150

Kedua, perwalian paksaan (Walayah Ijbar) terhadap wanita

muda yang gadis atau janda, serta kepada wanita dewasa yang

kurang waras dan hamba sahaya wanita. Ditetapkannya

perwalian atas empat sebab, yaitu: kerabat, kepemilikan,

pengampuan dan kekuasaan.65

Tidak dapat menjadi wali dalam nikah, jika anak yang

lahir itu perempuan karena ia lahir dari hubungan yang tidak

sah. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa anak

zina hanya bernasab kepada ibunya, sedangkan wali dalam

perkawinan disyaratkan harus laki-laki menurut Imam Malik,

Syafi‟i dan Ahmad Ibn Hambal, bahwa tidak sah

perkawinannya yang diwakilkan oleh dirinya sendiri. Oleh

karena itu, syulthanlah (kepala KUA) yang menjadi walinya,

karena berdasarkan hadits Nabi SAW :

لطان ول من لا ول لو والس “Sultan (penguasa) adalah wali bagi yang tidak ada wali”

66

Wanita tidak sah nikah menjadi wali dan mewakilkan

dirinya sendiri, juga berdasarkan hadits dari Quthniy dan Ibnu

Majah dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda

65

Ibn al-Hammam, Syarh Fath al-Qadir, Juz 3, p. 246. 66

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah..., p. 179.

Page 38: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

151

:“Tidak sah wanita menikahkan wanita lain dan tidak sah pula

menikahkan dirinya, karena hanya wanita yang berzinahlah

yang menikahkan dirinya”.67

Menurut madzhab Hanafi tentang perwalian anak luar

nikah, bahwa anak luar nikah tidak mempunyai hak perwalian

dari bapak biologisnya, meskipun madzhab Hanafi

menganggap adanya nasab secara hakiki, namun bapak

biologis tidak berhak menjadi wali baginya karena telah

terputus nasab syar‟i, diantara keduanya yang menjadi syarat

ditetapkannya hak perwalian. Adapun yang berhak menjadi

walinya adalah wali hakim.68

Karena anak hasil zina tidak memiliki ayah, maka dia

tidak memiliki ashabah (kerabat lelaki dari pihak ayah).

Sementara hak perwalian dalam pernikahan, ditetapkan

berdasarkan jalur ashabah dari ayah. Ketika dia dihukumi

tidak memiliki ayah, berarti dia tidak memiliki kakek dari

ayah, atau paman dari ayah. Karena dia tidak memiliki

hubungan nasab dengan ayahnya. Sehingga orang-orang di

kanan kiri ayah tidak ada hubungan dengannya. Oleh karena

67

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah..., p. 179. 68

Muhammad Amin asy-Syahin Ibnu Abidin, Raad al-Mukhtar..., p. 156.

Page 39: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

152

itu anak zina tidak memiliki wali dari nasab. Karena anak zina

tidak memiliki wali dari pihak keluarga, maka hak perwalian

berpindah kepada wali hakim (pemerintah) atau pejabat KUA

yang resmi ditunjuk pemerintah.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa hak perwalian sama halnya dengan hak nafkah anak

hasil zina, dalam hak perwalian, anak hasil zina tidak

mempunyai hubungan nasab yang syar‟i dengan lelaki yang

menyebabkan kelahiran anaknya, secara otomatis hilangnya

hak perwalian. Dengan demikian, wali nikah untuk anak yang

lahir akibat dari perbuatan zina (di luar pernikahan) adalah

wali hakim.

Karena menurut mayoritas ulama, wali dalam

perkawinan disyaratkan harus laki-laki. Bahwa tidak sah

perkawinannya yang diwakilkan oleh dirinya sendiri. Oleh

karena itu, syulthanlah (kepala KUA) yang menjadi wali bagi

anak yang lahir akibat zina.

Page 40: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

153

c. Hak kewarisan anak yang lahir akibat zina

Menurut istilah yang lazim di Indonesia, pewarisan

ialah peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada orang

yang berhak menerimanya, yakni kepada para ahli waris

setelah pewaris meninggal dunia karena adanya hubungan

kekerabatan atau lainnya.69

Pewarisan tersebut baru terjadi manakala ada sebab-

sebab yang mengikat pewaris dengan ahli warisnya. Adapun

sebab-sebab tersebut adalah :

a. Hubungan kekerabatan

Dalam hukum Islam, hubungan kekerabatan yang

sebenarnya adalah adanya hubungan nasab yang mengikat

para pewaris dengan ahli waris yang disebabkan ada

kelahiran.

b. Hubungan perkawinan

Perkawinan yang sah menyebabkan adanya

hubungan saling mewarisi antara suami atau istri.70

69

Yusuf Somawinata, Ilmu Faraidh, Ahli Waris, Bagian Penerimaan dan

Cara Pembagian Waris, (Tangerang Selatan: Penerbit Sintesis, 2013), p. 19. 70

Ahmad Rafik, Fikih Mawaris, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), p.

35.

Page 41: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

154

c. Hubungan karena wala‟

Wala‟ yaitu kekerabatan secara hukum yang

ditetapkan oleh syari‟ antara orang yang memerdekakan

budak dengan budaknya disebabkan adanya pembebasan

budak.71

Hukum kewarisan anak luar nikah sama dengan anak

mula‟anah, yaitu tidak saling mewarisi bapak biologis dan

anak disebabkan terputusnya nasab, beserta ahli keluarga

pihak bapak biologis, yaitu ayah, ibu dan anak dari bapak

biologis. Anak tersebut hanya mewarisi dari pihak ibu, dan

keluarga ibunya.72

Hukum Islam tidak menetapkan hubungan kewarisan

terhadap anak zina dengan ayah (laki-laki yang

membuahinya), karena anak zina tidak mempunyai hubungan

kekerabatan dengannya. Sedangkan hubungan kekerabatan itu

timbul atas dasar akad nikah yang sah sebagaimana yang telah

ditentukan oleh syari‟at Islam. Tetapi seorang anak

mempunyai hubungan anak dengan ibu dan kerabat ibunya dan

71 Yusuf Somawinata, Ilmu Faraidh..., p. 26. 72

Yahya bin Syaraf an-Nawawiy, Rawdah at-Talibin, Juz 5, (Beirut: Dar al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 2003), p. 44.

Page 42: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

155

ia berhak mendapat warisan dari pihak ibu dan kerabat ibunya.

Tidak ada pengakuan dan pengesahan terhadap anak zina,

karena hukum Islam hanya mengenal anak sah, yaitu anak

yang lahir dari perkawinan suami istri yang sah menurut

syara‟.73

Dalam Islam, anak zina tidak berhak mendapat harta

warisan dari orang tua biologisnya, berdasarkan pada hadits :

اعاة مس ف الإسلام من ساعى ف الاىلية ف قد لق بعصبتو لا

يورث ولا يرث فلا رشدة غير من ا ولد دعى ومن

“Tidak ada perzinahan dalam Islam, siapa yang

berzina di zaman jahiliyah maka dinasabkan kepada kerabat

ahli warisnya (ashabah) dan siapa yang mengklaim anak

tanpa bukti, maka tidak mewarisi dan tidak mewariskan”.

(H.R.Abu Dawud).74

Menurut Ahlu al-Sunnah, anak zina mempunyai

hubungan kewarisan dengan ibu dan kerabat ibunya saja.

Dengan demikian, ia hanya dapat menjadi ahli waris bagi ibu

dan kerabatnya seibu, tidak dari neneknya, karena anak zina

bagi si nenek adalah anak dari anak perempuannya dan

73

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah..., p. 180. 74

Shahih Sunan Abu Dawud, no. 2264.

Page 43: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

156

menurut golongan ini anak dari perempuan itu bukan ahli

waris, kecuali dalam istilah ahli waris Zul Arham.75

Selanjutnya golongan Syi‟ah berpendapat bahwa anak

zina tidak mempunyai hubungan kewarisan dengan laki-laki

yang membuahinya atau dengan kerabat laki-laki itu,

sebagaimana yang berlaku di kalangan ulama Ahlu Al-Sunnah.

Tetapi berbeda dengan mereka, golongan Syi‟ah berpendapat

bahwa anak zina itu tidak mempunyai hubungan kewarisan

dengan ibunya. Alasannya bahwa hak kewarisan itu

merupakan suatu nikmat, sedangkan zina adalah perbuatan

maksiat. Nikmat tidak dapat didasarkan pada maksiat

perbuatan zina.76

Al Zaila‟iy dari golongan Hanifah berpendapat,

bahwa hak pusaka mereka itu (anak zina) hanya dari jurusan

ibunya saja, sebab pertalian nasabnya dengan ibunya masih

tetap. Mereka dapat mempusakai ibunya dan kerabat dari

75

Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam

Lingkungan Adat Minangkabau, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), cet. Ke-1, P. 89. 76

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah..., p. 180.

Page 44: BAB IV ANALISIS HUKUM PEMBAHARUAN NIKAH PASCA …repository.uinbanten.ac.id/4609/6/BAB IV.pdf · “pembaharuan”. Dalam bahasa arab disebutkan bahwa tajdid „aks al-qadim (tajdid

157

ibunya. Demikian ibunya dan kerabat-kerabat ibunya dapat

mewarisi harta peninggalannya.77

Imam syafi‟i berpendapat bahwa apabila anak

mula‟anah atau anak luar nikah meninggal, maka hanya dari

pihak ibunya beserta saudara perempuannya dari pihak ibu

yang berhak mewarisi hartanya.78

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tidak

ada hubungan kewarisan antara anak zina dengan ayahnya.

Karena sebagaimana ditegaskan sebelumnya, ayah biologis

bukan ayahnya secara syar‟i, karena hubungan waris mewarisi

antara seorang anak dengan ayahnya ada dengan keberadaan

salah satu diantara sebab-sebab pewaris yaitu nasab.

Ketika anak zina tidak dinasabkan secara syar‟i

kepada laki-laki yang telah menzinahi ibunya maka

konsekuensinya adalah tidak ada waris mewarisi diantara

keduanya. Memaksakan diri untuk meminta warisan, statusnya

merampas harta yang bukan haknya.

77

Muhammad Yusuf, al Tirkah wa al Mirasts fi al Islam, (al Qahirah, Dar al

Ma‟rifah, t.t.), p. 9. 78

Asy-Syafi‟iy, al-„Umm, Juz 5, p. 177.