Upload
trandien
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
33
BAB IV
DESKRIPSI OBYEK STUDI
4.1 Gambaran umum Kampung Sudiroprajan
Sudiroprajan adalah sebuah kampung yang meleburkan dua budaya dari dua
etnis, yaitu Jawa dan Tionghoa yang menjadi satu dengan harmonisnya. Kampung yang
dikenal dengan sebutan kampung Balong ini termasuk kawasan pusat perdagangan
tetapi dilihat dari perkembangan sampai sekarang kampung Balong tetap menjadi
Kampung Pecinan yang hanya di tempati orang-orang Tionghoa yang ekonominya
menengah kebawah, mungkin dengan tingkat ekonomi menengah kebawah inilah yang
menjadikan komunikasi sosial dengan masyarakat Jawa di sekitarnya berlangsung
akrab, dan banyak sekali perkawinan campur yang terjadi antara masyarakat Jawa dan
etnis keturunan Tionghoa.
Gambar 1
Peta Kampung Sudiroprajan
Sumber: wikimedia. Diunduh 27 November 2017 pukul 11:42 AM
34
Menurut Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg
Sudiro,
“Acara Grebeg Sudiro adalah sebuah acara yang diadakan dengan tujuan untuk
mempersatukan budaya, maksudnya adalah untuk mempererat persaudaraan antara
etnis Jawa dan keturunan Tionghoa supaya lebih terjalin kerukunan”1.
Sebenarnya acara Grebeg Sudiro berbeda dengan acara Imlek tetapi
kebanyakan orang mengira acara Grebeg Sudiro adalah acara yang memperingati Hari
Raya Imlek. Acara Grebeg Sudiro sendiri memang secara tidak sengaja diadakan pada
waktu mendekati acara Imlek pada bulan Februari. Acara Grebeg Sudiro sendiri
sebenarnya berbeda dengan Acara Imlek, perbedaan dari kedua acara tersebut terlihat
dari tujuan acara sampai panitia penyelenggara juga sudah berbeda.
Acara Grebeg Sudiro ini sudah terlaksana secara rutin sejak tahun 2008, dan
dengan diadakannya acara Grebeg Sudiro ini menjadi bukti bahwa kerukunan yang
terjalin di kampung Balong yang sudah terjadi sejak dulu hingga sekarang. Acara
Grebeg Sudiro inipun dijadikan sebagai acara tahunan di Kota Solo, hal ini terjadi atas
usulan Dinas Pariwisata Kota Solo.
4.2 Aspek Geografi dan Demografi
4.2.1 Kondisi Geografi
Secara astronomis Kota Surakarta terletak antara 110º 45’ 15” dan 110º 45’
35“ Bujur Timur dan antara 7º 36’ dan 7º 56’ Lintang Selatan. Adapun dari sisi
ketinggian wilayah, Kota Surakarta termasuk kawasan dataran rendah. Ketinggiannya
hanya sekitar 92 meter dari permukaan laut, sedangkan kemiringan lahan di Kota
Surakarta berkisar antara 0-15%. Kota Surakarta rata-rata memiliki suhu udara antara
25,8°C sampai dengan 28,3°C pada tahun 2012. Adapun kelembaban udaranya antara
66% sampai dengan 88%. Pemanfaatan lahan di wilayah Kota Surakarta sebagian besar
1 Wawancara dengan Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 19 Agustus 2017 pukul 15:21 PM
35
untuk pemukiman, luasnya mencapai kurang lebih 65% dari total luas lahan, sedangkan
sisanya dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian dan fasilitas umum.
Secara Geografi, Kampung Sudirorajan terletak di dekat kota Surakarta.
Menurut Rusbandinah salah satu pengurus Kelurahan
“Salah satu komponen penting di Kampung Sudiroprajan adalah Pasar Gedhe.
Adanya Pasar Gedhe ini mengakibatkan Kampung Sudiroprajan kental dengan nuansa
perdagangan dan jasa”2.
Dari segi kependudukan, Kelurahan Sudiroprajan dihuni oleh masyarakat
Jawa dan keturunan Tionghoa. Masayarakat Jawa dan keturunan Tionghoa telah sejak
lama berbaur dan berosisalisasi dengan baik sampai sekarang. Masyrakat yang
bersinergis memunculkan budaya yang khas termasuk dalam hal kuliner.
4.2.2 Kondisi Demografi
Kota Surakarta dengan luas wilayah 44,04 memiliki jumlah penduduk
sebanyak 490.214 jiwa yang tersebar ke 5 wilayah kecamatan. Dalam tingkat
pendidikan antara lain TK, SD, SMP, SMA, dan Sarjana. Secara agama sudah
bercampur antara lain Kristen, Katholik, Buddha, Hindu, Islam, dan Khong Hu Cu.
Etnis hanya dua saja antara lain masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa. Jenis
kelamin yaitu laki-laki dan perempuan mulai dari usia dini hingga dewasa. Mata
pencaharian bervariatif antara lain wiraswasta, professional, dan lain-lain. Secara
kepadatan rata-rata adalah 12.594 jiwa/km2.Wilayah dengan penduduk terpadat adalah
Kecamatan Serengan dengan kepadatan 19.394 jiwa/km2. Sedangkan wilayah dengan
kepadatan terendah adalah kecamatan Jebres yaitu 10.127 jiwa/km2. untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut:
2 Wawancara dengan Menurut Rusbandinah salah satu pengurus Kelurahan
36
Gambar 2
Tabel Kampung Sudiroprajan secara Demografi
Sumber: kota.surakarta. Diunduh 27 November 2017 pukul 12.50 PM
“Luas wilayah Kampung Sudiroprajan sebesar 23 Ha. Dengan luas tersebut
terbagi menjadi 9 RW dan 35 RT dengan 7 bagian kampung kota yang khas”, Rusbandinah salah satu pengurus Kelurahan.
37
Kampung Sudiroprajan didominiasi oleh sector perdagangan dan jasa baik
formal maupun informal. Letak Kampung Sudiroprajan sangat strategis karena dekat
dengan beberapa objek penting di Kota Surakarta.
4.3 Struktur Organisasi Kampung Sudiroprajan
Struktur Organisasi Kampung Sudiroprajan adalah satu sistem dalam
kelembagaan dalam pengaturan tugas dan fungsi serta hubungan kerja. Berikut table
sturktur organisasi di Kampung Sudiroprajan:
Gambar 3
Struktur Organisasi Kampung Sudiroprajan
Sumber: kota.surakarta. Diunduh 27 November 2017 pukul 1:55 PM
4.4 Sejarah Grebeg Sudiro
Grebeg Sudiro merupakan sebuah tradisi baru yang menunjukkan potret
pembauran budaya antara tradisi masyarakat Jawa dengan tradisi keturunan Tionghoa.
Tradisi ini diciptakan tahun 2007 oleh warga Sudiroprajan oleh Event Grebeg Sudiro
38
diciptakan pada tahun 2007 oleh warga Sudiroprajan yaitu Wiharto ketua Kompak
(Komunitas Perdagangan Masyarakat Pasar Gedhe), Henry (Ketua Klenteng), Sigit
(Kelurahan), Jawul, Haryanto Ko Hok Sing, dan Sarjono Lelono Putro yang kemudian
mendapat persetujuan dari Kepala Kelurahan Sudiroprajan beserta jajaran aparatnya,
para budayawan, dan tokoh masyarakat serta LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) di
Kelurahan Sudiroprajan yang sungguh-sungguh pantas mendapat apresiasi karena
peran pihak-pihak yang terlibat telah secara aktif mendorong terlaksananya “event
budaya” atau kegiatan budaya baru yang sungguh-sungguh indah dan membangunkan
rasa persatuan.
Grebeg Sudiro berasal dari kata Jawa, gumrebeg yang artinya riuh atau keramain
yang juga dimaknai sebagai iring-iringan atau perayaan. Sedangkan Sudira, merupakan
nama kampung tersebut. Sehingga
“Grebeg Sudiro merupakan keinginan bersama-sama untuk mencapai satu tujuan
dan menyampaikan pesan yaitu kebhinekaan”3, ujar Jawul masyarakat Jawa salah satu
pendiri Grebeg Sudiro.
Grebeg Sudiro sudah berlangsung sampai saat ini dari tahun 2007 memiliki
tema-tema yang berbeda tetapi tetap mempunyai konsep yang sama yaitu kebhinekaan.
Awal mulanya Grebeg Sudiro adalah sebuah event kampung, yang dirayakan
dari kampung ke kampung. Namun karena yang diperkenalkan budaya yang unik
antara masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa ternyata berhasil menyedot perhatian
dari Pemerintah Kota Solo dan mendapat sambutan positif dari Pemkot Solo.
“Terbukti dengan Pemkot Solo langsung mendaulat Grebeg Sudiro sebagai acara
agenda tahunan yang terjadwal di kalender event Dinas Kepariwisataan Kota
Surakarta”4, ujar Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg
Sudiro.
3 Wawancara dengan Jawul masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 pukul 2:54 PM 4 Wawancara dengan Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 pukul 3:55 PM
39
Dengan adanya Grebeg Sudiro diharapkan masyarakat luas tidak takut untuk
masuk di kampung ini dan mengetahui keberadaan kelurahan Sudiroprajan. Salah
satunya juga menumbuhkan jiwa kreativitas dan inisiatif para warga Sudiroprajan
dalam menarik perhatian masyarakat luas dengan membuat kerajinan khas asal Cina
yaitu pernak-pernik seperti lampion, jodang, serta makanan khas Tionghoa salah
satunya yaitu kue keranjang.
“Kreativitas dan inisiatif yang ditumbuhkan ternyata berhasil merebut perhatian
masyarakat luas yang akhirnya menunjang dan meningkatkan perekonomian warga
Sudiroprajan”5, ungkap Donny Mahesa Widjaja keturunan Tionghoa panitia Grebeg Sudiro.
Terbentuknya Grebeg Sudiro tidak terlepas pula dari pro dan kontra dalam
perbedaan visi dan misi.
“Pro dan kontra itu wajar, namanya manusia memilih ideologi, cara berpikir dan
sudut pandang yang berbeda-beda”6, ujar Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah
satu pendiri Grebeg Sudiro.
Perbedaan pro kontra tidak menimbulkan masalah, kenyataan tercapai
kesepakatan yang sama-sama ingin menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan antara
masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa. Hal ini terlihat dari pelaksanaan Grebeg
Sudiro dari 2007 hingga sekarang 2017, kerukunan dan keharmonisan antar masyarakat
Jawa dengan keturunan Tionghoa terlihat begitu jelas bersatu dalam perbedaan.
4.5 Makna Grebeg Sudiro
Event Grebeg Sudiro sendiri memiliki makna tersendiri. Grebeg Sudiro untuk
menunjukkan rasa kebhinekaan dengan bersama-sama untuk mencapai kerukunan
tanpa memandang ras, suku , dan agama.
“Untuk mencapai kebhinekaan tersebut, harus memulai dari pesan yang harus
bisa disampaikan ke masyarakat, salah satunya menggunakan simbolisasi, makanya
setiap dilaksanakkan Grebeg Sudiro ada gunungan kue ranjang, di mana ingin
5 Wawancara dengan Donny Mahesa Widjaja keturunan Tionghoa panitia Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 6 Wawancara dengan Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 pukul 3:55 PM
40
menunjukkan perpaduan, berdasarkan filosofi yang ada bahwa gunungan berasal dari
masyarakat Jawa sedangkan kue ranjang berasal dari keturunan Tionghoa7, ungkap
Jawul masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro.
Grebeg Sudiro sendiri juga menjadi suatu langkah atau terobosan terbaru, karena
dengan adanya Grebeg Sudiro bisa menunjukkan eksistensi, berupa ajang kreatifitas,
salah satunya yaitu jodang, di mana semua individu di kampung Sudiroprajan akan
berlomba-lomba supaya jodang tersebut dipamerkan pada saat puncak event tersebut.
“Selain itu juga merupakan giat budaya, di mana event menyatukan perbedaan-
perbedaaan yang ada di masyarakat suatu adanya keselarasan , dan memiliki dampak
ke positif salah satunya kerukunan”8, ungkap Debora Septina keturunan Tionghoa panitia
Grebeg Sudiro.
Kunci kerukunan masyarakat Sudiroprajan adalah saling menerima dan saling
menjaga. Ketika ada masalah, masyrakat Sudiroprajan memilih untuk menyelesaikan
secara langsung dengan terbuka dan kekeluargaan.
Hal ini sesuai dengan visi yang dituju oleh masyarakat Sudiroprajan, bahwa
yang ingin dicapai melalui Grebeg Sudiro yaitu supaya melalui Grebeg Sudiro ini bisa
menyebar ke seluruh Surakarta dan bisa menjadi percontohan di Kota Surakarta
sebagai festival pembauran. Sedangkan misi yang diemban oleh Grebeg Sudiro adalah
masyarakat Sudiroprajan masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa itu benar-benar
bisa bersatu. Keturunan Tionghoa bisa menerima masyarakat Jawa, masyarakat Jawa
juga bisa menerima keturunan Tionghoa.
4.6 Tujuan Pelaksanaan Grebeg Sudiro
Setiap penyelenggaraan event selalu memiliki tujuan tertentu, demikian juga
terhadap pelaksanaan event Grebeg Sudiro di Sudiroprajan. Tujuan dari pelaksanaan
Grebeg Sudiro di Sudiroprajan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, antara lain:
7 Wawancara dengan Jawul masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 pukul 2:54 PM 8 Wawancara dengan Debora Septina keturunan Tionghoa panitia Grebeg Sudiro tanggal 23 Agustus 2017 pukul 10:00 AM
41
a. Lahiriah
Grebeg Sudiro diadakan tiap tahun yang memiliki konsep yang sama tetapi
temanya selalu berbeda-beda. Agenda ini merupakan kegiatan ritual dan budaya dan
event kirab gunungan. Sebelum pelaksanaan puncak acara Grebeg Sudiro pastinya
dilaksanakan kegiatan pra event yang disebut dengan kegiatan sedekah bumi. Dalam
sedekah bumi sebenarnya ingin menunjukkan kearifan lokal yang ada di Sudiroprajan.
Tujuan dari sedekah bumi meliputi dua yaitu sebagai keselamatan bangsa dan bagian
dari filosofi Indonesia, di mana setiap adanya kegiatan hajatan rumah-rumah bersihkan
baik dalam maupun luar dikarenakan malamnya akan dilewati kirap.
“Kirap sendiri merupakan bagian dari leluhur yang memaknai “ngabeki karo ibu
pertiwi menunjukkan sebagai wujud syukur karena sudah memberikan sedekah”9,
ungkap Jawul masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro.
Pra event sedekah bumi sudah menjadi satu paket dalam rangkaian acara
Grebeg Sudiro. Pra event sedekah bumi bertujuan untuk menunjukkan memperingati
dan mengenang Sunan Paku Buwono II yang saat itu tengah melewati sebuah jembatan
di atas sungai kecil di Kampung Mijen. Padaa saat melewati jembatan tersebut, tutup
teko Sunan Paku Buwono II terjatuh dengan tidak sengaja, kemudian dicari-cari
ternyata tidak ditermukan.
“Berawal dari sebuah kejadian itu di atas sungai kecil, tempat itu kemudian oleh
Sunan Pakubuwono II diberi nama jembatan “Bok Teko” yang lambat laun menjadi ikon
dari kampung Sudiroprajan”10 , ungkap Dwi Gendro Suwistino masyarakat Jawa panitia
Grebeg Sudiro.
Banyak orang berdoa di tempat itu karena tutup teko dari Sunan Pakubuwono
II yang dulu terjatuh tidak ditemukan, ternyata setelah dicari-cari yang keluar adalah
seekor ular.
“Hal ini diyakini oleh penduduk setempat, setiap keluarnya ular tersebut dari
jembatan di atas sungai kecil itu sebagai pertanda akan terjadi suatu bencana atau
9 Wawancara dengan Jawul masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 pukul 3:44 PM 10 Wawancara dengan Dwi Gendro Suwistino masyarakat Jawa panitia Grebeg Sudiro tanggal 23 Agustus 2017 pukul 4:25 PM
42
musibah”11 , ungkap Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg
Sudiro.
b. Batiniah
Dalam hidup bermasyarakat, nilai sosial akan tercemin apabila hubungan antara
dua atau lebih warga masyarakat mempunyai kepentingan yang sama dalam suatu
usaha untuk mewujudukan tujuan yang sama pula. Dengan demikian kepentingan dan
tujuan yang sama tersebut merupakan suatu gejala tertentu yang memiliki nilai sosial.
Sehubungan dengan hal itu, maka dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan upacara
tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan merupakan kepentingan bersama antara anggota
masyarakat penyelenggara.
“Grebeg Sudiro secara batiniah difungsikan sebagai sarana perekat kerukunan
antar etnis, pluralisme, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan”12 ,ungkap Jawul
masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro.
Makna lain dari upacara tradisi Grebeg Sudiro adalah media integrasi dan
memperlihatkan kebhinekaan etnis. Kampung Sudiroprajan dikenal sebagai kampung
pecinan, tetapi di kawasan itu tinggal suku masyarakat Jawa yang akhirnya bercampur
jadi satu dan membaur dalam seni dan budayanya. Pembauran antara masyarakat Jawa
dengan keturunan Tionghoa di Sudiroprajan kemudian dikenal dengan istilah “kue
ampyang” yang muncul akibat proses perkawinan antara masyarakat Jawa dan
keturunan Tionghoa. Ampyang yang terbuat dari kacang dan gula jawa merupakan
bahan makanan ringan yang menonjolkan ciri khas dari masing-masing etnis yaitu
kacang berasal dari Tionghoa sedangkan gula Jawa berasal Jawa.
4.7 Interaksi antara masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa
Grebeg Sudiro adalah hasil cipta, rasa, dan karsa dari masyarakat Sudiroprajan
yang kini mnejadi sebuah budaya baru di Kota Solo. Grebeg Sudiro sendiri merupakan
suatu produk budaya. Pembauran masyarakat Sudiroprajan menyebabkan adanya
11 Wawancara dengan Haryanto Ko Hok Sing keturunan Tionghoa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 22 Agustus 2017 pukul 4:25 PM 12 Wawancara dengan Jawul masyarakat Jawa salah satu pendiri Grebeg Sudiro tanggal 23 Agustus 2017 pukul 1:44 PM
43
pembelajaran budaya dari masyarakat Jawa terhadap keturunan Tionghoa begitu pula
sebaliknya. Dari pembauran tersebut dimulai dari komunikasi atau interaksi satu sama
lain yang ada di Sudiroprajan.
“Dari interaksi sendiri banyak pengalaman yang diperoleh, salah satunya secara
manajemen keuangan bahwa kita harus belajar, selain itu dari interaksi sendiri
munculah rasa persatuan dalam kebhinekaan, dan hal ini bisa memberikan contoh
kepada generasi selanjutnya bahwa dalam sebuah interaksi kita tidak memandang
dalam ras, suku ataupun agama”13, ungkap Didik masyarakat Jawa panitia Grebeg Sudiro.
Proses komunikasi yang berjalan dalam Grebeg Sudiro yaitu masyarakat
Sudiroprajan, yaitu masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa saling berkomunikasi
atau berinteraksi melalui media yaitu Grebeg Sudiro sehingga media penyampaian
pesan tersebut menghasilkan kerukunan/kerharmonisan, yang berterapan dari
kebhinekaan di Sudiroprajan. Grebeg Sudiro sebagai penggerak dalam kebudayaan,
dalam interaksi sosial dapat membangun lebih komunikasi dari pra event sampai
puncaknya event, sehingga mengenal budaya satu sama lain, juga subjektif orang juga
dan memberikan feed back. Grebeg Sudiro mampu dijadikan tempat pembelajaran
komunikasi atau interaksi antarsatu lain (masyarakat Jawa dan keturunan Tionghoa).
Interaksi semakin membaik, karena tujuan utama yaitu ingin menginformasikan sebuah
pesan ke kampung Sudiroprajan dan kota Solo, yaitu keharmonisan sosial. Sehingga
Grebeg Sudiro bisa dijadikan percontohan untuk Kota Surakarta, bahkan kota lain,
harapan yaitu mampu menjadi contoh bagi daerah lain ntuk bisa mengembangkan
kebudayaan masing-masing daerah, bahkan bisa meniru persatuan antaretnis yang
terjadi di Sudiroprajan hingga tercipta persatuan di kota Solo.
4.8 Kebudayaan Grebeg Sudiro di Kampung Sudiroprajan
Budaya Grebeg Sudiro menyimpan potensi sebagai daya tarik wisata unggulan
di Solo, Jawa Tengah. Grebeg Sudiro memiliki potensi menjadi daya tarik wisata
unggulan di Solo. Pasalnya, kegiatan budaya ini memiliki makna yang kuat, yakni
13 Wawancara dengan Didik masyarakat Jawa panitia Grebeg Sudiro tanggal 23 Agustus 2017 pukul 4:22 PM
44
menjaga dan memperkuat pluralisme serta wujud akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa.
Grebeg Sudiro juga melibatkan berbagai komponen masyarakat lintas agama, etnis, dan
budaya.
Biasanya dalam perayaan Grebeg Sudiro ialah saat perebutan hasil bumi,
makanan yang disusun membentuk gunung. Tradisi rebutan didasari oleh falsafah Jawa
ora babah ora mamah yang artinya, jika tidak berusaha tidak makan. Sedangkan, bentuk
gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.
Dalam Grebeg Sudiro gunungan disusun dari ribuan kue keranjang, kue khas orang
tionghoa saat menyambut imlek. Gunungan ini diarak disekitar kawasan Sudiroprajan,
diikuti pawai dari kesenian Tionghoa dan Jawa.
“Dari kesenian barongsai, liong, wushu, kirab 14 jodang (kotak untuk menyimpan
penganan), gunungan yang berisi kue keranjang, bakpao, onde,onde, atraksi reog
ponorogo, tarian tradisional, pakaian tradisional, adat keraton sampai kesenian
kontemporer akan digelar di sepanjang jalan kawasan Sudiroprajan”14, ungkap Debora
Septiana keturunan Tionghoa panitia Grebeg Sudiro.
Segi pemain dalam kesenian juga sudah terjadi pluralisme antara masyarakat
Jawa dan keturunan Tionghoa, dalam kesenian Barongsai yang memainkan orang
masyarakat Jawa padahal kesenian tersebut merupakan keturunan Tionghoa, dan begitu
sebaliknya.
14 Wawancara dengan Debora Septiana keturunan Tionghoa panitia Grebeg Sudiro tanggal 24 Agustus 2017 pukul 5:44 PM